• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN TINGKAT AKTIVITAS FISIK DENGAN DYSMENORRHEA PRIMER PADA REMAJA UMUR TAHUN DI SMP. K. HARAPAN DENPASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN TINGKAT AKTIVITAS FISIK DENGAN DYSMENORRHEA PRIMER PADA REMAJA UMUR TAHUN DI SMP. K. HARAPAN DENPASAR"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN TINGKAT AKTIVITAS FISIK DENGAN

DYSMENORRHEA PRIMER PADA REMAJA UMUR 13-15

TAHUN DI SMP. K. HARAPAN DENPASAR

KOMANG TRIA MONICA FEBRIANA NI LUH NOPI ANDAYANI

SUSY PURNAWATI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined.

METODE PENELITIAN...3

HASIL PENELITIAN ...4

PEMBAHASAN ...7

SIMPULAN DAN SARAN ...10 DAFTAR PUSTAKA

(3)

PENDAHULUAN

Masa remaja adalah tahap dimana individu mengalami suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang manusia. Pada masa remaja ini terjadi perubahan hormonal, fisiologis, fisik, mental, emosional dan sosial. Khususnya pada remaja putri akan mengalami fase pubertas yang ditandai dengan perkembangan seks sekunder dan perkembangan seks primer. Perkembangan seks sekunder yaitu lengkung tubuh berkembang, adanya bulu di ketiak dan daerah pubis.1

Pada perkembangan seks primer biasanya terjadi pada umur 10 sampai 16 tahun dan pada seorang gadis ditandai dengan permulaan menstruasi atau menarche, perkembangan pada uterus, vagina membesar, buah dada membesar, jaringan ikat dan saluran darah bertambah. Menarche adalah menstruasi pertama yang ditandai dengan terjadinya pengeluaran darah, lendir, dan jaringan sel yang hancur dari uterus secara berkala, yang akan terjadi kira-kira setiap 25-32 hari. Dalam satu siklus menstruasi terdapat 4 fase, yaitu fase menstruasi, fase poliferasi, fase luteal dan fase sekresi. Beberapa wanita mengalami gangguan menstruasi yang beragam.2

Salah satunya yang paling sering dialami dan paling dikenal masyarakat adalah dysmenorrhea. Dysmenorrhea adalah istilah medis untuk gangguan menstruasi, gejala-gejala dari dysmenorrhea dapat berupa rasa nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian bawah dan punggung bawah, sakit kepala, mual hingga pingsan pada sebelum atau selama menstruasi.3 Dysmenorrhea dibagi menjadi dua yaitu dysmenorrhea primer dan sekunder. Dysmenorrhea primer biasanya dimulai 1 sampai 2 tahun pertama setelah mengalami menstruasi. Sedangkan dysmenorrhea sekunder adalah dari penyakit tertentu atau gangguan dan bisa terjadi kapan saja setelah menarche.4 Menurut Smeltzer dan Bare (2001) faktor risiko dysmenorrhea adalah menarche pada usia lebih awal, belum pernah hamil dan melahirkan, hipermenorea, perokok, stres dan aktivitas fisik yang kurang.5

Aktivitas fisik adalah gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang kurang merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global.6 Aktivitas fisik digolongkan menjadi 3 yaitu aktivitas fisik ringan, aktivitas fisik sedang dan aktivitas fisik berat. Remaja membutuhkan aktivitas fisik karena akan

(4)

menguntungkan mereka untuk proses pertumbuhan dan dalam kurun waktu yang panjang selama kehidupan mereka. Salah satu keuntungannya adalah melancarkan sirkulasi darah.7

Kejadian dysmenorrhea akan meningkat dengan kurangnya aktivitas fisik selama menstruasi, hal ini dapat menyebabkan sirkulasi darah dan oksigen menurun. Dampak pada uterus adalah aliran darah dan sirkulasi oksigen pun berkurang dan menyebabkan nyeri. Olahraga merupakan salah satu teknik relaksasi yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri. Menurut Saadah (2014) pada wanita yang aktif secara fisik dilaporkan kurang terjadinya dysmenorrhea. Wanita yang berolahraga sekurang-kurangnya satu kali seminggu dapat menurunkan intesitas rasa nyeri dan ketidaknyamanan pada bagian bawah abdominal, sedangkan hasil penelitian menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan tingkat dysmenorrhea pada mahasiswi program studi ilmu keolahragaan.8

