• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU MELALUI PENYELENGGARAAN SCHOOL BASED INSET PADA SD DABIN 1 UPT DINDIKPORA KECAMATAN BATUR SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 20142015 Abdul Wakhid, S.Ag

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU MELALUI PENYELENGGARAAN SCHOOL BASED INSET PADA SD DABIN 1 UPT DINDIKPORA KECAMATAN BATUR SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 20142015 Abdul Wakhid, S.Ag"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU MELALUI

PENYELENGGARAAN SCHOOL BASED INSET PADA SD DABIN 1

UPT DINDIKPORA KECAMATAN BATUR SEMESTER II

TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Abdul Wakhid, S.Ag

1) Pengawas sekolah Dabin I UPT Dindikpora Kecamatan Batur

Abstrak

Latar belakang masalah, masih rendahnya kualitas kompetensi guru, sehingga perlu ditingkatkan melalui model yang efektif dan efisien salah satunya menggunakan school based inset. Guru dapat mengeksplorasi kemampuan dirinya dalam memberikan materi di depan kelas, guru mempunyai visi yang lebih mengedepankan wawasan intelektual yang mengkaitkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Subyek penelitian adalah responden 16 guru di lingkungan Sekolah Dasar Dabin I UPT Dindikpora Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara. Penelitian dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran 2014/2015. Metode yang digunakan wawancara, observasi dan dokumentasi dengan 2 tahapan siklus.

Hasil penelitian pada tahap 1 terdapat temuan sebesar 56% guru dengan kategori kurang baik dalam menmpersiapkan bahan pembelajaran, model RPP yang dibuat, Aktivitas dalam belajar dan menyampaikan presentasi kurang maksimal. sehingga perlu ditingkatan melalui school based inset pada tahap ke-II yang menunjukan hasil signifikan sebesar 77% dengan implikasi dalam pembelajaran sebesar 80. School Based Inset menjadi instrumen yang sangat penting guna memajukan sistem pengajaran di kelas melalui wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih modern.

Kata kunci: profesionalisme guru dan school based inset

A.

PENDAHULUAN

Berhasilnya suatu tujuan pendidikan tergantung bagaimana proses belajar mengajar yang dialami oleh peserta didik seorang guru dituntut untuk teliti dalam memilih dan menerapkan metode mengajar yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Masalah yang timbul dalam proses belajar mengajar disebabkan kurang hubungan komunikasi antara guru dan peserta didik serta peserta didik dengan peserta didik yang lainnya sehingga proses interaksi menjadi vakum.

(2)

Tugas dan tanggung jawab utama seorang guru/pengajar adalah mengelola pengajaran dengan lebih efektif, dinamis, efisien, dan positif, yang ditandai dengan adanya kesadaran dan keterlibatan aktif di antara dua subjek pengajaran, guru sebagai penginisiatif awal, pengarah, pembimbing, sedang peserta didik sebagai yang mengalami dan terlibat aktif untuk memperoleh perubahan diri dalam pengajaran.

Pelaksanaan pembelajaran sering mengalami kendala seperti terjadinya perubahan kurikulum, perubahan ini sengaja diciptakan oleh atasan (Depdiknas) sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan atau pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, ataupun sebagai usaha untuk meningkatkan efisiensi dan sebagainya. Inovasi seperti ini dilakukan dan diterapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan dan bahkan memaksakan apa yang menurut pencipta itu baik untuk kepentingan bawahannya. Dan bawahan tidak punya otoritas untuk menolak pelaksanaannya.

Kendala-kendala lain yang mempengaruhi proses pembelajaran di dalam kelas antara lain adalah (1) perkiraan yang tidak tepat terhadap inovasi (2) konflik dan motivasi yang kurang sehat (3) lemahnya berbagai faktor penunjang sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya inovasi yang dihasilkan (4) keuangan (financial) yang tidak terpenuhi (5) penolakan dari sekelompok tertentu atas hasil inovasi, serta (6) kurang adanya hubungan sosial dan publikasi.

Berbagai problem dalam pelaksanaan pembelajaran diatas, mendorong peneliti untuk lebih meningkatkan keberhasilan belajar peserta didik diantaranya melalui upaya memperbaiki proses pengajaran. Hal ini juga didukung dari hasil pengamatan langsung dan informasi yang di terima oleh peneliti selaku pengawas TK/SD Daerah Binaan I UPT Dindikpora Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara bahwa sebagian guru belum memiliki kemampuan profesional dalam melaksanaan kegiatan belajar mengajar karena guru belum mampu menyusun agenda PBM yang baik yang sesuai dengan keadaan dan kondisi sekolah masing-masing. Atas dasar itulah, penelitian tindakan ini mengambil tema: Meningkatkan Profesionalisme Guru melalui School Based Inset Pada Sekolah Dasar Daerah Binaan I UPT Dindikpora Kecamatan Batur Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.

