• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH EKSTRAK ETHANOL DAUN PEGAGAN (Centella asiatica L. Urban) TERHADAP MORTALITAS LARVA INSTAR IV NYAMUK Aedes aegypti (Linn) Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH EKSTRAK ETHANOL DAUN PEGAGAN (Centella asiatica L. Urban) TERHADAP MORTALITAS LARVA INSTAR IV NYAMUK Aedes aegypti (Linn) Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH EKSTRAK ETHANOL DAUN PEGAGAN

(

Centella asiatica

L. Urban) TERHADAP MORTALITAS

LARVA INSTAR IV NYAMUK

Aedes aegypti

(Linn)

Oleh :

IRFAN SETIYAWAN PRIBADI 060911081

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

PENGARUH EKSTRAK ETHANOL DAUN PEGAGAN

(

Centella asiatica

L. Urban) TERHADAP MORTALITAS

LARVA INSTAR IV NYAMUK

Aedes aegypti

(Linn)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga

Oleh :

IRFAN SETIYAWAN PRIBADI

NIM 060911081

Menyetujui

Komisi Pembimbing,

Dr. Kusnoto, drh., MSi. Pembimbing Utama

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam penelitian yang berjudul :

PENGARUH EKSTRAK ETHANOL DAUN PEGAGAN (Centella asiatica

L. Urban) TERHADAP MORTALITAS LARVA INSTAR IV NYAMUKAedes aegypti(Linn)

Tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan

di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat

karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali

yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surabaya, Agustus 2013

IRFAN SETIYAWAN P

(4)

Telah dinilai pada Seminar Proposal Tanggal : 17 Januari 2013

KOMISI PENILAI SEMINAR PROPOSAL PENELITIAN

Ketua : Dr. Poedji Hastutiek, drh., M. Si.

Sekretaris : Dr. Eduardus Bimo Aksono, drh., M.Kes.

Anggota : Sri Mumpuni Sosiawati, drh., M. Kes.

(5)

Telah diuji pada

Tanggal : 2 Agustus 2013

KOMISI PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Dr. Poedji Hastutiek, drh., M. Si.

Anggota : Dr. Eduardus Bimo Aksono, drh., M.Kes.

Sri Mumpuni Sosiawati, drh., M. Kes. Dr. Kusnoto, drh., M. Si.

Boedi Setiawan, drh., M.P.

Surabaya, 2 Agustus 2013 Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Airlangga Dekan

(6)

The Effect of Pegagan Leaf Ethanol Extract (

Centella

asiatica

L. Urban) Against Mortality of Mosquito

A. aegypti

(Linn) Larvae Instar IV

IRFAN SETIYAWAN PRIBADI

ABSTRACT

The purpose of this research was to determine the effect of pegagan larviside abilities obtained result of relationship between concentration and the rate of larva mortality per 4 hours (mortality speed). 500 samples ofAedes aegypti

larvae instar IV are used for this experiment. Divided in to 5 groups of experimental, 0, 500, 1000, 1500, 2000 ppm. Each plastic glass was given 100 ml of ethanol extract of pegagan, contained 20 larva’sand replicated five times. The observation of the mortalities of the larva every 4 hours until 24 hours. Anova Factorial test is used to calculate whether there are differences significance on each treatment. Correlation between concentration and mortality rate with HSD 5% test. Pegagan a concentration of 500 ppm causa larviside 0%. While the concentration of 1000 ppm with 24-hour soaking time and concentration of 1500 ppm with 20-hour soaking time was able to cause larviside 100%. Concentration of 2000 ppm with 16-hour soaking time was able to cause larviside 100%. The results of statistical correlation test between the concentration had significance differences (p<0.05). It is explained that the ethanol extract of Centella asiatica

leaf is an effective larviside.

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia yang telah dilimpahkan

sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi

dengan judul Pengaruh Ekstrak Ethanol Daun Pegagan (Centella asiatica L. Urban) Terhadap Mortalitas Larva Instar IV NyamukAedes aegypti(Linn).

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

kepada :

Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Prof Hj.

Romziah Sidik, drh., PhD. atas kesempatan mengikuti pendidikan di Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Dr. Kusnoto, drh., MSi. selaku pembimbing pertama dan Boedi

Setiawan, drh., MP. selaku pembimbing serta atas kesediannya dalam

memberikan bimbingan, saran, dan nasehat yang berguna selama penelitian serta

dalam penyusunan naskah skripsi ini.

Dr. Poedji Hastutiek, drh., MSi. selaku ketua penguji, Dr. Eduardus Bimo

Aksono, drh., MKes. selaku sekretaris penguji dan Sri Mumpuni Sosiawati, drh.,

MKes. selaku anggota penguji.

Dr. Eduardus Bimo Aksono, drh., MKes. selaku dosen wali yang selalu

memberi nasehat dan masukan akademis selama penulis menempuh pendidikan di

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Bapak Herry Rijadi, SKM. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur atas

(8)

Bapak Ir. Munajib M.Sc. Badan Penelitian dan Konsultasi Industri

(BPKI) atas bimbingan, masukkan, dan bantuan secara teknis dalam proses

penelitian ini.

Keluarga tersayang, kedua orang tua penulis, H. Nashrulloh dan Hj. Siti

Mahmudaini serta kedua mertua Syahriadi dan Husnawati Nur Windari yang telah

memberikan nasihat, motivasi, doa, dan dukungan baik material maupun spiritual

dalam penyusunan skripsi ini.

Istri tercinta Nur Ikhwatul Badriyah.,ST. yang telah banyak membantu

dalam proses penulisan, memberi masukan, doa, semangat serta dukungan moril

yang sangat berarti dalam menyelesaikan skripsi ini.

Seluruh teman-teman angkatan 2009 yang telah setia bersama saya selama

menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas

Airlangga Surabaya.

Penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan dan

masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik

dan saran yang membangun untuk dijadikan koreksi demi memperbaiki penulisan

skripsi ini.

Surabaya, Agustus 2013

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

ABSTRACT... vi

UCAPAN TERIMA KASIH... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Landasan Teori... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.6 Hipotesis... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NyamukAedes aegypti... 7

2.1.1 Taksonomi NyamukAedes aegypti... 7

(10)

2.1.4 Siklus Hidup NyamukAedes aegypti... 10

2.2 Tanaman Pegagan ... 13

2.2.1 Taksonomi Tanaman Pegagan... 13

2.2.2 Morfologi Tanaman Pegagan ... 14

2.2.3 Kandungan Kimia Tanaman Pegagan ... 15

2.2.4 Khasiat Tanaman Pegagan Untuk Pengobatan ... 16

2.3 Insektisida Sebagai Pengendali Nyamuk ... 17

BAB 3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 20

3.2 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 20

3.3 Variabel Penelitian ... 20

3.3.1 Variabel Bebas... 20

3.3.2 Variabel Terikat ... 21

3.3.3 Variabel Kendali... 21

3.4 Definisi Operasional Variabel... 21

3.5 Sampel Penelitian... 21

3.5.1 Kriteria Inklusi... 21

3.5.2 Kriteria Ekslusi ... 22

3.5.3 Besar Sampel ... 22

3.5.4 Cara Pengambilan Sampel... 22

3.6 Alat dan Bahan ... 22

(11)

3.7 Cara Kerja ... 23

3.7.1 Persiapan Bahan ... 23

3.7.2 Prosedur Pembuatan Ekstrak Ethanol Daun Pegagan ... 23

3.7.3. Cara Pembuatan Konsentrasi Ekstrak Ethanol Daun Pegagan dan Abate... 24

3.7.4 Pembagian Kelompok... 25

3.7.5 Pemindahan Larva Pada Gelas Plastik ... 25

3.7.6 Cara Pengumpulan Data ... 25

3.8 Analisis Data ... 26

3.9 Alur Penelitian ... 26

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 27

BAB 5 PEMBAHASAN ... 31

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

6.1 Kesimpulan ... 36

6.2 Saram ... 36

RINGKASAN ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Penggunaan Abate untuk Pengendalian LarvaAedes aegypti ... 18

4.1 Jumlah Mortalitas Larva Instar IV NyamukAe. aegyptipada Beberapa

Lama Perendaman Ekstrak Ethanol Daun Pegagan ... 27

4.2 Jumlah Mortalitas Larva Instar IV NyamukAe. aegyptipada Beberapa

Lama Perendaman Ekstrak Ethanol Daun Pegagan ... 27

4.3 Jumlah Mortalitas Larva Instar IV NyamukAe. aegyptipada Beberapa

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 LarvaAedes aegypti... 12

2.2 Tanaman Pegagan (C. asiaticaL. Urban)... 14

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Tabel Jumlah Kematian Larva Instar IV NyamukAedes aegypti... 44

2. Analisis General Linier Model Perlakuan ... 45

3. Hasil Skrining Kandungan Senyawa Asiatikosida, Brahmosida,

dan Beta Sisterol dalam Berbagai Konsentrasi Daun Pegagan ... 52

(15)

SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG

DBD = Demam Berdarah Dengue

RI = Republik Indonesia

WHO =World Health Organitation

ppm =Part per Million

kg = Kilogram

g = Gram

mg = Miligram

L = Liter

RAL = Rancangan Acak Lengkap

ml = Mililiter

km = Kilometer

cm = Centimeter

% = Persen

μ = Mikro

o

C = Celcius

Anova =Analysis of Variance

HSD =Honestly Significant Difference

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Nyamuk pada umumnya dan Aedes aegypti pada khususnya merupakan

masalah cukup besar yang menyangkut kesehatan masyarakat di negara-negara

dengan iklim tropis termasuk Indonesia. Ae. aegypti merupakan vektor dari

penyakit serius yang menyerang manusia, seperti malaria, encephalitis, yellow

fever, demam dengue, filariasis, dan arbovirus (Ndione et al., 2007). Salah satu

masalah besar yang ditimbulkan oleh nyamuk Ae. aegypti di Indonesia adalah

Demam Berdarah Dengue (DBD) (Djallalluddin dkk., 2001). Sampai saat ini DBD

adalah salah satu penyakit yang tidak ada obat maupun vaksinnya. Adapun untuk

vaksin untuk mencegah penyakit DBD masih dalam pengembangan. Tindakan

pencegahan dengan pengendalian sarang nyamuk dan membunuh larva serta

nyamuk dewasa, merupakan tindakan yang terbaik (Daniel, 2008).

