• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 PERSIMPANGAN

Persimpangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua sistem jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan jalan di daerah perkotaan biasanya memiliki persimpangan, di mana pengemudi dapat memutuskan untuk jalan terus atau berbelok dan pindah jalan. Menurut Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996), persimpangan adalah simpul pada jaringan jalan di mana jalan-jalan bertemu dan lintasan kendaraan berpotongan. Lalu lintas pada masing-masing kaki persimpangan bergerak secara bersama-sama dengan lalu lintas lainnya. Persimpangan-persimpangan merupakan faktor-faktor yang paling penting dalam menentukan kapasitas dan waktu perjalanan pada suatu jaringan jalan, khususnya di daerah-daerah perkotaan. Karena persimpangan harus dimanfaatkan bersama-sama oleh setiap orang yang ingin menggunakannya, maka persimpangan tersebut harus dirancang dengan hati-hati, dengan mempertimbangkan efisiensi, keselamatan, kecepatan, biaya operasi dan kapasitas. Pergerakan lalu lintas yang terjadi dan urutan-urutannya dapat ditangani dengan berbagai cara, tergantung pada jenis persimpangan yang dibutuhkan (C. Jotin Khisty, 2003)

Khisty (2003) menambahkan, persimpangan dibuat dengan tujuan untuk mengurangi potensi konflik diantara kendaraan (termasuk pejalan kaki) sekaligus menyediakan kenyamanan maksimum dan kemudahan pergerakan bagi kendaraan.

(2)

II.1.1 Jenis-Jenis Persimpangan

Secara umum terdapat tiga jenis persimpangan, yaitu persimpangan sebidang, pembagian jalur jalan tanpa ramp dan simpang susun atau interchange (Khisty,

2003). Sedangkan menurut F.D. Hobbs (1995), terdapat tiga tipe umum pertemuan jalan, yaitu pertemuan jalan sebidang, pertemuan jalan tak sebidang dan kombinasi antara keduanya. Persimpangan sebidang (intersection at grade) adalah

persimpangan di mana dua jalan atau lebih bergabung pada satu bidang datar, dengan tiap jalan raya mengarah keluar dari sebuah persimpangan dan membentuk bagian dari persimpangan tersebut (Khisty, 2003).

II.1.2 Konflik Persimpangan

Lintasan kendaraan pada simpang akan menimbulkan titik konflik yang berdasarkan alih gerak kendaraan terdapat 4 (empat) jenis dasar titik konflik yaitu berpencar (diverging), bergabung (merging), berpotongan (crossing) dan berjalinan

(weaving). Jumlah potensial titik konflik pada simpang tergantung dari jumlah arah gerakan, jumlah lengan simpang, jumlah lajur dari setiap lengan simpang dan pengaturan simpang. Pada titik konflik tersebut berpotensial terjadinya kecelakaan dan kemacetan lalu lintas. Pada simpang empat lengan, titik-titik konflik yang terjadi terdiri dari 16 titik crossing, 8 titik diverging dan 8 titik merging seperti ditunjukan

(3)

Gambar 2.1 Titik Konflik pada Simpang Empat Lengan (Sumber: Khisty, 2003)

II.2 SIMPANG BERSINYAL

Simpang-simpang bersinyal merupakan bagian dari sistem kendali waktu tetap yang dirangkai atau sinyal aktual kendaraan terisolir. Simpang bersinyal biasanya memerlukan metode dan perangkat lunak khusus dalam analisanya. Kapasitas simpang dapat ditingkatkan dengan menerapkan aturan prioritas sehingga simpang dapat digunakan secara bergantian. Pada jam-jam sibuk hambatan yang tinggi dapat terjadi, untuk mengatasi hal itu pengendalian dapat dibantu oleh petugas lalu lintas namun bila volume lalu lintas meningkat sepanjang waktu diperlukan sistem pengendalian untuk seluruh waktu (full time) yang dapat bekerja secara

otomatis. Pengendalian tersebut dapat digunakan alat pemberi isyarat lalu intas (traffic signal) atau sinyal lalu lintas.

(4)

Gambar 2.2 Konflik-konflik pada simpang bersinyal empat lengan (Sumber: MKJI, 1997)

Sinyal persimpangan biasanya memberi waktu untuk pergerakan dengan membagi pergerakan ke dalam beberapa fase, biasanya antara dua sampai empat fase. Dalam menganalisis fase-fase ini dibutuhkan definisi dari terminologi yang digunakan untuk melihat fase-fase persimpangan. Fase sinyal dapat diintegrasikan pembelokan kanan yang terlindungi, yang fungsinya adalah untuk melindungi mobil-mobil yang berbelok dari pergerakan mobil-mobil lurus yang berlawanan. Dengan adanya fase khusus untuk belok, pergerakan belok dapat menjadi lebih lancar dibandingkan pembelokan yang dibolehkan tetapi tidak terlindung.

Kinerja suatu persimpangan dapat dilihat dari beberapa parameter pada persimpangan. Salah satu parameter ini adalah waktu tundaan per mobil yang dialami oleh arus yang melalui simpang. Waktu tundaan ini adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui simpang apabila dibandingkan lintasan tanpa melalui suatu simpang. Tundaan terdiri atas tundaan lalu lintas (traffic delay)

(5)

yang bertentangan. Sedangkan tundaan geometri (geometric delay) disebabkan oleh

perlambatan dan percepatan kendaraan yang membelok di simpangan dan/atau yang terhenti oleh lampu merah.

Parameter persimpangan yang lain adalah angka henti dan rasio kendaraan terhenti pada suatu sinyal. Angka henti memberikan jumlah rata-rata berhenti per kendaraan yang terjadi karena terjadinya hambatan simpang. Angka henti ini juga termasuk kendaraan berhenti berulangulang dalam suatu antrian. Rasio kendaraan yang terhenti menggambarkan rasio dari arus lalu lintas yang terpaksa berhenti sebelum dapat melewati garis henti. Kendaraan ini harus berhenti karena adanya akibat dari pengendalian sinyal. Juga penting diperhatikan jumlah panjang antrian kendaraan dalam suatu pendekat dan panjang antrian pada suatu pendekat. Parameter ini juga dapat menggambarkan hambatan-hambatan yang terjadi pada persimpangan tersebut. Perhitungan pada simpang bersinyal digunakan dengan acuan metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI).

