• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. The American Marketing Association dalam Kotler (2002:275) menyatakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. The American Marketing Association dalam Kotler (2002:275) menyatakan"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Merek

The American Marketing Association dalam Kotler (2002:275) menyatakan bahwa brand adalah suatu nama, istilah, simbol, atau desain (rancangan), atau kombinasinya yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang-barang yang dihasilkan oleh pesaing. Dalam dunia usaha, merek merupakan persepsi atau emosi yang dipertahankan dan dipelihara oleh para pembeli atau calon pembeli yang melukiskan pengalaman yang berhubungan dengan persoalan menjalankan bisnis-bisnis bersama sebuah organisasi atau memakai produk atau jasa-jasanya dalamMc Nally (2002)

Keegan et al. dalam Erna (2008:137) menyatakan bahwa merek adalah sejumlah citra dan pengalaman dalam benak konsumen yang mengkomunikasikan manfaat yang dijanjikan produk yang diproduksi oleh perusahaan tertentu.

Berdasarkan Undang-undang No.15 pasal 1 ayat 1 Tahun 2001, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

(2)

Giribaldi dalam Soehadi (2005:115), mendefinisikan merek sebagai kombinasi dari atribut-atribut, yang dikomunikasikan melalui nama atau simbol, yang dapat mempengaruhi proses pemilihan suatu produk atau layanan dibenak konsumen.

Stanton dalam Rangkuti (2004:76), mengemukakan merek sebagai nama, istilah, simbol atau desain khusus atau beberapa kombinasi unsur-unsur ini yang dirancang untuk mengidentifikasikan barang atau jasa yang ditawarkan oleh penjual.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai dua unsur, yaitu brand name yang terdiri dari huruf-huruf atau kata-kata yang dapat terbaca, serta brand mark yang berbentuk simbol, desain atau warna tertentu yang spesifik. Kedua unsur dari sebuah merek, selain berguna untuk membedakan satu produk dari produk pesaingnya juga berguna untuk mempermudah konsumen untuk mengenali dan mengidentifikasi barang atau jasa yang hendak dibeli. Dengan demikian, merek tersebut meliputi:

1. Nama merek harus menunjukkan manfaat dan mutu produk tersebut. 2. Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal, dan diingat.

3. Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik dan khas. 4. Nama merek harus mudah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa asing. 5. Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan mendapat

perlindungan hukum.

Pemberian nama atau merek pada suatu produk hendaknya tidak hanya merupakan suatu simbol, karena merek memiliki enam tingkat pengertian, yaitu: 1. Atribut : Merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu.

(3)

2. Manfaat : Suatu merek lebih dari serangkaian atribut, pelanggan tidak membeli atribut tetapi merka membeli manfaat.

3. Nilai : Merek menyatakan sesuatu tentang nilai produk, nilai produsen atau pemegang merek, dan nilai pelanggan.

4. Budaya : Merek berperan mewakili budaya tertentu. 5. Kepribadian : Merek mencerminkan kepribadian tertentu.

6. Pemakai : Merek dapat menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut.

The American Marketing Association dalam Kotler (2002:277) membedakan merek menjadi empat pengertian :

1. Brand name (nama merek) merupakan bagian dari merek yang terdiri atas kata-kata, huruf, dan atau angka yang dapat diucapkan, seperti ; Sony, Panasonic dan Pepsodent.

2. Brand mark (tanda merek) merupakan bagian dari merek yang dinyatakan dalam bentuk simbol, desain, warna, atau huruf tertentu untuk member identitas pada suatu produk atau untuk membedakan suatu produk dengan produk lain. Lambang sayap pada Honda, dan desain mata pada produk

Dagadu adalah contoh-contoh brand mark.

3. Trade mark (tanda merek dagang) adalah merek yang dilindungi oleh undang-undang karena sudah didaftarkan pada pemerintah dan perusahaan mempunyai hak tunggal untuk menggunakannya. Jadi trade mark terdiri atas

(4)

kata-kata, huruf atau angka-angka yang dapat diucapkan, termasuk juga brand mark.

4. Copyright (hak cipta) merupakan hak istemewa yang dilindungi oleh undang-undang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis, karya musik atau karya seni.

2.1.2 Manfaat Merek

Penggunaan merek memberikan manfaat bagi pembeli, seperti : 1. Mempermudah pembeli dalam mengenal barang yang diinginkan. 2. Pembeli dapat mengandalkan keseragaman kualitas barang-barang yang

bermerek.

3. Melindungi konsumen, karena melalui merek barang dapat diketahui perusahaan yang membuatnya.

4. Barang-barang yang bermerek cenderung untuk ditingkatkan kualitasnya, karena perusahaan yang memiliki merek tersebut akan berusaha mempertahankan dan meningkatkan nama baik mereknya.

