• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PUTUSAN PERKARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH NOMOR 0310Pdt.G2014PA.Pbg TENTANG WANPRESTASI AKAD MUSYARAKAH NOMOR : 105MSAIV07 DI PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS PUTUSAN PERKARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH NOMOR 0310Pdt.G2014PA.Pbg TENTANG WANPRESTASI AKAD MUSYARAKAH NOMOR : 105MSAIV07 DI PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA SKRIPSI"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS PUTUSAN PERKARA

SENGKETA EKONOMI SYARIAH NOMOR

0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg TENTANG WANPRESTASI

AKAD MUSYARAKAH NOMOR : 105/MSA/IV/07 DI

PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh :

WAHYU GUMELAR NIM : 214 – 12 – 027

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

F A K U L T A S S Y A R I A H

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : WAHYU GUMELAR

NIM : 214-12-027

Jurusan : S1-Hukum Ekonomi Syariah (HES) Fakultas : Syariah

Menyetakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya ini adalah asli hasil karya atau penelitian saya sendiri dan bukan plagiasi dari karya orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalum penelitian ini dan disebutkan dalam acuan daftar pustaka.

Demikan pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Salatiga, 11 Februari 2017 M 14 Jumadil Awwal 1438 H Penulis

(3)

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lamp : 4 (empat) eksemplar Salatiga, 2 Februari 2017 Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

Kepada :

Yth. Dekan Fakultas Syariah di Salatiga

هتاكربو للها ةمحرو نكيلع ملاسلا

Setelah diadakan pengarahan, bimbingan, koreksi dan perbaikan seperlunya, maka skripsi saudara :

Nama : WAHYU GUMELAR

NIM : 214-12-027

Judul : Analisis Putusan Perkara Sengketa Ekonomi Syariah Nomor 0310/ Pdt.G/ 2014/ PA.Pbg Tentang Wanprestasi Akad Musyarakah Nomor: 105/ MSA/ IV/07 di Pengadilan Agama Purbalingga

dapat diajukan dalam sidang munaqasyah. Demikian untuk menjadikan periksa.

هتاكربو للها ةمحرو نكيلع ملاسلاو

Pembimbing

(4)

iv

KEMENTERIAN AGAMA RI

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS SYARIAH

Jl. Nakula Sadewa VA No 9 Telp. (0298) 3419400 Fak 323433 Salatiga 50722 Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: administrasi@iainsalatiga.ac.id

PENGESAHAN SKRIPSI

ANALISIS PUTUSAN PERKARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH NOMOR 0310/ PDT.G/ 2014/ PA.PBG TENTANG WANPRESTASI

AKAD MUSYARAKAH NOMOR: 105/ MSA/ IV/07 DI PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA

DISUSUN OLEH WAHYU GUMELAR

214 -12 – 027

(5)

v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN

Transliterasi huruf-huruf Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987.

A.Konsonan Tunggal Huruf

Arab Nama Huruf Latin Keterangan

ا Alif Tidak dilambangkan tidak dilambangkan

ة Bā‟ B Be

ت Tā‟ T Te

ث Sa‟ Ṡ es (dengan titik diatas)

ج JῙm J Je

ح Hā‟ Ḥ ha (dengan titik dibawah)

خ Khā Kh ka dan ha

د Dāl D De

ذ Zāl Ż zet (dengan titik diatas)

ز Rā‟ R Er

ش Zai Z Zet

س Sin S Es

ش Syin Sy es dan ye

ص Sād Ṣ es (dengan titik dibawah)

ض Dād Ḍ de (dengan titik dibawah)

ط Tā‟ Ṭ te (dengan titik dibawah)

ظ Zā‟ Ẓ zet (dengan titik dibawah)

ع „ain „ kma terbalik diatas

غ Gain G Ge

ف Fā‟ F Ef

(6)

vi

ك Kāf K Ka

ل Lām L „el

و MῙ M „em

ٌ Nūn N „en

و Wāwū W W

ـه hā‟ H Ha

ء Hamzah „ Aprostrof

ً yā‟ Y Ye

B.Konsonan Rangkap karena syaddah ditulis rangkap

ةددعتي Ditulis Muta‟addidah

ةدع Ditulis „iddah

C. Ta’marbutoh diakhir kata

1. Bila dimatikan ditulis “h”

ةًكح Ditulis Ḥikmah

ةهع Ditulis „illah

(ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata Arab yang sudah terserap dalam bahasa Indonesia, seperti salat, sakat, dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya).

2. Bila diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah maka

ditulis dengan “h”.

ءبينولأا ةياسك Ditulis Karāmah al-auliyā‟

3. Bila ta‟ marbutoh hidup atau dengan harakat, fathah, kasrah dan ḍammah

ditulis “t” atau “h”.

سطفنا ةبكز Ditulis Zakāh al-fiṭr

D.Vocal Pendek

(7)

vii

معف ditulis Fa‟ala

---

Kasrah ditulis I

سكذ ditulis Ẓukira

---

Ḍammah ditulis U

تهري ditulis Yaẓhabu

E.Vocal Panjang

1. Fatḥaḥ + alif ditulis

ةيههبج ditulis Jāhiliyyah

2. Fatḥaḥ+ ya‟ mati ditulis

يسُت ditulis Tansā

3. Kasrah + ya‟ mati ditulis

ىيسك ditulis karῙm

4. Ḍammah + wawu mati ditulis Ū

ضوسف ditulis furūḍ

F. Vocal Rangkap

1. Fatḥaḥ+ ya‟ mati ditulis Ai

ىكُيث ditulis Bainakum

2. Fatḥaḥ + wawu mati ditulis Au

لوق ditulis Qoul

G.Vocal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof

ىتَأأ Ditulis a‟antum

تدعأ Ditulis u‟idḋat

ىتسكش ٍئن Ditulis la‟insyaktum

H.Kata sandang alif + lam

1. Bila diikuti huruf Qomariyyah ditulis dengan “l”.

(8)

viii

سبيقنا Ditulis Al-Qiyās

2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis menggunakan huruf Syamsiyyah yang mengikutinya, serta dihilangkan huruf l (el)nya.

Ditulis As-Samā‟

Ditulis Asy-syams

I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat Ditulis menurut penulisannya

ضوسفنا ىوذ Ditulis ŻawῙal-furūḍ

(9)

ix MOTTO

Jadilah Orang Yang Pernah Hidup Dan Berguna,

Jangan Hanya Jadi Orang Yang Pernah Hidup

(10)

x

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini kepada:

Almamaterku Jurusan Hukum Ekonomi Syariah

Fakultas Syariah

IAIN

Salatiga

Ayahanda Muhadi dan Ibunda Dasiyem

Yang tidak henti-

hentinya selalu mendo’akan,

membimbing dan mendukungku.

Adik-adikku yang selalu menyemangati dan

mendukung dalam setiap langkah: Widharyanto,

Wiwit Rukmana, Wury Sayekti, Widharsih &

Wiyanto asy-

Syafi’i

Teman-teman Jurusan Hukum Ekonomi Syariah

angkatan 2012

Dan rekan-rekanita di

PAC IPNU

-

IPPNU

Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga,

Sahabat-sahabat di

PAC GP ANSOR

Dan

BANSER

Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Yang

(11)

xi ABSTRAK

Gumelar, Wahyu. (2017). Analisis Putusan Perkara Sengketa Ekonomi Syariah Nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg Tentang Wanprestasi Akad Musyarakah

Nomor : 105/MSA/IV/07 di Pengadilan Agama Purbalingga. Skripsi.

Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Syukron Ma‟mun, S.H.I., M.Si

Kata Kunci : Penyelesaian, Sengketa, Ekonomi Syariah, Wanprestasi, Musyarakah

Perkara sengketa ekonomi syariah nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg. yang didaftarkan di Pengadilan Agama Purbalingga pada tanggal 18 Februari 2014 di Kepaniteraan menerima gugatan tentang pemenuhan kewajiban akad pembiayaan musyarakah dengan nomor perkara 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg, yang diajukan oleh PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Buana Mitra Perwira, yang berkedudukan hukum di Jalan MT Haryono No. 267 Purbalingga, dalam hal ini diwakili oleh H. Aman Walyudin, SE., MSI. Dalam kedudukannya selaku direktur utama PT. BPRS Buana Mitra Perwira. Disini mereka menggugat Ruswondo dan Sri Budiastuti selaku nasabah. Namun Majelis Hakim yang memutus perkara ini hanya mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek untuk sebagian dan menolak selebihnya. Gugatan Pihak Penggugat yang dikabulkan oleh Hakim hanya pengembalian modal kepada Pihak Penggugat.

