• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Remaja a. Definisi - Latif Susanto BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Remaja a. Definisi - Latif Susanto BAB II"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori 1. Remaja

a. Definisi

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan

manusia.Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa

kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik,

perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Di sebagian besar

masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia

10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007).

Menurut Soetjiningsih (2004) Masa remaja merupakan masa peralihan

antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual

yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa

menjelang dewasa muda.

b. Penggolongan Remaja

Masa remaja merupakan masa yang sangat menyenangkan, penuh

dinamika dan menarik perhatian karena sifat-sifat yang khas selalu

ingin mengetahui dan mengenal sesuatu yang baru.Menurut Yusuf

(2)

1. Masa pra remaja

Masa praremaja merupakan masa yang ditandai dengan sifat

negatif dari remaja itu sendiri karena remaja kurang suka bekerja,

pesimis dan sebagainya, misalnya di sekolah yang berpengaruh pada

prestasi baik prestasi jasmani maupun rohani (Yusuf, 2009).

2. Masa remaja

Masa remaja adalah masa dimana sudah mulai tumbuh suatu

keinginan untuk hidup, untuk mengenal, memahami dan

membutuhkan satu sama yang lain baik senang maupun susah.

Selain itu juga mempunyai keinginan untuk di puji dan memuja

meski terkadang remaja mengininkan sesuatu tapi tidak mengetahui

apa uang diinginkan (Yusuf, 2009).

3. MasaRemaja Akhir.

Masa remaja akhir adalah masa dimana seseoarng remaja sudah

biasa menentuxckan atau menemukan pendirian atau tujuan

hidupnya sehingga remaja sudah masuk ke dalam masa yang

dinamakan masa remaja dewasa (Yusuf, 2009).

Sedangkan menurut WHO (1995) dalam Efendi dan Makhfudli

(2009) masa remaja dibagi menjadi tiga berdasarkan penggolongan

umur yaitu:

a. masa remaja awal (10-13 tahun)

b. masa remaja tengah (14-16 tahun)

(3)

c. Perilaku Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah juvenile berasal dari

bahasa latin juvenilis,yang artinya anak-anak, anak muda, sifat khas

pada periode remaja, sedangkan delinquency berasal dari bahasa latin

delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian

diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial, kriminal, pelanggar

aturan, pembuat ribut, dan lain sebagainya. Juvenile delinquency atau

kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda,

merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada remaja Istilah

kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah

laku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status hingga

tindak kriminal (Kartono, 2006).

Perilaku adalah suatu kegiatan manusia yang timbul akibat adanya

suatu stimulus dan respons yang dapat diamati baik secara langsung

maupun tidak langsung (Sunaryo, 2004).Sedangkan menurut Sarwono

(2002) mengungkapkan kenakalan remaja sebagai tingkah lakuyang

(4)

d. Karakteristik Remaja Nakal

Menurut Kartono (2003), remaja nakal itu mempunyai karakteristik

umumyang sangat berbeda dengan remaja tidak nakal. Perbedaan itu

mencakup :

1. Perbedaan struktur intelektual

Pada umumnya inteligensi mereka tidak berbeda dengan inteligensi

remaja yang normal, namun jelas terdapat fungsi- fungsi kognitif

khusus yang berbeda biasanya remaja nakal ini mendapatkan nilai lebih

tinggi untuk tugas-tugas prestasi daripada nilai untuk ketrampilan

verbal (tes Wechsler). Mereka kurang toleran terhadap hal-hal yang

ambigius biasanya mereka kurang mampu memperhitungkan tingkah

laku orang lain bahkan tidak menghargai pribadi lain dan menganggap

orang lain sebagai cerminan dari diri sendiri (Kartono, 2003)

2. Perbedaan fisik dan psikis

Remaja yang nakal ini lebih “idiot secara moral” dan memiliki

perbedaan cirri karakteristik yang jasmaniah sejak lahir jika

dibandingkan dengan remajanormal.Bentuk tubuh mereka lebih kekar,

berotot, kuat, dan pada umumnya bersikap lebih agresif. Hasil

penelitian juga menunjukkan ditemukannyafungsi fisiologis dan

neurologis yang khas pada remaja nakal ini, yaitu:mereka kurang

bereaksi terhadap stimulus kesakitan dan menunjukkanketidakmatangan

jasmaniah atau anomali perkembangan tertentu (Kartono, 2003).