Menurut MKJI (1997), pada umumnya penggunaan sinyal lalu lintas pada persimpangan dipergunakan untuk satu atau lebih alasan berikut ini.

1. Untuk menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalu lintas, sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat dipertahankan, bahkan selama kondisi lalu lintas jam puncak.

2. Untuk memberi kesempatan kepada kendaraan dan/atau pejalan kaki dari jalan simpang (kecil) untuk memotong jalan utama.

3. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan antara kendaraankendaraan dari arah yang bertentangan.

(6)

II.2.1 Lampu Lalu lintas

Satu metode yang paling penting dan efektif untuk mengatur lalu lintas di persimpangan adalah dengan menggunakan lampu lalu lintas. Menurut C. Jotin Khisty (2003) lampu lalu lintas adalah sebuah alat elektrik (dengan sistem pengatur waktu) yang memberikan hak jalan pada satu arus lalu lintas atau lebih sehingga aliran lalu lintas ini bisa melewat persimpangan dengan aman dan efisien. Clarkson H. Oglesby (1999) menyebutkan bahwa setiap pemasangan lampu lalu lintas bertujuan untuk memenuhi satu atau lebih fungsi-fungsi yang tersebut di bawah ini:

1. Mendapatkan gerakan lalu lintas yang teratur.

2. Meningkatkan kapasitas lalu lintas pada perempatan jalan. 3. Mengurangi frekuensi jenis kecelakaan tertentu.

4. Mengkoordinasikan lalu lintas di bawah kondisi jarak sinyal yang cukup baik, sehingga aliran lalu lintas tetap berjalan menerus pada kecepatan tertentu. 5. Memutuskan arus lalu lintas tinggi agar memungkinkan adanya

penyebrangan kendaraan lain atau pejalan kaki. 6. Mengatur penggunaan jalur lalu lintas.

7. Sebagai pengendali ramp pada jalan masuk menuju jalan bebas hambatan (entrance freeway).

8. Memutuskan arus lalu lintas bagi lewatnya kendaraan darurat (ambulance)

atau pada jembatan gerak.

Di lain pihak, Clarkson H. Oglesby (1999) menyebutkan bahwa terdapat hal-hal yang kurang menguntungkan dari lampu lalu lintas, antara lain adalah:

(7)

2. Pelanggaran terhadap indikasi sinyal umumnya sama seperti pada pemasangan khusus.

3. Pengalihan lalu lintas pada rute yag kurang menguntungkan.

4. Meningkatkan frekuensi kecelakan, terutama tumbukan bagian belakang kendaraan dengan pejalan kaki.

II.2.2 Karakteristik Lampu Lalu lintas

Penggunaan sinyal dengan lampu tiga warna (hijau, kuning, merah) diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling bertentangan dalam dimensi waktu.

1. Fase Sinyal

Pemilihan fase pergerakan tergantung dari banyaknya konflik utama, yaitu konflik yang terjadi pada volume kendaraan yang cukup besar. Menurut MKJI, 1997 Jika fase sinyal tidak diketahui, maka pengaturan dengan dua fase sebaiknya digunakan sebagai kasus dasar. Pemisahan gerakan-gerakan belok kanan biasanya hanya dilakukan berdasarkan pertimbangan kapasitas kalau gerakan membelok melibihi 200 smp/jam.

2. Waktu Antar Hijau dan Waktu Hilang

Waktu antar hijau adalah periode kuning dan merah semua anatara dua fase yang berurutan, arti dari keduanya sebagai berikut ini:

a. Panjang waktu kuning pada sinyal lalu lintas perkotaan di Indonesia menurut MKJI (1997) adalah 3,0 detik.

b. Waktu merah semua pendekat adalah waktu dimana sinyal merah menyala bersamaan dalam semua pendekat yang dilayani oleh dua fase sinyal yang

(8)

berurutan. Fungsi dari waktu merah semua adalah memberi kesempatan bagi kendaraan terakhir (melewati garis henti pada akhir sinyal kuning) berangkat sebelum kedatangan kendaraan pertama dari fase berikutnya.

Waktu hilang (lost time) adalah jumlah semua periode antar hijau dalam

siklus yang lengkap. Waktu hilang dapat diperoleh dari beda antara waktu siklus dengan jumlah waktu hijau dalam semua fase.

LTI = Σ (semua merah + kuning) Sumber : MKJI, 1997 (Hal : 2 – 44) 3. Arus lalu-lintas

Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya didasarkan pada kondisi arus lalu-lintas rencana jam puncak pagi, siang dan sore. Arus lalu-lintas (Q) untuk setiap gerakan (kiri QLT, lurus QST dan belok-kanan QRT) dikonversi dari kendaraan per-jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per-jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan:

Tabel 2.1 Nilai Ekivalen Mobil Penumpang

Jenis kendaraan Emp untuk tipe pendekat

Terlindung Terlawan Kendaraan Ringan (LV) Kendaraan Berat (HV) Sepeda Motor (MC) 1,0 1,3 0,2 1,0 1,3 0,4 Sumber : MKJI, 1997 (Hal : 2 – 10)

(9)

Contoh : Q = QLV + QHV × empHV + QMC × empMC Model dasar

Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut

C = S × g/c (1)... 2.1 di mana:

C = Kapasitas (smp/jam)

S = Arus Jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama sinyal hijau (smp/jam hijau = smp per-jam hijau)

g = Waktu hijau (det)

c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama)

Oleh karena itu perlu diketahui atau ditentukan waktu sinyal dari simpang agar dapat menghitung kapasitas dan ukuran perilaku lalu-lintas lainnya. Pada rumus (1) di atas, arus jenuh dianggap tetap selama waktu hijau. Meskipun demikian dalam kenyataannya, arus berangkat mulai dari 0 pada awal waktu hijau dan mencapai nilai puncaknya setelah 10-15 detik. Nilai ini akan menurun sedikit sampai akhir waktu hijau, lihat Gambar di bawah. Arus berangkat juga terus berlangsung selama waktu kuning dan merah-semua hingga turun menjadi 0, yang biasanya terjadi 5 - 10 detik setelah awal sinyal merah.