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui

gigitan nyamukAe. aegypti dan Ae. albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat

hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian

lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Kristina dkk., 2004). Di

Indonesia ada 3 jenis nyamuk yang bisa menularkan virus dengue yaitu: Ae.

aegypti, Ae. albopictusdan Ae. scutellaris, dari ketiga jenis nyamuk tersebut Ae.

aegypti yang paling berperan dalam penularan penyakit DBD (Departemen

(17)

Pemutusan rantai penularan penyakit dapat dilakukan dengan pengendalian sarang

nyamuk dan larvisida. Pengendalian nyamuk dapat dilakukan dengan pengabutan

(fogging), sedangkan larvisida dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida

kimia, misalnya abate atau insektisida hayati. Penggunaan abate di Indonesia

sudah sejak tahun 1976. Empat tahun kemudian yakni tahun 1980, temephos 1%

(abate) ditetapkan sebagai bagian dari program pemberantasan Ae. aegypti di

Indonesia (Daniel, 2008). Hal penting yang harus dicermati adalah biaya yang

tinggi dari penggunaan pestisida kimiawi dan munculnya resistensi dari berbagai

macam spesies nyamuk yang menjadi vektor penyakit. Penggunaan temephos

yang bisa dikatakan lebih dari 30 tahun di Indonesia menimbulkan resistensi.

Laporan resistensi larva Ae. aegypti terhadap temephos sudah ditemukan di

beberapa negara seperti Brazil, Bolivia, Argentina, Kuba, Perancis, Karibia, dan

Thailand. Selain itu juga telah dilaporkan resistensi larva Ae. aegypti terhadap

temephos di Surabaya (Raharjo, 2006).

Pengendalian nyamuk berwawasan lingkungan yang menggunakan bahan

alami dengan memanfaatkan berbagai macam tumbuhan. Lebih dari 1000 spesies

tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat tradisional. Penggunaan

obat tradisional yang terbuat dari suatu tanaman merupakan sumber utama jika

dikonsumsi oleh masyarakat tanpa menimbulkan efek samping yang

membahayakan (Agustina dkk., 2008). Salah satu tanaman yang diduga dapat

digunakan sebagai obat tradisional tersebut adalah pegagan.

Pegagan (C. asiatica L. Urban) telah lama dimanfaatkan sebagai obat

(18)

(jamu). Di Australia telah dibuat obat dengan nama “Gotu Kola” yang bermanfaat

sebagai anti pikun dan anti stress. Di Asia Tenggara pegagan telah banyak

dimanfaatkan sebagai obat untuk penyembuhan luka, radang, reumatik, asma,

wasir, tuberkulosis, lepra, disentri, demam dan penambah selera makan. Di India

dan Sri Langka, pegagan dimanfaatkan sebagai obat untuk memperlancar sirkulasi

darah, bahkan dianggap lebih bermanfaat dibandingkan dengan ginseng. Pegagan

juga digunakan untuk mengobati sakit kulit, rematik, epilepsi dan pengobatan

lepra (Matsuda et al., 2001). Kandungan kimia pegagan antara lain asiatikosida,

saponin, madekassoda, asam brahmik, asam madasiatik, messoinositol,

centellosida, karotenoida, hidrokotilin, vellarin, tannin serta garam mineral

(Lasmadiwati, 2003). Menurut Zhang (2009), kandungan pegagan asiatikosida

merupakan komponon utama dari triterpene dalam bentuk saponin triterpenoid.

Komponen senyawa tersebut ada yang bersifat polar maupun non polar.

Triterpenoid adalah senyawa yang pokok dengan kerangka karbonnya berasal dari

enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30

asiklik yaitu skulena. Senyawa ini berstruktur rumit kebanyakan berupa alkohol,

aldehid atau asam karboksilat. Dapat menarik komponen utama bahan aktif

tersebut pada saat ekstraksi, maka diperlukan pelarut yang dapat memisahkan

gugus yang diinginkan. Ethanol 96% merupakan pelarut yang mampu melarutkan

senyawa polar struktur komponen utama bahan aktif triterpenoid (asiatikosida)

terdapat gugus OH sehingga bisa berikatan dengan alkohol dan benzene (James

(19)

Metode Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada

temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip

metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti

dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti

dilakukan pengulangan penambah pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat

pertama, dan seterusnya (Departemen Kesehatan RI dan Dirjen POM, 2000).

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui manfaat dan

efektivitas tanaman pegagan terhadap larva instar IVAe. aegypti.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1) Apakah terdapat perbedaan konsentrasi ekstrak ethanol daun pegagan

pada mortalitas larva instar IV nyamukAe. aegypti?

2) Apakah terdapat perbedaan lama perendaman ekstrak ethanol daun

pegagan pada mortalitas larva instar IV nyamukAe. aegypti?

3) Apakah terdapat pengaruh interaksi antara lama perendaman dan

konsentrasi ekstrak ethanol daun pegagan pada mortalias larva instar IV

(20)

1.3 Landasan Teori

Khasiat insektisida pegagan telah lama diketahui. Ekstrak etanol daun

pegagan mampu menghambat pertumbuhan Culex quinquefasciatus serta dapat

digunakan secara langsung dalam volume yang kecil di habitat air. Aktivitas

biologis tanaman ini berhubungan dengan senyawa phenol, terpenoid, dan

alkaloid yang ada di dalam tanaman tersebut. Senyawa ini secara bersama-sama

atau secara terpisah berperan untuk menghasilkan aktivitas larvisida dan

menghambat nyamuk Cx. quinquefasciatus (Rajkumar and Jebanesan, 2005).

Aktivitas untuk ekstrak etanol daun pegagan sebagai anticestoda pada konsentrasi

5-40 mg/mL, dengan waktu rata-rata kematian berkisar dari 4-14,66 jam

(Temjenmongla and Arun, 2005). Taemchuay et al., (2008) mengatakan ekstrak

pegagan mempunyai inhibitory concentration pada konsentrasi 2-3 mg/ml

terhadap bakteri Staphylococcus auerus. Hasil penelitiannya Rachmawati dkk.

(2010) uji antibakteri terhadap gram negatif hanyaPseudomonas aeruginosayang

bisa dihambat sedangkan Escherichia coli dan Salmonella typhi tidak bisa

dihambat. Hal ini disebabkan karena E. coli dan S. typhi mempunyai strutur

antigenik yang kompelks dibandingkanP. aeruginosa.

1.4 Tujuan Penelitian

Dari permasalahan yang ada maka penelitian ini dimaksudkan untuk :

1) Mengetahui perbedaan konsentrasi ekstrak ethanol daun pegagan pada

(21)

2) Mengetahui perbedaan lama perendaman ekstrak ethanol daun

pegagan pada mortalitas larva instar IV nyamukAe. aegypti.

3) Mengetahui pengaruh interaksi antara lama perendaman dan

konsentrasi ekstrak ethanol daun pegagan pada mortalias larva instar

IV nyamukAe. aegypti.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi tentang

pengaruh ekstrak ethanol daun pegagan sebagai larvisida, dan dapat diaplikasikan

oleh masyarakat untuk membasmi nyamuk Ae. aegypti dalam usaha menurunkan

angka kejadian DBD di Indonesia. Serta menambah khasanah ilmu pengetahuan

dan sebagai bahan perbandingan bagi penelitian yang lebih luas dan lebih dalam.

1.6 Hipotesis

1) Terdapat perbedaan konsentrasi ekstrak ethanol daun pegagan pada

mortalitas larva instar IV nyamukAe. aegypti.

2) Terdapat perbedaan lama perendaman ekstrak ethanol daun pegagan

pada mortalitas larva instar IV nyamukAe. aegypti.

