i
EFEK MASSA AIR DALAM EVAPORATOR TERHADAP
UNJUK KERJA PENDINGIN ABSORBSI AMONIA-AIR
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik
Program Studi Teknik Mesin
Diajukan Oleh:
HERIBERTUS HARI BEKTI PRATAMA NIM: 085214014
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2012
ii
THE EFECT OF WATER MASS IN EVAPORATOR ON THE
PERFOMANCE OF AMONIA-WATER ABSORPTION
REFRIGERATION
FINAL PROJECT
Presented as a partitial fulfilment of the requirement as to obtain the Sarjana Teknik degree
in Mechanical Engineering
By:
HERIBERTUS HARI BEKTI PRATAMA Student Number: 085214014
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
vii
ABSTRAK
Negara berkembang seperti Indonesia kebutuhan akan sistem pendingin untuk pengawetan makanan, hasil pertanian, obat-obatan, dsb. Kini semakin meningkat. Sistem pendingin yang ada saat ini pada umumnya menggunakan sistem kompresi uap yang membutuhkan energi listrik dan menggunakan refrijeran sintetik. Namun di daerah terpencil hal ini sering menjadi kendala dalam pengadaanya maka pendingin absorbsi amonia-air menjadi suatu gagasan yang dapat diterapkan, sistem pendingin ini terdiri dari dua bagian yaitu desorbsi (menguapnya amonia murni saat proses pemanasan) dan absorbsi (kembalinya amonia ke absorbernya yaitu air). Tujuan penelitian ini adalah membuat model pendingin absorbsi amonia-air, serta mengetahui pengaruh air dalam evaporator dan temperatur pendinginan yang dapat dicapai.
Pendingin ini terdiri dari generator (juga sebagai absorber) dan evaporator (juga sebagai kondensor). Generator terdiri dari dua bagian yaitu generator (tempat refrijeran amonia-air) dan katup fluida satu arah yang di dalamnya terdapat pipa celup dan pipa uap. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah temperatur generator (T1), temperatur katup fluida satu arah (T2), temperatur evaporator (T3), temperatur air pendingin evaporator (T4), temperatur dinding kotak pendingin (T5), temperatur ruangan di dalam kotak pendingin (T6), tekanan evaporator (P) dan waktu (t), yang digunakan Termokopel dan Manometer. Variabel yand di variasikan adalah massa air pada evaporator pada data 1, data 2, data 3, data 4, dan data 5 setelah evaporator dikembalikan dalam keadaan semula (kosong dari amonia-air) ada pada metode.
Hasil penelitian telah berhasil membuat sebuah sistem pendingin absorbsi amonia-air. Temperatur terendah yang dicapai adalah -5oC dan COP terbaik 0,92. Serta dapat mengetahui efek massa air dalam evaporator pada unjuk kerja pendingin absorbsi amonia-air.
Kata kunci: pendingin absorbsi, refrijeran sintetik, amonia
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
TITLE PAGE ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi
ABSTRAK ... vii
2.1 Penelitian yang Pernah Dilakukan ... 5
xi
BAB III. METODE PENELITIAN ... 14
3.1 Deskripsi Alat ... 14
3.2 Variabel Yang Divariasikan ... 16
3.3 Variabel Yang Diukur ... 18
3.4 Langkah Penelitian ... 19
3.5 Peralatan Pendukung ... 21
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 22
4.1 Data Hasil Penelitian ………... 22
4.2 Grafik dan Pembahasan ... 31
BAB V. PENUTUP ... 43
5.1Kesimpulan ... 43
5.2Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 45
LAMPIRAN ... 47
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Data pertama evaporator masih dalam keadaan
bersih dari amonia... 22
Tabel 4.2. Data kedua... 23
Tabel 4.3. Data ketiga ... 25
Tabel 4.4. Data keempat... 27
Tabel 4.5. Data kelima setelah evaporator dikondisikan seperti semula... 28
Tabel 4.6. Hubungan tekanan.terhadap waktu kelima data... 32