Berdasarkan permasalahan diatas, telah dilakukan penelitian di Pengadilan Agama Purbalingga terhadap Putusan Nomor 0310/Pdt.G/ 2014/PA.Pbg., untuk menganalisis dan mengkaji sumber hukum yang menjadi dasar pertimbangan yang digunakan Majelis Hakim dan meninjau dari segi pandangan Hukum Islam terhadap Putusan Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara sengketa ekonomi syariah nomor 0310/Pdt.G/2014/ PA.Pbg.

Pendekatan yang Penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisis putusan dengan pendekatan yuridis, yaitu suatu cara pendekatan terhadap masalah yang diteliti dengan berdasarkan tata aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Penulis juga menggunakan pendekatan normative yaitu suatu pendekatan terhadap masalah yang diteliti dengan mengkaji dengan berdasarkan aturan yang terdapat dalam al-Qur‟an dan al-Hadits yang berhubungan dengan permasalahan sengketa ekonomi syariah.

(12)

xii

Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Peradilan agama yang memuat mengenai wewenang absolut Pengadilan Agama. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas memuat mengenai organ perusahaan yang bertanggungjawab dalam kepentingan perusahaan di dalalam maupun luar pengadilan. Kompilasi

Hukum Ekonomi Syari‟ah (KHES) memuat mengenai akad atau perjanjian dan

Herzien Inlandsch Reglement (HIR) memuat mengenai putusan verstek dan

pembebanan biaya perkara oleh Tergugat.

(13)

xiii

Alhamdulillahirobbil`alamin, segala puji bagi Allah yang telah

memberikan segala nikmat kepada makhluk yang ada di alam semesta ini. Berkat qudrat, iradat serta izin-Nyalah penulis bisa menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul Analisis Putusan Perkara Sengketa Ekonomi Syariah Nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg Tentang Wanprestasi Akad Musyarakah Nomor : 105/MSA/IV/07 di Pengadilan Agama Purbalingga.

Sholawat serta salam mudah-mudahan dilimpahkan kepada khotamul anbiya, Nabi Muhammad SAW, yang telah menyelamatkan ummat manusia dari gelap kejahiliyaan kepada cahaya illahiyah yang terang benderang.

Banyak pihak yang telah banyak memberikan konstribusi dalam penyelesaian karya ini. Kami menghaturkan terima kasih yang tulus kepada mereka semua yang telah berjasa untuk ini semua:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

3. Ibu Evi Ariyani, M.H selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah (HES), yang telah mengizinkan penulis untuk membahas judul skripsi ini.

4. Bapak Sukron Ma‟mun, S.H.I., M.Si, selaku pembimbing yang selalu memberikan saran dan masukan kepada penulis.

(14)

xiv

6. Bapak H. Hasanudin, S.H.,M.H., selaku Ketua Pengadilan Agama Purbalingga.

7. Bapak Drs. H. Mahmud HD., M.H., selaku Wakil Ketua Pengadilan Agama Purbalingga yang sekaligus memberikan data dan penjelasan mengenai skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu Hakim dan Panitera Pengadilan Agama Purbalingga. 9. Bapak dan Ibu Pegawai Struktural Pengadilan Agama Purbalingga.

10.Ayahanda Muhadi, Ibunda Dasiyem tercinta dan adik-adikku serta keluarga besar saya yang telah mengorbankan segalanya dengan tulus dan ikhlas dan kebesaran jiwa

11.Teman-teman Jurusan Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2012, rekan-rekanita keluarga besar Pengurus Anak Cabang IPNU-IPPNU Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga yang selalu memberi inspirasi, semangat dan warna-warni dalam kehidupanku.

12.Sahabat-sahabat GP Ansor dan Banser Kecamatan Pabelan Kabupaten Semaran yang telah memberikan semangat kepadaku.

13.Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun penelitian ini yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu.

Harapan bagi penulis semoga apa yang sudah disuguhkan dapat bermanfaat bagi semua orang khususnya kami selaku penulis. Walaupun jauh dari kesempurnaan tapi semoga mendekati kepada kebenaran. Semoga Allah SWT ridha dengan apa yang kita lakukan. Amin.

لا للهاو

ـ

قفىه

إِإلى

أ

قو

قٌزطلا م

Salatiga, 11 Februari 2017 M 14 Jumadil Awwal 1438 H

(15)

xv DAFTAR ISI

COVER ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN ... v

MOTTO ... ix

PERSEMBAHAN ... x

ABSTRAK ... xi

KATA PENGANTAR ... xiii

DAFTAR ISI ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

D. Penegasan Istilah ... 10

E. Kajian Pustaka ... 11

F. Kerangka Teoritik ... 14

G. Metode Penelitian ... 11

H. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II PEMBAHASAN TEORITIK A. Putusan Hakim ... 20

1. Peran Hakim Dalam Memeriksa Dan Memutus Perkara ... 20

2. Dasar Hukum Putusan Hakim ... 21

3. Bentuk, Isi dan Susunan Putusan Hakim ... 22

4. Macam-Macam Putusan ... 25

5. Kekuatan Putusan ... 26

B. Wanprestasi ... 28

1. Pengertian Wanprestasi ... 28

2. Bentuk Wanprestasi ... 28

3. Wanprestasi dan Kaitannya Kesalahan Debitur ... 29

4. Hak Kreditur Terhadap Debitur Yang Wanprestasi ... 30

5. Pembatalan Perjanjian ... 30

6. Ganti Rugi ... 31

C. Akad Pembiayaan Musyarakah ... 33

(16)

xvi

2. Dasar Hukum Syariah Pembiayaan Musyarakah ... 33

3. Struktur Akad Syirkah al-„Inan ... 34

4. Macam-Macam Musyarakah ... 37

5. Hukum Tentang Berhentinya Musyarakah ... 41

6. Konsekuensi Hukum Akad Musyarakah ... 42

BAB III PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA DAN KASUS-KASUS PERKARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Purbalingga ... 44

1. Sejarah ... 44

2. Visi dan Misi ... 62

3. Tugas dan Fungsi ... 64

4. Wilayah Hukum ... 69

5. Struktur Organisasi ... 70

B. Daftar Peneliti Kasus-Kasus Perkara Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama Purbalingga ... 71

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PERKARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH NOMOR 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg DI PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA A. Deskripsi Putusan Nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg Tentang Wanprestasi akad Musyarakah Nomor: 105/MSA/IV/07 ... 74

B. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Purbalingga Dalam Memutus Perkara Nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg ... 77

C. Analisis Terhadap Pertimbangan Putusan Hakim Pengadilan Agama Purbalingga Nomor 0310/Pdt.G/2014/ PA.Pbg ... 85

D. Pandangan Hukum Islam Putusan Hakim Pengadilan Agama Purbalingga Nomor 0310/Pdt.G/2014/ PA.Pbg ... 89

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 93

B. Saran-saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

NO LAMPIRAN

1. Salinan Putusan Nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg 2. Surat Keterangan Observasi

3. Surat Penunjukan Pembimbing Skripsi 4. Surat Permohonan Izin Penelitian 5. Lembar Konsultasi Skripsi 6. Daftar Nilai SKK

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama Allah SWT, yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW kemudian diteruskan kepada para sahabat, dengan dua perwujudan yaitu al-Quran dan al-Hadits (Muzadi, 2006: 21). Islam adalah agama yang rāhmatallilalamin-Nya itu rahmat bagi semesta alam. Agama Islam memberikan kedamaian bagi seluruh ummat manusia termasuk ummat muslim yang didalamnya terdapat pula masalah peradilan dan urusan negara.

(19)

2

Salah satu peristiwa penting dalam sejarah Pengadilan Agama adalah lahirnya Undang-Undang[1] Nomor 3 Tahun 2006 amandemen atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. UU Nomor 3 Tahun 2006 ini memberikan perubahan yang sangat signifikan terutama soal kewenangan absolute Peradilan Agama tersebut. Sebelumnya, Pengadilan Agama berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1989 hanya berwewenang menyelesaikan sengketa perkawinan, waris, wasiat, hibah wakaf, zakat, infak dan sedekah. Dengan lahirnya UU Nomor 3 Tahun 2006, Peradilan Agama tidak lagi mempunyai kewenangan sebatas menyelesaikan perdata perkawinan dan waris akan tetapi telah diperluas dengan kewenangan dalam keperdataan lainnya (Hudiata: 24).

