SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam
Pada Fakultas Adab dan Humaniora
OLEH:
MUH. YUSUF 40200112026
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UIN ALAUDDIN MAKASSAR
ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Mahasiswa yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Muh. Yusuf
NIM : 40200112026
Tempat/Tgl.Lahir : Bulukumba 15 april 1994
Jurusan : Sejarah dan Kebudayaan Islam/S1
Fakultas : Adab dan Humaniora
Alamat : Samata
Judul :Integrasi Islam Dalam Panggadakkang Pada
Sistem Pemerintahan Adat KajangAmmatoa.
Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya maka skripsi dan gelar yang diperoleh batal demi hukum.
Samata, 02 Februari 2017 M. 03 Jumadiahir 1438 H.
Penulis,
Muh. Yusuf
iv
rahmat, taufiq, dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tahap akhir penelitian mandiri mahasiswa di Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar pada Prodi Sejarah dan Kebudayaan Islam dengan terselesaikannya skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan dalam skripsi ini jauh dari kesempurnaan sebagaimana pepatah bilang “ Tak ada gading yang tak retak” sehingga saran, kritik, dan tanggapan positif dari berbagai pihak penulis harapkan untuk menyempurnakan hasil penelitian ini.
Ucapan terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada Ayahanda Drs. Nasruddindan Ibunda Dra. Hj Surayah Rasyid yang selalu memberi saya motivasi yang di sertai dengan doa yang tulus, dan kedua orang tua saya yang telah memberikan saya motivasi pada saat saya terjatuh dan bangkit kembali dalam penyusunan skripsi ini hingga tahap akhir, baik berupa materi, tenaga, doa, dan dukungan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada jurusan, Sejarah dan Kebudayaan Islam di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Semoga jasa-jasanya dapat di balas oleh Allah Swt. Amin.
v
1. Rektor Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar: Prof. Dr. H. Musafir Pababbari, M.Si dan para wakil rektor Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
2. Dekan Fakultas Adab dan Humaniora: Dr. H. Barsihannor, M.Ag, Dekan 1: Dr. Abdul Rahman R., M.Ag., Wakil Dekan II: Dr. Hj. Syamzan Syukur M.Ag., dan Wakil Dekan III Dr. Abdul Muin, M.Hum., dengan kesempatan dan fasilitas yang di berikan kepada kami dalam proses perkuliahan sampai penyelesaian studi dengan baik.
3. Drs. Rahmat, M.Pd.I ketua jurusan dan Drs. Abu Haif, M.Hum sekertaris Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, yang telah membantu dan memotivasi dalam penyelesaian studi penulis pada Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar.
4. Dra. Hj. Surayah Rasyid, M.Pd. Pembimbing I, dan Drs. Nasruddin,M.M pembimbing II yang banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, petunjuk, nasehat dan motivasi hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.
5. Para Dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar, dengan segala jerih payah dan ketulusan, membimbing dan memandu perkuliahan sehingga memperluas wawasan keilmuan penulis.
vi
perizinan terpadau (UPT-P2T) provinsi Sulawesi selatan dan pemerintah Kabupaten Bulukumba yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengadakan penelitian.
9. Kepada sahabat-sahabatku, yang telah memberikan motivasi dan semangat selama kuliah dan masukan-masukan serta nasihat-nasihatnya dalam penyelesaian skripsi ini terima kasih untuk semuanya.
10. Buat teman-teman seperjuangan Angkatan 2012 Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar yang sama-sama berjuang dibangku kuliah sampai lulus.
Akhirnya, dengan lapang dada penulis mengharapkan masukan, saran, dan kritikan-kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Kepada Allah Swt. jualah penulis panjatkan doa, semoga bantuan dan ketulusan yang telah diberikan senantiasa bernilai ibadah di sisi Allah Swt, dan mendapat pahala yang berlipat ganda, kesehatan, dan umur yang panjang Amin.
Samata, 06 Maret 2017 M. 07 Jumadilakhir 1437 H. Penulis
Muh. Yusuf
vii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR ISI... vii
ABSTRAK ... ix
BAB I PENDAHULUAN... 1-17 A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah... 5
C. Fokus dan Deskripsi Fokus Penelitian... 5
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 12
E. Kajian Pustaka ... 13
BAB II TINJAUAN TEORITIS... 18-32 A. Sejarah Masyarakat AdatAmmatoadi Kajang ... 18
1. Masa Sebelum Ada IstilahAmmatoa ... 20
2. Masa Setelah Ada IstilahAmmatoa ... 22
B. Integrasi Islam dan Pangngadakkang ... 25
C. Struktur Pemerintahan Adat KajangAmmatoa... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 33-39 A. Jenis dan Lokasi Penelitian... 33
B. Pendekatan Penelitian ... 34
viii
BAB IV HASIL PENELITIAN... 40-70 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 40 B. Wujud Integrasi Islam dalam Pangngadakkang Pada
Sistem Pemerintahan Adat KajangAmmatoa ... 54 C. Sistem Pemerintahan Adat KajangAmmatoa ... 56
1. AmmatoaSebagai Kepala Adat Dalam Struktur
Pemerintahan Adat... 58 D. Pemerintahan Adat KajangAmmatoayang Masih Bertahan
Sampai Saat Ini ... 64 1. Kehidupan Masyarakat Hukum Adat Kajang Dalam
Ammatoa ... 68 2. Pasang ri KajangSebagai Pedoman Hidup Masyarakat
ix ABSTRAK
Nama :Muh. Yusuf
Nim :40200112026
Jurusan :Sejarah dan Kebudayaan Islam
Judul Skripsi :Integrasi Islam dalam Pangngadakkang Pada Sistem Pemerintahan Adat KajangAmmatoa
Skripsi ini membahas tentang integrasi Islam dan Panggadakkang Pada Sistem Pemerintahan Adat Kajang Ammatoa. Pokok permasalahan yang diteliti adalah Bagaimana Integrasi Islam Dalam Pangadakkang Pada Masyarakat Adat Kajang Ammatoa, Bagaimana Sistem Pemerintahan Adat Kajang Ammatoa dan Mengapa Pemerintahan KajangAmmatoaMasih Bertahan Sampai Saat ini.
Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui dan memahami penyesuaian antara Integrasi Islam dan Pangadakkang di Kajang Ammatoa, untuk mengetahui Bagaimana Sistem Pemerintahan Adat Kajang Ammatoa dan untuk mengetahui Mengapa Sistem Pemerintahan Adat Kajang masih bertahan sampai saat ini.
Hasil penelitian ini menujukkan Panggadakkang (Adat) dan Syariat Islam berintegrasi sejak datangnya Agama Islam. Syari’at Islam memperkokoh asas
Panggadakkang dalam orang Bugis-Makassar dan Panggadakkang disemangati sepenuhnya oleh Syariat Islam dengan adanya kesatuan antara pangadakkang dan Syariat Islam sehingga dapat berinteraksi sejak datangnya Agama Islam.
1
Sejarah hadirnya orang pertama di Suku Kajang Ammatoa adalah hadirnya Ammatoa yang dipercayai oleh masyarakat Kajang sebagai orang yang pertama diturunkan oleh Ri Tu Rie’ A’ra’na (maha berkendak) ke Dunia dan tempat pertama kali diturunkan adalah tempat mereka berdiam sekarang dan mereka percayai bahwa orang tersebut diturunkan pertama kali sama seperti dengan nama tempat diturunkannya yaitu Tanah Towa (Tanah tertua). Orang pertama tersebut bukan hanya sebagai orang pertama yang hadir di Suku Adat Ammatoa. Tetapi dipercayai juga sebagai orang yang hadir pertama kali di Dunia yaitu Tu Rie’ A’ra’na (maha berkendak). Maksudnya adalah yang menciptakan segala sesuatu yang ada di Bumi secara umum dikenal sebagai Tuhan dalam Islam disebut Allah Swt.Ammatoa inilah yang menyebarkan segala Pasang ri Kajang yang diwariskan secara turun-temurun kepada masyarakat Kajang hingga hari ini walaupun ada sedikit pergeseran.1
Proses awal mula kehidupan manusia menurut mitologi masyarakat hukum Adat Ammatoa Kajang juga menjadi kajian penting, bahwa keyakinan masyarakat hukum Adat Kajang adalah manusia pertama yang diturunkan ke Bumi yaitu Ammatoa yang membawa pesan-pesan yang diterima dari Turie A‟Ra‟na ke Bumi
dapat dipatuhi dan dilaksanakan oleh manusia generasi penerus dari Ammatoa itu sendiri.
2
Masyarakat hukum Adat Ammatoa Kajang menyebut Tanah tempat mereka berdiam sebagai Tanah Towa, (Tanah Tertua). Dalam kepercayaan mereka, Tanah ini memang telah tua umurnya dan pernah menjadi tempat satu-satunya berpijak saat Bumi masih berupa lautan luas.2
Perjalanan kehidupan masyarakat Kajang yang telah berlangsung cukup lama, dapat diketahui dari berbagai mitos atau legenda yang dipercayai oleh masyarakat Kajang. Dalam proses itulah terjadi integrasi berbagai budaya, terutama ketika Islam hadir di Sulawesi-Selatan.
