• Tidak ada hasil yang ditemukan

BERITA RESMI STATISTIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BERITA RESMI STATISTIK"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Perkembangan Nilai Tukar Petani Sulawesi Tengah

No. 61/11/72/Th.XX, 01 November 2017

Perkembangan

Nilai Tukar Petani

Sulawesi Tengah

BERITA

RESMI

STATISTIK

• Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama Oktober 2017 sebesar 95,13 persen, naik 0,73 persen dibandingkan NTP bulan lalu. Hal ini disebabkan kenaikan NTP pada subsektor tanaman pangan, subsektor perkebunan rakyat dan subsektor peternakan.

• Indeks harga yang diterima petani (It) turun sebesar 0,02 persen sedangkan indeks harga yang dibayar petani (Ib) turun sebesar 0,75 persen.

• NTP tertinggi terjadi pada subsektor hortikultura sebesar 112,14 persen, sedangkan NTP terendah terjadi pada subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 82,47 persen. • Nilai Tukar Usaha Rumahtangga Pertanian (NTUP) sebesar

105,34 persen atau mengalami penurunan sebesar 0,07 persen dibandingkan September 2017.

• Di tingkat nasional, NTP bulan Oktober 2017 mengalami kenaikan sebesar 0,54 persen, demikian pula dengan NTUP bulan Oktober 2017 mengalami kenaikan sebesar 0,31 persen. • Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Usaha Petani di tingkat

nasional pada bulan Oktober 2017 masing-masing sebesar 102,78 dan 111,26.

Selama Oktober

2017, Nilai Tukar

Petani (NTP)

Sebesar 95,13

Persen

(2)

1. Nilai Tukar Petani (NTP)

Nilai Tukar Petani (NTP) yang berperan sebagai indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan, merupakan persentase yang diperoleh dari perbandingan antara indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian terhadap barang dan jasa baik yang dikonsumsi oleh rumahtangga maupun untuk keperluan produksi pertanian. Sehingga, semakin tinggi NTP secara relatif semakin kuat tingkat kemampuan atau daya beli petani.

Nilai Tukar Usaha Rumahtangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan antara indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib), tanpa memperhitungkan pengeluaran untuk konsumsi rumahtangga. Dengan demikian, NTUP diharapkan lebih mencerminkan kemampuan daya tukar hasil produksi rumahtangga petani terhadap pengeluaran biaya selama proses produksi.

Tabel 1

Nilai Tukar Petani (NTP) Menurut Subsektor dan Perkembangannya, September - Oktober 2017

Subsektor September Oktober Perubahan(%)

(1) (2) (3) (4)

1. Tanaman Pangan

a. Nilai Tukar Petani (NTPP)

b. Indeks Harga yang Diterima Petani (It) - Padi

- Palawija

c. Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) - Indeks Konsumsi Rumah Tangga - Indeks BPPBM 89,81 119,30 110,70 145,97 132,84 135,39 123,90 90,10 118,75 109,95 146,00 131,79 134,03 123,97 0,32 -0,47 -0,68 0,02 -0,79 -1,01 0,06 2. Hortikultura

a. Nilai Tukar Petani (NTPH)

b. Indeks Harga yang Diterima Petani (It) - Sayur-sayuran

- Buah-buahan - Tanaman Obat

c. Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) - Indeks Konsumsi Rumahtangga - Indeks BPPBM 112,79 147,97 145,04 150,64 124,00 131,20 135,96 116,44 112,14 145,93 141,75 149,59 124,78 130,13 134,46 116,73 -0,57 -1,38 -2,27 -0,70 0,62 -0,81 -1,10 0,25

3. Tanaman Perkebunan Rakyat

a. Nilai Tukar Petani (NTPR)

b. Indeks Harga yang Diterima Petani (It) - Tanaman Perkebunan Rakyat c. Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) - Indeks Konsumsi Rumahtangga - Indeks BPPBM 80,54 104,96 104,96 130,32 134,60 114,64 82,47 106,60 106,60 129,26 133,23 114,71 2,39 1,56 1,56 -0,82 -1,02 0,06 4. Peternakan

a. Nilai Tukar Petani (NTPT)

b. Indeks Harga yang Diterima Petani (It) - Ternak Besar

- Ternak Kecil - Unggas - Hasil Ternak

c. Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) - Indeks Konsumsi Rumahtangga - Indeks BPPBM 107,91 131,30 127,45 133,32 132,00 151,34 121,67 135,03 109,53 108,17 130,85 126,62 134,68 130,81 150,77 120,97 133,67 109,42 0,24 -0,34 -0,65 1,01 -0,90 -0,38 -0,58 -1,00 -0,10

