• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

7

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka

1. Beton

a. Pengertian

“Beton adalah campuran antara semen Portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membuat masa padat”. (SNI 03-2847-2002).

Menurut Wang, Salmon, dan Hariandja (1993: 5) beton polos didapat dengan mencampurkan semen, agregat (aggregate) halus, agregat kasar, air, dan kadang-kadang campuran lain. McCormac (2000: 1) berpendapat, “Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau agregat-agregat lain yang yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan”. Sedangkan menurut Budiadi (2008: 10) “beton adalah campuran dari semen, air dan agregat serta suatu bahan tambahan”.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa beton adalah campuran dari semen, air, serta agregat halus (pasir) dan agregat kasar (kerikil) atau ditambah dengan bahan tambah lain yang dicampur menjadi satu.

b. Kelebihan dan Kelemahan Beton 1) Kelebihan Beton

Beton memiliki kelebihan dibandingkan dengan bahan struktur lainnya. Nugraha dan Antoni (2007 : 4) menyatakan bahwa struktur beton memiliki keunggulan dibanding materi struktur yang lain. Secara rinci sifatnya demikian :

a) Ketersediaan (availability) material dasar

Agregat dan air pada umumnya bisa didapat dari lokal setempat. Semen pada umumnya juga dapat dibuat di daerah setempat, bila tersedia. Dengan demikian, biaya pembuatan relatif lebih murah karena semua bahan bisa didapat di dalam negeri, bahkan bisa setempat.

(2)

b) Kemudahan untuk digunakan (versatility)

(1) Pengangkutan bahan mudah, karena masing-masing bisa diangkut secara terpisah.

(2) Beton bisa dipakai untuk berbagai struktur, seperti bendungan, fondasi, jalan, landasan bandar udara, pipa, perlindungan dari radiasi, insulator panas. Beton ringan bisa dipakai untuk blok dan panel. Beton arsitektural bisa untuk keperluan dekoratif.

(3) Beton bertulang bisa dipakai untuk berbagai struktur yang lebih berat, seperti jembatan, gedung, tandon air, bangunan maritim, instalasi militer dengan beban kejut besar, landasan pacu pesawat terbang, kapal dan sebagainya.

c) Kemampuan beradaptasi (adaptability)

(1) Beton bersifat monolit sehingga tidak memerlukan sambungan seperti baja.

(2) Beton dapat dicetak dengan bentuk dan ukuran berapapun, misalnya pada struktur cangkang (shell) maupun bentuk-bentuk khusus 3 dimensi.

(3) Beton dapat diproduksi dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan situasi sekitar. Dari cara sederhana yang tidak memerlukan ahli khusus (kecuali beberapa pengawas yang sudah mempelajari teknologi beton), sampai alat modern dipabrik yang serba otomatis dan terkomputerisasi, metode produksi modern memungkinkan industri beton yang profesional.

(4) Konsumsi energi minimal per kapasitas jauh lebih rendah dari baja, bahkan lebih rendah dari proses pembuatan batu bata.

Sedangkan menurut Nurlina (2008: 1-2) keuntungan beton sebagai berikut :

a) Mudah dicetak. Keserasian beton untuk memenuhi kepentingan struktur dan arsitektur. Beton dicor ketika masih cair dan menahan beban ketika telah mengeras. Hal ini sangat bermanfaat, karena dapat dibuat berbagai bentuk.

b) Ekonomis. Merupakan pertimbangan yang sangat penting, meliputi : material, kemudahan dalam pelaksanaan, waktu untuk konstruksi, pemeliharaan struktur, daktilitas, dan sebagainya.

c) Awet dan tahan lama, biaya pemeliharaan rendah.

d) Tahan api (sekitar 1 hingga 3 jam tanpa bahan kedap api tambahan). Sementara kayu dan baja memerlukan bahan kedap api khusus untuk mencapai tingkat seperti ini.

e) Dapat dicor di tempat. f) Penyediaan material mudah. g) Rigiditas tinggi.

(3)

c. Kelemahan Beton

Beton selain memiliki kelebihan dibandingkan dengan bahan konstruksi lain, disamping itu beton juga memiliki kelemahan yang harus dipertimbangkan dalam memilh bahan konstruksi. Menurut Nugraha dan Antoni (2007: 6) beton sebagai struktur juga mempunyai beberapa kelemahan yang perlu dipertimbangkan yaitu :

1) Berat sendiri beton yang besar, sekitar 2400 kg/m3.

