TINJAUAN PUSTAKA
Pohon
Pohon adalah tumbuhan berkayu yang tumbuh dengan tinggi minimal 5
meter (16 kaki). Pohon mempunyai batang pokok tunggal yang menunjang tajuk
berdaun dari cabang-cabang di atas tanah. Pohon tersusun oleh banyak bagian.
Di bawah tanah, akar mengambil air dan mineral dari dalam tanah. Air dan
mineral tersebut dibawa ke atas, yaitu daun melalui batang yang dilindungi oleh
kulit kayu (pegagan). Cabang merupakan bagian yang menyokong daun, bunga
dan buah dari pohon tersebut. Sedangkan tajuk pohon disusun oleh ranting,
cabang, dan dedaunan (Greenaway, 1997).
Menurut Arief (2001) klasifikasi pohon berdasarkan ukuran yaitu :
1. Tingkat semai, apabila pohon-pohonnya mempunyai tinggi sampai 1,5 m.
2. Tingkat pancang, apabila pohon-pohonnya mempunyai tinggi sampai
1,5 m dengan diameter < 10 cm.
3. Tingkat tiang, apabila pohon-pohonnya mempunyai diameter
10 cm - 19 cm.
4. Tingkat pohon inti, apabila pohon-pohonnya mempunyai diameter
20 cm – 49 cm.
5. Tingkat pohon besar, apabila pohon-pohonnya mempunyai diameter
Menurut Nazaruddin (1996) bahwa banyak jenis pohon yang awalnya
tumbuh liar di belantara dapat dimanfaatkan untuk penghijauan kota, bahkan
dapat dijadikan pohon pelindung. Sosok pohon pelindung yang besar dan teduh
menjadikan kota sejuk dan indah. Suatu kota yang dipenuhi pohon pelindung
akan memberikan kesan tersendiri bagi pengunjung kota tersebut. Syarat pohon
pelindung antara lain berbatang besar dan tinggi, berpenampilan segar dan
menarik, berfungsi sebagai penyerap polusi, berfungsi sebagai peneduh jalan,
bebas hama penyakit, percabangannya kuat dan daunnya tidak mudah gugur, tidak
menimbulkan alergi, tidak merusak lingkungan, perawatannya mudah, tidak
berpenampilan seperti perdu atau semak dan tidak berbahaya.
Selanjutnya Nazaruddin (1996) juga menambahkan manfaat-manfaat yang
bisa dirasakan dari suatu keberadaan pohon antara lain adalah :
1. Manfaat Estetis
Warna hijau dan aneka bentuk dedaunan serta bentuk susunan tajuk berpadu
menjadi suatu pemandangan yang menyejukkan dan menonjolkan keindahan.
2. Manfaat Orologis
Pepohonan yang tumbuh di atas tanah akan mengurangi erosi, mengurangi
tingkat kerusakan tanah, dan menjaga kestabilan tanah.
3. Manfaat Hidrologis
Struktur akar tanaman mampu menyerap kelebihan air apabila turun hujan
4. Manfaat Klimatologis
Keberadaan tanaman dapat menunjang keselarasan faktor-faktor iklim, seperti
kelembaban, curah hujan dan sinar matahari, dan juga dapat mengurangi efek
rumah kaca.
5. Manfaat Edaphis
Berhubungan erat dengan lingkungan hidup satwa di perkotaan yang semakin
terdesak lingkungannya, sehingga dapat memberikan lingkungan yang
nyaman bagi satwa.
6. Manfaat Ekologis
Menjaga keseimbangan hidup antar makhluk hidup yang saling
ketergantungan satu sama lain.
7. Manfaat Protektif
Pohon dapat menjadi pelindung dari teriknya sinar matahari di siang hari
sehingga manusia memperoleh keteduhan dari sinar matahari, pohon juga
dapat menjadi pelindung dari terpaan angin kencang dan peredam dari suara
kebisingan.
8. Manfaat Hygienis
Tanaman mampu mengurangi bahaya polusi, karena dedaunan tanaman
mampu menyaring debu dan mengisap kotoran di udara, dan bahkan mampu
menghasilkan gas oksigen yang sangat dibutuhkan manusia.
9. Manfaat Edukatif
Penanaman kembali pepohonan di perkotaan dapat dimanfaatkan sebagai
Taman Umum
Menurut Arifin dan Nurhayati (2000) taman dalam pengertian terbatas
merupakan sebidang lahan yang ditata sedemikian rupa sehingga mempunyai
keindahan, kenyamanan, dan keamanan bagi pemiliknya atau pengunanya. Pada
masyarakat perkotaan, taman-taman selain bernilai estetika juga berfungsi sebagai
ruang terbuka .
