BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Sibling rivalry
1. Pengertian sibling rivalry
Sibling rivalry adalah kecemburuan, persaingan dan pertengkaran antara saudara laki-laki dan saudara perempuan. Hal ini terjadi pada
semua orang tua yang mempunyai dua anak atau lebih (Lusa, 2010).
Dalam kamus besar psikologi sibling rivalry adalah satu
kompetisi antar saudara kandung, adik dan kakak laki-laki, adik dan
kakak perempuan, atau adik perempuan dan kakak laki-laki (Chaplin,
2011)
Gichara (2008) mendefinisikan sibling rivalry adalah sikap
bermusuhan dan cemburu diantara saudara kandung. Sibling rivalry menurut Shaffer (2002) adalah suatu kompetisi, kecemburuan dan
kebencian antara saudara kandung, yang seringkali muncul saat hadirnya
saudara yang lebih muda
persaingan, dimana masing-masing pihak berusaha untuk lebih unggul
dari yang lain (Tim Redaksi Ayahbunda, 2006).
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sibling
rivalry adalah persaingan antar saudara kandung yang meliputi kecemburuan, kebencian, hingga pada pertengkaran.
2. Bentuk Perilaku Sibling Rivalry
Bentuk perilaku sibling rivalry menurut Purbo (2004) diantaranya
mengganggu atau menyakiti saudaranya, rewel atau banyak maunya,
selalu minta diperhatikan agar dapat mengalihkan perhatian orangtua dari
saudranya, cengeng, mudah marah, dan meminta segala sesuatu yang
sama dengan yang diberikan orangtuannya pada saudaranya.
Menurut Hurlock (dalam Waluyo, 2010), pada sibling rivalry ada
dua macam reaksi. Pertama, bersifat langsung, yang dimunculkan dalam
bentuk perilaku agresif mengarah ke fisik, seperti menggigit, memukul,
mencakar, melukai dan menendang, atau usaha yang dapat diterima
secara sosial untuk mengalahkan saingannya. Kedua, reaksi tidak
langsung yang bersifat lebih halus sehingga sukar untuk dikenali, seperti
mengompol, pura-pura sakit, menangis dan menjadi nakal.
Freud menyatakan bahwa tahun-tahun awal pada anak ia akan
memiliki perasaan benci atas saudaranya. Freud juga menyatakan bahwa
cinta dalam saudara kandung terkadang ekspresi sadar kebencian yang
ditekan (Field Dkk, 1986).
Menurut Ibung (2008) umumnya seorang anak akan merasa takut
dan terancam kehilangan atau berkurangnya kasih sayang dan perhatian
orangtua jika lahir, dan menurut Gatlieb dan Mendelson (dalam Harits,
2008) lahirnya adik baru merupakan suatu permasalan bagi anak sulung,
dimana anak sulung harus membagi cinta, kasih sayang dan perhatian
orang tua kepada adiknya. Rasa bersaing ini biasanya terjadi antara dua
anak atau lebih yang berusia berdekatan (1-2 tahun) dan jenis kelamin
yang sama (Gichara, 2008). Ada hal unik pada hubungan saudara yang
berjenis kelamin sama. Agresi dan dominasi lebih banyak terjadi dalam
hubungan saudara jenis kelamin sama dari pada hubungan saudara yang
berjenis kelamin berbeda (Santrock, 2007).
Hubungan antar saudara yang buruk sangat berbahaya sebab
hubungan yang buruk ini mempengaruhi hubungan semua antar anggota
keluarga, dan bahkan juga hubungan dengan orang luar (Hurlock, 2000).
Tidak diragukan lagi bahwa salah satu aspek yang paling serius dari
perselisihan antar saudara ialah bahwa hubungan buruk ini sering menjadi
pola hubungan sosial yang akan dibawa anak keluar rumah untuk
diterapkan dalam hubungannnya dengan teman sebaya. Kebiasaan
bertengkar, mengejek, menggertak dan mengganggu tidak memperbesar
Dari penjelasan diatas dapat disimpilkan bahwa bentuk perilaku
sibling rivalry dapat dikelompokan sebagai berikut:
Tabel 1. Bentuk Perilaku Sibling rivalry
ASPEK BENTUK
Fisik menggigit, memukul, mencakar, melukai, menendang, dan mengompol.
