• Tidak ada hasil yang ditemukan

MOCHAMMAD FAIZAL BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MOCHAMMAD FAIZAL BAB II"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

a. Pengertian

Lansia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup yang terakhir. Dimasa ini manusia mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap, Azizah (2011). Usia lanjut (old age) merupakan istilah untuk tahap akhir dari proses penuaan tersebut, Suardiman (2011).

Usia tua menurut Hurlock, (1993) adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau

beranjak dari waktu yang penuh manfaat.

(2)

Di Indonesia, hal – hal yang terkait dengan usia lanjut diatur dalam suatu undang – undang yaitu undang – undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan Lanjut Usia. Dalam pasal 1 ayat 2 undang – undang No. 13 Tahun 1998 tersebut dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas, (dalam Suardiman 2011)

b. Klasifikasi Lansia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO (dalam Maryam, 2008) klasifikasi lansia dikelompokan menjadi 4 yaitu :

a. usia pertengahan atau middle age yaitu seseorang yang berusia 45-59 tahun

b. lanjut usia atau elderly yaitu seseorang yang berusia 60-74 tahun c. lanjut usia tua atau old yaitu orang yang berusia 75-90 tahun

d. usia sangat tua atau very old yaitu seseorang yang berusia 90 tahun.

c. Perubahan Yang Dihadapi Lansia

a. Perubahan Fisik

Sel pada lansia jumlahnya akan berkurang, ukurannya membesar, cairan tubuh dan cairan intra seluler menurun, Maryam (2008)

(3)

mengecilnya saraf panca indra, serta menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan, Efendi (2009)

Pada sistem pendengaran membrane timpani atrofil, sehingga terjadi gangguan pendengaran, tulang – tulang pendengaran mengalami kekakuan, Maryam (2008)

Pada Sistem penglihatan timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis), lensa lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, dan menurunnya daya untuk membedakan antara warna biru dengan warna hijau pada skala pemeriksaan, Efendi (2009)

Katup jantung pada system kardiovaskuler menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun, elastisitas pembuluh darah menurun serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat, Maryam (2008)

(4)

Tulang kehilangan kepadatannya dan semakin rapuh, kifosis, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami skerosis, atrofi serabut otot sehingga gerak seseorang menjadi lambat, otot – otot kram dan menjadi tremor, Efendi (2009).

Pada gastrointestinal, esophagus melebar, asam lambung menurun, peristaltic menurun sehingga daya absorbs juga menurun, ukuran lambung mengecil serta fungus organ aksesoris menurun sehingga menyebabkan berkurangnya prodiksi hormone dan enzim pencernaan, Maryam (2008).

Sistem genotourinaria, ginjal mengecil, aliran darah keginjal menurun, penyaringan diglomerulus menurun, dan fungsi tubuh meurun sehingga kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan urine juga menurun Maryam (2008). Otot – otot kandung kemih melemah, kapasitasnya menurun sehingga 200 ml dan menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan sehingga meningkatkan retensi uriene Efendi, (2009).

Sistem endokrin, menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktifitas tiroid, BMR, daya pertukaran gas, produksi aldosteron, serta sekresi hormone kelamin seperti progesteron, estrogen dan testosteron, Efendi (2009).

(5)

veskularisasi, rambut memutih, kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh (Maryam, 2008).

b. Perubahan Mental

Faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, hereditas, lingkungan, tingkat kecerdasan, dan kenangan (memori), Efendi (2009). Kemampuan belajar pada lansia masih ada tetapi relative menurun, Maryam (2008).

c. Perubahan Psikososial

Pada masa pensiun lansia akan kehilangan sumber financial, kehilangan status, relasi dan pekerjaan dan merasakan atau kesadaran akan kematian, Efendi (2009). Perubahan psikososial pada lansia meliputi short term memory, frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan keinginan, depresi dan kecemasan, Maryam (2008).

d. Karakterisitk Pada Lansia

(6)

1) Jenis Kelamin

Lansia lebih banyak wanita, terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah kesehatan yang berbeda antara lansia laki – laki dan wanita. Misalnya lansia laki – laki dengan hyperplasia prostat, maka wanita mungkin menghadapi osteoporosis.

2) Status Perkawinan

Status masih pasangan lengkap atau sudah hidup janda / duda akan mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologis. 3) Struktur Keluarga

Keadaan pasangan, tinggal sendirian atau bersama istri, anak atau keluarga lainnya.

