ANALISIS KEGAGALAN PIPA
PRIMARY SEPARATOR
HENING PRAM PRADITYO
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul
:
Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator
Nama
: Hening Pram Pradityo
NIM
: G74080036
Departemen : Fisika
Menyetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Muh Nur Indro M.Sc Drs. Anthonius Sitompul M.T.
Mengetahui
Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si
Ketua Departemen Fisika
Skripsi
ANALISIS KEGAGALAN PIPA
PRIMARY SEPARATOR
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di deparetemen
Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
oleh
Hening Pram Pradityo
G74080036
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RIWAYAT HIDUP
HENING PRAM PRADITYO, lahir di Kediri, 16 Nopember 1990. Hari-hari kecilnya dibesarkan bersama orang tua Ayahanda Pramudi Utomo dan Ibunda Sumiyati. Putra pertama dari tiga bersaudara ini, mengemban pendidikan formal Sekolah Dasar di MI Muhammadiyah 1 Pare, SMP Muhammadiyah 1 Pare, dan SMA Negeri 2 Pare. Sekarang penulis telah berhasil menyelesaikan studi Strata 1 (S1) di jurusan Fisika, fakultas Matematika dan IPA Institut Pertanian Bogor. Selain itu, pendidikan non-formal penulis dapatkan dari Cisco Networking Academy Program, dengan tingkat CCNA.
Keseharian penulis diisi dengan kuliah, ibadah, organisasi dan olahraga. Penulis ikut aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Asal, Kamajaya Kediri. Penulis adalah seorang warga Muhammadiyah. Sejak SMP hingga SMA, telah mengikuti organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan ketika menjadi bagian dari kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah hingga sekarang. Penulis juga memiliki hobi olahraga panahan dan pernah aktif secara atlet dan secara organisasi dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Cabor Panahan IPB.
Beberapa kompetisi yang pernah penulis ikuti adalah Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional 2009 di Palembang dan Kejuaraan Nasional Panahan Indoor Ganesha Open di Institut Teknologi Bandung. Penulis juga pernah mengikuti kompetisi nasional Cisco Indonesia Netriders pada tahun 2011 di Surabaya dan pada tahun 2012 di Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya sebagai penulis dapat menyelesaikan
penelitian yang berjudul
analisis kegagalan pipa primary separator.
Hasil penelitian ini disusun agar penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
di Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret 2012 – Mei 2012.
Akhir kata, semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat untuk kita
semua. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna,
sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
kemajuan aplikasi hasil penelitian yang dikembangkan ini.
Bogor, 20 Juli 2012
UCAPAN TERIMA KASIH
1.
Alloh Subhanahu wa ta’ala, Tuhan Yang Maha Esa. Atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis berupa kesehatan dan usia yang
sangat berharga.
2.
Muhammad Salallohu alaihi wassalam. Nabi dan Rosul, utusan Alloh SWT.
Yang memberikan banyak tauladan hidup pada penulis, sehingga tetap berada
di jalan-Nya.
3.
Bapak Pramudi Utomo dan Ibu Sumiyati, sosok orang tua yang selalu
memberi kasih sayang dan motivasi lahir batin kepada penulis.
4.
Bapak Drs. Muh Nur Indro, M.Sc. sebagai Pembimbing I atas bimbingannya
selama perkuliahan, penelitian hingga sidang sarjana.
5.
Bapak Drs. Anthonius Sitompul, M.T. sebagai Pembimbing II atas
bimbingannya selama penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai.
6.
Bapak Dr. Akhiruddin Maddu dan Bapak Abd. Djamil Husin, M.Si sebagai
dosen penguji atas saran dan bimbingannya selama penelitian hingga sidang
sarjana.
7.
Bapak Mahfuddin Zuhri, M.Si. atas bimbingan dan dukungannya dalam
belajar jaringan Cisco.
8.
Ibu Dhamayanti Adhidarma, Ph.D atas bimbingan dan dukungannya dalam
berlatih panahan.
9.
Bapak Firman dan Bapak Jun atas bantuannya dalam administrasi di
departemen fisika.
10.
Wahyu Dewanti Lestari, seorang kekasih yang selalu ada untuk memberikan
dukungan bagi penulis.
11.
Rifka, Hezti, Bambang, rekan-rekan fisika angkatan 45 yang membantu
penulis dalam menyelesaikan penelitian.
12.
Kak Damas, kak Chanse, Farqan, Fery, Zainal, Bagoes, rekan-rekan cisco
yang memberi support dalam belajar cisco.
13.
Rahman, Rifky, Ashraf, Aryo, Erik, Deden, Dwi dan Ashley, warga Soka 4,
atas supportnya.
14.
Mas Akbar, Argha, Frandy, Dody, Grahan, Rado, dkk. teman-teman omda
Kediri yang selalu mengobati rasa kangen penulis.
15.
Gilang, Izzah, Akfia, Icha, dkk. teman-teman IMM seperjuangan, merah jalan
kami.
16.
Tony, Agus, Gusmen, Adi, Mey, dkk. teman-teman UKM Panahan yang
selalu menemani dalam berlatih.
17.
Rekan-rekan fisika angkatan 44, 43, 46, dan 47.
ABSTRAK
Hening Pram Pradityo.2012.
Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator
. Skripsi.
Departemen Fisika. Fakultas MIPA. Institut Pertanian Bogor.
Analisis kegagalan dilakukan untuk mengetahui jenis korosi yang menyerang
beserta penyebab terjadinya korosi pada pipa. Pengujian dilakukan secara visual
dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik
dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop optik dan
SEM. Analisis unsur-unsur pada pipa dilakukan dengan OES dan EDS. Analsis
senyawa kimia pada pipa dilakukan dengan XRD. Hasil pengujian visual
menunjukkan terjadinya penipisan pada pipa. Hasil pengujian makroskopik dan
mikroskopik menunjukkan bahwa jenis serangan korosi adalah
general corrosion,
pitting corrosion,
dan
erosion corrosion
. Berdasarkan hasil pengujian unsur-unsur
pada pipa, komposisi unsur pembentuk pipa tidak sesuai dengan standard
American Petroleum Institute
(API). Hasil pengujian senyawa kimia
membuktikan bahwa penyebab terjadinya korosi adalah senyawa CO
2dan H
2S
yang ikut mengalir bersama dengan minyak mentah.
ABSTRACT
Hening Pram Pradityo.2012.
Failure Analysis on Primary Separator Pipeline
.
Skripsi. Physics Departmen. MIPA Faculty. Bogor Agricurtular University.
Failure Analysis used in order to study what type of corrosion that attack pipeline
and causes of corrosion to be occurred. Visual examination done by eyes and
digital camera, macroscopic examination by stereo microscope, and microscopic
examination by optical microscope and Scanning Electron Microscope (SEM).
Elements analysis on pipeline by Optical Emission Spectroscopy (OES) and
Energy Dispersive Spectroscopy (EDS). Compound analysis done by XRD.
Visual examination result that decimation is occured in pipeline. This decimation
is because of corrosion. Macroscopic and micorscopic examination result that
type of occured corrosion is general corrosion, pitting corrosion and erosion
corrosion. Based on result of elements analysis, elements that form pipeline is not
appropriate to American Petroleum Institute
(API) standard. Compound analysis
show that causes of occurred corrosion are included CO
2and H
2S in sour crude
oil.