Beberapa manfaat yang diperoleh distributor atas penggunaan merek antara lain :

1. Memudahkan penanganan produk. 2. Mengidentifikasi pendistribusian produk.

3. Meminta produksi agar berada pada standar mutu tertentu. 4. Meningkatkan pilihan para pembeli.

(5)

Penggunaan merek juga memberikan beberapa manfaat bagi penjual, diantaranya:

1. Nama merek lebih memudahkan penjual memproses pesanan dan menelusuri masalah.

2. Nama merek dan tanda merek penjual memberikan perlindungan hukum atas ciri-ciri produk yang unik.

3. Penggunaan merek memberikan kesempatan kepada penjual untuk menarik pelanggan-pelanggan yang setia dan memberikan keuntungan.

4. Penggunaan merek membantu penjual melakukan segmentasi pasar.

5. Merek yang kuat membantu membangun citra perusahaan, yang dapat mempermudah perusahaan dalam meluncurkan merek-merek baru dan diterima oleh distributor dan konsumen.

Merek menawarkan dua jenis manfaat lain (Aaker & Joachimstahler dalam Erna, 2008:139), yaitu:

1. Manfaat fungsional, yang mengacu pada kemampuan produk yang ditawarkan.

2. Manfaat emosional adalah kemampuan merek untuk membuat penggunanya merasakan sesuatu selama proses pembelian atau selama konsumsi.

Menurut Heggelson & Suphelen dalam Erna (2008:139), manfaat lain yang ditawarkan merek kepada konsumen adalah manfaat simbolis. Manfaat simbolis mengacu pada dampak psikologi yang akan diperoleh konsumen ketika ia

(6)

menggunakan merek tersebut artinya merek tersebut akan mengkomunikasikan siapa dan apa konsumen pada konsumen lain.

Sumber: Erna (2008:139)

Gambar 2.1: Manfaat Produk dan Pilihan Konsumen 2.1.3 Elemen Merek

Elemen-elemen utama dari merek terdiri atas beberapa hal sebagai berikut. 1. Nama Merek

Nama merek adalah hal mendasar yang menggambarkan tema sentral atau asosiasi kunci suatu produk dalam suatu penyajian iklan yang sederhana maupun yang lebih kompleks.

2. Logo dan Simbol

Logo dan simbol merupakan kesatuan yang dapat mewakili desin produk, yakni mengenai baik atau buruknya desai tersebut dalam pemikiran konvensional pasar pada saat tertentu.

Manfaat Fungsional Harga Manfaat Simbolis Manfaat Emosional Merek Pilihan Konsumen

(7)

3. Karakter

Manfaat karakter adalah bahwa produk tersebut mendapat citra (image) dan dapat digunakan untuk membuat suatu kesadaran merek para konsumen.

4. Slogan

Slogan merupakan suatu rangkaian kalimat pendek yang bertujuan untuk mengkomunikasikan informasi tentang suatu merek.

5. Jingles

Jingles merupakan suatu pesan musikal yang ditulis dalam cakupan merek tersebut.

6. Kemasan

Kemasan merupakan suatu hal yang pertama kali dilihat oleh konsumen dalam memilih suatu merek pada produk.

2.1.4 Analisis Strategi Merek

Analisis strategi merek akan membantu memahami kebutuhan dan keinginan konsumen, pesaing, dan merek itu sendiri (termasuk perusahaan/organisasi pemegang merek tersebut).

1. Analisis Pelanggan

Analisis pelanggan dilakukan untuk dapat memahami apa yang diinginkan oleh konsumen dan bukan hanya keinginan eksplisit tetapi konteks dibalik itu, sampai pada apa yang berada di balik tindakan pelanggan.

(8)

2. Analisis Pesaing

Analisis pesaing, yakni mengamati perilaku pesaing protensial (real-time competitior) untuk memastikan bahwa strategi yang dipilih dapat membedakan merek dan program komunikasi yang dapat dipisahkan atau dipilah-pilah dari setiap persaingan yang dihadapi pada setiap segmen pasar tertentu dengan cara tertentu pula.

3. Analisis Diri Sendiri

Analisis diri sendiri dapat mengidentifikasi apakah merek tersebut memiliki sumber daya, kemampuan, dan keinginan untuk menyampaikan pesan yang terkandung dalam suatu produk atau merek tertentu.