4) Kondisi kesehatan

a) Kondisi umum : kemampuan umum untuk tidak tergantung kepada orang lain dalam kegiatan sehari – hari, mandi, buang air kecil dan besar.

(7)

e. Teori – teori Penuaan

Menurut Stanly dan Patricia (2006) beberapa teori tentang penuaan dikelompokan menjadi 2 kelompok besar yaitu :

1) Teori biologis, yaitu teori yang mencoba untuk menjelaskan proses fisik

penuaan, termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia dan kematian. Perubahan – perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekuler dan seluler dalam system organ utama dan kemampuan untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit.

a) Teori Genetika

Teori sebab akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama dipengaruhi oleh pembentukan gen dan dampak lingkungan pada pembantukan kode etik. Penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar di wariskan yang berjalan dari waktu mengubah sel atau struktur jaringan. Berdasarkan hal tersebut maka, perubahan rentang hidup dan panjang usia telah ditentukan sebelumnya.

b) Teori Dipakai dan Rusak

(8)

c) Riwayat Lingkungan

Menurut teori ini, faktor – faktor di dalam lingkungan (misalnya, karsinogen dan industry cahaya matahari, trauma dan infeksi) dapat membawa perubaan dalam proses penuaan. Walaupun faktor – faktor ini diketahui dapat mempercepat penuaan, dampak dari lingkungan lebih merupakan dampak sekunder dan bukan merupakan faktor utama dalam penuaan.

d) Teori Imunitas

Teori ini menggambarkan suatu kemunduran dalam system imunyang berhubungan dengan penuaan. Ketikaorang bertambah tua, pertahanan mereka lebih rentan yntuk menderita sebagai penyakit seperti kanker dan infeksi. Seiring dengan berkurangnya imun, terjadilah peningkatan dalam respon autoimun tubuh.

e) Teori Neuroendokrin

(9)

2) Teori psikologis, teori ini memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan perilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi biologi pada kerusakan anatomis. Perubahan sosiologis dikombinasikan dengan perubahan psikologis.

a) Teori kepribadian

Kepribadian manusia adalah suatu wilayah pertumbuhan yang subur dalam tahun – tahun akhir kehidupannya dan telah merangsang penelitian yang pantas dipertimbangkan. Teori kepribadian menyebutkan aspek – aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik lansia.

b) Teori Tugas Perkembangan

Erickson menguraikan tugas utama lansia adalah mampu melihat kehidupan seseorang sebagai kehidupan yang dijalani dengan integritas. Dengan kondisi tidak adanya pencapaian pada perasaan bahwa lansia telah menikmati kehidupan yang baik, maka lansia tersebut beresiko untuk disibukkan dengan rasa penyesalan atau putus asa.

c) Teori Disengagement (Teori Pembebasan)

(10)

d) Teori Aktifitas

Lawan langsung dari teori pembebasan adalah teori aktifitas penuaan, yang berpendapat bahwa jalan menuju penuaan yang sukses adalah dengan cara tetap aktif.

e) Teori Kontinuitas

Teori ini juga dikenal dengan teori perkembangan. Teori ini menekankan pada kemampuan koping individu sebelumnya dan kepribadian sebagai dasar untuk memprediksi bagaimana seseorang akan dapat menyesuaikan diri terhadap penuaan.

f. Teori Perkembangan Lansia

Lansia harus menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik yang terjadi seiring penuaan. Waktu dan durasi perubahan ini bervariasi pada tiap individu, namun seiring penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan danfungsi tubuh akan terjadi. Perubahan ini tidak dihubungkan dengan penyakit dan merupakan perubahan normal. Adanya penyakit terkadang mengubah waktu timbulnya perubahan atau dampaknya terhadap kehidupan sehari – hari, Potter & perry (2005).

(11)

yang memuaskan, menetapkan kembali hubungan dengan anak yang telah dewasa, menemukan cara mempertahankan kualitas hidup, (Potter & perry 2005).

