• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menguntungkan". American Marketing Association (AMA),

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menguntungkan". American Marketing Association (AMA),"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemasaran

Inti dari pemasaran (marketing) adalah mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial. Salah satu definisi yang baik dan singkat dari pemasaran adalah "memenuhi kebutuhan dengan cara yang menguntungkan". American Marketing Association (AMA), mendefinisikan pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingannya.

Manajemen pemasaran (marketing management) dipandang sebagai seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan, serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul. Orang - orang pemasaran memasarkan 10 tipe entitas yaitu barang, jasa, acara, pengalaman, orang, tempat, properti (hak kepemilikan), organisasi, informasi, dan ide. Penjelasannya sebagai berikut:

1. Barang (Goods)

Barang-barang fisik merupakan bagian terbesar dari usaha produksi dan pemasaran kebanyakan negara.

2. Jasa (Service)

(2)

13

penyewaan mobil, tukang pangkas dan salon, tenaga perbaikan dan pemeliharaan, akuntan, bankir, pengacara, insinyur, dokter, programmer piranti lunak, dan konsultan manajemen. Banyak tawaran pasar yang terdiri dari perpaduan antara barang dan jasa. Di restoran makanan cepat saji, misalnya, pelanggan mengkonsumsi baik produk maupun jasa.

3. Acara (Events)

Pemasar mempromosikan acara berdasarkan waktu, seperti pameran dagang, pertunjukan seni, dan ulang tahun perusahaan. Acara olahraga dunia seperti olimpiade dan piala dunia dipromosikan secara agresif baik kepada perusahaan maupun penggemar.

4. Pengalaman (Experiences)

Dengan memadukan beberapa barang dan jasa, sebuah perusahaan dapat menciptakan, memamerkan, dan memasarkan pengalarnan. 5. Orang (People)

Pemasaran selebriti adalah bisnis yang besar. Artis, musisi, CEO, dokter, pengacara, dan ahli keuangan kelas atas, dan professional lainnya dibantu oleh pemasar selebriti.

6. Tempat (Places)

Kota, Negara bagian, kawasan, dan seluruh bangsa bersaing secara aktif untuk menarik turis, pabrik, kantor pusat perusahaan, dan pemukiman baru. Pemasar tempat mencakup spesialis pengembangan ekonomi, agen real estate, bank komersial,

(3)

14

asusmsi bisnis lokal, serta agen periklanan dan hubungan masyarakat.

7. Properti (Property)

Properti adalah hak kepemilikan tak berwujud atas properti yang sebenarnya (real estate) atau properti finansial (saham dan obligasi). Properti dibeli dan dijual, dan pertukaran ini membutuhkan pemasaran.

8. Organisasi (Organization)

Organisasi secara aktif bekerja untuk membangun citra yang kuat, disukai, dan unik di benak publiknya.

9. Informasi (Information)

Informasi adalah apa yang dihasilkan, dipasarkan, dan didistribusikan oleh buku, sekolah, dan produk universitas dengan harga tertentu kepada orangtua, siswa, dan komunitas.

10. Ide (Idea)

Setiap penawaran pasar mengandung sebuah ide gagasan dasar. Produk dan jasa adalah landasan untuk menghasilkan ide atau manfaat (Kotler dan Keller, 2009:5-7).

Theodore Levit dari Harvard seperti dikutip dalam Kotler, menjelaskan perbedaan antara konsep penjualan dengan konsep pemasaran. Penjualan berfokus pada kebutuhan penjual, pemasaran berfokus pada kebutuhan pembeli. Penjualan didasari oleh kebutuhan penjual untuk mengubah produknya menjadi uang, pemasaran didasari oleh gagasan untuk memuaskan kebutuhan

(4)

15

pelanggan melalui produk dan hal-hal yang berhubungan dengan menciptakan, menghantarkan, dan akhirnya mengkonsumsikannya (Kotler dan Keller, 2009:20).

2.2. Konsep Pemasaran

Konsep inti pemasaran yaitu: kebutuhan, keinginan, dan permintaan. Kebutuhan adalah syarat hidup dasar manusia yang membutuhkan udara, makanan, air, pakaian, dan tempat tinggal untuk dapat bertahan hidup. Orang juga memiliki kebutuhan yang besar akan rekreasi, pendidikan, dan hiburan. Kebutuhan-kebutuhan ini menjadi keinginan ketika diarahkan ke objek tertentu yang dapat memuaskan kebutuhan tersebut.

Permintaan adalah keinginan akan produk-produk tertentu yang didukung oleh kemampuan untuk membayar. Pembedaan ini menyoroti kritik yang mengatakan bahwa "pemasar menciptakan kebutuhan" atau "pemasar membuat orang membeli hal-hal yang tidak mereka inginkan". Pemasar tidak menciptakan kebutuhan: kebutuhan mendahului pemasar. Pemasar, bersama dengan faktor-faktor kemasyarakatan lainnya, mempengaruhi keinginan (Kotler dan Keller, 2009: 12).

Dalarn konteks pemasaran, kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) dibedakan. Kebutuhan merupakan suatu keadaan merasa tidak memiliki kepuasan dasar. Kebutuhan melekat pada sifat dasar manusia sehingga tidak mudah berubah. Sementara itu keinginan

(5)

16

merupakan hasrat akan pemuas tertentu dari suatu kebutuhan. Keinginan lebih bersifat context-driven sehingga lebih mudah berubah dibandingkan kebutuhan. Orang bisa saja memiliki kebutuhan yang sama, tetapi keinginannya berbeda-beda. (Tjiptono, 2012).