Integrasi adalah penyusuain diantara unsur-unsur yang saling berbeda dalam
kehidupan sosial sehingga menghasilkan suatu pola kehidupan yang serasi bagi
masyarakat. Proses integrasi tidak terjadi begitu saja, tetapi merupakan suatu proses
yang panjang dalam waktu yang cukup lama. Definisi lain dari integrasi adalah suatu
kondisi dimana kelompok-kelompok etnis untuk beradaptasi dan menjadi
komformitas terhadap kebudayaan mayoritas, namun tetap mempertahankan budaya
mereka sendiri. Islam merupakan Syariat atau acuan hidup bagi kehidupan dan jika
disatukan atau diintegrasikan dengan budaya Panggadakkang maka merupakan pembaharuan antara Syariat dan budaya Panggadakkang sehingga menjadi kesatuan yang utuh.
Sistem pemerintahan Adat KajangAmmatoa, Ammatoadidampingi dua orang
Anrong (Ibu) masing-masing Anrongta ri Pangi dan Anrongta ri Bongkinadan para Pemangku Adat. Anrongta ri Pangi bertugas melantik Ammatoa. Selain itu, Dalam Sistem politik Tradisional yang berlaku di Kajang, Ammatoa juga dibantu oleh yang disebut sebagai Ada’ Lima Karaeng Tallu. Ada’ Lima (ri Loheya dan ri Kaseseya)
2Rambli Palammai dan Andhika Mappasomba.Sejarah Eksistensi Ada’ Limaya Karaeng
adalah pembantu Ammatoa yang khusus bertugas mengurusi Adat (Ada’ Pallabakki Cidong). Di antaranya, Mereka Bergelar Galla Puto yang bertugas sebagai juru
bicara Ammatoa, dan Galla Lombo’ yang bertugas untuk urusan pemerintahan luar dan dalam Kawasan (selalu dijabat oleh kepala Desa Tanah Towa). Selain itu ada
Galla Kajang yang mengurusi masalah ritual keagamaan, Galla Pantama untuk urusan Pertanian, dan Galla Melleleng untuk urusan perikanan. Setiap pemangku Adat mempunyai tugas dan kewenangan berbeda-beda. Sementara Karaeng Tallu
bertugas membantu dalam Bidang penyelenggaraan pemerintahan (Ada’ Tanayya).
Karaeng Tallu merupakan Tri Tunggal dalam pemerintahan, dan dikenal dengan (“Tallu Karaeng Mingka Se’reji”). Yang berarti bahwa apabila salah satu di antaranya telah hadir dalam upacara Adat, makaKaraeng Tallusudah dianggap hadir. Dalam perkembangannya, kendati Ammatoa adalah orang tertinggi dalam struktur pemerintahan Tanah Towa, keberadaan pemerintah di luar Kawasan Adat
tetap diakui. Bahkan karena dianggap lebih berpendidikan, Pemerintah di luar Tanah
Towa juga sangat dihormati. Pemerintah dalam hal ini adalah Camat, Bupati, dan
seterusnya. Bukti penghormatan ini terlihat dalam upacara Adat atau sebuah
pertemuan di mana pejabat pemerintah mendapat Kappara dengan jumlah piring lebih banyak dari Ammatoa.Kapparaadalah baki yang berisi sejumlah piring dengan beragam makanan. Dengan Kappara ini pula kedudukan seseorang akan terlihat karena semakin besar sebuah Kappara atau makin banyak piringnya, maka makin tinggi kedudukannya. Bila Seorang Ammatoa meninggal (A’linrung), Majelis Adat menunjuk pejabat sementara yang memiliki kualitas yang tidak jauh berbeda dengan
4
Pa’nganro, yaitu upacara ritualAnyuru’ Borong, memohon petunjukTu Rie’ A’ra’na
untuk memilih Ammatoa yang baru. Para calon Ammatoa ini biasanya harus tahu betul Adat-istiadat di Tanah Towa. Selain itu mereka harus bisa menjelaskan
asal-usul manusia secara rinci di Tanah Towa sejak yang pertama. Ini tentu saja bukan hal
mudah dilakukan dan diyakini masyarakat memang hanya orang tertentu yang bisa
melakukannya. Pasalnya, di Tanah Towa membicarakan asal-usul manusia bahkan
tentang keturunan seseorang.
Dalam konteks sistem politik, Komunitas Adat Kajang di Tanah Towa
dipimpin oleh seorang disebut Ammatoa dan mereka sangat patuh padanya. Kalau Tanah Towa berarti Tanah yang tertua, makaAmmatoa berarti bapak atau pemimpin tertua Ammatoa memegang tampuk kepemimpinan di Tanah Towa sepanjang hidupnya terhitung sejak dia dinobatkan. Sebabnya proses pemilihan Ammatoa tidak gampang. Adalah sesuatu yang tabu di Tanah Towa bila seseorang bercita-cita jadi
Ammatoa. Pasalnya, Ammatoa bukan dipilih oleh rakyat, tetapi seseorang yang diyakini mendapat berkah dariTu Rie’A’ ra’na.
Selain sebagai pemimpin Adat, bertugas sebagai penegak hukum sebagaimana
dipesankan dalamPasang ri Kajang. Komunitas Adat Kajang menerapkan ketentuan-ketentuan Adat dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam pemanfaatan hutan.
Ketentuan Adat yang diberlakukan di Wilayah Adat Ammatoa Kajang diberlakukan kepada seluruh komponen Komunitas tanpa kecuali. Ketentuan ini berlandaskan
pesan leluhur yang disampaikan secara turun-temurun. Ketentuan Adat ini dipandang
sebagai sesuatu yang baku (lebba) yang diterapkan kepada setiap orang yang telah melakukan pelanggaran. Dalam hal ini diberlakukan sikap tegas (gattang), dalam arti
disebutkan dalam Pasang yang berbunyi: ‘Anre na‘kulle nipinra-pinra punna anu lebba‘ Artinya : Jika sudah menjadi ketentuan tidak bisa diubah lagi.3
B. Rumusan Masalah
Adapun pokok masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
bagaimana “Integrasi Islam dalam panggadakkang Pada Sistem Pemerintahan Adat
Kajang Ammatoa”?dengan sub permasalahan adalah:
1. Bagaimana Wujud Integrasi Islam dan panggadakkang pada Masyarakat Adat Kajang?
2. Bagaimana Sistem Pemerintahan Adat KajangAmmatoa?
3. Mengapa pemerintahan KajangAmmatoaMasih Bertahan Sampai Saat ini? C. Fokus dan deskripsi fokus penelitian
1. Fokus penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah dalam judul pembahasan maka penulisan Skripsi ini agar dapat saling terkait, maka penulis membatasi ruang lingkup pembahasan, Dalam hal ini dikarenakan agar cakupan tulisan lebih terfokus pada titik persoalan yang ingin dikaji. Adapun fokus penelitian dalam penulisan Skripsi ini yaitu:
a. Integrasi Islam dalampanggadakkang b. Sistem Pemerintahan Adat KajangAmmatoa
6
2. Deskripsi focus
Untuk lebih menghindari kesalahan pemaknaan, maka perlu di definisikan
beberapa variabel yang dianggap penting terkait dengan pokok masalah yang di bahas
sebagai berikut:
a. Integrasi Islam dalampanggadakkang.
Integrasi Islam merupakan suatu pembaharuan Syariat atau acuan hidup bagi
kehidupan dan jika disatukan dengan kebudayaan Adat dan Panggadakkang, Maka akan merupakan pembaharuan antara Syariat dan kebudayaan Adat panggadakkang sehingga menjadi suatu kesatuan yang utuh. Akan tetapi untuk menyatuhkan antara
Integrasi Islam dan panggadakkang tidak terjadi begitu saja, tetapi merupakan suatu proses yang panjang dalam waktu yang cukup lama.
Ada kalanya orang memahami konsep panggadakkang sama dengan aturan-aturan Adat dan sistem norma saja.Panggadakkangselain meliputi aspek-aspek yang disebut sistem norma dan aturan-aturan adat, yaitu hal-hal ideal yang mengandung
nilai-nilai normatif, juga meliputi hal-hal dimana seseorang dalam tingkah lakunya
dan dalam memperlakukan diri dalam kegiatan sosial, bukan saja merasa “harus”
melakukannya, melainkan lebih jauh dari pada itu, ialah adanya semacam “larutan
perasaan”bahwa seseorang itu adalah bagian integral daripanggadakkang.
Adapun unsur-unsur dari panggadakkang menurut Latoa adalah sebagai berikut:
1. Ade’ adalah salah satu aspek Panggaderreng, yang mengatur pelaksanaan sistem norma dan aturan-aturan Adat dalam kehidupan orang Bugis. Dalam
melaskan diri dari assosiasi dengan istilah Adat yang telah meresap dalam
kehidupan kebudayaan Indonesia.
2. Bicara adalah unsur bagian dari Panngaderreng, yang mengenal semua aktivitas dan konsep-konsep yang bersangkut paut dengan peradilan, kurang
lebih sama dengan hukum acara, menentukan prosedurnya, serta hak-hak dan
kewajiban seorang yang mengajukan kasusnya di muka pengadilan atau yang
mengajukan penggugatan.
3. Rapang,berarti contoh, perumpamaan, kias, atau analogi. sebagai unsur bagian Panggaderreng, Rapang menjaga kepastian dan kontiunitas suatu keputusan hukum tak tertulis dalam masa lampau sampai sekarang, dengan membuat
analogi antara kasus dari masa lampau itu dengan kasus yang sedang digarap.