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR ... ii
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR LAMPIRAN ... iv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 2
BAB III BAHAN DAN METODE ... 12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 38
DAFTAR PUSTAKA ... 39
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 ... 2
Gambar 2.2 ... 3
Gambar 2.3 ... 4
Gambar 2.4 ... 4
Gambar 2.5 ... 7
Gambar 2.6 ... 7
Gambar 2.7 ... 7
Gambar 2.8 ... 8
Gambar 2.9 ... 8
Gambar 2.10 ... 8
Gambar 2.11 ... 9
Gambar 3.1 ... 12
Gambar 3.2 ... 15
Gambar 3.3 ... 16
Gambar 3.4 ... 18
Gambar 3.5 ... 19
Gambar 3.6 ... 20
Gambar 3.7 ... 20
Gambar 3.8 ... 21
Gambar 3.9 ... 21
Gambar 4.1 ... 23
Gambar 4.2 ... 24
Gambar 4.3 ... 24
Gambar 4.4 ... 24
Gambar 4.5 ... 25
Gambar 4.6 ... 25
Gambar 4.7 ... 26
Gambar 4.8 ... 26
Gambar 4.9 ... 27
Gambar 4.10 ... 27
Gambar 4.11 ... 28
Gambar 4.12 ... 28
Gambar 4.13 ... 29
Gambar 4.14 ... 29
Gambar 4.15 ... 30
Gambar 4.16 ... 30
Gambar 4.17 ... 30
Gambar 4.18 ... 31
Gambar 4.19 ... 31
Gambar 4.20 ... 32
Gambar 4.21 ... 33
Gambar 4.22 ... 34
Gambar 4.23 ... 35
Gambar 4.24 ... 35
Gambar 4.25 ... 36
DAFTAR TABEL
Tabel 1 ... 3
Tabel 2 ... 6
Tabel 3 ... 6
Tabel 4 ... 23
Tabel 5 ... 25
Tabel 6 ... 32
Tabel 7 ... 33
Tabel 8 ... 34
Tabel 9 ... 57
Tabel 10 ... 57
Tabel 11 ... 57
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 ... 41
Lampiran 2 ... 42
Lampiran 3 ... 45
Lampiran 4 ... 57
Lampiran 5 ... 58
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Baja merupakan salah satu bahan yang paling banyak dipakai sebagai bahan komponen kerja di bidang industri karena memiliki beberapa sifat fisik yang mendukung dalam proses kerja, ketahanannya di berbagai macam lingkungan, maupun dari segi harganya. Industri perminyakan menggunakan pipa dari bahan baja untuk mengalirkan minyak dari sumber ke tempat pemrosesan. Salah satu bagian dari pemrosesan minyak adalah pipa primary separator.
Pipa primary separator adalah pipa yang berfungsi sebagai media pemisah minyak dan air berdasarkan perbedaan berat jenis.1 Pipa ini terletak di permukaan tanah dan dialiri oleh minyak mentah yang masih bercampur dengan air. Minyak mentah yang mengalir tersebut berasal dari reservoir bawah tanah. Pipa terbuat dari logam yang tahan terhadap kondisi lingkungan dan cuaca. Ketika minyak dialirkan melalui pipa tersebut, banyak jenis unsur dan senyawa yang melewati pipa.
Dalam penelitian ini, pipa primary separator telah mengalami kegagalan atau kerusakan. Setelah sekian lama pemakaian pipa tersebut, diperoleh korosi pada bagian dalam pipa bahkan ditemukan adanya lubang pada pipa. Kemudian pipa di bawa ke laboratorium untuk dilakukan analisis sehingga dapat diketahui penyebab korosi pada pipa.
Kegagalan dari pipa primary separator ini dapat menimbulkan
kerugian dari segi biaya, waktu, dan teknis. Dari segi biaya dan waktu, untuk memperbaiki pipa yang rusak dibutuhkan biaya yang cukup besar dan waktu yang lama. Dari segi teknis, kerusakan ini akan menghambat kerja dari proses eksploitasi minyak.
Untuk menganalisis keadaan pipa dan korosi, dilakukan analisis kegagalan. Analisis kegagalan adalah serangkaian proses pengujian yang dilakukan pada sampel sehingga dapat diketahui penyebab kegagalannya. Tugas akhir ini dilakukan untuk mempelajari penyebab terjadinya korosi pada pipa.
Tujuan
1. Melakukan pengujian secara visual dan makroskopik.
2. Melakukan pengujian secara mikroskopik.
3. Menganalisis unsur-unsur dan senyawa kimia pada pipa dan produk korosi.
4.
Menentukan penyebab korosi pada pipa.Rumusan Permasalahan
1. Adakah unsur atau senyawa yang menyebabkan korosi pada pipa minyak?
2. Bagaimana korosi pada pipa bisa terjadi?
Hipotesis
Pada minyak mentah terdapat senyawa-senyawa seperti CO2 dan H2S yang dapat menyebabkan pipa terkorosi.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA BajaBaja merupakan campuran logam yang mengandung besi sebagai penyusun utamanya dengan kandungan unsur karbon (C) kurang dari 2%. Jika karbonnya lebih dari 2%, maka campuran logam tersebut disebut sebagai cast iron. Baja terdapat dalam 90 % dari struktur material yang telah dibuat.2
Kinerja dari baja tergantung pada sifat-sifat yang terkait dengan mikrostrukturnya yang dihasilkan dari berbagai tahapan fasa makroskopik dengan komposisi dan kondisi olahan tertentu.3 Karbon sangat berhubungan dengan perubahan sifat pada baja. Umumnya kadar karbon dibuat rendah pada baja yang memerlukan keuletan (ductility) tinggi, ketangguhan ( tough-ness) tinggi, dan pengelasan (weldability) yang baik, tetapi kadar karbon diper-tahankan pada tingkat yang lebih tinggi pada baja yang membutuhkan kekuatan (strength) tinggi, kekerasan (hardness) tinggi, ketahanan lelah (fatigue resistance), dan ketahanan aus (wear resistance).3
Gambar 2.1 di berikut menunjukkan grafik kekerasan sebagai fungsi dari kandungan karbon untuk beberapa jenis mikrostruktur dalam baja.
Gambar 2.1 Kekerasan sebagai fungsi dari kandungan karbon4
Kekerasan (hardness) telah dihitung dan secara umum berbanding lurus dengan kekuatan (strength) dan berbanding terbalik dengan daktilitas (ductility) dan ketangguhan (toughness).
Baja juga mengandung banyak unsur tambahan yang mengisi batas-batas fasa besi-karbon. Unsur-unsur seperti mangan dan nikel merupakan penyetabil austenit, yang menurunkan temperatur kritis. Unsur-unsur seperti silikon, krom, dan molibdenum merupakan penyetabil ferit dan pembentuk karbida, yang meningkatkan temperatur kritis dan menyusutkan fasa austenit. Unsur-unsur yang lain seperti titanium, niobium, dan vanadium, bisa memicu dispersi dari nitrida, karbida, dan karbonitirida yang bergantung-temperatur dalam austenit.5
Jenis baja dibagi menjadi dua, yaitu
plain carbon steel dan alloy steel. Plain carbon steel adalah campuran logam dari besi dan karbon yang juga mengandung mangan dan beberapa unsur residu. Unsur residu ini berasal dari sisa material yang digunakan dalam proses produksi. Berdasarkan The American Iron and Steel Institute (AISI), kandungan mangan maksimum adalah 1,65%, Si kurang dari 0,6%, dan Cu kurang dari 0,6%. Semakin kecil kandungan oksida, sulfida, dan silikat, semakin bersih baja tersebut. Baja diproduksi melalui proses peleburan dan pemadatan menjadi suatu bentuk batangan.6 Persentase komposisi penyusun baja plain carbon steel dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Perbedaan komposisi pada plain carbon steel.7
Steel Type % mass C % mass Mn Low-carbon steels Up to 0,3 Up to 1,5 Medium-carbon steels 0,3 to 0,6 0,6 to 1,65 High-carbon steels 0,6 to 1 0,3 to 0,9 Ultrahigh-carbon steels 1,25 to 2 -
Plain carbon steel hanya memiliki unsur tambahan Mn, S, dan P, sedangkan
Alloy Steel memiliki lebih banyak unsur lain yang ditambahkan. Alloy Steel
dikelompokkan berdasarkan keperluannya (Contoh: stainless steel), berdasarkan penggunaannya (Contoh: tool steel) atau berdasar pengaruh panasnya (Contoh:
maraging steels).