Coldwell (2001) menegaskan bahwa perilaku konsumsi setiap individu dipengaruhi lima kebutuhan utama di bawah ini:

1. Kebutuhan fungsional

Suatu barang atau jasa bisa memuaskan kebutuhan melalui tujuan kegunaan fisik atau fungsionalnya.

2. Kebutuhan sosial

Suatu barang atau j asa dapat memuaskan kebutuhan sosial melalui asosiasinya dengan segmen demografis, sosio ekonomis, atau etnik kultural masyarakat tertentu.

3. Kebutuhan emosional

Barang atau jasa tertentu dapat memuaskan kebutuhan ini melalui penciptaan emosi dan perasaan yang tepat.

4. Kebutuhan epistemic

Kebutuhan ini merupakan kebutuhan manusia untuk mengetahui atau mempelajari sesuatu yang baru.

5. Kebutuhan situasional

Produk-produk tertentu dapat memuaskan kebutuhan yang bersifat situasional atau tergantung kepada waktu dan tempat.

Inti dari pemasaran dapat diringkas dalam tiga prinsip dasar. Prinsip yang pertama mengidentifikasi tujuan dan tugas pemasaran,

(6)

17

yang kedua realitas persaingan pemasaran, dan yang ketiga berbagai cara utama untuk mencapai dua prinsip pertama. Inti dari pemasaran tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Nilai pelanggan dan persamaan nilai

Intisari pemasaran adalah menciptakan nilai pelanggan yang lebih besar daripada nilai yang diciptakan oleh pesaing.

2. Keunggulan kompetitif dan diferensial

Prinsip dasar pemasaran yang kedua adalah keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif adalah penawaran total, dihadapkan pada persaingan yang relevan, yang lebih menarik pelanggan. Keunggulan tersebut dapat muncul dalam unsur apapun yang ditawarkan oleh perusahaan: produk, harga, iklan, dan promosi di tempat penjualan, serta distribusi produk itu sendiri. Salah satu strategi yang sangat kuat untuk melakukan penetrasi pasar nasional baru adalah menawarkan produk superior dengan harga yang lebih murah. Keunggulan harga dengan cepat akan menarik perhatian pelanggan dan bagi pelanggan yang membeli produk tersebut, kualitas yang lebih baik akan memberikan suatu kesan.

3. Fokus

Prinsip ketiga adalah fokus, atau konsentrasi perhatian. Fokus diperlukan untuk berhasil dalam tugas menciptakan nilai pelanggan pada keunggulan kompetitif. Semua perusahaan terkemuka, besar dan kecil, mengalami sukses karena mereka

(7)

18

memahami dan menerapkan prinsip dasar ini. Fokus yang jelas tehadap kebutuhan dan keinginan pelanggan serta pada penawaran yang bersaing diperlukan untuk menggerakkan usaha, yang diperlukan untuk mempertahankan keunggulan yang membedakan. Semuanya ini hanya dapat dicapai dengan memfokuskan sumber daya dan usaha pada kebutuhan dan keinginan pelanggan serta cara menyampaikan suatu produk yang akan memenuhi kebutuhan dan keinginan tadi (Keegan, 2003).

2.3. Experiential Marketing

Experential Marketing menurut (Schmitt dalam Amir Hamzah 2007:22) menyatakan bahwa pemasar menawarkan produk dan jasanya dengan merangsang unsur–unsur emosi konsumen yang menghasilkan berbagai pengalaman bagi konsumen. Experiential Marketing merupakan pendekatan pemasaran yang melibatkan emosi dan perasaan konsumen dengan menciptakan pengalaman–pengalaman positif yang tidak terlupakan sehingga konsumen mengkonsumsi dan fanatik terhadap produk tertentu.

Dalam pendekatan experiential marketing produk dan layanan harus mampu membangkitkan sensasi dan pengalaman yang akan menjadi basis loyalitas pelanggan. Experiential Marketing adalah suatu konsep pemasaran yang bertujuan untuk membentuk pelanggan-pelanggan yang loyal dengan menyentuh emosi mereka dan memberikan suatu feeling yang positif terhadap produk dan service (Kartajaya,

(8)

19 2012:163).

Pendekatan pemasaran experiential marketing merupakan pendekatan yang mencoba menggeser pendekatan pemasaran tradisional, pendekatan tradisional ini menurut Schmitt dalam Rahmawati ( 2003:111) memiliki empat karakteristik yaitu:

1. Fokus pada feature dan benefit dari produk atau jasa.

2. Kategori produk dan persaingan didefinisikan secara sempit yaitu hanya pada perusahaan sejenis.

3. Konsumen dianggap sebagai pembuat keputusan yang rasional. 4. Metode dan alat yang digunakan berisifat analitikal, kuantitatif, dan

verbal.

Di dalam pendekatan Experiential Marketing juga terdapat karakteristik yang menonjol yaitu:

1. Mengutamakan pengalaman konsumen, baik pengalaman panca indera, pengalaman perasaan, dan pengalaman pikiran.

2. Memperhatikan situasi pada saat mengkonsumsi seperti keunikan layout, pelayanan yang diberikan, dan fasilitas–fasilitas yang disediakan.

3. Menyadari bahwa konsumen adalah mahkluk rasional dan sekaligus emosional, maksudnya bahwa konsumen tidak hanya menggunakan rasio tetapi juga mengikutsertakan emosi dalam melakukan keputusan pembelian.

(9)

20

Adapun pergeseran dari pendekatan pemasaran tradisional ke pendekatan experiential marketing terjadi karena adanya perkembangan tiga faktor didunia bisnis, (Schmitt dalam Rahmawati, 2003:112) yaitu: 1. Teknologi informasi yang dapat diperoleh di mana–mana sehingga

kecanggihan teknologi akibat revolusi teknologi informasi dapat menciptakan suatu pengalaman dalam diri seseorang dan membaginya dengan orang lain dimanapun ia berada.

