6-1
BAB VI
ASPEK TEKNIS PERSEKTOR
Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya yang mencakup empat sector yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sector di mulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus di antisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral, dengan mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan. Kemudian dilanjutkan dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang di butuhkan.
6.1. Pengembangan Permukiman
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman di definisikan sebagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.
6.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
6-2
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang di lengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun Negara merupakan tanggung jawab pemerintah.
4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang di implementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.
6-3 tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standar di sasi teknis di bidang pengembangan permukiman. Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencanaalam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
6.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
A.Isu Strategis Pengembangan Permukiman
Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman saat ini adalah:
• Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
• Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumah tangga kumuh perkotaan.
6-4 • Percepatan pembangunan di wilayah timur indonesia
• Meminimalisir penyebabdan dampak bencanase kecil mungkin.
• Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.
• Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah di bangun. • Perlunya kerjasama lintas sector untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan
kawasan permukiman.
• Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.
6-5
Tabel 6.1. Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kabupaten Aceh Besar
No. Isu Strategis Keterangan
1 a. mengendalikan perkembangan
kawasan cepat tumbuh
b. mengendalikan kegiatan budidaya secara ketat di kawasan lindung; c. membatasi perkembangan
permukiman sesuai daya dukung
dan daya tampung;
mengembangkan kegiatan
budidaya terbatas kawasan rawan bencana;
d. mengembangkan sistem mitigasi bencana pada kawasan rawan bencana.
Arahan RTRW Kab. Aceh Besar
Strategi untuk kebijakan pengendalian
perkembangan kawasan dengan
memperhatikan daya dukung, daya tampung, dan kebencanaan.
2 Meningkatkan kuantitas dan kualitas
sarana dan prasarana publik dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan mengurangi dampak resiko bencana
Arahan RTRW Kab. Aceh Besar
B. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman
Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian kabupaten Aceh Besar dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni. Terlebih dahulu perlu di ketahui peraturan perundangan di tingkat kabupaten (meliputi peraturan daerah, peraturan bupati, maupun peraturan lainya) yang mendukung seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan pembangunan permukiman.
6-6 maupun dukungan infrastruktur dalam program-program perdesaan seperti PISEW (RISE), PPIP, serta kawasan potensial, rawan bencana, perbatasan, dan pulau terpencil.
C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada tingkat nasional antara lain:
Permasalahan pengembangan permukiman antara lain:
1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.
2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil,daerah terpencil ,dan kawasan perbatasan.
3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial
Tantangan pengembangan permukiman di antaranya:
1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat
2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sector Pengembangan Permukiman.
3. Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk di dalamnya pencapaian Program-Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)
4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah
5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.
6. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBLKSK dalam Penyusunan RPI2JM bidang Cipta Karya pada Kabupaten/Kota.
6-7 lain. Penjabaran permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang bersifat local perlu di jabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di Kabupaten Aceh Besar yang bersangkutan serta merumuskan alternative pemecahan dan rekomendasi dari permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang ada di wilayah Kabupaten Aceh Besar bersangkutan.
Tabel 6.2. Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Aceh Besar
No. Permasalahan Pengembangan Permukiman
Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi
1 Aspek Teknis :
1. Ketersediaan lahan Kasiba/ Lisiba
2. Pengembangan permukiman perdesaan
Penyediaan Kasiba/ Lisiba Pengembangan permukian perdesaan
Penyediaan secara sdaya oleh swasta dan atau di bawah dinas Cipta Karya 3 Aspek Pembiayaan :
Meningkatkan peran swasta dan masyarakat dalam penyediaan perumahan
Kampanye dan subsidi
5 Aspek Lingkungan Permukiman 1.Lingkungan sehat yang memperhatikan daya dukung lingkungan dan mitigasi bencana
6.1.3. Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman
6-8 Karya khususnya sector pengembangan permukiman baik di tingkat Pusat maupun di tingkat kabupaten/kota.
Di tingkat Pusat acuan kebijakan meliputi RPJMN 2010-2014, MDGs 2015 (pengurangan proporsi rumah tangga kumuh tahun 2020), Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2014 sebesar 10%, arahan MP3EI dan MP3KI, percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat, arahan Direktif Presiden untuk program pro-rakyat, serta Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014.
Sedangkan di Kabupaten Aceh Besar meliputi target RPJMD, RTRW Kabupaten Aceh Besar, maupun Renstra SKPD. Acuan kebijakan tersebut menjadi dasar pada tahapan analisis kebutuhan pengembangan permukiman.
6.1.4 Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari:
1) pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan Rusunawa serta
2) peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.
Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:
1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil 2) pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE), 3) desa tertinggal dengan program PPIP dan RISPNPM.
6-9
Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan
• Infrastruktur kawasan permukiman kumuh • Infrastruktur permukiman RSH
• Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya
Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan
• Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/Minapolitan) • Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana
• Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil • Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan social (PISEW) • Infrastruktur perdesaan PPIP
• Infrastruktur perdesaan RISPNPM
6-10
Sumber:Dit.Pengembangan Permukiman,2012
Gambar 6.1. Alur Program Pengembangan Permukiman
kriteria yang selama ini di acu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:
1. Vitalitas Non Ekonomi
a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK, di pandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota. b. Fisikbangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki
6-11 c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang di
nilai,mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.