Transformasi Struktur Baja
Pada pemanasan sepotong besi murni dari temperatur ruang hingga titik lelehnya, terdapat beberapa transformasi kristal yang terjadi. Ketika besi berubah dari satu bentuk kristal ke bentuk yang lainnya, temperatur relatif tetap hingga terjadi perubahan bentuk. Kalor yang dibutuhkan disebut kalor laten. Dua bentuk kristal tersebut adalah ferrit dan austenit.
Ferrite α-iron memiliki struktur kristal BCC, stabil pada suhu di bawah 911oC, dan ferrite δ-iron di atas 1392 oC hingga titik lelehnya. Austenite, yang disebut sebagai γ-iron, memiliki sturktur kristal FCC, stabil antara 911oC hingga 1392 oC.8
Susunan atom dalam logam berbentuk tiga dimensi yang sering disebut struktur kristal. Pada besi, terlihat kubus yang tersusun vertikal maupun horizontal. Sudut-sudut kubus ditempati oleh satu atom, dan setiap sudut atom berhubungan dengan delapan kubus. Unsur paling penting dalam pembuatan baja adalah karbon. Pada temperatur ruang, komposisi karbon pada alfa-iron sangat sedikit. Karbon yang bergabung dengan karbida besi, disebut cementite, Fe3C. Karbida besi bergabung dengan ferit membentuk pearlite, dengan kandungan karbon berkisar antara 0,80%. Logam yang mengandung karbon sebanyak 0,80% disebut eutectoid.9
Pearlite adalah mikrostruktur yang terbentuk dari austenit selama proses pendinginan baja. Selama proses pembentukan pearlit, selain difusi atom karbon, atom besi juga berpindah antara
austenite dan pearlite. Transfer atom besi ini penting dalam menyelesaikan perubahan austenite, ferrite, dan cementite. Pada temperatur kritis yang rendah, difusi atom ini tidak mungkin terjadi, dan atom besi menyelesaikan perubahan struktur kristalnya dengan pemindahan kooperatif. Hasil mekanisme transformasi ini adalah tipe mikrostruktur
bainite. Mikrostruktur lain dalam baja adalah martensite, martensite adalah fasa yang paling mempengaruhi kekerasan (hardness) dan kekuatan (strength) dari baja. Transformasi martensite tanpa diikuti difusi dan muncul selama proses pendinginan dengan kecepatan tinggi untuk menekan difusi dari transformasi
autenite menjadi ferrite, pearlite, dan
bainite. Baik atom besi maupun atom karbon tidak dapat berdifusi.10
Secara umum, terbentuknya beberapa mikrostruktur di atas, dapat dilihat pada Gambar 2.2. Fasa kristal baja dipengaruhi oleh komposisi karbon dan temperaturnya, ini terlihat pada diagram fasa (Gambar 2.3)
Gambar 2.2 Jenis-jenis mikrostruktur baja terbentuk melalui proses pendinginan10
3
Gambar 2.3 Diagram Fasa Baja11
Gambar 2.4 Mikrostrutktur Fe dilihat dengan mikroskop optik (100x)11
Untuk melihat struktur besi secara mikro. Perlu dilakukan teknik metalografi pada sampel. Setelah melalui proses
polishing dan eching, sampel dilihat dengan mikroskop optik hingga perbesaran 100x, seperti pada Gambar 2.4 di atas. Area yang diberi nomor 1 sampai 5 disebut dengan butir besi. Batas antara nomor 4 dan 5 (ditunjukkan tanda panah) disebut batas butir.
Ketika besi ferrite dipanaskan hingga mencapai 912oC, rangkaian butir ferrite
berubah menjadi rangkaian baru butir
austenite. Pertama, perubahan terjadi pada batas butir. Kedua, pertumbuhan butir
austenite akan mengganti semua ferrite
sampai habis. Seperti halnya pada pencairan air (solid menjadi liquid), suhu pada besi akan tetap pada nilai 912oC hingga semua ferrite berganti menjadi
austenite. Hal ini juga berpengaruh pada volume per atom, massa jenis austenite
2% lebih tinggi dibanding ferrite,
sehingga volume per atom besi lebih kecil pada fasa austenite.11
Pengaruh penambahan unsur pada baja
Berikut ini adalah beberapa macam unsur yang berpengaruh pada sifa baja.12
1. Karbon
Karbon ditambahkan pada besi untuk mendapatkan baja. Pengaruh pemberian karbon pada besi lebih besar dibandingkan dengan unsur lain. Penambahan lebih banyak karbon pada besi (hingga nilai kelarutan besi) menghasilkan lebih banyak distorsi pada kisi kristal dan menghasilkan kekuatan mekanik yang lebih tinggi. Kelarutan dari karbon berpengaruh negatif pada karakteristik besi yang lain, yaitu keuletan (ductility). α-iron menjadi
4 4
sangat lembut, ketika lebih banyak karbon yang ditambahkan, kekuatan mekanik lebih besar, tapi elastisitas-nya semakin berkurang. Lebih banyak karbon juga menjadi masalah ketika proses pengelasan.
2. Mangan
Mangan berguna untuk meningkatkan kualitas permukaan pada semua rentang unsur karbon dan terutama pada baja teresulfurisasi. Mangan meningkat-kan strength dan hardness, namun dalam taraf yang lebih rendah dari karbon. Peningkatan kekuatan ter-gantung pada kandungan karbon. Mangan memberi pengaruh cukup besar pada sifat hardenability baja. 3. Fosfor
Fosfor meningkatkan strength
dan hardness namun mengurangi keuletan dari baja. Fosfor yang semakin banyak biasanya dipakai pada baja free-machining kandungan karbon rendah.
4. Sulfur
Kandungan sulfur dapat mengurangi keuletan. Unsur ini sangat menggangu kualitas per-mukaan, terutama pada baja kan-dungan karbon rendah dan mangan rendah. Kandungan sulfur biasanya diatur pada taraf rendah.
5. Silikon
Silikon adalah salah satu dari deoksidator utama dalam pembuatan baja sehingga jumlah kandungan silikon bergantung pada jenis bajanya. Pada baja karbon rendah, silicon umumnya merusak kualitas permukaan.
6. Tembaga
Tembaga dalam jumlah yang cukup banyak dapat merusak baja. Tembaga dapat merusak kualitas permukaan dan memperburuk ke-rusakan yang menempel pada baja tersulfurisasi. Tembaga meningkat-kan sifat tahan korosi atmosferik bila kandungannya melampaui 0.20%.
7. Timah
Timah terkadang ditambahkan pada baja untuk meningkatkan karakteristik mekaniknya. Penam-bahan ini dalam rentang 0,15 s.d. 0,35%.
8. Boron
Boron ditambahkan pada baja untuk meningkatkan hardenability. Baja boron-treated dibuat dengan kandungan boron antara 0.0005 dan 0.003%. Penambahan boron paling efektif pada baja karbon rendah. 9. Khrom
Khrom umumnya ditambahkan pada baja untuk meningkatkan sifat tahan karat dan tahan oksidasi serta untuk meningkatkan ketahanan abrasif pada komposisi karbon tinggi. Khrom adalah pembentuk karbida yang kuat. Sebagai unsur pengeras, khrom sering digunakan dengan unsur penggetas seperti nikel untuk menghasilkan sifat mekanis yang handal. Pada temperatur yang lebih tinggi, khrom mampu meningkatkan strength dari baja. Secara umum, khrom ditambahkan bersama dengan molibdenum. 10. Nikel
Nikel adalah penguat ferit (ferrite strengthener). Nikel tidak membentuk karbida pada baja, namun tetap larut dalam ferit, sehingga mampu menguatkan dan menggetaskan fasa ferit. Bersama dengan khrom, nikel meningkatkan kekerasan dari baja.