Ada tiga kewenangan yang terbilang masih baru dalam kewenangan Peradilan Agama yaitu zakat, infak dan ekonomi syari'ah. Namun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah kewenangan Peradilan Agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Lahirnya UU Nomor 3 Tahun 2006 ini telah membawa perubahan besar bagi kompetensi Peradilan Agama. Peradilan Agama diberi kewenangan kompetensi ekonomi syariah. Perluasan kompetensi Peradilan Agama tersebut merupakan respon terhadap perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat muslim sebagaimana dalam pasal 49 UU Nomor 3 tahun 2006 di atas.

1

(20)

3

Perkembangan kegiatan perbankan syariah di Indonesia sangat terkait erat dengan masyarakat Indonesia yang mayoritasnya adalah muslim. Masyarakat tersebut ingin menerapkan prinsip syariah secara komprehensif dalam setiap kegiatan yang dilakukannya, termasuk dalam kegiatan perbankan syariah. Salah satu hal yang menjadi problematika dalam praktik perbankan syariah adalah mengenai penyelesaian sengketa yang terjadi dalam perbankan syariah, hal ini tercermin dengan adanya Putusan MK Nomor 93/PUU-X?2012 Tentang Uji Materi UU Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah (Hudiata: 67).

Salah satu bentuk penggalian potensi dan wujud kontribusi masyarakat dalam perekonomian nasional tersebut adalah pengembangan sistem ekonomi berdasarkan nilai Islam (syariah) dengan mengangkat prinsip-prinsipnya ke dalam Sistem Hukum Nasional. Prinsip syariah berlandaskan pada nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan, dan keuniversalan (rahmatan lil „alamin). Nilai-nilai tersebut diterapkan dalam pengaturan perbankan yang didasarkan pada prinsip syariah yang disebut perbankan syariah.

(21)

4

Syariah menjadi kebutuhan dan keniscayaan bagi berkembangnya lembaga tersebut. Pengaturan mengenai perbankan syariah dalam UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 belum spesifik dan kurang mengakomodasi karakteristik operasional perbankan syariah, dimana, di sisi lain pertumbuhan dan volume usaha bank syariah berkembang cukup pesat.

Setelah mengalami perjalanan yang panjang, UU Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah disahkan pada tanggal 16 Juli 2008 dengan terdiri dari 13 bab dan 70 pasal. Secara garis besar UU ini memberikan

kepastian hukum Bank Syariah di Indonesia, penyebutan kata “syariah

memberikan identitas yang jelas bagi Bank Syariah dan bertanggung jawab terhadap syariah (shariah complience). Bank Syariah menjalankan fungsi sosial dan juga menyebutkan dukungan terhadap konversi dan perubahan Bank Konvensional menjadi Bank Syariah dan tidak sebaliknya.

(22)

5

tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah meliputi kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur-unsur riba, maisir, gharar, haram, dan zalim.

Dalam UU Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah ada satu bab khusus mengenai penyelesaian sengketa perbankan syariah.

Pengertian “menyelesaikan” bagi sebuah peradilan adalah menerima,

memeriksa, menyelesaikan dan memutus, hingga melaksanakan eksekusi putusan berkaitan dengan perbankan syariah yang tidak dilaksanakan oleh para pihak yang berperkara. Dalam pasal 55 UU Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah dijelaskan bahwa ayat (1) penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama; (2) dalam hal perkara pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian dilakukan sesuai isi akad; (3) penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah (Hudiata: 76-77).

Ketentuan Pasal 55 ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 2008 menjelaskan bahwa lembaga yang berwewenang menyelesaikan sengketa perbankan syariah adalah Peradilan Agama. Hal ini memperkuat atau sejalan dengan ketentuan Pasal 49 huruf (i) UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan

Agama bahwa “Pengadilan Agama bertugas, berwewenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang

yang beragama Islam di bidang:…(i) ekonomi syariah” (Hudiata: 77).

(23)

6

pembiayaan musyarakah dengan nomor perkara 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg, yang diajukan oleh PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah[2] Buana Mitra Perwira, yang berkedudukan hukum di Jalan MT Haryono No. 267 Purbalingga, dalam hal ini diwakili oleh H. Aman Walyudin, SE., MSI. Dalam kedudukannya selaku direktur utama PT. BPRS Buana Mitra Perwira. Disini mereka menggugat Ruswondo dan Sri Budiastuti selaku nasabah.

Berdasarkan Akad Pembiayaan Musyarakah Nomor : 105/MSA/ IV/07 tertanggal 17 April 2007 yang ditandatangani oleh Bank dan Nasabah yang di waarmerking oleh Agung Diharto, SH, Notaris di Purbalingga Nomor: 163/w/2007 tertanggal 7 Mei 2007, Bank dan Nasabah masing-masing akan menyediakan sejumlah uang sebagai penyertaan modal, yaitu Bank sebesar Rp. 20.000.000,- dan nasabah sebesar Rp. 18.800.000,- yang masing-masing dan berturut-turut merupakan 51,5% dan 48,5% dari sejumlah modal yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha berupa usaha dagang kelapa dan gula merah.

Dalam kasus ini, setelah jatuh tempo Para Tergugat belum juga bisa melunasi kewajibannya. Para Tergugat diberi jangka waktu (masa) penggunaan modal tersebut oleh berlangsung selama 36 (tiga puluh enam) bulan. Kemudian Penggugat melakukan pengecekan terhadap pengelolaan usaha yang dilakukan oleh Para Tergugat, ternyata ditemukan bahwa Para Tergugat lalai tidak pernah melaksanakan bagi hasil (Syirkah) pada tiap-tiap

2

(24)

7

tanggal realiasasi pada tiap bulannya dan Para Tergugat lalai tidak mengembalikan modal sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

Berdasarkan Kompilasi Hukum Ekonomi Syari‟ah dalam Pasal 21

huruf (b) bahwa akad dilakukan berdasarkan asas amanah atau menepati janji, setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan kesepakatan yang ditetapkan oleh yang bersangkutan dan pada saat yang sama terhindar

Akhirnya pihak Penggugat menganggap bahwa Para Tergugat telah melakukan perbuatan wanprestasi tersebut Penggugat merasa dirugikan secara materiil. Penggugat telah melakukan berbagai upaya penagihan, peringatan maupun pendekatan secara kekeluargaan kepada para Tergugat akan tetapi para Tergugat tetap tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan kewajiban-kewajibannya, oleh karenanya sangatlah beralasan Penggugat mengajukan Gugatan Sengketa Ekonomi Syariah kepada Ketua Pengadilan Agama Purbalingga hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 49 huruf (i) UU No.3 Tahun 2006 Tentang Amandemen UU Peradilan Agama jo. Pasal 55 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

Dari latar belakang diatas maka kami penulis ingin mencoba meneliti dari permasalahan diatas yang kami simpulkan dengan judul “Analisis

3

(25)

8

Putusan Perkara Sengketa Ekonomi Syariah Nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg Tentang Wanprestasi Akad Musyarakah Nomor : 105/MSA/IV/07 di

Pengadilan Agama Purbalingga”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas maka skripsi ini akan mengacu pada permasalahan pokok yaitu

1. Apa yang menjadi dasar hukum dan pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Purbalingga dalam memutus perkara nomor 0310/Pdt.G/ 2014/PA.Pbg?

2. Bagaimanakah pandangan hukum Islam terhadap putusan Hakim Pengadilan Agama Purbalingga dalam memutus perkara nomor 0310/ Pdt.G/2014/PA.Pbg?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Objektif

Untuk mengetahui dasar pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Purbalingga dalam memutus perkara sengketa ekonomi syariah dengan nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg.

(26)

9 b. Tujuan Subjektif

Untuk mengembangkan dan memperdalam pengetahuan penulis dibidang hukum ekonomi syariah atau muamalat dan guna memenuhi persyaratan akademis untuk memperoleh gelar S1 dalam bidang Hukum Ekonomi Syariah atau Muamalat di Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembangunan ilmu pengetahuan di bidang hukum ekonomi syariah atau muamalat dan dapat memperkaya referensi dan literature kepustakaan terkait dengan kajian mengenai Hukum Acara Peradilan Agama khususnya mengenai putusan Peradilan Agama dalam perkara ekonomi syariah dan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya. b. Kegunaan Praktis

(27)

10 D. Penegasan Istilah

Penegasan judul ini dimaksud untuk menghindari adanya interprestasi lain yang dapat menimbulkan kesalahpahaman dalam memahaminya. Adapun pengertian istilah judul tersebut adalah sebagai berikut:

1. Ekonomi Syariah berdasarkan penjelasan huruf (i) Pasal 49 UU Nomor 3 Tahun 2006 adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah.