(10)

Gambar 2.3 Arus jenuh yang diamati per selang waktu enam detik

Permulaan arus berangkat menyebabkan terjadinya apa yang disebut sebagai 'Kehilangan awal' dari waktu hijau efektif, arus berangkat setelah akhir waktu hijau menyebabkan suatu 'Tambahan akhir' dari waktu hijau efektif, lihat Gambar 2.1:2. Jadi besarnya waktu hijau efektif, yaitu lamanya waktu hijau di mana arus berangkat terjadi dengan besaran tetap sebesar S, dapat kemudian dihitung sebagai:

(11)

Gambar 2.4 Model dasar untuk arus jenuh (Akcelik 1989)

II.3 KINERJA SIMPANG BERSINYAL

Banyak bentuk kontrol lalu lintas yang dikembangkan untuk mengurangi jumlah konflik dan meningkatkan keamanan pada persimpangan jalan, tetapi yang jelas paling penting adalah lampu (sinyal) pengatur lalu lintas. Disamping kontrol ini mencegah arus berjalan terus, dengan mengatur kesempatan untuk kendaraan berjalan setelah dihentikan dengan urutan tertentu pada arus lalu lintas yang mengalami konflik.

Fungsi utama lampu pengatur lalu lintas adalah mengurangi konflik-konflik yang terjadi pada persimpangan dengan menghentikan beberapa pergerakan arus kendaraan dan pada saat bersamaan memberikan kesempatan bagi arus kendaraan lain untuk bergerak. Tujuan pemakaian lampu pengatur lalu lintas adalah mengurangi tundaan dan panjang antrian sehingga dapat meningkatkan kapasitas persimpangan.

(12)

Kinerja suatu persimpangan dapat dilihat dari beberapa parameter pada persimpangan. Salah satu parameter ini adalah waktu tundaan per mobil yang dialami oleh arus yang melalui simpang. Waktu tundaan ini adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui simpang apabila dibandingkan lintasan tanpa melalui suatu simpang. Tundaan terdiri atas tundaan lalu lintas (traffic delay) dan tundaan geometri

(geometric delay). Tundaan lalu lintas (traffic delay) adalah waktu menunggu yang

disebabkan interaksi lalu lintas dengan gerakan lalu lintas yang bertentangan. Sedangkan

tundaan geometri (geometric delay) disebabkan oleh perlambatan dan percepatan

kendaraan yang membelok di simpangan dan/atau yang terhenti oleh lampu merah. Parameter persimpangan yang lain adalah angka henti dan rasio kendaraan terhenti pada suatu sinyal. Angka henti memberikan jumlah rata-rata berhenti per kendaraan yang terjadi karena terjadinya hambatan simpang. Angka henti ini juga termasuk kendaraan berhenti berulangulang dalam suatu antrian. Rasio kendaraan yang terhenti menggambarkan rasio dari arus lalu lintas yang terpaksa berhenti sebelum dapat melewati garis henti. Kendaraan ini harus berhenti karena adanya akibat dari pengendalian sinyal. Juga penting diperhatikan jumlah panjang antrian kendaraan dalam suatu pendekat dan panjang antrian pada suatu pendekat. Parameter ini juga dapat menggambarkan hambatan-hambatan yang terjadi pada persimpangan tersebut. Perhitungan pada simpang bersinyal digunakan dengan acuan metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI).

Pada umumnya pengaturan lalu lintas dengan menggunakan sinyal digunakan untuk beberapa tujuan, antara lain adalah :

(13)

 Menghindari terjadinya kemacetan pada simpang yang disebabkan oleh adanya konflik

 arus lalu lintas yang dapat dilakukan dengan menjaga kapasitas yang tertentu selama kondisi lalu lintas puncak

 Memberi kesempatan kepada kendaraan lain dan atau pejalan kaki dari jalan simpang yang lebih kecil untuk memotong jalan utama

 Mengurangi terjadinya kecelakaan lalu lintas akibat pertemuan kendaraan yang berlawanan arah.

Ukuran Kinerja Simpang Bersinyal berdasarkan MKJI 1997 yaitu:

II.3.1 Waktu Siklus

C = (1,5 x LTI + 5) / (1 - FRcrit)... 2.2

di mana:

C = Waktu siklus sinyal (detik)

LTI = Jumlah waktu hilang per siklus (detik) FR = Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S)

FRcrit = Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada suatu fase sinyal.

E(FRcrit) = Rasio arus simpang = jumlah FRcrit dari semua fase pada siklus tersebut.

(14)

Grafik 2.2 penentuan waktu siklus

Grafik 2.1 Rasio Arus Persimpangan

Jika waktu siklus tersebut lebih kecil dari nilai ini maka ada risiko serius akan terjadinya lewat jenuh pada simpang tersebut. Waktu siklus yang terlalu panjang akan menyebabkan meningkatnya tundaan rata-rata. Jika nilai E(FRcrit) mendekati atau lebih dari 1 maka simpang tersebut adalah lewat jenuh dan rumus tersebut akan menghasilkan nilai waktu siklus yang sangat tinggi atau negatif (MKJI 1997).

Waktu Hijau

gi = (c - LTI) x FRcrit, / L(FRCrit) (6) ... 2.3 di mana:

gi = Tampilan waktu hijau pada fase i (detik)

Kinerja suatu simpang bersinyal pada umumnya lebih peka terhadap kesalahan-kesalahan dalam pembagian waktu hijau daripada terhadap terlalu panjangnya waktu siklus. Penyimpangan kecilpun dari rasio hijau (g/c) yang

0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

Intersection flow ratio IFR

Cycle time (second)

LT = 20 LT = 15 LT = 10 LT = 5

(15)

ditentukan dari rumus 5 dan 6 diatas menghasilkan bertambah tingginya tundaan rata-rata pada simpang tersebut.