2. Keunggulan dari merek, melalui kecanggihan teknologi informasi maka informasi mengenai brand atau merek dapat tersebar luas melalui berbagai media dengan cepat dan global. Dimana brand atau merek memegang kendali, suatu produk atau jasa tidak lagi sekelompok fungsional tetapi lebih berarti sebagai alat pencipta experience bagi konsumen.

3. Komunikasi dan banyaknya hiburan yang ada dimana–mana yang mengakibatkan semua produk dan jasa saat ini cenderung bermerek dan jumlahnya banyak.

2.4. Strategic Experiential Modules ( SEMs )

Merupakan modul yang dapat digunakan untuk menciptakan berbagai jenis pengalaman bagi konsumen. Strategic Experiential Modules (SEMs) meliputi:

1. Sense Marketing

Merupakan tipe experience yang muncul untuk menciptakan pengalaman panca indera melalui mata, telinga, kulit, lidah dan

(10)

21

hidung (Schmitt dalam Amir Hamzah, 2007:23). Sense marketing merupakan salah satu cara untuk menyentuh emosi konsumen melalui pengalaman yang dapat diperoleh konsumen lewat panca indera (mata, telinga, lidah, kulit, dan hidung) yang mereka miliki melalui produk dan j a s a (Kartajaya dalam Amir Hamzah, 2007:24).

Pada saat konsumen datang ke restoran, mata melihat desain layout yang menarik, hidung mencium aromaterapi, telinga mendengar alunan musik, dan kulit merasakan kesejukan AC. Pada dasarnya sense marketing yang diciptakan oleh pelaku usaha dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap loyalitas. Mungkin saja suatu produk dan jasa yang ditawarkan oleh produsen tidak sesuai dengan selera konsumen atau mungkin juga konsumen menjadi sangat loyal, dan akhirnya harga yang ditawarkan oleh produsen tidak menjadi masalah bagi konsumen.

Dalam sense marketing terdapat tiga kunci strategi yang dapat digunakan untuk menstimulasi sense marketing, yaitu:

a. Sense as Differentiator

Pengalaman yang diperoleh melalui sense (panca indera) ungkin melekat pada konsumen karena tampil dengan cara yang unik dan spesial. Cara yang dilakukan untuk menarik konsumen melebihi batas normal sehingga produk dan jasa tersebut sudah memiliki cirri khusus yang sudah ada dibenak konsumen.

(11)

22 b. Sense as Motivator

Sense yang dapat memmotivasi konsumen dengan tidak terlalu memaksa konsumen tetapi juga jangan terlalu acuh terhadap keinginan konsumen.

c. Sense as Value provider

Sense sebagai nilai tambah dapat memberikan nilai yang unik kepada konsumen, sense dipengaruhi oleh panca indera melalui panca indera konsumen dapat menentukan nilai suatu produk. 2. Feel Marketing

Feel Marketing ditujukan terhadap perasaan dan emosi konsumen dengan tujuan mempengaruhi pengalaman yang dimulai dari suasana hati yang lembut sampai dengan emosi yang kuat terhadap kesenangan dan kebanggaan (Schmitt dalam Amir Hamzah, 2007:23). Feel adalah suatu perhatian–perhatian kecil yang ditunjukan kepada konsumen dengan tujuan untuk menyentuh emosi pelanggan secara luar biasa (Kartajaya, 2012:164).

Feel marketing merupakan bagian yang snagat penting dalam strategi experiential marketing. Feel dapat dilakukan dengan layanan yang bagus serta keramahan dari karyawan yang melayani konsumen secara langsung. Agar konsumen mendapatkan feel yang kuat terhadap suatu produk atau jasa, maka produsen harus mampu memperhitungkan kondisi konsumen dalam arti memperhitungkan mood yang dirasakan konsumen. Kebanyakan konsumen akan menjadi pelanggan apabila mereka merasa cocok terhadap produk

(12)

23

atau jasa yang ditawarkan, untuk itu diperlukan waktu yang tepat yaitu pada waktu konsumen dalam keadaan good mood sehingga produk dan jasa tersebut benar-benar mampu memberikan memorable experience sehingga berdampak positif terhadap loyalitas pelanggan.

Pelayanan yang memuaskan sangat diperlukan termasuk didalamnya keramahan dan sopan santun karyawan, pelayanan yang tepat waktu, dan sikap simpatik yang membuat pelanggan merasa puas sehingga mendorong pelanggan untuk melakukan pembelian ulang.

3. Think Marketing

Merupakan tipe experience yang bertujuan untuk menciptakan kognitif, pemecahan masalah yang mengajak konsumen untuk berfikir kreatif (Schmitt dalam Amir Hamzah, 2007:23). Think marketing adalah salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk membawa komoditi menjadi pengalaman (experience) dengan melakukan customization secara terus menerus (Kartajaya, 2012:164).

Tujuan dari think marketing adalah untuk mempengaruhi pelanggan agar terlibat dalam pemikiran yang kreatif dan menciptakan kesadaran melalui proses berfikir yang berdampak pada evaluasi ulang terhadap perusahaan, produk dan jasanya.

(13)

24

a. Convergent Thinking (Pola Pikir Menyatu)

Bentuk yang spesifik dari convergent thinking adalah pemikiran yang mungkin muncul meliputi problem–problem rasional yang dapat dinalar.

b. Divergent Thinking (Pola Pikir Menyebar)

Divergent thinking meliputi kemampuan untuk memunculkan ide baru, fleksibilitas (kemampuan untuk menyesuaikan dengan adanya perusahaan), kemampuan untuk memunculkan ide–ide yang luar biasa.