B. Spiritualitas

a. Pengertian

Spiritualitas pada dasarnya bersifat dan diungkapkan secara individual, meliputi kebutuhan manusia seluruhnya dan sering kali mengikutsertakan kepercayaan di dalam potensi jiwa manusia. Agama dan kepercayaan tertentu mungkin termasuk dalam spiritualitas ini, yang kemudian memberikan filosofi atau pandangan hidup. Spiritualitas juga mungkin memiliki hasil yang diinginkan seperti keselamatan atau pengarahan yang berhubungan dengan beberapa agama formal. Terdapat banyak sekali jalan menuju dimensi spiritual. Spiritual mungkin merupakan sesuatu yang memberi kekuatan dan kenyamanan kepada sesorang mungkin menjadi hal yang penting saat ajal mendekat, Campbell (2013)

(12)

Sedangkan menurut Hawari (2002), spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai pencipta adat sebagai Maha Kuasa. Spiritualitas mengandung pengertian hubungan manusia dengan Tuhannya dengan menggunakan instrumen (medium) sholat, puasa, zakat, haji, doa, dan sebagainya

Nelson (2009) berpendapat bahwa spiritualitas mencakup 4 tema yakni :

1) Sebagai sumber nilai, makna dan tujuan hidup yang melewati batas

kedirian (beyond the self), termasuk rasa-misteri (sense of mystery) dan transendensi diri (selftranscendence),

2) Sebuah cara untuk mengerti dan memahami kehidupan, 3) Kesadaran batin (inner awareness)dan

4) Integrasi personal.

b. Karakterisitik Spiritualitas

Menurut Burkhardt (1993) dalam Kozier (1997) dalam syam (2010) menjelaskan bahwa karakteristik spiritual mencakup :

1. Hubungan dengan diri sendiri

(13)

dimanifestasikan dengan percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan dan masa depan, ketentraman, dan harmonis dengan diri sendiri.

2. Hubungan dengan orang lain

Hubungan dengan orang lain dimanifestasikan dengan berbagai waktu, pengetahuan, dan sumber daya dengan orang lain dan membalas perbuatan baik orang lain. Hubungan ini juga dimanifestasikan dengan sikap peduli pada anak – anak, orang tua, dan orang yang sakit, menguatkan kembali makna kehiduan dan kematian dengan cara mengunjungi makam/kuburan. Hubungan dengan sesama dideskripsikan sebagai dimensi horisontal yang beririsan dengan hubungan vertikal dengan Tuhan.

3. Hubungan dengan alam

Harmonisasi dengan alam, meliputi pengenalan tentang tumbuhan, tanaman, pepohonan, kehidupan alam, dan cuaca. Harmonisasi dengan alam juga dimanifestasikan dengan hidup bersama dengan alam seperti berkebun, berjalan, berada diluar dan memelihara alam.

4. Hubungan dengan Tuhan

(14)

kesehatan jiwa pada rukun Iman yaitu Iman kepada Allah besar pengaruhnya bagi kesehatan jiwa manusia dimana orang yang beriman itu selalu ingat kepada Allah (dzikrullah/dzikir) sehingga perasaan tenang/aman/terlindungi selalu menyertainya. Pikiran, perasaa dan perilakunya baik dengan tidak melangar hukum, norma, moral dan etika kehidupan serta tidak merugikan orang lain karena ia tau benar dan yakin apa yang dilakukannya itu semua dicatat oleh malaikat. Mampu mengendalikan diri (self control) yang merupakan salah satu ajaran Nabi Muhammad. Yakin bahwa seseungguhnya Al Qur’an merupakan “text book” kesehatan jiwa terlengkap dan sempurna didunia, bagi mereka

yang mengerti/menghayati/mengamalkannya akan memperoleh manfaat kesejahteraan lahir dan batin serta selamat di dunia maupun di akhirat kelak.

c. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Spiritual

Menurut Hidayat (2009) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan spiritual seseorang, yaitu :

1) Perkembangan

(15)

terpenuhinya kebutuhan spiritual seseorang karena dalam setiap tahap perkembangan memiliki cara meyakini kepercayaan terhadap Tuhan. 2) Keluarga

Keluarga atau orang tua menjadi salah satu peran yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan spiritual karena mempunyai ikatan emosional yang kuat antara yang satu dengan yang lain sebagai tempat mengajarkan nilai – nilai spiritual dan mempunyai intensitas bertemu atau berinteraksi sering dalam kehidupan sehari – hari.

3) Ras atau suku

Pada umumnya manusia terdiri dari berbagai ras, suku atau golongan yang berbeda – beda sehingga proses pemenuhan kebutuhan spiritual seseorang juga berbeda – beda antara orang yang satu dengan yang lain sesuai dengan keyakinan atau kepercayaan yang dimilikinya. 4) Agama yang dianut

Agama yang dianut seseorang mempunyai keyakinan atau kepercayaan yang berbeda yang dapat menentukan arti pentingnya kebutuhan spiritual dalam hidup.