(3)

BPPBM = Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal

Dari hasil pemantauan harga penjualan komoditas hasil pertanian di tingkat produsen, biaya produksi, dan konsumsi rumahtangga terhadap barang/jasa di wilayah perdesaan selama Oktober 2017 menunjukkan bahwa NTP Provinsi Sulawesi Tengah naik sebesar 0,73 persen, yakni dari 94,43 pada September menjadi 95,13 pada Oktober 2017. Hal ini disebabkan oleh indeks harga yang diterima petani mengalami penurunan sebesar 0,02 persen sementara indeks harga yang dibayarkan petani turun lebih dalam sebesar 0,75 persen.

2. Indeks Harga yang Diterima Petani (It)

Selama Oktober 2017, indeks harga yang diterima petani tercatat 122,00 atau turun 0,02 persen dibandingkan bulan sebelumnya yaitu sebesar 122,03. Penurunan ini disebabkan oleh turunnya It pada seluruh subsektor kecuali subsektor tanaman perkebunan rakyat. Penurunan indeks harga yang diterima petani tertinggi terjadi pada subsektor hortikultura yaitu sebesar 1,38 persen diikuti subsektor perikanan sebesar 1,11 persen.

Subsektor September Oktober Perubahan(%)

(1) (2) (3) (4)

5. Perikanan

a. Nilai Tukar Petani (NTNP)

b. Indeks Harga yang Diterima Petani (It) - Penangkapan

- Budidaya

c. Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) - Indeks Konsumsi Rumahtangga - Indeks BPPBM 107,71 137,50 147,57 110,52 127,66 137,61 111,07 107,15 135,98 145,47 110,55 126,90 136,57 110,79 -0,51 -1,11 -1,42 0,02 -0,60 -0,76 -0,25 5. 1. Perikanan Tangkap

a. Nilai Tukar Nelayan (NTN)

b. Indeks Harga yang Diterima Petani (It) - Penangkapan

c. Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) - Indeks Konsumsi Rumahtangga - Indeks BPPBM 116,22 147,57 147,57 126,98 137,69 109,88 115,28 145,47 145,47 126,19 136,64 109,51 -0,81 -1,42 -1,42 -0,62 -0,76 -0,34 5. 2. Perikanan Budidaya

a. Nilai Tukar Petani Budidaya Ikan (NTPi) b. Indeks Harga yang Diterima Petani (It) - Budidaya Air Tawar

- Budidaya Air Laut - Budidaya Air Payau

c. Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) - Indeks Konsumsi Rumahtangga - Indeks BPPBM 85,34 110,52 111,23 106,30 132,64 129,50 137,40 114,25 85,82 110,55 111,38 106,30 132,64 128,80 136,36 114,21 0,56 0,02 0,14 0,00 0,00 -0,54 -0,75 -0,03 NTP Gabungan

a. Nilai Tukar Petani (NTP)

b. Indeks Harga yang Diterima Petani (It) c. Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) - Indeks Konsumsi Rumahtangga - Indeks BPPBM 94,43 122,03 129,22 135,27 115,77 95,13 122,00 128,25 133,90 115,81 0,73 -0,02 -0,75 -1,01 0,04

NTP Gabungan tanpa Perikanan

a. Nilai Tukar Petani (NTP)

b. Indeks Harga yang Diterima Petani (It) c. Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) - Indeks Konsumsi Rumahtangga - Indeks BPPBM 93,54 116,08 113,69 111,25 116,08 94,32 116,16 114,15 111,32 116,16 0,83 0,06 0,40 0,06 0,06

(4)

3. Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib)

Indeks harga yang dibayar petani dipengaruhi oleh komponen pengeluaran baik untuk konsumsi rumahtangga maupun fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Indeks harga yang dibayar petani selama Oktober 2017 mengalami penurunan sebesar 0,75 persen dibandingkan bulan lalu, yaitu dari 129,22 pada September 2017 menjadi 128,25 pada Oktober 2017. Hal ini dipengaruhi oleh penurunan Ib di seluruh subsektor. Penurunan Ib terendah terjadi pada subsektor tanaman perkebunan rakyat yaitu sebesar 0,82 persen.