(5)

Remaja yang nakal ini mempunyai sifat kepribadian khusus

yangmenyimpang, seperti :

a. Rata-rata remaja nakal ini hanya berorientasi pada masa

sekarang,bersenang-senang dan puas pada hari ini tanpa

memikirkan masa depan.

b. Kebanyakan dari mereka terganggu secara emosional.

c. Mereka kurang bersosialisasi dengan masyarakat normal,

sehingga tidak mampu mengenal norma-norma kesusilaan, dan

tidak bertanggung jawab secara sosial.

d. Mereka senang menceburkan diri dalam kegiatan tanpa berpikir

yang merangsang rasa kejantanan, walaupun mereka menyadari

besarnya risiko dan bahaya yang terkandung di dalamnya.

e. Pada umumnya mereka sangat impulsif dan suka tantangan dan

bahaya.

f. Hati nurani tidak atau kurang lancar fungsinya.

g. Kurang memiliki disiplin diri dan kontrol diri sehingga mereka

menjadi liar dan jahat (Kartono, 2003).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja nakal

biasanya berbeda dengan remaja yang tidak nakal. Remaja nakal

biasanya lebih ambivalen terhadap otoritas, percaya diri,

pemberontak, mempunyai control diri yang kurang, tidak

mempunyai orientasi pada masa depan dan kurangnya kemasakan

(6)

e. Bentuk dan Aspek-Aspek Kenakalan Remaja

Bentuk-bentuk perilaku kenakalan remaja dibagi menjadi empat

(Kartono, 2003)yaitu :

1. Kenakalan terisolir (Delinkuensi terisolir)

Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal.Pada

umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan

nakal mereka didorong oleh faktor-faktor berikut :

a. Keinginan meniru dan ingin konform dengan gangnya, jadi tidak

adamotivasi, kecemasan atau konflik batin yang tidak dapat

diselesaikan.

b. Mereka kebanyakan berasal dari daerahkota yang transisional

sifatnya yang memiliki subkultur kriminal. Sejak kecil remaja

melihat adanyagang-gang kriminal, sampai kemudian dia ikut

bergabung.Remaja merasa diterima, mendapatkan kedudukan

hebat, pengakuan dan prestise tertentu.

c. Pada umumnya remaja berasal dari keluarga berantakan, tidak

harmonis,dan mengalami banyak frustasi. Sebagai jalan

keluarnya, remajamemuaskan semua kebutuhan dasarnya di

tengah lingkungan kriminal.Gang remaja nakal memberikan

alternatif hidup yang menyenangkan.

d. Remaja dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali

mendapatkansupervisi dan latihan kedisiplinan yang teratur,

(7)

hidup normal. Ringkasnya,delinkuen terisolasi itu mereaksi

terhadap tekanan dari lingkungan sosial,mereka mencari panutan

dan rasa aman dari kelompok gangnya, namunpada usia dewasa,

mayoritas remaja nakal ini meninggalkan perilakukriminalnya,

paling sedikit 60 % dari mereka menghentikan perilakunyapada

usia 21-23 tahun. Hal ini disebabkan oleh proses pendewasaan

dirinya sehingga remaja menyadari adanya tanggung jawab

sebagai orangdewasa yang mulai memasuki peran sosial yang

baru. (Kartono, 2003).

2. Kenakalan neurotik (Delinkuensi neurotik)

Pada umumnya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan

kejiwaan yangcukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa

selalu tidak aman, merasabersalah dan berdosa dan lain sebagainya.

