1 A. Latar Belakang
Corporate Social Responsibility (CSR) telah menjadi istilah yang populer
dan semakin digunakan diantara perusahaan, pemerintah dan pers dalam beberapa
tahun terakhir (Ditlev-Simonsen, 2011, dalam Salewski et al., 2014). Harvard
Kennedy School mengeluarkan definisi yang kredibel dan lengkap yang melihat
Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai suatu strategi. CSR, menurut
mereka, tidak hanya meliputi apa yang dilakukan perusahaan dengan keuntungan
mereka, tetapi juga bagaimana keuntungan tersebut dihasilkan. CSR mencakup
lebih dari sekadar kedermawanan dan kepatuhan. Pada saat yang bersamaan, CSR
dipandang sebagai suatu cara untuk membantu perusahaan mengelola dampak
ekonomi, sosial, dan lingkungan, beserta hubungan perusahaan dengan
lingkungan kerja, pasar, supply chain, komunitas, dan domain kebijakan publik
(Rahman, 2013). Dengan demikian perusahaan diharapkan mampu
menyeimbangkan kebutuhan sosial dan pertumbuhan ekonomi melalui peran
strategik dan kompetitif dari tanggung jawab sosial perusahaan untuk
keberlangsungan perusahaan dalam jangka panjang (Dincer, 2011 dalam
Handajani et al., 2014).
Hadi (2011) mengatakan bahwa inti praktek tanggung jawab sosial (social
responsibility) sesungguhnya adalah persoalan etika bisnis (business ethic).
Mengingat, melaksanakan tanggung jawab sosial (social responsibility) tidak
dapat dilepas dari panggilan nurani pelaku bisnis. Menurut Chrysanti
Hasibuan-Sedyono (2010), etika bisnis merupakan dasar atau jiwa dari pelaksanaan sebuah
unit usaha. Sementara CSR merupakan manifestasinya, “Etika bisnis berbicara
mengenai nilai, apakah sebuah perusahaan menganut nilai yang baik atau yang
buruk. Kalau memang memegang nilai yang baik dalam berbisnis, maka
perusahaan tersebut pasti akan menjalankan CSR yang memang
bertanggungjawab”. Lebih lanjut Chrysanti, mengatakan etika bisnis lebih
melekat kepada individu yang menjalankan entitas bisnis. Sedangkan CSR sebagai
hasil atau kebijakan dari perusahaan itu sendiri. Menurut David (2008) dalam
Hadi (2011), prinsip-prinsip tanggung jawab sosial (social responsibility) adalah :
(1) Sustainability; (2) accountability; dan (3) transparency.
Menurut Supomo (2004) dalam Suharto (2008b), CSR yang baik adalah
CSR yang memadukan empat prinsip good corporate governance, yakni fairness,
transparency, accountability dan responsibility, secara harmonis. Ada perbedaan
mendasar diantara keempat prinsip tersebut. Tiga prinsip pertama cenderung
bersifat shareholders-driven, karena lebih memerhatikan kepentingan pemegang
saham perusahaan. Sebagai contoh, fairness bisa berupa perlakuan yang adil
terhadap pemegang saham minoritas; transparency menunjuk pada penyajian
laporan keuangan yang akurat dan tepat waktu; sedangkan accountability
diwujudkan dalam bentuk fungsi dan kewenangan RUPS, komisaris, dan direksi
yang harus dipertanggungjawabkan. Sementara itu, prinsip responsibility lebih
mencerminkan stakeholders-driven, karena lebih mengutamakan pihak-pihak
bisa mencakup karyawan beserta keluarganya, pelanggan, pemasok, komunitas
setempat dan masyarakat luas, termasuk pemerintah selaku regulator.
Suharto (2008b) mengemukakan sedikitnya ada empat manfaat
dilakukannya CSR yang baik, yang dikutip dari Wikipedia (2008) yaitu:
(1) Brand differentiation, yaitu CSR bisa memberikan citra perusahaan yang khas,
baik, dan etis di mata publik yang pada gilirannya menciptakan customer loyalty.