5) Kegiatan keagamaan

(16)

d. Perkembangan Spiritual

a) Bayi dan Todler (0-2 Tahun)

Tahap awal perkembangan, spiritual adalah rasa percaya kepada yang mengasuh yang sejalan dengan perkembangan rasa aman dan dalam hubungan interpersonal, karena sejak awal kehidupan manusia mengenal dunia melalui hubungannya dengan lingkungan, khususnya orang tua. Bayi dan todler belum memiliki rasa salah dan benar, serta keyakinan spiritual. Mereka memulai meniru kegiatan ritual tanpa mengerti arti kegiatan tersebut serta ikut ke tempat ibadah yang mempengaruhi citra diri mereka, Hamid (2008).

b) Prasekolah

Sikap orang tua tentang kode moral dan agama mengajarkan kepada anak tentang apa yang dianggap baik dan buruk, anak prasekolah meniru apa yang mereka lihat bukan yang dikatakan orang lain. Permasalahan akan timbul apabila tidak ada kesesuaian atau bertolak belakang antara apa yang dilihat dan yang dikatakan kepada mereka. Anak prasekolah sering bertanya tentang moralitas dan agama, seperti perkataan atau tindakan tertentu dianggap salah. Juga bertanya “apa itu surga” mereka meyakini bahwa orang tua mereka

(17)

c) Usia Sekolah

Anak usia sekolah mengharapkan tuhan menjawab doanya, yang salah akan dihukum dan yang baik akan diberi hadiah. Pada masa pubertas, anak sering mengalami kekecewaan karena mereka mulai menyadari bahwa doanya tidak selalu dijawab menggunakan cara mereka dan mulai mencari alasan tanpa mau menerima begitu saja.

Pada usia ini anak mulai mengambil keputusan akan melepaskan atau meneruskan agama yang dianutnya karena ketergantungan kepada orang tua. Pada masa remaja, mereka membandingkan standar orang tua mereka dengan orang tua lain dan menetapkan standar apa yang akan di integrasikan dalam perilakunya. Remaja juga membandingkan pandangan ilmiah dengan pandangan agama serta mencoba untuk menyatukannya. Pada masa ini, remaja mempunyai orang tuang yang berbeda agama, akan memutuskan pilihan agama yang akan dianutnya atau tidak memilih satupun dari kedua agama orang tuanya, Hamid (2008).

d) Dewasa

(18)

e) Usia Pertengahan

Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti nilai agama yang diyakini oleh generasi muda. Perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak aktif serta menghadapi kematian orang lain (saudara, sahabat) menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri. Perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk menghadapi kenyataan. Berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga, serta lebih dapat menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan, Hamid (2008).

C. Dukungan Keluarga

a. Pengertian

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan, Muhlisin (2012).

(19)

ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam satu rumah tangga, Jhonson (2010).

Pada hakekatnya keluarga diharapkan mampu berfungsi untuk mewujudkan proses pengembangan timbal balik rasa cinta dan kasih sayang antara anggota keluarga, antar kerabat, serta antar generasi yang merupakan dasar keluarga yang harmonis. Hubungan kasih sayang dalam keluarga merupakan suatu rumah tangga yang bahagia. Dalam kehidupan yang diwarnai oleh rasa kasih sayang maka semua pihak di tuntut agar memiliki tanggung jawab, pengorbanan, saling tolong menolong, kejujuran, saling mempercayai, saling membina pengertian dan damai dalam rumah tangga (Setiadi, 2008).

b. Bentuk Dukungan Keluarga

Jenis dukungan keluarga menurut friedman, (1998) dalam Setiadi, (2008) antara lain:

1. Dukungan informasional

(20)

Nasional RI, (2008) dalam Setiadi, (2008). Dukungan informasional merupakan sebagai suatu bentuk bantuan dalam wujud pemberian informasi ataupun ide tertentu melalui poses komunikasi, dukungan ini berupa pemberian saran, pengarahan, ataupun umpan balik tentang bagaimana ia melakukan sesuatu, Setiadi (2008).

2. Dukungan emosional

.Dukungan ini melibatkan ekspresi rasa empati dan perhatian terhadap seseorang sehingga membuatnya merasa lebih baik, memperoleh kembali keyakinan, merasa dimiliki, dan dicintai pada saat stre, dukungan ini keluarga mendorong anggota keluarganya untuk mengkomunikasikan segala kesulitan pribadi mereka sehingga dapat merasa tidak sendiri menanggung segala persoalan yang dimiliki, Setiadi (2008). Komunikasi yang penuh perhatian serta menganggap bahwa orang tersebut berharga adalah salah satu cara untuk memberikan dukungan emosional pada orang lain, Helgeson & Cohen, (1996) dalam Istiqomah (2010).