Berdasar pada pendahuluan diatas maka rumusan masalah penelitian tindakan sekolah ini adalah:

1. Bagaimana penyelenggaraan School Based Inset sebagai upaya peningkatan profesionalisme guru dalam KBM di Sekolah Dasar Daerah Binaan I UPT Dindikpora Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015?

(3)

Dindikpora Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015?

3. Apakah ada perbedaan yang signifikan pada penyelenggaraan School Based Inset untuk meningkatkan profesional guru dalam kegiatan belajar mengajar di Sekolah Dasar Daerah Binaan I UPT Dindikpora Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015?

Dengan memperhatikan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian tindakan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui penyelenggaraan School Based Inset sebagai upaya peningkatan profesionalme guru dalam kegiatan belajar mengajar di Sekolah Dasar Daerah Binaan I UPT Dindikpora Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.

b. Untuk mengetahui peranan School Based Inset sebagai upaya peningkatan prfesionalisme guru dalam kegiatan belajar mengajar Sekolah Dasar Daerah Binaan I UPT Dindikpora Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.

c. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan tentang profesinalisme guru kegiatan belajar mengajar terkait dengan menyelenggarakan School Based Inset di Sekolah Dasar Daerah Binaan I UPT Dindikpora Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.

B.

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

1. Belajar dan Mengajar

Belajar mengajar adalah interaksi atau hubungan timbal balik antara peserta didik dengan guru dan sesama peserta didik dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran tidak akan pernah terjadi jika tidak ada interaksi anatra guru dengan peserta didik atau sebaliknya. Pembelajaran interaksi mengandung unsur saling memberi dan menerima.

(4)

Dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah perubahan, yang mengandung makna terjadinya perubahan tingkah laku pada diri peserta didik baik yang nampak maupun yang tidak nampak berkat pengalaman dan latihan.

2. Komponen-komponen Pembelajaran

Pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan Pembelajaran yang telah dirumuskan. Komponen-komponen tersebut antara lain adalah tujuan Pembelajaran yang ingin dicapai, materi, metode, media, evaluasi, guru, peserta didik, administrasi, sarana dan prasarana (Sudaryo, 1990 : 5).

a. Tujuan Pembelajaran

Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran adalah suatu cita-cita yang bernilai normatif. Dalam tujuan terdapat sejumlah nilai yang harus ditanamkan kepada peserta didik. Nilai-nilai itu nantinya akan mewarnai cara peserta didik bersikap dan berbuat dalam lingkungan sosialnya baik di sekolah maupun di luar sekolah (Djamarah dan Zain, 2006 : 42).

b. Materi Pelajaran

Rohani (2004 : 167) mengatakan bahwa materi pelajaran dapat diperoleh dari sumber belajar, dimana penggunaan sumber belajar yang bervariatif memiliki banyak kegunaan bagi peserta didik diantaranya: Memotivasi belajar peserta didik, Pencapaian tujuan pembelajaran, Mendukung Program pembelajaran (aktivitas belajar), Membantu memecahkan masalah, Mendukung pengajaran presentasi (pembelajaran yang mengaktifkan peserta didik).

c. Metode Pembelajaran

Semakin baik suatu metode makin efektif pula dalam pencapaiannya. Akan Tetapi tidak ada satupun metode yang paling baik bagi semua macam pencapaian tujuan, karena dipengaruhi oleh berbagai faktor dan yang paling menentukan adalah tujuan pembelajaran yang akan dicapai Dalam menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan guru harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

(5)

d. Media Pembelajaran

Media pendidikan menurut Santoso S Hamidjojo dalam Rumamouk (1988:6) adalah media yang penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan dan isi pengajaran, dimaksudkan untuk mempertinggi mutu kegiatan belajar mengajar.

e. Evaluasi Pembelajaran

Usaha mencapai tujuan pendidikan perlu diketahui apakah usaha yang dilakukan sudah sesuai atau searah dengan tujuan? Jika ya, sudah sejauh mana ditempuh. Adakah faktor-faktor yang menghambat usaha itu serta bagaimana mengatasinya? Upaya itu bermuara kepada evaluasi. Evaluasi atau penilaian dalam pembelajaran mutlak harus dilakukan oleh guru, seperti yang dikemukakan oleh Rohani (2004: 168) bahwa penilaian merupakan bagian integral dari pembelajaran itu sendiri, yang tidak terpisahkan dalam penyusunan dan pelaksanaan pembelajaran.

f. Guru

Menurut Soetjipto dan Kosasi (2004 : 37) guru merupakan jabatan profesional yang harus memenuhi kualifikasi tertentu meliputi: intelektual, menguasai suatu disiplin ilmu khusus, memerlukan persiapan yang cukup lama, memerlukan latihan yang berkesinambungan, merupakan karier hidup dan keanggotaan yang permanen, menentukan baku perilaku, mementingkan layanan, mempunyai organisasi profesional dan mempunyai kode etik yang ditaati oleh anggotanya.