11. Molibdenum
Molibdenum ditambahkan pada baja pada taraf 0,1 hingga 1%. Molibdenum mampu meningkatkan kekuatan dari baja paduan rendah pada temperatur yang semakin tinggi.
12. Niobium
Penambahan sejumlah kecil Niobium dapat secara signifikan meningkatkan kekuatandari baja.
13. Aluminium
Aluminium banyak digunakan sebagai deoksidator untuk mengendalikan pertumbuhan butir austenit pada baja, sehingga sering ditambahkan untuk mengatur ukuran butir (grain). Aluminium adalah paduan yang paling efektif dalam mengendalikan pertumbuhan butir pada baja.
14. Titanium dan Zirconium
Pengaruh dari penambahan titanium mirip dengan niobium. Zirkonium juga dapat ditambahkan untuk meningkatkan karakteristik inklusi, terutama inklusi sulfida, untuk meningkatkan keuletan pada arah transversal.
Baja berbentuk pipa (Steel Tubular Product)
Steel tubular product adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan produk baja yang berrongga. Pada umumnya produk ini berbentuk silinder
dan berguna untuk mengalirkan fluida. Dua jenis steel tubular adalah pipa dan tabung. Jenis pipa yang digunakan untuk mengalirkan minyak atau gas disebut dengan pipeline. Berdasarkan American Petroleum Institute (API), jenis baja
seamless yang tepat digunakan dalam industri minyak adalah jenis baja 5L.13 Komposisi kimia baja 5L dapat dilihat pada Tabel 2.
Selain API, organisasi internasional lain yang memiliki standar baja adalah SAE (Society of Automotive Engineers). Organisasi ini berisi ilmuwan-ilmuwan yang bergerak dalam bidang industri otomotif. SAE Steel Grade adalah spesifikasi baja standard, ditunjukkan oleh empat digit angka yang menunjukkan komposisi kimia pembentuknya. Contoh dari baja standard SAE adalah SAE 1513. Komposisi kimianya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 2. Komposisi kima baja API 5L seamless13
Spesifikasi Proses
Pembuatan Pipa Grade
Komposisi (%berat) C Mn P S Si 5L Seamless A25, class I 0,21 0,03-0,60 0,045 0,0 6 .. A25, class II 0,21 0,03-0,60 0,045-0,08 0,0 6 .. A 0,22 0,9 0,04 0,0 5 .. B 0,27 1,15 0,04 0,0 5 .. Tabel 3. Komposisi kimia baja SAE 1513
Unsur % Berat Fe 98 Mn 1,00 – 1,35 Si 0,1 – 0,35 C 0,16 Al 0,015 - 0,06 P 0,04 S 0,04 Korosi
Kata korosi digunakan untuk menunjukkan kerusakan pada permukaan
material atau logam pada lingkungan yang relatif buruk. Korosi merupakan proses oksidasi yang terjadi secara kimia ketika logam melepas elektron ke lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah dalam keadaan cair (liquid), gas, atau soil-liquid. Lingkungan tersebut disebut elektrolit karena memiliki nilai konduktivitas untuk transfer elektron.14
Larutan elektrolit mengandung ion postif dan ion negatif yang disebut dengan kation dan anion. Proses korosi membutuhkan paling sedikit dua reaksi kimia yang harus terjadi pada lingkungan korosif. Reaksi tesebut diklasifikasikan
6
sebagai reaksi anoda dan reaksi katoda. Jika kedua reaksi tersebut terajadi, permukaan logam menjadi rusak. Berikut ini adalah contoh reaksi korosi pada baja.14 Anoda : Fe Fe2+ + 2e -Katoda : 2H2O + 2e - H2 + 2OH Fe + 2H2O Fe(OH)2 + H2 Beberapa jenis korosi yang sering terjadi adalah general corrosion, galvanic corrosion, crevice corrosion, pitting corrosion, erosion corrosion, stress-corrosion cracking, stress-corrosion fatigue,
dan microbiological corrosion.
General Corrosion
General Corrosion diartikan sebagai serangan korosif yang didominasi oleh penipisan secara seragam tanpa adanya serangan pada tempat tertentu. Menipisnya permukaan dapat dilihat seperti pada Gambar 2.5 di bawah. Atap seng adalah contoh material yang mudah terkena serangan General Corrosion, sedangkan material pasif seperti stainless steel, atau logam nickel-chromium hanya mendapat serangan pada tempat tertentu (localized attack).15
Thicknes is reduced uniformly
Gambar 2.5 General Corrosion pada logam
Galvanic Corrosion
Galvanic Corrosion terjadi pada dua logam yang memiliki beda potensial listrik (logam berbeda jenis) terhubung secara fisik satu sama lain dan terletak dalam medium yang terkonduksi listrik. Arus listrik dapat menarik elektron keluar dari salah satu logam, yang akan menjadikannya sebagai anode. Hal ini akan mempercepat terjadinya korosi pada anode. Logam yang lainnya, sebagai katode akan mengalami penurunan ketahanan korosi. Logam dengan potensial lebih rendah akan menjadi anode dan logam dengan potensial lebih
tinggi menjadi katode.16 Gambar 2.6 di bawah menunjukkan contoh terjadinya
galvanic corrosion.
Gambar 2.6 Galvanic Corrosion16
Crevice Corrosion
Crevice Corrosion terjadi akibat air atau cairan lain terperangkap pada celah di logam. Korosi ini terjadi pada kontak antara logam dengan logam atau antara logam dengan non-logam. Lingkungan yang rendah kadar oksigen dan tinggi kadar klorida merupakan faktor utama terjadinya jenis korosi ini.17 Gambar 2.7 menunjukkan bentuk fisiknya Crevice Corrosion.
Gambar 2.7 Crevice Corrosion17
Pitting Corrosion
Pitting Corrosion, atau sering hanya disebut pitting, adalah jenis korosi yang secara ekstrim terbentuk pada area tertentu di logam. Pitting muncul ketika medium korosif menyerang logam pada titik tertentu yang menyebabkan terbentuknya lubang kecil. Biasanya hal ini terjadi ketika lapisan pelindung logam telah berlubang oleh kerusakan secara mekanik maupun kimia. Pitting merupakan bentuk korosi yang paling berbahaya karena sulit diantisipasi dan dicegah, relatif sulit untuk dideteksi, muncul secara cepat, dan menembus logam tanpa mengurangi massa logam secara signifikan. Pitting juga memiliki efek samping, sebagai contoh, retakan dapat muncul pada ujung lubang karena meningkatnya tekanan.18 Bentuk lubang
7 7
dapat dilihat seperti pada Gambar 2.8 berikut.
Gambar 2.8 Pitting Corrosion18
Erosion Corrosion
Erosion Corrosion adalah bentuk serangan korosi yang dihasilkan oleh interaksi antara cairan elektrolit yang melalui permukaan logam. Biasanya terdapat partikel padat yang ikut dalam cairan yang mengalir. Fluida yang mengalir menyebabkan terjadinya abrasi, meningkatkan derajat korosi melebihi
General (non-motion) Corrosion pada kondisi yang sama. Erosion corrosion
terjadi dalam saluran pipa seperti yang terlihat pada Gambar 2.9. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya korosi jenis ini. Salah satu di antaranya adalah kekerasan bahan. semakin keras material, ketahanan
erosion corrosion semakin lebih baik. Faktor yang lain adalah kehalusan permukaan, kecepatan fluida, massa jenis fluida, dan sudut aliran fluida.19
Gambar 2.9 Erosion Corrosion19
Stress-Corrosion Cracking
Stress Corrosion adalah fenomena peretakan logam yang terkadang muncul ketika logam mengalami tekanan statis
dari lingkungan yang korosif. Proses
Stress-Corrosion Cracking (SCC) terjadi di dalam material, retakan masuk ke struktur internal, tanpa merusak permukaan. Kebanyakan retakan (crack) memiliki arah yang tegak lurus dengan arah tekanan yang diberikan.