3. Dukungan Penilaian

(21)

prestasi yang dimiliki seseorang. Dukungan ini juga muncul dari penerimaan dan penghargan terhadap keberadaan seseorang secara total, meliputi kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya, Setiadi (2008). Bantuan penilaian ini dapat berupa penilaian positif dan penilaian negatif yang pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang House dalam Setiadi (2008).

Interaksi dengan orang lain dan mendapatkan penghargaan atas sesuatu yang dialaminya, seseorang akan dapat mengevaluasi dan memperkuat keyakinan dengan membandingkan pendapat dan sikap orang lain sehingga melalui dukungan ini seseorang akan merasa berharga, mampu dan dihargai, Istiqomah (2011).

4. Dukungan Instrumental

(22)

c. Sumber Dukungan Keluarga

Terdapat dua sumber dari dukungan sosial keluarga antara lain, Asih (1998) dalam Permana (2013).

a. Sumber dukungan sosial keluarga internal

Sumber dukungan sosial keluarga internal seperti dukungan dari suami atau istri, atau dukungan dari saudara kandung.

b. Sumber dukungan sosial keluarga eksternal

Sumber dukungan sosial keluarga eksternal meliputi jaringan kerja sosial dari keluarga inti itu sendiri. Jaringan kerja sosial merupakan struktur yang menggambarkan hubungan dari seseorang. Jar ingan kerja sosial ini antara lain tetangga, teman, sahabat, rekan kerja, kelompok pengajian, pemberi perawatan kesehatan dan kelompok – kelompok yang menjadi mitra pengungkapan sebuah keluarga yang menyangkut kepentingan bersama.

d. Fungsi keluarga

Menurut Friedman (1998) dalam Setiadi (2008) fungsi keluarga dibagi menjadi lima yaitu :

(23)

b. Fungsi sosialisasi, adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

c. Fungsi reproduksi, adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan

menjaga kelangsungan keluarga.

d. Fungsi ekonomi, adalah keluarga berfungsi untuk

memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan

penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

e. Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan, yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.

D. Kematian

a. Pengertian Kematian

(24)

Menurut Parlumtter dan Hall (1985) dalam Hanifullah (2015) kematian adalah suatu kejadian yang terjadi pada saat pernafasan dan denyut jantung berhenti. Tidak ada oksigen yang mengaliri pembuluh darah sehingga sel otak tidak lagi hidup dan orang segera mati.

Weenelson (1997) dalam Hanifullah (2015) mendefinisikan kematian merupakan sebagian suatu perampasan dan penghanyutan, menghilangkan control yang telah diperjuangkan dengan gigih sejak awal hidup. Kematian menimbulkan ketidakberdayaan yang mengakibatkan munculnya ketakutan.

b. Fase Kematian

Berk (2007:636) menyatakan bahwa masa transisi dari hidup ke proses meninggal atau menghembuskan nafas terakhir melalui 3 fase :

1. Fase bertahan (the agonal fase). Istilah agon berasal dari bahasa Yunani yang berarti ”struggle” atau bertahan. Di sini agonal mengandung arti menghembuskan nafas dan kejang otot selama beberapa saat sehingga tubuhnya tidak dapat mempertahankan hidupnya.

(25)

3. Kematian (mortality). Seseorang memasuki kematian permanen. Dalam beberpa saat, hilangnya kehidupan baru menjadi tampak mengecil / menyusut, sama sekali seperti ketika mereka masih hidup.

c. Perkembangan Konsep Kematian

Konsep meninggal atau mati menurut Berk (2007 : 636) menyatakan bahwa pemahaman tentang kematian didasarkan pada 5 gagasan :

1. Keabadian (permanence). Sesuatu yang hidup pasti mati, ia tidak akan kembali hidup lagi.

2. Tak terhindarkan (Inevitabilty). Semua benda yang hidup akhirnya

akan mati.

3. Penghentian (cessation). Semua fungsi – fungsi hidup, termasuk gerakan, proses – proses tubuh, berfikir dan perasaan, berhenti pada kematian.

4. Kegunaan (applicability). Kematian hanya terjadi pada benda yang hidup

5. Penyebab (causation). Kematian disebabkan oleh berhentinya fungsi –

fungsi tubuh.