Pemberdayaan komponen-komponen yang ada dalam pembelajaran (bahan, media, metode, sarana prasarana, dan lain-lain) tidak akan berguna bagi terjadinya perolehan pengalaman belajar maksimal bagi murid jika tidak didukung oleh keberadaan guru yang professional, karena guru merupakan unsur manusiawi yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan (Bafadal, 2003: 4).

Jadi, diantara keseluruhan komponen pada sstem pembelajaran guru adalah komponen yang paling esensial dan menentukan kualitas pembelajaran. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (dalam Sukmadinata, 2005 :192-193) telah merumuskan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dan mengelompokkannya ke dalam 4 (empat) dimensi umum kemampuan, yaitu: Kemampuan Professional, Kemampuan Sosial, Kemampuan Personal, dan Kemampuan Pedagogik.

g. Peserta Didik

(6)

bersifat memanusiakan.Dan peserta didik merupakan suatu komponen masukan dalam sistem pendidikanyang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan. Oleh karena itu kondisi danperkembangan peserta didik jangan sampai terlupakan oleh guru.

h. Administrasi Pengajaran

Pengertian Administrasi adalah subsistem dari organisasi yang unsur- unsurnya terdiri dari unsur organisasi yaitu tujuan, orang-orang, sumber, dan waktu. Dalam konteks pendidikan administrasi pengajaran, meliputi: kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan khususnya dalam bidang pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah (Daryanto, 2005: 9).

i. Sarana dan Prasarana

Secara otimologis (arti kata) prasarana berarti alat tidak langsung untuk mencapai tujuan. Dalam pendidikan misalnya: lokasi/ tempat, bangunan sekolah, lapangan olahraga, dan sebagainya. Sarana merupakan alat langsung untuk mencapai tujuan pendidikan, misalnya: ruang, buku, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya. Ada juga perbedaan pandangan mengenai sarana yaitu keputusan menteri P dan K No. 079/ 1975, sarana pendidikan terdiri dari 3 (tiga) kelompok besar yaitu: (a) bangunan dan perabot sekolah, (b) alat pelajaran yang terdiri dari pembukuan dan alat-alat peraga dan laboratorium, (c) media pendidikan (Daryanto, 2005 : 51)

3. Konsep Dasar School Based Inset

Penataran di sekolah sebagai terjemahan dari bahasa Inggris School Based Inservice Educational Training. Inservice berasal dari kata serve. Serve adalah kata keja yang artinya melayani, serve menjadi inservice yang artinya peningkatan. Sedangkan penataran berasal dari kata “tatar”. Kata tatar berasal dari bahasa Jawa

yang artinya “tingkat”. Kata ini sudah lazim dipergunakan dalam bahasa Indonesia tanpa mengalami perubahan arti. Jadi secara harfiah “penataran“ dapat diartikan “peningkatan”. Pendapat umum menyatakan bahwa penataran adalah suatu

kegiatan dalam usaha untuk mengadakan peningkatan. Adapun Langkah-langkah Kegiatan School Based Inset dapat diuaraikan sebagai berikut:

a. Persiapan

1) Mengidentifikasi kebutuhan peserta

(7)

keharusan-keharusan yang diharapkan dari peserta untuk mendukung sistem yang berlaku dalam rangka untuk meningkatkan mutu kegiatan belajar mengajar menuju peningkatan kualitas pendidikan.

2) Pelaksanaan

Agara pelaksanaan penataran dapat berjalan dengan lancar, maka semua materi dan aspek kegiatan sudah terbagi habis oleh personil yang terkait. Sedangkan pelaksanaan penataran meliputi/mencakup kegiatan sebagai berikut :

a) Upacara pembukaan

Pelaksanaan penataran dimulai dengan upacara pembukaan yang materi acaranya telah disusun dalam persiapan sesuai dengan keadaan setempat.

b) Melakukan pemantauan antara lain terhadap : - Persiapan

- Ketetapan waktu dalam pelaksanaan - Hambatan-hambatan yang mungkin ada

- Ketetapan materi dengan metode pendekatan/serta resource yang disempurnakan. - Respon peserta dan suasana penataran.

c) Jurnal kegiatan

Untuk mengetahui sejauh mana program penataran sudah dilaksanakan, maka diadakan pemantauan terhadap jalannya penataran itu. Oleh karena itu diperlukan jurnal kegiatannya yang berisi catatan-catatan antara lain sebagai berikut:

- kegiatan yang telah dilaksanakan - kegiatan yang belum dilaksanakan - hambatan dalam kegiatan

- faktor pendukung dalam kegiatan

- dampak lain yang timbul selama melaksanakan kegiatan d) Evaluasi

Tes dilaksanakan untuk mengukur keberhasilan penatar dalam penataran. e) Upacara penutupan

Penataran berakhir dengan suatu upacara penutupan yang sudah diprogramkan. Diharapkan dan bagaimana efektifitas serta kualitas program penataran.

