• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesiapan Menghadapi kematian

Dalam dokumen MOCHAMMAD FAIZAL BAB II (Halaman 28-38)

Menurut (Indriana, 2012) Kesiapan menghadapi kematian terdiri dari dua aspek yaitu kesiapan menghadapi kematian secara psikis dan kesiapan menghadapi kematian secara spiritual, Secara psikis, kesiapan dalam menghadapi kematian dapat dilihat dari lansia yang yakin akan datangnya kematian, lebih memahami makna hidup dan kematian, dapat mengatasi rasa takut akan datangnya kematian, serta sering mengingat dan membicarakan kematian, sedangkan kesiapan menghadapi kematian secara spiritual, lanjut usia lebih berfokus pada kehidupan batin seperti perenungan, sehingga lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.

a. Kesiapan menghadapi kematian secara psikis,

1. Menerima dirinya yang berbeda dari masa sebelumnya, (Hurlock 1993 dalam Wahyuningsih 2014).

2. Mengatasi rasa cemas maupun takutnya pada kematian dan sadar bahwa kematian pasti akan datang, (Backer 1982 dalam Wahyuningsih 2014).

3. Memiliki pandangan dan sikap positif terhadap kematian, (Shihab,2007 dalam Wahyuningsih 2014).

4. Menerima kematian sebagai suatu hal yang nyata (Najati 2001 dalam Wahyuningsih 2014).

5. Memaknai hidup dengan nilai – nilai positif (Hidayat 2007 dalam Wahyuningsih 2014).

b. Kesiapan Menghadapi kematian secara spiritual

1. Banyak mengingat kematian

Rasullullah SAW bersabda “Bahwasanya hati manusia dapat berkarat sebagaimana berkaratnya besi” para sahabat bertanya “Lalu bagaimana cara menanggulanginya ya Rasul. Lalu Rasullullah SAW bersabda “Dengan membaca Al Qur”an dan mengingat mati (HR Tirmidzi dan Abu Daud,) (dalam Islah, 2006).

2. Mengurus jenazah

Jika ada saudara kita yang meninggal alangkah baiknya jika kita ikut serta mengurus jenazahnya, sejak memandikan, mengafani,

menyalayat, sampai menguburkannya. Hal ini sangat efektif sebagai sarana penyadaran diri bahwa kita suatu saat akan seperti jenazah tersebut. Tentang shalat jenazah Rasullullah SAW bersabda “keutamaan shalat jenazah tidaklah tertandingi walaupun oleh tumpukan bukti uhud (HR jamaah). (dalam Islah, 2006).

3. Sering melaksanakan shalat gaib dan jenazah

Hal ini sangat membantu seseorang untuk mengingat bahwa suatu kelak semua hamba Allah SWT termasuk dirinya pasti akan dishalatkan orang lain sehingga mendorongnya untuk melakukan amal kebaikan, (dalam wahyuningsih 2014).

4. Menjenguk orang sakit

Menjenguk orang sakit adalah menjadi hak setiap orang muslim, keadaan sakit menandakan bahwa keadaan tubuh manusia itu pada hakekatnya sangat lemah dibandingkan dengan kemaha perkasaan Allah SWT. Dengan menjenguk orang sakit kita akan menyadari bahwa kita ada yang memiliki dan sekaligus akan memupuk serta mengikat tali persaudaraan. Selain itu menjenguk orang sakit akan selalu mengingatkan kita untuk menjaga kesehatan, selalu mengingat Allah SWT dan menggunakan kesehatan itu untuk mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT mempersiapkan diri untuk menghadapNya, (dalam wahyuningsih 2014)

5. Ziarah kubur

Ziarah kubur berguna untuk mengingatkan kita bahwa manusia yang hidup dipastikan akan menjadi penghuni kubur mendiami alam barzah dan bahwa kuburan itu secara langsung merupakan batas antara hidup dan mati. Setiap saat kita dituntut untuk bersiap – siap menjadi penghuninya. Oleh karenanya tidak ada alasan sedikitpun untuk takut menghadapi kematian, (dalam wahyuningsih 2014)