Kapasitas dan derajat kejenuhan

Kapasitas pendekat diperoleh dengan perkalian arus jenuh dengan rasio hijau (g/c) pada masing-masing pendekat, lihat Rumus (1) di atas. Derajat kejenuhan diperoleh sebagai:

DS = Q/C = (Q×c) / (S×g)... 2.4 Perilaku lalu-lintas (kualitas lalu-lintas)

Berbagai ukuran perilaku lalu-lintas dapat ditentukan berdasarkan pada arus lalu-Iintas (Q), derajat kejenuhan (DS) dan waktu sinyal (c dan g) sebagaimana diuraikan di bawah

Panjang Antrian

Jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah smp yang datang selama fase merah (NQ2)

NQ = NQ1 +NQ2 ... 2.5

II.3.2 Waktu Hilang

Dalam MKJI, waktu merah semua diperlukan untuk pengosongan pada akhir setiap fase harus memberi kesempatan untuk kendaraan terakhir untuk melewati garis henti pada akhir sinyal (kuning) berangkat dari titik konflik sebelum kedatangan kendaraan yang datang pertama dari fase berikutnya (melewati garis awal henti pada sinyal hijau) pada titik yang sama. Waktu hilang (LTI) untuk simpang dapat dihitung sebagai jumlah dari waktu waktu antar hijau. Waktu hilang

(16)

diperoleh dari Jumlah semua periode antar hijau dalam siklus yang lengkap (det). Waktu hilang dapat juga diperoleh dari beda antara waktu siklus dengan jumlah waktu hijau dalam semua fase yang berurutan.

II.3.3 Kapasitas Simpang dan Derajat Kejenuhan

Perhitungan kapasitas dapat dibuat dengan pemisahan jalur tiap pendekat, pada satu lengan dapat terdiri dari satu atau lebih pendekat, misal dibagi menjadi dua atau lebih sub pendekat. Hal ini diterapkan jika gerakan belok kanan mempunyai fase berbeda dari lalulintas yang lurus atau dapat juga dengan merubah fisik jalan yaitu dengan membagi pendekat dengan pulau lalu lintas (canalization).

Kapasitas pada persimpangan didasarkan pada konsep dan angka arus aliran jenuh (Saturation Flow). Angka Saturation Flow didefinisikan sebagai angka

maksimum arus yang dapat melewati pendekat pertemuan jalan menurut kontrol lalu lintas yang berlaku dan kondisi jalan Satuation Flow dinyatakan dalam unit

kendaraan per jam pada waktu lampu hijau, di mana hitungan kapasitas masing-masing pendekat adalah :

C = S x cg (smp/jam)... 2.6 Dimana : C = kapasitas S = arus jenuh g = waktu hijau c = waktu siklus

(17)

Derajat kejenuhan masing-masing diperoleh dari :

DS = ... 2.7 Dimana :

DS = derajat kejenuhan

Q = arus lalu lintas pada pendekat tersebut (smp/jam) C = kapasitas

Derajat kejenuhan untuk seluruh simpang, (DS), dihitung sebagai berikut:

DS = Qsmp / C ... 2.8 di mana:

Qsmp = Arus total (smp/jam) dihitung sebagai berikut: Qsmp = Qkend × Fsmp

Fsmp = Faktor smp, dihitung sebagai berikut:

Fsmp = (empLV×LV%+empHV×HV%+empMC×MC%)/100

dimana empLV, LV%, empHV, HV%, empMC dan MC% adalah emp dan komposisi lalu lintas untuk kendaraan ringan, kendaraan berat dan sepeda motor

II.3.4 Panjang Antrian

Antrian yang terjadi pada suatu pendekat adalah jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) yang merupakan jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) dan jumlah smp yang datang selama waktu merah (NQ2). Panjang antrian (QL) pada suatu pendekat adalah hasil perkalian jumlah rata-rata

Q C

(18)

8 x (DS-0,5) C

antrian pada awal sinyal hijau (NQ) dengan luas rata-rata yang dipergunakan per smp (20 m²) dan pembagian dengan lebar masuk.

Jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah smp yang datang selama fase merah (NQ2)

NQ = NQ1 +NQ2... 2.9 Dengan:

NQ1 = 0,25 x C x

[

(DS-1) +

(DS-1)2 +

]

... 2.10 jika DS > 0,5 ; selain dari itu NQ1= 0

NQ2 = c x x... 2.11

Dimana:

NQ1 = jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya. NQ2 = jumlah smp yang dating selama fase merah.

DS = derajat kejenuhan. GR = rasio hijau

c = waktu siklus(det)

C = kapasitas (smp/jam) = arus jenuh kali rasio hijau (S x GR) Q = arus lalu lintas pada pendekat tersebut (smp/det)

Panjang antrian (QL) diperoleh dari perkalian (NQ) dengan luas rata-rata yang dipergunakan per smp (20m2) dan pembagian dengan lebar masuk.

1-GR 1 - GR x DS

Q 3600

(19)

QL = NQ max x ... 2.12

Grafik 2.2 panjang antrian bersadarkan derajat kejenuhan

II.3.5 Kendaraan berhenti

Penghitungan laju henti (NS) untuk masing-masing pendekatan yang diidentifikasikan sebagai jumlah rata-rata berhenti per smp (termasuk berhenti terulang dalam antrian). Perhitungan laju henti rata-rata untuk seluruh simpang dilakukan dengan cara membagi jumlah kendaraan terhenti pada seluruh pendekat dengan arus simpang total Q dalam kendaraan/jam. Rasio kendaraan terhenti PSV,

yaitu rasio kendaraan yang harus berhenti akibat sinyal merah sebelum melewati suatu simpang, i dihitung sebagai:

PSV = min (NS,1) ... 2.13 dimana NS adalah angka henti dan suatu pendekat.

II.3.6 Tundaan 0 2 4 6 8 1 0 1 2 1 4 1 6 1 8 2 0 0 0 .1 0 .2 0 .3 0 .4 0 .5 0 .6 0 .7 0 .8 0 .9 1 D e g r e e o f s a tu r a ti o n D S Remaining PCU NQ1

(20)

Tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal:

1) Tundaan lalu lintas (DT) karena interaksi lalu-lintas dengan gerakan lainnya pada suatu simpang.