3) Evaluasi

Bahan yang dievaluasi berupa : 1. Data yang ada dalam jadwal kegiatan

2. Data lain yang dapat dipergunakan dengan cara menggunakan : - Kuesioner

- Pertanyaan terbuka (open ended item) - Check list

- Pernyataan benar salah 4) Tindak lanjut

(8)

tugas-tugas profesi mereka sekaligus membimbing mereka dalam penerapan tersebut.

4. Hipotesis Penelitian Tindakan

Hipotesis diartikan sebagai rumusan tidak pasti tentang suatu jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang perlu diuji kebenarannya (Sunaryo K, 1988: 25). Berdasarkan pengertian di atas, maka dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: "Terdapat Hubungan positif dan signifikan antara penyelenggaran School Based Inset terhadap Peningkatan profesionalisme Guru dalam mengajar di di Sekolah Dasar Daerah Binaan I UPT Dindikpora Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015.

C.

METODE PENELITIAN TINDAKAN

1. Jenis dan Subyek Penelitian Tindakan

Penelitian tindakan sekolah berjudul Penyelenggaraan School Based Inset

untuk meningkatkan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar Binaan, dilaksanakan di Dabin I UPT Dindikpora Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara, yang terdiri dari 8 SD dan 16 Guru, sebagai berikut:

Tabel 3.1 Subjek Penelitian

No Nama Guru (sampel responden) Nama Sekolah Keterangan 1. Warsih Subekti, S.Pd SDN 1 Batur

2. Wiyana, S.Pd SDN 1 Batur

(9)

2. Jadwal Kegiatan

Penelitian tindakan sekolah ini direncanakan dan akan dilaksanakan pada bulan Pebruari s/d April 2015 dengan time schedule sebagai berikut:

Tabel 3.2

Rencana Kegiatan Penelitian Tindakan Sekolah

No Rencana Kegiatan Pebruari Maret April

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Persiapan

Menyusun konsep pelaksanaan Menyepakati jadwal tugas Menyusun instrumen

Seminar Konsep Pelaksanaan 2 Pelaksanaan

Menyiapkan kelas Menyebarkan Angket Melakukan Wawancara Olah data

3 Penyusunan Laporan

Menyusun konsep laporan Seminar hasil penelitian Perbaikan hasil laporan

Penggandaan / pengiriman hasil

Catatan : Jadwal ini bisa saja berubah dari yang direncanakan, sesuai dengan situasi dan kondisi di lapangan.

3. Prosedur Penelitian

1.

Jenis Tindakan nyatanya adalah melatih dan membimbing guru-guru

dalam mengajar yang sesuai dengan kondisi dan situasi di kelas.

2.

Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah :

a.

Mendiskusikan masalah atau hambatan dalam melaksanakan

kegiatan belajar mengajar yang baik

b.

Penyampaian informasi dari peneliti tentang cara mengajar yang

(10)

4. Pelaksnaan Tindakan

a. Siklus I

1) Perencanaan Penelitian

Kegiatan penelitian tindakan dilaksanakan mulai 2 Pebruari s/d 30 April di SDN 6 Batur Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara. Pada Jam Sekolah yaitu dari jam 12.00 – 14.30 setiap pertemuan. Perencanaan penelitian ini meliputi :

1) Rapat koordinator antara pengawas, kepala sekolah, dan guru-guru Sekolah Dasar Daerah Binaan I UPT Dindikpora Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara

2) Penentuan jadwal dan subjek penelitian secara bersama-sama

3) Menyiapkan bahan bahan yang diperlukan dalam pengembangan wawasan edukatif dan informatif yang baik .

2) Pelaksanaan Penelitian

1)

Mendiskusikan tentang permasalahan dalam pengajaran yang

disesuaikan dengan kondisi kelas.

2)

Penyampaian informasi tentang cara mengajar yang inovatif

dan peka terhadap wawasan perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi serta memberikan contoh model pembelajaran

baik.

3)

Mengkaji contoh model pengajaran yang baik dalam

kelompok

Target yang diharapkan pada putaran I :

1) Pertemuan pada putaran I dihasilkan konsep ( format ) pengajaran yang baik yang sesuai dengan kararteristik masing masing bidang studi secara professional.

2) Dalam pertemuan tersebut tersusunnya rencana model pembelajaran yang inovatif guna menunjang kemampuan profesi guru.