Tabel 4.7. Hubungan temperatur evaporator (T3) terhadap waktu... 35
Tabel 4.8. Hubungan temperatur dinding (T5) terhadap waktu... 38
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Skema Alat Prastowo, Antiochus Songko Probo ... 7
Gambar 2.2. Skema alat pendingin absorbsi generator vertikal dan evaporator tanpa receiver, (Abimael Sony Yudhokusumo, 2011)……… 8
Gambar 2.3. Skema alat pendingin absorbsi generator vertikal dan evaporator menggunakan receiver, (Paul Alexander Budigunawan, 2011)……… 9
Gambar 2.4. Siklus pendinginan absorbsi ... 11
Gambar 3.1. Skema alat pendingin absorbsi ... 14
Gambar 3.2a. Skema generator ... 15
Gambar 3.2b. Dimensi pipa celup ... 15
Gambar 3.3. Volume amonia yang digunakan sebanyak 1250 cc…... 16
Gambar. 3.4a. Data (1) pertama kondisi awal evaporator kosong……… 17
Gambar. 3.4b. Data (2) kedua……….. 17
Gambar. 3.4c. Data (3) ketiga………... 17
Gambar. 3.4d. Data (4) keempat……….. 17
Gambar. 3.4e. Data (5) kelima setelah evaporator dikembalikan dalam keadaan semula……….. 17
Gambar 3.5a. Keran terbuka saat proses absorbsi………... 18
Gambar 3.5b. Keran terbuka saat proses absorbsi... 18
Gambar 4.6a. Grafik tekanan terhadap waktu dari kelima data ... 34
xiv
Gambar 4.7a. Grafik temperatur evaporator (T3) terhadap waktu... 36
Gambar 4.7b. Grafik lama suhu -5oC pada evaporator (T3)... 37
Gambar 4.8a. Grafik temperatur dinding kotak (T5) terhadap Waktu... 38
Gambar 4.8b. Grafik suhu terendah dinding kotak (T5) ... 39
Gambar 4.9a. Grafik temperatur kotak pendingin (T6) terhadap waktu... 40
Gambar 4.9b. Grafik suhu terendah kotak pendingin (T6)... 41
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, khususnya di daerah pedesaan atau di daerah terpencil, kebutuhan akan sistem pendingin untuk pengawetan/penyimpanan bahan makanan, hasil panen, obat-obatan dan keperluan lainnya dirasakan semakin meningkat. Namun sampai saat ini kebanyakan sistem pendingin yang ada bekerja dengan sistem kompresi uap yang membutuhkan energi listrik dan menggunakan refrijeran sintetik seperti R-11, R-12, R134a, R-502. Hal ini bisa menjadi masalah, karena sampai saat ini banyak desa, khususnya di daerah terpencil, yang belum memiliki jaringan listrik, sehingga sistem pendingin sederhana yang dapat bekerja tanpa membutuhkan energi listrik merupakan alternatif pemecahan permasalahan kebutuhan sistem pendingin di daerah-daerah tersebut. Selain itu refrijeran sintetik juga menimbulkan dampak negatif pada lingkungan, yaitu merusak lapisan ozon, yang tentu akan memperparah efek pemanasan global di bumi ini.
itu energi panas juga dapat berasal dari buangan proses industri, biomassa, biogas atau energi alam seperti panas bumi dan energi surya. Amonia dan air bukan merupakan refrijeran sintetik sehingga tidak memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Siklus pada sistem pendingin ini hanya terdiri dari dua proses yaitu proses desorbsi (Penguapan Amonia murni terpisah dengan air) dan absorbsi (Penyerapan Amonia oleh air).
3
(3)Berapa COP atau unjuk kerja yang dapat dihasilkan oleh sistem pendingin absorbsi amonia-air dengan adanya sejumlah massa air dalam evaporator?
1.2. Batasan Masalah
Penelitian ini meneliti efek massa air yag terdapat didalam evaporator, pengambilan data dilakukan selama 5 kali untuk mengetahui efek massa air tersebut. Karena keterbatasan dengan tidak adanya sightglass maka pengambilan data dilakukan selama 5 kali dengan asumsi air selalu ikut terbawa oleh uap amonia dari Generator ke Evaporator saat proses desorbsi (dapat dilihat pada metode penelitian).