Gambar 1

Perkembangan NTP dan Indeks Harga yang Diterima/Dibayar Petani Januari – Oktober 2017 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 NTP It Ib

4. NTP Menurut Subsektor

a. Subsektor Tanaman Pangan (NTPP)

NTP subsektor tanaman pangan selama bulan Oktober 2017 mengalami kenaikan sebesar 0,32 persen yakni dari 89,81 pada September 2017 menjadi 90,10 pada Oktober 2017. Kenaikan NTPP disebabkan oleh penurunan indeks yang dibayar petani (Ib) tanaman pangan sebesar 0,79 persen lebih tinggi daripada penurunan indeks harga yang diterima petani (It) sebesar 0,47 persen. Penurunan It pada Bulan Oktober dipengaruhi oleh turunnya indeks harga subkelompok padi sebesar 0,68 persen.

Penurunan Ib pada subsektor tanaman pangan sebesar 0,79 persen atau berubah dari 132,84 pada September 2017 menjadi 131,79 pada Oktober 2017. Hal ini disebabkan oleh turunnya indeks harga yang dibayar petani untuk konsumsi rumahtangga sebesar 1,01 persen, sedangkan indeks harga yang dibayar petani untuk biaya produksi mengalami kenaikan sebesar 0,06 persen.

b. Subsektor Hortikultura (NTPH)

Selama bulan Oktober 2017 subsektor hortikultura mengalami penurunan NTP sebesar 0,57 persen atau berubah dari 112,79 pada September 2017 menjadi 112,14 pada Oktober 2017.

(5)

Penurunan indeks harga yang diterima petani dipengaruhi oleh turunnya indeks harga pada subkelompok sayur-sayuran dan buah-buahan masing-masing sebesar 2,27 persen dan 0,70 persen. Sementara penurunan Ib disebabkan oleh turunnya indeks konsumsi rumahtangga sebesar 1,10 persen.

c. Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR)

Subsektor tanaman perkebunan rakyat merupakan subsektor yang mengalami kenaikan NTP tertinggi selama Oktober 2017, yaitu sebesar 2,39 persen. Nilai NTPR yang semula 80,54 pada bulan September berubah menjadi 82,47 pada Oktober 2017. Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan It sebesar 1,56 persen atau berubah dari 104,96 pada September menjadi 106,60 pada Oktober 2017, sedangkan Ib mengalami penurunan sebesar 0,82 persen.

Indeks Harga yang dibayar petani (Ib) pada subsektor tanaman perkebunan rakyat yang semula 130,32 pada bulan September 2017 berubah menjadi 129,26 pada Bulan Oktober 2017. Penurunan ini disebabkan oleh turunnya indeks harga konsumsi rumahtangga sebesar 1,02 persen sedangkan indeks harga biaya produksi naik sebesar 0,06 persen.

d. Subsektor Peternakan (NTPT)

Subsektor peternakan pada bulan Oktober mengalami kenaikan NTP yaitu sebesar 0,24 persen. Kenaikan NTPT yakni dari 107,91 pada September menjadi 108,17 pada Oktober 2017. Kondisi ini disebabkan oleh penurunan It yang lebih rendah dari penurunan Ib. It turun sebesar 0,34 persen sedangkan Ib turun sebesar 0,58 persen.

Indeks harga yang diterima (It) petani pada subsektor peternakan pada bulan Oktober 2017 tercatat sebesar 130,85 turun dari bulan September 2017 yang sebesar 131,30. Penurunan It disebabkan oleh turunnya indeks harga pada subkelompok ternak besar sebesar 0,65 persen, subkelompok unggas sebesar 0,90 persen, dan subkelompok hasil ternak sebesar 0,38 persen. Penurunan Ib sebesar 0,58 persen disebabkan oleh turunnya indeks harga konsumsi rumahtangga dan biaya produksi masing-masing sebesar 1,00 persen dan 0,10 persen.

e. Subsektor Perikanan (NTNP)

Nilai tukar subsektor perikanan mengalami penurunan indeks sebesar 0,51 persen, yakni dari 107,71 pada September menjadi 107,15 pada Oktober 2017. Kondisi ini disebabkan oleh penurunan indeks harga diterima petani (It) sebesar 1,11 persen lebih tinggi dari penurunan indeks harga yang dibayarkan (Ib) pada bulan Oktober sebesar 0,60 persen. Penurunan It disebabkan oleh turunnya indeks harga subkelompok perikanan tangkap sebesar 1,42 persen sedangkan perikanan budidaya mengalami kenaikan sebesar 0,02 persen.