3) Observasi dan Evaluasi

(11)

Adapun skala yang digunakan adalah skala Likert dengan lima katagori sikap yaitu : sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Penilaian dilakukan dengan memberikan skor pada kolom yang tersedia dengan ketentuan sebagai berikut: skor 5 = sangat tinggi, skor 4 = tinggi, skor 3 = sedang, skor 2 = rendah, dan skor 1 = sangat rendah. Sehingga skor maksimal adalad 4 x5 = 20. Untuk mendapatkan nilai digunakan rumus :

Jumlah skor perolehan NK = --- x 100

Jumlah skor maksimal

Setelah diperoleh nilai, maka nilai tersebut dikonversikan ke dalam bentuk kualitatif untuk memberikan komentar bagaimana kualitas sikap guru yang diamati dalam menyusun satujan pelajaran yang baik dengan kategori sebagai berikut :

Tabel 3.3 Tabel Kategori

No Skor Kategori Penyusunan 1 90 – 100 A (baik sekali) 2 80 – 89 B (baik) 3 65 – 79 C ( cukup baik ) 4 55 – 64 D ( kurang ) 5 0 – 54 E ( sangat kurang baik )

Sedangkan evaluasi dilakukan terhadap hasil penyusunan satuan pelajaran yang baik pada akhir pertemuan putaran pertama dengan menggunakan format evaluasi satuan pelajaran yang baik. Adapun aspek yang dinilai adalah (1) kelengkapan elemen dalam satuan pelajaran yang baik, (2) kejelasan tujuan pembelajaran yang baik, (3) ketepatan/kesesuaian program dengan tujuan satuan pelajaran yang baik, (4) kemanfaatan program, (5) strategi implementasi /pelaksanaan,

b. Siklus II 1) Perencanaan

(12)

Berdasarkan observasi dan refleksi pada putaran I dilakukan perbaikan terhadap strategi dan penyempurnaan pelaksanaan pengajaran di kelas. 2) Pelaksanaan

Pada prinsipnya langkah langkah pelaksanan tindakan pada putaran I diulang pada putaran II dengan modifikasi dengan pemberian konsepsi

School Based Inset dan perbaikan berdasarkan hasil refleksi pada putaran I . Kegiatan pada putaran II dengan mengikuti langkah langkah sebagai berikut :

1)

Mendiskusikan tentang permasalahan atau hambatan dalam

memulai pengajaran dengan mengulang pelajaran yang lalu

yang baik dibantu oleh guru kelas yang sudah berhasil

2)

Memberikan arahan tentang konsepsi

School Based Inset

guna

menunjang pengajaran yang lebih efektif.

3)

Melaksanakan

School Based Inset

sebagai bagian dari teknik

pengembangan diri sebagai guru secara profesional.

3) Observasi dan evaluasi

Observasi dilakukan oleh peneliti selaku pengawas sekolah di Sekolah Dasar Daerah Binaan I UPT Dindikpora Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara, saat guru mempraktekkan di depan kelas pada saat pertemuan putaran II, baik secara individu maupun kelompok. Pengamatan dilakukan terhadap sikap guru dalam mempresentasikan konsepsi School Based Inset ke dalam pengajaran yang baik dan dengan menggunakan format observasi yang digunakan pada putaran I. Sedangkan evaluasi dilakukan pada akhir pertemuan putaran II dengan menggunakan format penilaian yang sama dengan aspek pada putaran I. Cara melakukan penilaian terhadap hasil pengajaran yang baik yang disusun sama dengan pada putaran I.

4) Refleksi

Berdasarkan hasil observasi selama berlangsungnya kegiatan dan hasil evaluasi pada akhir pertemuan putaran dilakukan refleksi. Bila guru-guru di Sekolah Dasar Daerah Binaan I UPT Dindikpora Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara memperoleh skor dalam penilaian yang baik final sama atau lebih besar dari 65, maka guru-guru tersebut dinyatakan berhasil, jika kurang dari 65 dinyatakan gagal.

5. Metode Pengumpulan Data

(13)

a. Wawancara

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan kepada guru-guru Sekolah Dasar Daerah Binaan I UPT Dindikpora Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara. Wawancara yang dilakukan untuk mencari tahu kemampuan dan kendala yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran meliputi perencanaan dan pelaksanaan yaitu: perumusan indikator keberhasilan belajar, pemilihan materi pembelajaran, pengorganisasian materi pembelajaran, pemilihan sumber pembelajaran, skenario pembelajaran, penilaian, pra pembelajaran, membuka pembelajaran, kegiatan inti pembelajaran, dan penutup.

b. Observasi

Peneliti mengobservasi guru dalam kegiatan pembelajaran, sehingga dapat dilihat kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Di samping itu peneliti juga memperoleh data tentang keaktifan peserta didik, serta mengamati lingkungan di sekolah yang kondusif atau dapat mendukung pembelajaran baik dari situasi dan kondisi hingga sarana dan prasarana yang tersedia.