Berdasarkan hal tersebut diatas, peneliti melakukan penelitian tentang hubungan antara aktivitas fisik dengan dysmenorrhea primer pada remaja putri di SMP K. Harapan Denpasar karena mempunyai populasi yang ingin diteliti yaitu siswi yang terdiri dari golongan remaja yang berusia 13-15 tahun.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian observational analitik yang menggunakan rancangan penelitian cross-sectional study yang dilakukan di SMP. K. Harapan Denpasar pada bulan mei 2015. Populasi target dari penelitian ini adalah seluruh siswi di Denpasar, sedangkan populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah seluruh siswi di SMP. K. Harapan Denpasar. Terdiri dari 97 sampel yang didapat dengan teknik simple random sampling dan sudah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah Siswi SMP. K. Harapan Denpasar yang berusia 13-15 tahun, sedang atau sudah mengalami menstruasi, sudah menarche lebih dari 1 tahun, bersedia secara sukarela sebagai subjek penelitian dari awal penelitian sampai akhir penelitian dengan menandatangani informed consent bersedia sebagai sampel, eadaan umum sehat, vital sign dalam batas normal (sesuai keterangan dokter). Kriteria ekslusi adalah belum mengalami menarche, sedang hamil, menderita penyakit ginekologis tertentu atau dysmenorrhea sekunder.

Pengukuran aktivitas fisik menggunakan IPAQ (Internatinal Physical Activity Quistionnare) dengan menggunakan 2 variable yaitu frekuensi dan durasi dan dibagi menjadi 3 kategori yaitu aktivitas fisik rendah, sedang, berat. Alat ukur yang digunakan untuk menentukan

(5)

dysmenorrhea primer adalah dengan menggunakan kuesioner penegakan diagnosis dysmenorrhea primer yang mengacu pada gejala yang terjadi yaitu nyeri di perut bagian bawah dan tungkai. Dysmenorrhea primer juga bisa disertai sakit kepala, mual, muntah, sakit kepala, diare hingga pingsan dan terganggunya aktivitas sehari-hari. Data yang di dapat akan dilakukan uji analisis data menggunakan analisis univariat untuk menganalisis gambaran umum tentang presentase dan frekuensi rerata umur dan BMI. Analisis bivariat untuk menganalisis hubungan anatara variabel bebas (tingkat aktivitas fisik) dengan variabel terikat (dysmenorrhea primer). Untuk menganalisis hubungan antara tingkat aktivitas fisik dengan dysmenorrhea primer. Metode analisis bivariat yang digunakan adalah analisis Chi Square Test.

HASIL PENELITIAN

Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah Siswi SMP. K. Harapan Denpasar yang berusia 13-15 tahun dengan teknik pengambilan sampel secara random yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sesuai dengan rumus besar sampel yang digunakan maka responden dalam penelitian ini berjumlah 97 orang.

Karakteristik responden berdasarkan rerata umur, BMI yang berhubungan dengan dysmenorrhea primer dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Kelompok Usia Frekuensi (f) Persentase (%)

13 tahun 14 tahun 46 30 47,4 30,9 15 tahun 21 21,6 Jumlah 97 100

Tabel 1. menunjukan bahwa responden dominan pada usia 13 tahun yaitu sebanyak 46 responden (47,4%)

Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan BMI

Kategori BMI Frekuensi (f) Persentase (%)

Underweight 22 22,7

(6)

Overweight 9 9,3

Jumlah 97 100

Tabel 2. menunjukan bahwa responden dominan pada kategori normal (BMI 18,5 – 22,9) sebanyak 66 responden (68,0%).

Data pada penelitian ini merupakan data yang terdiri dari aktivitas fisik dan dysmenorrhea primer. Data tersebut dijelaskan pada tabel berikut ini

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Aktivitas Fisik

Kategori Aktivitas Fisik Frekuensi (f) Persentase (%)

Rendah 75 77,3

Sedang 10 10,3

Berat 12 12,4

Jumlah 97 100

Tabel 3. menunjukkan responden dominan pada aktivitas fisik rendah yaitu sebanyak 75 responden (77,3%).