(2) Human resources. Program CSR dapat membantu dalam perekrutan karyawan
baru, terutama yang memiliki kualifikasi tinggi. Saat interview, calon karyawan
yang memiliki pendidikan dan pengalaman tinggi sering bertanya tentang CSR
dan etika bisnis perusahaan, sebelum mereka memutuskan menerima tawaran.
Bagi staf lama, CSR juga dapat meningkatkan persepsi, reputasi dan dedikasi
dalam bekerja. (3) License to operate. Perusahaan yang menjalankan CSR dapat
mendorong pemerintah dan publik memberi ”ijin” atau ”restu” bisnis. Karena
dianggap telah memenuhi standar operasi dan kepedulian terhadap lingkungan dan
masyarakat luas. (4) Risk management. Manajemen resiko merupakan isu sentral
bagi setiap perusahaan. Reputasi perusahaan yang dibangun bertahun-tahun bisa
runtuh dalam sekejap oleh skandal korupsi, kecelakaan karyawan, atau kerusakan
lingkungan. Membangun budaya ”doing the right thing” berguna bagi perusahaan
dalam mengelola resiko-resiko bisnis.
Perusahaan-perusahaan yang menjalankan CSR yang baik dan
bertanggungjawab diharapkan dapat menyajikan laporan keuangan yang
transparan dan berkualitas, sehingga dapat memfasilitasi para pengguna laporan
keuangan dalam pengambilan keputusan. Skandal akuntansi yang berkaitan
dengan kualitas informasi keuangan, seperti kasus yang terjadi pada perusahaan
multinasional yaitu kasus Enron, World Com, Xerox dan perusahaan nasional
seperti Kimia Farma dan Lippo Bank diharapkan tidak akan terjadi lagi
dikemudian hari.
Banyak penulis telah meneliti hubungan antara CSR dan kinerja keuangan
dan “dalam ringkasan” menemukan hubungan positif (Salewski et al., 2014).
Lebih lanjut Salewski et al. (2014) menyatakan, penelitian tentang hubungan
antara CSR dan kinerja keuangan tidak mencerminkan apakah peningkatan CSR
benar-benar menyebabkan perubahan dalam perusahaan. Oleh karena itu, peneliti
yang lain menyelidiki hubungan antara CSR dan kualitas pelaporan keuangan
yang biasanya diukur dengan kualitas laba (earnings quality).
Chih et al. (2008) adalah yang pertama untuk menyelidiki hubungan ini.
Chih menyelidiki hubungan antara CSR dan Earnings Management (EM) ke
dalam empat jenis hubungan yang mungkin terjadi di antara keduanya, yaitu
hubungan positif, negatif, netral, dan tidak ada hubungan. Hasilnya terdapat
hubungan antara CSR dan Earnings Management. Sebuah perusahaan yang
berkomitmen tinggi terhadap CSR cenderung untuk tidak melakukan income
smoothing dan penghindaran pengakuan kerugian dan penurunan laba. Akan
tetapi cenderung untuk melakukan agresivitas laba. Chih menyatakan bahwa sikap
proaktif dan upaya kontrol yang dilakukan oleh para stakeholders terhadap praktik
manipulasi laba dapat mengancam posisi manajer dan mengancam reputasi
perusahaan, sehingga manajer menggunakan kegiatan CSR sebagai alat yang
Laksmana et al. (2009) dalam Salewski et al, (2014) menguji hubungan
antara corporate citizenship (yang sering digunakan secara sinonim untuk CSR)
dan empat atribut laba, yaitu persistence, predictability, smoothness and accrual
quality. Mereka menemukan bahwa perusahaan dengan CSR tinggi memiliki
penghasilan yang lebih dapat diprediksi (predictability), lebih persistensi
(persistence) dan melaporkan laba yang stabil (smoother) dari pendapatan
perusahaan dengan CSR yang lebih rendah. Hong dan Andersen (2011) dalam
Salewski et al. (2014), juga mengeksplorasi hubungan antara CSR dan manajemen
laba. Menggunakan US-data, mereka menemukan bahwa perusahaan yang lebih
bertanggung jawab secara sosial memiliki kualitas akrual yang lebih tinggi dan
kurang akan aktivitas manajemen laba.