Rapang juga berwujud sebagai perumpamaan-perumpamaan yang menganjurkan kelakuan ideal dan etika dalam lapangan-lapangan hidup
tertentu, seperti lapangan kehidupan kekerabatan, lapangan kehidupan politik,
dan pemerintahan Negara. Selain itu, Rapang juga berwujud sebagai pandangan-pandangan keramat untuk mencegah tindakan-tindakan yang
bersifat gangguan terhadap hak milik, serta ancaman terhadap keamanan
seorang warga masyarakat.
4. Wari’ adalah unsur bagian Panggaderreng, yang melakukan klasifikasi segala benda, peristiwa dan aktivitas dalam kehidupan masyarakat menurut
kategori-kategorinya. Misalnya, untuk memelihara tata-susunan dan tata-penempatan
hal-hal dan benda-benda dalam kehidupan masyarakat, untuk memelihara jalur
dan garis keturunan yang mewujudkan pelapisan sosial, untuk memelihara
negara-8
negara lain, sehingga dapat ditentukan mana yang tua dan mana yang muda
dalam tata upacara kebesaran.
5. Sara’ adalah unsur bagian dari Panggaderreng yang mengandung pranata-pranata dan hukum Islam yang melengkapkan ke empat unsurnya menjadi lima.
Sistem religi masyarakat Sulawesi Selatan sebelum masuknya ajaran Islam
seperti yang tampak dalamSure’ Lagaligo, sebenarnya telah mengandung suatu kepercayaan terhadap Dewa yang Tunggal yang disebut dengan beberapa nama
seperti Patoto-e (Maha menentukan Nasib), Dewata Sewwae (Dewa yang Tunggal),Tu Rie’ A’ra’na(Kehendak yang Tertinggi). Sisa kepercayaan seperti ini masih tampak jelas misalnya beberapa kepercayaan tradisional yang masih
bertahan sampai sekarang misalnya pada orang Tolotang, di Kabupaten Sidenreng Rappang dan pada orangAmmatoadi Kajang daerah Bulukumba.4 b. Sistem Pemerintahan Adat KajangAmmatoa
Masyarakat Adat suku Kajang telah mengenal lembaga sosial dalam
masyarakat tradisional yang dipimpin oleh seorang tokoh spiritual Adat suku Kajang
yaitu Ammatoa. Dalam sistem Adat, Ammatoa adalah pemimpin tertinggi didalam Kawasan Adat Kajang yang dibantu oleh beberapa menteri untuk mengurus
lembaga-lembaga pemerintahan Adat, yang di sebutAda’ Limayya dan Karaeng Tallua.
Ada’ Limayyaadalah suatu lembaga yang statusnya setingkat denganKaraeng Tallua yang beranggota lima orang. Dalam sejarah yang berkembang di masyarakat terbentuknya Ada’ Limayya berawal dari anggota-anggota putra Ammatoa pertama, kemudian setelah putra-putra Ammatoa meninggal dunia digantikan dengan keturunan yang telah diwariskan oleh Pasang. Sedangkan Karaeng Tallua selaku
lembaga pemerintahan Adat dalam lingkungan masyarakat Ammatoa. Sebelumnya Karaeng Tallua berarti karaeng yang tiga mereka adalah petugas-petugas yang diangkat oleh Ammatoa sebagai penguasa tanah lohea yaitu daerah-daerah diluar tanahKamase-Masea(luar Kawasan Adat).
Maksud dari Karaeng Tallua adalah orang yang bertugas dalam struktur pemerintahan Adat, akan tetapi juga menjabat sebagai tugas dari pemerintahan diluar
Kajang. Pada tahun (1959) terjadi perubahan struktur dalam sistem pemerintahan
Indonesia, berdasarkan undang-undang nomor 29 tahun 1998, Dalam sistem
pemerintahan Republik Indonesia membentuk Kecamatan dengan Camat sebagai
pemimpinnya. Maka diangkatlah karaeng Kajang sebagai Camat Kajang, Sedangkan
wakilnya adalah sulehatan.
Fungsi dan kewenang lembaga tersebut untuk menjaga keseimbangan dan
keselarasan hubungan antara manusia dan manusia, Manusia dengan lingkungan,
Manusia dengan Tu Rie’ A’ra’na. Lembaga sosial bagi masyarakat Adat Kajang adalah sebuah aturan pasang untuk menegakkan ketidak seimbangan dalam menjalani
kehidupan masyarakat.
Dalam struktur kelembagaan yang sudah diatur harus sejalan dengan pasang,
karena aturan tersebut sudah termaksud didalamnya. Menurut pasang pemimpin
tertinggi adalah Ammatoa kemudian dibawahnya terdapat beberapa pembantu untuk menjalani suatu lembaga.
10
a. Galla’ Pantama: statusnya sebagai kepala pemerintahan dalam struktural pemerintahan adat.
b. Galla’ Lombo’: Adalah sebagai mentri luar Negeri adat Kajang. Bertugas mengurusi daerah-daerah kawasan Ammatoa. Sekarang Galla Lombo’ sebagai Kepala Desa Tana Toa.
c. Galla’Anjuru: tugasnya adalah mengurus permasalahan nelayan. Dalam peta bahwa secara keseluruhan Tanah Adat Kajang berdekatan dengan laut, meskipun
banyak yang tergeser oleh orang yang tidak bertanggung jawab atas persoalan
tanah.
d. Galla’ Kajang: bertugas mendampingi Galla Pantama dalam mengendalikan pemerintahan Adat serta pesta Adat.
e. Galla’ Puto: adalah mentri penerangan, tugasnya sebagai juru bicaraAmmatoa. Adat Limayyapada mulanya dijabat oleh Putra-PutriAmmatoapertama. Setelah itu jabatan tersebut dipegang oleh keturunan mereka berdasarkan petunjuk pasang.
Sedangkan Karaeng Tallua salah satu perangkat Adat dalam struktur pemerintahan Adat Ammatoa, memiliki tiga personel yaitu:Karaeng Kajang, Karaeng Nilau , dan Karaeng Tambangan. Tugas yang dipercayakan oleh Karaeng Tallua yaitu mendampingiGalla Pantamapada setiap berkelangsungannya pesta upacara Adat.
Dalam perangkat adat Kajang ada yang disebutLompo Adatatau Adat Buttaya yang dipercayai untuk mengurusi bidan-bidan tertentu.
dan hukum serta persoalan kriminal. Galla’ Puto bertugas sebagai juru bicara AmmatoadanGalla’ Arjunasebagai bagian perlengkapan.
2. Bidan pelaksanayang terdiri dari tujuh anggota masing-masing: a. Guru bertugas sebagai membaca doa dan mantra-mantra.
b. Kadahangngabertugas dalam bidan pertanian.
c. Lompo Karaeng bertugas membentuk Adat Limayya Ritana Lohea dalam pelaksanaan pesta upacara Adat.
d. Sanro Kajangbertugas untuk menjaga dan memelihara kesehatan masyarakat. e. Anrong gurubertugas dalam urusan pertahanan dan keamanan masyarakat f. Lompo Adatbertugas mendampingi pesta upacara Adat.
g. Galla’ Malelengbertugas dalam urusan perbelanjaan dan keuangan.
3. Bidan Akkeke Butta.Dalam bidan ini terdapat lima anggota dengan tugas pokok yaitu memelihara dan menjaga serta memperbaiki saluran air dan pengairan.
Sesuai dengan namanya Akkeke yang berarti penggalian tanah anggotanya adalah: Galla’ Ganta, Galla’ Sangkala, Galla’ Sapo, Galla’ Bantalang, dan Galla’ Batu Pajjara.
Selain itu ada yang disebutAda’Pattambai Cidong,anggotanya ini terdiri dari orang-orang ahli dalam propesinya yaitu:
a. Loha Kareangyaitu mantan kepala distrik atau mantanKaraeng Kajang b. Loha Ada’yaitu mantang galarang (mantan Kepala Desa)
c. Pattola Karaeng,keluarga dekat pejabat pemerintah yang sedang memerintah d. Pattola Ada’ yaitu keluarga dekat pemangku adat atau pemimpin adat
12
f. Panreta yaitu orang yang memiliki keahlian dan keterampilan khusus, seperti tukang kayu, pandai besi dan sebagainya
g. Puakkang, yaitu ketua kelompok nelayan yang memiliki perkumpulan nelayan h. Uragi, yaitu pertukangan ahli kayu, dalam keahlian adalah pertukangan untuk
membuat rumah.5
D. Tujuan dan Kegunaan 1. Tujuan Penelitian
Dengan rumusan masalah tersebut maka dapat ditetapkan tujuan penulisannya
sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui dan memahami penyesuaian antara Integrasi Islam dan
panggadakkang di KajangAmmatoa.
b. Untuk mengetahui bagaimana Sistem Pemerintahan Adat KajangAmmatoa.
c. Untuk mengetahui mengapa Sistem pemerintahan Adat Kajang masih bertahan
sampai saat ini.