6. Sering berdzikir

Berdzikir atau mengingat Allah SWT membantu manusia untuk selalu mengetahui perintah dan larangan Allah SWT. Seringnya berdzikir menjadi pertanda bahwa orang yang melaksanakannya akan dijamin oleh Allah SWT masuk surga. Daya dan kekuatan zikir serta do’a hakikatnya memancar dengan dahsyat kelak di hari akhir yang harus kita alami setelah melalui perjalanan menembus pintu kematian. Dalam hal ini memperbanyak istighfar sangat dianjurkan, (dalam wahyuningsih 2014)

7. Hidup mulia

Tidak ada jalan lain untuk mati dalam keadaan husnul khatimah kecuali dengan hidup mulia. Mulai akhlak dan moralitasnya, mulia cara keberagamanya, mulia dalam pengabdiannya kepada Allah SWT, dan mulia dalam artian taqwa dalam segala sisi kehidupannya. Hidup mulia ini sebenarnya cukup sederhana, yakni dengan melaksanakan

perintah dan menjauhi semua larangannya. (dalam wahyuningsih 2014)

8. Melaksanakan tujuh sunnah harian Rasullullah SAW yaitu shalat tahajud setiap malam, shalat dhuha setiap pagi, selalu menjaga wudlu, bersedekah secara konsisten dan continue, beristighfar, shalat jamaah dimasjid terutama subuh dan isya dan membaca Al-Qur’an, (dalam wahyuningsih 2014)

c. Lansia Menghadapi Kematian

Angka statistik menunjukkan, bahwa kematian banyak terjadi pada usia lanjut daripada usia muda, oleh usia lanjut sering dihadapinya dengan sikap menolak, seperti halnya rasa sakit atau tiadanya pertolongan, daripada kematian itu sendiri. Hal ini menunjukan bahwa orang cendrung tidak takut akan kematian, tetap secara umum mereka menolak kematian. Penolakan ini tampak dalam kata – kata yang digunakan untuk menyebut orang yang meninggal dunia dengan sebutan : “beristirahat”, “menghadap Tuhan”, “dipanggil Tuhan”, “pergi ke alam abadi”, menghadap sang khalik dan sebagainya, Suardiman (2011)

Kecemasan menghadapi kematian pada dasarnya tidak mengetahui hakekat maut, dan menduga kematian mendatangkan rasa sakit. Atau dikarenakan masih berat meninggalkan orang – orang yang dikasihi dan mendapati siksa kubur (Shihab, 2007)

Berdasarkan hal – hal tersebut pandangan lansia tentang konsep hidup dan mati memegang peranan penting dalam kesiapan lanjut usia menghadapi kematian dan kesiapan tersebut dapat mempengaruhi pencapaian optimum aging (Erickson, 1986). Hal ini dibuktikan dengan penelitian fry (2003) (dalam Wahyuningsih 2014), dalam penelitiannya tentang “pereceived selfefficacy domains as predictors of fear of the unknown and fear of dying among older adults” menyatakan bahwa semakin kuat afifasi menguasai diri maka semakin rendah tingkat kecemasan menjelang kematian.

Pandangan lansia tentang konsep hidup dan mati memegang peranan penting dalam kesiapan lansia untuk menghadapi kematian, kesiapan menghadapi kematian berarti keadaan lansia yang telah siap untuk menghadapi kematian, menerima akan datangnya kematian, Papalia (2002). Backer (1982), melakukan hal – hal yang diperlukan untuk menghadapi kematian sehingga tidak ada penyesalan saat kematian itu datang. Hal – hal yang demikian itu dipengaruhi oleh sudut pandang dan sikap lansia terhadap kematian, pandangan agama serta kepercayaan kepada Allah SWT akan mempengaruhi lansia dalam memandang dan bersikap terhadap kematian, Shihab (2007).