2. Vitalitas Ekonomi Kawasan
a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah apakah kawasan itustrategis atau kurang strategis.
b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsil ainnya.
c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan permukiman kumuh.
3. Status Kepemilikan Tanah
a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman. b. Status sertifikat tanah yang ada.
4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih, dan Air limbah 5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya. b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan
(grandscenario) kawasan,rencana induk (masterplan) kawasan dan lainnya.
6.1.5 Usulan Program dan Kegiatan
a. Usulan Programdan Kegiatan Pengembangan Permukiman
6-12 program dan kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan Pemerintah Kabupaten Aceh Besar. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2JM di butuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga ke lima. Kriteria penentuan prioritas Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan permukiman : - Masuk dalam kawasan kumuh perkotaan yang tercantum dalam SK Bupati
- Tingkat kepadatan penduduk tinggi - Ketersediaan infrastruktur perkim kurang - Rawan bencana
- Rawan wabah penyakit
b. Usulan Pembiayaan Pengembangan Permukiman
Dalam pengembangan permukiman, Pemerintah Daerah di doronguntuk terus meningkatkan alokasinya pada sektor tersebut serta mencari alternative sumber pembiayaan dari masyarakat dan swasta KPS,CSR).
Untuk kondisi Kabupaten Aceh Besar pembiayaan pengembangan permukiman khususnya pengembangan infrastruktur perumahan permukiman, peran swadaya masyarakat masih sangat terbatas, disamping itu peran swasta ataupun dana CSR dari perusahaan swasta nasional belum pernah ada di Kabupaten Aceh Besar. Ke depan dapat dijajaki kerjasama dari perusahaan tambang batubara yang beroperasi di sekitar Kabupaten Aceh Besar untuk bisa menyisihkan sebagian keuntungan dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR).
6.2. Penataan Bangunan dan Lingkungan
6.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.
6-13
1) UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian,termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
Pada UU No. 1 tahun 2011 juga di amanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah di persiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
2) UU No.28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus di selenggarakan secara tertib hukum dan di wujudkan sesuai dengan fungsinya, serta di penuhinya persyaratan administrative dan teknis bangunan gedung.
Persyaratan administrative yang harus di penuhi adalah:
a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah b. Statuske pemilikan bangunan gedung; dan
c. Izin mendirikan bangunan gedung.
6-14
3) PP36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 di jelaskan dalam PP No. 36
Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No.28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini di tekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.
4) Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah di tetapkan Permen PU No.06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, di jelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan di lestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian di tetapkan melalui peraturan wali kota/bupati.
5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Permen PU No:14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut di lampirkan indicator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya. Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL
6-15 Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.
Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 di sebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;
b. Pembinaan teknik, pengawasanteknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana ke presidenan;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
6-16
Sumber : Dit. PBL, DJCK, 2012
Gambar 6.2. Lingkup Tugas PBL
Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:
a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman
• Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); • Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);
• Pembangunan Prasaranadan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan;
• Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.
6-17 • Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan
lingkungan;
• Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung; ▪ Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur; • Pelatihanteknis.
c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat diperkotaan
• Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan; • Paketdan Replikasi.
6.2.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
A. Isu Strategis
Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat dilihat dari Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sector PBL. Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL y a n g mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersediany apedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.
6-18 Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming). Pemanasan global yang di sebabkan bertambahnya karbon dioksida (CO2) sebagai akibat konsumsi energy yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4°C antara tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut diseluruh dunia hingga mencapai 10-25cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak social lainnya.
Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga mempengaruhi isu strategis sector PBL. Konferensi Habitat I yang telah di selenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahandan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang di laksanakan di lstambul, Turki, pada 3-14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu "Adequate Shelter fo rAll" dan "Sustainable Human Settlement Development inan Urbanizing World", sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.
Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat di rumuskan adalah sebagai berikut
1) Penataan Lingkungan Permukiman
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;
c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka public dan ruang terbuka hijau (RTH) diperkotaan;
6-19 e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan
Minimal;
f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.
2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Tertib pembangunan dan ke andalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota;
c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan gedung dan rumah negara; e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan
rumah Negara.
3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;
b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharingin-cash sesuai MoU PAKET;
c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.