2) Kekuatan tariknya rendah, meskipun kekuatan tekannya besar.

3) Beton cenderung untuk retak, karena semennya hidraulis. Baja tulangan bisa berkarat, meskipun tidak terekspose separah struktur baja.

4) Kualitasnya sangat tergantung cara pelaksanaan di lapangan. Beton yang baik maupun yang buruk dapat terbentuk dari rumus dan campuran yang sama.

5) Struktur beton sulit untuk dipindahkan. Pemakaian kembali atau daur-ulang sulit dan tidak ekonomis.

Nurlina (2008: 2) berpendapat bahwa beton disamping memiliki banyak kelebihan, tetapi juga memiliki kelemahan. Kelemahan tersebut adalah :

1) Kekuatan tarik rendah (sekitar 10% dari kekuatan tekan), sehingga mudah retak. Meskipun mungkin tidak terlihat tetapi memungkinkan udara lembab masuk melalui retak itu, dan membuat baja tulangan berkarat. 2) Memerlukan biaya untuk bekisting, perancah (untuk beton cor di tempat)

yang tidak sedikit jumlahnya.

3) Kekuatan per satuan berat atau satuan volume yang relatif rendah. Kekuatan beton berkisar antara 5 hingga 10% kekuatan baja itu struktur beton membutuhkan berat yang lebih banyak. Alasan inilah yang menjadi dasar mengapa jembatan bentang panjang dibuat dengan struktur baja. 4) Daktilitas rendah.

5) Volume tidak stabil, tergantung waktu, rangkak dan susut. Beton mengalami rangkak panjang dan susut yang kurang menguntungkan beton itu sendiri.

d. Bahan Penyusun Beton

Bahan – bahan yang digunakan dalam pembuatan beton yaitu Semen, agregat halus (pasir), agregat kasar (kerikil) dan air. Bahan-bahan tersebut harus memenuhi standar yang telah ditentukan agar beton yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik.

(4)

Gambar 2.1. Skema Bahan Susun Beton (Sumber : Asroni, 2010: 3)

Menurut Asroni (2010: 3) “Campuran antara semen dan air akan membentuk pasta semen, yang berfungsi sebagai bahan ikat. Sedangkan pasir dan kerikil merupakan bahan agregat yang berfungsi sebagai bahan pengisi, dan sekaligus berfungsi sebagai bahan yang diikat oleh pasta semen. Ikatan antara pasta semen dengan agregat ini menjadi satu kesatuan yang kompak, dan akhirnya dengan berjalannya waktu akan menjadi keras serta padat yang disebut beton. Skema bahan susun beton dapat dilukiskan seperti pada Gambar 2.1.”

1) Semen

Semen merupakan salah satu bahan yang sangat penting dalam pembuatan beton, semen berfungsi sebagai perekat setelah bereaksi dengan air akan membentuk pasta semen dan mengikat dengan agregat halus (pasir) dan agregat kasar (kerikil). Seperti yang dikatakan oleh Wang, Salmon, dan Hariandja (1993: 6) “Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat adhesif (adhesive) dan kohesif (cohesive) yang

Semen Air Pasir Kerikil

Beton

Agregat Pasta

(5)

memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral menjadi suatu massa yang padat”. Sedangkan menurut Samekto, dan Rahmadiyanto (2001: 1) Semen portland atau biasa disebut semen adalah bahan pengikat hidrolis berupa bubuk halus yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker (bahan ini terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis), dengan batu gips sebagai bahan tambahan.

Nugraha dan Antoni (2007: 25) menyebutkan bahwa “Ada dua macam semen, yaitu semen hidraulis dan semen non hidraulis. Semen non hidraulis adalah semen (perekat) yang dapat mengeras tetapi tidak stabil dalam air. Semen hidraulis adalah semen yang akan mengeras bisa bereaksi dengan air, tahan terhadap air (water resistance) dan stabil di dalam air setelah mengeras.

Samekto, dan Rahmadiyanto (2001: 1) mengatakan bahwa semen dibuat dari bahan-bahan/unsur-unsur yang mengandung oksida-oksida. Unsur-unsur itu tercantum pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Komponen Bahan Baku Semen.