2. Kegunaan penelitian
Adapun kegunaan penelitian dalam penulisan Skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Kegunaan Ilmiah
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan terkhusus pada
bidang ilmu pengetahuan sejarah dan kebudayaan Islam. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat bermaanfaat untuk penelitian kedepannya yang dapat menjadi salah
satu sumber referensi dalam mengkaji suatu budaya khususnya Panggadakkang dan Sistem Pemerintahan Adat Kajang yang lebih mendalam dan untuk kepentingan ilmiah lainnya.
b. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi para budayawan dan masyarakat
umum untuk senantiasa menjaga dan melestarikan kebudayaannya yang sesuai
dengan ajaran Agama Islam. Terkhusus bagi pemerintah setempat agar memberikan
perhatiannya pada aspek-aspek tertentu demi perkembangan Budaya masyarakat
sebagai kearifan lokal.
E. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan usaha untuk menemukan tulisan atau tahap
pengumpulan sumber-sumber yang berkaitan dengan objek atau permasalahan yang
akan dikaji. Dalam penulisan penelitian ini, Penulis menggunakan literatur yang
dianggap berkaitan dengan judul skripsi yang akan ditulis sebagai acuan. Adapun
literatur yang dianggap berkaitan dengan objek penelitian ini diantaranya :
1. Asriani mengangkat judul Skripsi yaitu “Perspektif Islam Terhadap Konsep Ajaran Patuntung di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba”. Penelitian ini
berisi masalah pokok yang menjadi pembahasan yaitu ritual-ritual apa saja yang
dipraktekkan oleh masyarakat Adat Kajang dan bagaimana persfektif Islam
dalam melihat ajaran Patuntung yang dipraktekkan oleh masyarakat Kajang dalam kehidupan sehari-hari. Dalam tulisan ini Asriani menganalisis mengenai
ajaran Patungtung yang tidak sesuai dengan ajaran Islam terkait pelaksanaan rukun Islam dalam bagian ini terdapat dua rukun Islam yang penerapannya di
masyarakat adat Kajang tidak sesuai dengan konsep Ajaran Islam yang berlaku,
yaitu : shalat dan haji, (Skripsi 2012). Penelitian ini sangat membantu dalam
penelitian saya karena penelitian ini mengkaji tentang nilai-nilai yang
14
2. Abd. Gappar Lureng dengan judul Skripsi “Pasang ri Kajang :Suatu
Pendekatan Antropologi”. Pasang ri Kajang merupakan podoman hidup
masyarakat Ammatoa yang terdiri darikumpulan amanat leluhur. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pasang ri Kajang dianggap sakral oleh masyarakat Ammatoa, yang bila tidak diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari akan berdampak buruk bagi kehidupan kolektif orangAmmatoa. Dampak buruk yang dimaksud adalah rusaknya keseimbangan ekologis dan kacaunya sistem
sosial.Begitulah keyakinan Ammatoa, (Skripsi 2013). Penelitian ini sangat membantu dalam penelitian saya karna penelitian ini mengkaji tentang
Nilai-Nilai Leluhur dan MaknaPasang ri Kajang.
3. Nurdiansyah dengan judul Skripsi “Pemilihan dan Peranan Kepala Adat (Ammatoa) Dalam Masyarakat Hukum Adat Kajang Dalam”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemilihan Kepala Adat (Ammatoa) dalam masyarakat hukum Adat Kajang dalam berbeda dengan pemilihan Kepala Adat pada
umumnya yang mayoritas dipilih berdasarkan musyawarah mufakat dengan
masyarakat hukum Adat Kajang dengan percaya bahwa Ammatoaadalah wakil Tuhan di dunia ini yang dikehendaki oleh yang maha kuasa (Tu Rie’ A’ra’na), punya keistimewaan yang bisa berhubungan langsung dengan (Tu Rie’A’ra’na). Jadi hanya orang pilihan yang bisa menjadi orangAmmatoa.
Peranan kepala Adat (Ammatoa)dalam masyarakat hukum Adat Kajang dalam didasarkan atas Pasang. Adapun peranan Ammatoa : 1. Sebagai pimpinan tertinggi dalam pemerintahan Adat., 2. Sebagai kepala adat yang
berperang dalam menyelesaikan pelanggaran Adat., 5. Sebagai Kepala Adat
yang memimpin upacara Adat dan keagamaan (Skripsi 2014). Penelitian ini
sejalan dengan penelitian saya akan tetapi penelitian saya belum pernah dikaji
oleh orang lain.
4. Heryati dengan judul Skripsi “Konsep Islam Dalam Pasang ri Kajang Sebagai Suatu Kearifan Lokal Tradisional Dalam Sistem Bermukim Pada Komunitas Ammatoa Kajang”. Komunitas Ammatoa Kajang yang bermukim pada Kawasan Adat Desa Tanah Towa Kabupaten Bulukumba menurut data statistik
seluruhnya beragama Islam. Namun demikian mereka sangat menjujung tinggi
hukum adat yang oleh masyarakat Ammatoa dikenal dengan nama Pasang ri Kajang (hukum aturan Adat di Kajang). Begitu taatnya Komunitas ini pada Pasang, yang diimplikasikan langsung dalam konsep hidup dan sistem bermukim, sehingga dapat dikatakan bahwa Pasang ri Kajang ini adalah sebuah produk kearifan lokal yang dihasilkan oleh masyarakat tradisional
Kajang berupa hukum Adat, yang bersumber pada keyakinan, telah diwariskan dari generasi ke generasi. Kearifan lokal ini diyakini dapat menciptakan
keselarasan, keserasian, keseimbangan dan kelestarian antara manusia,
lingkungan permukiman, lingkungan alam, dan Sang pencipta yang mereka
sebut Tu Rie’ A’ra’na. Jika tradisi dan hukum adat ini dilanggar, maka akan merusak keseimbangan sistem kehidupan di lingkungan Kawasan Adat,
sehingga Ammatoa sebagai ketua Adat akan memberikan sangsi kepada setiap orang yang melakukan pelanggaran tersebut. Penelitian ini mencoba
16
adat tersebut dengan konsep Islam dalam pengelolaan hutan dan sistem
bermukim diKawasan Ammatoa Kajang. Konsep Islam yang dipaparkan hanya sekedar pembanding untuk melihat kesamaan nilai-nilai dasar yang terdapat
dalamPasang ri Kajang, dan bagaimana nilai-nilai dasar itu berpengaruh dalam sistem bermukim (Skripsi 2011). Penelitian ini mempunyai arti penting dalam
penelitian saya yang berjudul Integrasi Islam dan Pangadakkang pada Sistem
Pemerintahan Adat KajangAmmatoa.
5. Dedy Syaputra dengan judul skripsi “Sistem Pemerintahan Adat Suku Kajang Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan Dalam Persfektif Fiqih Siyasah”. Masyarakat Adat suku Kajang pada saat pemerintahan orde baru mengalami
benturan-benturan politik yang mengarah kepada kekecewaan suku Adat
Kajang terhadap pemerintah, Terlihat fenomena penyamaan terhadap ideologi
kepercayaan, Keyakinan dan sebagainnya. Ketidak konsisten ini, Masyarakat
Adat Indonesia belum mampu berdiri seutuhnya di Indonesia karna identitas,
simbolis, struktur pemerintahan Adat, sistem peribadatan, Masih dianggap tabu
terhadap pemerintah. Menurut peneliti belum mampu mengakomodir
keinginan-keinginan masyarakat Adat, Praktek dilapangan sering terjadi
benturan antara keinginan pemerintahan daerah (formal) dan masyarakat Adat
(non formal).
Penelitian ini mencoba melihat dari sudut pandang dari politik Islam
tentang perkembangan masyarakat adat dalam sebuah ketatanegaraan Islam.
Bagaimana konsep Islam untuk menjaga keutuhan sebuah Negara dalam
masyarakat yang multidimensi cultural, Dengan perspektif Islam. Islam adalah
berkembang dengan berbagai macam perspektif dan metodologi, dalam hal
dengan menggunakan kualitatif dengan tipe deskriftif analitik yaitu penelitian
yang bertujuan memperoleh gambaran yang benar mengenai fenomena Sistem
Pemerintahan Adat Suku Kajang Dalam Persfektif Fiqih Siyasah, (Skripsi
2009). Penelitian ini sangat berarti dalam penelitian saya karena penelitian ini
mengkaji tentang apa yang saya ingin kaji, namun penelitian ini terkhusus pada
18 BAB II
TINJAUAN TEORITIS A. Sejarah Masyarakat AdatAmmatoaDi Kajang
Masyarakat Kajang pada mulanya terdiri atas beberapa kepala kaum. Mitos
raja atau Karaeng (pemerintahan) selalu dikaitkan dengan Tau Manurung (orang yang turun ke Bumi dan menjadi pemula lapisan keturunan Bangsawan). Manusia
pertama di Kajang adalah diturunkan dari kayangan atas kehendak Turie’ A’Ra’na (Tuhan Yang Maha Esa) dan itulah disebut dengan Tomanurung dan menjadi Ammatoa1 (Ammatoa Mariolo)ada beberapa mitos tentang manusia pertama yaitu :
1. Mitos pertama menyebutkan Turie’A’Ra’na memerintahkan kepada Batara Guru untuk melihat keadaan Bumi, setelah kembali melaporkan bahwa perlu ada
manusia di atas Bumi, atas kehendak Turie’A’Ra’na maka diturunkanlah Tomanurung ke Bumi dengan mengendarai seekor burung berkepala dua yang disebutKoajang, inilah yang menjadi asal mulanya nama Kajang.