6-20 Tabel 6.3. Isu Strategis sektor PBL di Kabupaten Aceh Besar
No. Kegiatan Sektor PBL Isu Strategis sektor
PBL di Kab. Aceh Besar
(1) (2) (3)
1. Penataan Lingkungan Permukiman a. Penyusunan RTBL Kawasan Industri Ladong Kecamatan Mesjid Raya
b. Penyusunan RTBL Kawasan minapolitan Perikanan Laut Baitussalam
2. Sarana dan Prasarana Revitalisasi Kawasan
a. Sarana dan Prasarana Revitalisasi Koridor Blang Bintang
3. Sarana dan Prasarana Penanggulangan bahaya kebakaran
a. Dukungan PSD RISPK
4. Sarana dan Prasarana Penataan Lingkungan Permukiman Bangunan Tradisional/bersejarah
b. Rencana tindak Permukiman Tradisional/bersejarah
B. Kondisi Eksisting
Berdasarkan Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014, di samping kegiatan non-fisik dan pemberdayaan, Direktorat PBL hingga tahun2013 juga telah melakukan peningkatan prasarana l i n g k u n g a n permukiman di 1.240 kawasan serta penyelenggaraan bangunan gedung dan fasilitasnya di 377 kabupaten/kota. Dalam RPI2JM bidang Cipta Karya pencapaian di Kabupaten/Kota perlu di jabarkan sebagai dasar dalam perencanaan.
C. Permasalahan dan Tantangan
Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:
Penataan Lingkungan Permukiman:
6-21 • RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swastada
• penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;
• Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
• Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang di indikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
• Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
• Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan, besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia;
• Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
• Kurang di tegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;
• Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;
• Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;
• Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanandan kenyamanan;
• Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien; • Masih banyaknya aset Negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.
Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
6-22
Kapasitas Kelembagaan Daerah:
• Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
• Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;
• Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan
• Bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan
Tabel 6.4. Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan Bangunan dan Lingkungan
No AspekPBL Permasalahan yang dihadapi
I. KegiatanPenataan Lingkungan Permukiman
1
AspekTeknis 1). Kawasan fungsional
cepat berkembang
2).Kawasan perkotaan yang cepat berkembang
Tidak didukung oleh infra CK
Pembangunan
2 Aspek Kelembagaan 1)Tidak ada lembaga pengelola kawasan
Kelembagaan baru
UPT dibawah Dinas CK
3 Aspek Pembiayaan 1) Belum ada anggaran studi Alokasi anggaran Bantek APBN
4
Aspek Peran Serta
Masyarakat/ Swasta
1) Peran serta masyarakat
rendah Pemahaman masyarakat
rendah
6.2.3. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan
Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kabupaten Aceh Besar mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010.
6-23
a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman
Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK), pembangunan prasarana dan sarana lingkungan permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.
RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)
RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan di definisikan sebagai panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang di maksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi:
• Program Bangunan dan Lingkungan; • Rencana Umum dan Panduan Rancangan; • Rencana Investasi;
• Ketentuan Pengendalian Rencana; • Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
6-24 Penyelenggaraan system roteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran system proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya.
RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedomandan Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.
- Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional / Bersejarah Pendekatan yang di lakukan dalam melaksanakan Penataan Lingkungan Permukiman Tradision aladalah:
1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;
2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek manusia, lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;
3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk menjamin kelangsungan kegiatan;
4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi masyarakat, selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
Standar Pelayanan Minimal (SPM)
6-26
Tabel 6.5. SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
No Jenis Pelayanan Dasar
Standar Pelayanan
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara meliputi:
1. Menguraikan kondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi persyaratan ke andalan yang mencakup (keselamatan, keamanan, kenyamanan dan kemudahan);
2. Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara; 3. Menguraikan asset Negara dari segi administrasi pemeliharaan.
6-27
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
Program yang mencakup pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan adalah PNPM Mandiri, yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). P2KP merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya menanggulangi kemiskinan melalui pemberdayaaan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat
6.2.4. Program-Program dan Kriteria Kesiapan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari: a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;
b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;
c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan.
Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang mencakup antara lainr encana kegiatan rinci, indicator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola asset proyek setelah infrastruktur dibangun.
Kriteria Kesiapan untuk sector Penataan Bangunan dan Lingkungan adalah: - Fasilitasi Ran Perda Bangunan Gedung
Kriteria Khusus:
Kabupaten/kota yang belum difasilitasi penyusunan ran perda Bangunan Gedung; Komitmen Pemda untuk menindak lanjuti hasil fasilitasi Ran perda BG
- Penyusunan Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas
6-28 Berbasis Komunitas:
• Kawasan di perkotaan yang memiliki lokasi PNPM-Mandiri Perkotaan;
• Pembulatan penanganan infrastruktur di lokasi-lokasi yang sudah ada PJM Pronangkis-nya;
• Bagian dari rencana pembangunan wilayah/kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Peda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stake holder setempat.
- Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL) Kriteria Lokasi:
• Sesuai dengan kriteria dalam Permen PU No. 6 Tahun 2006;
• Kawasan terbangun yang memerlukan penataan;
• Kawasan yang dilestarikan/heritage;
• Kawasan rawan bencana;
• Kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/budaya dan/atau ke agamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga (central business district);
• Kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;
• Komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya
• Kesiapan pengelolaan oleh stake holder setempat;
• Pekerjaan dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.
Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah
6-29
Kriteria Umum:
• Sudah memiliki RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas kawasan perencanaan> 5Ha) atau;
• Turunan dari Tata Ruang atau masuk dalam skenario pengembangan wilayah (jika luas perencanaan <5Ha);
• Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;
• Kesiapan pengelolaan oleh stake holder setempat.