Semua orang sadar, bahwa pada saatnya nanti pasti mati, menghadap Tuhan. Selanjutnya bila kelak meninggal, semuanya berharap agar bisa “meninggal dengan bermartabat”, Suardiman (2011), yang oleh Berk

(26)

penderitaan dalam keadaan tidur, atau beberapa saat terakhir dengan akal pikiran yang jernih, di mana mereka dapat mengucapkan selamat jalan dan menimbang hidupnya.

d. Reaksi Terhadap Datangya Kematian

Catatan langsung datang dari kerja seseorang peneliti kematian, Coon & Mitterer, (2007 : 146 – 147) sepanjang tahun ia menghabiskan ratusan jam waktunya di sisi tempat tidur orang yang sakit pada saat – saat terakhir, yaitu sakit yang akhirnya membawa kekematian, dimana ia mengamati 5 reaksi emosional dasar dalam menghadapi kematian, yaitu : 1. Penolakan dan pengasingan.

Reaksi pertama adalah penolakan atas kematian dan menghindarkan diri dari informasi, bahwa kematian betul – betul akan terjadi. Dalam hal informasi, awalnya orang yakin bahwa “semuanya adalah satu kesalahan”. Dengan yakin ia akan berfikir “ laporan dari laboratorium atau dokter telah membuat kesalahan” atau “itu bukan saya”.

Penolakan yang demikian mungkin hasil usaha untuk menghindar setiap mengingat situasi itu.

2. Marah

Banyak orang yang sedang menghadapi kematian merasa marah dan bertanya “mengapa saya?”. Seperti ketika mereka menghadapi

(27)

bangun pada kemarahannya terhadap hidup. Bahkan teman baiknya mungkin sementara menimbulkan marah karena perasaan iri atas kesehatan mereka.

3. Menawar

Reaksi umum lainnya, pasien yang mengalami sakit terakhir menawar dengan dirinya sendiri atau kepada Tuhan. Orang yang menghadapi kematian berfikir: “Berikan saya waktu sedikit lagi dan saya akan memanfaatkannya sebaik mungkin”. Atau orang mencoba menawar untuk mencoba menjadi orang yang lebih “baik”. Saya tidak akan

merokok lagi, atau akan menjadi orang yang patuh pada ajaran agamanya.

4. Depresi

Pada saat orang mulai mengenali bahwa kematian tidak bisa dicegah, perasaan akan kegagalan, kelelahan, dan depresi mendalam mulai hadir. Ia akan merasa terpisah dari teman, orang yang dicintai, keluarga besarnya, serta penyebab kesedihannya.

5. Penerimaan

(28)

Menurut Suardiman (2011), menjelaskan bahwa tidak semua orang yang menghadapi kematian menunjukan semua reaksi tersebut, atau sesuai dengan urutan tersebut, masing – masing individu memiliki gaya masing – masing yang saling bervariasi, sesuai dengan tingkat kematangannya, kehidupan beragamanya, usia, pendidikan, sikap terhadap keluarga dan lain – lain. Pada umumnya proses cendrung pada gejala – gejala yang dimulai : shock, penolakan, dan marah yang akhirnya penerimaan. Idealnya, kematian melibatkan pemecahan masalah yang berhasil, penerimaan, kekuatan dari dalam, dan menemukan arti di akhir hidupnya. Hasilnya adalah kematian yang positif, kematian seseorang yang bermartabat.

E. Kesiapan Menghadapi kematian

(29)

a. Kesiapan menghadapi kematian secara psikis,

1. Menerima dirinya yang berbeda dari masa sebelumnya, (Hurlock 1993 dalam Wahyuningsih 2014).

2. Mengatasi rasa cemas maupun takutnya pada kematian dan sadar

bahwa kematian pasti akan datang, (Backer 1982 dalam Wahyuningsih 2014).

3. Memiliki pandangan dan sikap positif terhadap kematian, (Shihab,2007 dalam Wahyuningsih 2014).

4. Menerima kematian sebagai suatu hal yang nyata (Najati 2001 dalam

Wahyuningsih 2014).

5. Memaknai hidup dengan nilai – nilai positif (Hidayat 2007 dalam Wahyuningsih 2014).

b. Kesiapan Menghadapi kematian secara spiritual

1. Banyak mengingat kematian

Rasullullah SAW bersabda “Bahwasanya hati manusia dapat berkarat sebagaimana berkaratnya besi” para sahabat bertanya “Lalu bagaimana cara menanggulanginya ya Rasul. Lalu Rasullullah SAW bersabda “Dengan membaca Al Qur”an dan mengingat mati (HR

Tirmidzi dan Abu Daud,) (dalam Islah, 2006). 2. Mengurus jenazah

(30)

menyalayat, sampai menguburkannya. Hal ini sangat efektif sebagai sarana penyadaran diri bahwa kita suatu saat akan seperti jenazah tersebut. Tentang shalat jenazah Rasullullah SAW bersabda “keutamaan shalat jenazah tidaklah tertandingi walaupun oleh

tumpukan bukti uhud (HR jamaah). (dalam Islah, 2006). 3. Sering melaksanakan shalat gaib dan jenazah

Hal ini sangat membantu seseorang untuk mengingat bahwa suatu kelak semua hamba Allah SWT termasuk dirinya pasti akan dishalatkan orang lain sehingga mendorongnya untuk melakukan amal kebaikan, (dalam wahyuningsih 2014).