Menrut Harapan (2014), menjelaskan bahwa kesiapan menghadapi kematian pada lansia dipengaruhi oleh 3 persepsi, yaitu :

1. Pengalaman Pribadi

Menurut (Erickson 1986 dalam Wahyuningsih 2014) menjelaskan bahwa proses kehidupan seseorang sebelumnya juga menentukan bagaimana seseorang akan bereaksi terhadap ancaman yang akan dihadapinya dimasa sekarang dan nanti. Pandangan umum mengenai kondisi fisik lansia yang semakin melemah dan perubahan lainnya membuat lansia menganggap masa usia lanjut tidak menyenangkan, selain itu sejalan dengan menurunnya kondisi fisik lansia mengalami kecemasan akan datangnya kematian, Hurlock (1993).

2. Spiritualitas

Spiritualitas merupakan kualitas dasar manusia yang dialami oleh setiap orang dari semua keyakinan dan bahkan oleh orang-orang yang tidak berkeyakinan tanpa memandang ras, warna, asal negara, jenis kelamin, usia, atau disabilitas. Spiritualitas mencakup hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan alam harmonis, hubungan dengan orang lain, dan hubungan dengan ketuhanan, Hamid (2009). Penelitian yang dilakukan oleh Williams (2006) (dalam Sari 2015), menunjukkan bahwa lansia yang memiliki

tingkat spiritualitas tinggi maka dalam menjalani akhir kehidupan, hidup dalam ketenangan hingga ajal menjemputnya.

Pada umumnya kehidupan lansia sudah sampai pada tahapan kesadaran berserah diri pada Tuhan. Kepasrahan akan membawa seseorang kepada ketenangan dan tidak mengenal putus asa, sekalipun mengalami masa – masa sulit, selalu mengharapkan ridla Tuhan. Bahkan dalam Alqur’an, Allah SWT dengan tegas berfirman : ….. yang artinya : dengan berdzikir kepada Allah, hati kamu menjadi tenang. Dzikir (mengingat Allah dengan lafadz-lafadz tertentu) merupakan salah satu metode kecerdasan spiritual untuk mendidik hati menjadi tenang dan damai, Suardiman (2011).

3. Dukungan keluarga

Keluarga merupakan tempat dimana orang dapat menjadi diri sendiri, merasa bebas, aman dan nyaman, oleh karena itu keluarga merupakan suatu kondisi nyata yang mempunyai arti istimewa bagi setiap orang, salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan usia lanjut dalam menjalani sisa kehidupannya adalah sikap orang di sekitarnya, Suardiman (2011).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Harapan, (2013), dukungan keluarga mempengaruhi partisipan tentang persepsi lansia terhadap siapa yang ia inginkan berada disampingnya ketika menjelang kematian, pendapat ini diperkuat oleh penelitian yang

dilakukan oleh Hattori (2005) dalam Harapan (2013) yang menyebutkan bahwa faktor keluarga mempengaruhi tempat kematian dan siapa yang diinginkan lansia berada disampingnya saat menjelang kematian.

kesiapan menghadapi kematian dipengaruhi oleh

3 persepsi yaitu :

1. Pengalaman Pribadi

2. Spiritualitas, meliputi 4 aspek: Kesiapan Lansia Menghadapi Kematian

a. Hubungan dengan diri sendiri - Psikis

b. Hubungan dengan orang lain - Spiritual

c. Hubungan dengan alam

d. Hubungan dengan Tuhan Indriana (2012)

3. Dukungan Keluarga, meliputi 4 aspek : a. Dukungan informasional

b. Dukungan emosional

c. Dukungan penilaian

d. Dukungan instrumental Reaksi Terhadap Kematian Harapan (2014), Burkhardt (1993, dalam - Penolakan

Kozier dkk, 1997), Setiadi (2007) - Marah - Menawar Kesiapan Menghadapi Kematian dipengaruhi oleh: - Penerimaan

1. Aspek psikologis Coon&Miterer (2007)

2. Aspek Spiritual

3. Aspek Sosial 4. Aspek fisik

Meiner (2006)

Gambar 2.1 Krangka Teori

Sumber : Harapan (2014), Burkhardt(1993,

Dalam dokumen MOCHAMMAD FAIZAL BAB II (Halaman 28-38)

Dokumen terkait