Selain tekanan mekanik, tekanan termal dengan agen korosif juga dapat menimbulkan SCC. Pitting menjadi salah satu penyebab SCC, terutama pada logam yang sensitif. SCC adalah jenis korosi yang berbahaya karena sulit dideteksi dan bisa muncul jika tekanan lebih dari tingkat ketahanan logam. Bentuk retakan SCC terlihat pada Gambar 2.10 di bawah.20
Gambar 2.10 Stress-Corrosion Cracking20
Corrosion Fatigue
Corrosion Fatigue muncul pada logam sebagai hasil dari tekanan siklis dan lingkungan korosif. Corrosion fatigue
menyebabkan ketahanan logam akan menurun pada lingkungan yang agresif. Akibatnya, timbul retakan pada logam (seperti SCC yang menerima tekanan statik). Jenis korosi ini dipengaruhi oleh faktor intensitas tekanan dan frekuensi tekanan siklis. Lingkungan yang lembab dan berair, tingginya aktivitas kimia juga menurunkan tingkat ketahanan terhadap korosi.21 Bentuk fisik terjainya corrosion fatigue dapat dilihat pada Gambar 2.11
Gambar 2.11 Corrosion Fatigue20
Analisis Kegagalan Kegagalan (Failure)
Kegagalan adalah ketidakmampuan peralatan, mesin, atau proses untuk berjalan sebagaimana fungsinya. Kegagalan muncul dalam berbagai bentuk dan ukuran, bisa berupa salah satu bagian atau seluruh bagian dari suatu proses.22 Kondisi ini bisa menyebabkan kerugian secara finansial dan membahayakan keselamatan operator, masyarakat atau lingkungan sekitar. Komponen peralatan yang telah lama beroperasi akan rusak. Kerusakan semacam ini adalah wajar mengingat bahwa masa pakainya cukup lama, sesuai dengan yang direncanakan. Suatu komponen dikatakan gagal bila komponen tersebut tidak dapat berfungsi seperti yang dirancang. Hal ini terjadi dalam masa pakai yang pendek, atau lebih singkat daripada umur yang diharapkan.
Penyebab yang paling umum terjadinya kegagalan adalah:
Kondisi penggunaan (use / misuse) Perawatan dan pengecekan yang
tidak benar (sengaja / tidak disengaja)
Kesalahan pemasangan
Kesalahan pembuatan/produksi Kesalahan desain (pemilihan
material maupun kondisi material) Kondisi lingkungan yang ekstrim
Untuk menentukan akar permasalahan, maka perlu dilakukan Analisis Kegagalan. Setelah akar permasalahan ditemukan, tindakan koreksi dan perbaikan dapat dilakukan
untuk mencegah kegagalan pada proses berikutnya. Untuk tujuan industri, analisis kegagalan akan menghemat waktu dan biaya, menjadi bagian dari kontrol kualitas dan peningkatan program secara berkelanjutan.
Analisis Kegagalan untuk Korosi
(Analysis of Corrosion-Related Failure)
Kegagalan korosi memiliki langkah analisis yang sama dengan kegagalan pada umumnya. Namun, perbedaan utama dengan kegagalan umum adalah perlunya penjagaan dan perlindungan yang dilakukan sesegera mungkin pada semua barang bukti. Kegagalan korosi juga memerlukan pengambilan sampel dan pengujian produk korosi secepat mungkin untuk mendapatkan hasil yang aktual. Jika memungkinkan dan ada biaya, kunjungan ke tempat kegagalan juga perlu dilakukan.23
Kegagalan korosi sering berhubungan dengan pemilihan material dan kondisi lingkungan. Seluk beluk sepesifikasi material, dokumen jaminan kualtas, dokumen pemasangan dan perawatan, dan sejarah kondisi lingkungan adalah beberapa data yang penting dan sangat berguna untuk menyelesaikan kegagalan korosi. Informasi mengenai gangguan sistem atau lingkungan yang berubah dari kondisi normal juga harus disediakan. Perbandingan dari spesifikasi bahan yang sedang digunakan dengan desain bahan juga harus dilakukan
Hal yang sangat penting untuk menemukan sebab dari kegagalan adalah adanya data (record) pengoperasian dari komponen yang mengalami kegagalan. Data mengenai lingkungan dari komponen, setiap perubahan pada lingkungan, dan perubahan temperatur perlu didapatkan juga. Setiap catatan dari kegagalan sebelumnya atau kelainan dalam pengoperasioan adalah hal yang berguna. Jika memungkinkan, gambar dan sketsa dari teknisi perlu ditinjau.23
Informasi mengenai setiap pengecekan yang dilakukan oleh personil pabrik juga harus disediakan. Penggunaan cat untuk menandai komponen juga dapat
mengubah ketahanan korosi dan komposisi kimia produk korosi. Setiap perubahan sebelum dan sesudah kegagalan juga perlu didokumentasikan.
Pemeriksaan di tempat dilakukan dengan perjalanan di sekeliling area kegagalan. Dokumentasi fotografik perlu dibuat untuk melukiskan kondisi setelah kegagalan. Jika memungkinkan, perlu dilakukan pengecekan pada pemasangan atau operasi dari bagian yang tidak mengalami kegagalan. Dokumentasi forografik harus dilakukan dengan perhatian khusus untuk mendapatkan warna sebenarnya dari produk korosi. Pengambilan gambar di laboratorium dilakukan dengan pengaturan yang dapat menghasilkan sifat warna dan tekstur permukaan yang akurat.23
Sampel diambil dari tempatnya dengan hati-hati untuk mencegah adanya kontaminasi. Beberapa alat yang berguna dalam pengambilan sampel diantaranya adalah tas yang tertutup, sarung tangan lateks, alat-alat pengambil sampel, dan bahan perekat. Penguji diharuskan menhindari sentuhan langsung dengan produk korosi untuk menghindari kontaminasi.
Secara umum, pemotongan (cutting) harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari perubahan dari kondisi metalurgi bahan dan deposit korosi. Pemotongan menggunakan gergaji (saw cutting) lebih disarankan daripada menggunakan torch cutting karena pemanasan dari sampel dapat memberi efek pada bahan dan produk korosi. Jika dilakukan torch cutting, jarak yang disarankan adalah 75 s.d. 150 mm dari area yang diinginkan untuk diambil. Saw cutting dilakukan dengan lambat untuk menghindari pemanasan. Jika memungkinkan, penggunaan minyak pelumas dan pendingin dapat dihindari untuk menghindari kontaminasi.23
Material dan kondisi lingkungan menjadi pusat perhatian dalam melakukan analaisis kegagalan. Meskipun setiap jenis kegagalan memiliki pengujian yang unik, beberapa langkah umum dapat diambil dalam pemeriksaan semua kegagalan korosi. Langkah-langkah yang dilakukan
untuk memeriksa kegagalan korosi adalah: 23
1. Semua sampel harus diidentifikasi dengan hati-hati. Asal sampel,
handling, dan proses dalam labora-torium juga perlu didokumentasikan. 2. Pengambilan fotografi dilakukan
pada kondisi awal sampel diterima. 3. Pengujian secara makro
mengguna-kan mikroskop stereo dari area sampel.