Jenis Bahan Persen (%)

Batu Kapur (CaO) 60 – 65

Pasir Silikat (SiO2) 17 – 25

Tanah Liat (Al2O3) 3 – 8

Bijih Besi (Fe2O3) 0,5 – 6

Magnesia (MgO) 0,5 – 4

Sulfur (SO3) 1 – 2

Soda/potash (Na2O + K2O) 0,5 – 1 (Sumber : Samekto, dan Rahmadiyanto, 2001: 1)

Semen Portland dari segi peggunaannya menurut ASTM menjadi lima (Samekto & Rahmadiyanto, 2001:8) :

Pertama, Semen PC Jenis I, Semen portland jenis umum (normal portland cement), yaitu jenis semen portland untuk penggunaan dalam konstruksi beton secara umum yang tidak memerlukan sifat-sifat khusus. Misalnya untuk pembuatan trotoar,

(6)

urung-urung, pasangan bata, dan sebagainya. Kedua, Semen PC Jenis II, semen jenis umum dengan perubahan-perubahan (modified portland cemen). Semen ini memiliki panas hidrasi lebih rendah dan keluarnya panas lebih lambat dari pada semen jenis I. Jenis ini digunakan untuk bangunan tebal-tebal seperti pilar dengan ukuran besar, tumpuan dan dinding tahan tanah tebal, dan sebagainya. Panas hidrasi yang agak rendah dapat mengurangi terjadinya retak-retak pengerasan. Jenis ini juga dapat digunakan untuk bangunan-bangunan drainase di tempat yang memiliki konsentrasi sulfat agak tinggi. Ketiga, Semen PC Jenis II yaitu semen portland dengan kekuatan awal tinggi (high-early-strength-portland-cement). Jenis ini memperoleh kekuatan besar dalam waktu singkat, sehingga dapat digunakan untuk perbaikan bangunan – bangunan beton yang perlu segera digunakan untuk perbaikan bangunan-bangunan beton yang perlu segera digunakan atau yang acuannya segera dilepas. Keempat, Semen PC Jenis IV yaitu Semen Portland dengan panas hidrasi yang rendah (low-heat Portland-cement). Jenis ini merupakan jenis khusus untuk bangunan beton massa seperti bendungan-bendungan gravitas besar. Kelima, Semen PC Jenis V yaitu Semen Portland tahan sulfat (Sulfate-resisting Portland cement). Jenis ini merupakan jenis khusus yang maksudnya hanya untuk penggunaan pada bangunan-bangunan yang kena sulfat, seperti di tanah atau air yang tinggi kadar alkalinya. Pengerasan berjalan lebih lambat dari pada semen Portland biasa.

Asroni berpendapat semen Portland yang digunakan untuk pembuatan beton, yaitu semen yang berbutir halus. Kehalusan butir semen ini dapat diraba/dirasakan dengan tangan. Semen yang tercampur/mengandung gumpalan-gumpalan (meskipun kecil) tidak baik untuk pembuatan beton. (2010: 4)

2) Agregat

Agregat biasanya menempati sekitar 60%-80% dari volume total beton, maka sifat-sifat agregat mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku beton yang sudah mengeras. Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh massa beton dapat berfungsi sebagai benda yang utuh, homogen, dan rapat dimana agregat yang berukuran kecil berfungsi sebagai pengisi celah yang ada diantara agregat yang berukuran besar. (Nurlina, 2008: 4)

(7)

Mulyono berpendapat “Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya lebih kecil dari 40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk pekerjaan sipil lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah, bronjong, atau bendungan, dan lainnya. (2003: 65)

Menurut Nugraha dan Antoni (2007: 43) “dengan agregat yang baik, beton dapat dikerjakan (workable), kuat, tahan lama (durable) dan ekonomis. Pengaruhnya dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. pengaruh sifat agregat pada sifat beton

Sifat Agregat Pengaruh Pada Sifat Beton Bentuk, tekstur,

gradasi

Beton cair Kelecakan

Pengikatan dan pengerasan Sifat fisik, sifat

kimia, mineral

Beton keras Kekuatan, kekerasan, ketahanan (durability) (Sumber : Nugraha dan Antoni, 2007: 43)

Secara umum, agregat berdasarkan ukurannya dibedakan menjadi 2 yaitu agregat halus dan agregat kasar.

a) Agregat Halus (Pasir)

Agregat Halus adalah bahan penyusun beton yang lolos dari ayakan dengan lubang 4,8 mm dan berfungsi sebagai pengisi dalam campuran bahan penyusun beton. Seperti yang dikemukakan oleh Samekto, dan Rahmadiyanto (2001: 16) “Agregat halus adalah agregat yang semua butirannya menembus ayakan dengan lubang 4,8 mm”. Sedangkan menurut Wang, Salmon, dan Hariandja (1993: 7) “Agregat Halus (Pasir) adalah bahan yang lolos dari ayakan No.4 yaitu lebih kecil dari 3