c. Dokumentasi

Peneliti mengambil foto aktifitas pembelajaran di kelas, ketersediaan buku-buku di perpustakaan, media yang digunakan guru, dan sarana prasarana yang digunakan. Hal tersebut berkaitan dengan kendala dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran.

d. Analisis Data

Data yang telah didapatkan kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus statistik deskriptif persentase, yaitu :

P = f/N x 100 % Keterangan :

P = angka persentase

f = frekuensi jawaban aktivitas guru N= jumlah aktivitas guru

(Anas Sudijono, 2001 : 40)

(14)

Tabel 3.4 Prosentase dan kategori aktivitas

No Persentase Kategori aktifitas

1 81 – 100 Baik sekali

2 61 – 80 Baik

3 41 – 60 Cukup

4 21 – 40 Kurang

5 0 – 20 Kurang sekali

D.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Dalam Kegiatan Penelitian Tindakan Sekolah ini dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang disusun dengan tahapan sebagai berikut;

a. Siklus I

Berdasarkan pengamatan awal oleh penulis sekaligus pengawas di Sekolah Dasar Daerah Binaan I UPT Dindikpora Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara sebagian besar guru-guru belum paham tentang pengajaran yang baik, hal ini disebabkan kurangnya informasi yang mereka dapatkan. Sementara ini semua guru menyelenggarakann PBM tidak menggunakan potensi dirinya yang baik serta kurang mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi pengajaran yang lebih up to date dan peka terhadap wawasan informasi global, guru-guru di Sekolah Dasar Daerah Binaan I UPT Dindikpora Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara hanya berdasarkan tekstual dan prosedural saja.

(15)

Tabel 4.1

Data Hasil Observasi ( putaran I )

No Resp Aspek Pengajaran S N P (%) Kategori

B M A P

1. R_1 3 2 3 3 11 20 55.0 Kurang baik

2. R_2 3 3 2 3 11 20 55.0 Kurang baik

3. R_3 2 3 3 3 11 20 55.0 Kurang baik

4. R_4 4 3 4 4 15 20 75.0 Cukup

5. R_5 2 3 2 2 9 20 45.0 Sangat

kurang baik

6. R_6 4 3 2 2 11 20 55.0 Kurang baik

7. R_7 2 2 3 2 9 20 45.0 Sangat

kurang baik

8. R_8 4 3 4 3 14 20 70.0 Cukup

9. R_9 3 3 3 3 12 20 60.0 Kurang baik

10. R_10 3 3 3 2 11 20 55.0 Kurang baik

11. R_11 2 3 2 2 9 20 45.0 Sangat

kurang baik

12. R_12 4 3 3 3 13 20 65.0 Cukup

13. R_13 4 2 2 3 11 20 55.0 Kurang baik

14. R_14 2 3 3 3 11 20 55.0 Kurang baik

15. R_15 3 3 3 2 11 20 55.0 Kurang baik

16. R_16 2 2 3 3 10 20 50.0

Jumla h

47.0 44.0 45.0 43.0 895.0

Rata-rata

2.9 2.8 2.8 2.7 56,0

Keterangan: B = Bahan , M = Model RPP,

(16)

54 54.5 55 55.5 56 56.5 57 57.5

Bahan

Model RPP

Aktivitas

Presentasi

untuk lebih jelasnya dapat disajikan dalam bentuk gambar berikut:

Gambar. 4.1 Hasil Observasi awal

Berdasarkan gambar 4.1 bahwa aspek model RPP sudah lebih baik jika dibandingkan aspek yang lain. Sedangkan hasil penelitian pada aspek pengajaran kurang baik, diperoleh dari hasil observasi dari putaran I ini, sikap guru dalam menyusun program pengajaran kurang menguasai materi yang akan diajarkan dengan rata-rata nilai 56. Sementara itu di sisi lain, Kepala sekolah sangat antusias memberikan semangat kepada guru-guru untuk menyusun program pengajaran serta konsepsi mengajar yang mengandalkan potensi diri sebagai guru secara profesional terutama dengan mengkaitkan perkembangan wawasan intelektual akademis serta mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi pengajaran di kelas.

Memperhatikan hasil pada putaran I peneliti melakukan refleksi terhadap hasil yang diperoleh. Hambatan-hambatan yang ditemukan pada sikus I seperti efektivitas penyampaian informasi-informasi tentang konsepsi

School Based Inset bersifat umum belum mencapai nilai maksimal dan hambatan tersebut disempurnakan dalam putaran II.

b. Siklus II

(17)

perkembangan ilmu dan teknologi secara baik melalaui konsepsi School Based Inset agar menjadi jelas dalam memberikan materi pelajaran di depan kelas.