4. Metode pengujian non-destruktif dapat dipertimbangkan. Hindari gangguan secara fisik pada sampel korosi. Dapat dilakukan pula radiografi untuk mendapatkan data kualitas casting atau untuk melihat peretakan. Bagaimanapun, peng-gunaan cairan tidak dapat dilakukan hingga sampel korosi telah dibersihkan.
5. Pembersihan endapan korosi. Sampel dibersihkan dengan alat yang tidak memberikan kontaminasi seperti stainless steel. Sampel disimpan pada tempat yang bersih dan kering serta diberi tanda.
6. Sampel korosi dianalisis dengan
energy dispersive spectroscopy
(EDS) bersamaan dengan scanning electron microscopy (SEM) untuk mendapatkan komposisi unsur kimia pada produk korosi.
7. Berdasar pengujian secara visual, sampel korosi mungkin perlu dilakukan analisis mikrobiologi. Langkah-langkah berikutnya dapat diikuti dengan pembersihan (cleaning) atau pengujian yang lain.
Korosi pada Lingkungan Minyak
Beberapa jenis masalah korosi dapat ditemukan pada pengeboran dan produksi awal dari minyak dan gas. Termasuk korosi pitting, penggetasan sulfida dan penggetasan hidrogen. Endapan minyak dan gas sering menjadi penyebabnya. Campuran logam yang kuat diperlukan pada galian yang dalam. Pada sumur gas yang dalam, lingkungan memiliki gas H2S dengan konsentrasi antara 28 hingga 46%, temperaturnya berkisar pada 200o C, tekanan pada 140 MPa. H2S juga sering 10
ditemukan berkombinasi dengan air berklorida dan CO2 pada lingkungan. Adanya H2S ini menghasilkan korosi pada campuran logam. Korosi di dalam sumur sumber minyak dihasilkan dari lingkungan asam tinggi yang terbentuk ketika terdapat CO2 dan air. Kehadiran Klorida dan H2S akan menambah keagresifan dari lingkungan. Selanjutnya, tingkat korosi akan berubah sebagaimana temperatur berubah.24
H2S Corrosion
Fenomena yang disebut sebagai
Sulfide Stress Cracking (SSC) dipengaruhi oleh konsentrasi H2S dan temperatur. Terjadinya SSC juga dipengaruhi oleh mikrostruktur logam, yang bergantung pada komposisi logam dan perlakuan panas. H2S terlarut dalam air menghasilkan ion Hidrogen. Ion Hidrogen relatif kecil dan mampu berdifusi melalui batas butir atau kerusakan yang terbuka di dalam bahan baja. Dua atom H bergabung membentuk molekul H2 (gas). Molekul H2 terakumulasi dan terjebak dalam area tertentu. Hal ini menyebabkan tekanan yang tinggi pada titik tertentu dan membentuk retakan (crack). SSC adalah efek kombinasi dari korosi dan peretakan yang diakibatkan difusi hidrogen.25
Masalah utama adanya H2S adalah penggetasan logam, yang disebabkan oleh penetrasi H2 dalam logam. Hidrogen sulfida adalah asam lemah yang terlarut dalam air dan dapat berperan sebagai katalis dalam penyerapan atom hidrogen pada logam, membentuk SSC pada logam berkekuatan tinggi. Salain SSC, dalam kondisi lingkungan yang terdapat H2S tipe korosi yang umum terjadi adalah general corrosion, pitting corrosion, dan
corrosion fatigue. Topografi dari lubang korosi H2S, memiliki karakteristik bentuk seperti kerucut dengan bagian bawah yang tergores. Produk korosi yang terbentuk diantaranya adalah besi sulfida (FeS) hitam atau biru-hitam, pyrite
(FeS2), iron oxide (Fe3O4), dan sulfur (S). Mekanisme utama proses korosi yang terjadi diperlihatkan dalam reaksi kimia berikut.26
Fe + H2S → FeS + H2
CO2 Corrosion
Adanya CO2 yang terkandung dalam minyak dapat menyebabkan beberapa jenis korosi seperti general corrosion, pitting corrosion, wormhole attack, erosion corrosion,dan corrosion fatigue. Topografi dari lubang korosi CO2, memiliki karakteristik bagian tepi yang tajam, bagian dinding dan bagian dalam yang halus, serta lubang yang bersambung satu dengan lainnya. Deposit korosi yang mencirikan bahwa korosi tersebut termasuk korosi CO2 adalah Siderit (FeCO3), Magnetit (Fe3O4), and Hematit (Fe2O3). Mekanisme utama proses korosi yang terjadi diperlihatkan dalam reaksi kimia berikut.27
2 Fe + 2 CO2 + O2 → 2 FeCO3
SourCrude Oil
Sour Crude Oil adalah minyak mentah yang dikotori oleh sulfur. Minyak mentah disebut sour jika jumlah sulfur total lebih dari 0,5%. Sour Crude Oil
biasa diproses menjadi minyak untuk diesel dan bensin. Untuk mengurangi biaya produksi, Sour Crude Oil harus distabilkan dengan menghilangkan gas Asam Sulfida (H2S) sebelum dipindahkan melalui tangki minyak.28 Crude Oil
merupakan campuran hidrokarbon yang berwujud cair, berada dalam reservoir bawah tanah dan dalam kondisi tekanan atmosfer yang membuatnya tetap dalam fasa cair (liquid) setelah melalui beberapa pemisahan di permukaan.29
Berikut adalah persentasi unsur-unsur yang terdapat dalam minyak mentah.30 › Karbon : 83,0-87,0 % › Hidrogen : 10,0-14,0 % › Nitrogen : 0,1-2,0 % › Oksigen : 0,05-1,5 % › Sulfur : 0,05-6,0 % 11 11
12
BAB III
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2012 di Laboratorium Bidang Bahan Industri Nuklir, Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) BATAN, kawasan PUSPIPTEK, Serpong.
Bahan
Bahan penelitian adalah pipa digunakan sebagai bagian dari Primary Separator yang beroperasi pada temperatur 166 atau 167 oF (75 oC) dan tekanan 33 atau 34 psi (1 pound per
square inch = 6.894,75 Pascal). Pipa terbuat dari bahan logam, digunakan untuk mengalirkan minyak mentah. Permukaan luarnya dicat berwarna hijau. Jenis cairan (fluida) yang mengalir adalah
sour crude oil atau minyak mentah. Untuk menghilangkan scale/deposit digunakan
drilling fluids dan acidizing fluids yang mengandung HCl. Setelah sekian lama dipakai, pipa mengalami serangan korosi pada bagian dalam pipa, kemudian dilakukan proses drain dan refresh setiap minggu. Pipa yang akan diamati sudah terpotong secara longitudinal
menjadi dua seperti tampak pada Gambar 3.1 berikut.
Gambar 3.1 Pipa
Primary Separator
yang mengalami korosi, camdig (0,5x)
Alat
Jangka Sorong
Mikrometer Skrup
Hand Saw
Mesin Potong, Buehler Samplmet 2
Abrasive Cutter
Cairan Resin dan Pengeras
Kertas Amplas (grit 100, 400, 800,
1500, 2000)
Pasta
Alumina
(1
dan
6
mikrometer)
Mesin Poles, MoPao 2D Grinder
Polisher
Kamera Digital, BenQ DC E1230
12 Megapixel
Mikroskop Setereo, Karl Kolb
Hund Wetzlar
Mikroskop Optik, Nikon
SEM-EDS, Jeol JSM-6510LA
OES, ARC-Spark Optical Emission
Spectrometer
XRD, Shimadzu XD-610
Gambar alat-alat yang digunakan
dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Lampiran 2. (Halaman 42)
13
Metode Penelitian
1.