Kriteria Khusus: Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan:
• Kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis; • Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas; • Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;
• Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stake holder setempat.
Kriteria Khusus: Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:
• Ruang public tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman (RTH Publik)
• Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No.26/2007 tentang Tata ruang);
• Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari luas wilayah kota;
• Ada rencana pengembangandan investasi Pemda, swasta, masyarakat;
6-30
Kriteria Khusus Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak Tradisional Bersejarah:
• Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten);
• Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan estetis;
• Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stake holder setempat.
Kriteria Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK):
• Ada Perda Bangunan Gedung;
• Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk >500.000 orang;
• Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi
• Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008 tentang Tata Ruang;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stake holder setempat.
Kriteria dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan Permukiman Tradisional/Gedung Bersejarah:
• Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman Tradisional-Bersejarah
• Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;
• Ada DDUB;
• Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;
6-31 prioritas masyarakat yang menyentuh unsur tradisionalnya;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;
• Kesiapan pengelolaan oleh stake holder setempat.
Kriteria dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:
• Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah
(minimalSK/peraturan bupati/walikota);
• Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan DPRD); • Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;
• Ada lahan yang di sediakan Pemda;
• Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat; • Kesiapan pengelolaan oleh stake holder setempat.
Kriteria Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan:
• Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;
• Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan, terminal, stasiun, bandara);
• Ruang public atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas social masyarakat (taman, alun-alun);
• Kesiapan pengelolaan oleh stake holder setempat
6.3. Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) 6.3.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan
6-32 pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.
Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:
i) Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
ii) Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025
Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.
iii) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menumenuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.
v) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang
6-33 SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan jaringan perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air.Pengembangan SPAM menjadi kewenangan/ tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan perundang- undangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No.16 Tahun 2005.
Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya dibidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup:
• Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum; • Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem penyediaan
air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial; • Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;
• Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air minum.
6.3.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan A. Isu Strategis Pengembangan SPAM
Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk mencapai target pembangunan dibidang air minum. Isu ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah:
6-34 2. Pengembangan Pendanaan;
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;
4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan; 5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;
6. Rencana Pengamanan Air Minum;
7. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat; dan
8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi
Setiap kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi isu strategis yang ada di daerah masing-masing mengingat isu strategis ini akan menjadi dasar dalam pengembangan infrastruktur, prasarana dan sarana dasar di daerah, serta akan menjadi landasan penyusunan program dan kegiatan dalam Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur (RPI2JM) yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian cita-cita pembangunan nasional.
B. Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM
Pembahasan yang perlu diperhatikan terkait dengan Kondisi Eksisting Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum di kabupaten/kota secara umum adalah:
i. Aspek Teknis
Berisi hal-hal yang berkaitan dengan jenis dan jumlah sistem jaringan yang terdapat di dalam kota/kabupaten, tingkat pelayanan, sumber air baku yang digunakan, serta kondisi pelanggan, sistem pengolahan air, dan jampe layanan. Di dalam aspek teknis ini perlu juga di munculkan besarnya unit konsumsi air minum (liter/orang/hari) untuk jaringan perpipaan dan bukan perpipaan
ii. Aspek Pendanaan
6-35 sebutkan pula tariff dasar air dan harga dasar air serta struktur pelanggan.
iii. Kelembagaan
Berisi penjelasan dan uraian mengenai kondisi organisasi pengelola sistem penyediaan air minum baik jaringan perpipaan maupun non perpipaan.
Yang perlu di sampaikan terkait kondisi eksisting kelembagaan SPAM adalah:
• Organisasi Tata Laksana Penyelenggara SPAM baik untuk jaringan perpipaan maupun bukan perpipaan;
• Sumber daya manusia penyelenggara SPAM; • Rencana Kerja Kelembagaan; dan
• Monitoring dan Evaluasi Pengkajian Kelembagaan SPAM. iv. Peraturan Perundangan
Berisi peraturan-perundangan (perda, SK wali kota/kabupaten, SK Direktur PDAM dll) yang berkaitan dengan pengelolaan air minum di kota/kabupaten serta permasalahan terkait dengan pelaksanaan/implementasi peraturan/perundangan tersebut.
v. Peran Serta Masyarakat
Berisi peran serta masyarakat dalam pengelolaan air minum terkait dengan kepatuhan membayar retribusiair, inisiatif masyarakat mengembangan SPAM di wilayah mereka, peran serta masyarakat memelihara kuantitas dan kualitas sumber air. Diuraikan pula permasalahan yang dihadapi terkait dengan peran negative masyarakat dalam menjaga keberlanjutan sumber air, jaringan yang ada dll.
C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan SPAM
i. Permasalahan Pengembangan SPAM
Pada bagian ini, perlu di jabarkan permasalahan pengembangan SPAM sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Adapun permasalahan pengembangan Air Minum pada tingkat nasional antara lain:
1) Peningkatan Cakupan dan Kualitas
6-36 dengan tingkat perkembangan penduduk
2. Perkembangan pesat SPAM non-perpipaan terlindungi masih memerlukan pembinaan. 3. Tingkat kehilangan air pada sistem perpipaan cukup besar dan tekanan air pada jaringan
distribusi umumnya masih rendah.