2. Mitos kedua menyebutkan bahwa Tomanurung diturunkan ke Bumi adalah Batara Guru dari kerajaan Pertiwi, lahirlah tiga orang yaitu Batara Lattu, Sawerigading, danYabeng. mitos ini menyebutkan bahwaSawerigading (keluar dari ruas bambu) yang versinya bermula dari Batara Guru yang beranak kembar yakni Sawerigading(laki-laki) danYabeng ri Bobing Langi’(perempuan).
manusia pertama yang diturunkan di permukaan Bumi ini adalah Nabi Adam yang
kemudian melahirkan manusia secara berpasang-pasangan sampai akhirnya manusia
berkembang menjadi banyak dan melakukan pola hidup dan kehidupan.
3. Mitos ketiga menyebutkan Kajang berasal dari kata Kajang Bulaeng (atap perahu emas) yang dibawa oleh Datuk Manila dari luwu. Datuk manila kemudian
dinikahi oleh Galla PutodenganSunrang(mas kawin) berupa Tanah. Tanah tersebut terletak di daerah Gallarang Puto, disebelah timur Maccini di pesisir timur Desa Possi Tanah. Makam puteri (Datuk Manila) tersebut masih dapat ditemukan di Desa
Possi Tanah.
4. Mitos keempat menyebutkan Ammatoa sebagai manusia pertama dikisahkan sebagai Tau Marioloatau orang yang pertama turun di Tanah mula-mula yaitu Desa Tanah Towa sekarang.Tau marioloini dibawa oleh seekor burung besar pada sebuah puncak bukti yang terbentuk seperti tempurung atau Tombolo’. Bukti ini dikelilingi oleh air dan pada bukti tersebut hidup seekor burung besar yang disebut Koajang. BurungKoajangmerupakan sumber penamaan Kajang untuk wilayah tersebut.1
5. Mitos kelima menyebutkan bahwa komunitas Adat Kajang pada awalnya
adalah seorang laki-laki yang bernama Puang Pattamparang Daeng Maloang, nama sesungguhnya adalah Puang Adam atau bisa juga disebut Tau Ala’ Lembang Lohe. Puang Tamparang diberikan sebagai nama julukan karena ia sering ke laut menangkap ikan, ia biasa juga disebut Puang Bongki. Puang Tamparang memperistrikan Puang Binanga yang disebut Batara Daeng ri Langi’, Anak dari Puang Latte Biringna Langi’.Namun mereka tidak mempunyai anak dari perkawinan
1M. Asar Said Mahbub,Dialektika Pengetahuan Lokal dan Non Lokal (Studi Kasus
20
tersebut, Kemudian dari hasil tangkapan dilaut secara tidak sengaja Puang Tamparang mendapat bambu besar (Bulo Pattung), Muncullah Puteri cantik yang kemudian dinikahinya dan melahirkan beberapa orang anak yaitu:
Anak pertama, seorang anak laki-laki yang diberi nama Tau Salapa Lilana (Orang yang bercabang lidahnya). Inilah yang menjadi silsilah Karaeng Kajang atau
Karaeng Ilau Ri Possi Tanah. Keturunan dari Tau Salapa Lilana inilah yang kemudian memiliki kemampuan melahirkan dan menurunkan pesan-pesan secara
lisan yang disebut Pasang ri Kajang. Daerah kekuasaanya adalah Tambangan, Anjuru, Pantama, Lombo, dan Lolisang.
Setahun kemudian lahirlah anak kedua yang bernama Tau Kale Bojo yang memiliki badan seperti buah labu. Keturunan dari Tau Kale Bojo inilah yang kemudian menjadi pemula silsilahKaraeng Lembangdi Desa Lembannna sekarang.
Anak ketiga mereka bernama Tau Tentaya Matanna (bermata juling). Keturunan dari Tau Tentaya Matanna inilah yang menjadi cikal bakal silsilah Karaeng Laikang. Selanjutnya anak ke empat lahir diberi namaCa’di Simbolengatau yang kecil sanggulnya. melahirkan 9 orang anak yang kemudian disebut Bate Tasapang Ri Gowa, yaitu jabatan dalam Kerajaan Gowa yang dijabat oleh ke sembilang orang tersebut.
1. Masa Sebelum Ada IstilahAmmatoa
Manusia pertama (Uru Tau) turun di Tombolo dan hutan ini dianggap Suci,
karena dianggap suci oleh Komunitas Adat Kajang sebagai mereka yang beragama
Sallang (sama dengan kota suci umat Islam). Menurut Kahar Muslim Komunitas Adat Kajang menganggap segala sesuatu itu berpasang kecuali Zat yang Maha
disebut Cappa’na Tananyya atau ujung Tanah, atau puncak negeri, sedangkan pangkal negeri atau Poko’na Tanayya adalah di Tanah Towa. Akan tetapi dalam Islam yang pahami oleh masyarakat luas manusia pertama (Uru Tau) adalah Nabi Adam yang membawa beberapa pengikut. pengikut ini ada yang di turunkan di Butta
Towa, ada yang Manurunga di Gowa dan ada Manurunga di Luwu dan juga ada yang
Manurung di sebelah barat yang menjadi nenek moyang orang kulit putih. keempat
orang yang Manurung ini berasal dari Hutan Tombolo. Beberapa waktu kemudian, Uru TaukemudianSajang(menghilang) dan digantikan oleh 5 orang Nabi yang tidak dijelaskan siapa mereka. Selanjutnya ke 5 Nabi ini digantikan olehSanro yaituSanro Lohea (Pada Tinaya). Sanro Lohea ini di tugaskan untuk menegakkan aturan-aturan yang di buat oleh Uru Tau seperti larangan memakai baju warna merah, memakai perhiasan emas dan sebagainya.Sanro Loheamengikutkan 3 orangBohe Sanro.Bohe Sanro dipercaya mempelajari Agama Islam, Bohe Sanro pada waktu itu masih menganut kepercayaan Patuntung. Bohe Sanro mempunyai Dua orang anak laki-laki yaitu;
a. Bohe’ Sallang atau Bohe Tome’, nama ini diberikan pada saat Islam diterima. akan tetapi mereka tidak mengatakan Islam tetapi Agama Sallang. Bohe’ Tome’ mempunyai enam orang anak yaitu:Dolonjoberdiam di Balagana,Damangngaselang berdian di Balambina, Dakado Da Empa berdiam di Teteaka (Tambangan), Tanuntung berdiam di Benteng dan Dakato berdiam di Tuli-Tuli. Keenamnya biasa disebutTau Annanga.
b. Bohe’ Kato’, inilah Ammatoa yang pertama tinggal di Benteng yang juga biasa disebutBohe’Towadan dari sinilah dimulai rangkaianAmmatoa.2
22
2. Masa setelah ada istilah Ammatoa
Nama-nama Ammatoa yang pernah memimpin Komunitas Adat Kajang adalah; Bohe’ Kato (berdomisili di Benteng), Bohe’ Bilang (berdomisili di Teteaka Tambangan), Bohe’ Bangkeng Buhunga (berdomisili di Tombolo Bunja), Bohe’ Benteng (Berdomisili di Benteng Balambina), Bohe’ Tombolo (berdomisili di Tombolo), Bohe’ Bungko (berdomisili di Benteng, Balambina), selama memimpin Belanda tiba di Kajang, Bohe ri Buloa (berdomisili di Benteng), Bohe’ Tabo’ (berdomisili di Benteng), Bohe’ To Palli (berdomisili di Tombolo, Bunja), Bohe’ Sampo (berdomisili di Kampung Pangi), Puto Lapo’ (berdomisili di Benteng Balambina), Puto Sembang (berdomisili di Benteng, Balambina), Puto Cacong (berdomisili di Benteng, Balambina), Puto Nyonyo (berdomisili di Benteng, Balambina), Puto Palasa yang menjabat sekarang (berdomisili di Benteng, Balambina).
Agama Islam diterima secara resmi sebagai Agama Kerajaan Gowa Tallo
pada abad ke XVII. Untuk lebih mendalami Agama Islam, maka di utuslah beberapa
utusan berdasarkan Musyawarah dengan Ammatoa, Karaeng Tallua dan Ada’ Limayya.
Utusan pertama yakni Janggo’ Toa (Anak Ammatoa), dikirim ke Kerajaan Luwu untuk belajar Agama Islam. Pada masa itu Kajang di bawah Pengaruh Luwu.
Janggo’ Toabelajar dari Dato Patimang dan memperoleh Syahadat, Kallung Tedong, Nikah, Dangang (doa talking dalam kematian). Sedekah dan Khitan, sembahyang ,
Utusan kedua Janggo Tojarra (berasal dari Tanah Kasuayya) pada waktu beliau dikirim ke Wajo, Kajang masih di bawah pengaruh Kerajaan Wajo, ilmu yang
diperoleh adalah Rukun Islam.