Format pengajaran yang baik dan akan digunakan sesuai dengan format yang disepakati pada putaran I sehingga kegiatan selanjutnya adalah mempraktekkan pengajaran yang lebih inovatif dan berwawasan infomatif global di kelas serta mengembangkan model pembelajaran yang efektif melaui konsepsi School Based Inset yang bimbing oleh peneliti dan dibantu oleh kepala sekolah yang sudah mampu melakukan pengajaran yang lebih baik

Dari hasil observasi terhadap sikap guru pada putaran II ini banyak mengalami perubahan bahkan guru-guru lebih meningkatkan potensi dirinya sebagai guru profesional. Hasil observasi putaran II dapat disajikan sebagai berikut :

Tabel 4.2 : Data hasil observasi ( putaran II )

No Responden

Aspek Konsepsi School

Based Inset f N P (%) Kategori

W I T P

1. R_1 3 4 3 5 15 20 75 Baik

2. R_2 4 5 4 4 17 20 85 Sangat Baik

3. R_3 4 4 3 3 14 20 70 Baik

4. R_4 5 4 4 3 16 20 80 Baik

5. R_5 3 4 4 3 14 20 70 Baik

6. R_6 4 4 4 4 16 20 80 Baik

7. R_7 4 4 4 4 16 20 80 Baik

8. R_8 5 5 4 4 18 20 90 Sangat Baik

9. R_9 5 4 4 3 16 20 80 Baik

10. R_10 5 3 3 4 15 20 75 Baik

11. R_11 4 3 3 3 13 20 65 Baik

12. R_12 4 3 3 4 14 20 70 Baik

13. R_13 4 4 5 3 16 20 80 Baik

14. R_14 3 4 4 4 15 20 75 Baik

15. R_15 3 4 4 4 15 20 75 Baik

16. R_16 3 4 4 4 15 20 75 Baik

Jumlah 63.0 64.0 60.0 59.0 1230.0

Rata-rata 3.9 4.0 3.8 3.7 77

Keterangan:

(18)

2. Pembahasan

Dari Hasil penelitian terhadap kompentensi guru dalam melaksanakan tugas

mengajar di Sekolah Dasar Daerah Binaan I UPT Dindikpora Kecamatan Batur

Kabupaten Banjarnegara sangatlah menggembirakan artinya guru dalam

melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas, semakin menunjukkan hasil yang

diharapkan oleh peneliti sebesar 77% kategori baik. Guru dapat mengeksplorasi

kemampuan dirinya dalam memberikan materi di depan kelas, guru mempunyai

visi yang lebih mengedepankan wawasan intelektual yang mengkaitkan dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, guru memiliki kapasitas

menciptakan model-model pembelajaran yang lebih inovatif dan menggairahkan

kondisi kelas sehingga peserta didik secara otomatis termotivasi oleh teknik

pembelajaran yang baik dan benar, yang muara akhirnya adalah hasil prestasi

belajar peserta didik dapat meningkat. Hal ini juga tercatat dalam tabel berikut :

Tabel. 4.3

Analisis terhadap kompetensi guru dalam konsepsi School Based Inset

No. Implikasi konsepsi School Based Inset Frekwensi Rata-rata

Prosentase Rata-rata

1. Perencanaan dan Program Kerja Mengajar 85 80,80 2. Penyusunan Rencana Pembelajaran inovatif 83 81,06 3. Aplikasi pengajaran di kelas yang up to date 80 82,39 4. Efektifitas pembelajaran di kelas 80 87,58

Rata-rata 80,0

Data yang diperoleh dari hasil observasi pada putaran I

dan putaran II sikap guru dalam menerima konsepsi

School Based

Inset

dan mempraktekkan di kelas kategori baik, dengan rata-rata

nilai 80, guru-guru Sekolah Dasar Daerah Binaan I UPT Dindikpora

Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara sangat antusias menerima

konsepsi

School Based Inset

dan mempraktekkannya dengan baik .

Sedangkan dari hasil penilaian terhadap penilaian dalam

implementatif di kelas cukup baik .

(19)

untuk membedakan hasil sebelum dan sesudah diadakan

school based

inset

dapat kami rangkum dalam tabel berikut:

Tabel 4.4

Perbedaan Pengajaran Dalam konsepsi School Based Inset

Uji-t Observasi KBM Sebelum School Based Inset Sesudah School Based Inset

Mean 56.0 77.0

Sdt. Deviasi 7.48 8.77

N (jumlah responden) 16 16

Perbedaan hasil penelitian dapat disajikan dalam gambar berikut, untuk

menunjukan bahwa school based inset memberikan kontribusi positif

terhapa peningkatan profesionalisme guru.

Gambar 4.2

Perbedaan hasil penelitian

E.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa :

1. School Based Inset di Sekolah Dasar Daerah Binaan I UPT Dindikpora Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara menjadi instrumen yang sangat penting guna memajukan sistem pengajaran di kelas.