Pengumpulan data dan studi
literatur
Langkah awal dari penelitian ini
adalah studi literatur tentang baja,
analisis kegagalan, dan korosi
secara umum maupun korosi pada
lingkungan
minyak
yang
bersumber dari buku-buku dan
internet.
2.
Persiapan alat dan bahan
Preparasi sampel pipa dengan
proses Metalografi :
-
Cutting
,
pemotongan
pipa
menjadi sampel yang lebih
kecil menggunakan
hand saw
dan mesin potong, agar lebih
mudah
dikarakterisasi.
Pemotongan
pipa
secara
transversal atau melintang dan
longitudinal.
-
Mounting
, sampel dibingkai
menggunakan
resin
dan
pengerasnya
agar
tercetak
bingkai
sampel.
Hal
ini
dilakukan agar sampel lebih
mudah
dipegang
ketika
melakukan proses
Grinding
dan
Polishing
.
-
Grinding
dan
Polishing,
permukaan yang akan diamati,
diamplas dengan kertas amplas
(dari bahan SiC) dari tingkat
grit 100, 400, 800, 1500, 2000.
Setiap kenaikan tingkat grit,
arahnya diputar 90 derajat dan
diamati apakah goresan yang
terbentuk
telah
seragam.
Kemudian
dipoles
dengan
pasta
alumina
1
dan
6
mikrometer.
-
Etching
, lapisan permukaan
sampel direndam dalam larutan
etching
agar
menghasilkan
derajat kontras yang tepat
antara
berbagai
konstituen
dalam logam sehingga struktur
mikro logam dapat diketahui.
Batas butir menjadi lebih
mudah
diamati.
Larutan
etching
yang dipakai adalah
nital 2%.
3.
Karakterisasi
3.1
Pengamatan
visual
dilakukan
terhadap sampel.
Pada tahap ini dilakukan
pengamatan
langsung
pada
sampel
menggunakan
mata.
Selain
itu,
dilakukan
juga
pengukuran
diameter
menggunakan jangka sorong dan
ketebalan
pipa
menggunakan
mikormeter
sekrup
serta
dokumentasi
gambar
dengan
kamera digital.
Pengamatan langsung dengan
mata dilakukan untuk melihat dan
menganalisis
adanya
deposit
korosi, lubang, goresan, dan
penipisan pada pipa. Perbedaan
warna
pada
sampel
juga
menunjukkan proses korosi yang
terjadi
pada
pipa.
Dengan
pengamatan ini, pemilihan sampel
dapat
dilakukan
dengan
mempertimbangkan lokasi-lokasi
yang tepat dari sampel pipa untuk
selanjutnya dikarakterisasi.
Jangka sorong adalah alat
yang digunakan untuk mengukur
suatu benda dari sisi luar dengan
cara diapit. Ketelitiannya dapat
mencapai seperseratus milimeter.
Terdiri dari dua bagian, yaitu
bagian diam dan bagian bergerak.
Bagian diam menunjukkan skala
utamanya,
dan
bagian
yang
bergerak
menunjukkan
skala
noniusnya.
31Mikrometer sekrup adalah
alat
yang
digunakan
untuk
mengukur ketebalan suatu benda.
Ketelitiannya
dapat
mencapa
seperseratus milimeter. Terdiri
dari dua bagian utama yaitu poros
tetap yang memiliki skala utama
14
dan poros putar yang memiliki
skala nonius.
32Kamera digital digunakan
untuk memotret suatu objek
benda dan menampilkan hasilnya
dalam bentuk file gambar dalam
format .jpeg. Kamera digital
memiliki beberapa komponen,
seperti
Aperture, Shutter,
Lensa,
dan Sensor.
Aperture
sebagai
celah masuknya cahaya,
Shutter
mengatur jumlah cahaya yang
masuk,
Lensa
untuk
mem-fokuskan gambar, dan Sensor
untuk merekam gambar. Sensor
pada
kamera
berupa
charge
coupled device
(CCD)
yang
mengubah
cahaya
(photon)
menjadi muatan listrik. Resolusi
gambar
dari
kamera
digital
ditentukan dari jumlah
pixel.
Semakin besar nilai pixel berarti
semakin semakin banyak jumlah
photositenya
sehingga gambar
yang dihasilkan semakin tajam.
333.2
Pengamatan makroskopik
dilaku-kan dengan menggunadilaku-kan
mikros-kop stereo.
Mikroskop stereo merupakan
jenis mikroskop yang hanya bisa
digunakan untuk benda yang
berukuran relatif besar.
Mikros-kop stereo mempunyai perbesaran
7 hingga 30 kali. Benda yang
diamati dengan mikroskop ini
dapat terlihat secara tiga dimensi.
Komponen
utama
mikroskop
stereo
hampir
sama
dengan
mikroskop cahaya. Lensa terdiri
atas lensa okuler dan lensa
obyektif.
Perbedaan
antara
mikroskop stereo dengan
mikros-kop cahaya adalah: (1) ruang
ketajaman lensa mikroskop stereo
jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan
mikroskop
cahaya
sehingga
kita
dapat
melihat
bentuk tiga dimensi benda yang
diamati.
(2)
sumber
cahaya
berasal dari atas sehingga obyek
yang
tebal
dapat
diamati.
Perbesaran lensa okuler biasanya
10 kali, sedangkan lensa obyektif
menggunakan
sistem
zoom
dengan perbesaran antara 0,7
hingga
3
kali,
sehingga
perbesaran total obyek maksimal
30 kali. Pada bagian bawah
mikroskop terdapat meja preparat.
Pada daerah dekat lensa obyektif
terdapat lampu yang dihubungkan
dengan transformator. Pengatur
fokus obyek terletak disamping
tangkai mikroskop, sedangkan
pengatur
perbesaran
terletak
diatas pengatur fokus.
343.3
Pengamatan
mikroskopik
menggunakan Mikroskop Optik.
Pengamatan dimulai dengan
perbesaran yang kecil sekitar
100x dan dilanjutkan dengan
meningkatkan perbesaran untuk
mengamati
karakteristik
yang
lebih
jelas.
Kebanyakan
mikrostruktur
dapat
diamati
dengan mikroskop optik dan
diidentifikasikan
berdasarkan
karakteristik-karakteristiknya.
Mikroskop
Optik
memiliki
beberapa komponen yang penting,
diantaranya
adalah
sistem
penerangan (
illumination system
)
yang terdiri atas lampu, lensa,
filter, dan diafragma. Cahaya dari
lampu dapat diatur intensitasnya
untuk membentuk gambar yang
cerah.
Sumber
cahaya
pada
mikroskop optik berupa lampu
filamen-tungsten voltase rendah
maupun lampu filamen
tungsten-halogen. Intensitas cahaya diatur
berdasarkan suplay tegangan.
Mikroskop
memiliki
dua
buah lensa, yaitu lensa objektif
dan lensa okuler. Lensa objektif
membentuk
bayangan
primer
15
mikrostruktur
dan
merupakan
komponen paling penting dalam
mikroskop optik. Lensa objektif
mengumpulkan cahaya sebanyak
mungkin
dari
spesimen
dan
menggabungnya dengan cahaya
untuk
menghasilkan
gambar.
Lensa okuler (
eyepiece
) berfungsi
membesarkan bayangan primer
yang
dihasilkan
oleh
lensa
objektif.
35Dari lensa okuler ini,
gambar
langsung
diteruskan
menuju kamera.
Mikroskop Optik
memanfaat-kan cahaya dari sumber cahaya
yang
melalui
kondenser.
Kemudian cahaya dipantulkan
oleh
cermin
menuju
objek.
Cahaya yang dipantulkan oleh
objek (sampel logam) diteruskan
menuju
lensa
objektif
dan
kemudian lensa okuler sehingga
tampak oleh kamera. Gambar 3.2
berikut menjelaskan penjalaran
cahaya pada mikroskop optik.