Taman umum merupakan taman yang diperuntukkan sebagai ruang
terbuka hijau untuk umum. Masyarakat dapat memanfaatkan taman umum untuk
aneka keperluan. Lokasi taman umum biasanya digelar di lokasi strategis yang
banyak dilalui orang. Di taman umum biasanya dijumpai beberapa pohon besar
yang rindang, semak atau perdu dan tanaman hias. Taman umum didominasi oleh
pohon-pohon besar (Nazaruddin, 1996).
Lebih lanjut Nazaruddin (1996) menambahkan jenis tanaman yang akan
dijadikan elemen. Berdasarkan gradasi ketinggian, tanaman dapat dibedakan atas
lima kelompok besar, yaitu :
1. Rumput
Rumput merupakan jenis tanaman pengalas. Posisinya dalam taman
merupakan lapisan paling bawah di atas tanah.
2. Tanaman penutup tanah
Tanaman penutup tanah yang sering disebut ground cover merupakan tanaman
yang sedikit lebih tinggi dari rumput. Umumnya jenis tanaman ini terdiri dari
3. Semak
Tanaman semak merupakan jenis tanaman yang agak kecil dan rendah, agak
berkayu atau hanya cabang utamanya yang berkayu, serta pertumbuhannya
cenderung merambat atau melebar.
4. Perdu
Tanaman perdu merupakan jenis tanaman yang menyerupai pohon, tetapi
lebih kecil dan biasanya batangnya cukup berkayu tetapi tumbuhnya kurang
tegak dan kurang gagah. Tanaman perdu biasanya bercabang banyak dengan
percabangan yang selalu dekat dengan tanah.
5. Pohon
Tanaman pohon merupakan tanaman berkayu keras dan tumbuh tegak,
berukuran besar dengan percabangan yang kokoh.
Nilai Ekonomi Produk Lingkungan
Menurut Reksohadiprodjo dan Andreas (2000) lingkungan merupakan
media hubungan timbal-balik antara manusia dan makhluk lain dengan
faktor-faktor alam. Ekonomi lingkungan sebagai bagian dari ilmu ekonomi sifatnyapun
positif (scientific) mengemukakan tentang kenyataan yang ada (as is, das sein).
Selain itu ekonomi lingkungan bersifat normatif, yaitu mengemukakan apa yang
seharusnya dilakukan (ought to be done). Pada aspek yang pertama kita
menganalisa masalah yang dihadapi dan pada aspek yang kedua kita memberikan
Menurut Soemarwoto (1999) bahwa manusia seperti halnya makhluk
hidup berintegrasi dengan lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup adalah sistem
kehidupan dimana terdapat campur tangan manusia terhadap tatanan ekosistem.
Ia mempengaruhi lingkungan hidupnya dan sebaliknya ia dipengaruhi oleh
lingkungan hidupnya. Proses interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya juga
sangat mempengaruhi pandangan hidup manusia. Ia mengamati lingkungan
hidupnya dan ia belajar dari pengalaman interaksi itu. Ia menyusun citra tentang
lingkungan hidupnya, yaitu gambaran yang ia miliki tentang sifat lingkungan
hidupnya, pengaruh lingkungan hidup terhadap dirinya dan reaksi lingkungan
hidup terhadap aktivitas hidupnya.
Menurut Yakin (1997) lingkungan pada dasarnya barang publik, yang
keberadaan dan kualitasnya tergantung dari prilaku masyarakat. Kajian ekonomi
sumber daya dan lingkungan salah satunya menitikberatkan pada persoalan barang
publik (public goods atau common property resources). Dua ciri utama barang
publik yaitu :
1. Barang ini merupakan konsumsi umum yang dicirikan oleh penawaran
gabungan (joint supply) dan tidak bersaing dalam mengkonsumsinya (
non-rivalry in consumtion).
2. Tidak ekslusif (non-exclusion) dalam pengertian bahwa penawaran tidak
hanya diperuntukkan untuk seseorang dan mengabaikan yang lainnya.
Menurut Reksohadiprodjo dan Andreas (2000) barang publik yang
berkaitan dengan lingkungan meliputi udara segar, pemandangan yang indah,
rekreasi, air bersih, hidup yang nyaman dan sejenisnya. Permintaan terhadap
orang, dimana setiap orang mengkonsumsi sejumlah yang sama tetapi
masing-masing berbeda kesediaannya dalam membayar. Sedangkan barang privat
memiliki ciri dimana jika barang itu dikonsumsi oleh seseorang individu, maka
barang itu tidak bisa dikonsumsi oleh orang lain. Permintaan individu pada
barang-barang dan jasa-jasa privat merupakan penjumlahan horizontal. Artinya
membayar harga yang sama untuk memperoleh jumlah yang berbeda.