Psikis
Benci, cemburu, pura-pura sakit, mudah
marah, menangis, rewel, cengeng dan menjadi
nakal
Sosial Mengejek, bertengkar, menggertak, dan mengganggu.
3. Karakteristik Pola Hubungan Sibling
Judy Dunn (dalam Santrock, 2012), seorang ahli terkemuka
tentang relasi saudara kandung mendeskripsikan tiga karakteristik penting
dalam relasi saudara kandung, yaitu:
a. Kualitas emosi relasi itu. Baik emosi positif dan negatif yang intensif
seringkali saling diekspresikan diantara saudara kandung.
b. Rasa kekeluargaan dan keakraban relasi itu. Saudara kandung
biasanya sangat menegenal satu sama lain, dan keakrakaban ini
mengidentifikasikan bahwa mereka dapat saling mendukung,
c. Variasi dalam relasi dengan saudara kandung. Beberapa saudara
kandung mendeskripsikan relasi mereka secara lebih positif daripada
sudara kandung lainnya. Jadi terdapat beberapa variasi dalam relasi
dengan saudra kandung.
Sedangkan menurut Teti (dalam Santrock, 2007), diantara
fakor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah jumlah saudara, usia saudara,
urutan kelahiran, rentang usia, dan jenis kelamin.
Menurut Hurlock (2000) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
hubungan saudara kandung, yaitu:
a. Sikap orang tua
Sikap orang tua terhadap anak dipengaruhi oleh sejauh mana
anak mendekati keinginan dan harapan orang tua. Sikap orang tua
juga dipengaruhi oleh sikap dan perilaku anak terhadap anak yang
lain dan terhadap orang tuanya. Bila terdapat rasa persaingan dan
permusuhan, sikap orang tua terhadap semua anak kurang
menguntungkan dibandingkan bila mereka satu sama lain bergaul
cukup baik.
b. Urutan dalam posisi
Semua keluarga, kecuali keluarga satu anak, semua anak diberi
peran menurut urutan kelahiran dan mereka diharapkan memerankan
peran tersebut. Jika anak menyukai peran yang diberikan padanya,
dan bukan yang dipilih sendiri, maka kemungkinan terjadi
perselisihan besar sekali. Sebagai contoh, anak perempuan yang lebih
tua mungkin menolak perannya sebagai “pembantu ibu” dan merasa
bahwa adiknya harus berbagi beberapa tanggung jawab yang
diberikan padanya. Hal ini dapat menyebabkan memburuknya
hubungan orang tua-anak maupun hubungan antar saudara.
c. Jenis Kelamin Saudara Kandung
Anak laki-laki dan perempuan bereaksi sangat berbeda
terhadap saudara laki-laki dan perempuannya. Misalnya, dalam
kombinasi perempuan-perempuan, terdapat lebih banyak iri hati
daripada dalam kombinasi laki-perempuan atau laki-laki. Seorang
kakak perempuan kemungkinan lebih cerewet dan suka mengatur
terhadap adik perempuannya daripada adik lakinya. Anak laki-laki
lebih banyak berkelahi dengan kakak laki-laki daripada dengan kakak
perempuannya, untuk sebagian karena orang tua tidak akan
membiarkan agresivitas yang berlebihan terhadap kakak perempuan.
Selama usia yang pada akhir masa kanak-kanak, antagonism antar
jenis kelamin yang sering berkembang dalam yang menyebar ke
rumah, dan menimbulkan konflik-konflik yang tidak ada
habishabisnya antara kakak laki-laki dan kakak perempuan.
Hubungan antar saudara kedua jenis biasanya mencapai titik terendah
buruk pada hubungan keluarga, terutama bila orang tua turut campur
dan berusaha mengakhiri perperangan antar jenis tersebut. Orang tua
kemudian dituduh pilih kasih, suatu tuduhan yang lebih merusak
hubungan keluarga.
d. Perbedaan Usia
Jika perbedaan usia antarsaudara besar, hubungan antara orang
tua dan anak secara keseluruhan berbeda dari hubungan dengan
perbedaan usia antarsaudara yang kecil. Bila anak-anak berdekatan
usia, orang tua cenderung memperlakukan mereka dengan cara yang
sama. Tetapi orang tua cenderung mengharapkan anak yang lebih tua
menjadi model yang baik dan mereka mengecamnya bila ia gagal
melakukan itu. Sebaliknya, anak yang lebih muda, diharapkan
meniru anak yang lebih tua dan mematuhinya. Harapan orang tua ini
ikut memperburuk hubungan antarsaudara kandung.
e. Jumlah Saudara
Jumlah saudara yang kecil cenderung menghasilkan hubungan
yang lebih banyak perselisihan daripada jumlah saudara yang besar.