2) Tundaan geometrik (DG) karena perlambatan dan percepatan saat membelok pada suatu simpang dan/atau terhenti karena lampu merah.

Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j dihitung sebagai:

Dj = DTj + DGj ... 2.14 dimana:

Dj = Tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp)

DTj = Tundaan lalu-lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp) DGj = Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp)

Tundaan lalu-lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari rumus berikut (didasarkan pada Akcelik 1988):

DT = c x h+ ... 2.15 dimana:

DTj = Tundaan lalu-lintas rata-rata pada pendekat j (det/smp) GR = Rasio hijau (g/c)

DS = Derajat kejenuhan C = Kapasitas (smp/jam)

NQ1 = Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya (Rumus 8.1 diatas).

Perhatikan bahwa hasil perhitungan tidak berlaku jika kapasitas simpang 0,5 x

(1-GR)2 (1-GR x

NQ1 x 3600 C

(21)

kemacetan pada bagian hilir, pengaturan oleh polisi secara manual dsb. Tundaan geometri rata-rata pada suatu pendekat j dapat diperkirakan sebagai berikut

DGj = (1-psv) × PT × 6 +(psv×4)... 2.16 dimana:

DGj = Tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp) Psv = Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat

PT = Rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat

Nilai normal 6 detik untuk kendaraan belok tidak berhenti dan 4 detik untuk yang berhenti didasarkan anggapan-anggapan: 1) kecepatan = 40 km/jam; 2) kecepatan belok tidak berhenti 10 km/jam; 3) percepatan dan perlambatan = 1,5

m/det2; 4) kendaraan berhenti melambat untuk meminimumkan tundaan, sehingga menimbulkan hanya tundaan percepatan.(MKJI 1997)

II.4 KLASIFIKASI KENDARAAN

Ada beberapa jenis klasifikasi kendaraan yang dipakai di Indonesia, berikut adalah klasifikasi kendaraan di Indonesia berdasarkan MKJI (1997):

1. Kendaraan Ringan

Kendaraan bermotor ber as dua dengan 4 roda dan dengan jarak as 2,0-3,0 m (meliputi: mobil penumpang, oplet, mikrobis, pick-up dan truk kecil sesuai sistim klasifikasi Bina Marga).

2. Kendaraan Berat

Kendaraan bermotor dengan lebih dari 4 roda (meliputi bis, truk 2 as, truk 3 as dan truk kombinasi sesuai sistim klasifikasi Bina Marga). Catatan: Lihat Bab

(22)

2-5 dan 6-7 untuk definisi khusus dari tipe kendaraan lainnya yang digunakan pada metode perhitungan jalan perkotaan dan luar kota.

3. Sepeda motor

Kendaraan bermotor dengan 2 atau 3 roda (meliputi sepeda motor dan kendaraan roda 3 sesuai sistim klasifikasi Bina Marga).

4. Kendaraan Tak Bermotor

Kendaraan dengan roda yang digerakkan oleh orang atau hewan ( meliputi : sepeda, becak, kereta kuda, dan kereta dorong sesuai sistim klasitikasi Bina Marga). Catatan: Dalam manual ini kendaraan tak bermotor tidak dianggap sebagai bagian dari arus lalu lintas tetapi sebagai unsur hambatan samping.

II. 4. 1 Satuan Mobil Penumpang

Setiap jenis kendaraan mempunyai karakteristik pergerakan yang berbeda. Karena dimensi, kecepatan, percepatan, maupun kemampuan manuver dari masing-masing tipe kendaraan berbeda, disamping itu juga pengaruh geometrik jalan. Oleh karena itu untuk menyamakan satuan dari masing-masing jenis kendaraan digunakan suatu satuan yang bisa dipakai dalam perencanaan lalu lintas yang disebut satuan mobil penumpang (smp). Besar SMP untuk penelitian ini didasarkan pada MKJI (1997), dimana setiap jenis kendaraan dikalikan dengan faktor konversi dimana faktor konversi yang diambil adalah faktor konversi pada persimpangan dan sebagai contohnya:

(23)

 Untuk kendaraan sepeda motor atau kategori MC dikonversikan dengan nilai konversi sebesar 0,40

II.4.2 Tingkat Pelayanan (LOS)

Dalam US HCM 1994 perilaku lalu-lintas diwakili oleh tingkat pelayanan (LOS): yaitu ukuran kualitatif yang mencerminkan persepsi pengemudi tentang kualitas mengendarai kendaraan. LOS berhubungan dengan ukuran kuantitatif, seperti kerapatan atau persen waktu tundaan. Konsep tingkat pelayanan dikembangkan untuk penggunaan di Amerika Serikat dan definisi LOS tidak berlaku secara langsung di Indonesia. Dalam Manual MKJI kecepatan dan derajat kejenuhan digunakan sebagai indikator perilaku lalu lintas dan parameter yang sama telah digunakan dalam pengembangan "panduan rekayasa lalu-lintas" berdasarkan analisa ekonomi.

(24)

Tabel 2.2 Tingkat Pelayanan Tingkat

Pelayanan

Karakteristik-karakteristik Batas Lingkup V/C A Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi,

pengemudi dapat memilih kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan

0,00-0,20

B Arus stabil, tetapi kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas, pengemudi memiliki kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatan

0,20-0,44

C Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan dikendalikan, pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan

0,45-0,74

D Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih dikendalikan, V/C masih dapat ditolerir

0,75-0,84

E Volume lalu lintas mendekati/berada pada kapasitas, arus tidak stabil, kecepatan terkadang terhenti

0,85-1,00

F Arus yang dipaksakan atau macet, kecepatan rendah, volume dibawah kapasitas, antrian panjang dan terjadi hambatan-hambatan yang besar

>1,00

II.5 MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA

Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) adalah panduan yang diperlukan untuk perencanaan, perancangan dan operasi fasilitas lalu-lintas jalan di Indonesia. Perangkat lunak KAJI menerapkan metoda perhitungan yang dikembangkan dalam

(25)

MKJI. Tujuannya adalah menganalisis kapasitas dan perbedaan kinerja dari fasilitas lalulintas jalan (misalnya: ruas jalan, simpang dll) pada geometri dan arus lalu-lintas yang ada.

