• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Keanekaragaman Hayati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Keanekaragaman Hayati"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman merupakan sebuah konsep yang merujuk pada variasi dan perbedaan dari berbagai individu dalam sebuah komunitas (WCMC 1992), dimana mereka berinteraksi (Woodruff & Gall 1992 dalam Szmidt 1995). Dari sini Wilcox (1984) dalam MacKinnon et al. (1986) mengungkapkan bahwa keanekaragaman hayati adalah berbagai macam bentuk kehidupan, peranan ekologi yang dimilikinya dan keanekaragama n plasma nutfah yang terkandung di dalamnya. Hal senada disampaikan Boontawee et al. (1995) yang mendefinisikan keanekaragaman hayati sebagai variasi dari organisme dan sistem ekologi yang terjadi.

Semakin tinggi keanekaragaman hayati dipercaya ekosistem semakin stabil (Elton 1958 dalam Kumar 1977), karena keanekaragaman hayati menyangkut keragaman dan kelimpahan relatif dari spesies (Magurran 1988). Keduanya menentukan kekuatan adaptasi dari populasi yang akan menjadi bagian dari interaksi spesies (Gregorius 1995).

Smitinand (1995) mengungkapkan bahwa keanekaragaman hayati menyediakan manfaat ekonomi secara langsung dalam pangan, obat dan industri bahan baku, menjaga kelangsungan sistem alami yang memberikan peran penting bagi kehidupan seperti fotosintesis, pengaturan tata air dan iklim dan penyerapan polutan-olutan. Haryanto (1995) mengungkapkan bahwa 30 000 spesies tumbuhan memiliki bagian yang dapat dimakan, dan sepanjang sejarah kehidupan umat manusia hanya 7 000 spesies yang telah dibudidayakan atau dikoleksi sebagai bahan pangan. Dari seluruh tumbuhan yang telah dimanfaatkan tersebut, 20 spesies memberikan sumbagan 90% pangan dunia, dan hanya 3 spesies (gandum, jagung dan beras) yang mensuplai kebutuhan pangan dunia lebih dari 50%. Banyak spesies buah-buahan yang dapat dikembangkan sebagai komoditi ekonomi. Paling sedikit 3 000 spesies buah-buahan tropis (200 spesies secara aktual telah dimanfaatkan).

Keanekaragaman hayati terbagi ke dalam 3 tingkatan yaitu : keanekaragaman genetik, spesies dan komunitas (ekosistem) (Primack et al.

(2)

1998). Suatu lengkang spesies dari keanekaragaman genetik berada pada 3 (tiga) tingkatan, yaitu : variasi genetik di dalam individu (heterosigositas), perbedaan antar individu di dalam suatu populasi dan perbedaan genetik antar populasi (Thohari 1995). Keanekaragaman spesies mencakup seluruh organisme di bumi (Primack et al. 1988), dengan menghitung jumlah spesies (Krebs 1978). Sedangkan keanekaragaman komunitas (ekosistem) mewakili tanggapan spesies secara kolektif pada kondisi lingkungan yang berbeda (Primack et al. 1988).

Pengukuran Keanekaragaman Hayati

Magurran (1988) menjelaskan pentingnya keanekaragaman dan pengukurannya, yaitu : (1) keanekaragaman hayati merupakan topik sentral dalam ekologi, dimana upaya untuk melihat pola-pola keragaman spasial dan temporal menggugah mi nat peneliti dan mendorongnya untuk memahami ekologi; (2) pengukuran keanekaragaman hayati seringkali untuk melihat kestabilan sistem ekologi; dan, (3) keanekaragaman hayati terlihat sebagai sebuah konsep yang jelas dan secara cepat dapat diukur.

Primack et al. (1988) menyebutkan bahwa pada tingkat yang paling sederhana, keanekaragaman hayati didefinisikan sebagai jumlah spesies yang ditemukan pada suatu komunitas, ukuran yang disebut dengan kekayaan spesies. Krebs (1978) mengungkapkan bahwa jumlah spesies merupakan konsep pertama dan tertua dalam keanekaragaman spesies yang biasa disebut species richness.