(8)

Menurut jenisnya agregat halus memiliki beberapa golongan, Samekto, dan Rahmadiyanto (2001: 16) berpendapat bahwa “Agregat halus dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu “:

(1) Pasir Galian

Pasir galian dapat diperoleh langsung dari permukaan tanah, atau dengan cara menggali dari dalam tanah. Pasir jenis ini pada umumnya tajam, bersudut, berpori, dan bebas dari kandungan garam yang membahayakan. Namun karena pasir jenis ini diperoleh dengan cara menggali maka pasir ini sering bercampur dengan kotoran/tanah, sehingga sering harus dicuci dulu sebelum digunakan.

(2) Pasir Sungai

Pasir sungai diperoleh langsung dari dasar sungai. Pasir sungai pada umumnya berbutir halus dan berbentuk bulat, karena akibat proses gesekan yang terjadi. Karena butirannya halus, maka baik untuk plesteran tembok. Namun karena bentuk bulat itu, daya lekat antar butir menjadi agak kurang baik.

(3) Pasir Laut

Pasir laut adalah pasir yang diambil dari pantai. Bentuk butirannya halus dan bulat, karena proses gesekan. Pasir jenis ini banyak mengandung garam, oleh karena itu kurang baik untuk bahan bangunan. Garam yang ada dalam pasir ini menyerap kandungan air dari udara, sehingga mengakibatkan pasir selalu agak basah, dan juga menyebabkan pengembangan setelah bangunan selesai dibangun. Oleh karena itu, sebaiknya pasir jenis ini tidak digunakan untuk bahan bangunan.

Menurut Standar SK SNI S-04-1989-F (Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A) dalam (Tjokrodimuljo,2004: III-34), agregat untuk bahan bangunan sebaiknya dipilih yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :

(1) Butir-butirnya tajam, keras, dengan indeks kekerasan =<2,2

(2) Kekal, tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca (terik matahari dan hujan). Jika diuji dengan larutan garam Natrium Sulfat bagian yang hancur maksimum 12 persen, jika dengan garam Magnesium Sulfat maksimum 18 persen.

(9)

(3) Tidak mengandung lumpur (butiran halus yang lewat ayakan 0,06 mm) lebih dari 5 persen.

(4) Tidak mengandung zat organis terlalu banyak, yang dibuktikan dengan percobaan warna dengan larutan 3% NaOH, yaitu warna cairan di atas endapan agregat halus tidak boleh lebih gelap dari pada warna standar / pembanding.

(5) Modulus halus butir antara 1,50 – 3,80 dan dengan variasi butir sesuai standar gradasi.

(6) Khusus untuk beton dengan tingkat keawetan tinggi, agregat halus harus tidak reaktif terhadap alkali.

(7) Agregat halus dari laut / pantai, boleh dipakai asalkan dengan petunjuk dari lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang diakui.

Menurut peraturan SK-SNI-T-15-1990-03 dalam (Astanto, 2001:23), kekasaran pasir dibagi menjadi empat kelompok menurut gradasinya, yaitu pasir halus, agak halus, agak kasar, dan kasar. batas-batas tercantum dalam Tabel 2.3. di bawah ini.

Tabel 2.3. Gradasi Pasir Lubang

ayakan (mm)

Persen bahan butiran yang lewat ayakan Daerah I Daerah II Daerah III Daerah IV

10 100 100 100 100 4,8 90 – 100 90 – 100 90 – 100 95 – 100 2,4 60 – 95 75 – 100 85 – 100 95 – 100 1,2 30 – 70 55 – 90 75 – 100 90 – 100 0,6 15 – 34 35 – 59 60 – 79 80 – 100 0,3 5 – 20 8 – 30 12 – 40 15 – 50 0,15 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 15 Keterangan :

Daerah I : Pasir kasar Daerah II : Pasir agak kasar Daerah III : Pasir agak halus Daerah IV : Pasir halus (Sumber : Astanto, 2001: 23)

(10)

b) Agregat Kasar

Agregat kasar (kerikil) adalah agregat dengan butiran lebih besar dari 5 mm dan lolos ayakan 40 mm dan berfungsi sebagai pengisi pada campuran bahan beton. Wang, Salmon, dan Hariandja (1993: 7) berpendapat bahwa “Agregat kasar (kerikil) adalah semua bahan yang berukuran lebih besar dari 3

16 inci (5 mm). Sedangkan Samekto dan Rahmadiyanto (2001: 16) mengatakan bahwa agregat kasar adalah agregat dengan butiran-butiran tertinggal di atas ayakan dengan lubang 4,8 mm, tetapi lolos ayakan 40 mm.