2.1.5 Perubahan Merek (Rebranding)

Perubahan merek (rebranding) perusahaan (corporate rebranding) bertujuan untuk membentuk citra (image) dan atau merefleksikan perubahan identitas. Kata rebranding itu sendiri dapat diartikan secara etimologis, yang merupakan kombinasi kata yaitu re dan brand. Re berarti kembali sedangkan brand berarti merek, jadi jika diartikan berdasarkan asal katanya rebranding memilki arti pemberian nama merek kembali. Rebranding mengindikasikan adanya tujuan penghapusan pernyataan atas sesuatu yang sebelumnya, misalnya penghapusan citra atau reputasi yang terbentuk sebelumnya. Dorongan atas rebranding adalah untuk mengirimkan sinyal kepada pasar, mengkomunikasikan kepada pemegang modal (stakeholder) bahwa sesuatu mengenai organisasi telah berubah (Stuart dan Muzellec).

(9)

Rebranding merupakan upaya yang dilakukan oleh perusahaan atau lembaga untuk mengubah total atau memperbaharui sebuah brand yang telah ada agar menjadi lebih baik, dengan tidak mengabaikan tujuan awal dari perusahaan tersebut. Melakukan rebranding membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Excelcomindo misalnya, membutuhkan sekitar satu milyar rupiah untuk proses rebranding yang dijalankan. Melakukan rebranding berarti melakukan perubahan dalam berbagai hal yang bersangkutan dengan brand tersebut, misalnya perusahaan harus mengganti brand yang ada di kendaraan perusahaan, seragam pegawai, atau bangunan perusahaan.

Menurut Wasesa (2005), rebranding sebagai sebuah perubahan merek, seringkali identik dengan perubahan brand ataupun lambang sebuah merek. Dalam masyarakat di mana kesan visual lebih ditekankan, maka perubahan visual akan menjadi salah satu pertanda utama terjadinya sebuah perubahan dalam merek. Rebranding sebetulnya lebih dekat pada perubahan nilai sebuah merek. Dengan kata lain, ketika melakukan rebranding maka yang berubah adalah nilai-nilai dalam merek itu sendiri. Rebranding adalah sebuah alat, yaitu sebagai salah satu alat manajemen untuk melakukan revitalisasi nilai-nilai perusahaan.

Rebranding dapat juga diartikan sebagai suatu proses pemberian nama brand baru atau identitas baru pada produk atau jasa yang sudah mapan tanpa perubahan berarti dari manfaat yang ditawarkan oleh produk. Proses rebranding dapat dilakukan pada suatu produk baru atau pada produk yang sudah mapan. Proses rebranding

(10)

menunjukkan perubahan yang nyata pada bentuk logo, nama merek, dan slogan. Dari tiga tipe perubahan tersebut memungkinkan permutasi, sebagai berikut :

1. Perubahan nama dan logo.

2. Perubahan nama, logo dan slogan. 3. Perubahan logo saja.

4. Perubahan slogan dan logo. 5. Perubahan slogan saja.

Proses rebranding terdiri atas dua tipe, tipe pertama adalah apabila dalam proses rebranding terjadi penggantian merek yang sudah mapan dengan merek yang baru seperti Cellular One menjadi Cingular Wireless dan National menjadi Panasonic, sedangkan tipe kedua adalah apabila dalam proses rebranding terjadi suatu modifikasi dari merek yang sudah mapan seperti Coco Krispies menjadi Coco Pops dan produk minuman Nestle Quik menjadi Nesquik. Bentuk lain dari proses rebranding adalah segmentasi pasar dan diferensiasi produk. Segmentasi pasar dan diferensiasi produk termasuk dalam proses rebranding karena kedua kegiatan tersebut menunjukkan tindakan yang berbeda pada setiap wilayah. Segmentasi pasar dan diferensiasi produk berbeda dari proses rebranding yang lain karena kedua kegiatan tersebut tidak melakukan perubahan terhadap brand image asli merek produk (www.Wikipedia.org).

(11)

2.1.6 Proses Perubahan Merek 2.1.6.1 Faktor Perubahan Merek

Hal ini berhubungan dengan latar belakang perusahaan yang ingin melakukan adaptasi agar lebih eksis terhadap perubahan lingkungan bisnis atau untuk meningkatkan daya saing dalam era kompetitif. Beberapa hal yang biasanya menjadi dasar perubahan di antaranya:

a. Pergantian pemimpin, seringkali pergantian pemimpin juga diikuti dengan proses rebranding sebagai bentuk pemberitahuan pada publik internal dan eksternal akan adanya kepemimpinan yang baru dalam perusahaan.

b. Krisis image, image sebagai bentuk persepsi eksternal terhadap aktivitas yang dijalankan oleh perusahaan seringkali harus diubah karena adanya krisis yang dihadapi oleh perusahaan. Kasus korupsi 1,7 triliun yang dihadapi oleh BNI pada akhir tahun 2004 membuat pihak manajemen merasa perlu melakukan rebranding sebagai upaya untuk menunjukkan kepada publik bahwa pihak manajemen telah melakukan perubahan dan lebih profesional dalam melayani publik.