Pada kelompok perikanan tangkap (NTN), terjadi penurunan nilai tukar petani sebesar 0,81 persen yakni dari 116,22 pada September menjadi 115,28 pada Oktober 2017. Turunnya nilai tukar pada subkelompok perikanan tangkap disebabkan oleh indeks harga yang diterima petani (It) mengalami penurunan sebesar 1,42 persen lebih tinggi jika dibandingkan dengan penurunan indeks harga yang dibayar petani (Ib) sebesar 0,62 persen.

Pada kelompok perikanan budidaya (NTPi), terjadi kenaikan indeks nilai tukar sebesar 0,56 persen yakni dari 85,34 pada September menjadi 85,82 pada Oktober 2017. Hal ini dipengaruhi oleh kenaikan It sebesar 0,02 persen sedangkan Ib mengalami penurunan sebesar 0,54 persen. Kenaikan It disebabkan oleh naiknya indeks harga pada kelompok budidaya air tawar sebesar 0,14 persen, sedangkan budidaya air laut dan budidaya air payau tidak mengalami perubahan.

(6)

Secara keseluruhan, Ib subsektor perikanan turun sebesar 0,60 persen yang berasal dari turunnya indeks harga konsumsi rumahtangga dan indeks harga biaya produksi masing-masing sebesar 0,76 persen dan 0,25 persen. Pada kelompok perikanan tangkap (NTN), terjadi penurunan Ib sebesar 0,62 persen yang disebabkan oleh turunnya indeks harga konsumsi rumahtangga dan indeks biaya produksi masing-masing sebesar 0,76 persen dan 0,34 persen.Pada kelompok perikanan budidaya (NTPi), Ib turun sebesar 0,54 persen yang disebabkan turunnya indeks harga konsumsi rumahtangga dan indeks harga biaya produksi masing-masing sebesar 0,75 persen dan 0,03 persen.

5. Indeks Harga yang Dibayar Petani Menurut Kelompok Pengeluaran

Berdasarkan hasil pemantauan terhadap pengeluaran petani selama Oktober 2017 dapat dirinci menurut indeks harga yang dibayar petani baik untuk keperluan rumahtangga maupun keperluan proses produksi di sektor pertanian.

Tabel 2

Indeks Harga yang Dibayar Petani Menurut Kelompok Pengeluaran September – Oktober 2017

Subsektor September Oktober Perubahan(%)

(1) (2) (3) (4) Konsumsi rumahtangga 135,27 133,90 -1,01 1.Bahan makanan 143,42 140,22 -2,23 2. Makanan jadi 136,60 136,62 0,01 3. Perumahan 131,68 131,45 -0,17 4. Sandang 130,45 130,50 0,04 5. Kesehatan 130,76 130,76 -0,01

6. Pendidikan, rekreasi, dan olahraga 113,84 113,85 0,01

7. Transportasi dan komunikasi 120,92 120,89 -0,03

Biaya Produksi dan Penanaman Barang Modal (BPPBM) 115,77 115,81 0,04

1. Bibit 113,87 114,30 0,38

2. Obat-obatan dan pupuk 111,53 111,57 0,04

3. Sewa lahan, pajak, dan lainnya 112,05 111,96 -0,08

4. Transportasi 126,52 126,59 0,05

5. Penambahan barang modal 115,07 114,96 -0,10

6. Upah buruh tani 115,81 115,99 0,16

Indeks yang Dibayar Petani (Ib) 129,22 128,25 -0,75

Penurunan indeks harga yang dibayar petani untuk konsumsi rumahtangga sebesar 1,01 persen disebabkan menurunnya indeks harga pada empat subkelompok pengeluaran yaitu subkelompok bahan makanan sebesar 2,23 persen, subkelompok perumahan sebesar 0,17 persen, subkelompok kesehatan sebesar 0,01 persen dan subkelompok transportasi dan komunikasi sebesar 0,03 persen. Sedangkan ketiga subkelompok lainnya mengalami kenaikan yaitu subkelompok makanan jadi 0,01 persen, subkelompok sandang sebesar 0,04 persen, dan