Pengukuran keanekaragaman hayati terbagi atas 3 kategori, yaitu : (1) indeks kekayaan spesies, indeks-indeks ini intinya mengukur jumlah spesies yang ditemukan dalam plot contoh; (2) model kelimpahan spesies, yang mendiskripsikan distribusi kelimpahan spesies. Model kelimpahan spesies memberikan kemerataan dan ciri untuk spesies yang tidak seimbang; dan (3) indeks yang berdasarkan atas proporsi kelimpahan spesies (Magurran 1988).

Hal paling sering yang dilakukan untuk mengukur keanekaragaman hayati di hutan adalah meletakkan plot-plot contoh pada sejumlah tempat (Boontawee et al. 1995). Kusmana (1995) menjelaskan bentuk plot contoh yaitu : bujur sangkar, lingkaran dan persegi panjang. Lebih lanjut Kusmana (1995) mengungkapkan bahwa ukuran plot prinsipnya harus cukup besar agar individu spesies yang ada

(3)

dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian.

Hubungan Jumlah Spesies dengan Areal

Poole (1974) mengungkapkan bahwa jumlah spesies di Prancis meningkat dengan semakin besarnya areal dalam logaritma. Bentuk kurva digambarkan secara kasar mengikuti eksponensial. Contoh dari hubungan ini diberikan oleh Preston (1962) dalam Poole (1974) melalui persamaan S = CAz, dimana S adalah jumlah spesies, A adalah luas areal, dan C dan z adalah konstanta. Transformasi persamaan dalam logaritma menjadi log S = log C + z log A. Dalam konteks pengukuran keanekaragaman hayati, Magurran (1988) mengungkapkan bahwa tidak selalu menjamin bahwa semakin besar ukuran plot contoh akan meningkatkan jumlah spesies.

Secara umum dijelaskan WCMC (1992) bahwa keanekaragaman spesies di habitat alaminya meningkat pada areal hangat dan turun pada areal yang semakin tinggi garis lintang dan ketinggian dari permukaan laut. Areal paling kaya tidak terbantahkan adalah hutan hujan. Pemahaman yang belum pasti tentang hutan hujan berkaitan dengan kondisi asli keanekaragaman dan pemeliharaan keanekaragaman, menyangkut hal-hal antara lain kondisi saat ini dan kondisi di masa lalu (dalam geologi dan evolusi) yang berlaku, antara lain iklim, tanah dan topografi. Iklim yang terbangun dengan kondisi hangat, kelembaban dan musim yang relatif selama waktu lama lebih merupakan hal penting.

Hubungan Jumlah Spesies dengan Kelimpahan

Satu hal yang menyolok untuk diamati fenomenanya secara konsisten di dalam ekologi adalah variasi dari kelimpahan spesies. Variasi ini telah mendorong para ahli ekologi untuk menggambarkan dan menyinggung pertanyaan dalam komunitas alami. Misalnya berapa jumlah spesies yang ada dan bagaimana kelimpahan relatifnya? Berapa spesies yang jarang? Berapa spesies yang melimpah? (Ludwig & Reynolds 1988). Kelimpahan spesies biasanya didasarkan atas jumlah individu tiap spesies, namun biomasa dan persentase penutupan biasa juga digunakan (Pielou 1975 dalam Ludwig & Reynolds 1988).

(4)

Poole (1974) mengungkapkan 3 bentuk sebaran sebagaimana spesies di dalam komunitasnya ditentukan berdasarkan ketersediaan sumberdaya, yaitu : rangkaian logaritma (The logaritmic series) (oleh Ludwig & Reynolds 1988 disebut juga sebagai lognormal distribution), the broken stick model dan the niche preemption model (oleh Ludwig & Reynolds 1988 disebut juga sebagai

geometric distribution).

May (1981) dalam Ludwig dan Reynolds (1988) menjelaskan bahwa

lognormal distribution memberikan susunan spesies dimana kelimpahannya dipengaruhi beberapa faktor tidak terkait lingkungan (independent). May (1975)

dalam Ludwig dan Reynolds (1988) mengungkapkan bahwa lognormal distribution telah digunakan untuk mendeskripsikan pola kelimpahan dalam jumlah besar dari komunitas.