Prior et al. (2008) menyelidiki hubungan antara CSR dan manajemen laba
menggunakan sampel dari 593 perusahaan dari 26 negara, dan menunjukkan hasil
bahwa terdapat hubungan positif antara CSR dan Earnings Management, yaitu
semakin tinggi tingkat manajemen laba, tingkat CSR semakin baik. Prior
menemukan bahwa manajer yang memanipulasi pendapatan (earnings
management) menggunakan kegiatan CSR sebagai salah satu strateginya untuk
menjaga hubungan dengan para stakeholders. Hobson dan Kachelmeier (2005)
dalam Gyungmin (2013) menunjukkan bahwa manajer memiliki insentif untuk
menyalahgunakan pengungkapan CSR untuk mengkompensasi rendahnya kualitas
laba. Hasil ini kontradiktif dengan hasil penelitian Chih et al. (2008) dan
Laksmana et al. (2009).
Sikka (2010) menginvestigasi hubungan antara CSR dan penghindaran
pajak. Penelitian dilakukan terhadap kasus-kasus penghindaran dan penggelapan
pajak di Amerika, Inggris dan negara-negara berkembang. Sikka menyimpulkan
perusahaan-perusahaan, termasuk accounting firms, yang menjanjikan CSR yang
bagus, ternyata menikmati penghidaran dan penggelapan pajak.
Calegari, Chotigeat dan Harjoto (2010) dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa CSR merupakan budaya perusahaan yang memengaruhi
bagaimana sebuah perusahaan melaporkan pendapatannya. CSR memengaruhi
pelaporan laba bukannya pelaporan laba memicu CSR untuk mengelabui
pemegang saham. CSR menimbulkan kualitas pelaporan laba yang lebih baik,
oleh karena itu, CSR memengaruhi secara tidak langsung namun menimbulkan
efek positif pada nilai perusahaan.
Kim, Park, dan Wier (2012) menguji keterkaitan antara earnings quality
dan corporate social responsibility, dimana earnings quality diukur dengan
keterlibatan manajemen laba (earnings management). Kesimpulan dari penelitian
ini adalah terdapat hubungan negatif antara corporate social responsibility dengan
earnings management. Hasil ini sejalan dengan gagasannya bahwa kegiatan CSR
termotivasi oleh insentif manajer untuk bersikap jujur, dapat dipercaya dan
beretika, sehingga perusahaan lebih berhati-hati dalam membuat laporan
keuangan untuk melayani kepentingan seluruh stakeholders.
Penelitian ini mengacu kepada penelitian yang dilakukan oleh Marcus
Salewski & Henning Zulch (2014), yang meneliti “Hubungan Antara Tanggung
hubungan antara tanggung jawab sosial perusahaan dan tingkat manajemen laba,
tingkat konservatisme akuntansi dan kualitas akrual. Mereka menemukan bahwa
perusahaan dengan rating CSR yang tinggi lebih mungkin untuk terlibat dalam
manajemen laba, melaporkan kabar buruk tidak tepat waktu dan mempunyai
kualitas akrual yang rendah. Dan hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa
kecenderungan peningkatan investasi dalam aktivitas CSR dan pengungkapannya
belum tentu disertai dengan laporan keuangan yang lebih berkualitas.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan olehSalewski
et al. (2014), adalah pada penelitian Salewski et al. (2014) CSR diukur melalui
CSR ranking dengan menggunakan data CSR dari Kirchhoff Consult AG, sebuah
perusahaan konsultan di Jerman yang menerbitkan CSR ranking kepada 90
perusahaan besar di Eropa. Dalam penelitian ini CSR diukur menggunakan indeks
CSR yang pengungkapannya disyaratkan pada GRI (Global Reporting Initiative).
Sedangkan pengukuran kualitas laba, Salewski et al. (2014) menggunakan
pendekatan discretionary accruals, accounting conservatism dan quality of
accruals. Dalam penelitian ini kualitas laba diukur dengan pendekatan conditional
revenue model salah satu dari dua model discretionary revenue yang
dikembangkan oleh Stubben (2010), pengukuran accrual persistence dan
pengukuran quality of accruals.