Gambar 3.2 Prinsip kerja mikroskop
optik
353.4
Pengamatan
dengan
Scanning
Electron Microscope
(SEM).
Bayangan yang dihasilkan
SEM
memiliki
karakteristik
perbesaran yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan Mikroskop
Optik.
Dalam
mendapatkan
gambar
SEM,
berkas
elektron terfokus mengenai pada
permukaan sampel padat. Pada
instrumen analog, berkas elektron
dipindai melalui seluruh sampel
oleh
kumparan
scan
.
Pola
pemindaian
yang
dihasilkan
adalah serupa
dengan
yang
digunakan dalam tabung sinar
katoda (CRT)
dari
sebuah
pesawat televisi di mana berkas
elektron akan menyapu seluruh
permukaan linear dalam arah x,
kembali
ke posisi
awal , dan
kemudian bergeser ke bawah
dalam arah y dengan kenaikan
standar. Proses ini diulangi hingga
luasan tertentu dari permukaan
sampel telah dipindai seluruhnya.
Sinyal
yang
diterima
dari
permukaan akan disimpan dalam
komputer, yang akan diubah
menjadi sebuah gambar (
image
).
Beberapa
jenis
sinyal
yang
terbentuk dari permukaan sampel
adalah
backscatered, secondary,
dan
Auger electron
, sinar-X dari
fluoresens foton, dan foton yang
lain dengan berbagai energi. Pada
instrumen SEM,
backscatterd
dan
secondary electron
digunakan
untuk membentuk
image
.
36Sumber
elektron
berupa
filamen
tungsten.
Elektron
diakselerasi agar memiliki energi
yang berkisar antara 1 hingga 30
keV. Sistem kondenser magnetik
dan
lensa
objektif
akan
memperkecil ukuran titik (spot
size) hingga diameter antara 2
hingga 10 nm ketika sampai di
sampel. Sistem kondenser yang
terdiri atas lebih dari satu lensa
akan
menghantarkan
berkas
elektron menuju lensa objektif,
selanjutnya lensa objektif yang
16
akan menentukan ukuran berkas
yang
mengenai
permukaan
sampel. Pemindaian pada SEM
dilakukan
oleh
dua
pasang
kumparan elektromagnetik yang
terletak pada lensa objektif. Satu
pasang menghantarkan berkas
dalam arah sumbu-x, dan satu
pasang yang lain dalam arah
sumbu-y.
Terdapat
dua
interaksi
padatan dengan berkas elektron
yaitu interaksi elsastik yang
mengubah lintasan elektron tanpa
terjadi perubahan energi secara
signifikan dan interaksi inelastik,
yang
menjadikan
elektron
mentransfer energinya (sebagian
atau seluruhnya) ke padatan.
Padatan yang tereksitasi akan
mengemisikan
secondary
elec-tron, Auger electron
, dan sinar-X.
Ketika elektron menumbuk
secara elastik dengan atom, terjadi
perubahan arah elektron, tetapi
kecepatannya
tetap
sehingga
energi kinetiknya relatif konstan.
Sudut pemantulan dari tumbukan
tersebut berkisar antara 0
ohingga
180
o. Elektron yang terpental ini
disebut
dengan
backscattered
electron
. Berkas
backscattered
electron
ini memiliki diamater
yang
lebih
besar.
Ketika
permukaan padat ditumbuk berkas
elektron dengan energi beberapa
keV,
backscattered electron
yang
diemisikan
oleh
permukaan
memiliki energi sebesar kurang
dari 50 eV.
Secara
umum,
jumlah
secondary electron
lebih sedikit
dari
backscattered
electron
.
Secondary electron
terbentuk dari
hasil interaksi antara berkas
elektron
berenergi
dengan
elektron yang terikat di padatan,
yang selanjutnya akan terjadi
pelepasan pita konduksi elektron
dengan beberapa eV energi.
Secondary electron ini dapat
dicegah agar tidak mencapai
detektor dengan memberi bias
negatif pada papan transduser.
36Gambar 3.3 berikut menunjukkan
skema SEM.
Gambar 3.3 Skema
Scanning Electron
Microscope
36 Electron gun Electronbeam Magnetic condenser lens Magnetic objective lens High voltage power supplyScan coil controls
26
3.5
Karakterisasi komposisi kimia
makro pada pipa dengan
Optical
Emission Spectrometry
(OES).
Untuk sampel yang akan diuji
menggunakan OES, sampel pipa
hanya perlu dibersihkan hingga
tampak bagian dasarnya. Hasil
karakterisasi berupa persentase
masing-masing
unsur
dalam
sampel. Radiasi dari atom dan ion
yang tereksitasi dapat diemisikan
oleh
sampel
ketika
dikenai
electrical
discharge
,
glow
discharge,
atau
plasma.
Karena
sumber eksitasi ini memiliki
energi
yang
lebih
tinggi
dibandingkan
dengan
sumber
nyala api (
flame)
, unsur-unsur
dari logam atau semi-logam
(
metalloid
) dapat dideteksi dalam
konsentrasi yang rendah,
ter-masuk unsur-unsur
refactory
se-perti boron, tungsten, tentalum,
dan niobium, dan beberapa unsur
nonlogam dapat dideteksi seperti
C, N, H, Cl, Br, dan I. Analisis
padatan menggunakan sumber
electrical
dan
glow discharge
.
37Karena
temperatur
dari
electrical discharge
dan
plasma
jauh lebih tinggi dbiandingkan
temperatur nyala api (
flame
),
spektra emisi dari eksitasi
non-flame
menjadi sangat rumit.
Spektra yang pertama adalah
atomic emission spectra
dari atom
netral. Pada kondisi ini, sering
terbentuk ion. Elektron kedua dari
ion akan tereksitasi dan naik ke
satu tingkat energi yang lebih
tinggi. Dari tingkat ini, ion akan
melepas dan mengemisikan foton.
Level energi dari ion tidak sama
dengan level energi atom, mereka
membentuk garis emisi yang
berbeda.
Prinsip kerja dari
emission
spectrometer
dengan
sumber
electrical
discharge
sebagai
berikut. Sumber listrik akan
membuat
electrical discharge
di
ruang antara dua elektrode, yaitu
sample electrode
dan
counter
electrode
.
Sample
electrode
berupa logam,
counter electrode
berupa elektrode yang inert,
seperti tungsten atau grafit. Bahan
dari
sample electrode
dikenai
discharge
sehingga akan terjadi
penguapan dan eksitasi. Atom
yang
tereksitasi
akan
mengemisikan
radiasi,
yang
dideteksi dan dihitung oleh sistem
detektor. Panjang gelombang dari
garis emisi menunjukkan adanya
unsur-unsur dan intensitas emisi
pada setiap panjang gelombang
tersebut
menunjukkan
jumlah
setiap unsur yang ada.
Spectrograf adalah
spectro-meter yang menggunakan film
fotografi atau plat fotografi untuk
mendeteksi dan merekam radiasi
yang
diemisikan.
Spektrograf
dikenalkan pada tahun 1930an
dan digunakan sebagai instrumen
dasar
untuk
analisis
unsur,
terutama dalam industri baja atau
logam lain. Selanjutnya emisi
radiasi berupa cahaya tersebut
masuk ke polikromator agar
mampu
mendeteksi
panjang
gelombang
dari
UV
hingga
Visible
(120-800 nm). Pada
gambar, cahaya dari sampel yang
tereksitasi dibawa menuju empat
polikromator, setiap polikromator
teroptimasi pada rentang panjang
gelombang
tertentu.
Gambar
berikut menunjukkan skema kerja
dari perangkat OES.
3727