Menurut jenisnya kerikil dibedakan menjadi dua jenis dalam (Astanto, 2001: 22) yaitu :

Pertama, alami, yaitu batu yang berasal dari peristiwa alami seperti agregat beku dan lain-lain. Kedua, batu pecah, yaitu kerikil dari hasil pemecahan batu.

Menurut Standar SK SNI S-04-1989-F (Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A) dalam (Tjokrodimuljo,2004: III-35), agregat untuk bahan bangunan sebaiknya dipilih yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :

(1) Butir-butirnya keras dan tidak berpori. Indeks kekerasan =<5 persen (diuji dengan goresan batang lembaga). Bila diuji dengan bejana Rudeloff atau Los Angeles seperti Tabel 2.

(2) Kekal, tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca (terik matahari dan hujan). Jika diuji dengan larutan garam Natrium Sulfat bagian yang hancur maksimum 12 persen, jika dengan garam Magnesium Sulfat maksimum 18 persen.

(3) Tidak mengandung lumpur (butiran halus yang lewat ayakan 0,06 mm) lebih dari 1 persen.

(4) Tidak boleh mengandung zat-zat yang reaktif terhadap alkali.

(5) Butiran agregat yang pipih dan panjang tidak boleh lebih dari 20 persen.

(6) Modulus halus butir antara 6 – 7,10 dan dengan variasi butir sesuai estándar gradasi

(11)

(7) Ukuran butir maksimum tidak boleh melebihi dari : 1/5 jarak terkecil antara bidang-bidang samping cetakan, 1/3 tebal pelat beton, ¾ jarak bersih antar tulangan atau berkas tulangan.

Tabel 2.4. Persyaratan kekerasan/kekuatan agregat kasar untuk beton normal

Kelas dan Mutu Beton

Bejana Rudeloff

Maksimum bagian yang hancur, Menembus ayakan 2 mm (persen)

Mesin Los Angeles Maksimum bagian yang hancur, menembus ayakan 1,7 mm (persen) Ukuran butir 19 – 30 (mm) Ukuran butir 9,5 – 19 (mm) Kelas I Mutu Bo dan BI 30 32 50 Kelas II Mutu K-125 (fc’=10 MPa) Sampai K-225 (fc’=20 MPa) 22 24 40 Kelas III Mutu di ata K-225 (fc’ = 20 MPa) 14 16 20

(Sumber : Tjokrodimuljo,2004 : III-35)

Menurut peraturan SK-SNI-T-15-1990-03 dalam (Astanto, 2001:23), gradasi kerikil ditetapkan seperti yang tercantum dalam tabel 2.5 dibawah ini.

Tabel 2.5. Gradasi Kerikil Lubang

ayakan (mm)

Persen berat butir yang lewat ayakan Berat butir maksimum

40 mm 20 mm 40 95 – 100 100 20 30 – 70 95 – 100 10 10 – 35 25 – 55 4,8 0 – 5 0 – 10 (Sumber : Astanto, 2001: 23)

(12)

3) Air

Astanto (2001: 30) menyebutkan, “air digunakan untuk menjadikan semen bereaksi dan dijadikan pelumas antara butir-butir agregat sehingga mudah dikerjakan dan dipadatkan”. Sedangkan menurut (Tjokrodimuljo, 2004: IV-1) mengatakan bahwa “dalam pembuatan beton air diperlukan untuk :

Pertama, Bereaksi dengan semen Portland. Kedua, menjadi

bahan pelumas antara butir-butir agregat, agar dapat mudah dikerjakan (diaduk, dituang, dan dipadatkan).

Menurut (Astanto, 2001: 30) Ada beberapa persyaratan air sebagai pencampur konstruksi beton antara lain :

a) Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter. b) Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter. c) Tidak mengandung lumpur lebih dari 2 gram/liter.

d) Tidak mengandung zat organik, asam, dan garam-garam yang dapat merusak beton lebih dari 15 gram/liter.