2. Akad atau Perjanjian adalah suatu perbuatan kesepakatan antara seseorang atau beberapa orang lainnya untuk melakukan sesuatu perbuatan tertentu (Pasaribu dan K Lubis, 1996: 1).

3. Musyarakah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam sebuah usaha dan konsekuensi keuntungan dan kerugiannya ditanggung secara bersama (Ghazaly, 2010: 127)

(28)

11 E. Kajian Pustaka

Permasalahan mengenai putusan hakim mengenai sengketa ekonomi syariah antara lain yaitu skripsi karya Pratami Wahyudya Ningsih (www.dgilib.uns.ac.id., diakses pada 7 Agustus 2016) “ Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Perkara Gugatan Pemenuhan Kewajiban Akad Pembiayaan al-Musyarakah di Pengadilan Agama Purbalingga (Studi Terhadap Putusan Nomor: 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg), skripsi termasuk jenis penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif, karena penelitian ini adalah suatu penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi. Dari hasil penelitiannya adalah dasar pertimbangan yang digunakan hakim yang tertuang dalam Putusan nomor : 1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg tersebut diantarannya adalah Tergugat tidak pernah hadir di persidangan, maka sengketa diputus dengan verstek, Tergugat telah memenuhi unsur-unsur wanprestasi sesuai dengan ketentuan hukum positif dan dalil-dalil syar‟i sehingga Tergugat menjadi pihak yang kalah.

Kemudian skripsi karya Ikhsan Al Hakim (www. lib.unnes.ac.id, diakses pada 7 Agustus 2016) “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Di Pengadilan Agama Purbalingga (Studi Pelaksanaan Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Pengadilan Agama Oleh Pengadilan Agama

(29)

12

dilaksanakan. Berdasarkan Putusan-putusan Pengadilan Agama Purbalingga telah menyelesaikan 9 (Sembilan) sengketa ekonomi syariah.

Skripsi dengan judul “Penyelesaian Sengketa Wanprestasi Di

Lembaga Keuangan Melalui Pengadilan (Studi Putusan Pengadilan Negeri

Surakarta)” karya Annisa Mar‟atus Sholikhah (www.eprints.ums.ac.id, diakses pada 7 Agustus 2016), Merupakan penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum yuridis bersifat normatif. Dengan hasil penelitian bahwa Penggugat telah berhasil membuktikan bukti gugatannya, oleh karena itu gugatan pada perkara tersebut dikabulkan sebagian, yakni menyatakan Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan wanprestasi/ingkar janji.

Skripsi karya Yunita Naryanti yang berjudul “Gugatan Wanprestasi Yang Diajukan Oleh PT BPR Syariah Buana Mitra Perwira Berdasarkan Akad Perjanjian Pembiayaan Al Musyarokah (Studi Terhadap Putusan Pengadilan

Agama Purbalingga Nomor:1047/Pdt.G/2006/PA.Pbg)” skripsi ini menggunakan Metode pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah studi pustaka. Metode analisis yang digunakan adalah metode normatif kualitatif. Dengan hasil penelitiannya adalah Pertimbangan hukum Hakim dalam memutus perkara tentang gugatan wanprestasi yang diajukan oleh PT BPR Syariah Buana Mitra Perwira adalah dengan mendasarkan pada alat bukti otentik berupa akad perjanjian pembiayaan al musyarokah, yang nilai pembuktiannya kuat (www. fh.unsoed.ac.id., diakses 7 Agustus 2016).

(30)

13

Penyelesaian Hukum Ekonomi Syariah (Studi Kasus Putusan PA Madiun

No.0403/Pdt.G/2004.pa.Mn)” mengenai sengketa perbankan syariah yang melibatkan antara pihak bank sebagai tergugat dengan nasabah yang memberikan kuasa kepada LPKNI (Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional Indonesia) sebagai penggugat berdasarkan Legal Standing Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 46 ayat 1 huruf ( c) UUPK di beri hak gugat organisasi Legal Standing lus Standi. Penelitian ini termasuk dalam penelitian pustaka (library research) yang bersifat deskriptif analitis, serta menggunakan pendekatan normatif yuridis. Hasil penelitiannya adalah bahwa putusan majelis hakim PA Madiun telah memutus perkara tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu: tidak menerapkan PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan; Tidak mencantumkan posita gugat berkenaan Legal Standing LPKNI yang menyebabkan formulasi putusan tidak sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) HIR dari Pasal 195 RBG.

(31)

14 F. Kerangka Teoritik

Putusan adalah kesimpulan akhir yang diambil oleh majelis hakim yang diberi wewenang untuk itu didalam menyelesaikan atau mengakhiri suatu sengketa atau perkara, yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan oleh hakim dalam persidangan yang terbuka untuk umum.4

Metode interprestasi dalam hukum Islam disebut juga dengan ijtihad

tathbiqi. Ijtihad tathbiqi ini merupakan upaya untuk menetapkan hasil ijtihad

istinbathi kedalam perbuat-perbuatan mukalaf atau peristiwa-peristiwa

konkret yang bersifat kasuistik (Fanami, 2009: 179).

Tugas pokok bagi pengadilan sebagaimana ditentukan dalam UU Pokok Kekuasaan Kehakiman, menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan kepada pengadilan. Salah satu tugas pokok pengadilan adalah mengadili perkara-perkara yang diajukan atas kepentingan para pihak berperkara adalah merupakan tindakan mewujudkan hasil pemeriksaan dalam suatu putusan pengadilan, yang oleh para pihak berperkara sangat diharapkan dapat memberikan rasa keadilan.

Rasa keadilan yang tercermin dalam putusan pengadilan itu adalah bukan semata-semata menyangkut isi putusan pengadilan yang didasarkan pada keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak terbatas yang menyangkut pelaksanaan hukum materiil, tetapi juga menyangkut dalam beracara di persidangan.

4

(32)

15

Sikap dan perilaku pengadilan dalam beracara dalam sidang juga diharapkan mencerminkan keadilan tidak saja menyangkut tata cara pengadilan beracara, akan tetapi menyangkut sikap adil pengadilan terhadap pihak-pihak berperkara, tidak memihak dan tidak membeda-bedakan kedudukan yang satu dengan lainnya, menghormati kesetaraan pihak berperkara yang satu dengan yang lain.

Para pihak yang berperkara menghendaki kedudukannya dihadapan pengadilan harus dianggap dan diperlakukan sama, tidak dibeda-bedakan antara yang satu dengan yang lain, diperlakukan secara adil, sebagaimana makna Pasal 5 Ayat (1) UU nomor 14 Tahun 1970 yang menentukan para pihak berperkara harus diberikan kesempatan yang sama untuk memberi pendapatnya sebagai disebutkan dalam azas audite et alteram partem.

Tetapi kadangkala dalam menegambil putusan di luar hadir salah satu pihak, tindakan pengadilan ini seolah-olah dianggap telah bertindak mengabaikan azas audite et alteram partem di atas, karena pengadilan telah menjatuhkan putusan dengan menabaikan kepentingan pihak yang tidak hadir. Pendapat seperti itu adalah tidak rasional, karena pengadilan dalam menjalankan tugas pokok juga memiliki kewajiban harus memperhatikan kepentingan pihak yang telah bersusah payah tetap hadir di persidangan.

(33)

16

utuh seperti sebelum dijatuhkannya putusan pengadilan yaitu dengan memerintahkan menyampaikan bunyi putusan pengadilan tersebut kepada yang bersangkutan.

Demikian juga halnya putusan gugur yang diucapkan di luar hadir penggugat, hak penggugatm tetap mendapat perlindungan yaitu penggugat tetap memiliki hak untuk mengajukan gugatan kembali, ataupun dalam hal dijatuhkannya putusan verstek yang diucapkan di luar hadir tergugat, pihak tergugat tetap mendapat perlindungan tersebut. Pada pokoknya putusan pengadilan yang sangat didambakan oleh para pihak berperkara itu, adalah putusan akhir, yang telah dinyatakan pengadilan sesudah melakukan perjalanan sidang yang dikatakan panjang.