Ciri - ciri perilakunya adalah :

a. Perilaku nakalnya bersumber dari sebab-sebab psikologis yang

sangatdalam, dan bukan hanya berupa adaptasi pasif menerima

norma dan nilaisubkultur gang yang kriminal itu saja.

b. Perilaku kriminal mereka merupakan ekspresi dari konflik batin

yangbelum terselesaikan, karena perilaku jahat merekamerupakan

alat pelepasketakutan, kecemasan dan kebingungan batinnya.

c. Biasanya remaja ini melakukan kejahatan seorang diri,

(8)

memperkosakemudian membunuh korbannya, kriminal dan

sekaligus neurotik.

d. Remaja nakal ini banyak yang berasal dari kalangan menengah,

namunpada umumnya keluarga mereka mengalami banyak

ketegangan emosionalyang parah, dan orangtuanya biasanya juga

neurotik atau psikotik.

e. Remaja memiliki ego yang lemah, dan cenderung mengisolir diri

darilingkungan.

f. Motif kejahatannya berbeda-beda.

g. Perilakunya menunjukkan kualitas kompulsif (paksaan). (Kartono,

2003).

3. Kenakalan psikotik (Delinkuensi psikopatik)

Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat

darikepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum

kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku mereka adalah :

a. Hampir seluruh remaja delinkuen psikopatik ini berasal dan

dibesarkanlingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak

pertikaiankeluarga, dalam berdisiplin keras namun tidak konsisten,

dan orangtuanya selalumenyia-nyiakan mereka, sehingga mereka

tidak mempunyai kapasitasuntuk menumbuhkan afeksi dan tidak

mampu menjalin hubunganemosional yang akrab dan baik dengan

(9)

b. Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa, atau

melakukan pelanggaran.

c. Bentuk kejahatannya majemuk, tergantung pada suasana hatinya

yang kacau dan tidak dapat diduga. Mereka pada umumnya sangat

agresif dan impulsif, biasanya mereka residivis yang berulang kali

keluar masuk penjara, dan sulit sekali diperbaiki.

d. Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikan

norma-norma sosial yang umum berlaku, juga tidak peduli terhadap

norma subkultur gangnya sendiri.

e. Kebanyakan dari mereka juga menderita gangguan neurologis,

sehingga mengurangi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri.

Psikopat merupakan bentuk kekalutan mental\ dengan karakteristik

sebagai berikut: tidak memiliki pengorganisasian dan integrasi diri,

orangnya tidak pernah bertanggung jawab secara moral, selalu

mempunyai konflik dengan norma sosial dan hukum. Mereka sangat

egoistis, anti sosial dan selalu menentang apa dan siapapun.

Sikapnya kasar, kurang ajar dan sadis terhadap siapapun tanpa

sebab.

4. Kenakalan defek moral (Delinkuensi defek moral)

Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera,

cacat, kurang. Delinkuensi defek moral mempunyai ciri-ciri: selalu

(10)

penyimpangan, namun ada disfungsi pada inteligensinya. Kelemahan

para remaja delinkuen tipe ini adalah mereka tidak mampu mengenal

dan memahami tingkah lakunya yang jahat, juga tidak mampu

mengendalikan dan mengaturnya, mereka selalu ingin melakukan

perbuatan kekerasan, penyerangan dan kejahatan, rasa kemanusiaannya

sangat terganggu, sikapnya sangat dingin tanpa afeksi jadi ada

kemiskinan afektif dan sterilitas emosional. Terdapat kelemahan pada

dorongan instinktif yang primer, sehingga pembentukan super egonya

sangat lemah.Impulsnya tetap pada taraf primitif sehingga sukar

dikontrol dan dikendalikan.Mereka merasa cepat puas dengan

prestasinya, namun perbuatan mereka sering disertai agresivitas yang

meledak.Remaja yang defek moralnya biasanya menjadi penjahat yang

sukar diperbaiki. Mereka adalah para residivis yang melakukan

kejahatan karena didorong oleh naluri rendah, impuls dan kebiasaan

primitif, di antara para penjahat residivis remaja, kurang lebih 80 %

mengalami kerusakan psikis, berupa disposisi dan perkembangan

mental yangsalah, jadi mereka menderita defek mental. Hanya kurang

dari 20 % yang menjadi penjahat disebabkan oleh faktor sosial atau

lingkungan sekitar.(Kartono, 2003).