4. Pelayanan air minum melalui perpipaan masih terbatas dan harus membayar lebih mahal.
5. Ketersediaan data yang akurat terhadap cakupan dan akses air minum masyarakat belum memadai.
6. Sebagian air yang diproduksi PDAM telah memenuhi criteria layak minum, namun kontaminasi terjadi pada jaringan distribusi.
7. Masih tingginya angka prevalensi penyakit yang di sebabkan buruknya akses air minum yang aman.
2) Pendanaan
1. Penyelenggaraan SPAM mengalami kesulitan dalam masalah pendanaan untuk pengembangan, maupun operasional dan pemeliharaan
2. Investasi untuk pengembangan SPAM selama ini lebih tergantung dari pinjaman luar negeri.
3. Komitmen dan prioritas pendanaan dari pemerintah daerah dalam pengembangan SPAM masih rendah.
3) Kelembagaan dan Perundang-Undangan
1. Lemahnya fungsi lembaga/dinas di daerah terkait penyelenggaraan SPAM. 2. Prinsip pengusahaan belum sepenuhnya di terapkan oleh penyelenggara SPAM
(PDAM).
6-37 4) Air Baku
1. Kapasitas daya dukung air baku diberbagai lokasi semakin terbatas. 2. Kualitas sumber air baku semakin menurun.
3. Adanya peraturan perijinan penggunaan air baku di beberapa daerah yang tidak selaras dengan peraturan yang lebih tinggi.
4. Belum mantapnya alokasi penggunaan air baku sehingga menimbulkan konflik kepentingan ditingkat pengguna.
5) Peran Masyarakat
1. Air masih di pandang sebagai benda sosial meskipun pengolahan air baku menjadi air minum memerlukan biaya relative besar dan masih dianggap sebagai urusan pemerintah.
2. Potensi yang ada pada masyarakat dan dunia usaha belum sepenuhnya diberdayakan oleh Pemerintah.
3. Fungsi pembinaan belum sepenuhnya menyentuh masyarakat yang mencukupi kebutuhannya sendiri.
6-38 Tabel 6.6. Identifikasi Permasalahan Pengembangan SPAM
N
Penambahan SR Penambahan SR
C.
ii. Tantangan Pengembangan SPAM
Beberapa tantangan dalam pengembangan SPAM yang cukup besar kedepan, agar dapat di gambarkan, misalnya:
1) Tantangan Internal:
6-39 mempertimbangkan masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki akses air minum yang aman yang tercermin pada tingginya angka prevalensi penyakit yang berkaitan dengan air. Tantangan lainnya dalam pengembangan SPAM adalah adanya tuntutan PP 16/2005 untuk memenuhi kualitas air minum sesuai kriteria yang telah di syaratkan.
c) Banyak potensi dalam hal pendanaan pengembangan SPAM yang belum di optimalkan. Sedangkan adanya tuntutan penerapan tariff dengan prinsip full cost recovery merupakan tantangan besar dalam pengembangan SPAM.
d) Adanya tuntutan untuk penyelenggaraan SPAM yang profesional merupakan tantangan dalam pengembangan SPAM dimasa depan.
e) Adanya tuntutan penjaminan pemenuhan standar pelayanan minimal sebagaimana disebutkan dalam PP No.16/2005 serta tuntutan kualitas air baku untuk memenuhi standar yang diperlukan.
f) Adanya potensi masyarakat dan swasta dalam pengembangan SPAM yang belum di berdayakan.
2) Tantangan Eksternal
1) Tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dengan pilar pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.
2) Tuntutan penerapan Good Governance melalui demokratisasi 3) Yang menuntut pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan. 4) Komitmen terhadap kesepakatan Millennium Development Goals
5) (MDGs) 2015 dan Protocol Kyotodan Habitat, dimana pembangunan perkotaan harus berimbang dengan pembangunan perdesaan
6) Tuntutan peningkatan ekonomi dengan pemberdayaan potensi lokal dan masyarakat, serta peningkatan peran serta dunia usaha,swasta
6-40
6.3.3 Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum
Kebutuhan sistem penyediaan air minum terjadi karena adanya gap antara kondisi yang ada saat ini dengan target yang akan dicapai pada kurun waktu tertentu. Kondisi pelayanan air minum secara nasional sebesar 47,71%, dilihat dari proporsi penduduk terhadap sumber air minum terlindungi (akses aman) yang mencakup 49,82% di perkotaan dan 45,72 di perdesaan. Analisis kebutuhan sistem penyediaan air minum diKabupaten Aceh Besarsebagai berikut:
A. Analisis Kebutuhan Pengembangan SPAM Kabupaten Aceh Besar
Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam menganalisis kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum, baik sistem perpipaan maupun bukan perpipaan adalah menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi sistem penyediaan air minum. Melakukan analisis atas dasar besarnya kebutuhan penyediaan air minum, baik itu untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat (basic need) maupun kebutuhan pengembangan kota (development need). Pada bagian ini sudah harus di uraikan penetapan kawasan/daerah yang memerlukan penanganan dari komponen penyediaan air minum baik sistem perpipaan maupun bukan perpipaan, serta diperlihatkan arahan struktur pengembangan prasarana kota yang telah di sepakati.