Untuk itu terdapat dua alasan. Pertama, bila hanya ada dua atau tiga
anak dalam keluarga, mereka lebih sering bersama daripada jika
jumlahnya besar. Karena perbedaan usia juga mungkin sekali kecil,
orang tua mengharapkan mereka bermain dan melakukan berbagai
otoriter. Bahkan bila ada antagonisme dan permusuhan, ekspresi
terbuka perasaan ini dikendalikan dengan ketat. Pengawasan orang
tua yang santai, permisif terhadap perilaku anak, memungkinkan
antagonisme dan permusuhan ini dinyatakan dengan terbuka,
sehingga tercipta suasana yang diwarnai perselisihan.
f. Jenis Disiplin
Hubungan antarsaudara kandung tampak jauh lebih rukun
dalam keluarga yang menggunakan disiplin otoriter dibandingkan
dengan keluarga yang mengikuti pola permisif. Bila anak dibiarkan
bertindak sesuka hati, hubungan antarsaudara sering tidak
terkendalikan lagi. Disiplin yang demokratis dapat mengatasi
sebagian kekacauan akibat disiplin permisif, tetapi dampaknya tidak
sebesar dampak disiplin otoriter. Dengan sistem demokratis, anak
belajar mengapa mereka harus memberi dan menerima atas dasar
kerja sama pada sistem otoriter, mereka dipaksa melakukannya dan
hal ini menimbulkan rasa benci.
g. Pengaruh Orang Luar
Orang lain baik anggota keluarga maupun teman orang tua atau
guru dapat menimbulkan atau memperhebat ketegangan yang telah
ada antara saudara kandung dengan membandingkan anak yang satu
dengan yang lain. Bilamana perbandingan menguntungkan anak
terhadap anak tersebut. Sebaliknya, bilamana perbandingan
merugikan anak itu, sudah hampir pasti anak itu akan mulai
memusuhi saudaranya yang dinilai lebih baik.
Dari penjelasan teori diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik
pola hubungan sibling dapat diketahui melalui kekuatan emosi,
keintiman, serta perbedaan sifat. Hal lain yang mempengaruhi hubungan
saudara kandung adalah sikap orang tua, jumlah saudara, rentang usia,
urutan kelahiran, jenis kelamin, jenis disiplin, dan pengaruh orang luar.
4. Faktor Penyebab Sibling Rivalry
Menurut Lusa (2010) banyak faktor yang menyebabkan sibling
rivalry , antara lain:
a. Masing-masing anak bersaing untuk menentukan pribadi mereka,
sehingga ingin menunjukkan pada saudara mereka.
b. Anak merasa kurang mendapatkan perhatian, disiplin dan mau
mendengarkan dari orang tua mereka.
c. Anak-anak merasa hubungan dengan orang tua mereka terancam oleh
kedatangan anggota keluarga baru/ bayi.
d. Tahap perkembangan anak baik fisik maupun emosi yang dapat
mempengaruhi proses kedewasaan dan perhatian terhadap satu sama
e. Anak frustasi karena merasa lapar, bosan atau letih sehingga memulai
pertengkaran.
f. Kemungkinan, anak tidak tahu cara untuk mendapatkan perhatian atau
memulai permainan dengan saudara mereka.
g. Dinamika keluarga dalam memainkan peran.
h. Pemikiran orang tua tentang agresi dan pertengkaran anak yang
berlebihan dalam keluarga adalah normal.
i. Tidak memiliki waktu untuk berbagi, berkumpul bersama dengan
anggota keluarga.
j. Orang tua mengalami stres dalam menjalani kehidupannya.
k. Anak-anak mengalami stres dalam kehidupannya.
l. Cara orang tua memperlakukan anak dan menangani konflik yang
terjadi pada mereka.
Rauer dan Volling (dalam Lestari, 2012), menyatakan bahwa
perlakuan orang tua yang berbeda terhadap anak dapat berpengaruh pada
kecemburuan, gaya kelekatan, dan harga diri yang pada gilirannya bisa
menimbulkan distress pada hubungan romatis dikemudian hari.
Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab sibling
rivalry dapat dilihat dari dua faktor yaitu dari orangtua dan dari dalam diri anak itu sendiri. Jika dilihat dari orangtua yaitu: 1) Dinamika keluarga
dalam memainkan peran. 2) Pemikiran orang tua tentang agresi dan
Tidak memiliki waktu untuk berbagi, berkumpul bersama dengan anggota
keluarga. 4) Orangtua mengalami stres dalam menjalani kehidupannya. 5)
cara orang tua memperlakukan anak dan menangani konflik yang terjadi
pada mereka.
Jika dilihat dari anak itu sendiri yaitu: 1) Masing-masing anak
bersaing untuk menentukan pribadi mereka, sehingga ingin menunjukkan
pada saudara mereka. 2) Anak merasa kurang mendapatkan perhatian,
disiplin dan mau mendengarkan dari orang tua mereka. 3) Anak-anak
merasa hubungan dengan orang tua mereka terancam oleh kedatangan
anggota keluarga baru/ bayi. 4) Tahap perkembangan anak baik fisik
maupun emosi yang dapat mempengaruhi proses kedewasaan dan
perhatian terhadap satu sama lain. 5) Anak frustasi karena merasa lapar,
bosan atau letih sehingga memulai pertengkaran. 6) Kemungkinan, anak
tidak tahu cara untuk mendapatkan perhatian atau memulai permainan
dengan saudara mereka. 7) Anak-anak mengalami stres dalam
kehidupannya.
5. Dampak Sibling Rivalry
Konflik antar saudara kandung dapat menjadi masalah bagi setiap
anggota keluarga. Hubungan yang sangat jelek antar saudara pada awal
kehidupan anak dapat menjadi ”luka batin” yang dibawa seumur hidup,
juga hubungan dengan teman di sekolah atau di masyarakat, bahkan juga
hubungan dengan anak-anaknya kelak (Tani dan Panomban, 2007)
Dampak sibling pada satu sisi saudara kandung dapat dianggap sebagi pesaing dalam memanfaatkan sumberdaya dari orangtua. Pada perspektif
ini seorang anak dapat mengalami kemunduran perkembangan (regresi)
yang disebabkan oleh kelahiran adiknya (Lestari, 2012).
Sibling rivalry bisa menimbulkan masalah jika permusuhan semakin dalam, pertengkaran dapat membahayakan anak kembar, atau
membuat salah satu anak menjadi rendah diri (Gichara, 2008).
Menurut Spungin & Richardson (2007) Membanding-bandingkan
adalah akar permasalahan persaingan saudara kandung. Jika
membanding-bandingkan diri, itu akan menimbulkan rasa benci.
B. Pengasuhan 1. Pengertian
Menurut Brooks (2011) pengasuhan adalah proses tindakan dan
interaksi antara orangtua dan anak. Sedangkan menurut Walgito (2010)
adalah suatu model atau cara mendidik anak yang merupakan suatu
kewajiban dari setiap orang tua dalam usaha membentuk pribadi anak
yang sesuai dengan harapan masyarakat pada umumnya.
Orangtua ingin anak-anaknya bertumbuh menjadi
dalam mencoba menemukancara terbaik untuk mencapai pertumbuhan
ini. Diana Baumrind (dalam Santrock, 2002) yakin bahwa para orangtua
tidak boleh menghukum atau mengucilkan, tetapi sebagai gantinya orang
tua harus mengembangkan aturan-aturan bagi anak dan mencurahkan
kasih sayang pada mereka.