3) Terdapat pengaruh interaksi antara lama perendaman dan konsentrasi

ekstrak ethanol daun pegagan pada mortalias larva instar IV nyamuk

(22)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aedes aegypti

2.1.1 Taksonomi NyamukAe. aegypti

KlasifikasiAe. aegyptimenurut Sudarto (2002) adalah sebagai berikut :

DomainEukaryota, Kingdom Animalia, Phylum Arthropoda, Class Insecta, Ordo

Diptera, Subordo Nematocera, Family Culicidae, Subfamily Culicinae, Genus

Aedes, SubgenusStegomya, SpeciesAedes aegypti.

2.1.2 Morfologi NyamukAe. aegypti

Menurut Borah (2010) Secara umum nyamuk Ae. aegypti sebagaimana

serangga lainnya mempunyai tanda pengenal yang terdiri dari tiga bagian, yaitu:

kepala, dada, dan perut. Pada kepala terdapat sepasang antena yang berbulu dan

moncong yang panjang (probosis) untuk menusuk kulit hewan/manusia dan

menghisap darahnya. Pada dada ada 3 pasang kaki yang beruas serta sepasang

sayap depan dan sayap belakang yang mengecil yang berfungsi sebagai

penyeimbang (halter).

Nyamuk dewasa Ae. aegypti berukuran kecil dengan warna dasar hitam.

Pada bagian dada, perut, dan kaki terdapat bercak-bercak putih yang dapat dilihat

dengan mata telanjang. Pada bagian kepala terdapat pula probosis yang pada

nyamuk betina berfungsi untuk menghisap darah, sementara pada nyamuk jantan

(23)

maksilaris ini lebih pendek dibandingkan dengan probosis. Sepanjang antena

terdapat diantara sepasang dua bola mata, yang pada nyamuk jantan berbulu lebat

(Plumose) dan pada nyamuk betina berbulu jarang (pilose)(Fahmi, 2006).

Nyamuk Ae. aegypti memiliki dada agak membongkok dan terdapat

scutelum yang berbentuk tiga lobus. Bagian dada ini kaku, ditutupi oleh scutum

pada punggung (dorsal), berwarna gelap keabu-abuan yang ditandai dengan

bentukan menyerupai huruf Y yang ditengahnya terdapat sepasang garis membujur

berwarna putih keperakan. Pada bagian dada ini terdapat dua macam sayap,

sepasang sayap kuat pada bagian mesotorak dan sepasang sayap penyembang

(halter) pada metatorak. Pada sayap terdapat saluran trachea longitudinal yang

terdiri dari chitin yang disebut venasi. Venasi pada Ae. aegypti terdiri dari vena

costa, vena subcosta, dan vena longitudinal. Terdapat tiga pasang kaki yang

masing-masing terdiri dari coxae, trochanter, femur, tibia dan lima tarsus yang

berakhir sebagai cakar. Pada pembatas antara prothorax dan mesothorax, dan

antara mesothorax dengan metathorax terdapat stigma yang merupakan alat

pernafasan (Thomas, 2008).

Bagian perut nyamuk Ae. aegypti berbentuk panjang ramping, tetapi pada

nyamuk gravid dan atau kenyang perut mengembang. Perut terdiri dari sepuluh

ruas dengan ruas terakhir menjadi alat kelamin. Pada nyamuk betina alat kelamin

disebut cerci sedang pada nyamuk jantan alat kelamin disebut hypopigidium.

Bagian dorsal perut Ae. aegypti berwarna hitam bergaris-garis putih, sedang pada

bagian ventral serta lateral berwarna hitam dengan bintik-bintik putih keperakan

(24)

2.1.3 Bionomik NyamukAe. aegypti

Bionomik adalah kesenangan memilih tempat perindukan (breeding habit),

kesenangan menggigit (feeding habit), dan kesenangan tempat hinggap istirahat

(resting habit) (Departemen Kesehatan RI dan Dit. Jen. PPM & PL, 2002).

Nyamuk Ae. aegypti mula-mula banyak ditemukan di kota-kota pelabuhan dan

dataran rendah, kemudian menyebar ke pedalaman. Penyebaran nyamuk Ae.

aegyptiterutama dengan bantuan manusia, mengingat jarak terbang rata-rata yang

tidak terlalu jauh, yaitu sekitar 40100 meter. Meskipun jarak terbangAe. aegypti

bisa mencapai 2 km namun jarang sekali terbang sampai sejauh itu karena tiga hal

penting yang dibutuhkan untuk berkembang biak terdapat dalam satu rumah, yaitu

tempat perindukan, tempat mendapatkan darah, dan tempat istirahat (Bowerset al.,

2008).

Aedes aegypti jantan yang lebih cepat menjadi nyamuk dewasa tidak akan

terbang terlalu jauh dari tempat perindukan untuk menunggu nyamuk betina yang

muncul untuk kemudian berkopulasi. Ae. aegypti bersifat antropofilik dan hanya

nyamuk betina saja yang menggigit. Nyamuk ini memiliki kebiasaan menghisap

darah pada jam 08.00-12.00 WIB dan sore hari antara 15.00-17.00 WIB.

Kebiasaan menghisap darah ini dilakukan berpindah-pindah dari individu satu ke

individu lain (Soegijanto, 2006). Sifat sensitif dan mudah terganggu menyebabkan

Ae. aegypti dapat menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu

singkat, hal ini sangat membantu dalam memindahkan virus dengue ke beberapa

(25)

apabila melakukan kopulasi. Nyamuk Ae. aegypti suka bertelur di air yang jernih

dan menyukai kontainer dalam rumah yang relatif stabil. Disamping itu Ae.

aegypti juga lebih menyukai kontainer berwarna gelap dan tidak terkena cahaya

matahari secara langsung (Chowdhuryet al., 2008; Kadarkarai, 2009).

2.1.4 Siklus Hidup NyamukAe. aegypti

Siklus hidup nyamuk Ae. aegypti secara sempurna yaitu melalui empat

stadium, yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa. Nyamuk Ae. aegypti akan

menghasilkan telur 100 sampai 102 butir setiap kali bertelur (Gunandini, 2002).

Pada interval 1-5 hari, telur yang diletakkan seluruhnya berkisar 300-750 butir dan

waktu yang dibutuhkan untuk bertelur sekitar 6 minggu (Cahyati dan Suharyo,

2006). Telur pada waktu dikeluarkan, telur aedes berwarna putih, dan berubah

menjadi hitam dalam waktu 30 menit. Telur diletakkan satu demi satu

dipermukaan air, atau sedikit di bawah permukaan air dalam jarak lebih kurang 2,5

cm dari tempat perindukan. Telur dapat bertahan sampai berbulan-bulan dalam

suhu 20C 40C, namun akan menetas dalam waktu 1 2 hari pada kelembaban

rendah. Pada umumnya nyamuk Ae. aegypti akan meletakkan telurnya pada suhu

sekita 200C sampai 300C. Pada suhu 300C telur akan menetas setelah 1 sampai 3

hari dan pada suhu 160C akan menetas dalam waktu 7 hari (Sudarmaja dan

Mahardihusodo, 2009). Telur Ae. aegypti berukuran kecil (50μ ), sepintas lalu

tampak bulat panjang dan berbentuk lonjong (oval) mempunyai torpedo. Di bawah

mikroskop, pada dinding luar (exochorion) telur nyamuk ini, tampak adanya

(26)

nyamuk jantan akan menetas lebih cepat dibanding nyamuk betina, serta lebih

cepat menjadi dewasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas telur adalah

suhu, pH air, perindukkan, cahaya, serta kelembaban disamping fertilitas telur itu

sendiri (Kosticet al., 2008; Elango, 2009).

Telur setelah menetas akan berkembang menjadi larva (jentik-jentik). Pada

stadium ini, kelangsungan hidup larva dipengaruhi suhu, pH air, perindukan,

ketersediaan makanan, cahaya, kepadatan larva, lingkungan hidup, serta adanya

predator. Adapun ciri-ciri larva Ae. aegypti menurut Iskandar (2005) adalah

adanya corong udara pada segmen terakhir. Pada segmen-segmen abdomen tidak

dijumpai adanya rambut-rambut berbentuk kipas (Palmate hairs). Pada corong

udara terdapatpecten. Sepasang rambut serta jumbai pada corong udara (siphon).

Pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan adacomb scale sebanyak 8 21 atau

berjejer 1 3. Bentuk individu dari comb scale seperti duri. Pada sisi thorax

terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan adanya sepasang rambut di

kepala. Corong udara (siphon) dilengkapi pecten. Temperatur optimal untuk

perkembangan larva ini adalah 250C 300C. Larva berubah menjadi pupa

memerlukan waktu 4 9 hari dan melewati 4 fase atau biasa disebut instar.

Perubahan instar tersebut disebabkan larva mengalami pengelupasan dan kulit atau

biasa disebut moulting. Perkembangan dari instar I ke instar II berlangsung dalam

23 hari, kemudian dari instar II ke instar III dalam waktu 2 hari, dan perubahan

dari instar III ke instar IV dalam waktu 2 3 hari (Pandey et al., 2007; Pavela,

(27)

Larva instar IV akan berubah menjadi pupa yang berbentuk bulat gemuk

menyerupai tanda koma. Jika pupa diganggu oleh gerakan atau sentuhan, maka

pupa akan bergerak cepat untuk menyelam dalam air selama beberapa detik

kemudian muncul kembali cara menggantungkan badannya menggunakan tabung

pernafasan pada permukaan air di wadah (Cahyati dan Suharyo, 2006). Untuk

menjadi nyamuk dewasa kurang lebih 1 sampai 2 hari. Suhu untuk perkembangan

pupa yang optimal adalah sekitar 270C 320C. Pada pupa terdapat kantong udara

yang terletak diantara bakal sayap nyamuk dewasa dan terdapat sepasang sayap

pengayuh yang saling menutupi sehingga memungkinkan pupa untuk menyelam

cepat dan mengadakan serangkaian jungkiran sebagai reaksi terhadap rangsang.