c. Kejenuhan pasar, ada saat di mana pasar merasa jenuh dengan brand image yang diusung sebuah produk atau perusahaan yang berdampak pada menurunnya penjualan. Oleh karena itu, perusahaan perlu melakukan penyegaran dengan melakukan rebranding.

d. Visi baru perusahaan, adanya keinginan untuk memunculkan satu nilai bersama dari beragam unit bisnis akan melahirkan sebuah visi baru. MedcoEnergi misalnya, dengan beragam unit bisnis yang dimiliki dan beragam identitas visual

(12)

serta sikap, merasa perlu memunculkan kesamaan sikap dan rasa kebersamaan yang berdampak pada perlunya rebranding. Di tahap awal prosesnya rebranding MedcoEnergi berhubungan dengan perubahan dan penyatuan identitas visual, penyeragaman sistem penamaan unit bisnis dan penyamaan common values (tata nilai bersama).

2.1.6.2 Proses Perubahan Merek

Pada tahapan ini sesungguhnya dikembangkan rencana strategic dari rebranding perusahaan berdasarkan pada latar belakang. Bagaimana persepsi publik terhadap brand perusahaan perlu diketahui terlebih dahulu agar tujuan dari rebranding menjadi lebih terukur. Hermawan Kertajaya (2005) menekankan perlunya dipertimbangkan segitiga positioning differentiation brand yang bisa digunakan baik untuk sebuah brand produk baru maupun dalam konteks repositioning dan rebranding. Strategic repositioning dan rebranding dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan bottom up value dan experiencing model. Ketika rencana sudah disusun, maka hal yang perlu diperhatikan adalah:

a. Sosialisasi rencana rebranding, di mana tidak hanya melibatkan publik internal tapi juga perlu dilibatkan publik eksternal seperti konsumen maupun media sehingga publik internal dan eksternal merasa bangga menjadi bagian dari perubahan yang dilakukan oleh perusahaan.

b. Internalisasi nilai-nilai rebranding, proses rebranding yang dilakukan menjadi sia-sia jika tidak ada perubahan baik pada tingkat karyawan maupun manajemen. Hal yang perlu dilakukan misalnya adalah berupaya meyakinkan nilai-nilai baru

(13)

kepada karyawan. Pemahaman ini akan lebih berhasil jika karyawan juga dilibatkan dalam proses pembentukan rebranding dari awal karena karyawan akan merasa ikut memiliki terhadap brand perusahaan dan tidak merasa dipaksa. Internalisasi rebranding yang dilakukan MedcoEnergi, misalnya ditujukan untuk menumbuhkan kebersamaan antara unit-unit usaha di bidang energi agar lebih saling peduli, lebih terbuka, saling mendukung, penciptaan suana kerja yang lebih kondusif dan adanya knowledge sharing (transfer pengetahuan) yang lebih aktif. c. Eksternalisasi nilai-nilai rebranding, kalau internalisasi nilai-nilai perubahan yang

dilakukan sudah bisa diterima dengan baik oleh karyawan dan pihak manajemen dengan baik, maka hal ini diharapkan akan menjadi sebuah kekuatan internal untuk kemudian mendukung proses eksternalisasi repositioning dan rebranding yang dijalankan. Konsumen dan publik eksternal lainnya perlu diberikan pemahaman bahwa rebranding yang dilakukan tidak semata perubahan visual, packaging atau pergantian pimpinan perusahaan.

2.1.6.3 Hasil Perubahan Merek

Implementasi dari proses rebranding yang dijalankan oleh perusahaan biasanya berhubungan dengan tiga hal berikut:

a. Perubahan logo, karena logo lama dianggap sudah ketinggalan jaman atau terjadi kesalahan asosiasi brand. Apa yang dialami oleh PT Excelcomindo di mana pelanggan lebih mengasosiasikan product brand Pro XL dengan company brand PT Excelcomindo dikarenakan pihak manajemen terlalu menonjolkan product brand, sehingga pelanggan lebih mengetahui product brand dari pada company

(14)

brand dan menganggap product brand sebagai company brand. Logo baru diharapkan bisa mengubah asosiasi yang keliru terhadap product brand dan company brand.