Sarwono (2002) membagi kenakalan remaja menjadi tigabentuk

yaitu:

a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain:

(11)

b. Kenakalan yang meninbulkan korban materi: perusakan,

pencurian,pencopetan, pemerasan dan lain- lain.c. Kenakalan sosial

yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain:pelacuran,

penyalahgunaan obat, hubungan seks bebas.

c. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak

sebagai pelajar dengan cara membolos, minggat dari rumah,

membantah perintah.

f. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kenakalan Remaja

Faktor-faktor kenakalan remaja menurut Santrock (2003) secara

rincidijelaskan sebagai berikut :

1) Identitas

Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh

Santrock(2003) masa remaja ada pada tahap krisis identitas versus

difusi identitasharus di atasi. Perubahan biologis dan sosial

memungkinkan terjadinya duabentuk integrasi terjadi pada

kepribadian remaja: (1) terbentuknya perasaan akankonsistensi

dalam kehidupannya dan (2) tercapainya identitas peran, kurang

lebihdengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan

dan gaya yangdimiliki remaja dengan peran yang dituntut dari

remaja. Santrock (2003) percaya bahwa delinkuensi pada remaja

terutama ditandai dengankegagalan remaja untuk mencapai integrasi

(12)

(2003) mengatakan bahwa remajayang memiliki masa balita, masa

kanak-kanak atau masa remaja yang membatasiindividu dari

berbagai peranan sosial yang dapat diterima atau yang

membuatindividu merasa tidak mampu memenuhi tuntutan yang

dibebankan pada individu tersebut, mungkin akan memiliki

perkembangan identitas yang negatif. Beberapadari remaja ini

mungkin akan mengambil bagian dalam tindak kenakalan,

olehkarena itu, kenakalan adalah suatu upaya untuk membentuk

suatu identitas,walaupun identitas tersebut negatif (Santrock, 2003).

2) Kontrol diri

Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai

kegagalan untukmengembangkan kontrol diri yang cukup dalam

hal tingkah laku. Beberapa anakgagal dalam mengembangkan

kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki oranglain selama

proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah

mempelajariperbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan

tingkah laku yang tidakdapat diterima, namun remaja yang

melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini.Remaja mungkin

gagal membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yangtidak

dapat diterima, atau mungkin remaja sebenarnya sudah

mengetahuiperbedaan antara keduanya namun gagal

mengembangkan kontrol yang memadaidalam menggunakan

(13)

remaja.Hasilpenelitian yang dilakukan baru-baru ini Santrock

(2003) menunjukkan bahwaternyata kontrol diri mempunyai

peranan penting dalam kenakalan remaja.Polaasuh orangtua yang

efektif di masa kanak-kanak (penerapan strategi

yangkonsisten,berpusat pada anak dan tidak aversif) berhubungan

dengan dicapainya pengaturan diri oleh anak. Selanjutnya, dengan

memiliki ketrampilan ini sebagai atribut internal akanberpengaruh

pada menurunnya tingkat kenakalan remaja.

3) Usia

Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini

berhubungan denganpenyerangan serius nantinya di masa remaja,

namun demikian tidak semua anakyang bertingkah laku seperti ini

nantinya akan menjadi pelaku kenakalan, sepertihasil penelitian

dari McCord2002 dalam Kartono (2003) yang menunjukkan

bahwapada usia dewasa, mayoritas remaja nakal tipe terisolir

meninggalkan tingkah lakukriminalnya. Paling sedikit 60 % dari

mereka menghentikan perbuatannya padausia 21 sampai 23 tahun.

Masih menurut Kartono (2003) kenakalan remaja palingbanyak

dilakukan remaja dibawah usia 22 tahun, dengan jumlah tertinggi

padausia 15-19 tahun. Sesudah usia tersebut biasanya kenakalan

(14)

4) Jenis kelamin

Remaja laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti

sosial daripada perempuan.Menurut catatan kepolisian Kartono

(2003) menunjukkan padaumumnya jumlah remaja laki-laki yang

melakukan kejahatan dalam kelompokgang diperkirakan 50 kali

lipat daripada gang remaja perempuan.

5) Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah

Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki

harapan yang rendah terhadap pendidikan di sekolah.Remaja nakal

merasa bahwa sekolah tidakbegitu bermanfaat untuk kehidupannya

sehingga biasanya nilai-nilai remaja nakalterhadap sekolah

cenderung rendah.Mereka tidak mempunyai motivasi

untuksekolah. Riset yang dilakukan oleh Chang dan Lee (2005)

mengenai pengaruhorangtua, kenakalan teman sebaya, dan sikap

sekolah terhadap prestasi akademiksiswa di Cina, Kamboja, Laos,

dan remaja Vietnam menunjukkan bahwa faktor yang berkenaan

dengan orangtua secara umum tidak mendukung banyak,sedangkan

sikap sekolah ternyata dapat menjembatani hubungan antara

kenakalanteman sebaya dan prestasi akademik.

6) Proses keluarga

Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya

kenakalan remaja.Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya

(15)

disiplin yang efektif, kurangnya kasih saying orangtua dapat

menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja.Remaja

yanghubungan keluarganya kurang baik juga dapat

mengembangkan hubungan yangburuk dengan orang-orang di luar

rumah (Kartono, 2003). Melihat kondisitersebut apabila didukung

oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifatkepribadian yang

kurang baik akan menjadi pemicu timbulnya

berbagaipenyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif

yang melanggar aturandan norma yang ada di masyarakat.

Perbuatan pelanggaran ternyata bersumberpada keaadaan keluarga

yaitu suasana rumah yang tidak menyokongperkembangan remaja,

sehingga remaja menjadi anak atau orang dewasa yangtidak

bertanggung jawab dan melakukan perbuatan anti-sosial dan

amoral(Gunarsa, 2007).

7) Pengaruh teman sebaya

Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan

meningkatkanrisiko remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah

penelitian Santrock (2003)terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500

remaja yang tidak melakukan kenakalandi Boston, ditemukan

persentase kenakalan yang lebih tinggi pada remaja yangmemiliki

hubungan reguler dengan teman sebaya yang melakukan

kenakalan.Pada umumnya remaja mementingkan konformitas dan

(16)

oleh kelompok akan diutamakan dan ditaati. Teman atau kelompok

yang dipilih akan sangat menentukan kemanaremaja yang

bersangkutan akan dibawa (Chomaria, 2008). Konformitas

adalahsikap, perilaku atau tindakan yang sesuai dengan norma

kelompok sehinggamenjadi harmonis dan sepakat dengan

anggota-anggota kelompok (Santrock, 2003). Norma (norms) merupakan

aturan yang berlaku pada seluruhanggota kelompok dan berpeluang

untuk menumbuhkan konformitas pada setiapanggota kelompok

tersebut (Santrock, 2003).

Remaja cenderung mengikutiaturan-aturan yang dibuat oleh

kelompok bermain remaja.Melihat kondisi inikonformitas

berpengaruh pada bentuk-bentuk perilaku remaja. Banyak

tujuanyang ingin didapat oleh remaja dengan bersikap konformitas,

antara lain supayaada penerimaan kelompok terhadap remaja

tersebut, diakuinya eksistensi sebagaianggota kelompok, menjaga

hubungan dengan kelompok, mempunyaiketergantungan dengan

kelompok dan untuk menghindar dari sangsi kelompok(Santrock,

2003).

8) Kelas sosial ekonomi

Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak

berasal dari kelassosial ekonomi yang lebih rendah dengan

perbandingan jumlah remaja nakal diantara daerah perkampungan

(17)

privilegediperkirakan 50 : 1 (Kartono, 2003). Hal ini

disebabkankurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial rendah

untuk mengembangkanketrampilan yang diterima oleh masyarakat.