Air sebagai bahan bangunan sebaiknya memenuhi syarat sebagai berikut (Standar SK SNI S-04-1989-F, Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A) dalam (Tjokrodimuljo,2004: IV-1) sebagai berikut :

a) Air harus bersih

b) Tidak mengandung lumpur, minyak, dan benda melayang lainnya, yang dapat dilihat secara visual. Benda-benda tersuspensi ini tidak boleh lebih dari 2 gram per liter

c) Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak beton (asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.

d) Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter. Khusus untuk beton prategang kandungan klorida tidak boleh lebih dari 15 gram/liter.

e) Tidak mengandung senyawa sulfat (sebagai SO3) lebih dari 1 gram/liter.

2. Metode Campuran Beton Perbandingan 1 : 2 : 3

Tahapan dalam pembuatan beton merupakan langkah yang paling penting, karena setiap perbandingannya sangat berpengaruh terhadap kualitas beton yang akan dihasilkan, perbandingan campuran bahan susun beton ini dimulai dari ukuran yang paling kecil (lembut) hingga keukuran yang paling

(13)

besar ukurannya, yaitu semen, pasir dan yang terakhir kerikil. Menurut Asroni (2010: 13) ”Jika adukan beton menggunakan campuran 1 : 2 : 3, berarti campuran adukan betonnya menggunakan semen 1 bagian, pasir 2 bagian, dan kerikil 3 bagian” campuran 1 : 2 : 3 merupakan campuran yang digunakan untuk beton konstruksi.

3. Kuat Tarik

Menurut McCormac (2000: 19), ”Kuat tarik beton juga dapat diukur dengan melakukan uji pembelahan-silinder. Sebuah silinder ditempatkan di posisinya pada mesin penguji dan kemudian suatu beban tekan diterapkan secara merata diseluruh bagian panjang dari silinder diletakkan pada bagian dasarnya”. SNI 03-2491-2002 menyebutkan bahwa ”Nilai kuat tarik tidak langsung dari benda uji beton berbentuk silinder yang diperoleh dari hasil pembebanan benda uji tersebut yang diletakkan mendatar sejajar dengan permukaan meja penekan mesin uji ditekan”.

Menurut Wang, Salmon, dan hariandja (1993: 11) mengatakan bahwa ”kekuatan tarik biasanya ditentukan dengan meggunakan percobaan pembebanan silinder (the split cylinder) menurut ASTM C496 dimana silinder yang ukurannya sama dengan benda uji dalam percobaan tekan diletakkan pada sisinya diatas mesin uji dan beban tekan P dikerjakan secara merata dalam arah diameter di sepanjang benda uji”.

Uji kuat tarik dilakukan dengan memberikan tegangan tarik pada beton secara tidak langsung. Spesimen silinder direbahkan dan ditekan sehingga terjadi tegangan tarik pada beton. Uji ini disebut juga Splitting test atau Brazillian test karena metode ini diciptakan di Brazil (Nugraha & Antoni, 2007: 262)

(14)

Plat dasar Zona gagal tarik Silinder ∅ 15 x 30 cm Plat besi tambahan Plywood

Gambar 2.2. Uji Kuat Tarik

(sumber : Nugraha dan Antoni, 2007: 262) Tegangan tarik dapat dihitung dengan persamaan :

Ft = T = 2P

πld

...

... (1)

Dimana : T = kuat tarik beton (MPa) P = beban hancur (N) l = panjang spesimen (mm) d = diameter spesimen (mm)

4. Berat Jenis

Beton normal yang dibuat dengan menggunakan agregat normal (pasir dan kerikil normal yang memiliki berat jenis antara 2,5 sampai 2,7) mempunyai berat jenis sekitar 2200 sampai dengan 2500 kg/m3 (SNI 03-2834-2000). Agregat penyusun beton berpengaruh terhadap berat beton. Jenis-jenis beton menurut berat jenisnya dan macam-macam pemakaiannya dapat dilihat pada tabel dibawah (Tjokrodimulyo, 2004: VIII-7).

(15)

Tabel 2.6. Beberapa jenis Beton menurut Berat Jenisnya

Jenis Beton Berat Jenis Pemakaian

Beton sangat ringan < 1,00 Non struktur

Beton ringan 1,00 – 2,00 Struktur ringan

Beton normal (biasa) 2,30 – 2,40 Struktur

Beton berat >3,00 Perisai sinar X

(Sumber : Tjokrodimuljo, 2004: VIII-7) 5. Terak Baja (Slag)

Menurut Tjokrodimuljo (2004: III-4) terak dingin ialah hasil sampingan dari pembakaran bijih besi pada tanur tinggi, yang didinginkan pelan-pelan di udara terbuka. Pemilihan terak secara cermat dapat menghasilkan beton yang baik, dan mungkin malahan lebih baik dari pada beton dengan agregat biasa.