Selama fase ini pupa tidak makan (puasa). Bentuk nyamuk dewasa timbul setelah

sobeknya selongsong pupa oleh gelembung udara karena gerakan aktif pupa

(Rahuman, 2008).

Gambar 2.1LarvaAe. aegypti. Sumber : Manorenjitha (2006).

Setelah keluar dari selongsong pupa, nyamuk akan diam beberapa saat di

(28)

darah sebagai makanannya, sedangkan nyamuk jantan hanya makan cairan

buah-buahan dan bunga. Setelah berkopulasi, nyamuk betina menghisap darah dan tiga

hari kemudian akan bertelur sebanyak kurang lebih 100 butir. Nyamuk akan

mengisap darah lagi. Nyamuk dapat hidup dengan baik pada suhu 240C390C dan

akan mati bila berada pada suhu 60C dalam 24 jam. Nyamuk dapat hidup pada

suhu 70C 90C. Rata-rata lama hidup nyamuk betina Ae. aegypti selama 10 hari

(Hendratno, 2001).

2.2 Tanaman Pegagan (C. asiaticaL. Urban)

Pegagan termasuk tanaman liar yang tumbuh menjalar di atas tanah,

terutama di tempat yang agak lembap, tetapi cukup terkena sinar matahari.

Tanaman ini banyak terdapat di Pematang Sawah dan di Tegalan. Perbanyakan

tanaman ini dilakukan dengan setek. Cabangnya banyak dan membentuk

tumbuhan baru sehingga menjadi rumpun yang menutupi tanah. Daunnya bundar

dan tepinya bergerigi. Buahnya kecil kecil berupa buni yang berbentuk lonjong.

Baunya agak wangi dan rasanya pahit (Mangoting dkk., 2006).

2.2.1 Taksonomi Tanaman Pegagan

Suhartono (2000) melaporkan, secara taksonomi klasifikasi pegagan adalah

sebagai berikut: Divisi Spermatophyta, Sub divisi Angiospermae, Kelas

Dycotyledonae, Sub kelas Dialyptetalae, Bangsa Umbelliflorae (Apiales), Suku

(29)

2.2.2 Morfologi Tanaman Pegagan

Tanaman ini berasal dari daerah Asia Tropik, tersebar luas di Asia

Tenggara (Indonesia), India, Tiongkok, Jepang, dan Australia. Nama daerah atau

lokalnya adalah pegagan, daun kaki kuda, daun penggaga, rumput kaki kuda,

pegagan, kaki kuda, pegago, pugago (Sumatera); cowet gompeng, antanan,

antanan bener, antanan gede (Sunda); gagan-gagan, ganggagan; kerok batok,

panegowang, panigowang, rendeng, calingan rambat, pacul gowang, gan gagan

(Jawa); bebele, paiduh, penggaga, kelai lere (Nusa Tenggara); sarowati, kolotidi

manora (Maluku); pagaga, wisu- wisu, cipubalawo, hisu-hisu, (Sulawesi);

dogauke, gogauke, sandanan (Papua) (Winarto dan Surbakti, 2003).

Gambar 2.2Tanaman pegagan. Sumber : Tatok (2006).

Tanaman pegagan merupakan herbal menahun yang tidak berbatang

dengan akar rimpang pendek dan akar merayap atau menjalar, dengan panjang

stolon yang bisa mencapai 2,5 m (Tatok, 2006). Pegagan juga memiliki daun

berwarna hijau dan berbentuk kipas, punggungnya licin, tepinya agak melengkung

(30)

ujung serta daunnya diameter 1-7 cm. Pegagan memiliki tangkal daun berbentuk

seperti pelepah, agak panjang dan berukuran 5-15 cm. Pegagan memiliki bunga

putih atau merah muda yang tersusun dalam karangan yang berbentuk payung.

Pegagan merupakan tumbuhan berbiji tertutup dan berkeping dua. Pegagan

memiliki akar rimpang yang pendek serta geragih, akar keluar dari buku dan

berupa akar tunggang berwarna putih (Savitri, 2006). Stolon tumbuh dari sistem

perakaran, memiliki ukuran yang panjang dan tumbuh menjalar. Pada setiap buku

dari stolon akan tumbuh tunas yang akan menjadi cikal bakal tumbuhan pegagan

yang baru (Winarto dan Subakti, 2003).

2.2.3 Kandungan Kimia Tanaman Pegagan

Sifat kimia pegagan memiliki efek farmakologis anti bakteri, antitoksik,

penurun panas dan peluruh air seni. Kandungan secara kimiawi : asiticoside,

isonthankuniside, madecassoside, brahmoside, brahmic acid, madasiatic acid,

meso-inositol, centellose, caotenoids, garam-garam mineral (kalium, natrium,

magnesium, kalsium, besi, vellarine, zat samak) (Sathyal and Uthaya, 2007;

Rahmasari, 2006). Brahmic acid lebih banyak berperan di dalam

penyakit-penyakit mental seperti penyakit-penyakit gila, tekanan, dan epilepsy. Penggunaannya dapat

digunakan dalam berbagai kelainan mental yaitu dalam bentuk obat psikotropik

(31)

2.2.4 Khasiat Tanaman Pegagan untuk Pengobatan

Senyawa asiatikosida yang terdapat di dalam tanaman pegagan mampu

meningkatkan daya ingat, konsentrasi, dan kewaspadaan. Hal ini asiatikosida yang

terkandung di dalamnya mampu membantu kelancaran sirkulasi oksigen dan

nutrisi serta melindungi sel-sel otak (Bermawi dkk., 2005). Kandungan

asiatikosida dapat dimanfaatkan untuk mengobati penyakit lepra, menyembuhkan

luka, mengatasi radang tenggorokan, dan menghilangkan sakit perut. Kandungan

glukosida berkhasiat untuk membersihkan darah, melancarkan peredaran darah,

dan menambah aroma manis. Disamping itu, pegagan yang seluruh bagian

tanamannya dapat digunakan untuk mengobati infeksi hepatitis, termasuk

pembengkakan hati. Keuntungan menggunakan pegagan adalah bisa menurunkan

panas, membangkitkan nafsu makan, dan menyegarkan badan (Afifah, 2003).

Chenget al.,(2004) melaporkan bahwa ekstrak pegagan dan senyawa asiatikosida,

yang merupakan senyawa aktif dalam ekstrak tersebut potensial sebagai ramuan

aktif atau obat untuk mencegah radang usus. Pegagan juga mampu mempercepat

proses regenerasi kulit pada bagian yang terluka lebih cepat. Hal ini disebabkan

asiatikosida dapat memacu proliferasi sel fibroblast yang berperan besar pada

penyembuhan luka, yaitu melalui kemampuannya dalam memproduksi substansi

dasar pembentuk kolagen. Serat kolagen inilah yang mempertautkan tepi kulit

(32)

2.3 Insektisida sebagai Pengendali NyamukAe. aegypti

Hingga saat ini cara pencegahan atau pengendalian DBD yang dapat

dilaksanakan dengan pengendalian vektor untuk memutuskan rantai penularan.

Salah satu pengendalian ditujukan pada larva Ae. aegypti. Cara yang biasa

digunakan untuk membunuh larva adalah dengan menggunakan larvisida.

Penggunaan larvisida dapat mengurangi penggunaan keseluruhan pestisida dalam

program pengendalian nyamuk. Membunuh larva nyamuk sebelum berkembang

menjadi dewasa dapat mengurangi atau menghapus kebutuhan penggunaan

pestisida untuk membunuh nyamuk dewasa (Warta Medika, 2006).

Temephos adalah insektisida organofosfat non sistemik yang digunakan

untuk mengontrol nyamuk, larva, black fly (Simulidae), dan lain-lain. Temephos

tersedia dalam sediaan mencapai 50% emulsi konsentrat, 50% serbuk basah, dan

bentuk granuler yang mencapai 5% (Raharjo, 2006). Temephos murni berupa

kristalin putih padat, dengan titik lebur 300C

–30,50C, produknya berupa cairan

kental berwarna coklat. Tidak larut dalam air pada suhu 200C (kurang dari 1 ppm).

Larut dalam aseton, aseronitril, ether dan kebanyakan aromatik dan klorinasi

hidrokarbon. Tidak larut dalam heksana. Mudah terdegradasi bila terkena sinar

matahari, sehingga kemampuan membunuh larva tergantung dari degradasi

tersebut (WHO, 2005). Pestisida-pestisida yang tergolong di dalam senyawa fosfat

organik kerjanya menghambat enzim cholinesterase, sehingga menimbulkan

gangguan pada aktivitas syaraf karena tertimbunnya acetylcholin pada ujung

(33)

senyawa-senyawa organofosfat lainnya, maka temephos juga bersifat anticholinesterase

(Raharjo, 2006).