b. Refreshment logo, pada prinsipnya tidak ada perubahan logo, tapi lebih dimaksudkan untuk menyegarkan product brand atau company brand di benak pelanggan agar tetap menjadi top of mind. Di kalangan karyawan sendiri diharapkan adanya kegairahan atau motivasi dalam bekerja sebagai wujud komitmen refreshment logo yang dilakukan. Positioning perusahaan perlu ditegaskan kepada karyawan agar dampak dari refreshment yang dilakukan bisa dirasakan oleh seluruh anggota perusahaan yang akan berimbas pada aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dan akan dipersepsi oleh publik perusahaan. c. Perubahan visi, visi perusahaan yang baru diharapkan akan lebih mampu

beradaptasi terhadap lingkungan bisnis yang secara konstan akan terus berubah. Indikator seperti perkembangan teknologi dan liberalisasi perdagangan harus dicermati agar perusahaan dapat senantiasa beradaptasi dengan baik. Rebranding perusahaan dalam menyikapi perubahan ini seringkali akan berimbas pada lahirnya visi perusahaan yang baru.

2.1.7 Loyalitas Merek

Loyalitas merek (brand loyalty) merupakan suatu indikator yang dapat menggambarkan peluang pelanggan untuk beralih ke merek lain, terutama jika pada merek tersebut terdapat suatu perubahan, baik mengenai harga ataupun atribut lain (Kismono, 2001). Pelanggan yang memiliki tingkat brand loyalty tinggi akan

(15)

melakukan pembelian ulang terhadap suatu merek produk. Pembelian ulang ini memperlihatkan tingkat kepuasaan yang dirasakan oleh konsumen atas suatu merek produk. Dengan adanya pembelian ulang, produsen menperoleh keuntungan berupa peningkatan penjualan produknya. Brand loyalty dapat memberikan beberapa keuntungan bagi perusahaan,

diantaranya :

1. Reduced marketing cost (mengurangi biaya pemasaran) Brand loyalty yang tinggi pada pelanggan akan mengurangi biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh perusahaan, karena biaya dalam mempertahankan pelanggan lebih rendah jika dibandingkan denganmenarik pelanggan baru.

2. Trade leverage (meningkatkan perdagangan) Loyalitas pelanggan yang kuat terhadap suatu merek akan meningkatkan perdagangan, karena terdapat kecenderungan kesulitan untuk beralih kemerek lain pada diri pelanggan.

3. Attracting new customer (menarik minat pelanggan baru) Dengan banyaknya pelanggan yang loyal terhadap suatu merek akan menyebabkan perasaan yakin bagi calon pelanggan baru untukmenggunakan merek tersebut, sehingga muncul pelanggan baru yangmerupakan orang-orang terdekat dari pelanggan yang loyal.

4. Provide time to respond to competitive threats (memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan). Dengan adanya pelanggan yang loyal, maka jika salah satu pesaing mengembangkan produk baru yang unggul, pelanggan yang loyal akan memberikan waktu kepada perusahaan untuk memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikannya.

(16)

Committed Buyer Liking the Brand Satisfied Buyer Habitual Buyer

Switcher

Sumber : Durianto (2004)

Gambar 2.2 : Piramida Brand Loyalty

Piramida brand loyalty menggambarkan tingkatan brand loyalty pelanggan yang terdiri dari (Durianto, dkk, 2004) :

1. Switcher

Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar, karena mereka memiliki kecenderungan yang tinggi untuk beralih ke merek lain yang mereka anggap memadai. Pelanggan yang berada pada tingkat ini cenderung untuk membeli suatu produk karena harganya yang murah.

2. Habitual buyer

Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikategorikan sebagai pelanggan yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya. Pelanggan pada tingkat ini tidak akan beralih ke merek lain jika peralihan tersebut memerlukan berbagai

(17)

pengorbanan. Dengan kata lain, pelanggan yang berada pada tingkat ini melakukan pembelian didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini.

3. Satisfied buyer

Pelanggan yang berada pada tingkatan loyalitas ini merupakan pelanggan yang puas terhadap suatu merek, namun masih memiliki kemungkinan untuk beralih ke merek lain dengan pengorbanan tertentu.

4. Likes the brand

Pelanggan yang berada pada tingkatan loyalitas ini merupakan pelanggan yang sungguh-sungguh menyukai merek tertentu karena rangkaian pengalaman yang dialami dalam penggunaan sebelumnya ataupun asosiasi yang terkait pada merek tersebut.

5. Comitted buyer

Pada tingkatan ini, pelanggan merupakan pelanggan yang setia yang memiliki kebanggaan sebagai pengguna suatu merek sehingga mereka mengaktualisasikan loyalitasnya dengan merekomendasikan merek tersebut ke pihak lain.

2.1.8 Perilaku Konsumen

Menurut Nugroho (2003:3), perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.