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai oleh pada penelitian ini:
1. Membuat model pendingin absorbsi amonia-air dengan bahan yang mudah didapatkan di pasar lokal dan dapat dikerjakan dengan teknologi yang didukung kemampuan industri lokal.
2. Mengetahui temperatur pendinginan yang dapat dihasilkan oleh sistem pendingin absorbsi amonia-air dengan variasi massa air dalam evaporator.
3. Mengetahui COP atau unjuk kerja yang dapat dihasilkan oleh sistem pendingin absorbsi amonia-air dengan variasi massa air dalam evaporator.
4. Mengetahui efek massa air dalam evaporator pada unjuk kerja pendingin absorbs ammonia-air.
1.4. ManfaatPenelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini:
1. Menambah kepustakaan teknologi tentang pendingin sistem absorbsi. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan untuk membuat
prototipe dan produk teknologi pendingin absorbsi yang dapat diterima di dunia industri pada khususnya dan di masyarakat luas pada umumnya, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan.
3. Mengurangi ketergantungan penggunaan minyak bumi dan listrik.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian yang Pernah Dilakukan
Beberapa penelitian pendingin adsorpsi menggunakan zeolit-air dengan energi surya yang pernah dilakukan diantaranya oleh Hinotani (1983) dimana mendapatkan bahwa harga COP sistem pendingin adsorpsi
sehingga setiap kali diperlukan proses pemvakuman. Sistem yang dipakai Ramos tidak menggunakan kondensor, namun Ramos juga mendapatkan kapasitas adsorpsi zeolit mencapai optimal denganpemanasan tabung zeolit sebesar 250o C. Penelitian-penelitian tersebut di atas menggunakkan zeolit yang diproduksi di Jerman, Slovnaft-Czech, dan Perancis.
7
Berikut adalah skema alat dari penelitian Songko Probo P. A.
Gambar 2.1. Skema alat pendingin absorbsi generator horizontal (Songko Probo, 2010)
Keterangan Gambar:
1. Generator yang juga berfungsi sebagai absorber 2. Saluran masuk amonia
3. Kondensor yang juga berfungsi sebagai evaporator
4. Manometer
5. Torong masuk amonia
Penelitian yang serupa pernah dilakukan adalah penelitian menggunakan tabung generator vertikal dan evaporator tanpa reciver (penampung) variabel yang divariasikan dalam penelitian tersebut adalah variasi volume campuran amonia-air 900 ccdan 1300 cc. Variasi bukaan keran saat proses absorbsi sebesar 30°, 60°,
dan 90° dengan volume campuran amonia-air 900 cc kemudian penelitian tersebut menyimpulkan bahwa.Temperatur evaporator terendah yang dihasilkan adalah
-5℃ yang dapat bertahan selama 80 menit dan COP yang dihasilkan adalah
0.91.Karena dalam penelitian tersebut dikatakan bahwa unjuk kerja dari alat tersebut menurun setelah pengambilan data berulang dan penambahan amonia dilakukan maka dilakukan indentifikasi alat dan menemukan bahwa ada air yang tertinggal pada evaporator yang mempengaruhi kerja pendinginan tersebut. Berikut adalah skema alat dari penelitian Abimael Sony Yudhokusumo.
Gambar 2.2. Skema alat pendingin absorbsi generator vertikal dan evaporator tanpa receiver, (Abimael Sony Yudhokusumo, 2011)
Keterangan :
1. Saluran untuk menampung amonia yang akan dimasukkan ke alat.
Bagian ini bisa diganti dengan pentil saat alat akan divakum.
9
3. Pipa ¾ inci
4. Penguat katup fluida satu arah
1. Generator yang juga sekaligus sebagai absorber
2. Penguat generator
3. Manometer
4. Kondensor sekaligus evaporator
Kemudian hal ini berkembang pada penelitian Paul Alexander Budi Gunawan yang menembahkan receiver pada evaporator untuk menampung air agar tidak masuk kedalam evaporator, berikut adalah sekema alat Paul Alexander Budi Gunawan.