Metabolisme temephos yaitu gugus phosphorothioat (P=S) dalam tubuh

binatang diubah menjadi fosfat (P=O) yang lebih potensial sebagai

anticholineesterase. LarvaAe. aegypti mampu mengubah P=S menjadi P=O ester

lebih cepat dibandingkan lalat rumah, begitu pula penetrasi temephos kedalam

larva berlangsung cepat lebih dari 99% temephos dalam medium diabsorpsi dalam

waktu satu jam setelah perlakuan. Setelah diabsorpsi, abate diubah menjadi

produk-produk metabolisme, sebagian dari produk metabolik tersebut

diekskresikan ke dalam air (Daniel, 2008).

Dosis Abate yang dibutuhkan untuk membunuh jentik nyamuk dalam air

minum adalah 10 gr untuk 100 liter (Warta Medika, 2006).

Tabel 2.1Penggunaan Abate untuk Pengendalian LarvaAedes aegypti.

No. Jenis Air Penggunaan Abate 1 g

100 L Air Cara Aplikasi

1 Air Bersih (Kolam, Bak mandi,

Danau, dsb) 10 g Penaburan

2 Air agak keruh (rawa-rawa,

sawah, dsb) 20 g Penaburan

3 Air Keruh (air selokan, air

buangan rumah, dsb) 30 g Penaburan

Sumber: USEPA (2007).

Temephos relatif aman dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan pada

manusia. Meskipun begitu, dalam dosis tinggi, temephos, dapat menimbulkan

(34)

paparan yang sangat tinggi dapat menyebakan paralisa nafas dan kematian

(USEPA, 2007).

Keracunan fosfat organik pada serangga diikuti oleh ketidak tenangan,

tremor, konvulsi, kemudian kelumpuhan otot (paralisa). Namun demikian

penyebab utama kematian pada serangga sukar ditunjukkan, kecuali pada larva

nyamuk kematiannya disebabkan oleh karena tidak dapat mengambil udara untuk

(35)

BAB 3 MATERI DAN METODE

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan kurang lebih selama empat bulan pada

pertengahan bulan Februari-Mei 2013. Lokasi penelitian di Balai Penelitian dan

Konsultasi Industri (BPKI) Surabaya sebagai tempat pembuatan ekstrak, telur

larva nyamuk Ae. aegypti didapat dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa timur,

Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

Surabaya sebagai tempat pembiakan larva instar IV nyamuk Ae. aegypti dan

tempat perlakuan.

3.2 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian true eksperiment. Rancangan penelitian

yang digunakan adalah Rancangan Faktorial dengan polaSplit Plot Design(Petak

Terbagi) konsentrasi ekstrak ethanol daun pegagan sebagai petak utama dan

waktu perendaman sebagai anak petak (Notoatmodjo, 2002).

3.3 Variabel Penelitian 3.3.1 Variabel Bebas

Variabel bebas atauindependent variablepenelitian ini adalah konsentrasi

(36)

3.3.2 Variabel Terikat

Variabel terikat atau dependent variable dalam penelitian ini adalah

persentase jumlah mortalitas larva instar IV nyamukAe. aegypti.

3.3.3 Variabel Kendali

Variabel kendali dalam penelitian ini adalah stadium nyamukAe. aegypti.

3.4 Definisi Operasional Variabel

1) Ekstrak ethanol daun pegagan adalah daun pegagan yang telah

diekstraksi dengan metode maserasi dan menggunakan pelarut ethanol

96%.

2) Larva instar IV Ae. aegypti adalah larva Ae. aegypti yang telah

berumur sekitar 5-7 hari setelah menetas.

3) Persentase mortalitas larva instar IV Ae. aegypti dihitung berdasarkan

jumlah kematian tiap 4 jam dibagi satuan waktu (kelipatan 4 jam).

4) Mortalitas larva instar IV nyamukAe. aegyptiadalah larvaAe. aegypti

dianggap mati dengan kriteria larva tidak bergerak atau tidak berespon

terhadap rangsang dan tenggelam.

3.5 Sampel Penelitian 3.5.1 Kriteria Inklusi

(37)

3.5.2 Kriteria Eksklusi

1) LarvaAe. aegyptiyang belum mencapai instar IV.

2) Larva yang telah berubah menjadi pupa ataupun nyamuk dewasa.

3) Larva yang mati sebelum perlakuan.

3.5.3 Besar Sampel

Sampel penelitian yang digunakan adalah larva instar IV nyamuk Ae.

aegyptiyang masih hidup dan bergerak aktif. Besar sampel 20 ekor larva instar IV

Ae. aegypti. Diletakkan dalam 6 gelas plastik, yang masing-masing gelas plastik

berisi 20 ekor larva instar IV Ae. aegypti. Jumlah sampel dilihat berdasarkan

rumus Federer (n-1) (t-1) ≥ 15. Dilakukan replikasi sebanyak 5 kali pada tiap

bahan uji. Jumlah seluruh sampel yang dibutuhkan sebanyak 600 larva instar IV

Ae. aegypti.

3.5.4 Cara Pengambilan Sampel

Cara pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan simple

random sampling terhadap larva Ae. aegypti. Walaupun populasi homogen

terdapat kriteria inklusi dan eksklusi dalam menentukan sampel untuk penelitian.

3.6 Alat dan Bahan 3.6.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, neraca analitik, pipet

(38)

pelindung agar nyamuk yang menjadi dewasa tidak terbang keluar), ekstraktor

(peralatan maserasi), kayu pengaduk,vaccum evaporator, kertas label, pisau.

3.6.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : larutan ekstrak ethanol

daun pegagan dengan konsentrasi 0, 500, 1000, 1500, 2000 ppm (besarnya

konsentrasi didapatkan dari penelitian pendahuluan/trial); abate 1% S.G; ethanol

96% (C2H5OH);aquadest; larva instar IV nyamukAe. aegypti.

3.7 Cara Kerja 3.7.1 Persiapan Bahan

Pembuatan larutan ekstrak ethanol daun pegagan yang memiliki

konsentrasi 100% dilakukan di Balai Penelitian dan Kosnsultasi Industri (BPKI)

Surabaya. Telur Ae. aegypti, ditetaskan dalam nampan plastik berisi air bersih

±1000cc. Larva yang telah menetas diberi makanfish foodsetiap hari. Larva-larva

tersebut dipelihara sampai instar IV, kurang lebih selama 9 hari untuk digunakan

dalam penelitian. Pemberian larutan ekstrak sebagai perlakuan pada gelas plastik

yang telah disiapkan dengan konsentrasi 0, 500, 1000, 1500, 2000 ppm.

3.7.2 Prosedur Pembuatan Ekstrak Ethanol Daun Pegagan

Daun pegagan 2 Kg dicuci bersih dengan air mengalir, ditiriskan dan

(39)

gram serbuk diekstrak dengan maserasi (proses perendaman) dengan memakai

pelarut ethanol 96% sebanyak 300 ml. Pengadukan dua kali yaitu pada pagi dan

sore, setelah 1x24 jam dilakukan penyaringan. Ampas dimaserasi kembali dengan

pelarut ethanol 96% sebanyak 300 ml. maserasi tersebut dilakukan 3 kali. Filtrat

yang diperoleh dikumpulkan kemudian diendapkan, lalu disaring untuk

selanjutnya diuapkan dengan pengurangan tekanan menggunakan Rotary

evaporator pada suhu 400C-600C sampai semua alkohol terpisah sehingga

diperoleh ekstrak kental 100%.

3.7.3 Cara Pembuatan Konsentrasi Ekstrak Ethanol Daun Pegagan dan Abate

Satuan yang digunakan sebagai konsetrasi ekstrak ethanol daun pegagan

dan abate adalah ppm.

Dibuat larutan ekstrak ethanol daun pegagan kelompok A konsentrasi 500

ppm dengan mengambil 500 mg larutan ekstrak kemudian dilarutkan dengan

aquadest sampai volume 1 L. Kelompok B konsentrasi 1000 ppm dengan

mengambil 1000 mg larutan ekstrak kemudian dilarutkan dengan aquadest sampai

volume 1 L. Kelompok C konsentrasi 1500 ppm dengan mengambil 1500 mg

larutan ekstrak kemudian dilarutkan dengan aquadest sampai volume 1 L.

Kelompok D konsentrasi 2000 ppm dengan mengambil 2000 mg larutan ekstrak

kemudian dilarutkan dengan aquadest sampai volume 1 L. mg

ppm = Liter

1 mg ekstrak 1 ppm =

(40)

Abate sesuai dosis yang dianjurkan yaitu konsetrasi 100 ppm dengan

mengambil 100 mg abate kemudian dilarutkan dengan aquadest sampai volume 1

L. Larutan ekstrak ethanol daun pegagan dan abate diambil sebanyak 100 ml dari

setiap konsentrasi dan digunakan perlakuan dengan ulangan lima kali.