The American Marketing Association dalam Nugroho (2003:3) mendefinisikan perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi dan

(18)

kognisi, perilaku, dan lingkungannya di mana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen Kotler dalam Nugroho (2003:11) adalah:

1. Faktor Kebudayaan

Faktor kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Bila makhluk-makhluk lainnya bertindak berdasarkan naluri, maka perilaku manusia umumnya dipelajari. Seorang anak yang sedang tumbuh mendapat seperangkat nilai, persepsi, preferensi, dan perilaku melalui suatu proses sosialisasi yang melibatkan keluarga dari lembaga sosial lainnya. 2. Faktor Sosial

Faktor sosial yang terdiri atas sekelompok referensi yaitu seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seeorang, keluarga, ataupun peran dan status yaitu posisi seseorang dalam setiap kelompok. Faktor sosial ini turut member pengaruh dalam membentuk perilaku seseorang.

3. Faktor Pribadi

Faktor pribadi terdiri dari umur dan tahapan dalam siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian, dan konsep diri. Konsumsi seseorang dibentuk oleh umur dan tahapan siklus hidup keluarga dan juga pekerjaan.

(19)

4. Faktor Psikologis

Faktor Psikologis terdiri atas motivasi, persepsi, proses belajar, serta kepercayaan dan sikap. Motivasi merupakan dorongan yang timbul dari suatu keadaan psikologis tertentu, seperti rasa lapar, rasa haus, dan rasa tidak nyaman.

2.1.9 Loyalitas Konsumen

Menurut Tjiptono (2002) terciptanya kepuasan dapat memberikan beberapa manfaat diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggan menjadi harmonis, menjadi dasar bagi pembelian ulang dan menciptakan loyalitas pelanggan serta rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan perusahaan.

Menurut Kotler (2003:140) hubungan antara kepuasan dan loyalitas adalah saat dimana konsumen mencapai tingkat kepuasan tertinggi yang menimbulkan ikatan emosi yang kuat dan komitmen jangka panjang dengan merek perusahaan.

Griffin (2005) berpendapat bahwa seorang pelanggan dikatakan setia atau loyal apabila pelanggan tersebut menunjukkan perilaku pembelian secara teratur atau terdapat suatu kondisi dimana mewajibkan pelanggan membeli paling sedikit dua kali dalam selang waktu tertentu. Upaya memberikan kepuasan pelanggan dilakukan untuk mempengaruhi sikap pelanggan, sedangkan konsep loyalitas pelanggan lebih berkaitan dengan perilaku pelanggan daripada sikap dari pelanggan.

Loyalitas konsumen menurut Dick & Basu dalam Husein Umar (2003:16) didefinisikan sebagai komitmen konsumen terhadap suatu merek dan pemasok, berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang

(20)

konsisten. Definisi ini mencakup dua hal penting, yaitu loyalitas sebagai perilaku dan loyalitas sebagai sikap. Kombinasi kedua komponen akan menghasilkan empat situasi kemungkinan, seperti gambar berikut:

Kuat Lemah

Sikap Rendah

Tinggi

Sumber: Husein Umar (2003:16)

Gambar 2.3 : Perilaku Pembelian Ulang

Rendah Tinggi

Kepuasan Rendah Tinggi

Sumber : Husein Umar (2003:16)

Gambar 2.4 : Loyalitas

Menurut Schnaars dalam Husein Umar (2003:16) untuk mengkaitkan antara tingkat kepuasaan dan tingkat loyalitas akan dihasilkan empat alternatif situasi, yaitu failures, forced loyalty, defectors, dan successes.

Loyalty Latent Loyalty Spurious Loyalty No Loyalty

Failures Forced Loyalty

(21)

1. Failures, dicirikan dengan kondisi tidak puas dan tidak loyal.

2. Forced Loyalty, dicirikan dengan kondisi tidak puas, namun ada perasaan terikat pada program promosi yang dicanangkan perusahaan sehingga tetap menjadi loyal.

2. Defectors, dicirikan sebagai tingkat kepuasan yang tinggi, tetapi merasa tidak harus terikat dengan produk tersebut.

3. Successes, dicirikan sebagai konsumen yang merasa puas dan paling mungkiun untuk memberikan word or mouth yang positif.

Oliver mendefinisikan loyalitas konsumen dengan suatu keadaan dimana terdapat komitmen yang kuat dalam pembelian ulang dan penggunaan kembali barang dan jasa perusahaan. Tingkat loyalitas konsumen terdiri dari empat tahap :

1. Loyalitas Kognitif

Tahap dimana pengetahuan langsung maupun tidak langsung konsumen akan merek, manfaat dan dilanjutkan kepembelian berdasarkan keyakinan akan superioritas yang ditawarkan. Dasar kesetiaan adalah informasi tentang produk atau jasa yang tersedia bagi konsumen.