2. Aspek-aspek pengasuhan
Menurut Baumrind (dalam Santrock, 2002) ada 3 macam pola
pengasuhan yang didalamnya memuat aspek-aspek pengasuhan yaitu:
a. Kontrol Perilaku
b. Komunikasi
c. Pemberian hukuman
d. Pembentukan disiplin
Menurut Lestari (2012) Bentuk-bentuk perilaku pengasuhan yang
terdapat dalam relasi orangtua-anak, yakni:
a. Kontrol dan pemantauan
Kontrol diartikan sebagai penekanan terhadaa adanya
batasan-batasan terhadap perilaku yang disampaikan secara jelas kepada
anak. Baumrind mengartikan bahwa kontrol yang tegas adalah ketika
orangtua membuat tuntutan-tuntutan sesuai dengan usia anak,
misalnya membantu pekerjaan rumah, sarapan pagi, yang harus
Cara melakukan kontrol menurut Wendy S Grolnick (dalam
Lestari, 2012) pada dasarnya cara melakukan kontrol dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu kontrol yang jelas (overt) dan kontrol
yang tersamar (covert). Kontrol yang jelas dapat dilakukan melalui
pemberian hukuman, sedangkan kontrol yang tersamar dapat melalui
pemberian pujian dan hadiah. Lebih lanjut Grolnick mengungkapkan
bahwa hasil dari kontrol dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
kepatuhan dan internalilsasi. Tentu saja internalisasi merupakan hasil
yang lebih baik, karena anak akan mampu menerapkan kontrol dan
regulasi diri tanpa harus selalu dibawah pengawasan orangtua.
b. Dukungan dan keterlibatan
Dukungan orangtua, yang mencerminkan kertanggapan
orangtua atas kebutuhan anak merupakan hal yang sangta penting
bagi anak. Thomas dan Rollins (dalam Lestari, 2012) mendefinisikan
dukungan orangtua sebagi interaksi yang dikembangkan oleh
orangtua yang dicirikan oleh perawatan, kehangatan, persetujuan, dan
berbagai perasaan positif orangtua terhadap anak. Dukungan
orangtua membuat anak merasa nyaman terhadap kehadiran orangtua
dan menegaskan dalam benak anak bahwa dirinya diterima dan
diakui sebagai individu. Dukungan orangtua terhadap anak dapat
emosi mengarah pada aspek emosi dalam relasi orangtua-anak, yang
mencakup perilaku-perilaku secara fisik atau verbal menunjukan
afeksi atau dorongan dan komunikasi yang positif atau terbuka.
Dukungan instrumental mencakup perilaku-perilaku yang
menunjukan dorongan afeksi secara terbuka, namun masih
berkontribusi secara perasaan yang diterima dan disetujui yang
dirasakan anak. Bentuk dukungan instrumental orangtua misalnya
penyediaan sarana dan prasarana bagi pencapaian prestasi dan
penguasaan kompetensi anak
Wong (dalam Lestari, 2012) mendefinisikan keterlibatan
orangtua adalah suatu derajat yang ditunjukan orangtua dalam hal
ketertarikan, berpengetahuan dan kesediaan untuk berperan aktif
dalam aktifitas anaak sehari-hari. Grolnick dan Slowiaczek (dalam
Lestari, 2012) menggambarkan keterlibatan orangtua dalam empat
dimensi, yakni keterlibatan disekolah, keterlibatan dirumah,
keterlibatan dalam kehidupan pribadi anak, dan keterlibatan dalam
aktifitas kognitif. Sedangkan menurut Wenk, Hardesty, Morgan, dan
Blair (dalam Lestari, 2012) membedakan keterlibatan menjadi dua,
yakni keterlibatan perilaku yang memfokuskan pada waktu bersama
orangtua dan keterlibatan emosi yang memfokuskan pada perasaan
c. Komunikasi
Hasil penelitian telah menegaskan bahwa komunikasi
orangtua-anak dapat mempengaruhi fungsi keluarga secara
keseluruhan dan kesejahteraan psikososial pada diri anak (Lestari,
2012). Fitzpatrick dan Badzinski (dalam Lestari, 2012), menyebutkan
dua karakteristik yang menjadi fokus penelitian komunikasi keluarga
dalam relasi orangtua-anak. Pertama komunikasi yang mengontrol yakni tindakan komunikasi yang mempertegas otoritas orangtua atau
egalitarianism orangtua-anak. Kedua,komunikasi yang mendukung yang mencakup persetujuan, membesarkan hati, ekspresi afeksi,
pemberian bantuan dan kerjasama.
d. Kedekatan
Sebagaimana diketahui bahwa kehangatan merupakan salah
satu dimensi dalam pengasuhan yang menyumbang akibatan-akibatan
positif bagi perkembangan. Menurut Paulson, Hill dan Holmbeck
(dalam Lestari, 2012) Kedekatan merupakan aspek penting dalam
kehangatan yang memprediksikan kepuasan pengasuhan dan
keterlibatan anak dalam aktifitas keluarga. Jika kehangatan
kerkenaan dengan perasaan positif secara umum dalam keluarga,
kedekatan merupakan aspek yang lebih spesifik dalam mencakup
mengisyaratkan adanya saling ketergantungan dalam perasaan
terhubung.