3.7.4 Pembagian Kelompok

Larutan yang telah dipersiapkan berisi ekstrak ethanol daun pegagan,

dipindahkan kedalam gelas plastik yang telah dipersiapkan dan dibagi menjadi 5

kelompok perlakuan secara merata. Kelompok K sebagai kontrol (-) 0 ppm dan

kontrol (+) 100 ppm. Kelompok A dengan ekstrak ethanol daun pegagan

konsentrasi 500 ppm, Kelompok B 1000 ppm, Kelompok C 1500 ppm, Kelompok

D 2000 ppm.

3.7.5 Pemindahan larva pada gelas plastik

Larva pada nampan plastik dipindahkan ke beker glass. Dengan

menggunakan pipet plastik, diambil 20 ekor larva dan ditaruh kedalam tiap gelas

plastik. Setelah semua larva dipindahkan kedalam gelas plastik, dilakukan

perlakuan pada setiap kelompok kemudian gelas plastik ditutup dengan kain.

3.7.6 Cara pengumpulan data

Data yang dikumpulkan adalah dengan menghitung jumlah larva yang

(41)

3.8 Analisis Data

Data yang diperoleh dalam bentuk persentase mortalitas larva dianalisis

dengan uji F (Anova Faktorial) yang dilanjutkan uji HSD 5%. Analisis statistik

menggunakan program statistik komputer (SPSS 20.0for Windows).

3.9 Alur Penelitian

Gambar 3.1Alur penelitian. Penetasan larvaAe. aegypti

Randomisasi sampel

Pemeliharaan larvaAe. Aegyptilarva instar IV TelurAe. aegypti

20 ekor larva instar IVAe. aegyptidimasukkan kedalam gelas plastik pada setiap kelompok perlakuan

Dihitung dan dicari korelasi peningkatan konsentrasi dengan jumlah kematian per satuan waktu

(42)

BAB 4 HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui fungsi ekstrak ethanol daun

pegagan sebagai larvisida. Tolak ukur efek larvisida ini dapat dilihat dari jumlah

persentase mortalitas larva instar IV Ae. aegypti pada beberapa macam

konsentrasi dan lama perendaman ekstrak ethanol daun pegagan. Hal ini

dinyatakan dalam bentuk Tabel (4.1-4.3) hubungan lama perendaman dan

konsentrasi terhadap jumlah kematian larva instar IV nyamuk Ae. aegypti dan

dalam bentuk rerata±SD yang disajikan transformasi Vy%.

Tabel 4.1Jumlah Mortalitas Larva Instar IV Nyamuk Ae. aegyptipada Beberapa Lama Perendaman Ekstrak Ethanol Daun Pegagan

Waktu Χ ± SD

4 jam 6,714a± 3,125

8 jam 7,541b± 3,395

12 jam 7,894c± 3,527

16 jam 8,155d± 3,619

20 jam 8,276d± 3,668

24 jam 8,361d± 3,702

Tabel 4.2Jumlah Mortalitas Larva Instar IV Nyamuk Ae. aegyptipada Beberapa Perlakuan Ekstrak Ethanol Daun Pegagan

Perlakuan Χ ± SD

Ekstrak Pegagan 0 ppm 0,224a± 0,000

Ekstrak Pegagan 500 ppm 8,812b± 1,181

Ekstrak Pegagan 1000 ppm 9.051b± 0,969

Abate 100 ppm 9,359c± 0,859

Ekstrak Pegagan 1500 ppm 9,606c± 0,606

(43)

Tabel 4.3 Jumlah Mortalitas Larva Instar IV Nyamuk Ae. aegypti pada Kombinasi antara Beberapa Lama Perendaman dan Perlakuan Ekstrak Ethanol Daun Pegagan

Perlakuan Kombinasi Χ ± SD

4 Jam*Ekstrak Pegagan 0 ppm 0,224a± 0,00

8 Jam*Ekstrak Pegagan 0 ppm 0,224a± 0,00

12 Jam*Ekstrak Pegagan 0 ppm 0,224a± 0,00

16 Jam*Ekstrak Pegagan 0 ppm 0,224a± 0,00

20 Jam*Ekstrak Pegagan 0 ppm 0,224a± 0,00

24 Jam*Ekstrak Pegagan 0 ppm 0,224a± 0,00

4 Jam*Ekstrak Pegagan 500 ppm 6,753b± 0,702

4 Jam*Ekstrak Pegagan 1000 ppm 7,332bc± 0,554

4 Jam*Abate 100 ppm 7,854cd± 0,621

8 Jam*Ekstrak Pegagan 500 ppm 8,166cde± 0,632

4 Jam*Ekstrak Pegagan 1500 ppm 8,639def± 0,669

8 Jam*Ekstrak Pegagan 1000 ppm 8,818efg± 0,554

8 Jam*Abate 100 ppm 8,825efg± 0,379

12 Jam*Ekstrak Pegagan 500 ppm 8,879efgh± 0,459

12 Jam*Ekstrak Pegagan 1000 ppm 8,897efghi± 0,530

8 Jam*Ekstrak Pegagan 1500 ppm 9,367fghij± 0,555

16 Jam*Ekstrak Pegagan 1000 ppm 9,374fghij± 0,398

4 Jam*Ekstrak Pegagan 2000 ppm 9,479fghij± 0,416

16 Jam*Ekstrak Pegagan 500 ppm 9,485ghij± 0,186

12 Jam*Abate 100 ppm 9,584ghij± 0,400

20 Jam*Ekstrak Pegagan 500 ppm 9,639ghij± 0,296

12 Jam*Ekstrak Pegagan 1500 ppm 9,690hij± 0,337

20 Jam*Ekstrak Pegagan 1000 ppm 9,795ij± 0,213

8 Jam*Ekstrak Pegagan 2000 ppm 9,845j± 0,228

16 Jam*Abate 100 ppm 9,897j± 0,137

16 Jam*Ekstrak Pegagan 1500 ppm 9,947j± 0,112

24 Jam*Ekstrak Pegagan 500 ppm 9,947j± 0,296

12 Jam*Ekstrak Pegagan 2000 ppm 9,997j± 0,00

16 Jam*Ekstrak Pegagan 2000 ppm 9,997j± 0,00

20 Jam*Ekstrak Pegagan 1500 ppm 9,997j± 0,00

20 Jam*Ekstrak Pegagan 2000 ppm 9,997j± 0,00

20 Jam*Abate 100 ppm 9,997j± 0,00

24 Jam*Ekstrak Pegagan 1000 ppm 9,997j± 0,00

24 Jam*Ekstrak Pegagan 1500 ppm 9,997j± 0,00

24 Jam*Ekstrak Pegagan 2000 ppm 9,997j± 0,00

(44)

Dilihat dari (Tabel 4.3) hubungan antara interaksi lama perendaman dan

konsentrasi ekstrak ethanol daun pegagan terhadap jumlah kematian larva terdapat

perbedaan yang signifikan. Perbedaan tersebut terdapat peningkatan mengikuti

lama perendaman (jam). Melihat perbedaan tersebut dilihat pengaruh konsetrasi

pada setiap pengamatan (4 jam) pada (Tabel 4.1-4.2).

Pengaruh lama perendaman ekstrak ethanol daun pegagan dan interaksi

antara perendaman Fhitung> Ftabel(p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh

ekstrak ethanol daun pegagan dengan konsentrasi 500, 1000, 1500, 2000 ppm

dengan lama perendaman 4 jam, 8 jam, 12 jam, 16 jam, 20 jam, 24 jam dapat

menyebabkan kematian larva instar IVAe. aegyptisecara signifikan.

Hasil yang tercantum pada (Tabel 4.1-4.3) dengan pengamatan 4 jam

sudah bisa menimbulkan kematian tetapi belum 100%. Sedangkan abate sebagai

pembanding dengan dosis yang dianjurkan sudah menimbulkan kematian tetapi

belum 100%. Pada perendaman 12 jam dan 16 jam sudah menimbulkan kematian.

Hal ini ditunjukkan pada konsentrasi 2000 ppm sudah menimbulkan kematian

100%. Pada perendaman 20 jam ekstrak ethanol daun pegagan dengan konsentrasi

1500 ppm dan abate 100 ppm baru menimbulkan kematian 100%. Pada

perendaman 24 jam ekstrak ethanol daun pegagan dengan konsentrasi 1000 ppm

baru menimbulkan kematian 100%. Sedangkan pada konsentrasi 0 ppm tidak

menimbulkan kematian atau 0%. Hal ini ditunjukkan bahwa aquadest bisa

digunakan sebagai mediasi pertumbuhan larva.

(45)

larva instar IV nyamuk Ae. aegyptimencapai 100% dengan lama perendaman 16

jam efektif untuk menimbulkan daya larvisida pada larva instar IV nyamuk Ae.

aegypti.