4. Menjenguk orang sakit

Menjenguk orang sakit adalah menjadi hak setiap orang muslim, keadaan sakit menandakan bahwa keadaan tubuh manusia itu pada hakekatnya sangat lemah dibandingkan dengan kemaha perkasaan Allah SWT. Dengan menjenguk orang sakit kita akan menyadari bahwa kita ada yang memiliki dan sekaligus akan memupuk serta mengikat tali persaudaraan. Selain itu menjenguk orang sakit akan selalu mengingatkan kita untuk menjaga kesehatan, selalu mengingat Allah SWT dan menggunakan kesehatan itu untuk mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT mempersiapkan diri untuk menghadapNya, (dalam wahyuningsih 2014)

(31)

5. Ziarah kubur

Ziarah kubur berguna untuk mengingatkan kita bahwa manusia yang hidup dipastikan akan menjadi penghuni kubur mendiami alam barzah dan bahwa kuburan itu secara langsung merupakan batas antara hidup dan mati. Setiap saat kita dituntut untuk bersiap – siap menjadi penghuninya. Oleh karenanya tidak ada alasan sedikitpun untuk takut menghadapi kematian, (dalam wahyuningsih 2014)

6. Sering berdzikir

Berdzikir atau mengingat Allah SWT membantu manusia untuk selalu mengetahui perintah dan larangan Allah SWT. Seringnya berdzikir menjadi pertanda bahwa orang yang melaksanakannya akan dijamin oleh Allah SWT masuk surga. Daya dan kekuatan zikir serta do’a

hakikatnya memancar dengan dahsyat kelak di hari akhir yang harus kita alami setelah melalui perjalanan menembus pintu kematian. Dalam hal ini memperbanyak istighfar sangat dianjurkan, (dalam wahyuningsih 2014)

7. Hidup mulia

(32)

perintah dan menjauhi semua larangannya. (dalam wahyuningsih 2014)

8. Melaksanakan tujuh sunnah harian Rasullullah SAW yaitu shalat tahajud setiap malam, shalat dhuha setiap pagi, selalu menjaga wudlu, bersedekah secara konsisten dan continue, beristighfar, shalat jamaah dimasjid terutama subuh dan isya dan membaca Al-Qur’an, (dalam wahyuningsih 2014)

c. Lansia Menghadapi Kematian

Angka statistik menunjukkan, bahwa kematian banyak terjadi pada usia lanjut daripada usia muda, oleh usia lanjut sering dihadapinya dengan sikap menolak, seperti halnya rasa sakit atau tiadanya pertolongan, daripada kematian itu sendiri. Hal ini menunjukan bahwa orang cendrung tidak takut akan kematian, tetap secara umum mereka menolak kematian. Penolakan ini tampak dalam kata – kata yang digunakan untuk menyebut orang yang meninggal dunia dengan sebutan : “beristirahat”, “menghadap Tuhan”, “dipanggil Tuhan”, “pergi ke alam abadi”, menghadap sang

khalik dan sebagainya, Suardiman (2011)

(33)

Berdasarkan hal – hal tersebut pandangan lansia tentang konsep hidup dan mati memegang peranan penting dalam kesiapan lanjut usia menghadapi kematian dan kesiapan tersebut dapat mempengaruhi pencapaian optimum aging (Erickson, 1986). Hal ini dibuktikan dengan penelitian fry (2003) (dalam Wahyuningsih 2014), dalam penelitiannya tentang “pereceived selfefficacy domains as predictors of fear of the unknown and fear of dying among older adults” menyatakan bahwa

semakin kuat afifasi menguasai diri maka semakin rendah tingkat kecemasan menjelang kematian.