Gambar 2.3. Skema alat pendingin absorbsi generator vertikal dan evaporator menggunakan receiver, (Paul Alexander Budigunawan, 2011)
Keterangan Gambar: 1. Corong pengisi
2. Keran
3. Tabung Generator atas 4. Tabung Generator bawah 5. Manometer
6. Evaporator
7. Reciever (penampung)
11
2.2 Dasar Teori
Pendingin absorbsi pada umumnya terdiri dari 4 (empat) komponen utama yaitu : (1) absorber, (2) generator, (3) kondensor, (4) evaporator. Namun pada penelitian ini model pendingin absorbsi yang dibuat hanya terdiri dari dua komponen utama yaitu, generator yang juga berfungsi sebagai absorber, dan evaporator yang juga berfungsi sebagai kondensor.
Gambar 2.4 Siklus pendinginan absorbsi
Siklus pendinginan absorbsi terdiri dari proses absorbsi (penyerapan) refrijeran (amonia) ke dalam absorber (air) dan proses pelepasan refrijeran dari absorber (proses desorbsi). Proses ini dapat dilihat pada Gambar 2.4. Proses desorbsi dan absorbsi terjadi pada absorber (pada generator). Pada proses desorbsi generator memerlukan energi panas untuk dapat menguapkan amonia. Energi panas dapat berasal dari pembakaran kayu, batubara, minyak bumi, gas alam, panas bumi, biogas, dan sebagainya. Namun pada penelitian biasanya digunakan kompor listrik dikarenakan dibutuhkan sumber panas yang konstan dan kontinyu guna
2. Membebaskan uap menggunakan kalor
1. Menyerap uap ke dalam
mendapatkan data yang akurat mengenai kemampuan dari alat pendingin absorbsi yang diteliti.
13
Unjuk kerja pendingin absorbsi umumnya dinyatakan dengan koefisien prestasi absorbsi (COPAbsorbsi) dan dapat dihitung menggunakan
persamaan dibawah ini dengan pendekatan siklus carnot:
COP
Absorbsi :Q evaporator / Q generator
(1)Koefisien prestasi harus bernilai positif, padahal temperatur evaporator dapat mencapai beberapa derajat di bawah 0o C. Oleh karena itu temperatur dalam persamaan di atas harus dihitung dengan menggunakan temperatur dalam Kelvin, karena temperatur Kelvin dianggap absolut, sehingga hasil koefisien prestasi akan selalu bernilai positif.
Disamping itu pada penelitian yang dilakukan ini untuk mengetahui apakah saat proses desorbsi berlangsung uap air ikut menguap dan terbawa ke evaporator, karena air yang ikut menguap dan tertampung pada evaporator yang nantinya akan menggangu sistem pendingin absorbsi tersebut. Maka dari itu hal ini perlu dibuktikan agar nantinya sistem pendingin ini dapat bekerja dengan baik setelah solusi ditemukan.
14
Gambar 3.1. Skema alat pendingin absorbsi
Keterangan :
1. Saluran untuk menampung amonia yang akan dimasukkan ke alat. Bagian ini bisa diganti dengan pentil saat alat akan divakum.
2. Keran ¾ inchi utama untuk memasukkan amonia-air
3. Pipa ¾ untuk jalan masuk amonia-air
4. Katup fluida satu arah
15
6. Keran ¾ inchi untuk mengatur tekanan di evaporator
7. Manometer
8. Evaporator yang juga berfungsi sebagai kondensor
9. Receiver untuk menampung butir-butir air yang terbawa uap amonia
10. Ember pendingin untuk mendinginkan generator saat proses pendinginan dan absorbsi
11. Kotak pendingin untuk meletakkan benda-benda yang ingin didinginkan. Evaporator diletakkan di dalam kotak ini saat proses absorbsi.
1 cm 20 cm
3 cm
8,5 cm
8,5 cm
Gambar 3.2b. Dimensi pipa celup
Gambar 3.2a. Skema generator
Pada penelitian ini bagian dalam generator terdiri dari 4 komponen yaitu: 1. Pipa berdiameter 1,5cm dengan panjang 11,5cm sebagai tempat
masuknya larutan amonia dan masuknya uap amonia pada saat proses absorbsi.