2. School Based Inset mempunyai peranan penting bagi upaya peningkatan profesional guru dalam kegiatan belajar mengajar, sebab menjadikan guru lebih maju, berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih modern.

0

20

40

60

80

Sebelum School Based Inset

Sesudah School Based Inset

(20)

3. Terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah diadakan

school based inset dengan rata-rata (mean) prosentase 56 dan 77, standar deviasi masing-masing 7.48 dan 8.77. sehingga dapat membuktikan bahwa school based inset dapat meningkatkan profesionalisme guru.

2. Saran

Dengan mengacu pada hasil penelitian bahwa School Based Inset sangat membantu guru dalam peningkatan profesionalnya dalam kegiatan belajar mengajar dan membantu Sekolah dalam pencapaian visi dan misi sekolah, maka disarankan pada sekolah lain untuk menyelenggarakan School Based Inset demi tercapai tujuan pendidikan nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Bafadal, I., 2003. Peningkatan Profesionalisme Guru: Dalam Kerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.

Danim, S., 1994. Media Komunikasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Daryanto, HM. 2005. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, S.B., 2000. Guru dan Anak Didik: Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta : Rineka Cipta.

Djamarah, S.B., dan Zain, A., 2006. Strategi Belajar Mengajar (Edis Revisi). Jakarta : Rineka Cipta.

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2007. Pedoman Penulisan Skripsi, Banda Aceh : FKIP Universitas Syiah Kuala.

Hamalik, O., 2004. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi.Jakarta: Bumi Aksara.

Nasution, S., 2004. Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Rohani, A., 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Rumamouk, D.B., 1988. Media Instruksional IPS. Jakarta : Depdikbud.

Sanjaya, W., 2006. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media.

Soedharto. 1997. Bahan Arahan.Semarang : Depdikbud Propinsi Jawa Tengah. Soekamto, dkk., 1994. Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran. Jakarta: PAU-Dirjen-Dikti-Depdiknas.

Sudaryo, dkk. 1990. Strategi Belajar Mengajar I. Wonosobo: Unnes Press.

Sudjana, N., dan Ibrahim. 2004. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Sudijono, A., 2008. Pengantar Statistika Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

(21)

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Yamin, M., 2005. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta : Gaung Persada.

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, “Strategi Belajar Mengajar”, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Hal. 173

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, “Strategi Belajar Mengajar”, (Jakarta:

Rineka Cipta, 2010), Hal. 174.

Kokom Komalasari, “Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi”,

(Bandung, Refika Aditama, 2013), Hal. 3

E. Mulyasa, “Menjadi Guru Profesional, cet. 10” (Bandung : PT Remaja Rosda

Karya, 2011). H.35-65

Suryosubroto, “Proses Belajar Mengajare Di Sekolah”, (Jakarta:PT Rineka Cipta,

1997) hlm: 6.

Ahmad Rohani, “Pengelolaan Pengajaran”, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010)

hlm:127Depdikbud, 2003 , Penataan di Sekolah, Surabaya, Depdikbud.

Depdikbud, 2001 Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar, Jakarta, Depdikbud.

Fred N. Kerlinger, 2003 , Behavior LL Resourdes.

Mujiran, Drs, 2001 , Permohonan Profesional Guru, Pengawas Dikmenum. Singarimbun, dkk, 2000 , Metode Penelitian Survai, Jakarta, LP3ES.

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3 Tabel Kategori
Tabel 3.4 Prosentase dan kategori aktivitas
+6

Referensi

Dokumen terkait

Performa Berahi Sapi PO Berbagai Umur yang Disinkronisasi Menggunakan Medroxy Progesterone Acetate di Satker Kendal.. JURNAL PETERNAKAN INDONESIA INDONESIAN JOURNAL OF

(Saya nikah sama istri insyaallah kalau tidak salah usia pernikahan saya 7 tahun setelah itu melakukan pengulangan akad nikah lagi, masa pernikahan saya sama istri sering

memperoleh pembelajaran melalui Scaffolding , dengan siswa kelas kontrol yang memperleh pembelajaran langsung. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Untuk Pretest. Data

Apabila dalam waktu tersebut perusahaan Saudara tidak hadir dalam pembuktian kualifikasi dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka perusahaan Saudara

Berdasarkan masukan dari Tim penguji pada sidang kelayakan Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (LP3A) yang telah dilaksanakan (seperti terlampir

Keadilan distributif dan prosedural dapat mempengaruhi keterikatan karyawan, ketika karyawan memiliki persepsi yang positif terhadap keadilan dalam organisasi maka

Riwayat nyeri yang sebelumnya terjadi pada pasien akan.. mempengaruhi kepekaan nyeri yang sekarang

Penerapan Konseling Behavioristik untuk Mengatasi Perilaku Bullying pada Siswa Kelas V SD 5 Karangbener Tahun Pelajaran 2012/2013.. Kudus: Universitas