Dengan putusan akhir tersebut harus dapat dinyatakan bahwa pemeriksaan yang dilakukan pengadilan sudah berakhir, sehingga diharapkan dengan putusan itu, dapat mengakhiri sengketa para pihak berperkara. Putusan akhir dapat merupakan putusan kondemnatoir, atau putusan konstitutif, putusan deklatoir, tetapi putusan pengadilan itu lebih banyak merupakan kumulasi ketiga macam putusan diatas (Syahlani, 2007: 61-62).

(34)

17

dikategorikan singkat, pengadilan juga dapat menjatuhkan putusan akhir yang disebut putusan gugur, verstek atau perdamaian.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian analisa putusan (Maslikhah: 2013) dalam hal ini yang menjadi objek kajian penelitiannya adalah putusan nomor: 0310/Pdt.G/ 2014/PA.Pbg tentang perkara gugatan sengketa ekonomi syariah.

2. Kehadiran Peneliti

Dalam skripsi ini penulis melakukan pencarian data dengan cara terjun langsung kelapangan berinteraksi dengan informan, dalam hal ini menempatkan diri sebagai peneliti. Sehingga akan memudahkan penulis dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan secara akurat langsung dari narasumbernya.

3. Sumber Data

(35)

18 4. Teknik Pengumpulan data

Penelitian ini dalam pengumpulan data melalui tiga metode yang saling melengkapi yaitu sebagai berikut;

a. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan para Hakim dan pejabat struktural Pengadilan Agama Purbalingga dan akademisisi di bidangnya, dengan harapan dapat memberikan kemudahan dalam menganalisis putusan nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg tentang perkara sengketa ekonomi syariah.

b. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan dengan cara untuk mengumpulkan data dengan menyalin dari sumber-sumber yang ada, sebagai bahan identifikasi gabungan antara bahan hokum primer dan hasil dari studi kepustakaan.

5. Teknik Analisis Data

(36)

19 H. Sistematika Penulisan

Sebagai gambaran-gambaran umum dalam skripsi ini, penulis akan paparkan sekilas tentang sistematika penulisan dalam skripsi ini dengan menggunakan system sebagai berikut :

Bab I: merupakan bab pendahuluan yang menguraikan gambaran singkat dari penelitian ini, bab I ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II: merupakan bab pembahasan teoritik yang didalamnya akan diuraikan mengenai tinjauan umum terhadap putusan, wanprestasi dan akad musyarakah.

Bab III: pada bab ini akan di paparkan mengenai gambaran umum tentang Pengadilan Agama Purbalingga dan kasus-kasus perkara sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama Purbalingga.

Bab IV: pada bab ini akan diuraikan mengenai diskripsi putusan dan pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Purbalingga dalam memutus perkara nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg, serta analisis pertimbangan Hakim dan pandangan hukum Islam terhadap putusan dalam memutus perkara nomor 0310/Pdt.G/2014/PA.Pbg.

(37)

20 BAB II

PEMBAHASAN TEORITIK

A. PUTUSAN HAKIM

1. Peran Hakim Dalam Memeriksa Dan Memutus Perkara

Seorang hakim di dalam memeriksa dan memutus suatu perkara perdata, harus memenuhi peraturan-peraturan yang telah ditentukan. Selain itu seorang hakim harus juga mempunyai keyakinan tentang kebenaran dan kepastian peristiwa yang dijadikan dasar bagi suatu tuntutan hak.

Menurut Suddikno Mertokusumo didalam bukunya “Hukum Acara

Perdata Indonesia”, menyatakan bahwa apabila kepada hakim diajukan

suatu perkara, maka tugas seorang hakim adalah:

a. Mengkonstatir benar dan tidaknya peristiwa yang diajukan. b. Mengkwalifisir peristiwa tersebut.

c. Mengkonstituir peristiwa, yang berarti menetapkan dan menerapkan hukum terhadap peristiwa yang telah dikwalifisir, atau memberikan keadaan dengan suatu putusan hakim.

(38)

21

Seseorang hakim perlu memperhatikan ketentuan-ketentuan hukum yang harus dipenuhi di dalam memutus suatu perkara perdata, di samping syarat bahwa seorang hakim harus mempunyai wibawa, tegas dan bertanggungjawab (Nurhaida, 2013: 89-90).

2. Dasar Hukum Putusan Hakim

Menurut Sudikno Mertokusumo di dalam bukunya “Hukum Acara Perdata Indonesia”, menyatakan bahwa beberapa sumber untuk menemukan hukum ialah:

a. Perundang-undangan b. Hukum yang tidak tertulis c. Putusan desa

d. Yurisprudensi e. Ilmu pengetahuan

Di dalam perundang-undangan, putusan hakim selain diatur di dalam HIR (Herzien Inlandsch Reglement), juga diatur di dalam UU Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

Di dalam HIR (Herzien Inlandsch Reglement), putusan hakim di dalam pasal 178 sampai dengan 187, yang mengatur:

a. Setiap bagian dari tuntutan atau petitum harus diadili (Pasal 178 ayat 1).

(39)

22

c. Apabila ada pihak yang tidak hadir pada waktu putusan hakim dijutuhkan, maka putusan tersebut harus diberitahukan kepada pihak yang tidak hadir tersebut (Pasal 179 ayat 2).

d. Putusan hakim yang dapat dijatuhkan lebih dulu, meskipun ada upaya hukum banding/kasasi, dengan syarat-syarat tertentu, putusan ini disebut OVB (Uitvoerbaar bij Vorraad).

e. Pasal 181 dan 182 mengharuskan untuk mencantumkan jumlah biaya perkara yang harus dibayar.

f. Pasal 184 mengatur mengenai pembuatan ringkasan dai tuntutan, jawaban dan sebagainya.

g. Para pihak diperbolehkan meminta salinan putusan hakim dengan biaya tertentu (Pasal 185 ayat 2).

h. Penandatanganan putusan diatur didalam pasal 187 (Nurhaida, 2013: 90-91).

3. Bentuk, Isi Dan Susunan Putusan Hakim

Putusan Hakim berbentuk suatu akta autentik, yaitu akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwewenang. Pada dasarnya putusan hakim berisi dan tersusun sebagai berikut:

a. Kepala putusan

- Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa - Bismillahirrahmanirrahim

b. Identitas para pihak

(40)

23 c. Duduk perkara yang berisi

- Ringkasan gugatan

- Ringkasan jawab jinawab antara penggugat dan tergugat

- Ala-alat bukti yang diajukan, baik oleh penggugat maupun tergugat - Cara-cara pemeriksaan perkara dilangsungkan

d. Tentang hukumnya yang berisi

- Pokok perkara yang disengketakan

- Hal-hal yang diakui maupun yang tidak diakui oleh penggugat dan tergugat

- Hal-hal yang dapat dibuktikan dan yang tidak dapat dibuktikan - Pertimbangan hukum yang dapat diterapkan dalam perkara

tersebut, beserta alasan yang dipergunakan untuk menetapkan pertimbangan hakim.

- Setiap bagian dari tuntutan atau petitum harus diputus satu-persatu. Tetapi tidak melebihi dari segala sesuatu yang dituntut dan yang tercantum didalam petitum.

e. Tentang dicantum atau Amar Putusan yang berisi:

- Segala sesuatu yang dituntut oleh penggugat, apa yang diputuskan oleh hakim. Jadi dicatum putusan hakim berhubungan erat dengan isi petitum penggugat. Amar Putusan Hakim dapat berisi beberapa kemungkinan, yaitu:

(41)

24

 Sebagian tuntutan diterima dan sebahagian yang lain ditolak

 Seluruh gugatan ditolak

 Seluruh gugatan tidak diterima

- Apabila ternyata gugatan diterima dan sebelumnya telah dilaksanakan sita jaminan, maka sita jaminan tersebut harus dinyatakan sah dan berharga. Sebaliknya jika gugatan ditolak, maka sita jaminan harus diperintahkan untuk diangkat.

- Ketentuan tentang pihak yang dijatuhi hukuman untuk membayar biaya perkara, serta jumlah besarnya biaya perkara tersebut.

- Keterangan tentang hadir atau tidaknya pihak penggugat pada waktu putusan hakim dijatuhkan.

- Penyebutan tanggal, bulan, tahun, kapan putusan Hakim dijatuhkan.

f. Akhirnya suatu putusan hakim harus ditanda tangani oleh hakim dan panitera yang melaksanakan pemeriksaaan perkara (Pasal 184 ayat 3 HIR).