Mereka mungkin saja merasa bahwamereka akan mendapatkan

perhatian dan status dengan cara melakukan tindakananti sosial.

Menjadi “tangguh” dan “maskulin” adalah contoh status yang

tinggi bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan status

seperti ini seringditentukan oleh keberhasilan remaja dalam

melakukan kenakalan dan berhasilmeloloskan diri setelah

melakukan kenakalan (Kartono, 2003).

9) Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal

Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan

kenakalan remaja.Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi

memungkinkan remaja mengamatiberbagai model yang melakukan

aktivitas kriminal dan memperoleh hasil ataupenghargaan atas

aktivitas kriminal mereka.Masyarakat seperti ini sering

ditandaidengan kemiskinan, pengangguran, dan perasaan tersisih

dari kaum kelasmenengah.Kualitas sekolah, pendanaan pendidikan,

dan aktivitas lingkunganyang terorganisir adalah faktor-faktor lain

dalam masyarakat yang jugaberhubungan dengan kenakalan remaja

(18)

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa

faktor-faktor penyebab kenakalan remaja adalah identitas, kontrol diri,

usia, jenis kelamin, harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di

sekolah, proses keluarga, pengaruh teman sebaya, kelas sosial

ekonomi, dan kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal.

2. Spiritualitas a. Definisi

Spiritualitas adalah suatu keyakinan atau kepercayaan yang

dimiliki seseorang hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Kuasa dan

Maha Pencipta (Dwidiyanti, 2008).

Spiritualitas adalah keyakinan yang berhubungan dengan Yang

Maha Kuasa dan Maha Pencipta sebagai contoh sesorang yang percaya

kepada Allah sebagai Pencipta atau Penguasa ( Hamid, 1999 )

b. Aspek-aspek Spiritual

Spiritual merupakan berhubungan dengan suatu yang tidak

diketahui, mempunyai rasa keterikatan dengan diri sendiri dan Tuhan

Yang Maha Kuasa.

Menurut Bukhart (1993) dalam Hamid (1999) ada beberapa

(19)

1. Spiritual merupakan berhubungan dengan sesuatu yang tidak

diketahui, mempunyai rasa berkaitan dengan diri sendiri dan Tuhan

Yang maha Kuasa.

2. Menemukan arti tujuan hidup.

3. Sadar akan kemampuannya untuk menggunakan kekuatan dalam

dirinya sendiri.

c. Perkembangan Spiritual

Menurut Hidayat (2009) berdasarkan kategori umurnya

perkembangan spiritual seseorang dibagi menjadi 4, yaitu:

1. Usia anak-anak

Usia anak-anak adalah masa awal anak mengenal semuanya, begitu

jiga dengan perkembangan spiritual pada usia ini perkembangan

kepercayaan berdasarkan pengalaman seperti mengikuti ritual atau

meniru orang lain dan mencontoh kegiatan keagamaan orang

disekelilingna terutama keluarga. Anak mulai bertanya dan mencari

tahu tentang pencipta dan hal-hal yang berhubungan dengan

keagamaan karena seorang anak belum mempunyai pemahaman

betul tentang salah atau benar (Hidayat (2009).

2. Usia remaja akhir

Usia remaja akhir adalah usia yang sudah mulai mempunyai

kepercayaan yang lebih dibandingkan usia anak-anak. Pada usia ini

(20)

spiritual seperti keinginan berdoa kepada pencipta, meminta

pertolongan kepada Tuhan. Apabila kebutuhan spiritual tidak

terpenuhi akan timbul perasaaan kecewa Hidayat (2009).

3. Usia awal dewasa

Usia awal dewasa adalah usia pencarian kepercayaan atau

keyakinan yang dikaitkan secara kognitif dan selalu berpikir secara

rasional serta timbul perasaan akan penghargaan terhadap

kepercayaan Hidayat (2009).