Perusahaan harus cepat tanggap terhadap kebutuhan dan keluhan konsumen. Perusahaan dituntut untuk dapat berfikir kreatif. Salah satunya dengan mengadakan program yang melibatkan pelanggan. 4. Act Marketing

Merupakan tipe experience yang bertujuan untuk mempengaruhi perilaku, gaya hidup dan interaksi dengan konsumen (Schmitt dalam Amir Hamzah, 2007:23).

Act Marketing adalah salah satu cara untuk membentuk persepsi pelanggan terhadap produk dan jasa yang bersangkutan (Kartajaya, 2012:164). Act marketing didedasin untuk menciptakan pengalaman konsumen dalam hubungannya dengan physical body, lifestyle, dan interaksi dengan orang lain. Act marketing ini memberikan pengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan. Ketika act marketing mampu mempengaruhi perilaku dan gaya hidup pelanggan maka akan berdampak positif terhadap loyalitas

(14)

25

pelanggan karena pelanggan merasa produk atau jasa tersebut sesuai dengan gaya hidupnya. Sebaliknya ketika konsumen tidak merasa bahwa produk atau jasa tersebut sesuai dengan gaya hidupnya maka akan berdampak negatif terhadap loyalitas pelanggan.

5. Relate Marketing

Merupakan tipe experience yang digunakan untuk memengaruhi pelanggan dan menggabungkan seluruh aspek, sense, feel, think, dan act serta menitik beratkan pada penciptaan persepsi positif dimata pelanggan (Schmitt dalam Amir Hamzah, 2007:23).

Relate Marketing adalah salah satu cara membentuk atau menciptakan komunitas pelanggan dengan komunikasi (Kartajaya, 2012:175). Relate marketing menggabungkan aspek sense, feel, think, dan act dengan maksud untuk mengkaitkan individu dengan apa yang diluar dirinya dan mengimplementasikan hubungan antara other people dan other social group sehingga mereka bisa merasa bangga dan diterima dikomunitasnya. Relate marketing dapat memberikan pengaruh yang positif atau negatif terhadap loyalitas pelanggan. Ketika relate marketing mampu membuat pelanggan masuk dalam komunitas serta merasa bangga dan diterima maka akan memberikan pengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan tetapi ketika relate marketing tidak berhasil mengkaitkan individu dengan apa yang ada diluar dirinya maka

(15)

26

konsumen tersebut tidak akan mungkin loyal dan memberikan dampak yang negatif.

Perusahaan dapat menciptakan relate antara pelanggannya dengan kontak langsung baik telepon maupun kontak fisik, diterima menjadi salah satu bagian dalam kelompok tersebut atau menjadi member sehingga membuat konsumen menjadi senang atau tidak segan untuk datang kembali. Sebaliknya bila hal tersebut tidak terjadi dalam arti konsumen merasa terabaikan, maka konsumen akan berfikir ulang untuk datang kembali.

2.5. Loyalitas Pelanggan

Definisi customer (pelanggan) memberikan pandangan mendalam yang penting untuk memahami mengapa perusahaan harus menciptakan dan memelihara pelanggan dan bukan hanya menarik pembeli. Definisi itu berasal dari custom, yang didefinisikan sebagai "membuat sesuatu menjadi kebiasaan atau biasa" dan "mempraktikkan kebiasaan". Pelanggan adalah seseorang yang menjadi terbiasa untuk membeli dari suatu perusahaan.

Kebiasaan itu terbentuk melalui pembelian dan interaksi yang sering selama periode waktu tertentu. Tanpa adanya track record hubungan yang kuat dan pembelian berulang, orang tersebut bukanlah pelanggan, ia adalah pembeli. Pelanggan sejati tumbuh seiring waktu (Griffin, 2005:31). Setiap kali pelanggan membeli, ia bergerak melalui siklus pembelian. Pembeli pertama kali akan bergerak melalui lima langkah: pertama,

(16)

27

menyadari produk, dan kedua, melakukan pembelian awal, kemudian pembeli bergerak melalui dua tahap pembentukan sikap, yang satu disebut "evaluasi pasca pembelian" dan yang lainnya disebut "keputusan membeli kembali". Bila keputusan membeli kembali telah disetujui, langkah kelima, pembelian kembali, akan mengikuti. Urutan dari pembelian, evaluasi pasca pembelian, dan keputusan membeli kembali, dengan demikian membentuk lingkaran pembelian kembali yang berulang beberapa kali, atau beberapa ratus kali, selama terjalin hubungan antara pelanggan dengan perusabaan dan produk serta jasanya (Griffin, 2005:18).

Banyak perusahaan mengandalkan kepuasan pelanggan sebagai jaminan keberhasilan di kemudian hari tetapi kemudian kecewa mendapati bahwa para pelanggannya yang merasa puas dapat berbelanja produk pesaing tanpa ragu-ragu. Sebaliknya, loyalitas pelanggan tampaknya merupakan ukuran yang lebih dapat diandalkan untuk memprediksi pertumbuhan penjualan dan keuangan.

Berbeda dari kepuasan, yang merupakan sikap, loyalitas dapat didefinisikan berdasarkan perilaku membeli. Pelanggan yang loyal adalah orang yang melakukan pembelian berulang secara teratur, membeli antar lini produk dan jasa, mereferensikan kepada orang lain, menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing.