e. Pendisiplinan
Pendisiplinan merupakan salah satu bentuk upaya orangtua
untukn melakukan kontrol terhadap anak. Pendisiplinan dilakukan
orangtua agar anak dapat menguasai suatu kompetensi, melakukan
pengatuaran diri, dapat menaati peraturan, dan mengurangi
perilaku-perilaku menyimpang beresiko. Cara orangtua melakukan
pendisiplinan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu kekuasaan, teknik
induktif, dan penarikan kasih sayang.
Unjuk kekuasaan dilakukan orangtua dengan menggunakan
kekuatan baik langsung maupun tidak langsung, misalnya memberi
hukuman fisik. Orangtua menggunakan wewenang, keunggulan fisik,
dan pengelolaan sumber daya. Penarikan kasih sayang mencakup
tindakan ketidaksetujuan atau celaan dengan menghilangkan
dukungan emosi dengan cara verbal, misal “ibu malu punya anak
seperti kamu”, atau non verbal dengan mendiamkan atau tidak
bertegur sapa dengan anak. Teknik induktif dengan cara
memengaruhi kekuatan dalam diri anak, misalnya empati dan nurani
Maccoby (dalam Lestari, 2008) mengemukakan bahwa ada dua
dimensi utama perilaku pengasuhan orang tua. Kedua dimensi tersebut
adalah; sikap tanggap dan tuntutan berperilaku.
Sikap tanggap yaitu sikap orang tua untuk membantu
perkembangan individualitas anak dengan cara memberi dorongan ,
menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan tuntutan anak. Sikap tanggap
termasuk ;kehangatan yaitu ekspresi rasa cinta dan empati orang tua
terhadap anak.Komunikasi timbal balik yaitu proses menyelaraskan atau
menyesuaikan diri dalam proses interaksi. Kelekatan yaitu kedekatan
hubungan emosional yang ditandai dengan hubungan afeksi timbal balik
dan keinginan untuk menjaga kedekatan. Tuntutan berperilaku yaitu
upaya orang tua untuk mengintegrasikan anak dalam kehidupan keluarga
dan masyarakat melalui tuntutan berperilaku mendewasa, supervisi,
penerapan disiplin, dan konfrontasi dengan anak.
C. Anak Kembar
1. Pengertian anak kembar
Menurut Wikipedia, anak kembar adalah dua atau lebih individu
yang membagi uterus yang sama dan biasanya, tapi tidak selalu,
dilahirkan dalam hari yang sama (www.wikipedia.com). Sebagian besar
wanita yang normal akan melahirkan seorang bayi (anak tunggal). Namun
(multiple birth) yakni apakah anak kembar dua, tiga atau empat orang.
Mereka memiliki jenis kelamin yang sama, tetapi bisa saja berbeda jenis
kelaminnya. Tak dipungkiri, terjadinya anak kembar dapat disebabkan
oleh faktor genetis, artinya kemungkinan besar orangtua dari laki-laki
atau wanita yang melahirkan terdahulu pernah melahirkan anak kembar
(Dariyo, 2007)
2. Jenis kembar
Menurut Dariyo (2007) anak kembar jika dilihat dari asal usul
zigot, dikenal dua jenis persalinan kembar: fraternal (dizigotik) dan
identik (monozigotik).
a. Anak kembar Fraternal (Digizotik/DZ)
Anak kembar fraternal berasal dari 2 sel telur (ovum) atau diistilahkan
dengan two egg (Dizigotiz twins). Jadi anak kembar fraternal ialah anak kembar yang terjadi karena proses pembuahan spermatozoon
terhadap 2 sel telur dalam rahim yaitu terjadi pada saat hubungan
kelamin anatara pasangan suami-istri (laki-laki dan perempuan).