Utusan ketiga Tu Assara Dg. Malipadikirim atas permintaan Kerajaan Gowa yang pada waktu Kerajaan Gowa itu di perintah Sultan Malikussaid ayah Sultan Hasanuddin. selama 3 tahun di Gowa Tu Assara Dg.Malipabelajar pada Guru besar (ulama besar) di Bontoala.3
Versi lain menyebutkan bahwa sebenarnya ketiga utusan di atas bukanlah
diutus belajar Islam tetapi mengantar ketiga Datuk penyebar Islam di Sulawesi
Selatan. (Datuk Ri Bandang, Datuk Ri Patimang dan Datuk Ri Tiro) sampai di Kajang. mereka mengadu kesaktian denganAmmatoadi bawah pohon Dande di dekat batu besar yang ada di dekat pohon tersebut. Dari adu kesaktian itu tidak ada yang
saling mengalahkan sehingga mereka menganggap bahwa adu kesaktian ini tidak
dapat dilanjutkan, tetapi mereka meminta ruang untuk dapat menyebarkan ajaran
Agama Islam. Ammatoa kemudian memberikan jalan bagi mereka. Datuk Ri Tiro karena kesaktiannya yang menguasai ilmu kebatinan di harapkan tinggal di Kajang,
sementara Datuk Ri Patimang yang menguasai ilmu tata pemerintahan dikirim ke Luwu sedangkan Datuk Ri Bandang di kirim ke Gowa karena menguasai ilmu berdiplomasi
Ketiga pengantar utusan Ammatoa di atas tersebut kemudian mengawal mereka menuju ke tempat tujuan, bukan mereka yang mendatangi negeri-negeri
tersebut untuk belajar penuturan Kahar Muslim ini di dasarkan pada penuturan
Ammatoa Puto Cacong pada saat Ammatoa masih hidup. alasan di sembunyikannya
24
informasi tersebut di dasarkan pada kebiasaan adat yang selalu merendahkan diri dan
memakai bahasa simbolik untuk mengungkapakan sesuatu. biarlah mereka yang tahu,
jangan kita mengumbar informasi kepada mereka, demikian sikap Ammatoa pada waktu itu.
Ajaran Agama Islam yang di pelajari oleh Janggo To Jarra dan Tu Assara Dg.Malipa ditolak olehAmmatoadan hanya bisa disebarkan di luar Embayya. Hanya ajaranJanggo Toayang diterima dan mereka pun bertindak sebagai penghulu Agama atau keali.
Keseluruhan dari hasil pembelajaran anak Ammatoa ini kemudian dimanifestasikan dalam Pasang ri Kajang sebagai Appa’ Pa’gentunna Tanayya na Pattungkulu’na Langi’a (empat penggantung bumi dan penopang langit). Yaitu
Karaeng, Ada’, Sanro dan Guru sebagaimana bunyi pasang :
Lambusu’nu ji nukaraeng, Gattangnuji nu ada’, Sa’bara’nu ji nu guru , Appisonanuji nu sanro.
Artinya: karena kejujuramulah engkau menjadi karaeng, karena ketegasanmu engkau menjadi adat, karena kesabaranmu engkau menjadi guru, dan karena kepasrahanmulah engkau menjadi dukun.
Keempat filosopi dasar kehidupan Komunitas Adat Kajang ini merupakan
pegangan bagi siapapun yang lahir dan mengakhiri hidupnya di Kajang. sejak lahir
orang Kajang sudah dilengkapi adat di besarkan dan sampai matinya dalam keadaan
adat. Sejak mulai belajar anak-anak di Kajang sudah dididik mengenal, menghargai,
menjauhi dan melaksanakan perintah-perintah yang lahir dari ajaran Pasang ri
Kajang. Komunitas Adat Kajang sangat mendambakan kesuburan, menjunjung tinggi
Harmonisasi kehidupan masyarakat selalu di kaitkan dengan upacara-upacara,
kerena upacara merupakan simbol penyeimbang apabila terjadi ketidak haromonisan
dengan alam, ataupun wujud dari keseimbangan wujud dari kerja keras dan usaha
yang telah mereka lakukan dengan hasil panen yang memuaskan harus di bagi kepada
warga lain untuk mencapai keseimbangan, karena itulah diadakan upacara .
Hidup keupacaraan ini tidak hanya memerlukan waktu, tapi juga perhatian
sebab sesorang yang tidak menaruh perhatian sepenuhnya dapat berakibat buruk pada
diri, keluarga dan masyarakat lainnya. karena itu upacara selalu melibatkan banyak
pihak, tanggung jawab mereka kepada keselamatan negeri di atas segalanaya, serta
tokoh-tokoh masyarakat selalu hadir pada setiap upacara terlebih bila ada upara Adat
seperti upacara pelantikan para pemangku Adat baik Adat Tana (Wilayah Ilalang Embayya) maupun adat Pamarentayya (Wilayah Ipantarang Embayya) Ammatoa melaksanakan tugasnya sehari-hari di bantu oleh beberapa pemangku adat yang
disebutAda’ Lima Karaeng Tallua.4 B. Integrasi Islam Dan Panggadakkang
Integrasi berasal dari bahasa inggris "integration" yang berarti kesempurnaan
atau keseluruhan. integrasi dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara
unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan
pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasian fungsi.
Definisi lain mengenai integrasi adalah suatu keadaan di mana
kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan
4M. Asar Said Mahbub,Dialektika Pengetahuan Lokal dan Non Lokal (Studi Kasus
26
mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka
masing-masing.
Penataan masyarakat dalam kerajaan-kerajaan lokal Sulawasi-Selatan
mengalami masa kemarakan dalam abad-abad ini. Sejak kedatangan To-Manurung sebagai konsepsi kekuasaan yang membangun negeri-negeri menjadi
kerajaan-kerajaan yang lebih luas teritorialnya, dan semakin banyak pula petugas
penyelenggara kekuasaan atas rakyat yang semakin banyak pula jumlahnya,
memerlukan penataan masyarakat lebih baik pula.
Panggadereng (Bugis) atau Panggadakkang (Makassar), untuk selanjutnya kita pakai istilah Panggadakkang merupakan konsep dasar dalam penataan masyarakat Sulawesi Selatan dalam kerajaan-kerajaan lokal masing-masing.
Seseorang memahami Panggadakkang, sama dengan aturan-aturan adat dan sistem norma saja. Panggadakkang, meliputi aspek-aspek norma dan aturan-aturan adat, yaitu hal hal yang ideal yang mengandung nilai-nilai, norma-norma, dan juga
meliputi hal hal yang menyangkut perilaku seseorang dalam kegiatan sosial, bukan
saja merasa “Wajib” melakukannya, melainkan lebih dari pada itu, ialah adanya semacam kesadaran yang amat mendalam, bahwa seseorang itu adalah bagian
Intergral dari Panggadakkang. Panggadakkang adalah bagian dari diri dan hayatnya sendiri dalam perlibatan keseluruhan makna keseluruhan berpikir, merasa dan
berkemauan yang terjelma dan kelakuan dan hasil melakukannya. Itulah yang dapat
di sebut“Penghayatan dan pengalaman Panggadakkang seutuhnya”.
Panggadakkang, dengan demikian adalah akulturasi seseorang (Individu) Memanusiakan diri dan realisasi perwujudan masyarakat membangun interaksi
Panggadakkang itulah wujud kebudayaan orang Sulawesi-Selatan Manusia sebagai individu (orang seseorang) sebagai bagian dari Panggadakkangnya itu, pendukung Kebudayaannya,ia terjelmah menjadi pribadi Siri’ia pun bermartarbat dan berharkat dan memikul tanggung-jawab untuk mempertanggung jawabkannya, dengan segala
apa yang ada padanya. DenganSiri’ itu seseorang membawa diri berinteraksi dengan sesamanya. Dalam interaksi dengan kebersamanya itu terjelma kata Passé atau Pacce, (selanjunya kita pake kataPaccedengan alasan teknis semata-mata). Ia adalah satu sikap yang setara dengan Siri’ dalam memelihara kebersamaan atau solidaritas antar pribadiSiri’dalam kesadaran sikap kolegial.
Siri’ dan Pacce menyatu dalam kesadaran makna dan kualitas dari apa yang disebut manusia (tau) yang hanya mungkin mengaktualisasi dirinya karena adanya
manusia lain. Kesadaran itu di sebutSipakatau. Itulah makna sesungguhnyan dari apa yang kita pahami dengan istilah Peradaban, Adab dan manusia yang berperilaku kesopanan, Budi pekerti dan berahlak mulia. Semua itu terpatri dalamPangadakkang, sebagai wujud kebudayaan dan membangunnya dengan ahlak dan budi pekerti yang
mulia, yaitu, Sipakatau sebagai wujud peradaban orang Sulawesi-Selatan. Dalam konsepsi Sipakatau tertanam makna, Nilai dan segala sesuatu yang bersipat kepatuhan, Norma-Norma kualitatif yang amat di junjung tinggi. Di dalamnya itu
Siri’ dan Pacce berada bersama dengan Nilai-nilai Normatif tentang kepatuhan lainnya yang amat di hargai dan bersipat abstrak tetapi ia menyangkut segala perilaku
nyata seseorang atau sekolompok orang yang berinterasksi dalam masyrakat.
28
dipandang berkedudukan ‘lebih tua” oleh Negeri-Negeri atau Kerajaan-Kerajaan yang lain dalam kalangan orang Bugis, Makassar, Toraja dan Mandar.