Gambar 2. tampilan software KAJI

Manual Kapasitas Jalan Indonesia memberikan kemudahan-kemudahan dalam menentukan waktu hijau, kapasitas, derajat kejenuhan dan tundaan melalui formulir-formulir isian SIG seperti terlihat pada gambar berikut.

Gambar 2.8 Langkah – Langkah Pengaturan Lampu Lalu Lintas dengan MKJI 1. SIG I terdapat penentuan fase-fase dan geometrik jalan dengan Wmasuk dan

Wkeluar. Informasi untuk formulir SIG I kota, tanggal, dikerjakan oleh, periode (AM, PM peak), hal dan letak persimpangan. City Size: Diisi Jumlah penduduk wilayah kota dengan ketelitian 0,1 jt penduduk. Pada bagian kiri tengah formulir SIG-1 Anda dapat mendefinisikan pendekat (approach

indentities) sampai dengan 12 pendekat. Anda harus mendefinisikan pendekat sebelum memasukkan data di bagian dasar SIG-1.

2. SIG II menghitung data arus lalu-lintas seperti konversi dari kendaraan/jam menjadi smp/jam melalui faktor emp. Formulir tambahan SIG-2S (arus lalu-lintas yang disederhanakan) terdapat pada perangkat lunak KAJI. Dibandingkan dengan formulir SIG-2 formulir tambahan membolehkan data arus lalu-lintas sebagai arus per jam yang tidak diklasifikasikan (unclassified

hourly flows) atau LHRT (arus rata-rata per hari dalam setahun).

3. SIG III mengetahui waktu merah tiap fase dan waktu hilang tiap fase. Pada baris kiri vertikal dari tabel Anda menemukan pendekat yang didefinisikan di

(26)

formulir SIG-1. Pada baris atas table Anda memasukkan identities for

conficting approaches/flow (tanda untuk pendekat/ arus yang konflik) yang mungkin mempengaruhi waktu semua merah. Formulir komputerisasi SIG-3 kurang otomatis dibandingkan dengan formulir SIG yang lain.

4. SIG IV dengan bantuan data dari SIG-SIG sebelumnya kita dapat mengetahui Kapasitas (C), Waktu hijau (g) dan Derajat Kejenuhan (DS). Ini adalah salah satu formulir yang kompleks dalam perangkat lunak KAJI. Meskipun data yang dimasukkan sedikit, tetapi sangat penting (untuk perhitungan) bahwa data adalah benar.

5. SIG V mengetahui antrian, number of stop dan tundaan. Jika pengaturan

waktu lampu lalu-lintas untuk setiap pendekat (approach) ingin dihitung,

maka kita harus memasukkan nomor fase pendekat yang mendapat hijau. Jika perhitungan KAJI dilakukan untuk pengaturan yang sudah ada, sel nomor fase tidak dapat dimasuki (pengaturan yang ada kemudian harus dispesifikasikan di formulir SIG-1). Tipe arus: arus terlindung (protected)

atau gerak terlawan (opposed) juga harus dimasukkan. Untuk disain yang

sangat kompleks (banyak pendekat dan pengaturan sinyal tidak "konvensional"), KAJI dapat mengeluarkan hasil yang kurang tepat. Nilai ini (arus belok kanan melawan) harus diperiksa terhadap sketsa arus pada bagian kiri atas dari lembar SIG-4 dan catat setiap kesalahan yang ditemui. Jika hijau awal atau hijau akhir ingin ditetapkan untuk setiap pendekat, lakukanlah hal ini pada sel "split". Nilai antara 0 dan 1 harus dimasukkan.

(27)

2.5.1 Rumus yang Digunakan dalam analisa KAJI (Sumber : MKJI 1997)

Rumus yang digunakan untuk menghitung waktu hilang adalah:

…… 2.17 Siklus waktu dapat dihitung dengan rumus :

……… 2.18 Besar arus kepadatan dapat dihitung berdasarkan rumus:

S = S0 x FCS x FCS x FSF x FG x FFP x FRT x FLT ………. 2.19 S0 = 600 x We ……… 2.20 Dimana: S = arus kepadatan setelah dikoreksi

S0 = arus kepadatan menurut rumus (smp/jam) We = lebar efektif jalan

Fcs = faktor koreksi city size FSF = faktor koreksi side friction FG = faktor koreksi gradient FRT = faktor koreksi right trun FLT = faktor koreksi left turn

Kapasitas jalan dapat dihitung dengan menggunakan rumus yaitu:

……… ……… 2.21

Derajat kepadatan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

DS = Q/C = Q x c / ( S x g ) ……….. 2.22 Panjang antrian dapat dihitung berdasarkan:

(28)

……… ……….. 2.23

Nilai rata-rata keterlambatan (delay) adalah sebagai berikut:

………....……… 2.24

II. 6 SIDRA

Sidra singkatan dari Signalized and unsignalised Intersection Design Research Aid dan digunakan sebagai bantuan untuk mendesain dan mengevaluasi macam-macam persimpangan sebagai berikut:

Signalized intersection/persimpangan bersinyal  Roundabout/persimpangan yang berputar(bundaran)  Two way stop sign control

All way stop sign control dan  Give way sign control

(29)

Gambar 2.9 tampilan software SIDRA

Sidra menggunakan model analisa lalu lintas secara detail dan digabungkan dengan metode perkiraan untuk memberikan perkiraan kapasitas dan tampilan statistic dari keterlambatan, antrian, perhentian, dan lain-lain. Sidra dapat digunakan untuk:

1. Memperoleh perkiraan kapasitas dan ciri-ciri tampilan seperti keterlambatan, antrian, perhentian dan juga pemakaian bahan bakar, emisi polusi serta biaya operasi untuk semua bentuk persimpangan