2. Pipa berdiameter 0,8cm dengan panjang 20cm sebagai jalan uap amonia saat proses desorbsi.
3. Pipa berdiameter ½ inchi dengan panjang 20cm yang bagian atasnya tertutup sebagai selubung pipa uap.
4. Pipa berdiameter ¾ inchi dengan panjang 8,5cm sebagai selubung pipa masuk amonia.
3.2. Variabel Yang Divariasikan
Variabel yang divariasikan dalam pengujian ini yaitu pengambilan data lima kali dengan volume yang sama untuk mengetahui efek massa air dalam evaporator:
1. Larutan amonia sebanyak 1250 cc tetap, untuk 5 kali pengambilan.
17
2. Massa air yang terdapat didalam evaporator saat pegambilan data lima kali.
Gambar. 3.4a. Data (1) pertama kondisi awal evaporator kosong.
Gambar. 3.4b. Data (2) kedua
Gambar. 3.4c. Data (3) ketiga Gambar. 3.4d. Data (4) keempat
Gambar. 3.4e. Data (5) kelima setelah evaporator dikembalikan dalam keadaan semula
2. Lima 5 kali pengambilan data keran terbuka penuh saat proses absorbsi dengan volume amonia 30% sebanyak 1250 cc.
3.3. Variabel yang Diukur
1. Temperatur Generator (T1)
2. Temperatur Katup Fluida Satu Arah (T2) 3. Temperatur Evaporator (T3)
4. Temperatur Air pendingin Evaporator (T4) 5. Temperatur Dinding Kotak Pendingin (T5)
6. Temperatur Ruangan di dalam Kotak Pendingin (T6) 7. Tekanan Evaporator (P)
8. Waktu Pencatatan Data (t) Gambar 3.5a. Keran terbuka saat
Proses absorbsi
19
3.4. Langkah Penelitian
1. Penelitian diawali dengan penyiapan alat seperti pada Gambar 3.1. 2. Setelah itu termokopel dipasang pada bagian yang akan diukur
temperaturnya.
3. Tekanan sistem divakumkan dengan menggunakan pompa vakum. 4. Alat diisi dengan campuran amonia-air dengan konsentrasi 30%.
5. Kemudian alat dipanasi dengan menggunakan kompor listrik hingga tekanan konstan atau mulai terlihat turun secara perlahan. Proses ini adalah proses desorbsi.
6. Setelah tekanan konstan maka kompor dimatikan dan digeser, kemudian dilanjutkan dengan proses pendinginan generator. Ketika proses pendinginan generator ini keran penghubung evaporator ditutup dan generator didinginkan dengan dicelup di dalam ember hingga temperatur T1 mendekati temperatur awal sebelum proses pemanasan. Termokopel pengukur T4 yang tadinya digunakan untuk mengukur temperatur air pendingin evaporator digunakan untuk mengukur temperatur air pendingin generator saat proses pendinginan generator ini. Jika T1 belum mendekati temperatur awal tetapi T4 sudah meningkat maka air pendingin diganti dengan yang baru.
Pada pengambilan data ke 5 evaporator dikuras dari air yang ikut menguap saat proses desorbsi untuk melihat pengaruh dari air yang ikutr ke evaporator tersebut,
8. Pengambilan data dilakukan setiap 5 menit untuk proses desorbsi dan absorbsi dan 10 menit untuk proses pendinginan generator, dengan mencatat tekanan sistem dan temperatur di setiap titik.
9. Data yang dicatat kemudian dimasukkan kedalam tabel. Data tersebut mencakup: waktu (t), tekanan (P), temperatur generator (T1), temperatur katup fluida satu arah (T2), temperatur air pendingin (T3), temperatur evaporator (T4), temperatur dinding kotak pendingin (T5), dan temperatur ruangan di dalam kotak pendingin (T6).
10. Dalam penelitian ini menggunakan istilah Kompor level 2, level 3, level 4, dan level 5 maksudnya adalah level pemanasan dari kompor tersebut, agar pemanasan yang terjadi tidak berlangsung secara tiba-tiba.