Seperti telah di sebutkan pada bagian terdahulu, bahwa Panggadakkan itu memiliki Lima unsur Materila yaitu:
a. Ade’ adalah sistem norma dan aturan-aturan dalam kehidupan masyarakat Sulawesi-Selatan, di sebut Ade’. Ade’ merupakan salah satu unsur Panggadakkang, yang mendinamisasi kehidupan masyarakat, karena meliputi segala keharusan tingkah laku dalam semua kegiatan kehidupan bermasyarakat. Itu
berarti Ade’ merupakan tata tertib yang bersipat normatif memberi pedoman kepada sikap hidup dalam menghadapi, menanggapi, dan menciptakan hidup
kebudayaan, baik ideolgis, mental spiritual, maupun fisik.
b. Bicara,adalah unsur atau bagian dari Panggadakkangyang bertalian untuk segala kegiatan dan konsep-konsep yang bersangkut-paut dengan masalah peradilan. Dia
dapat di artikan sebagai hukum acara, menentukan prosedur, hak dan kewajiban
seseorang untuk mengajukan kasusnya kepada pengadilan atau mengajukan
penggugatan.
c. Rapang adalah unsur atau bagian dari Panggadakkan yang berarti contoh, perumpamaan, khias atau analog. Sebagai unsur atau bagian dari Panggadakkang, makaRapangbertugas menjaga kepastian dan kesinambungan dari satu keputusan hukum tak tertulis dari masa lampau sampai sekarang, dengan kasus yang sedang
berlangsung. Rapang juga berwujud sebagai perumpamaan-perumpamaan yang menganjurkan kelakuan ideal dan etika dalam lapangan hidup yang tertentu,
seperti kekerabatan berpolitik, pemerintahan Negara dan lain-lain kegiatan hidup.
bersifat gangguan terhadap hak milik, serta ancaman terhadap keamanan norma
masyarakat.
d. Wari’ adalah unsur atau bagian dari Panggadakkang yang menata klasifikasi dari segala benda, peristiwa dan segenap aktifitas dalam kehidupan bermasyarakat.
Misalnya, untuk memelihara tata susunan dan tata penempatan hal-hal dan
benda-benda dalam kehidupan masyarakat, untuk memeliharan hubungan kekerabatan
antara Raja dengan Raja-Raja dari Negeri lain, sehingga dapat di tentukan
(Protokoler) mana yang tua dan mana yang mudah dalam tata upacara ke Negaraan
atau upacara kebesaran lainnya.
e. Sara’ adalah unsur dari bagian Panggadakkang yang di tetapkan setelah Islam di terima sebagai Agama resmi dalam kerajaan. Secara mendasar Hukum Syariat
Islam itu di integrasikan kedalam Panggadakkang, dan memberi warna yang tegas terhadap keesahan ALLAH SWT.
Sebelum Sara’di tetapkan dalam unsur Panggadakkang, masalah Religi atau kepercayaan keagamaan masyarakat Sulawesi-Selatan, telah menempati peranan yang
amat penting yang melihatnya menjiwai segenap unsurPanggadakkangitu. Sama Pra Islam Sulawesi-Selatan, seperti yang tampak dalam Mitologi I La GALIGO, telah menganut suatu kepercayaan kepada adanya suatu Dewa yang tunggal yang di sebut
dengan berbagai Nama seperti:Patotoe,(Ia menentukan Nasib);Dewatasseuae(Dewa yang Tunggal), tetapi ada juga yang menerjemahkan sesuai dengan bunyi bahasa
bugis “Dbatasseuae” yang berarti tak berwujud yang tunggal. Maka ketika Islam menjadi Agama resmi dan di anut oleh banyak orang Sulawesi-Selatan, pada
30
penduduk yang telah percaya kepada Dewa yang Tunggal dalam kepercayaan yang
lama itu.
Pola-Pola umum keterlibatan masyarakat Sulawesi-Selatan sepanjang waktu
kurang lebih dua abad (XV-XVI) dengan dasar Panggadareng yang sama unsur-unsurnya, serta di bangun oleh Konsep Siri’ dan Pacce yang berakar dari etika kehidupan Sipakatau, menjadi model ideologis pembinaan masyarakat Sulawesi-Selatan.
Bermodalkan Panggadakkang, pemerintah kerajaan-kerajaan bergiat mencapai keunggulan masing-masing. Lambat laung terjadilah persaingan untuk
merebut keunggulan (Hegemonie) di antara mereka. Persentuhan karena perbedaan pendapat dan kebijaksanaan dan menyelut pertikaian yang berakibat perang antara
kerajaan-kerajaan.5
C. Sistem Pemerintahan Adat KajangAmmatoa
Melalui Pasang, masyarakat hukum Adat Ammatoa Kajang menghayati bahwa keberadaan mereka merupakan komponen dari suatu sistem yang terkait
secara sistemik dengan Turie’ A’Ra’na, Pasang Ammatoa (leluhur pertama), dan tanah yang telah diberikan oleh Turie’ A’Ra’na kepada leluhur mereka. Bagi masyarakat Kajang, merawat hutan merupakan bagian dari ajaran Pasang, karena hutan merupakan bagian dari tanah yang diberikan oleh Turi‟e A‟Ra‟na kepada
leluhur suku Kajang. Mereka meyakini bahwa di dalam Hutan terdapat kekuatan
Ghaib yang dapat mensejahterahkan dan sekaligus mendatangkan bencana ketika
hutan tersebut tidak dijaga kelestariannya.
Kekuatan tersebut menurut mereka berasal dari arwah leluhur masyarakat
Kajang yang senantiasa menjaga kelestarian Hutan agar terbebas dari niat-niat jahat
manusia. Jika ada orang yang berani merusak kawasan hutan, misalnya menebang
pohon dan membunuh hewan yang ada di dalamnya, maka arwah para leluhur
tersebut akan menurunkan bencana. bencana tersebut dapat berupa penyakit yang
diderita oleh orang yang bersangkutan, atau juga mengakibatkan berhentinya air yang
mengalir di lingkungan Tanah Towa.
Pada perkembangan, masyarakat hukum Adat Ammatoa Kajang tersisihkan ketika berhadapan dengan program pembangunan pemerintah. Seringkali dengan
alasan demi kepentingan umum, hak-hak mereka dikorbankan pemerintah. Sejak
pemerintahan orde baru berbagai UU dan peraturan dibuat guna membatasi
keberadaan masyarakat hukum Adat. Dengan status kawasan yang ditetapkan oleh
Pemerintah tersebut secara otomatis akan berbenturan dengan pengurusan Kawasan
hutan yang dilakukan oleh Masyarakat hukum Adat Ammatoa Kajang dan sudah berlangsung secara turun-temurun bahkan sebelum Negara Kesatuan Republik
Indonesia terbentuk, dimana sudah ada kearifan-kearifan lokal masyarakat Adat
Kajang.6
Masyarakat Hukum Adat Ammatoa disamping memiliki Pasang ri Kajang juga memiliki Struktur lembaga Adat Ammatoa yang dikenal sebagai Appa' Pa'gentunna Tanaya na Pa'tungkulu'na Langi' (empat penggantung Bumi dan penopang Langit) yaitu : 1) Ada' yang harus tegas (gattang, 2) Karaeng yang harus
32
menegakkan kejujuran (lambusu) 3) Sanro (dukun) yang harus pasrah (apisona),4) Guru yang harus sabarsa'bara).
Adapun struktur kelembagaan adat Ammatoa menurut Ibrahim, dapat dilihat pada Gambar berikut :
Struktur Pemerintahan Adat Kajang Ammatoa
33 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan dan menyimpulkan data
informasi penelitian adalah penelitian lapangan atau field researct yaitu penulis melakukan penelitian secara langsung dengan objek yang diteliti dalam penelitian.
Jenis penelitian ini adalah deskriftif-kuantitatif, yakni penelitian yang di maksudkan
untuk memenuhi fenomena atau peristiwa mengenai budaya yang dilakukan oleh
subyek penelitian menghasilkan data deskripsi berupa informasi lisan dari beberapa
orang yang dianggap lebih tahu, dan perilaku serta objek yang diamati.
Secara teoritas penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dimaksudkan
untuk mengumpulkan data-data valid ataupun informasi mengenai suatu fenomena
yang terjadi yaitu mengenai kejadian peristwa yang terjadi secara alamiah.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Tanah Towa, Kecamatan Kajang Kabupaten
Bulukumba. Dimana yang menjadi alasan penulis memilih lokasi penelitian ini
karena di Desa Tanah Towa terdapat pemukiman Adat, budaya lokal yang masih
dipertahankan sampai saat ini.
Adapun pertimbangan dipilihnya lokasi tersebut karena penulis ingin
mengetahui dan mengkaji Sistem pemerintahan Adat Kajang, Penulis juga ingin
34
B. Pendekatan penelitian
Ada beberapa pendekatan yang dilakukan oleh peneliti dan sebagai penelitian
ini, yaitu :
1. Pendekatan Sejarah
Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak untuk mengetahui keadaan yang
berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Pendekatan ini dimaksudkan untuk
mengetahui fenomena yang telah terjadi dalam “Integrasi Islam Dalam Panggadakkang pada Sistem Pemerintahan adat Kajang Ammatoa”.
2. Pendekatan Sosiologi
Metode pendekatan ini berupaya memahami bagaimana “Integrasi Islam Dalam Panggadakkan Pada Sistem Pemerintahan Adat Kajang Ammatoa”.Sosiologi adalah salah satu ilmu yang obyek penelitiannya adalah manusia. Dalam ”Integrasi
Islam Dalam Panggadakkang pada Sistem Pemerintahan Adat Kajang Ammatoa”. terjadi interaksi antara masyarakatAmmatoadengan masyarakat luar yang budayanya berbeda yang dimiliki.