2. Loyalitas Afektif

Sikap favorable konsumen terhadap merek merupakan hasil dari konfirmasi yang berulang dari harapannya selama tahap cognitively loyalty berlangsung. Dasar

(22)

kesetiaan konsumen adalah sikap dan komitmen terhadap produk dan jasa, sehingga telah terbentuk suatu hubungan yang lebih mendalam antara konsumen dengan penyedia produk atau jasa dibandingkan pada tahap sebelumnya.

3. Loyalitas Konatif

Intensi membeli ulang sangat kuat dan memiliki keterlibatan tinggi yang merupakan dorongan motivasi.

4. Loyalitas Tindakan

Menghubungkan penambahan yang baik untuk tindakan serta keinginan untuk mengatasi kesulitan seperti pada tindakan kesetiaan.

Tjiptono (2002:85) mengemukakan enam indikator yang bisa digunakan untuk mengukur loyalitas konsumen yaitu :

1. Pembelian ulang

2. Kebiasaan mengkonsumsi merek tersebut 3. Selalu menyukai merek tersebut

4. Tetap memilih merek tersebut

5. Yakin bahwa merek tersebut yang terbaik

(23)

Ciri-ciri loyalitas konsumen, yaitu: 1. Memiliki komitmen pada merek tersebut

2. Berani membayar lebih pada merek tersebut bila dibandingkan dengan merek lain 3. Merekomendasikan merek tersebut kepada orang lain

4. Dalam melakukan pembelian kembali produk tersebut, tidak melakukan pertimbangan

5. Selain mengikuti informasi yang berkaitan dengan merek tersebut, juga selalu mengikuti perkembangannya

6. Dapat menjadi semacam juru bicara dari merek tersebut dan selalu mengembangkan hubungan dengan merek tersebut

Untuk menjadi pelanggan yang loyal, seorang pelanggan harus melalui beberapa tahapan. Proses ini berlangsung lama, dengan penekanan dan perhatian yang berbeda-beda untuk masing-masing tahapan, karena setiap tahap mempunyai kebutuhan yang berbeda. Dengan memperhatikan masing-masing tahap dan memenuhi kebutuhan dalam setiap tahap tersebut, perusahaan memiliki peluang yang lebih besar untuk membentuk calon pembeli menjadi konsumen yang loyal dan klien perusahaan. Hill dalam Sugiyono (2010:154) menggambarkan tingkatan loyalitas konsumen sebagai berikut:

(24)

Sumber: Nigel Hill dalam Sugiyono (2010:154)

Gambar 2.5 The Customer Loyalty Pyramid

Menurut Nigel Hill (dalam Sugiyono, 2010:152), tahap loyalitas konsumen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Suspect, meliputi semua orang yang diyakini akan membeli (membutuhkan) barang/jasa, tetapi belum memiliki informasi tentang barang/jasa perusahaan. 2. Prospect, adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan jasa tertentu dan

mempunyai kemampuan untuk membelinya. Pada tahap ini meskipun mereka belum melakukan pembelian tetapi telah mengetahui keberadaan perusahaan dan jasa yang ditawarkan melalui rekomendasi pihak lain (Word of Mouth).

(25)

3. Customer, pada tahap ini pelanggan sudah melakukan hubungan transaksi dengan perusahaan, tetapi tidak mempunyai perasaan positif terhadap perusahaan, loyalitas pada tahap ini belum terlihat.

4. Clients, meliputi semua pelanggan yang telah membeli barang/jasa yang dibutuhkan dan ditawarkan perusahaan secara teratur, hubungan ini berlangsung lama dan mereka telah memiliki sifat retention.

5. Advocates, pada tahap ini, clients secara aktif mendukung perusahaan dengan memberikan rekomendasi kepada orang lain agar mau membeli barang/jasa di perusahaan tersebut.

6. Partners, pada tahap ini telah terjadi hubungan yang kuat dan saling menguntungkan antara penyedia jasa dengan pelanggan, dan pada tahap ini pula pelanggan berani menolak barang/jasa dari perusahaan lain.