Hasil Analisis Sidik Ragam Fhitung perlakuan konsentrasi lebih besar dari

Ftabel (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata di

antara berbagai tingkat konsentrasi ekstrak ethanol daun pegagan terhadap

(46)

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan daun pegagan sebagai uji larvisida dan daun

pegagan yang digunakan harus memenuhi syarat yaitu tampak bersih, dan tidak

rusak. Hal ini dimaksudkan agar kandungan dari daun pegagan bahan aktifnya

masih berkualitas. Daun pegagan kemudian dicuci, dipotong, dikeringkan (tanpa

sinar matahari) dan diekstraksi. Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh

dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati dengan menggunakan

pelarut yang sesuai, kemudian hampir semua pelarut diuapkan dan massa yang

tersisa diperlakukan hingga memenuhi baku yang ditetapkan (Anggraini, 2009).

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekstraksi

maserasi. Metode maserasi digunakan untuk menyari simplia yang mengandung

komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari (ethanol).

Hasil dari penelitian (Tabel 4.1-4.3) memperlihatkan bahwa pengaruh

ekstrak ethanol daun pegagan dengan berbagai tingkatan konsentrasi yaitu 500,

1000, 1500, 2000 ppm mampu menimbulkan kematian larva instar IV nyamukAe.

aegypti yang signifikan dari abate dengan konsentrasi 100 ppm. Ekstrak ethanol

daun pegagan ternyata mempunyai kemampuan sebagai larvisida terhadap larva

instar IV Ae. aegypti. Efek kerja insektisida asiatikosida adalah menghambat

metabolisme dan kerja sistem saraf. Ekstrak pegagan mampu menimbulkan

kematian pada larva karena mengandung metabolit sekunder yang dikenal istilah

(47)

berperan dalam nutrisi dan proses metabolisme utama di dalam tubuh tanaman,

sedangkan metabolit sekunder (termasuk bahan aktif senyawa asiatikosida pada

tanaman pegagan) merupakan senyawa-senyawa yang berpengaruh terhadap

interaksi ekologi antara tumbuhan dengan lingkungan. Senyawa metabolit

sekunder tanaman dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok utama yaitu terpene

atau terpenoid, alkaloid atau produk sekunder yang mengandung nitrogen, serta

fenil propanoid dan senyawa fenolik lainnya (Khan et al.,2010). Alkaloid adalah

suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Sebagian

besar alkaloid terdapat pada tumbuhan dikotil seperti pegagan (Siregar, 2005).

Aktivitas biologis tanaman ini berhubungan dengan senyawa phenol, terpenoid,

dan alkaloid yang ada di dalam tanaman tersebut. Senyawa ini secara

bersama-sama atau secara terpisah berperan untuk menghasilkan aktivitas larvisida dan

menghambat nyamukCulex quinquefasciatus(Rajkumar and Jebanesan, 2005).

Respon serangga terhadap senyawa kimia, apabila terjadi perubahan

nutrisi pada serangga karena ada senyawa metabolit sekunder yang bersifat toksik

terhadap serangga, maka serangga akan melakukan suatu respon kompensasi.

Respon ini dilakukan serangga sebagai upaya untuk mempertahankan kehidupan

serangga tersebut, yaitu dengan cara mengubah laju konsumsi dan efisiensi

penceranaan serta metabolisme serangga. Metabolit sekunder yang bersifat toksik

apabila terkandung dalam makanan yang dimakan oleh larva akan menyebabkan

larva tidak dapat mencapai titik kritis untuk mencapai pupa, hal ini disebabkan

karena serangga menurunkan laju metabolisme dan sekresi enzim pencernaan.

(48)

energi yang digunakan untuk pertumbuhan berkurang, karena digunakan untuk

aktifitas enzim detoksifikasi Mixed function Oxidase yang mengubah senyawa

tersebut menjadi mudah larut dalam air, dan dikeluarkan dalam bentuk senyawa

tidak aktif, akibatnya bisa mengakibatkan kematian larva karena tidak cukup

energi untuk proses pertumbuhannya (Siregar, 2005).

Hasil penelitian (Tabel 4.1) dapat diketahui kematian larva instar IV

nyamukAe. aegypti dengan lama perendaman 24 jam mencapai 100%. Pada larva

instar IV telah lengkap struktur anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi

bagian kepala (cephal), dada (thorax), dan perut (abdomen). Skleritnya sudah

sempurna sehingga lebih mampu menolak adanya zat racun dibandingkan dengan

larva instar I, II, dan III. Ekstrak ethanol mampu menimbulkan kematian pada

larva instar IV nyamukAe. aegypti sehingga diharapkan jika larva instar IV mati

maka instar lain yang lebih rentan juga bisa mati karena efek larvisida ekstrak

ethanol daun pegagan tersebut.

Pengaruh perendaman tanpa ekstrak ethanol daun pegagan (kontrol)

selama 4 jam, 8 jam, 12 jam, 16 jam, 20 jam, 24 jam tidak terdapat kematian larva

instar IV Ae. aegypti atau 0%. Hal ini menunjukkan bahwa aquadest dapat

digunakan sebagai mediasi pertumbuhan larva dan tidak mempunyai daya

larvisida. Semakin meningkatnya konsentrasi ekstrak ethanol daun pegagan maka

kematian larva instar IV Ae. aegypti juga semakin meningkat. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak ethanol daun pegagan,

(49)

Eksrak ethanol daun pegagan dengan konsentrasi 500 ppm sudah bisa

menimbulkan kematian tetapi belum 100%. Sedangkan konsentrasi 1000 ppm

dengan lama perendaman 24 jam dan konsentrasi 1500 ppm dengan lama

perendaman 20 jam sudah menimbulkan kematian 100%. Konsentrasi 2000 ppm

dengan lama perendaman 16 jam sudah bisa menimbulkan kematian 100%.

Sedangkan abate sebagai pembanding dengan konsentrasi 100 ppm dengan lama

perendaman 20 jam sudah mampu menimbulkan kematian 100%. Ekstrak ethanol

daun pegagan lebih toksik dari abate.

Pengaruh lama perendaman ekstrak ethanol daun pegagan menunjukkan

bahwa lama perendaman 24 jam memberikan hasil yang lebih baik daripada

perendaman 4 jam, 8 jam, 12 jam, 16 jam, 20 jam. Hal ini menunjukkan bahwa

waktu perendaman yang lama, kontak antara bahan aktif dengan larva juga

semakin lama, sehingga racun yang ditimbulkan lebih kuat. Oleh karena itu daya

larvisida yang ditimbulkan juga berpengaruh semakin nyata. Melihat efek

penggunaan insektisida sebagai larvisida diperlukan periode waktu yang terbaik

yaitu 24 jam.

Hasil penelitian pada (Tabel 4.1-4.3) menunjukkan bahwa semakin lama

periode waktu yang digunakan, semakin lama juga kontak waktu antara larva

dengan bahan aktif ekstrak ethanol daun pegagan. Sehingga jumlah kematian

larva yang ditimbulkan juga akan semakin besar dan berpengaruh yang signifikan.

Rajkumar dan Jebanesan (2005), pemanfaatan pegagan sebagai

Phytochemicaldinyatakan bahwa pegagan dapat bertindak sebagai alternatif yang

(50)

mahal, dan banyak tersedia di banyak area lembab. Ekstrak ethanol daun pegagan

pada konsentrasi 6,84 ppm (190C) dan 1,12 ppm (310C) dapat membunuh 50%

larva Cx. quinquefasciatus. Ekstrak pegagan dapat digunakan sebagai larvisida

terhadap larva instar IV nyamuk Ae. aegypti maupun larva Cx. quinquefasciatus

(51)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1) Konsentrasi ekstrak ethanol daun pegagan yang paling efektif

digunakan untuk membunuh larva instar IV nyamukAe. aegyptiadalah

2000 ppm.

2) Lama perendaman yang paling efektif digunakan untuk membunuh

larva instar IV nyamukAe.aegypti adalah 16 jam.

3) Terdapat interaksi lama perendaman dan konsentrasi ekstrak ethanol

daun pegagan yang paling efektif pada mortalitas larva instar IV

nyamukAe. aegyptiadalah 8 jam dan 2000 ppm.

6.2 Saran

1) Penggunaan ekstrak ethanol daun pegagan untuk membunuh larva

instar IV A. aegypti sebaiknya dengan konsentrasi 1500 ppm selama

24 jam.

2) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menghilangkan warna

(52)

RINGKASAN

Irfan Setiyawan Pribadi, Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue

yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Ae. aegypti. Cara yang tepat untuk

menanggulangi penyakit tersebut dengan memutus siklus hidup menggunakan

insektisida nabati pada stadium larva instar IV nyamukAe. aegypti. Salah satunya

adalah tanaman pegagan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi ekstrak ethanol

daun pegagan dan lama perendaman pada larva instar IV nyamuk Ae. aegypti.