(42)

25 4. Macam-Macam Putusan Hakim

Menurut Pasal 185 HIR putusan hakim dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Putusan sela atau bukan putusan akhir

Yaitu putusan hakim yang mengenai pokok perkara dan bertujuan untuk mempermudah putusan akhir. Putusan ini harus diucapkan oeh hakim dan dimuat dalam Berita Acara.

Macam putusan sela yaitu:

1) Putusan Praeparatoir(Preparatoir Vonis)

Yaitu putusan hakim yang bertujuan untuk mempersiapkan pemeriksaan perkara dan memperlancar putusan akhir.

2) Putusan Interlocutoir (Interlocutoir Vonis)

Yaitu putusan hakim yang berisi perintah untuk mengadakan suatu pemeriksaan yang dapat mempengaruhi putusan akhir

3) Putusan Provisionil(Provision Vonis)

Putusan hakim yang menetapkan tindakan pendahuluan yang bersifat sementara bagi kepentingan salah satu pihak yang berperkara

4) Putusan Insidentil(Insidentil Vonis)

(43)

26 b. Putusan akhir

Yaitu putusan hakim mengenai pokok perkara dan bertujuan untuk menyelesaikan pokok sengketa perdata yang timbul. Macam putusan akhir sebagi berikut:

- Putusan Deklaratoir (Deklaratoir Vonis)

Yaitu putusan hakim yang menetapkan keadaan hakim - Putusan Konstitutif (Constitutif Vonis)

Yaitu putusan hakim yang menimbulkan atau meniadakan suatu keadaan hukum (Nurhaida, 2013: 93-94).

5. Kekuatan Putusan Hakim

Suatu putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap atau pasti (in kracht van gewijsde) mempunyai tiga macam kekuatan, yaitu: a. Kekuatan mengikat

(44)

27

telah diputus oleh hakim harus dianggap benar (res yudicata

proveritate habetur).

b. Kekuatan pembuktian

Putusan hakim mempunyai kekuatan pembuktian baik bagi para pihak maupun pihak ketiga, meskipun bagi pihak ketiga tersebut tidak mempunyai kekuatan mengikat.

c. Kekuatan untuk dilaksanakan

(45)

28 B. WANPRESTASI

1. Pengertian Wanprestasi

Wanprestasi atau cidera janji adalah suatu kondisi dimana debitur tidak melaksanakan kewajiban yang ditentukan didalam perikatan, khususnya perjanjian (kewajiaban kontraktual). Wanprestasi dalam hukum perjanjian mempunyai makna yaitu debitor tidak melaksanakan kewajiban prestasinya atau tidak memperoleh apa yang dijanjikan oleh pihak lawan.

Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda

wanprestatie”. Wan berarti buruk atau jelek dan prestatie berarti

kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Jadi wanprestasi adalah prestasi yang buruk atau jelek. Secara umum artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang (Khairandy, 2013: 278-279).

2. Bentuk Wanprestasi

Bentuk-bentuk wanprestasi, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Debitur Sama Sekali Tidak Berprestasi

(46)

29 b. Debitur Keliru Berprestasi

Disini debitor memang dalam pemikirannya telah memberikan prestasinya, tetapi dalam kenyataannya. yang diterima kreditor lain daripada yang diperjanjikan. Kreditor membeli bawang putih, ternyata yang dikirim bawang merah. Dalam hal demikian kita tetap beranggapan bahwa debitor tidak berprestasi. Jadi dalam kelompok ini (tidak berprestasi) termasuk “penyerahan yang tidak sebagaimana

mestinya” dalam arti tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.

c. Debitur Terlambat Berprestasi

Di sini debitor berprestasi, objek prestasinya betul, tetapi tidak sebagaimana diperjanjikan. Sebagimana sudah disebutkan diatas,

debitor digolongkan ke dalam kelompok “terlambat berprestasi” kalau

objek prestasinya masih berguna bagi kreditur. Orang yang terlambat berprestasi dikatakan dalam keadaan lalai atau mora (Khairandy, 2013: 280-281).

3. Wanprestasi dan Kaitannya Kesalahan Debitor

Timbulnya wanprestasi berasal dari kesalahan (schuld) debitor. yakni tidak melaksanakan kewajibannya konraktual yang seharusnya ditunaikan. Kesalahan tersebut adalah dalam arti luas, yakni berupa kesengajaan (opzet) atau kealfaan (onachtzaamheid). Dalam arti sempit kesalahan hanya bermakna kesengajaan.

(47)

30

menimbulkan kerugian terhadap kreditur, dan perbuatan itu harus dapat dipersalahkan kepada debitur.

Kerugian tersebut harus dapat dipersalahkan kepada debitor. Jika unsur kesengajaan atau kelalaian dalam peristiwa yang menimbulkan kerugian pada diri kreditor dan dapat dipertanggungjawabkan pada debitor. Kerugian yang diderta kreditor tersebut dapat berupa biaya-biaya (ongkos-ongkos) yang telah dikeluarkan kreditor, kerugian yang menimpa harta benda milik kreditor, atau hilangnya keuntungan yang diharapkan (Khairandy, 2013: 281).

4. Hak Kreditor terhadap Debitor Yang Wanprestasi

Dalam Pasal 1267 KUHPerdata dapat disimpulkan apabila seorang kreditor yang menderita kerugian karena debitor melakukan wanprestasi, kreditur memiliki alternatif untuk melakukan upaya hukum atau hak sebagi berikut:

a. Meminta pelaksanaan perjanjian; atau b. meminta ganti rugi; atau

c. meminta pelaksanaan perjanjian sekaligus meminta ganti rugi; atau d. dalam perjanjian timbal balik, dapat diminta pembatalan perjanjian

sekaligus meminta ganti rugi (Khairandy, 2013: 282). 5. Pembatalan Perjanjian Karena Wanprestasi

(48)

31

kerugian dan wanprestasi. Masalah pembatalan perjanjian karena kelalaian atau wanprestasi telah diatur dalam Pasal 1266 KUHPerdata. Pasal 1266 ayat (1) menentukan bahwa syarat batal selalu dicantumkan dalam perjanjian, jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.

Pembatalan perjanjian harus diminta kepada hakim, tidak mungkin perjanjian sudah batal dengan sendirinya pada waktu debitor nyata-nyata melalaikan kewajibannya, kalau itu mungkin, permintaan pembatalan kepada hakim tidak ada artinya. Disebutkan juga oleh ayat 2 bahwa perjanjian itu tidak batal demi hukum.

Dengan demikian, hakim seharusnya tidak hanya berpegang pada asas keabsahan berkontrak, konsensualisme, dan kekuatan mengikat kontrak, tetapi seharusnya hakim harus memegang teguh asas itikad baik. Inti itikad baik adalah keadilan. Keadilan adalah tujuan tertinggi hukum. Jadi kalau ada debitor yang keberatan terhadap pembatalan dimaksud dan melakukan gugatan dimaksud, hakim harus menolak pengesampingan tersebut, hakim atau pengadilan lah yang memutuskan pembatalan tersebut dengan mempertimbangkan asas itikad baik (Khairandy, 2013: 282-285). 6. Ganti Rugi

(49)

32

(50)

33 C. AKAD PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

1. Pengertian Pembiayaan Musyarakah

Secara etimologi, syirkah adalah bercampur. Terminologi syirkah secara umum adalah sebuah kontrak kerjasama kemitraan untuk meningkatkan niat asset yang dimiliki setiap mitra dengan memadukan modal dan sumber daya (Tim Laskar Pelangi, 2013: 194).

2. Dasar Hukum Syariah Pembiayaan Musyarakah

Dasar hukum akad musyarakah, Berdasarkan Fatwa Dewan

Syari‟ah Nasional Nomor : 08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan

Musyarakah. adalah sebagai berikut:

a. Al-Qur‟an

Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ( Q.S. Sad (38): 24).

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu….( Q.S.

al-Maidaah (5): 1).

Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu ....( Q.S. An-Nisaa‟

(51)

34 b. Al-Hadits

ْنُحـَي َْلَاَم ِْيَْكيِرَّشلا ُثِلاَث اَنَأ ُلْوُقَـي َللها َّنِإ َلاَق ُوَعَـفَر َةَرْـيَرُى ِبَِأ ْنَع

اـَمِهِنْيَـب ْنِم ُتْجَرَخ ُوَناَخ اَذِإَف ،ُوَبِحاَص اـَُهُُدَحَأ

(

دواد بِا هاور

)

Dari Abu Harairah dan ia merafa‟kannya (memarfu‟kannya). Ia berkata: sesungguhnya Allah berfirman, Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersekutu, selama tidak ada salah seorang diantara mereka yang berkhianat kepada sahabatnya. Apabila ia telah

mengkhianatinya, maka aku keluar dari keduannya. (HR. Abu

Dawud).

c. Kaidah Ushul Fiqh

اَهِمـْيِرْحـَت ىَلَع ٌلْيِلَد َّلُدَي ْنَأ َّلَِّإ ُةَحاَبِْلْا ِت َلََماَعُمـْلا ِفِ ُلْصَْلَْا

.

Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.

3. Struktur Akad Syirkah al-‘Inan

Struktur akad syirkah al-„inan terdiri dari tiga rukun, yaitu sebagai berikut (Tim Laskar Pelangi, 2013: 199-202):

a. Shighah

Shighah atau bahasa transaksi dalam akad syirkah meliputi ijab

dan qobul dari seluruh mitra, yang menunjukkan makna izin tasaruf

terhadap modal syirkah dalam perniagaan (tijaroh), baik secara ekplisit

(sharih) atau implicit (kinayah). Sebab, modal yang bersifat gabungan

(musytarak) tidak bisa ditasarufkan tanpa izin dari pemiliknya.

b. „Aqidain

(52)

masing-35

masing. „Aqidain disyaratkan harus memenuhi kriteria sah mengadakan akad wakalah. Sebab, setiap mitra dalam akad syirkah, masing-masing berperaan sebagai wakil sekaligus muwakkil bagi mitra lainnya.

c. Ma‟qud „Alaih

Ma‟qud „Alaih adalah modal yang disyirkahkan agar profit yang dihasilkan juga bersifat (isytirak). Syarat-syarat ma‟qud „alaih meliputi:

1) Syuyu‟

Dalam Madzab Syafi‟iyah, akad syirkah termasuk akad yang memiliki keserasian antara makna dengan praktek, sebagaimana akad salam. Karena itu, untuk mewujudkan atau merealisasikan makna syirkah, sebelum akad syirkah dilangsungkan, disyaratkan kepemilikan setiap mitra terhadap modal (ma‟qud „alaih) harus bersifat prosentase (syuyu‟). Yakni hak milik yang tidak bisa dibedakan secara fisik, melainkan secara nilai persenan, seperti milik A 50%, milik B 30%, dan milik C 20% dari total modal syirkah.

2) Margin Profit

(53)

36

profit (ribhu) merupakan perkembangan atau produktifitas

(tsamrah) dari modal, sehingga yang menjadi rujukan adalah

besaran nilai modal, bukan kinerja. Disamping itu, apabila margin profit disesuaikan dengan kinerja setiap mitra, maka akan rancu antara akad syirkah dengan akad qiradl.

Karena itu, akad syirkah batal apabila dalam syirkah yang dijadikan acuan margin profit adalah kinerja. Misalnya, nilai modal antar mitra sama, namun mitra yang menjalankan kinerja bisnis secara intensif mendapatkan margin profit lebih besar disbanding mitra lain. Demikian juga batal apabila margin profit tidak sesuai dengan besaran nilai modal antar mitra, seperti nisbah laba 50:50 dari prosentase modal 40:60, atau sebaliknya, sebab kontradiktif dengan esensi akad syirkah.

Kendati akad syiirkah batal, setiap mitra –menurut qoul

ashah- masih diperbolehkan menjalankan bisnis menggunakan

modal syirkah, sebab masih terdapat muatan izin yang bersifat umum, sesuai kaidah fiqh:

ٌ َلَِخ ِوْيِف ُ ْوُمُعْلا ىَقْـبـَي ْلَى ُ ْوُ ُ ْـلا َلَ َب اَذِإ

Ketika aspek khusus batal, apakah masih menyisakan aspek umum? Disini terdapat perbedaan pendapat

(54)

37 3) Margin Kerugian

Disamping margin profit (ribhu), margin kerugian

(khusran) juga harus disesuaikan dengan nilai modal setiap mitra.

Artinya, ketika dalam perjalanan bisnis mengalami kerugian, maka ditanggung setiap mitra sesuai dengan presentase nilai modalnya masing-masing.

4. Macam-macam Musyarakah

a. Syirkah al-„Inan

Syirkah al-„Inana adalah kontrak kerjasama kemitaan antara

dua orang atau lenih yang menetapkan persekutuan hak bisnis

(tasharruf) dalam suatu modal (mal) secara presentase (syuyu‟) dengan

system keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Maksud presentase (syuyu‟) adalah, hak tasaruf setiap mitra atas modal tidak bisa ditentukan secara fisik, melainkan secara nilai persenan. Misalnya, 50% dari total modal.

Secara hukum, akad syirkah al-„inan legalitasnya disepakati

ulama, sebab disamping berdasarkan dalil naql, desakan kebutuhan

(hajah) perdagangan dalam skala raksasa, mustahil tanpa melibatkan

banyak investor sebagai pemilik modal. Lebih dri satu, subtansi akad

syirkah saling mewakili secara gratis pada mitranya dalam meniagakan

modalnya, untuk mendapatkan keuntungan bersama (Tim Laskar Pelangi, 2013: 194-195).

(55)

38

b. Syirkah al-„Abdan

Syirkah al-„abdan adalah akad kontrak kerjasama kemitraan

(isytirak) antara dua orang atau lebih untuk mengerjakan (‟amal) suatu

proyek dengan sistem keuntungan dibagi bersama sesuai kesepakatan.

syirkah al-„abdan hanya melibatkan („amal), dan tidak melibatkan

modal harta (mal).

Contoh, A adalah ahli arsitek, B adalah ahli kontuksi bangunan, dan C adalah ahli instalasi. Kemudian ketiganya mengadakan kerjasama kemitraan (syirkah) dalam menggarap atau mengerjakan proyek pembangunan sebuah gedung.

Secara hukum, legalitas akad syirkah al-„abdandiperselisihkan ulama. Menurut Abu Hanifah diperbolehkan secara mutlak, dan menurut Imam Malik diperbolehkan apabila pekerjaannya tunggal, melalui analogi dengan konsep syirkah dalam rampasan perang

(ghanimah). Sedangkan menurut Syafi‟iyah tidak diperbolehkan secara

(56)

39

c. Syirkah al-Mufawadhah

Syirkah al-Mufawadhah adalah kontrak kerjasama kemitraan

(isytirak) antara dua orang atau lebih dalam bidang usaha tertentu yang

melibatkan pekerjaan („amal) dan modal (mal), dengan sistem profit dan resiko apapun ditanggung bersama. Syirkah al-mufawadhah merupakan kombinasi dari akah syirkah al‟abdan dan syirkah al-„inan.

Secara legalitas hukum, syirkah al-mufawadhah diperselisihkan ulama. Menurut Abu Hanifah dan Imam Malik, sah. Sebab dalam akad

syirkah al-mufawadhah terdapat muatan bai‟ dan wakalah. Yakni,

setiap mitra menjual asset modalnya ke mitra yang lain, dan melimpahkan managemen pengelolaan (nadhar) asset yang berada

dibawah tangannya. Sedangkan menurut Syafi‟iyah tidak sah, karena dua alas an mendasar.

Pertama, legalitas akad syirkah harus dibangun atas dasar penggabungan (ikhtilath) modal secara presentase (syuyu‟), sehingga memungkinkan terjadinya penggabungan (isytirak) dalam profit. Sebab profit adalah cabangan (furu‟) dari akar pokok (ushul) berupa modal. Dalam akad syirkah al-mufawadhah tidak terjadi penggabungan modal (ushul), sehingga penggabungan profit (furu‟) hukumnya tidak sah.

(57)

40

d. Syirkah al-Wujuh

Syirkah al-wujuh adalah kotrak kerjasama kemitraan antara dua

orang atau lebih yang memiliki popularitas atau ketokohan (wajih) yang bisa mendongkrak nilai jual komoditi. Yang dikehendaki dengan popularitas atau ketokohan disini adalah, pihak yang telah mendapatkan kepercayaan publik (konsumen atau produsen) dalam dunia bisnis, karena prestasi, managemen, atau profesionalitas kerjanya.

Dari definisi demikian, akad syirkah al-wujuh mencakup tiga gambaran praktek.