(17)

28

2.5.1. Langkah- langkah Menuju Loyalitas

Terdapat 5 langkah menuju loyalitas yang dikemukakan oleh Griffin yaitu:

a. Kesadaran

Pada tahap ini perusahaan mulai membentuk "pangsa pikiran" yang dibutuhkan untuk memposisikan ke dalam pikiran calon pelanggan bahwa produk atau jasa anda lebih unggul dari pesaing. Pada tahap kesadaran, pelanggan tahu bahwa perusahaan ada tetapi hanya ada sedikit keterikatan dengan perusahaan.

b. Pembelian Awal

Pembelian pertama kali merupakan pembelian percobaan; perusahaan dapat menanamkan kesan positif atau negatif kepada pelanggan dengan produk atau jasa yang diberikan, mudahnya transaksi pembelian aktual, hubungan dengan pegawai, lingkungan fisik toko, dan bahkan waktu loading halaman situs web perusahaan atau mudahnya navigasi. c. Evaluasi Pasca Pembelian

Setelah pembelian dilakukan, pelanggan secara sadar atau tidak sadar akan mengevaluasi transaksi. Bila pembeli merasa puas, atau ketidakpuasannya tidak terlalu mengecewakan sampai dapat dijadikan dasar pertimbangan beralih ke pesaing, maka pelanggan mungkin akan melakukan keputusan membeli kernbali.

(18)

29

d. Keputusan Membeli Kembali

Komitmen untuk membeli kembali merupakan sikap yang paling penting bagi loyalitas bahkan lebih penting dari kepuasan. Singkatnya, tanpa pembelian berulang, tidak ada loyalitas. Motivasi untuk membeli kembali berasal dari lebih tingginya sikap positif yang ditujukan terhadap produk atau jasa tertentu, dibanding sikap positif terhadap produk atau jasa alternatif yang potensial. Keputusan membeli kembali seringkali merupakan langkah selanjutnya yang terjadi secara alamiah bila pelanggan telah memiliki ikatan emosional yang kuat dengan produk tertentu (Griffin, 2005: 19-20). e. Pembelian Kembali

Langkah ahir dalam siklus pembelian adalah pembelian kembali yang aktual. Untuk dapat dianggap loyal, pelanggan harus terus membeli kembali dari perusahaan yang sama, mengulangi langkah ketiga sampai kelima (lingkaran pembelian kembali) berkali-kali. Hambatan terhadap peralihan dapat mendukung pelanggan untuk membeli kembali. Pelanggan yang benar-benar loyal menolak pesaing dan membeli kembali dari perusahaan yang sama kapan saja item dibutuhkan. Jenis pelanggan ini yang harus didekati, dilayani, dan dipertahankan. Sedangkan, menurut Dick & Basu (1994) dalam Tjiptono, loyalitas pelanggan memiliki konsekuensi motivasional, perseptual, dan behavioral. Pertama, motivasi untuk mencari informasi

(19)

30

mengenai produk, merek atau pemasok alternatif cenderung semakin berkurang seiring dengan meningkatnya pengalaman, pembelajaran, kepuasan, dan pembelian ulang konsumen yang bersangkutan. Kedua, konsumen yang memiliki komitmen kuat terhadap objek spesifik cenderung memiliki resistence to counter persuasion yang kuat pula. Sejumlah mekanisme diyakini berkontribusi terhadap resistensi semacam itu, diantaranya selektivitas pesan berdasarkan sikap, respons kognitif yang bias, konsistensi kognitif, self persuasion.

Ketiga, loyalitas pelanggan juga berdampak pada perilaku gethok tular (word-of-mouth behavior), terutama bila konsumen merasakan pengalaman emosional yang signifikan. Pelanggan yang loyal cenderung bersedia menceritakan pengalaman positifnya kepada orang lain. (Tjiptono, 2012:398).

Menurut Reichheld (1996), seorang guru loyalitas pelanggan, bahwa loyalitas pelanggan adalah jaminan keunggulan bersaing, pertumbuhan, laba, dan tentu saja sustainability jangka panjang perusahaan. Karena itu, retensi pelanggan merupakan sebuah indikator yang mencerminkan gabungan dari keseluruhan dimensi bisnis sebuah perusahaan dalam menciptakan value. Dan karena itu juga, loyalitas pelanggan merupakan litmus test dari kinerja paripurna perusahaan. Bahkan loyalitas pelanggan merupakan indikator yang lebih andal ketimbang laba dalam mengukur kemampuan perusahaan menciptakan value.

(20)

31

Survei menunjukkan bahwa penambahan tingkat retensi pelanggan sebesar 5% saja akan bisa meningkatkan laba antara 25% hingga 95% (Kartajaya dkk, 2012:98).

Faktor penting dalam mengembangkan loyalitas yaitu:

a) Keterikatan (attachment) yang tinggi terhadap produk atau jasa tertentu dibanding terhadap produk atau asa pesaing potensial. b) Pembelian yang berulang

Keterikatan yang dirasakan pelanggan terhadap produk a t a u j asa dibentuk oleh dua dimensi:

- Tingkat preferensi

Seberapa besar keyakinan pelanggan terhadap produk atau jasa tertentu

- Tingkat diferensiasi produk yang dipersepsikan

Seberapa signifikan pelanggan membedakan produk atau jasa tertentu dari alternatif-alternatif lain.