2. Menganalisa beberapa alternatif desain untuk mengoptimalkan desain persimpangan, menandai tahapan-tahapan dan waktu untuk menentukan strategi yang berbeda

3. Melakukan analisa desain

4. Mendesain panjang jalur yang pendek (pada belokan, jalur daerah parkir dan hilangnya jalur pada jalan keluar)

(30)

5. Menangani persimpangan yang memiliki lebih dari empat kaki atau maksimum sampai dengan persimpangan dengan delapan kaki

6. Menganalisa akibat dari kendaraan berat pada persimpangan

7. Menganalisa masalah yang rumit dari jalur yang terbagi dan belokan yang berlawanan serta jalur pendek pada hulu dan hilir

8. Menentukan waktu tanda lampu bagi setiap geometrik persimpangan sesederhana mungkin sesuai dengan penyusunan taraf yang komplek

9. Menganalisa kondisi tingkat kepadatan yang tinggi dengan menggunakan Sidra.

2.6.1 Rumus-rumus yang Digunakan dalam Analisa Sidra (Sumber : SIDRA 1991)

Perhitungan waktu siklus pada Sidra ditentukan pada rumus P = D +KH, dimana k adalah hukuman perhentian (stop penalty), D adalah total tundaan dan H adalah angka henti. Dari rumus diatas dibuat formula menurut ARR 123 Rahmi Akcelik

... ... 2.25 Dimana : co = waktu siklus

k = penalty Stop

L= waktu hilang persimpangan (detik) Y= ratio arus persimpangan

Kegunaan dari waktu siklus adalah agar mendapatkan hasil keterlambatan dan antrian yang optimum, karena dengan dengan siklus waktu yang optimum akan

(31)

Keterlambatan kendaraan berbeda di antara waktu perjalanan yang terganggu (opposed) dan yang tidak terganggu (protected). Perkiraan keterlambatan didasarkan pada metode path race, dimana keterlambatan yang di ambil kendaraan selama periode analisa (periode arus sibuk). Rata-rata keterlambatan untuk semua kendaraan berhenti dan tidak berhenti adalah sebagai berikut:

……….……… 2.26 Dimana: D = total keterlambatan (kendaraan per jam)

d = rata-rata keterlambatan per kendaraan (detik) q = rata-rata arus (periode arus sibuk)

Guna dari penghitugan keterlambatan adalah untuk menentukan tingkat pelayanan dari persimpangan tersebut, dan tingkat pelayanan (LOS) yang ditentukan oleh keterlambatan.

waktu hilang persimpangan ditentukan dengan rumus

L = ∑

l

...

2.27 Dimana : L = waktu hilang persimpangan

l

= nilai rasio waktu hilang setiap pendekat Tundaan pada Sidra mempunyai rumus

... 2.28 Dimana : D = tundaan rata-rata persimpangan(kend/jam)

qc = angka kedatangan rata-rata (kend/siklus) u = ratio waktu hijau(g/c)

N0 = antrian sisa rata-rata

(32)

……… 2.29 Dimana: Fk = waktu perubahan tahap awal

Fi = waktu perubahan tahap akhir I = waktu hilang

Rumus diatas berguna agar dapat ditentukan waktu hijau yang benar-benar efisien, agar tidak terbuang percuma sisa waktu hijaunya dan hal ini berguna untuk menentukan nilai siklus waktu yang optimum, keterlambatan dan antrian.

Waktu merah efektif dirumuskan dengan:

………...……… 2.30 Dimana: c = siklus waktu

g = waktu hijau efektif r = waktu merah efektif

Rumus diatas berguna berguna agar dapat ditentukan waktu merah yang benar-benar efisien dan berguna untuk menentukan nilai siklus waktu yang optimum, keterlambatan dan antrian.

Total jumlah perhentian yang efektif dihitung dari:

……….. 2.31 Dimana: H = total jumlah stop per jam

h = nilai stop yang efektif (stop/kendaraan) q = rata-rata arus kendaraan (kendaraan/jam)

Panjang Antrian, rata-rata panjang antrian kendaraan pada awal dari waktu hijau dirumuskan dalam Sidra

(33)

r = waktu merah efektif (detik)

N0= rata-rata panjang antrian sisa (kend) q = ratio arus kedatangan (kend/detik)

Seperti yang diterangkan dari bab sebelumnya bahwa sistem operasi Sidra dibagi dalam tiga bagian yaitu tahap input data, tahap perhitungan dan tahap output data. Adapun operasi dalam input data adalah sebagai berikut:

1. Program Sidra dijalankan dengan memilih file Sidra intersection yang berada di desktop komputer.

2. Tekan menu new project atau buka existing project. Dalam penelitian ini buka new atau open new project.

3. Setelah itu dilanjutkan dengan memilih tipe persimpangan seperti simpang bersinyal, roundabout dan lain-lain.

4. Pada panel sebelah kiri terdapat menu input data dan diisi nama persimpangan, total flow period, peak flow period, faktor arus puncak, HV dan LV data waktu siklus dan arus kepadatan.

5. Pilih menu geometri untuk input data nama jalan, jumlah jalur keluar masuk, lebar median, pejalan kaki dan lebar jalur.

6. Pilih menu volume dan input data untuk volume lalu lintas per line berupa light vehicle (LV) maupun heavy vehicle (HV).

7. Pilih menu path data untuk input data arus basic kepadatan real flow faktor, practikal derajad kepadatan, LTOR yes or no dan speed untuk keluar dan masuk.

(34)

8. Pilih menu movement data untuk input data bentuk pergerakan seperti untuk arah selatan (south) ada pergerakan belok kiri dan lurus atau arah utara hanya ada jalan lurus.

II. 7 PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KAJI DAN SIDRA

Dalam penelitian ini akan di bahas mengenai persamaan dan perbedaan dari program kaji dan sidra, kedua software memiliki fungsi yang sama dalam menganalisis persimpangan. Beberapa komponen dalam menganalisis persimpangan diuraikan di bawah ini.