2.2 Penelitian Terdahulu

Ulfathul Arzia melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh Rebranding terhadap Brand Equity Air Conditioner (AC) Panasonic. Penelitian ini menunjukkan bahwa poses rebranding yang dilakukan oleh PT Panasonic Gobel Indonesia cukup diketahui oleh masyarakat. Responden yang mengetahui pergantian merek dan logo memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak mengetahui pergantian tersebut. Sumber informasi terbesar mengenai proses rebranding bagi konsumen adalah iklan televisi. Proses rebranding memberikan pengaruh positif kepada persepsi masyarakat atas produk Panasonic khususnya AC. Brand equity yang dimiliki oleh AC Panasonic pasca rebranding

(26)

sudah baik. Jika dibandingkan dengan beberapa merek AC yang lain, AC Panasonic merupakan merek AC yang sangat dikenal oleh masyarakat karena AC Panasonic menempati peringkat pertama pada tingkat top of mind dan tidak ada satu pun responden yang tidak mengenal AC Panasonic. Brand image yang terbentuk pada AC Panasonic adalah, terasa kesejukannya, aman bagi kesehatan, produk berteknologi tinggi, dan mudah mengoperasikannya. Melalui analisis perceived quality diketahui bahwa AC Panasonic lebih unggul dalam atribut ketahanan dan teknologi. Konsumen AC Panasonic sebagian besar berada pada tingkatan satisfiedbuyer yaitu 86,67%. 2.3 Kerangka Konseptual

Menurut Sekaran dalam Sugiono (2009:8), kerangka konseptual merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.

Menurut Wasesa (2005), rebranding sebagai sebuah perubahan merek, seringkali identik dengan perubahan brand ataupun lambang sebuah merek. Dalam masyarakat di mana kesan visual lebih ditekankan, maka perubahan visual akan menjadi salah satu pertanda utama terjadinya sebuah perubahan dalam merek. Rebranding sebetulnya lebih dekat pada perubahan nilai sebuah merek. Dengan kata lain, ketika melakukan rebranding maka yang berubah adalah nilai-nilai dalam merek itu sendiri. Rebranding adalah sebuah alat, yaitu sebagai salah satu alat manajemen untuk melakukan revitalisasi nilai-nilai perusahaan.

(27)

Menurut Kotler (2003:140) hubungan antara kepuasan dan loyalitas adalah saat dimana konsumen mencapai tingkat kepuasan tertinggi yang menimbulkan ikatan emosi yang kuat dan komitmen jangka panjang dengan merek perusahaan.

Hubungan perubahan merek dengan loyalitas konsumen adalah dimana perubahan merek yang dilakukan disini bukan karena merek tersebut telah usang dipasaran melainkan untuk menjadikan merek tersebut secara global , sehingga membuat kayakinan dan pengakuan kosumen terhadap merek tersebut semakin meningkat, dengan meningkatnya keyakinan konsumen maka mereka akan loyal terhadap merek tersebut.

Sumber : Wasesa (2005) dan Kotler (2003)

Gambar 2.6 : Kerangka Konseptual

(28)

2.4 Hipotesis

Menurut Sugiono (2009) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap perumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan belum berdasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban empirik.

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang dirumuskan serta teori-teori pendukung, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: “Perubahan merek Air Conitioner (AC) National menjadi Panasonic berpengaruh terhadap loyalitas konsumen dalam melakukan keputusan pembelian di Kecamatan Medan Area”.

Gambar

Gambar 2.1: Manfaat Produk dan Pilihan Konsumen  2.1.3 Elemen Merek
Gambar 2.2 : Piramida Brand Loyalty
Gambar 2.5 The Customer Loyalty Pyramid

Referensi

Dokumen terkait

Focus mata kuliah ini adalah membekali mahasiswa dengan kemampuan melakukan pengkajian khususnya pengkajian keperawatan jiwa dengan menggunakan konsep dasar keperawatan

Contohnya di dusun Bandung Lor Desa Kunir, Kecamatan Dempet, Kabupaten Demak, di desa ini ada suatu kebiasaan masyarakat yang menggugah hati penulis untuk

Beberapa keunggulan UMKM dibandingkan dengan usaha besar antara lain adalah: (1) Inovasi dalam teknologi yang telah dengan mudah terjadi dalam pengembangan produk;

Kalau dilihat dari permohonan kepada semua dewa yang terdapat di dalam sapatha bukan tidak mungkin rajalah yang bertindak sebagai dewa, karena konsep dewa raja yang sangat

Ketika dilarutkan dalam atau dicampur dengan bahan lain dan dalam kondisi yang menyimpang dari yang disebutkan dalam EN374 silahkan hubungi suplier sarung tangan CE-resmi

[r]

Divisi Kerjasama Antar Masjid (DKAM) Forum Kerjasama Masjid seluruh Indonesia Bersatu disingkat (KAM-F1) sepakat untuk menyusun program kerja yang bersumber dari kebutuhan dan

Sasaran Program PP dan PL dalam Rencana Aksi Kegiatan BTKLPP Kelas I Batam sebagai implementasi dari Indikator Kinerja Program, Indikator Kinerja Kegiatan