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Dysmenorrhea Primer

Tabel 4. menunjukan responden mengalami dysmenorrhea primer yaitu 65 responden (67,0%).

Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Dysmenorrhea Primer pada siswi di SMP. K. Harapan Denpasar dilakukan uji chi-square dapat dilihat pada tabel berikut:

Kategori

Dysmenorrhea Primer Frekuensi (f) Persentase (%)

Dysmenorrhea 65 67,0

Tidak dysmenorrhea 32 33,0

(7)

Tabel 5. Tabel Silang Aktivitas Fisik dengan Dysmenorrhea Primer Kategori Aktivitas Fisik Dysmenorrhea Primer Total p Dysmenorrhe a Tidak dysmenorrhea F % f % N % Rendah 65 67,0 10 10,3 75 77,3 Sedang 0 0 10 10,3 10 10,3 0,000 Berat 0 0 12 12,4 12 12,4 Jumlah 65 67,0 32 33,0 97 100

Dari table 5. dapat dilihat responden yang mengalami dysmenorrhea primer paling banyak terdapat pada kategori aktivitas fisik rendah yaitu sebanyak 65 responden (67,0%), selanjutnya responden yang tidak mengalami dysmenorrhea primer paling banyak terdapat dalam kategori aktivitas fisik berat yaitu sebanyak 12 responden (12,4%) dan pada kategori aktivitas fisik sedang juga tidak mengalami dysmenorrhea primer yaitu sebanyak 10 responden (10,3%).

Hasil penelitian setelah dilakukan chi-square untuk mencari hubungan antara aktivitas fisik dengan dysmenorrhea primer pada siswi SMP. K. Harapan Denpasar yang berusia 13-15 tahun diperoleh nilai p sebesar 0,000. Dari analisis data dengan mengguanakan metode uji chi-square, maka dapat disimpulkan (p <0,05) ini menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan dysmenorrhea primer pada siswi SMP. K. Harapan Denpasar yang berusia 13-15 tahun.

PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini karakteristik responden berdasarkan umur menunjukkan bahwa responden terbanyak ada pada usia 13 tahun yang berjumlah 46 responden, di mana total keseluruhan responden berjumlah 97 responden sesuai dengan rumus besar sampel yang dicari.

BMI merupakan indikator untuk mengetahui status gizi tubuh. BMI merupakan salah satu cara untuk pengukuran lemak tubuh yang murah dan metode skrining berat badan yang mudah dilakukan. BMI adalah cara termudah untuk memperkirakan obesitas serta kadar lemak tubuh dan untuk mengidentifikasi pasien obesitas dengan risiko mendapat komplikasi medis.9 Keunggulan utama BMI yaitu menggambarkan lemak tubuh yang berlebihan, sederhana dan

(8)

dapat digunakan dalam penelitian populasi berskala besar serta pengukurannya hanya membutuhkan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB), yang keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan sedikit latihan.10 Keterbatasan BMI adalah tidak akuratnya kadar lemak dan massa otot dalam tubuh.

Apabila dilihat lebih spesifik dari data yang diperoleh responden yang mengalami dysmenorrhea primer sebanyak 65 responden (67,0%) dari 97 responden. Dapat dilihat mengenai distribusi dysmenorrhea primer berdasarkan usia, dapat dilihat bahwa kelompok usia remaja putri yang paling banyak mengalami dysmenorrhea primer adalah kelompok usia 13 tahun dan yang paling sedikit terjadi pada kelompok usia 14 tahun.