Definisi slag dalam ASTM. C.989, “Standard spesification for ground granulated Blast-Furnance Slag for use in concrete and mortar”, (ASTM, 1995 :494) adalah produk non-metal yang merupakan material berbentuk halus, granular hasil pembakaran yang kemudian didinginkan, misalnya dengan mencelupkannya kedalam air. (Mulyono, 2003: 126)

Menurut Nugraha dan Antoni (2007: 106) ”material penyusun slag adalah kapur, silika, dan alumina yang bereaksi pada temperatur 16000 C dan berbentuk cairan. Bila cairan ini didinginkan secara lambat maka akan terjadi kristal yang tak berguna sebagai campuran semen dan dapat dipakai sebagai pengganti agregat”.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa terak baja atau slag dapat digunakan sebagai bahan susun beton yaitu sebagai agregat, dengan pemilihan terak dengan cermat dapat menghasilkan beton yang baik, bahkan mungkin dapat lebih baik dari penggunaan agregat biasa.

Seperti yang dikemukakan Mulyono (2003: 126) bahwa penggunaan terak memiliki keuntungan yaitu :

a) Mempertinggi kekuatan tekan beton karena kecenderungan melambatnya kenaikan kekuatan beton.

(16)

c) Mengurangi variasi kekuatan tekan beton. d) Mempertinggi ketahanan terhadap sulfat air laut. e) Mengurangi serangan alkali-silika.

f) Mengurangi panas hidrasi dan menurunkan suhu.

g) Memperbaiki penyelesaian akhir dan memberi warna cerah pada beton. h) Mempertinggi keawetan karena pengaruh perubahan volume.

i) Mengurangi porositas dan serangan klorida.

Tabel 2.7 Kandungan kimia terak Desa Batur, Kecamatan Ceper Klaten

Formula Konsentrasi SiO2 35,19% CaO 26,51% Fe2O3 19,58% Al2O3 6,01% Na2O 3,21% MgO 2,95% MnO 2,63% K2O 0,85% BaO 0,82% SO3 0,39% P2O5 0,30% Cl 0,26% SrO 0,23% TiO2 0,23% ZnO 0,19% Nd2O3 0,17% CeO2 0,17% Pr6O11 0,13% V2O5 0,05% ZrO2 0,05% SnO2 0,04% CuO 0,01%

(17)

6. Penelitian yang Relevan

Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan pada penelitian yang relevan. Adapun penelitian yang digunakan yaitu:

a. Penelitian yang dilakukan Hariyawan Herlangga (2014) dengan judul ”Pengaruh Terak sebagai Pengganti Agregat Kasar terhadap Kuat Tarik dan Berat Jenis Beton dengan Metode Campuran Perbandingan 1:2:3”. Penelitian ini menggunakan campuran perbandingan 1:2:3 terhadap berat beton dan hasil menunjukan bahwa terak sebagai pengganti agregat kasar terhadap kuat tarik dan berat jenis beton menunjukan sifat positif karena mengakibatkan kenaikan kuat tarik dan berat jenis beton, serta persentase optimal kuat tarik beton maksimal terdapat pada persentase penggantian terak 60% sebesar 3,34 MPa, dan persentase yang menghasilkan berat jenis beton normal terdapat pada persentase 20-100% dengan berat jenis tertinggi pada persentase 100% sebesar 2460,7 kg/m3.

b. Penelitian yang dilakukan Suci Amri Mukti Abundant (2013) dengan judul ”Pengaruh Terak sebagai Pengganti Sebagian Agregat Kasar terhadap Kuat Lekat dan Berat Jenis Beton dengan Perbandingan 1:2:3”. Penelitian ini menggunakan campuran perbandingan 1:2:3 terhadap berat beton dan hasil menunjukan bahwa penggantian terak sebagai agregat kasar berpengaruh kuat (positif) terhadap kuat lekat beton dan berpengaruh positif terhadap berat jenis beton, dengan kuat lekat optimum terdapat pada persentase 43,125% sebesar 52,727 kg/cm2 dan persentase optimal penggantian terak terhadap sebagian agregat kasar yang menghasilkan berat jenis beton normal pada 100% sebesar 2429,67 kg/m3.