4. Usia pertengahan dewasa

Usia pertengahan dewasa adalah usia yang sudah mempunyai

kepercayaan yang kuat dari diri sendiri meski terdapat perbedaan

keyakinanyang lain dan lebih mengerti akan kepercayaan dirinya

Hidayat(2009).

d. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Spiritual

Menurut Hidayat (2009) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

kebutuhan spiritual seseorang, yaitu:

1. Perkembangan

Pada dasarnya manusia mempunyai perkembangan yang

berbeda-beda, begitu juga dengan pemenuhan kebutuhab

spiritual.Usia perkembangan menjadi salah satu faktor yang dapat

(21)

dalam setiap tahap perkembangan seseorang memiliki cara

meyakini kepercayaan terhadap Tuhan (Hidayat, 2009).

2. Keluarga

Keluarga atau orang tua menjadi salah satu peran yang

sangat penting dalam memnuhi kebutuhan spiritual karena

mempunyai ikatan emosional yang kuat antara yang satu dengan

yang lain sebagai tempat mengajarkan nilai-nilai spiritual dan

mempunyai intensitas bertemu atau berinteraksi sering dalam

kehidupan sehari-hari (Hidayat, 2009).

3. Ras atau suku

Pada umumnya manusia terdiri dari berbagai ras, suku atau

golongan yang berbeda-beda sehingga proses pemenuhan

kebutuhan spiritual seseorang juga berbeda-beda antara orang yang

satu dengan yang lain sesuai dengan keyakinan atau kepercayaan

yang dimilikinya (Hidayat, 2009).

4. Agama yang dianut

Agama yang dianut seseorang mempunyai keyakinan atau

kepercayaan yang berbeda yang dapat menentukan arti pentingnya

kebutuhan spiritual dalam hidup (Hidayat, 2009).

5. Kegiatan keagamaan

Kegiatan keagamaanyang dilakukan dapatmemenuhi

(22)

dan senantiasa untuk mendekatkan diri kepada Tuhan Yang

(23)

B. Kerangka Teori Penelitian

Kerangka teori dalam penelitian ini penulis paparkan sebagaimana gambar

2.1 berikut:

Gambar 2.1 kerangka teori penelitian hubungan spiritualitas remaja dengan

perilaku kenakalan remaja.

Sumber :Modifikasi dari Gunarsa (2007), Kartono (2003) dan Santrock (2003)

(24)

C. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep dalam penelitian ini penulis paparkan sebagaimana

gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2 Konsep penelitian hubungan spiritualitas remaja dengan perilaku

kenakalan remaja.

D. HipotesisPenelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1.Terdapat hubungan spiritualitas remaja dengan perilaku kenakalan remaja.

Spiritualitas remaja

Gambar

Gambar 2.1 kerangka teori penelitian hubungan spiritualitas remaja dengan
Gambar 2.2   Konsep penelitian hubungan spiritualitas remaja dengan perilaku

Referensi

Dokumen terkait

Adapun salah satu manfaat yang dapat di simpulkan dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA dengan materi gerak benda melalui model

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya sehingga Laporan Tugas Akhir dengan Judul Analisis Penerapan Bauran Promosi

Sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (1) yang menjadi Objek Pajak adalah Penghasilan, yaitu setiap penambahan kemampuan ekonomis yang diterima

(2) Kendala yang dihadapi pada pelaksanaan penerapan K3 bagian produksi PT Djitoe Indonesian Tobacco Coy adalah (a) Manajemen pengelolaan K3 sangat kurang; (b)

bila tidak menggunakan DBMS maka user akan kesulitan untuk mencari data NIM 005, karena ada 2 file dengan nam afield yang sama tapi formatnya berbeda, maka bila dengan DBMS akan

Dari uji determinasi menunjukkan bahwa manajemen kredit memberikan kontribusi 3% terhadap minimalisasi pembiayaan bermasalah dan lebihnya dipengaruhi oleh faktor lain

Berdasarkan hasil wawancara dan pemaparan dari beberapa indikator yang digunakan penilaian dalam tahapan evaluasi kinerja ini, maka dapat disimpulkan bahwa terkait

Sebaliknya jika akan menambah uang beredar maka bank dapat menawarkan tingkat bunga yang rendah kepada nasabah... Pendekatan