Pengolahan dan analisa data diawali dengan melakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan (1). Analisa akan lebih mudah dilakukan dengan membuat grafik:
21
2. Perbandingan pengambilan data 1,2,3,4 dan data 5 setelah evaporator dikembalikan dalam keadaan semula.
3. Perbandingan temperatur evaporator dengan waktu pencatatan data. 4. Perbandingan COP atau unjuk kerja sistem untuk semua data.
3.5 Peralatan Pendukung
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah : a. Penghitung Waktu (Stopwatch)
Digunakan untuk mengukur waktu pencatatan tekanan dan temperatur. b. Kompor Listrik
Digunakan untuk memanaskan generator saat proses desorbsi. c. Penampil Termokopel (Logger)
Digunakan untuk menampilkan nilai temperatur di setiap titik yang terukur oleh termokopel.
d. Termokopel
Digunakan untuk pengukuran temperatur pada titik yang diinginkan. e. Ember
Digunakan untuk merendam evaporator saat proses desorbsi dan merendam generator saat proses pendinginan dan absorbsi.
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Hasil Penelitian
Pengambilan data pada penelitian pendingin absorbsi amonia-air menggunakan pipa celup 85 mm dengan lima kali pengambilan data untuk mengetahui unjuk kerja alat dan efek massa air dalam evaporator.
Tabel 4.1. Data pertama evaporator masih dalam keadaan bersih dari amonia.
Data pertama amonia 1250 cc
23
Tabel 4.1. Data pertama. (lanjutan)
Data pertama amonia 1250 cc
No Waktu Tekanan
Data kedua amonia 1250 cc
Tabel 4.2. Data kedua (lanjutan)
Data kedua amonia 1250 cc
25
Tabel 4.2. Data kedua (lanjutan)
Data kedua amonia 1250 cc
No Waktu Tekanan
Data ketiga amonia 1250 cc
Tabel 4.3. Data ketiga (lanjutan)
Data ketiga amonia 1250 cc
27
Tabel 4.3. Data ketiga (lanjutan)
Data ketiga amonia 1250 cc
No Waktu Tekanan
Tabel 4.4. Data keempat
Data keempat amonia 1250 cc
Tabel 4.4. Data keempat (lanjutan)
Data keempat amonia 1250 cc
No Waktu Tekanan
Tabel 4.5. Data kelima setelah evaporator dikondisikan seperti semula.
Data kelima amonia 1250 cc
29
Tabel 4.5. Data kelima (lanjutan)
Data kelima amonia 1250 cc
Tabel 4.5. Data kelima (lanjutan)
Data kelima amonia 1250 cc
No Waktu Tekanan
T5 : Temperatur dinding kotak pendingin (℃)
31
4.2. Grafik dan Pembahasan
Berdasarkan data penelitian, dapat dilihat bahwa proses pendinginan telah mulai berlangsung ditandai dengan turunnya temperatur evaporator saat proses absorbsi. Pendinginan dengan menggunakan siklus absorbsi berlangsung dalam beberapa proses yaitu:
4.2.1. Proses desorbsi, yaitu proses pelepasan amonia dari absorber (air) melalui proses penguapan saat tabung generator dipanaskan.
4.2.2. Proses kondensasi, yaitu proses pendinginan dan pengembunan uap amonia yang terdesorbsi menjadi amonia cair di dalam evaporator. 4.2.3. Proses absorbsi, yaitu proses penyerapan amonia oleh absorber
(air). Saat proses absorbsi berlangsung, amonia yang berada di dalam evaporator akan terhisap kedalam generator karena adanya perbedaan tekanan. Saat terhisap amonia cair akan menguap menjadi uap amonia. Proses penguapan amonia ini akan menyerap kalor di sekitar evaporator sehingga menyebabkan temperatur evaporator turun dan menjadi dingin.
Variasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengambilan data sebanyak 5 kali dengan volume amonia yang sama,karena untuk melihat perbandingan pengaruh massa air dalam evaporator terhadap unjuk kerja pada alat ini . Dan Tabel data di atas merupakan proses perubahan suhu dan tekanan dari waktu kewaktu, dari hasil tabel diatas dapat dilihat pada grafik
– grafik perbandingan dari ke 5 (lima) data dibawah ini:
Tabel 4.6. Hubungan tekanan terhadap waktu kelima data.