Analisis kebutuhan Pengembangan SPAM merupakan hasil rangkaian analisis di antaranya adalah analisis hasil survey kebutuhan nyata (real demand survey), analisis kebutuhan dasar air minum, analisis kebutuhan program pengembangan, analisis kualitas dan tingkat pelayanan serta analisis ekonomi. Hasil analisis kebutuhan di tuangkan dalam tabel seperti di contohkan 6.25 berikut ini
B. Kebutuhan Pengembangan SPAM Daerah
6-41
6.3.4 Program-Program dan Kriteria Penyiapan, serta Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan SPAM
6.3.4.1. Program-Program Pengembangan SPAM
Program SPAM yang dikembangkan oleh Pemerintah antara lain:
A. Program SPAM IKK
Kriteria Program SPAM IKK adalah: • Sasaran:
IKK yang belum memiliki SPAM • Kegiatan:
- Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama) - Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan
- Rumah (SR) total • Indikator:
- Peningkatan kapasitas (liter/detik)
- Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM B. Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
Kriteria Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah: • Sasaran: Optimalisasi SPAM IKK
• Kegiatan: Stimulan jaringan pipa distribusi maksimal 40% dari target total SR untuk MBR
• Indikator:
- Peningkatan kapasitas (liter/detik)
6-42
C. Program Perdesaan Pola Pamsimas
Kriteria Program Perdesaan Pola Pamsimas adalah
Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM • Kegiatan:
▪ Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama)
▪ Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total
• Indikator:
▪ Peningkatan kapasitas (liter/detik)
▪ Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM
D. Program Desa Rawan Air/Terpencil
Kriteria Program SPAM IKK adalah:
• Sasaran: Desa rawanair, desa miskin dan daerah terpencil
(sumber air baku relativ sulit)
• Kegiatan: Pembangunan unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama
• Indikator: Penambahan jumlah desa yang terlayani SPAM
E. Program Pengamanan Air Minum
Kriteria Program Pengamanan Air Minum adalah:
• Sasaran: PDAM-PDAM dalam rangka mengurangi resiko
• Kegiatan: Pengendalian kualitas pelayanan air minum dari hulu sampai hilir • Indikator: Penyediaan airminum memenuhi standar 4K.
6-43 Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM) yang disusun berdasarkan:
1. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota; 2. Rencana pengelolaan Sumber Daya Air;
3. Kebijakan dan Strategi Pengembangan SPAM;
4. Kondisi Lingkungan, Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat; 5. Kondisi Kota dan Rencana Pengembangan SPAM
6.3.4.2 Kriteria Penyiapan (Readiness Criteria)
Kelengkapan (readiness criteria) usulan kegiatan Pengembangan SPAM pemerintah kabupaten/kota adalah sebagai berikut:
1. Tersedia Rencana Induk Pengembangan SPAM (sesuai PP No.16/2005 Pasal 26 ayat 1 s.d 8 dan Pasal 27 tentang Rencana Induk Pengembangan SPAM.
2. Tersedia dokumen RPI2JM bidang Cipta Karya 3. Tersedia studi kelayakan/justifikasi teknis dan biaya
– Studi Kelayakan Lengkap: Penambahan kapasitas ≥20l/detik atau di ammeter pipa JDU terbesar ≥250mm
– Studi Kelayakan Sederhana: Penambahan kapasitas 15-20 l/detik atau di ammeter pipa JDU terbesar 200mm;
– Justifikasi Teknis dan Biaya: Penambahan kapasitas ≤10l/detik atau di ammeter pipa JDU terbesar ≤150mm;
4. Tersedia DED/Rencana Teknis (sesuai Permen No. 18/2007) 5. Ada indicator kinerja untuk monitoring
– Indikator Output: 100% pekerjaan fisik
– Indikator Outcome: Jumlah SR/HU yang dimanfaatkan oleh masyarakat pada tahun yang sama
6. Tersedia lahan/ada jaminan ketersediaan lahan
6-44 rencana pemanfaatan system yang akan dibangun
8. Institusi pengelola pasca konstruksi sudah jelas (PDAM/PDAB, UPTD atau BLUD)
9. Di nyatakan dalams urat pernyataan Kepala Daerah tentang kesanggupan/kesiapan menyediakan syarat-syarat diatas.
B.Pendekatan Pembiayaan APBN 1) Non Cost-Recovery
• Fasilitasi pengembangan SPAM (unit air baku dan unit produksi) pada IKK, kawasan perbatasan/pulau terdepan;
• Fasilitasi pengembangan SPAM (unit air baku dan unit produksi) bagi kawasan-kawasan tertinggal (kawasan-kawasan kumuh, kawasan-kawasan nelayan, dan ibukota kabupaten pemekaran;
• Fasilitasi pengembangan SPAM bagi perdesaan (desa rawan air) melalui pemicuan perubahan perilaku menjadi hidup bersih dan sehat, pembangunan modal sosial, capacitu building bagi masyarakat, serta pembangunan dan pengelolaan SPAM berbasis masyarakat; dan
• Pengembangan SPAM skala kecil (perdesaan) pembiayaannya di dorong melalui DAK.