Data masukan program Kaji adalah sebagai berikut:

1. Kondisi geometrik, pengeturan lalu lintas dan kondisi lingkungan 2. Arus lalu lintas dan fase sinyal

3. Waktu antar hijau dan waktu hilang 4. Tipe pendekat

5. Lebar pendekat efektif 6. Arus jenuh dasar 7. Rasio arus jenuh dasar

8. Waktu siklus dan waktu hijau 9. Kapasitas

Data keluaran program Kaji 1. Tundaan

2. Tingkat pelayanan 3. Antrian

(35)

5. Derajat kejenuhan dan 6. Kapasitas

Data input program Sidra

1. Jenis persimpangan dan bentuk geometrik persimpangan 2. Arah pergerakan kendaraan

3. Volume lalu lintas pada saat jam puncak, meliputi LV(light vehicle) dan HV(heavy vehicle)

4. Volume pejalan kaki pada jam puncak

5. Lebar jalan, lebar balok kiri(LTOR) dan lebar median

6. Fase lampu lalu lintas termasuk prioritas dan pergerakan opposed 7. Waktu siklus dan

8. Perhitungan kecepatan pada approach lanes dan exit lanes Data output yang dihasilkan program Sidra

1. Tundaan dan tingkat pelayanan 2. Panjang antrian

3. Perhentian

4. Derajat kejenuhan simpang 5. Kapasitas

6. Pemakaian bahan bakar dan emisi polusi 7. Siklus waktu optimal

Dari semua penjelasan di atas dapat dibuat suatu tabel perbandingan metode dari MKJI (KAJI) dan metode dari ARR123 (SIDRA) dalam hal perbedaan rumus dan ketetapan-ketetapan yang ada pada masing-masing peraturan. Berikut adalah tabel

(36)

perbandingan metode KAJI dan SIDRA yang didapat dari kedua peraturan yaitu MKJI dan ARR123.

(37)

  Tabel 2.3 perbandingan antara Sidra dan KAJI

Keterangan SIDRA KAJI

Waktu siklus (cycle Time)

Pada Sidra mempunyai Stop penalty konsep(k), konstanta 1,4

C = (1,5 x LTI + 5)/(1-∑Frcrit) Tidak mempunyai stop penalty konsep (k) dan memakai konstanta 1,5

Waktu Hilang Lost Time Intersection)

L = ∑

l

Relatif pada Sidra penetuan waktu hilang

persimpangan menggunakan rumus yang

sama dengan MKJI

LTI = ∑(Merah Semua + Kuning)i = ∑IGi

Relatif pada Sidra penetuan waktu hilang persimpangan menggunakan

rumus yang sama dengan MKJI

Tundaan Rata-rata (average delay)

Hanya menghitung tundaan Lalulintas dengan

rumus

Tundaan lalulintas

Dan tundaan geometrik DGj=(1-psw)x PT x 6 +(psw x 4)

Volume arus lalulintas

Ada, hanya dalam LV dan HV dalam proses

pemasukan data Menggunakan rumus yg

sama pada MKJI Q = s(g/c)

lebih baik, dalam MC, UV,LV,HV menggunakan rumus yang sama

C = S x g/c

Faktor koreksi side friction

Tidak ada Ada, melihat lingkungan

persimpangan(COM, RES, dan RA)

Pejalan kaki(pedestrian)

Ada Tidak ada

Median Ada, juga dijelaskan berapa lebarnya

Ada, tapi hanya ditanya ada atau tidaknya Derajat Kejenuhan (degree of Saturation) Menggunakan rumus X = Volume/Q Di tetapkan di bawah 0,95 Menggunakan Rumus DS = Q/C Di tetapkan di bawah 0,9 Panjang Antrian (queue length) N = qr + N0 Dimana (q) adalah ratio

arus

kedatangan(kend/detik) dan (r) adalah waktu merah efektif dan N0

NQ = NQ1 + NQ2

Dimana NQ1 adalah jumlah smp yg tersisa dari fase hijau sebelumny dan

NQ2 adalah jumlah smp pada fase merah

(38)

adalah panjang antrian tersisa Waktu merah efektif (r) Ada r = c – g Tidak ada Pembagian lajur (shared line)

Ada Tidak ada

Angka Henti (Number of Stop) Kecepatan keluar atau masuk

Ada Tidak ada

Pergerakan opposed dan

protected

Ada, lebih detail Ada, tetapi kurang detail hanya secara garis besar

Gambar

Gambar 2.1  Titik Konflik pada Simpang Empat Lengan   (Sumber: Khisty, 2003)
Gambar 2.2  Konflik-konflik pada simpang bersinyal empat lengan  (Sumber: MKJI, 1997)
Tabel 2.1  Nilai Ekivalen Mobil Penumpang
Gambar 2.3  Arus jenuh yang diamati per selang waktu enam detik
+6

Referensi

Dokumen terkait

Rasulullah saw bersabda: (waktu yang menjadikan hamba sangat dekat kepada Allah swt adalah dalam posisi bersujud), untuk mengetahui posisi yang ditakuti oleh manusia, adalah

Seluruh data dari hasil pengamatan yang dikaitkan dengan Cobit khususnya pada 4 proses DS, maka usulan perbaikan TI dapat diberikan sesuai model standar Cobit.. Hasil

Menurut penulis dalam pembahasan singkat diatas, yang sangat menarik dalam Buku Novel berjudul “Analisis Denotasi dan Konotasi Terhadap Narasi Perempuan Bercadar

Didapati hasil kajian ini telah mengesahkan yang ketiga-tiga pembolehubah orientasi keusahawanan (inovasi, proaktif dan pengambilan risiko) mempunyai hubungan yang signifikan dan

Perpustakaan perlu melakukan pengembangan perpustakaan dari sisi teknologi informasi, fasilitas fisik, koleksi maupun layanan perpustakaan sesuai dengan karateristik net

Hasil penelitian mengindikasikan pasangan suami istri dalam budaya Jawa mengedepankan nilai marsisarian atau sikap saling menghargai dengan mengedepankan sikap saling mengerti,

mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku

bahwa dengan hasil Pengambilan Keputusan sebagaimana huruf c, sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Nomor :