Bila kedua faktor ini diklasifikasi silang, maka muncul empat kemungkinan keterikatan. Empat keterikatan relatif yang didasarkan pada diferensiasi produk menurut Griffin dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1. Diferensiasi Produk

Sumber: Griffin (2005) Preferensi

Pembeli

Tidak Ya

Kuat Keterikatan Rendah Keterikatan Tertinggi

(21)

32

Keterikatan (attachment) paling tinggi bila pelanggan mempunyai preferensi yang kuat akan produk atau jasa tertentu dan dapat secara jelas membedakannya dari produk-produk pesaing. Sikap yang lemah terhadap produk atau jasa suatu perusahaan tetapi menganggap bahwa produk perusahaan itu berbeda dari tawaran pesaing diterjemahkan ke keterikatan yang tinggi dan selanjutnya dapat berkontribusi pada loyalitas. Sedangkan, empat jenis loyalitas yang muncul bila keterikatan rendah dan tinggi diklasifikasi silang dengan pola pembelian ulang, yang rendah dan tinggi adalah seperti pada tampilan berikut:

Tabel 2.2. Pembelian Berulang

Keterikatan Relatif

Tinggi Rendah

Tinggi Loyalitas premium Loyalitas tersembunyi Rendah Loyalitas yang lemah Tanpa loyalitas

Sumber: Griffin (2005)

2.5.2. Jenis-jenis Loyalitas Pelanggan

Griffin mengemukakan jenis-jenis loyalitas sebagai berikut: a. Tanpa loyalitas

Untuk berbagai alasan, beberapa pelanggan tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu. Tingkat keterikatan yang rendah dengan tingkat pembelian ulang yang rendah menunjukkan tidak adanya loyalitas. Pada dasarnya, perusahaan harus menghindari kelompok no loyalty ini untuk dijadikan target pasar,

(22)

33

karena mereka tidak akan menjadi pelanggan yang loyal. b. Loyalitas yang lemah (inertia loyalty)

Inertia loyalty merupakan sebuah jenis loyalitas pelanggan, dimana adanya keterikatan yang rendah dengan pembelian ulang yang tinggi. Pelanggan yang memiliki sikap ini melakukan pembelian karena sudah terbiasa menggunakan produk tersebut. Loyalitas jenis ini paling umum terjadi pada produk yang sering dibeli. Pembeli ini rentan beralih ke produk pesaing yang dapat menunjukkan manfaat yang jelas. Meskipun demikian, perusahaan masih memiliki kemungkinan untuk mengubah jenis loyalitas ini ke dalarn bentuk loyalitas yang lebih tinggi melalui pendekatan yang aktif ke pelanggan dan meningkatkan diferensiasi positif di benak pelanggan mengenai produk maupun jasa yang ditawarkan kepadanya dibandingkan dengan yang ditawarkan para pesaing lain. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan dalam pelayanan dan fasilitas yang diberikan kepada pelanggan sebagai cara untuk membedakan mutu pelayanan dari para pesaing.

c. Loyalitas tersembunyi (Laten Loyalty)

Jenis loyalitas tersembunyi merupakan sebuah kesetiaan atau keterikatan yang relatif tinggi yang disertai dengan tingkat pembelian ulang yang rendah. Konsumen yang mempunyai sikap Iaten loyalty pembelian ulang juga

(23)

34

didasarkan pada pengaruh faktor situasional daripada sikapnya.

d. Loyalitas premium (premium loyalty)

Loyalitas ini terjadi apabila suatu tingkat keterikatan tinggi yang berjalan sesuai dengan tingkat pembelian berulang yang tinggi. Setiap perusahaan tentunya sangat mengharapkan kesetiaan jenis ini dari setiap usaha preference yang tinggi. Contoh jenis premium loyalty adalah rasa bangga yang muncul ketika pelanggan menemukan produk atau jasa tersebut dan dengan senang hati membagi pengetahuan dan merekomendasikannya kepada teman, keluarga maupun orang lain (Griffin, 2005:23).

2.5.3. Tahap-tahap Loyalitas Pelanggan

Tahap-tahap loyalitas menurut griffin, yaitu: a) Suspect (tersangka)

Pada tahap ini perusahaan percaya atau "menyangka" bahwa konsumen mungkin membeli produk atau jasa yang ditawarkan namun belum cukup meyakinkan. b) Prospek

Prospek adalah orang yang membutuhkan produk atau jasa dari suatu perusahaan dan memiliki kemampuan membeli. Meskipun prospek belum membeli, namun mungkin konsumen telah mendengar, mengetahui,

(24)

35

produk atau jasa yang ditawarkan namun masih belum membelinya dari suatu perusahaan tersebut.

c. Prospek yang diskualifikasi

Prospek yang diskualifikasi adalah prospek yang telah cukup dipelajari untuk mengetahui bahwa konsumen tidak membutuhkan, atau tidak memiliki kemampuan membeli produk.

d. Pelanggan pertama kali

Pelanggan pertama kali adalah orang yang telah membeli satu kali. Orang tersebut bisa jadi merupakan pelanggan perusahaan dan sekaligus juga pelanggan pesaing perusahaan.

e. Pelanggan berulang

Pelanggan berulang adalah orang-orang yang telah membeli dari perusahaan dua kali atau lebih. Konsumen mungkin telah membeli produk yang sama dua kali atau membeli dua produk atau jasa yang berbeda pada dua kesempatan atau lebih.

f. Klien

Klien membeli apapun yang perusahaan jual dan dapat digunakan oleh konsumen. Perusahaan memiliki hubungan yang kuat dan berlanjut, yang menjadi kebal terhadap daya tarik pesaing.

g. Advocate

(25)

36

perusahaan jual dan dapat digunakan oleh konsumen serta membelinya secara teratur. Tetapi penganjur juga mendorong orang lain untuk membeli dari perusahaan kita. Konsumen membicarakan perusahaan, melakukan pemasaran bagi perusahaan, dan membawa pelanggan kepada perusahaan.