2) Costre covery
• Fasilitasi penyediaan air baku untuk air minum melalui kerjasama dengan Ditjen Sumber Daya Air; dan
• Fasilitasi penyediaan air minum (PDAM) di kawasan strategis (PKN, PKW, PKL, dll) dengan pendanaan melalui perbankan, Pemda/PDAM,serta KPS
C.Alternatif Pola Pembiayaan
6-45 • Pinjaman Bank Komersial adalah merupakan sumber pembiayaan dari pinjaman bank komersial dengan jumlah equity tertentu sebagai pendamping pinjaman. Dilaksanakan oleh PDAM yang memiliki kecukupan dana pendamping dan menerapkan tarif minimal diatas harga pokok produksi (tariff dasar);
• Trade Credit adalah merupakan sumber pembiayaan dari pinjaman bank komersial melalui pihak ketiga (kontraktor/supplier) dan dibayar dengan angsuran dari pendapatan PDAM dalam masa tertentu (10 tahun atau lebih). Dilaksanakan oleh PDAM yang diperkirakan dapat mengangsur sesuai dengan perjanjian;
• Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) merupakan sumber pembiayaan dari badan usaha swasta (BUS) berdasarkan kontrak kerjasama antara BUS dengan pemerintah (BOT/Konsesi). Dilaksanakan di kabupaten/kota yang memiliki pasar potensial (captive market) dan telah dilengkapi dengan studi pra-FS dan kesiapan pemerintah daerah; • Obligasi adalah merupakan sumber dana dari penerbitan surat utang yang akan dibayar
dari pendapatan PDAM. Dilaksanakan oleh PDAM yang telah memiliki rating minimal BBB;
• CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu tindakan yang dilakukan suatu perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada.
6.3.5. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan SPAM
A. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan SPAM
Usulan dan prioritas program komponen Pengembangan SPAM disusun berdasarkan paket-paket fungsional dan sesuai kebijakan prioritas
6-46 Usulan program yang diajukan perlu dievaluasi ke sesuaiannya dengan hasil analisis dan identifikasi yang telah dilakukan. Selain itu, perlu juga dicek keterpaduan dengan sektor-sektor lainnya. Usulan program harus dapat mencerminkan besaran dan prioritas program, dan manfaatnya ditinjau dari segi fungsi, kondisi fisik, dan non-fisik antar kegiatan dan pendanaannya. Penjabaran program-program tersebut disesuaikan dengan struktur tatanan program RPJMN yang diwujudkan dalam paket-paket kegiatan/program.
B. Pembiayaan Proyek Pengembangan SPAM
Pembiayaan proyek perlu disusun berdasarkan klasifikasi tanggung jawab masing-masing Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Pusat, Swasta dan Masyarakat. Jika ada indikasi program pengembangan SPAM yang melibatkan swasta perlu dilakukan kajian lebih mendalam untuk menentukan kelayakannya.
Untuk program memerlukan analisis kelayakan keuangan, hasil analisis harus dilampirkan dan merupakan bagian dari kajian pembiayaan dan keuangan. Pembiayaan kegiatan pengembangan SPAM sebagaimana diusulkan dapat berasal dari dana Pemerintahan Kabupaten/Kota, masyarakat, swasta, dan bantuan Pemerintah Pusat. Bantuan Pemerintah Pusat dapat berbentuk proyek biasa (pemerataan dalam pemenuhan prasarana sarana dasar), bantuan stimulan, dan bantuan proyek khusus (menurut pengembangan kawasan).Adapun jenis bantuan disesuaikan dengan tingkat kebutuhannya
6..4. Penyehatan Lingkungan Permukiman
6-47 Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana di maksud dalam Pasal 656, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan air limbah, drainase dan persampahan;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan air limbah, drainase dan persampahan termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;
c. Pembinaan investasi di bidang air limbah dan persampahan;
d. penyusunan norma,s tandar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air limbah, drainase dan persampahan; dan
e. pelaksanaan tata usaha direktorat.
6.4. Air Limbah
6.4.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Pengelolaan Air Limbah A. Arahan Kebijakan Pengelolaan Air Limbah
Beberapa peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan air limbah, antara lain:
1. Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi di arahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.
2. Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
6-48
3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
Peraturan ini mengatur penyelenggaraan prasarana dan sarana air limbah permukiman secara terpadu dengan penyelenggaraan sistem penyediaan air minum.
4. Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
Pengaturan Sarana dan Prasarana Sanitasi dilakukan salah satunya melalui pemisahan antara jaringan drainase dan jaringan pengumpul air limbah pada kawasan perkotaan.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.
Mensyaratkan tersedianya sistem air limbah setempat yang memadai dan tersedianya sistem air limbah skala komunitas/kawasan/kota.
6. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/I/1998 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan
Mengamanatkan bahwa Pengolahan yang dilakukan terhadap air buangan di maksudkan agar air buangan tersebut dapat di buang ke badan air penerima menurut standar yang di terapkan, yaitu standar aliran (stream standard) dan standar efluen (effluent standard).
B. Lingkup Pengelolaan Air Limbah
6-49 Pengolahan air limbah permukiman di Indonesia di tangani melalui dua sistem yaitu sistem setempat (onsite) atau pun melalui sistemt erpusat (offsite). Sanitasi sistem setempat (onsite) adalah sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada dalam batas tanah yang dimiliki dan merupakan fasilitas sanitasi individual sedangkan sanitasi sistem terpusat (offsite) adalah sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah dipisahkan dengan batas jarak dan mengalirkan air limbah dari rumah- rumah menggunakan perpipaan (sewerage) ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
6.4.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan Air Limbah Permukiman A. Isu Strategis Pengembangan Air Limbah Permukiman
Untuk melakukan rumusan isu strategis ini dilakukan dengan melakukan identifikasi data dan informasi dari dokumen-dokumen perencanaan pembangunan terkait dengan pengembangan permukiman tingkat nasional maupun daerah, seperti dokumen RPJMN, RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, Renstra Dinas, RP2KP,SSK dan dokumen lainnya yang selaras menyatakan isu strategis pengembangan air limbah sesuai dengan karakteristik di masing-masing Kabupaten/Kota.
Tujuan dari bagian ini adalah:
o Teridentifikasinya rumusan isu strategis pengelolaan air limbah di Kabupaten/Kota; o Tereviewnya isu strategis pengembangan air limbah dari dokumen terkait.
Berikut adalah isu-isu strategis dalam pengelolaan air limbah permukiman di Indonesia antara lain
1. Akses masyarakat terhadap pelayanan pengelolaan air limbah permukiman
6-50
2. Peran Masyarakat
Peran masyarakat berupa rendahnya kesadaran masyakat dan belum di berdayakannya potensi masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan air limbah serta terbatasnya penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman berbasis masyarakat.
3. Peraturan perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan meliputi lemahnya penegakan hokum dan belum memadainya perangkat peraturan perundangan yang di butuhkan dalam sistem pengelolaan air limbah permukiman serta belum lengkapnya NSPM dan SPM pelayanan air limbah.
4. Kelembagaan
Kelembagaan meliputi kapasitas SDM yang masih rendah, kurang koordinasi antar instansi dalam penetapan kebijakan di bidang air limbah, belum terpisahnya fungsi regulator dan operator, serta lemahnya fungsi lembaga bidang air limbah.
5. Pendanaan
Pendanaan terutama berkaitan dengan terbatasnya sumber pendanaan pemerintah dan rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah yang merupakan akibat dari rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan air limbah. Selain itu adalah rendahnya tarif pelayanan air limbah sehingga berakibat pihak swasta kurang tertarik untuk melakukan investasi di bidang air limbah.
6-51
B. Kondisi Eksisting Pengembangan Air Limbah Permukiman
Setiap Kab/Kota wajib menyajikan gambaran secara umum kondisi eksisting sistem pengelolaan air limbah yang ada saat ini di Kabupaten/Kotamasing-masing baik pada aspek teknis maupun pada aspek non teknis pendukung. Untuk menggambarkan kondisi eksisting pengembangan air limbah yang telah dilakukan pemerintah Kota/Kabupaten, perlu di uraikan hal-hal beriku tini:
a. Aspek teknis
Berisi hal-hal yang berkaitan dengan prasarana dan sarana air limbah yang mencakup:
a. Sistem prasarana dan sarana air limbah (sistem setempat/on- site, sistem terpusat /off-site);
b. jumlah, masalah, dan kondisi prasarana dan sarana air limbah; c. tingkat pelayanan prasarana dan sarana air limbah.
B.Pendanaan
Menguraikan kemampuan masyarakat/Pemda/Swasta dalam membiayai penyediaan serta operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana air limbah seperti pembiayaan pembangunan sarana individual, pengurasan tankiseptik, retribusi air limbah sistem komunal dan tempat-tempat umum, serta anggaran Pemda (APBD) untuk pengelolaan air limbah permukiman. c. Kelembagaan
Menguraikan organisasi pengelolaan air limbah yang mencakup bentuk organisasi (lampirkan struktur organisasi), uraian tugas, tata laksana kerja, dan sumber daya manusia yang di miliki. Uraian tersebut harus mencerminkan kemampuan organisasi pengelola air limbah saat ini. d. Peraturan Perundangan
Beris iperaturan perundangan terkait pengelolaan airlimbah permukiman yang dimiliki saat ini oleh masing-masing Kabupaten/Kota misalnya terkait tentang Struktur Organisasi dan Tupoksi pengelola air limbah, retribusi, dll (perda, SK walikota/kabupaten, SK Direktur).
e. Peran Serta Swasta dan Masyarakat