No Waktu Tekanan kelima data
33
Tabel 4.6. Hubungan tekanan terhadap waktu kelima data (lanjutan)
No Waktu Tekanan kelima data
Dari data diatas diperoleh perbandingan pada grafik sebagai berikut :
Gambar 4.6a. Grafik tekanan terhadap waktu dari kelima data
Gambar 4.6b. Grafik tekanan yang dicapai tiap data
35
dibutuhkan untuk menempuh keseluruhan dari proses desorbsi – pendinginan generator – sampai proses absorbsi kurang lebih 215 menit dengan tekanan tertinggi saat proses desorbsi 12,4 bar dapat dilihat pada Gambar 4.6b. diatas, kemudian data kedua (garis warna kuning) untuk melewati ketiga proses tersebut menempuh waktu kurang lebih 245 menit dengan tekanan tertinggi saat proses desorbsi 13,4 bar, data ketiga (garis warna hijau) menempuh waktu terlama dalam melewati tiga proses ini dengan waktu 285 menit dengan tekanan tertinggi saat proses desorbsi 12,7 bar, data keempat (garis warna biru) membutuhkan waktu selama 225 menit untuk melewati tiga proses ini dan tekanan ang dicapai saat proses desorbsi 13,1 bar, dan data kelima (garis warna merah) dan kondisi evaporator dikondisikan seperti semula mengembalikan air yang ikut terbawa uap dengan cara dijungkir dan hasilnya menempuh waktu yang hampir sama dengan kondisi awal sebelum alat di lakukan pengambilan data yaitu 245 selisih 30 menit dengan tekanan tertinggi saat desorbsi 12,5 bar.
Tabel 4.7. Hubungan temperatur evaporator (T3) terhadap waktu
Data hubungan temperatur evaporator (T3) terhadap Waktu
Tabel 4.7. Hubungan temperatur evaporator (T3) terhadap waktu (lanjutan)
Data hubungan temperatur evaporator (T3) terhadap waktu
No Waktu Suhu
Data 1 Data 2 Data 3 Data 4 Data 5
9 40 -5 -4 9 6
10 45 -5 3 11 9
11 50 -2 5
12 55 3 8
13 60 5 11
14 65 6
15 70 10
37
Gambar 4.7b. Grafik lama suhu -5oC pada evaporator (T3)
pendingin dan berapa pengaruh suhu didalam kotak dapat kita lihat pada grafik dbawah ini.
Tabel 4.8. Hubungan temperatur dinding (T5) terhadap waktu Data hubungan T5 ( temperatur dinding ) saat kran dibuka
No Waktu Temperatur dinding (°C)
39
Gambar 4.8b. Grafik suhu terendah dinding kotak (T5)
Pada Gambar 4.8a., dapat dilihat bahwa Data kedua (garis warna kuning) temperatur pendinginan pada dinding mencapai -5oC dapat dilihat pada Gambar 4.8b., dan waktu yang ditempuh cukup lama kurang lebih 30 menit sdangkan data pertama (garis warna hitam) temperatur terendah dinding adalah 6oC dan hanya bertahan selama 10menit, data ketiga (garis warna hijau) temperatur terendah dinding adalah -4oC bertahan selama 10menit, data keempat (garis warna biru) temperatur terendah dinding adalah 1oC bertahan selama 5menit, dan data kelima setelah evaporator dikuras (garis warna merah) temperatur terendah dinding adalah 1oC bertahan selama 5menit. Hal ini mempengaruhi juga udara didalam kotak pendingin, berapa besar pengaruh ke udara didalam kotak pendingin dapat dilihat dari tabel dan grafik data dibawah ini.