3. Pendekatan Antropologi
Antropologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang manusia dan
kebudayaannya. Dalam hal ini pendekatan antropologi berusaha mencapai pengertian
tentang makhluk Manusia yang mempelajari keragaman budayanya, masyarakat
C. Data dan Sumber Data
Dalam menemukan sumber data untuk penelitian didasarkan kepada
kemampuan dan kecakapan peneliti dalam berusaha mengungkap suatu peristiwa
subjektif mungkin dan menetapkan informasi yang sesuai dengan syarat ketentuan
sehingga data yang dibutuhkan peneliti benar-benar sesuai dan alamiah dengan fakta
yang konkrit.
Untuk menghimpung data yang diperlukan, penulis melakukan penelitian dari
dua sumber yaitu;
1. Data primer
Data primer adalah data yang diporoleh langsung dari sumber-sumber yang
diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. Sedangkan menurut Burhan Bungin
sumber data primer adalah sumber data pertama dimana sebuah data dihasilkan
.Dalam penelitian ini, sumber data primer adalah langsung dari lokasi penelitian yaitu
tokoh-tokoh pemangku Adat-istiadat di Desa Tanah Towa.
2. Data sekunder.
Data sekunder adalah data diperoleh atau dikumpulkan dari orang yang
melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Adapun pokok
pembahasan dalam penelitian ini dan mengumpulkan dekumentasi yang terkait
dengan penelitian ini.
Penentuan sumber dalam penelitian ini didasarkan pada usaha peneliti dalam
mengungkap peristiwa subjektif mungkin sehingga penentuan informasi sebagai
sumber utama menggali data adalah memiliki kompetensi pengetahuan dan
pemahaman yang mendalam tentang Integrasi Islam Dalam Panggadakkang Pada
36
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang dimaksud adalah peneliti dan menggunakan alat
bantu yang dipakai dalam melaksanakan penelitian yang disesuaikan dengan metode
yang diinginkan. Adapun alat bantu yang akan penulis gunakan antara lain:
1. Pedoman wawancara, yaitu peneliti membuat petunjuk wawancara untuk
memudahkan peneliti dalam berdialog dan mendapat data tentang bagaimana Konsep
Integrasi Islam Dalam Panggadakkang di Desa Tanah Towa Kecematan Kajang
Kabupaten Bulukumba yaitu cara mengetahui sesuatu dengan melihat catatan-catatan,
arsip-arsip, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan informasi yang dibutuhkan
dalam penelitian.
2. Kamera handphone yakni alat yang akan penulis pergunakan untuk
melakukan dokumentasi sehingga informasi yang berbentuk catatan-catatan,
arsip-arsip, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan judul penelitian saya dalam
bentuk rekaman dan foto.
3. Perekam suara, yaitu alat yang akan penulis gunakan untuk merekam
percakapan saat melakukan wawancara sehingga informasi yang diberikan oleh
informan menjadi lebih akurat dan objektif. Dalam hal ini penulis akan
menggunakan handphone untuk merekam percakapan tersebut nantinya.
E. Metode Pengumpulan Data 1. Observasi
Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan
2. Wawancara
Tehnik wawancara dalam penelitian ini bersifat terstruktur karena penulis
telah menetapkan terlebih dahulu masalah dan pertanyaan yang akan diajukan.
Tehnik wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data tenteng pelaksanaan
Integrasi Islam Dalam Panggadakkang Pada Sistem Pemerintahan Adat Kajang
Ammatoa.
3. Dokumentasi
Metode dekumentasi digunakan peneliti sebagai sumber data yang dapat
dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk meramalkan. Dalam
menguji, menafsirkan dan meramalkan digunakan tehnik kajian isi (contentanalisis),
yaitu tehnik apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha
menemukan karakteristik pesan, dilakukan secara objektif dan sistematis.
4. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi instrument utama adalah peneliti sendiri
dengan mendapatkan data-data dari berbagai sumber, baik secara tertulis maupun
penjelasan orang-orang yang bersangkutan.
Dalam hal ini karena penulis menggunakan data kualitatif, yakni data yang
pada umumnya berbentuk kata-kata atau gambaran tentang sesuatu dinyatakan dalam
bentuk penjelasan dengan kata-kata atau tulisan.Adapun yang menjadi perhatian
disini adalah bagaimana menganalisis pertanyaan dalam bentuk penjelasan dengan
kata-kata ataupun tulisan.
Menganalisis data-data yang telah diperoleh, penulis menggunakan metode
berpikir yang menguraikan penelitian dan menggambarkan secara lengkap dalam
38
menguraikan data-data yang ada. Metode ini digunakan sebagai teknik untuk
mendeskripsikan tentang Pandangan Integrasi Islam terhadap Panggadakkang pada
masyarakat Kajang. Adapun tujuannya adalah untuk membuat deskripsi
(gambaran/lukisan) secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat-sifat mengenai fenomena yang diselidiki. Dengan demikian, analisis ini dilakukan
ketika peneliti berada dilapangan dengan cara mendiskripsikan segala data yang
didapat, lalu dianalisis sedemikian rupa secara sistematis, cermat dan akurat.
F. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pada prinsipnya metode analisis data adalah salah satu langkah yang ditempuh
oleh peneliti untuk menganalisis hasil temuan data yang telah dikumpulkan malalui
metode pengumpulan data yang telah ditetapkan. Dalam pengolahan data digunakan
metode-metode sebagai berikut:
1. Metode Induktif, yaitu bertitik tolak dari unsur-unsur yang bersifat khusus
kemudian mengambil kesimpulan yang bersifat umum.
2. Metode Deduktif, yaitu menganalisa data dari masalah yang bersifat umum
kemudian kesimpulan yang bersifat khusus.
3. Metode Komparatif, yaitu menganalisa dengan jalan membanding-bandingkan
data atau pendapat para ahli yang satu dengan yang lainnya kemudian menarik
kesimpulan.
Adapun langkah-langkah yang digunakan untuk analisis data yaitu tahap
reduksi data, klasifikasi data, tahap menyajikan data, dan tahap pengecekan
G. Metode Penulisan
Tahap ini adalah tahapan paling akhir dari seluruh rangkaian penulisan karya
ilmiah tersebut baik dalam bentuk historiografi yang merupakan proses penyusunan
fakta-fakta ilmiah dari berbagai sumber yang telah diseleksi sehingga menghasilkan
suatu bentuk penulisan sejarah yang bersifat kronologi atau memperhatikan urutan
40 BAB IV
HASIL PENELITIAN A. Gambaran umum lokasi penelitian
Kawasan AdatAmmatoa bertempat di Desa Tanah Towa, Kecamatan Kajang,
Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan yang berada sekitar 230 km dari
kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Teritorial masyarakat hukum Adat
Ammatoa Kajang terbagi dalam dua kelompok, Masyarakat Kawasan Luar dan
masyarakat Kawasan Dalam. Masyarakat Kawasan Dalam mendiami tujuh Dusun di
Desa Tanah Towa. Pusat kegiatan Komunitas masyarakat Adat Ammatoa Kajang
berada di Dusun Benteng yang ditandai dengan keberadaan rumah Ammatoa
kediaman pemimpin Adat masyarakat hukum AdatAmmatoaKajang.
Secara geografis masyarakat hukum Adat Ammatoa Kajang terbagi atas
Kawasan Dalam(Tanah Kekea)dan Kawasan Luar (Tanah Lohea). Masyarakat Adat
Kawasan Dalam tersebar di beberapa desa antara lain, Desa Tanah Towa,Bonto Baji,
Malleleng, Pattiroang, Batu Nilamung dan sebagian wilayah Desa Tambangan.
Kawasan Adat Ammatoa Kajang dibatasi secara alamiah, dengan empat
sungai, yaitu Sungai Tuli di bagian utara, Sungai Limba di bagian timur, Sungai
Sangkala di bagian selatan, dan Sungai Doro di bagian barat.
Khusus Desa Tanah Towa memiliki luas wilayah 5,25 kilometer persegi.
Ibukota Desa ini terletak di Dusun Balagana. Karena sebagian besar wilayah
Kecamatan Kajang merupakan Kawasan Adat sehingga secara umum sering
diidentikkan semua ini sebagai Kawasan Tanah Towa. Wilayah Desa Tanah Towa
sendiri terbagi kedalam delapan Dusun yaitu; Dusun Sobbu, Dusun Benteng, Dusun
Dusun Balagana. Dengan jumlah penduduk sebayak 4.229 jiwa tercatat 2.297 jiwa
jumlah perempuan, dan 1.932 jiwa laki-laki berdasarkan data monografi Desa Tahun
2013. Dusun Jannaya dan Dusun Balagana merupakan Dusun peralihan, karena selain
menganut tata nilai yang bersumber dari ajaranPasang, juga menganut tata nilai yang
tidak bersumber dari ajaran Pasang. Dusun ini terletak diwilayah Ipantarang
Embaya, yaitu wilayah luar Kawasan Ammatoa. Sedangkan enam Dusun lainnya
masuk dalam KawasanIlalang Embaya, yaitu