(7)

Peningkatan indeks harga yang dibayar petani untuk biaya produksi sebesar 0,04 persen, disebabkan oleh peningkatan yang terjadi pada keempat subkelompok meliputi subkelompok bibit sebesar 0,38 persen, subkelompok obat-obatan dan pupuk sebesar 0,04 persen, subkelompok transportasi 0,05 persen, dan subkelompok upah buruh tani sebesar 0,16 persen. Sedangkan subkelompok sewa lahan, pajak dan lainnya dan subkelompok penambahan barang modal mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,08 persen dan 0,10 persen.

6. Nilai Tukar Usaha Rumahtangga Pertanian (NTUP)

Dibandingkan bulan September, Nilai Tukar Usaha Rumahtangga Pertanian (NTUP) pada bulan Oktober 2017 mengalami penurunan indeks sebesar 0,07 persen yaitu dari 105,41 menjadi 105,34 pada bulan Oktober 2017. Namun demikian, relatif lebih tingginya NTUP dibandingkan Nilai Tukar Petani (NTP) yang sebesar 95,13 merefleksikan bahwa tingkat pengeluaran untuk konsumsi rumahtangga petani, termasuk peternak dan nelayan, berperan cukup signifikan dalam menurunkan besaran nilai tukar. Kenaikan NTUP dipengaruhi oleh kenaikan yang terjadi pada seluruh subsektor.

Pada bulan yang sama, NTUP tanpa perikanan sebesar 104,22 atau lebih rendah dari NTUP secara keseluruhan. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor perikanan tetap memiliki daya ungkit terhadap capaian nilai tukar usaha rumahtangga.

Tabel 3

Nilai Tukar Usaha Rumahtangga Pertanian (NTUP) Menurut Subsektor dan Perkembangannya September - Oktober 2017

Subsektor September Oktober Perubahan(%)

(1) (2) (3) (4)

1. Tanaman Pangan 96,29 95,79 -0,53

2. Hortikultura 127,08 125,01 -1,63

3. Tanaman Perkebunan Rakyat 91,56 92,93 1,50

4. Peternakan 119,88 119,58 -0,24

5. Perikanan 123,80 122,74 -0,86

a. Tangkap 134,30 132,84 -1,09

b. Budidaya 96,74 96,79 0,06

NTUP 105,41 105,34 -0,07

NTUP Tanpa Perikanan 104,22 104,22 0,00

7. Perbandingan Nilai Tukar Petani antar Provinsi se-Sulawesi

Pada bulan Oktober 2017, kenaikan NTP pada subsektor tanaman pangan terjadi di seluruh provinsi di Pulau Sulawesi dengan kenaikan tertinggi pada Provinsi Gorontalo yaitu sebesar 3,44 persen. Pada subsektor hortikultura kenaikan indeks tertinggi terjadi di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 1,05 persen, sedangkan penurunan terendah terjadi di Provinsi Gorontalo sebesar 1,31 persen. Pada subsektor perkebunan seluruh provinsi mengalami kenaikan nilai tukar kecuali Provinsi Gorontalo yang mengalami penurunan sebesar 0,97 persen. Pada subsektor peternakan kenaikan indeks tertinggi pada Provinsi Sulawesi Utara sebesar 1,32 persen, sedangkan penurunan indeks tertinggi terjadi di Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 0,23 persen. Pada subsektor perikanan terdapat dua provinsi di Pulau Sulawesi yang mengalami kenaikan indeks, yaitu Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan masing-masing sebesar 1,06 persen dan 0,68 persen.