Hal ini ditunjukkan pada penelitian Andrini (2014) yang melakukan penelitian terhadap kebugaran fisik dan dysmenorrhea primer bahwa remaja putri yang sudah menstruasi paling sering mengalami gangguan menstruasi yaitu dysmenorrhea primer yaitu sebanyak 75% remaja putri yang tersiksa oleh dysmenorrhea.1 Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa sebagian besar dysmenorrhea primer timbul pada masa remaja, yaitu 12 bulan atau lebih setelah menarche (menstruasi pertama kali). Dengan menarche yaitu antara 10-16 tahun, tetapi rata-rata pada usia 12,5 tahun.2 Terjadinya haid pertama kali ini adalah salah satu tanda bahwa remaja tersebut telah mengalami perubahan di dalam dirinya dan juga disertai dengan berbagai masalah dan perubahan-perubahan baik fisik, biologi, psikologik maupun sosial, harus dihadapi oleh remaja karena ini merupakan masa yang sangat penting karena merupakan masa peralihan kemasa dewasa.11 Pada menstruasi terjadi pelepasan satu sel telur dari salah satu ovarium. Jika sel telur ini tidak mengalami pembuahan dan terjadi peluruhan dinding rahim yang terdiri dari darah dan jaringan tubuh yang terjadi setiap bulan dan merupakan suatu proses normal bagi perempuan.12

Dysmenorrhea primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa adanya kelainan pada alat-alat genital atau alat-alat reproduksi. Rasa nyeri terjadi saat atau sebelum menstruasi terjadi. Rasa nyeri bersifat kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Pada beberapa wanita dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas dan sebagainya. Dysmenorrhea primer diduga sebagai akibat pembentukan prostaglandin yang berlebihan, yang juga menyebabkan terjadinya kontraksi uterus secara berlebihan dan juga mengakibatkan vasospasme arteriolar. Dengan bertambahnya usia wanita, nyeri cenderung untuk menurun dan akhirnya hilang sama sekali setelah melahirkan.

(9)

Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa gejala dysmenorrhea primer yang paling sering dirasa oleh remaja putri selain nyeri di perut bagian bawah adalah lelah yaitu sebanyak 65 orang (67,1%) dari 97 responden.

Karakteristik responden berdasarkan BMI menunjukan bahwa responden terbanyak pada kategori normal yaitu sebanyak 66 responden, selanjutnya pada kategori underweight 22 responden dan overweight sebanyak 9 responden dimana total keseluruhan responden yaitu 97 responden sesuai dengan rumus sample yang dicari.

Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah siswi SMP. K. Harapan Denpasar yang sudah mengalami menstruasi, dan dari penelitian ini didapatkan data tabel di atas menunjukan responden mengalami dysmenorrhea primer yaitu 65 responden (67,0%) dan tidak mengalami dysmenorrhea 32 responden (33,0%). Dysmenorrhea primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa adanya kelainan pada alat-alat genital. Dysmenorrhea primer terjadi beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus-siklus haid pada bulan bulan pertama setelah menarche umumnya berjenis anovulator yang tidak disertai dengan rasa nyeri.2 Dysmenorrhea primer pada umumnya tidak berbahaya, namun sering kali dirasa mengganggu bagi wanita. Ada yang masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari dan ada yang tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari.1

Kejadian dysmenorrhea akan meningkat dengan kurangnya aktivitas fisik selama menstruasi dan kurangnya olahraga, hal ini dapat menyebabkan sirkulasi darah dan oksigen menurun. Dampaknya pada uterus adalah aliran darah dan sirkulasi oksigen pun berkurang dan menyebabkan nyeri. Hal ini disebabkan saat melakukan olahraga tubuh akan menghasilkan endorphin. Hormon endorphin dihasilkan di otak dan susunan syaraf tulang belakang berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak sehingga dapat menimbulkan rasa nyaman.13 (Dalam Andrini, 2014) Menurut American College of Sport Medicine (ACSM) kebugaran fisik adalah suatu kemampuan seseorang melakukan aktivitas fisik. Seseorang yang bugar, metabolismenya pun akan bagus dan secara substansial untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan oleh tubuh saat melakukan aktivitas fisik, memiliki tubuh yang bugar dapat mengurangi faktor resiko berbagai macam penyakit kronis.1

Pada penelitian ini responden dengan kategori aktivitas fisik rendah, aktivitas fisik sedang dan aktivitas fisik berat. Pada distribusi responden berdasarkan aktivitas fisik dapat dilihat distribusi responden rendah dalam aktivitas fisik sebanyak 75 responden, selanjutnya

(10)

distribusi responden sedang dalam aktivitas fisik sebanyak 10 responden dan berat dalam aktivitas fisik sebanyak 12 responden dengan total 97 responden.

Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa cukup banyak siswi yang rendah dalam aktivitas fisik. Rendahnya aktivitas fisik pada remaja ini dapat disebabkan oleh banyak penyebab, penyebabkan antara lain malas, bosan capek, tidak punya peralatan berolahraga, tidak ada waktu dan sebagainya.14 Dengan melakukan aktivitas fisik yang teratur atau melakukan olahraga tubuh akan menghasilkan endorphin. Hormon ini dapat berfungsi sebagai obat penenang alami yang diproduksi otak sehingga menimbulkan rasa nyaman.13

Remaja dengan aktivitas fisik rendah cenderung menyukai kegiatan di dalam ruangan misalnya menonton TV berjam-jam, main komputer, tidur dalam waktu lama, dan menghasbiskan waktu untuk bermain gadget. Menurut Karim (2002) Aktivitas fisik yang dilakukan oleh remaja dibedakan oleh durasi dan frekuensi saat beraktivitas. Kegiatan di luar ruangan tidak begitu disukai karena cuaca di luar yang panas atau dingin sehingga terlalu banyak keluar keringat dan mudah lelah.15 Sedangkan aktivitas fisik kurang merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global.10

Dari hasil penelitian dapat dilihat responden yang mengalami dysmenorrhea primer paling banyak terdapat pada kategori aktivitas fisik rendah yaitu sebanyak 65 responden (67,0%), selanjutnya responden yang tidak mengalami dysmenorrhea primer paling banyak terdapat dalam kategori aktivitas fisik berat yaitu sebanyak 12 responden (12,4%) dan pada kategori aktivitas fisik sedang juga tidak mengalami dysmenorrhea primer yaitu sebanyak 10 responden (10,3%). Hasil penelitian setelah dilakukan chi-square untuk mencari hubungan antara aktivitas fisik dengan dysmenorrhea primer pada siswi SMP. K. Harapan Denpasar yang berusia 13-15 tahun diperoleh nilai p sebesar 0,000 dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan dysmenorrhea primer pada siswi SMP. K. Harapan Denpasar yang berusia 13-15 tahun. Penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

Penelitian Andrini (2014) mengenai Hubungan Antara Kebugaran Fisik dengan Dismenore Primer Pada 49 Remaja Putri di SMA Negeri 1 Denpasar. Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Dengan pengisian kuesioner penegakan diagnosis dysmenorrhea dan kebugaran fisik yang menggunakan harvard step test yang telah dimodifikasi karena ditujukan untuk wanita, dan

(11)

mengelompokan menjadi 2 kategori yaitu bugar (average, good dan excellent) dan tidak bugar. Dari analisis data, didapatkan nilai p sebesar 0,000 atau p < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebugaran fisik dengan dysmenorrhea primer.1

Pada penelitian yang dilakukan Harmono (2012) mengenai Hubungan Antara Kebiasaan Olahraga, Menarche, dan Lama Menstruasi Dengan Kejadian Dismenore Pada Remaja Di SMA Muhammdiyah 1 Purbalingga Tahun 2012. Penelitian ini bersifat korelatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah 62 siswi kelas X dan kelas XI dengan teknik sampling menggunakan simple random sampling, dengan teknik analisis data menggunakan statistik chi square test dan dilanjutkan analisis multivariat. Didapatkan hasil bahwa variabel kebiasaan olahraga (p=0,002) dan lama menstruasi (p=0,003) berhubungan dengan kejadian dismenore sedangkan menarche (p=0,152), tidak ada hubungan dengan kejadian dismenore. Berdasarkan analisis multivariat variabel kebiasaan olahraga (p=0,003) merupakan variabel paling berpengaruh dalam kejadian dismenore dan dapat disimpulkan kebiasaan olahraga dan lama menstruasi berhubungan dengan kejadian dismenore sedangkan variabel menarche tidak hubungan dengan kejadian dismenore pada remaja di SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga

Tahun 2012.16

Dan pada penelitian yang dilakukan oleh Noorvita (2014) mengenai Hubungan Kebiasaan Olahraga Dengan Kejadian Dismenore Pada Siswi Di SMP 2 Demak 2014 yang bersifat korelatif dengan pendekatan cross sectional. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis chi square test. Kebiasaan olahraga siswi SMP Negeri 2 Demak sebagian dari responden melakukan olahraga baik dan mengalami disminore sebanyak 4 responden (8,7%) dan olahraga tidak baik dan tidak mengalami disminore sebanyak 31 responden (83,8%). Sedangkan responden yang memiliki kebiasaan olahraga yang baik dan tidak mengalami disminore sebanyak 42 responden (38,5%) dan responden dengan kebiasaan olah raga yang tidak baik dan tidak mengalami disminore adalah 6 responden (9,5%). Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p-value = 0,00001 < a (0,05) yang artinya ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kejadian Dismenore pada siswi di SMP Negeri 2 Demak 2014.17

Pada Penelitian yang dilakukan oleh Setyani dan Indrawati (2014) dengan judul penelitian Pengaruh Status Gizi dan Olahraga Terhadap Derajat Dismenore. Desain penelitian ini adalah survey analitik, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dalah cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswi semester II Akademi Kebidanan Estu

(12)

Utomo Boyolali sejumlah 81 mahasiswi, dengan teknik purposive sampling dan analisa data Spearman Rhank (Rho) dengan regresi linear. Dengan hasil status gizi ada pengaruh yang signifikan dengan derajat dismenore dengan p value = 0,010 (p < 0,015). Dan olahraga ada hubungan yang signifikan dengan derajat dismenore dengan p value = 0,015 (p < 0,05). Status status gizi memiliki pengaruh yang pengaruh lebih erat dibandingkan dengan olahraga terhadap kejadian dismenore, dengan koefisian kolerasi status gizi = 0,337, lebih besar dari koefisien olahraga 0,257 dan p value status gizi 0,010, lebih kecil dari p value olahraga 0,015. Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh status gizi dan olahraga terhadap derajat dismenore.18

SIMPULAN

Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Pada penelitian ini dari 97 orang siswi terdapat 75 (77,3%) responden (siswi SMP. K. Harapan) dengan aktivitas fisik dalam kategori rendah dan yang dominan mengalami dysmenorrhea sebanyak 65responden (67,1%)

Responden terbanyak ada pada usia 13 tahun yang berjumlah 46 responden (47,4%). Selanjutnya usia 14 tahun berjumlah 30 responden (30,9%), sedangkan usia 15 tahun berjumlah 21 responden (21,6%).

Siswi SMP. K. Harapan Denpasar dominan memiliki BMI pada kategori normal sebanyak 66 responden (68,0%). Pada kategori underweight 22 responden (22,9 %), dan pada overweight 9 responden (9,3%).

Ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan dysmenorrhea primer pada siswi SMP. K. Harapan Denpasar yang berusia 13-15 dengan nilai p=0,000 (p<0,05)

SARAN

Berdasarkan pelaksanaan dan hasil penelitian yang telah dilakukan, adapun saran-saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

Disarankan kepada siswi SMP. K. Harapan Denpasar untuk menjaga hidup gaya yang sehat seperti meningkatkan aktivitas fisik dengan selalu aktif dan berolahraga teratur, menjaga pola makan dengan mengurangi kosumsi lemak dan gula dan hal-hal lain yang dapat menyebabkan penurunan kejadian dysmenorrhea primer.

(13)

Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar menambah variabel lain seperti pola makan, dan riwayat penyakit keluarga.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Andrini, D.A.G. 2014. Hubungan Antara Kebugaran Fisik Dengan Dismenore Primer Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 1 Denpasar Tahun 2014, [Skripsi]. Denpasar: Universitas Udayana

Wiknjosastro, H. 2007. Ilmu Kandungan Edisi Kedua cetakan ke lima. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. h 203-205, 229-231

Maulana, H.D.J. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC

Anurogo, D. dan Wulandari, A. 2011. Cara Jitu Mengatasi Nyeri Haid. Yogyakarta: Andi Yogyakarta

Smeltzer, S. C. dan Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner dan Suddarth Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC

WHO. 2010. Physical Activity. Available at: http://www.who.int/topics/physical_activity/en/

(diakses 16 Januari 2015)

Nurmalina, R. 2011. Pencegahan dan Manajemen Obesitas Panduan untuk Keluarga. Bandung: Elex Media Komputindo