Atas dasar perkembangan CSR yang semakin populer, dan untuk melihat
konsistensi hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang masih beragam, maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian kembali mengenai “Pengaruh
Corporate Social Responsibility Terhadap Kualitas Laba”, studi empiris pada
perusahaan-perusahaan selain industri keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Penelitian sebelumnya telah banyak menjelaskan mengenai peran
corporate social responsibility terhadap kualitas laba yang diproksikan dengan
tingkat manajemen laba, dengan hasil yang beragam dan masih kontradiktif.
Untuk menguji kembali hasil tersebut, peneliti melakukan pengujian kembali
mengenai peran pengungkapan corporate social responsibility terhadap kualitas
laba, dimana dalam penelitian ini kualitas laba diproksikan kedalam tiga
pengukuran, yaitu : (1) pengukuran tingkat manajemen laba dengan menggunakan
pendekatan conditional revenue model, salah satu dari dua model discretionary
revenues yang dikembangkan oleh Stubben (2010); (2) pengukuran accrual
persistence model Givoly (2010) dan (3) pengukuran quality of accruals model
Sivaramakrishnan, K dan Yu (2008), dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah CSR berpengaruh terhadap kualitas laba yang diukur dengan
pendekatan Conditional Revenue Model, dengan Size, Leverage dan Growth
sebagai variabel kontrol pada perusahan-perusahaan selain industri keuangan
yang terdaftar di BEI ?
2. Apakah CSR berpengaruh terhadap kualitas laba yang diukur dengan
pendekatan Accrual Persistence, dengan Size, Leverage dan Growth sebagai
variabel kontrol pada perusahan-perusahaan selain industri keuangan yang
3. Apakah CSR berpengaruh terhadap kualitas laba yang diukur dengan
pendekatan Quality of Accruals, dengan Size, Leverage dan Growth sebagai
variabel kontrol pada perusahan-perusahaan selain industri keuangan yang
terdaftar di BEI?
C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka penelitian ini
dilakukan dengan tujuan :
1. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh CSR terhadap kualitas laba
yang diukur dengan pendekatan Conditional Revenue Model dengan Size,
Leverage dan Growth sebagai variabel kontrol.
2. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh CSR terhadap kualitas laba
yang diukur dengan pendekatan Accrual Persistence dengan Size, Leverage
dan Growth sebagai variabel kontrol.
3. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh CSR terhadap kualitas laba
yang diukur dengan pendekatan Quality of Accruals dengan Size, Leverage
dan Growth sebagai variabel kontrol.
2. Kontribusi penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut diatas,
penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :
a. Kontribusi teori
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pemahaman
mengenai pengaruh CSR terhadap kualitas laba, sehingga dapat dijadikan
sebagai acuan dan pedoman bagi peneliti selanjutnya.
b. Kontribusi praktik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada investor
dalam kaitannya dengan penilaian kualitas laba suatu perusahaan.
c. Kontribusi kebijakan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada
pemerintah mengenai sejauh mana pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan (CSR) yang telah dilakukan perusahaan, sehingga diharapkan
dapat memberikan gambaran dalam pengembangan kebijakan-kebijakan yang
berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini dibagi menjadi enam bab yang saling
berhubungan satu dengan yang lainnya. Secara garis besar penguraian keenam bab
tersebut adalah sebagai berikut :
BAB 1 : PENDAHULUAN
Pada bab 1 diuraikan tentang latar belakang penelitian, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
BAB 2 : KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
Pada bab 2 diuraikan tentang landasan teori, beberapa penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, rerangka pemikiran
dan pengembangan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini.
BAB 3 : DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
Pada bab 3 diuraikan tentang objek penelitian, populasi dan metode
pengambilan sampel.
BAB 4 : DESAIN DAN METODE PENELITIAN
Pada bab 4 diuraikan tentang jenis penelitian, definisi dan operasional
variabel, populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data
dan metode analisis.
BAB 5 : HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab 5 diuraikan tentang hasil pengolahan data, interpretasi hasil
dan pembahasan atas masalah yang dikaji.
BAB 6 : SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
Pada bab 6 ini diuraikan tentang kesimpulan hasil penelitian,
keterbatasan penelitian, dan saran.