(8)

Diterbitkan oleh:

Konten Berita Resmi Statistik dilindungi oleh Undang-Undang, hak cipta melekat pada Badan Pusat Statistik. Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengomunikasik, dan/atau menggandakan sebagian atau seluruh isi tulisan ini untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari Badan Badan Pusat Statistik

Provinsi Sulawesi Tengah

Jl. Prof. Moh. Yamin no.48 Palu 94114

Moh Wahyu Yulianto, S.Si SST, M.Si

Kepala Bidang Statistik Distribusi Telepon: (62-451) 483610 E-mail: wahyu_meme@bps.go.id

NTP Bulan Pangan Hortikultura Perkebunan Ternak Perikanan GabunganNTP

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Sulawesi Utara September 90,82 94,76 87,52 101,06 105,49 92,99 Oktober 92,20 95,75 88,90 102,40 106,60 94,27 1,52 1,05 1,58 1,32 1,06 1,38 Sulawesi Tengah September 89,81 112,79 80,54 107,91 107,71 94,43 Oktober 90,10 112,14 82,47 108,17 107,15 95,13 0,32 -0,57 2,39 0,24 -0,51 0,73 Sulawesi Selatan September 97,02 108,52 90,45 108,96 103,10 100,02 Oktober 97,53 107,96 93,12 108,82 103,80 100,76 0,52 -0,51 2,95 -0,13 0,68 0,74 Sulawesi Tenggara September 89,04 89,95 87,54 105,53 114,51 94,01 Agustus 89,59 90,62 90,75 105,29 113,96 95,26 0,62 0,74 3,67 -0,23 -0,48 1,33 Gorontalo September 108,30 112,05 102,56 101,47 100,53 105,48 Oktober 112,02 110,58 101,56 101,80 99,86 106,23 3,44 -1,31 -0,97 0,32 -0,66 0,71 Sulawesi Barat September 110,51 105,08 115,60 105,84 105,95 107,57 Oktober 110,66 104,91 119,01 105,81 105,65 109,05 0,14 -0,16 2,95 -0,03 -0,29 1,38

Apabila diamati pada Bulan Oktober, NTP Gabungan seluruh provinsi di Pulau Sulawesi mengalami kenaikan. Kenaikan NTP tertinggi terjadi di Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Sulawesi Barat dengan kenaikan yang sama yaitu sebesar 1,38 persen. Sedangkan kenaikan terendah terjadi di Provinsi Gorontalo yaitu sebesar 0,71 persen. Nilai NTP Gabungan tertinggi pada Bulan Oktober dimiliki oleh Provinsi Sulawesi Barat yaitu sebesar 109,05 diikuti oleh Provinsi Gorontalo sebesar 106,23. Sedangkan NTP Gabungan terendah dimiliki oleh Provinsi Sulawesi Utara sebesar 94,27.

Tabel 4

Perbandingan Nilai Tukar Pertanian antar Provinsi se- Pulau Sulawesi Menurut Subsektor dan Perkembangannya September - Oktober 2017

Referensi

Dokumen terkait

bahwa dalam upaya optimalisasi tugas dan fungsi Camat dan Lurah sebagai perangkat daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan serta upaya peningkatan pelayanan

Berdasarkan 1000 kali simulasi dari set pelemparan 10 koin masing-masing, apa yang dapat kalian simpulkan bahwa ini akan sangat tidak mungkin untuk memilih

Intensifikasi Pembudidayaan Ikan yang selanjutnya disebut INBUDKAN adalah salah satu program pembangunan perikanan budidaya, dengan menitikberatkan pada gerakan bersama dari

- Penelitian ini diharapkan dan membantu para pembaca dalam memahami Total Quality Management yang sudah diterapkan pada perusahaan manufaktur, dan memberikan

Hal tersebut berakibat berakibat semakin banyak GT-Calls sehingga berdampak menurunnya biaya alur (channel fee) sebesar 31% dibanding dengan tarif sebelumnya menjadi Rp5.402

Hipotesis yang digunakan untuk melihat pengaruh jarak terhadap nilai konsentrasi partikel debu yaitu (Ho) nilai konsentrasi partikel debu di udara tidak dipengaruhi oleh

Karena dengan menggunakan layar sentuh maka mahasiswa dapat lebih mudah mengetahui segala informasi untuk sistem akademik dan pengumuman untuk setiap fakultas

Masyarakat Desa Meduri memilih pekerjaan sebagai pencari bonggol jati selain ada tawaran mereka juga pengrajin bonggol jati memiliki tingkat pendidikan yang