Saadah, S. 2014. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Disminore Pada Mahasiswa Program Studi Ilmu Keolahragaan, [Skripsi]. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Pudjiadi, A.H., Hegar, B., Handryastuti, S., Idris, N.S., Gandaputra, E.P., dan Harmoniati, E.D. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: IDAI

Paramurthi, Pasca. 2014. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh dan Aktifitas Olahraga Terhadap Fleksibilitas Lumbal pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, [Skripsi]. Denpasar: Universitas Udayana

Mursintawati, B. N. 2008. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: Sagung Seto Soebachman, A. 2012. Rahasia Pintar Kesehatan Wanita. Yogyakarta: IN AznA Books

Harry. 2007. Mekanisme Endorphin dalam Tubuh. Avaiable from:

http://klikharry.files.wordpres.com (diakses: 20 Januari)

Rusad, I. 2013. Inilah Penyebab Banyak Orang Malas Olahraga. Available at:

http://health.kompas.com/. (diakses: 2 Mei 2015)

Karim, F. 2002. Panduan Kesehatan Olahraga bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Tim Departemen Kesehatan

(15)

Harmono. 2012. Hubungan Antara Kebiasaan Olahraga, Menarche, dan Lama Menstruasi Dengan Kejadian Dismenore Pada Remaja Di SMA Muhammdiyah 1 Purbalingga Tahun 2012, [Skripsi]. Universitas Muhammadiyah: Purwokerto

Noorvita, R. A. 2014. Kebiasaan Olahraga Dengan Kejadian Dismenore Pada Siswi Di SMP 2 Demak, [Skripsi]. STIKES Ngudi Waluyo Ungaran: Semarang

Setyani, S dan Indrawati, L. 2014. Pengaruh Status Gizi dan Olahraga Terhadap Derajat Dismenore, [Skripsi]. Akademi Kebidanan Estu Utomo: Boyolali

Gambar

Tabel  1.  menunjukan  bahwa  responden  dominan  pada  usia  13  tahun  yaitu  sebanyak  46  responden (47,4%)
Tabel 2. menunjukan bahwa responden dominan pada kategori normal (BMI 18,5 – 22,9)  sebanyak 66 responden (68,0%)
Tabel 5. Tabel Silang Aktivitas Fisik dengan Dysmenorrhea Primer  Kategori  Aktivitas  Fisik  Dysmenorrhea Primer  Total  p Dysmenorrhea Tidak dysmenorrhea  F  %  f  %  N  %  Rendah  65  67,0  10  10,3  75  77,3  Sedang  0  0  10  10,3  10  10,3  0,000  Berat  0  0  12  12,4  12  12,4  Jumlah  65  67,0  32  33,0  97  100

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian tersebut dengan tujuan yang berbeda dimana dosis 6 gram mat bunga sukun lebih cepat mengusir nyamuk dibandingkan dengan mat sintesis dan kadar 2

Namun penambahan jumlah tersebut tidak dibarengi dengan keragaman jenis program, keragaman isi atau kreatifitas program maupun keragaman talent atau pengisi acara dari

Tahapan awal yang dilakukan sebelum memodelkan data dengan menggunakan data mining, yaitu mengetahui pola kurikulum yang digunakan sehingga dapat diketahui mata kuliah

Secara simultan sistem pengukuran kinerja, sistem reward , budaya organisasi, pemberdayaan psikologis dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja manajerial sebesar

yang mengatakan bahwa ketersediaan informasi mengenai APD kurang untuk outsourcing. Pernyataan ini tidak sejalan dengan hasil wawancara dengan informan

View of the north-east part of the semi-circular tower with the main entrance (photo: Ž. Glavaš) Main entrance gate to the Andreis castle (photo: I.. Od te kule izvorni je

Perusahaan migas Perusahaan energi XYZ membutuhkan suatu teknik peramalan yang tepat yaitu dengan menggunakan model deret waktu untuk membantu perusahaan dalam

Seorang arsitek dari Wina yang bernama Adolf Loos, pada tahun 1910 dengan pongahnya meramalkan bahwa ornamen akan terhapuskan dari kehidupan manusia.. Bahkan ia