Menurut Griffin (2005), dengan rneningkatkan loyalitas konsumen maka akan memberikan manfaat bagi perusahaan, setidaknya dalarn beberapa hal berikut:

a. Menurunkan biaya pernasaran, bahwa biaya untuk menarik pelanggan baru jauh lebih besar bila dibandingkan dengan mempertahankan pelanggan yang ada.

b. Menurunkan biaya transaksi, seperti biaya negosiasi kontrak, pemrosesan pesanan, pembuatan account baru, dan biaya lain-lain.

c. Menurunkan biaya turnover konsumen, karena tingkat kehilangan konsumen rendah.

d. Menaikkan penjualan yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan.

e. Word of mouth yang bertambah, dengan asumsi bahwa pelanggan yang setia berarti puas terhadap produk yang ditawarkan.

f. Menurunkan biaya kegagalan, seperti biaya penggantian atas produk yang rusak.

(26)

37

2.5.4. Pengukuran Loyalitas Pelanggan

Istilah loyalitas pelanggan sebenarnya berasal dari loyalitas merek yang mencerminkan loyalitas pelanggan pada merek tertentu. Kedua istilah tersebut, yaitu loyalitas pelanggan dan loyalitas merek menunjukkan hal yang sama. Oleh karena itu penggunaannya tidak dibedakan dan dapat diutarakan secara silih berganti. Menurut Aaker (1991: 45-48), pengukuran loyalitas yaitu:

a. Pengukuran Perilaku

Suatu cara langsung untuk menetapkan loyalitas, terutama untuk habitual behaviour (perilaku kebiasaan) adalah dengan mempertimbangkan pola pembelian actual. Loyalitas pelanggan dapat diukur berdasarkan pembelian yang dilakukan oleh pelanggan tersebut.

b. Pengukuran Switching Cost

Pengukuran ini merupakan indikasi loyalitas pelanggan terhadap suatu merek, sebab pada umumnya biaya untuk beralih merek sangat mahal dan beresiko besar, sehingga tingkat perpindahan konsumen akan rendah.

c. Pengukuran Kepuasan

Meskipun kepuasan pelanggan tidak menjamin loyalitas, namun tetap ada kaitan penting antara kepuasan dan loyalitas. Bila ketidakpuasan pelanggan terhadap satu merek rendah, maka pada umumnya tidak cukup alasan bagi pelanggan untuk

(27)

38

beralih mengkonsumsi merek lain kecuali bila ada faktor-faktor penarik yang sangat kuat. Dengan demikian, sangat perlu bagi perusahaan untuk mengeksplorasi informasi dari pelanggan yang memindahkan pembeliannya ke merek lain dalam kaitannnya dengan permasalahan yang dihadapi oleh pelanggan ataupun alasan yang terkait dengan ketergesaan mereka memindahkan pilihannya.

d. Pengukuran Kesukaan Terhadap Merek

Pengukuran ini dilakukan dengan melihat kesukaan terhadap merek, kepercayaan, perasaan hormat atau bersahabat dengan merek yang membangkitkan kehangatan dalam perasaan pelanggan. Hal tersebut dapat menyulitkan pesaing dalam menarik pelanggan yang sudah mencintai merek pada tahap ini. Ukuran rasa kesukaan dapat tercermin melalui kemauan untuk membayar dengan harga yang lebih mahal untuk memperoleh merek tersebut.

e. Pengukuran Komitmen

Merek yang mempunyai brand equity tinggi akan memiliki sejumlah besar pelanggan dengan komitmen tinggi pula. Pengukuan komitmen ini didasari oleh teori kognitif, dimana loyalitas konsumen merupakan komitmen merek yang mungkin tidak hanya direfleksikan oleh perilaku pembelian yang terus menerus.

(28)

39 2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai experiential marketing telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Penelitian-penelitian tersebut banyak memberikan masukan serta kontribusi tambahan bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk melakukan pendekatan-pendekatan apa saja sehingga penelitian tersebut dapat dikembangkan dan diaplikasikan dengan baik. Penjelasan tentang penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.3. Penelitian Terdahulu Mengenai Experiential Marketing

N

o (Tahun) Peneliti Judul Variabel Metodolgi Hasil

1 . Eko Budi Prayogi (2007) Analisis Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Loyalitas Konsumen Coffee Shop de Koffie Pot Bogor Experiential Marketing Loyalitas Pelanggan Analisis Deskriptif Faktor Analisis Analisis Diskriminan

Dimensi yang memiliki skor tertinggi adalah perasaan (86,8%), Sedangkan skor

terendah adalah website (53,1%).

Tingkat loyalitas konsumen

dinyatakan sangat loyal

Perbedaan: penelitian yang dilakukan Eko Budi Prayogi dilakukan pada perusahaan

Coffee Shop di Bogor dengan menggunakan faktor analisis yang menghasilkan tiga

dimensi, yaitu: faktor experience, faktor komunikasi, dan faktor situasional, berbeda dengan penelitian ini yang menggunakan satu dimensi experiental marketing saja yang terdiri dari sense, feel, think, act, dan relate.

2 Esti Dewayani (2008) Hubungan Antara Experiential Marketing, Emotion Marketing, dan Loyalitas Pelanggan Experiential Marketing Emotion Marketing Loyalitas Pelanggan Path Analysis Metode Survey Analisis Deskriptif Experiential Marketing dan Emotion Marketing berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Variabel emotion marketing paling berpengaruh dominan terhadap loyalitas pelanggan

(29)

40

Perbedaan: penelitian yang dilakukan Esti Dewayani hanya meneliti hubungan saja, dan memiliki dua variabel X, yaitu experiential marketing dan emotion branding, sementara penelitian ini meneliti pengaruh, dengan satu variabel X saja.