Giller (1984) dalam Ludwig dan Reynolds (1988) menggambarkan the broken stick model sebagai kelimpahan yang secara acak yang garisnya dipatahkan, biasanya dalam bentuk pemanfaatan spesies. Model ini memberikan asumsi bahwa spesies di dalam komunitas dipisahkan atau memanfaatkan sumberdaya tidak saling tumpang tindih.

Ludwig dan Reynolds (1988) menggambarkan geometric distribution

sebagai kondisi dimana sumberdaya tunggal dimanfaatkan penuh oleh spesies dan dapat bertahan dalam berbagai tingkatan cara, yaitu sendiri, menjadi spesies yang dominan karena menempati lebih dahulu, berikutnya spesies ini menempati bagian kecil dari komunitas dan seterusnya.

Pola Sebaran Spasial Individu

Poole (1974) mengemukakan bahwa jumlah individu di dalam populasi secara kontinu berubah seiring waktu dan jarak. Pola sebaran dari populasi, misalnya posisi individu di dalam lingkungannya, merupakan hasil dari sejarah, keberadaan dan pergerakan. Di lapangan, populasi sulit ditemukan interaksi populasi secara menyolok, tetapi kadang-kadang melalui pengamatan pola sebaran individu beberapa pengetahuan terhadap karakter biologi dari spesies dan alasan dibalik perubahan kerapatan populasi dapat diperoleh. Santosa (1995) menyebut

(5)

hal ini sebagai penyebaran populasi, yaitu suatu gambaran proses individu-individu dalam ruang (dispersal) dan waktu (temporal).

Ludwig dan Reynolds (1988) membagi pola sebaran individu menjadi 3 (tiga), yaitu : acak, kelompok (oleh Poole 1974 disebut sebagai agregat) dan teratur ( oleh Poole 1974 disebut sebagai reguler). Secara ringkas, hubungan antara nilai rata-rata jumlah individu yang ditemukan dalam plot contoh dan ragamnya dipengaruhi oleh pola sebaran dari populasi, yaitu untuk acak adalah σ2 = µ, kelompok adalah σ2 > µ

Referensi

Dokumen terkait

Honig dalam Masitoh dkk (2005) menyatakan bahwa bernyanyi memiliki banyak manfaat untuk praktik pendidikan anak dan pengembangan pribadinya secara luas dikarenakan

Dalam menjalankan fungsi wahana kerja sama kelompok tani diharapkan mampu menciptakan suasana saling kenal, saling percaya, mempercayai dan selalu berkeinginan untuk bekerja sama;

Bapak Ahmad Jazuli, S.Kom., M.Kom, selaku ketua Program Studi Teknik Informatika Universitas Muria Kudus.. Bapak Ahmad Abdul Khamid S.Kom., M.Kom, selaku pembimbing

Se­ telah melalui proses pemikiran panjang, di dalam film karakter utamanya menemukan jawabannya: “cinta bisa kedaluwarsa, tapi orang yang paling tepat untuk kita akan terus ada

Dalam perkembangannya, Stein [11] memberikan definisi daerah Dedekind bahwa daerah integral yang mempunyai karakteristik gelanggang Noetherian, tertutup secara

Namun secara multidimensional, ia memiliki berbagai sebutan (fungsi/ posisi) yang sesuai pula dengan esensi dan eksistensinya sebagai Krista.lisasi nilai-nilai budaya dan

Dimasukkan dalam tabung reaksi 1, 2, dan 3 dengan 7olume %ang sama (8 1 dengan 7olume %ang sama (8 1 m) m) arutan Sukrosa arutan Sukrosa  '  'ab 3 ab 3  '  'ab 2 ab 2

Tutkielmassa luodaan alkoholikulttuuria ja alkoholipolitiikkaa käsittelevän tutkimuskirjallisuuden avulla yleiskäsitys siitä, mitkä teemat ovat olleet suomalaisen