(34)

Menrut Harapan (2014), menjelaskan bahwa kesiapan menghadapi kematian pada lansia dipengaruhi oleh 3 persepsi, yaitu :

1. Pengalaman Pribadi

Menurut (Erickson 1986 dalam Wahyuningsih 2014) menjelaskan bahwa proses kehidupan seseorang sebelumnya juga menentukan bagaimana seseorang akan bereaksi terhadap ancaman yang akan dihadapinya dimasa sekarang dan nanti. Pandangan umum mengenai kondisi fisik lansia yang semakin melemah dan perubahan lainnya membuat lansia menganggap masa usia lanjut tidak menyenangkan, selain itu sejalan dengan menurunnya kondisi fisik lansia mengalami kecemasan akan datangnya kematian, Hurlock (1993).

2. Spiritualitas

(35)

tingkat spiritualitas tinggi maka dalam menjalani akhir kehidupan, hidup dalam ketenangan hingga ajal menjemputnya.

Pada umumnya kehidupan lansia sudah sampai pada tahapan kesadaran berserah diri pada Tuhan. Kepasrahan akan membawa seseorang kepada ketenangan dan tidak mengenal putus asa, sekalipun mengalami masa – masa sulit, selalu mengharapkan ridla Tuhan. Bahkan dalam Alqur’an, Allah SWT dengan tegas berfirman : …..

yang artinya : dengan berdzikir kepada Allah, hati kamu menjadi tenang. Dzikir (mengingat Allah dengan lafadz-lafadz tertentu) merupakan salah satu metode kecerdasan spiritual untuk mendidik hati menjadi tenang dan damai, Suardiman (2011).

3. Dukungan keluarga

Keluarga merupakan tempat dimana orang dapat menjadi diri sendiri, merasa bebas, aman dan nyaman, oleh karena itu keluarga merupakan suatu kondisi nyata yang mempunyai arti istimewa bagi setiap orang, salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan usia lanjut dalam menjalani sisa kehidupannya adalah sikap orang di sekitarnya, Suardiman (2011).

(36)
(37)

kesiapan menghadapi kematian dipengaruhi oleh Kesiapan Menghadapi Kematian dipengaruhi oleh: - Penerimaan

1. Aspek psikologis Coon&Miterer (2007)

(38)

G. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Lansia Menghadapi Kematian dipengaruhi oleh 3 persepsi :

- Pengalaman Pribadi Kesiapan Lansia Menghadapi Kematian - Spiritualitas

- Dukungan Keluarga

Reaksi Terhadap Kematian - Penolakan

- Marah - Menawar - Depresi - Penerimaan Keterangan :

= Yang diteliti = Yang tidak diteliti

(39)

H. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan dugaan atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut, Notoatmodjo (2010)

a. Hipotesis Alternatif (Ha)

Hipotesis alternatif adalah lawan dari hipotesis nol yang menyatakan adanya perbedaan atau adanya hubungan antara dua fenomena yang diteliti (Variabel bebas dengan variable terikat), Setiadi (2007)

b. Hipotesis Nol (Ho)

Hipotesis nol ini diartikan sebagai tidak adanya hubungan (signifikan) atau perbedaan antara dua fenomena yang diteliti, Setiadi (2007)

Hipotesis dalam penelitian ini adalah

Ha : Ada hubungan antara spiritualitas dan dukungan keluarga dengan kesiapan lansia dalam menghadapi kematian di Desa Darma Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga.

Gambar

Gambar 2.1 Krangka Teori
Gambar 2.2 Krangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Lanal, maka dengan ini kami mengundang saudara untuk hadir dalam acara pembuktian kualifikasi sesuai.. jadwal

Sumber Dana : APBD Kabupaten Musi Rawas Tahun Anggaran 2017 Nama Paket : Pemeliharaan Jalan Komplek Perkantoran Pemda Musi Rawas Prov / Kab : Sumatera Selatan / Musi Rawas. Lokasi

penambangan data dengan Algoritma ID3 untuk membangun

[r]

Biaya gaji merupakan unsur biaya yang jumlahnya cukup besar apalagi pada perusahaan yang banyak menggunakan tenaga kerja sehingga jika terjadi manipulasi dengan

Jual beli limbah sudah sesuai dengan dalil-dalil Al-Quran maupun Hadis, sehingga hasil penjualan yang dapat memberikan pendapatan keluarga yang berasal dari limbah

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah apakah kekhawatiran lingkungan konsumen, kesadaran produk hijau, kesadaran harga dan kesadaran citra merek secara

Mereka tidak hanya mengasingkan diri dari aktivitas kehidupan sehari-hari, mereka juga merasakan keinginan yang kuat untuk tetap menggunakan lebih banyak narkoba agar