Penelitian ini memerlukan 600 larva instar IV yang dimasukkan ke dalam 30 gelas

plastik, masing-masing gelas berisi 20 ekor dengan lima kali ulangan. Perlakuan

yang diberikan adalah memasukkan ekstrak ethanol daun pegagan dengan

konsentrasi 0 ppm, 500 ppm, 1000 ppm, 1500 ppm, dan 2000 ppm sebanyak 100

ml. Kematian larva dihitung setelah 4 jam, 8 jam, 12 jam, 16 jam, 20 jam, dan 24

jam.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Faktorial dengan

pola Split Plot Design (Petak Terbagi) dengan ulangan sebanyak lima kali

konsentrasi ekstrak ethanol daun pegagan sebagai petak utama dan waktu

perendaman sebagai anak petak. Data yang diperoleh dianalisa dengan

menggunakan Uji F (Anova Faktorial). Apabila terdapat perbedaan diantara

perlakuan maka dilanjutkan dengan menggunakan Uji HSD dengan tingkat

(53)

Dari data hasil penelitian didapatkan bahwa ekstrak ethanol daun pegagan

konsentrasi 500 sudah menimbulkan daya larvisida terhadap larva instar IV

nyamukAe. aegypti, tetapi belum 100 %. Daya larvisida yang mampu membunuh

seluruh larva instar IV nyamuk Ae. aegypti didapat dari konsentrasi 1000 ppm

dengan lama waktu perendaman 24 jam, konsentrasi 1500 ppm dengan lama

waktu perendaman 20 jam, konsentrasi 2000 ppm dengan lama waktu

perendaman 12 jam dan abate dengan konsentrasi 100 ppm dengan lama

perendaman 20 jam. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

ekstrak ethanol daun pegagan dapat digunakan sebagai larvisida terhadap larva

instar IV nyamuk Ae. aegypti dan lebih efektif dari abate yang selama ini

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Afifah E. 2003. Tanaman Obat Untuk Mengobati Hepatitis. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Agustina, Icha dan Hendri B. 2008. Struktur Histologi Folikel Primer, Sekunder dan Tersier Ovarium Mencit (Mus musculus) Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki (Cyperus rotundus L.). Seminar Nasional Sains dan Teknologi II. Universitas Lampung. Lampung.

Anggraini DA. 2009. Gambaran mikroskopis sel atrosit dan sel pyramid cerebrum pada tikus putih (Rattus norvegicus) Galur Wistar Setelah Pemberian Ekstrak Ethanol Daun Pegagan(C. asiaticaL. Urban). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.

Barnes J, Anderson LA and Philipson JD. 2002. Herbal Medicines. Pharmaceutical Press. London. 530.

Bermawi N, Ibrahim MSD dan Ma’mun. 2005. Karakteristik Mutu Aksesi Pegagan (Centella asiatica L.) Seminar Nasional TOI XXVII Balai Materia Medika Dinkes Surabaya Jatim. 259-264.

Borah R. 2010. Larvicidal efficacy ofToddalia asiatica (Linn.) Lam against two mosquito vectors Aedes aegypti and Culex quinquefasciatus. Environmental Biotechnology Laboratory Department of Biotechnology. Gauhati University. Guwahati. Assam. India.

Bowers E, Cupp W and Lok JB. 2008. The developmental effects of 6, dimethoxy-2, 2-dimethyl chromene on the pre-imaginal stages of Aedes aegypti(Diptera: Culicidae). Springer Netherlands. 22: 23-8.

Cahyati WH dan Suharyo. 2006. Dinamika Aedes aegytpi Sebagai Vektor Penyakit. Kemas 2: 38-48.

Cheng L, Guo JS, Luk J and Koo MWL. 2004. The Healing Effect of Centella asiatica Ectraxt Asiaticosida on Acetic Acid Induced Gastric Uclers in Rats. Life Sciences. 74(18): 858-860.

Chowdhury N, Ghosh A and Chandra G. 2008. Mosquito larvicidal activities of

(55)

Departemen Kesehatan RI dan Dirjen POM. 2000. Parameter Standart umum Esktrak Tanaman Obat. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI dan Dit. Jen. PPM & PL. 2002. Pedoman Survei Entomologi Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Departemen Kesehatan republik Indonesia.

Djallalluddin, Hasni HB, Riana W dan Lisda H. 2001. Artikel Penelitian: Gambaran Penderita Pada Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue Di Kabupaten Banjar dan Kota Banjarbaru Tahun 2001. Banjar.

Elango G. 2009. Oviposition-deterrent, ovicidal, and repellent activities of indigenous plant extracts against Anopheles subpictus Grassi (Diptera: Culicidae) Parasitol. Res. 105: 1567-1576.

Fahmi. 2006. Perbandingan Efektivitas Abate dengan Ekstrak Daun Sirih (Piper betle) Dalam Meghambat Pertumbuhan Larva Aedes aegypti. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro. Semarang.

Fauziah M. 1995. Obat-obatan Tradisional. Jakarta : PT. Penebar Swadaya, Anggota IKAPI.

Gunandini DJ. 2002. Kemampuan Hidup Populasi Alami Nyamuk Aedes aegypti

(Linn.) yang Diseleksi Malation pada Stadium larva [Disertasi Doktor]. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Hendratno S. 2001. Panduan Kuliah Mahasiswa Entomologi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.

Iskandar A. 2005. Pemberantasan Serangga dan Binatang Pengganggu. Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat. Pusdiknes Depkes RI.

James J dan Dubery I. 2011. Identification and Quantification of Triterpenoid Centelloids in Centalla asiatica(L) Urban by Densitometric TLC. J. of Planar Chromatography. 24(1): 82-87.

Kadarkarai M. 2009. Larvicidal and smoke repellency effect ofToddalia asiatica

andAegle marmelos against the dengue vector, Aedes aegypti(Insecta: Diptera: Culicidae) Entomol. Res. 39: 61-65.

(56)

Kostic M, Popovic Z, Brkic D, Milanovic S, Sivcev I and Stankovic S. 2008. Larvicidal and antifeedant activity of some plant-derived compoundsto Lymantria dispar L. (Lepidoptera: Limantriidae) Bioresour. Technol. 99: 7897-7901.

Kristina, Isminah dan Wulandari L. 2004. Kajian Masalah Kesehatan Demam Berdarah Dengue. T. D. Wahono (Ed). Badan Litabangkas. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Lasmadiwati E. 2003. Pegagan Meningkatkan Daya Ingat, Membuat Awet Muda, Menurunkan Gejala Stres, Meningkatkan Stamina. Penebar Swadaya. Jakarta.

Lewis WH. 2001. Pharmaceutical discoveries based on ethnomedicinal plants: 1985 to 2000 and beyond. Economic Botany. 55, in press.

Mangoting D, Irawan I dan Abdullah S. 2006. Tanaman Lalap Berkhasiat Obat.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Manorenjitha, M. 2006. The Ecology and Biology of Aedes aegypti (L.) and

Aedes albopictus (Skuse) (Diptera : Culicidae) and The Resistence Status Of Aedes albopictus(Field Strain) Againts Organophosphates in Penang, Malaysia. Tesis. Faculty of Science. Namasivaya University. Malaysia.

Matsuda H, Morikawa T, Ueda H and Yoshikawa M. 2001. Saponin Constituents of Gotu Kola (2): Structures of New Ursane and Oleanane Type Triterpene Oligoglycosides, Centellasaponins B, C, and D, from

Centella asiaticaCultivated in Sri Lanka. Chem. Pharm. Bull. 49 (10): 1368-1371.

Ndione RD, Faye O, Ndiaye M, Dieye A and Afoutou JM.2007. Toxic effects of neem products (Azadirachta indica A. Juss) on Aedes aegypti. African Journal of Biotechnology. 6 (24): 2846-2854.

Notoatmodjo S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta.

Pandey V, Agrawa V, Raghavendra K and Das AP. 2007. Strong larvicidal activity of three species of Spilanthes (Akarkara) against malaria

Anopheles stephensi Liston, Anopheles culicifacies, species C) and filaria vector (Culex quinquefasciatus Say) Parasitol. Res. 102: 171-174.

Gambar

Tabel Jumlah Kematian Larva Instar IV Nyamuk Aedes aegypti ... 44
Gambar 2.1 Larva Ae. aegypti. Sumber : Manorenjitha (2006).
Gambar 2.2 Tanaman pegagan. Sumber : Tatok (2006).
Tabel 2.1 Penggunaan Abate untuk Pengendalian Larva Aedes aegypti.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan jasa terhadap kepuasan pelanggan pada PDAM Tirta Musi Unit Kalidoni, Palembang”, Memberikan informasi yang berguna sebagai

Meskipun dalam kedua teks tersebut tidak ditemukan waktu penyalinannya, tetapi dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Roosiati (1983) disebutkan

Pengaruh komposisi bahan dan suhu reaksi terhadap kinerja hidrogel telah dipelajari dengan cara memvariasikan volume polivinil alkohol dan bioflokulan TAD pada

Jumlah penderita Diabetes Mellitus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan keterlambatan diagnosa penyakit. Dan Indonesia sendiri menempati

Perbandingan waktu getar struktur jembatan atau perioda struktur tanpa base isolator, dan dengan menggunakan base isolator akibat beban gempa. Perbandingan perpindahan pada

luas tentang topik dan konsep-konsep yang telah dan akan diajarkan di dalam kelas. Hal ini membuat siswa akan lebih mengetahui kekurangan dalam mempelajari dan

Penelusuran pedagang responden dilakukan dengan metode snowball sampling. Pedagang responden diperoleh berdasarkan informasi yang didapat dari petani responden. Berdasarkan

Dapatan analisis Korelasi Pearson pula menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara persepsi pelajar terhadap kekerapan penerapan 17 nilai murni dalam pengajaran