c. Penelitian yang dilakukan Triana Dewi (2013) dengan judul ”Pengaruh Penggunaan Terak sebagai Pengganti Agregat Kasar terhadap Kuat Lentur dan Berat Jenis pada Beton Normal dengan Perbandingan 1:2:3”. Penelitian ini menggunakan campuran perbandingan 1:2:3 terhadap berat beton dan hasil menunjukan bahwa penggantian terak sebagai agregat kasar berpengaruh negatif terhadap kuat lentur beton, dan berpengaruh positif terhadap berat jenis beton, tidak terdapat kuat lentur yang optimal dengan

(18)

penambahan persentase penggantian terak, karena semakin besar penggunaan terak, kuat lentur beton semakin menurun. Namun berat jenis beton pada seluruh persentase masuk kedalam kategori berat jenis beton normal yaitu 2200 kg/m3-2500 kg/m3.

B. Kerangka Berpikir

Beton mempunyai kelemahan yaitu memiliki kuat tarik yang rendah dan limbah pengecoran logam berupa terak yang belum dimanfaatkan secara optimal mendasari kerangka berfikir untuk penelitian ini. Diharapkan beton dengan penggantian terak sebagai agregat halus dapat menutupi kelemahan dari beton, sehingga beton memiliki kuat tarik yang meningkat dibanding dengan beton tanpa penggantian terak.

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan dan tujuan penelitian yang ingin dicapai, serta didukung dengan kajian teori yang ada, maka dapat digambarkan kerangka berpikir seperti pada Gambar 2.3 dibawah ini :

Gambar 2.3. Kerangka Berpikir Penelitian Beton

Kuat tekan tinggi Kuat tarik rendah

Penggunaan Terak Sebagai Pengganti Pasir dengan Variasi 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, 100%.

Beton Terak

Terak

Bentuknya seperti batu pecah Pemanfaatannya belum optimal

(19)

Dari kerangka berpikir di atas, maka dapat ditentukan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel bebasnya adalah variasi penggantian terak, sedangkan variabel terikatnya adalah kuat tarik. Pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Paradigma Penelitian Kuat Tarik

Keterangan :

X : Variabel bebas (variasi penggantian terak) Y : Variabel terikat (kuat tarik beton)

C. Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

1. Ada pengaruh terak sebagai pengganti agregat halus dengan variasi 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% terhadap kuat tarik beton dengan metode perbandingan 1:2:3.

2. Berat jenis beton masuk dalam kategori beton normal setelah penggantian agregat halus menggunakan terak dengan variasi 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% dengan metode perbandingan 1:2:3.

3. Ada persentase kuat tarik optimal beton yang dihasilkan dari penggantian terak sebagai agregat halus dengan variasi 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% dengan metode perbandingan 1:2:3.

Gambar

Gambar 2.1. Skema Bahan Susun Beton  (Sumber : Asroni, 2010: 3)
Tabel 2.1. Komponen Bahan Baku Semen.
Tabel 2.2. pengaruh sifat agregat pada sifat beton
Tabel 2.3. Gradasi Pasir  Lubang
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk, (1) mengetahui pengaruh terak sebagai pengganti agregat kasar terhadap kuat lekat beton dengan metode perbandingan 1:2:3, (2)

Judul Skipsi : Penganrh Penggunaan Terak Sebagai Pengganti Agregat Halus Ditinjau Dari Variasi Persentase Serta Umur Beton Terhadap Kuat Tekan Beton Dengan Metode

Pengaruh Penggunaan Agregat Kasar dari Yogyakarta Terhadap Kuat Tekan Beton melakukan pengujian agregat kasar yang meliputi berat jenis, penyerapan air, kadar air, kadar

Jadi dengan substitusi pecahan tempurung kelapa ke dalam campuran beton sebesar 10% dari berat agregat kasar dapat meningkatkan nilai kuat tekan dan kuat tarik belah dari beton

Tujuan penelitian ini adalah untuk, (1) mengetahui pengaruh terak sebagai pengganti sebagian agregat kasar terhadap kuat lekat beton dengan metode perbandingan 1:2:3,

dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ Tinjauan Terak Baja Sebagai Bahan Pengganti Agregat Kasar Terhadap Kuat Lentur, Berat Isi Dan Porositas Beton

Tujuan penelitian ini adalah untuk, (1) mengetahui pengaruh terak sebagai pengganti sebagian agregat kasar terhadap kuat lekat beton dengan metode perbandingan 1:2:3,

Hasil penelitian ini antara lain menunjukan bahwa untuk mencapai mutu campuran beton tertentu dengan menggunakan agregat kasar beton daur ulang harus menggunakan beton lama