Diketahui bahwa didalam sel spermatozoon terdapat kromosom X dan
Y yaitu suatu kromosom yang menjadi penentu jenis kelamin pada
anak. Kembar dizigotik dapat membentuk dua orang laki-laki semua,
Papalia, Olds & Feldman anak kembar fraternal cenderung memiliki
sifat atau keadaan yang berbeda yakni diskonkordan.
b. Anak kembar Identik (Monozigotik/ MZ)
Terjadinya anak kembar monozigotik ini karena ada bsebuah sel telur
yang pada saat proses pembuahan, terjadi pembelahan zygote hingga
berkembang menjadi dua embrio. Karakteristik anak kembar dapat
diketahui secara genotip dan fenotip. Genotip artinya bsuatu sifat-sifat
yang tidak Nampak dan dipengaruhi oleh unsure genetis, misalnya
golongan darah. Fenotip ialah sifat-sifat keturunan yang dapat dilihat
oleh mata, seperti warna kulit dan rambut. Anak kembar identik
cenderung memilki keadaan yang sama, yang disebut konkordan.
Menurut Suryo (dalam Dariyo, 2007) Dalam penelitian yang
dilakukan oleh seorang ahli genetic, Hellin, ditemukan bahwa kira-kira
satu dari 89 kelahiran terjadi satu anak kembar duplet, 2 kelahiran anak
kembar triplet dan 4 kelahiran anak kembar kuadruplet.
3. Perkembangan Anak Kembar
Menurut Greer (dalam Ardiyanto, 2010), bahwa kembar dua
memiliki tingkat psikologis dan perkembangan yang sama, maka
memiliki hal yang sama, dari perhatian orangtua hingga mainan yang
mereka pakai.
Setelah hidup bersama selama sembilan bulan di kandungan, tidak
heran bila anak kembar dua atau tiga memiliki hubungan yang sangat
dekat. Akan tetapi, jika mereka selalu dikumpulkan bersama-sama,
kemungkinan besar mereka akan menjadi super dekat atau sebaliknya,
memberontak sampai tingkat ekstrim aneh untuk menegaskan diri sebagai
individu yang memiliki hak sendiri (Spungin & Richardson, 2002).
B. Kerangka Pemikiran
Shaffer (2002) mendefinisikan sibling rivalry adalah suatu kompetisi,
kecemburuan dan kebencian antara saudara kandung, yang seringkali muncul
saat hadirnya saudara yang lebih muda. Kelahiran adik tidak selalu membawa
kegembiraan bagi kakak. Umunya seorang anak juga akan merasa takut dan
terancam kehilangan atau berkurangnya kasih sayang dan perhatian jika lahir
adik (Ibung, 2008). Hubungan dengan saudara dapat mempengaruhi
perkembangan individu, secara positif maupun negatif tergantung pola
hubungan yang terjadi. Namun konflik sering kali dianggap sebagai dampak
negatif dari hubungan persaudaraan, padahal pada dasarnya konflik dalam
hubungan persaudaraan tidak selalu bersifat negatif karena tidak jarang
konflik justru menimbulkan dampak-dampak positif dari dalam individu
Pengasuhan yang membandingkan yang dilakukan keluarga maupun
teman, orang tua atau guru dapat menimbulkan atau memperhebat ketegangan
yang telah ada antara saudara kandung dengan membandingkan anak yang
satu dengan yang lain. Bilamana perbandingan menguntungkan anak tertentu,
maka akan timbul permusuhan di pihak saudara yang lain terhadap anak
tersebut. Sebaliknya, bilamana perbandingan merugikan anak itu, sudah
hampir pasti anak itu akan mulai memusuhi saudaranya yang dinilai lebih
baik
Anak kembar merupakan kelahiran yang jarang terjadi. Kehidupan
sosialisasi dalam keluarga, anak kembar juga memerankan pola hubungan
sibling sama halnya seperti kakak beradik pada dasarnya. Tidak menutup kemungkinan sibling rivalry juga terjadi pada anak kembar. Faktor-faktor yang mempengaruhi salah satunya perlakuan orang tua yang berbeda terhadap
anak yang dapat berpengaruh pada kecemburuan (Rauer & Volling dalam,
Lestari 2012). Disamping itu bentuk perilaku sibling rivalry diantaranya
mengganggu atau menyakiti saudaranya, rewel atau banyak maunya, selalu
minta diperhatikan agar dapat mengalihkan perhatian orangtua dari saudranya,
cengeng, mudah marah, dan meminta segala sesuatu yang sama dengan yang
Berdasarkan kerangka berpikir diatas dapat digambarkan melalui
bagan berikut:
Gambar 1. Kerangka berpikir ANAK KEMBAR