1) Kotrak antara seorang yang memiliki popularitas (wajih) dengan seorang yang tidak memiliki popularitas (khamil). Seperti A

(wajih) mengadakan pembelian barang secara kredit (mu‟ajjal),

yang lantaran ketokohannya bisa mendapatkan barang dengan harga murah. Lalu memasrahkan kepada B (khamil) untuk menjual barang tersebut kepada C, dengan keuntungan dibagi bersama. 2) Kontrak antara seorang yang memiliki popularitas (wajih) dengan

seorang yang tidak memiliki popularitas (khamil). Seperti A

(wajih) menjual barang yang telah dibeli oleh B (khamil) kepada C,

(58)

41

3) Kontrak antara dua pihak yang sama-sama memiliki popularitas

(wajih) yang bisa mendongkrak harga komoditi. Seperti A dan B

yang keduanya memiliki popularitas (wajihani), mengadakan pembelian secara kredit (mu‟ajjal), yang lantaran ketokohan keduanya, bisa mendapatkan barang dengan harga murah. Lalu keduanya menjual kepada C, dengan keuntungan dibagi bersama.

Secara hukum, akad syirkah al-wujuh diperselisihkan ulama. Menurut Hanafiyah dan Hambaliah diperbolehkan, dengan dua argumentasi. Pertama, berdasarkan pada prinsip asal bahwa, setiap aktivitas mu‟amalah dilegalkan hingga terdapat dalil yang melarangnya, dan dalam akad syirkah al-wujuh, tidak ditemukan dalil yang melarang. Kedua, faktor hajah yang mendesak, dan masih memungkinkan melegalkan akad syirkah al-wujuh melalui pendekatan konsep perwakilan implisit (wakalah dlimni).

Sedangkan menurut Malikiyah dan Syafi‟iyah, tidak

diperbolehkan, sebab tidak terdapat syirkah dalam modal, dan faktor-faktor spekulasi lain (Tim Laskar Pelangi, 2013: 197-198).

5. Hukum Tentang Berhentinya Musyarakah

Secara umum, berakhirnya syirkah karena beberapa hal sebagai berikut:

a. Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan yang lainnya.

(59)

42

c. Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi jika anggota syirkah lebih dari dua, yang batal hanya yang meninggal dunia.

d. Salah satu pihak berada dibawah pengampunan.

e. Jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang menjadi saham syirkah.

Mayoritas ulama, kecuali madzab Maliki, berpendapat bahwa

musyarakah adalah salah satu bentuk kontrak yang dibolehkan. Maka,

tiap mitra berhak menghentikannya kapan saja ia inginkan, sama halnya dalam kontrak perwakilan. Ketika salah stu mitra meninggal, salah satu ahli warisnya yang balig dan berakal sehat dapat menggatikan posisi mitra yang meninggal tersebut. Namun, hal ini memerlukan persetujuan ahli waris lain dan mitra musyarakah. Hal demikian juga berlaku jika salah satu mitra kehilangan kompetensi hukumnya (Nawawi, 2012: 158).

6. Konsekuensi Hukum Akad Musyarakah

Setelah akad syirkah al-„inan terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya, selanjutnya akan menetapkan konsekuensi hukum, sebagai berikut (Tim Laskar Pelangi, 2013: 203-204):

a. Status Akad

(60)

43 b. Tasaruf

Dengan disepakatinya akad syirkah, setiap mitra berhak menjalankan bisnis (tasharuf) menggunakan modal syirkah, berdasarkan prinsip maslahat sebagaimana prinsip tasaruf wakil. Karena itu, setiap mitra dilarang mentasarufkan modal syirkah dengan cara-cara yang tidak maslahat bagi mitra lain. Seperti menjual barang dengan harga standar di saat ada konsumen dengan tawaran yang lebih tinggi. Atau dengan cara yang merugikan (dlarar), seperti menjual dengan harga dibawah standar, atau cara-cara berisiko (khatar), seperti membawa modal syirkah dalam perjalanan berbahaya,dll.

c. Otoritas

Otoritas setiap mitra dalam membawa modal syirkah bersifat

amanah (yadd al-amanah) sebagaimana wakil. Artinya, setiap mitra

memiliki kekuasan menjalankan bisnis modalmitra lain atas dasar kepercayaan, sehingga tidak harus bertanggungjawab (dlaman) atas kerusakan barang atau modal (talaf), kecuali ada motif ceroboh

(taqshir). Konsekuensi lain seorang dengan otoritas amanah adalah

(61)

44 BAB III

PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA DAN KASUS-KASUS PERKARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

A. GAMBARAN UMUM PENGADILAN AGAMA PURBALINGGA 1. Sejarah

Pengadilan Agama merupakan salah satu lembaga penegak hukum di Indonesia, telah ada semenjak masuknya agama Islam di Nusantara pada abad ke-VII Masehi yang dibawa langsung oleh para saudagar dari Makkah dan Madinah.

Perkembangan dari awal keberadaan sampai saat ini telah mengalami pasang surut sesuai dengan keadaan masa-masa yang ada pada zaman yang selalu berjalan, yakni masa sebelum penjajahan, kemudian keadaan pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, dan berlanjut pada masa kemerdekaan, bahkan pada tahun 2009 mengalami kemapanan dalam hal kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.

Namun demikian tidak mudah untuk melacak keberadaan Pengadilan Agama Purbalingga sejak masuknya Islam di Purbalingga (www.pa-purbalingga.go.id., diakses pada 22 Agustus 2016).

a. Masa Sebelum Penjajahan.

(62)

45

Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-VII Masehi dibawa langsung oleh para saudagar dari Makkah dan Madinah. Kemudian masyarakat mulai melaksanakan aturan-aturan agama Islam, dan hal ini membawa pengaruh kepada tata hukum pada waktu itu.

Sultan Agung raja Mataram yang pertama kali mengadakan perubahan di dalam tata hukum di bawah pengaruh agama Islam. Perubahan tersebut pertama-tama diwujudkan khusus dalam norma Pengadilan, semula bernama Pengadilan Pradata diganti dengan nama Pengadilan Serambi. Begitu juga dengan tempat yang semula di sitihinggil dan dilaksanakan oleh raja, kemudian dialihkan ke serambi Masjid Agung dan dilaksanakan oleh para Penghulu dan dibantu oleh para Alim Ulama.

(63)

46

ada pada waktu itu dengan pola masyarakat kerajaan Mataram. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa di Kabupaten Purbalingga ini telah ada pula Pengadilan Agama yang melaksanakan tugas untuk menyelesaikan sengketa antara umat Islam di bidang perkara-perkara tertentu dan yang bertindak sebagai Hakim adalah Penghulu Kabupaten. Pada perkembangan berikutnya yakni pada masa akhir pemerintahan Mataram muncul 3 (tiga) macam peradilan, yaitu Pengadilan Agama, Pengadilan Drigama dan Pengadilan Cilaga.

Pengadilan Agama mengadili perkara atas dasar hukum Islam, Pengadilan Drigama mengadili perkara berdasarkan hukum Jawa Kuno yang telah disesuaikan dengan adat setempat. Sedangkan Pengadilan Cilaga adalah semacam Pengadilan Wasit, khusus mengenai sengketa perniagaan. Keadaan hal ini berlangsung sampai VOC masuk ke Indonesia (www.pa-purbalingga.go.id., diakses pada 22 Agustus 2016).

b. Masa Penjajahan Belanda

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan hanya untuk Alloh SWT yang telah meridhoi dan memberikan petunjuk kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi

riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, diagnosis masuk, diagnosis utama/ akhir, diagnosis komplikasi, dan diagnosis lain serta tindak lanjut tidak

Total Biaya yang terjadi pada rencana produksi berdasarkan simulasi kebutuhan produksi dengan target. produksi 50% pada perulangan ketiga

modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,

Pasal 2 Ayat (1) : Yang dimaksud dengan jasa pelayanan Kemetrologian adalah keseluruhan tindakan yang dilakukan oleh pegawai yang berhak terhadap alat-alat UTTP dalam

Nomor : 1/Bandarjo, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang) Perjanjian antara Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang sebagai pemegang Hak Pengelolaan Nomor 1/Bandarjo

Dengan menggunakan metoda komparatif yaitu perbadingan cacah per menit pada saat nol sampel dibandingkan cacah per menit pada saat nol standar dapat diketahui atau dapat

Hasil pengamatan dan wawancara dengan masyarakat serta pengelola memberikan informasi, bahwa bagian kawasan TWA Rimbo Panti yang dapat dijadikan blok pemanfaatan