3 Meity P. (2008) Pengaruh Experiential Marketing Yamaha Mio Terhadap Word of Mouth Konsumen Experiential Marketing Word of Mouth Analisis Faktor Analisis Deskriptif Analisis Regresi Berganda Terdapat pengaruh antara Experiential Marketing terhadap Word of Mouth konsumen. Angka pada R Square sebesar 12,7%

Perbedaan: penelitian yang dilakukan Meity P. menelitiword of mouth sebagai variabel Y, sementara penelitian ini menggunakan loyalitas konsumen sebagai variabel Y. 4 Novi Rizkiyani (2013) Pengaruh Relationship Marketing Terhadap Loyalitas Nasabah Bank BRI (Studi Kasus Pada Kantor Unit Pangeruyung, Kendal) Relationship Marketing Kepuasan Pelanggan Loyalitas Pelanggan Regresi Berganda Analisis Kuantitatif Relationship Marketing berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan Kepuasan Pelanggan berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan

Perbedaan: penelitian yang dilakukan Novi Rizkiyani menggunakan relationship

marketing sebagai variabel X dan menggunakan variabel intervening, serta

menggunakan metode analisis menggunakan path analysis, sementara penelitian ini hanya menggunakan satu variabel X saja serta menggunakan metode analisis uji asumsi klasik. 5 Devy (2012) The Influence of Emotion Marketing and Experiential Marketing Towards Customer Loyalty at BQ & Resto Café Pekanbaru Experiential Marketing Emotion Marketing Loyalitas Pelanggan Analisis Regresi Linier Berganda Survey Observasi Interview Emotion Marketing dan Experiential Marketing berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan Secara parsial, Act

dan Relate signifikan

terhadap loyalitas pelanggan

Perbedaan: penelitian yang dilakukan Devy menggunakan 2 variabel X yaitu

experiential marketing dan emotion marketing, sementara penelitian ini hanya

menggunakan 1 variabel X saja.

(30)

41 2.7. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan konsep pemasaran dalam kegiatan perusahaan untuk menjadikan pelanggan setia, dimulai dari mengenali atribut-atribut apa saja yang dapat mempengaruhi loyalitas pelanggan. Apabila perusahaan dapat memberikan yang terbaik kepada pelanggan, maka akan tercapailah loyalitas pelanggan.

Atribut-atribut yang dapat mempengaruhi loyalitas salah satunya adalah experiential marketing yang terdiri dari sense (panca indera), feel (merasakan), think (berfikir), act (bertindak), dan relate (pertalian). Dari masing-masing variabel, dimungkinkan memiliki pengaruh langsung terhadap loyalitas pelanggan secara simultan, maupun secara parsial.

Berikut kerangka berfikir penelitian pengaruh experiential marketing terhadap loyalitas pelanggan Starbucks Coffee Experience Bar Bandung:

(31)

42

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

Sumber: Penelitian yang dikembangkan (2017)

Keterangan:

= Pengaruh masing-masing variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen

= Pengaruh variabel independen secara simultan terhadap variabel dependen

Loyalitas Pelanggan Y H2 Loyalitas Pelanggan Experiential Marketing; Sense (Panca Indera)

X1 Feel (Merasakan) X2 Think (Berfikir) X3 Act (Bertindak) X4 Relate (Pertalian) X5 H1

(32)

43 2.8. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1) Pengaruh faktor-faktor Experiential Marketing (X) secara simultan terhadap loyalitas pelanggan (Y).

Ho : Faktor-faktor Experiential Marketing tidak berpengaruh secara simultan terhadap loyalitas konsumen

Ha : Faktor-faktor Experiential Marketing berpengaruh secara simultan terhadap loyalitas konsumen

2) Pengaruh Faktor-faktor Experiential Marketing secara parsial terhadap loyalitas pelanggan (Y)

Ho : Faktor-faktor Experiential Marketing tidak berpengaruh secara parsial terhadap loyalitas konsumen

Ha : Faktor-faktor Experiential Marketing berpengaruh secara parsial terhadap loyalitas konsumen

Gambar

Tabel 2.1. Diferensiasi Produk
Tabel 2.2. Pembelian Berulang
Tabel 2.3. Penelitian Terdahulu Mengenai Experiential Marketing  N
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Tim penyusun mengadakan pertemuan dengan seluruh civitas akademik dan pihak eksternal untuk mensosialisasikan draf penelitian, pengabdian kepada masyarakat dan

Untuk mendapatkan respons steady state rangkaian terhadap eksitasi non-sinusoidal periodik ini diperlukan pemakaian deret Fourier, analisis fasor ac dan prinsip superposisi..

Mampu memberikan intervensi dini anak dengan encopresis Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini:  Interactive lecture.. 

Tetapi seorang dari pegunungan Efraim, yang bernama Seba bin Bikri, telah menggerakkan tangannya melawan raja Daud; serahkanlah dia seorang diri, maka aku akan undur dari kota

Sama halnya dengan listrik, bergantung pada kondisi jaringan, daya tampak yang diberikan oleh sumber tidak semuanya bisa dimanfaatkan oleh konsumen sebagai daya aktif, dengan kata

Current Ratio (0,102 > 0,05) maka dari itu H0 diterima dan Ha ditolak artinya variabel Current Ratio tidak berpengaruh terhadap Net Profit Margin pada perusahaan

Oleh karenanya, kortikosteroid inhalasi selain budesonid juga dapat diteruskan pada pasien yang sudah terkontrol dengan baik sebelum kehamilan, terutama bila

Divisi Kerjasama Antar Masjid (DKAM) Forum Kerjasama Masjid seluruh Indonesia Bersatu disingkat (KAM-F1) sepakat untuk menyusun program kerja yang bersumber dari kebutuhan dan