Tabel 4.9. Hubungan temperatur udara didalam kotak (T6) terhadap waktu Data hubungan temperatur udara dalam kotak (T6) terhadap waktu
No Waktu Temperatur udara (°C)
41
Gambar 4.9b. Grafik suhu terendah kotak pendingin (T6)
Pada Gambar 4.9a., dapat dilihat bahwa saat proses absorbsi dan udara didalam kotak ikut terpengaruh oleh suhu evaporator yang diletakkan didalam kotak, temperatur terendah yang dapat dicapai adalah data kedua (garis warna kuning) temperatur udara dalam kotak yang dicapai 4oC dapat dilihat pada gambar 4.9b., dengan waktu 15 menit, data pertama (garis warna hitam) temperatur terendah udara dalam kotak yang dicapai 13oC dengan waktu 5menit, data ketiga (garis warna hijau) temperatur terendah udara dalam kotak yang dicapai 5oC selam 5menit, data keempat (garis warna biru) temperatur terendah udara dalam kotak yang dicapai 11oC selama 5menit, dan data kelima setelah evaporator dikuras (garis warna merah) temperatur terendah udara dalam kotak yang dicapai 11oC selam 5menit hasil temperatur terendah sama dengan data keempat (garis warna biru) hanya proses perubahan suhu lebih cepat data kelima (garis warna merah) dibandingkan dengan data keempat (garis warna biru).
Gambar 4.10. Grafik Perbandingan COP rata-rata semua Data
43
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain:
1. Telah berhasil dibuat sistem pendingin absorbsi amonia-air dengan bahan yang ada di pasar lokal dan didukung kemampuan industri lokal. 2. Temperatur pendinginan terendah yang bisa tercatat adalah -5o C
dengan variasi massa air pada data kedua.
3. COP atau unjuk kerja terbaik yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 0,92, yaitu COP pada data pertama dan ketiga dengan variasi massa air. 4. Efek massa air dalam evaporator menimbulkan dampak merugikan pada
sistem desorbsi dan absorbsi pada sistem pendingin absorbsi amonia-air.
5.2 Saran
1. Proses pendinginan sistem absorbsi membutuhkan tekanan yang tinggi (20 bar) karena dari data yang sudah diambil tekanan tertinggi hanya sekitar (13 Bar). Untuk itu akan lebih baik apabila dibuat alat pendingin absorbsi yang tahan terhadap tekanan tinggi.
2. Perancangan pipa celup dan pipa uap dapat dioptimalkan untuk volume campuran amonia-air yang lebih banyak sehingga dapat menyerap kalor lebih banyak.
45
DAFTAR PUSTAKA
Grenier, Ph. 1983. Experimental Result on a 12 m3 Solar Powered Cold Store Using the Intermittent Zeolite 13x-Water Cycle. Solar World Congress,
Pergamon Press, pp. 353-358
Harianto, B. 2010. Pengaruh Kadar Amonia Pada Unjuk Kerja Alat Pendingin Absorbsi Amonia-Air, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma
Hinotani, K. 1983. Development of Solar Actuated Zeolite Refrigeration System. Solar World Congress, Pergamon Press, pp. 527-531
Kreussler, S. 1999. Experiments on Solar adsorption refrigeration Using Zeolite and Water. Germany: University of Applied Sciences, Laboratory for Solar
Energy
Pons, M. 1986. Design of solar powered solid adsorption ice-maker. ASME J. of Solar Engineering, 108, 327-337
Prastowo, A. S. P. 2010. Pendingin Absorbsi Amonia-Air Generator Horisontal Tercelup, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma
Ramos, M. 2003. Evaluation Of A Zeolite-Water Solar Adsorption Refrigerator. Sweden, Goteborg: ISES Solar World Congress
Zepei, Z. 1987. Testing of a Solar Powered Zeolite-Water Refrigeration, Bangkok: M. Eng. Thesis. AIT
Abimael Sony Yudhokusumo. 2011. Pendingin Absorbsi Amonia-air kapasitas 900cc Menggunakan pipa celup 17 cm. Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma
Paul Alexander Budi Gunawan. 2011. Pendingin Absorbsi Amonia-air dengan kapasitas 1300 cc menggunakan pipa celup 85 cm. Yogyakarta: Universitas
47
LAMPIRAN
Proses desorbsi
Manometer saat proses desorbsi
Proses pendinginan generator
49
Bunga es pada evaporator selama proses absorbsi