Menurut Yakin (1997) keuntungan ekonomi dari kebijaksanaan perubahan
kualitas lingkungan adalah terhindarnya biaya yang besar dalam hal menangani
biaya yang ditimbulkan oleh kerusakan lingkungan. Biaya untuk memperbaiki
lingkungan bisa juga disebut sebagai keuntungan yang hilang. Nilai dari
perubahan kondisi lingkungan atau biaya dari kerusakan lingkungan yang
ditentukan oleh semua individu baik secara langsung maupun tidak langsung bisa
dinyatakan dalam bentuk uang, dan ini sering dikaitkan dengan istilah Kemauan
Untuk Membayar – KUMB (Willingness to Pay) untuk barang-barang lingkungan
yang disediakan.
Menurut Yakin (1997) dalam analisa ekonomi lingkungan, penilaian
keuntungan dari perubahan lingkungan itu sangat kompleks karena nilai
keuntungan itu bukan hanya dari nilai moneter (berupa uang) dari konsumen yang
menikmati langsung (users) jasa perbaikan kualitas lingkungan tetapi juga nilai
yang berasal dari konsumen potensial dan orang lain karena alasan tertentu (
non-users). Terlepas dari keuntungan yang dinikmati oleh pengguna langsung jasa
lingkungan (users), pengguna bukan langsung atau pengguna potensial (
non-users) jasa tersebut mungkin juga memperoleh keuntungan dari penyediaan
Lebih lanjut Yakin (1997) menambahkan beberapa sumber benefit yang
bisa diperoleh bukan pengguna langsung jasa lingkungan adalah sebagai berikut :
1. Nilai pilihan (option value).
Meskipun seseorang tidak mempunyai rencana untuk menggunakan jasa
lingkungan (amenity) itu, mereka kadang-kadang mau membayar sebagai
pilihan untuk memanfaatkannya di masa datang.
2. Nilai eksistensi/keberadaan (existence value).
Nilai atau harga yang diberikan oleh seseorang terhadap eksistensi barang
lingkungan tertentu.
3. Nilai masa depan (bequest value).
Orang bisa jadi membayar bagi ketersediaan barang-barang lingkungan
tertentu seperti objek, spesies, alam, untuk generasi yang akan datang.
Dengan demikian, nilai suatu barang lingkungan terdiri dari nilai yang diperoleh
langsung oleh pengguna barang atau jasa tersebut (user value) dan nilai dari
bukan pengguna jasa tersebut (non-user value).
Nilai tak langsung (indirect product) yang berkaitan dengan fungsi-fungsi
ekosistem biasanya tidak muncul dalam akuntansi nasional, tetapi sebenarnya jauh
melebihi nilai-nilai langsung apabila dihitung. Nilai-nilai ini cenderung lebih
mencerminkan nilai keanekaragaman hayati. Nilai langsung sering berasal dari
nilai tak langsung, karena spesies atau tetumbuhan dan hewan yang dipanen
ditunjang oleh barang-barang dan jasa-jasa yang diadakan oleh lingkungannya,
dan pada spesies yang tidak mempunyai nilai kegiatan konsumtif atau produktif.
Nilai langsung (direct product) adalah kenikmatan atau kepuasan yang diterima
diamati dan diukur, sering kita dapat mengkaitkan harga padanya. Nilai langsung
biasanya melibatkan konsumsi sumber daya yang dimaksud, dengan demikian
memiliki potensi untuk merangsang eksploitasi berlebihan (McNeely, 1992).
Metode Valuasi Kontingen
Metode Valuasi Kontingen (MVK) adalah metode teknik survei untuk
menanyakan penduduk tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap
komoditi yang tidak memiliki pasar seperti barang lingkungan. Prinsip yang
mendasari metode ini adalah bahwa orang yang mempunyai preferensi yang besar
tetapi tersembunyi terhadap seluruh jenis barang lingkungan, kemudian
diasumsikan bahwa orang tersebut mempunyai kemampuan untuk
mentransformasikan preferensi tersebut ke dalam bentuk nilai uang. Dalam hal
ini diasumsikan bahwa orang akan bertindak nantinya seperti yang dia katakan
ketika suatu hipotesis yang disodorkan kepadanya akan menjadi kenyataan pada
masa yang akan datang (Yakin, 1997).
Disebut metode kontingen, karena metode ini mencoba untuk menanyakan
kepada masyarakat tentang bagaimana sikap mereka terhadap suatu komoditi
lingkungan yang non-marketable, jika mereka ditempatkan pada situasi yang
sesungguhnya, dimana transaksi sedang terjadi. Metode Valuasi Kontingen
(MVK) didasari pada ide sederhana karena jika kita ingin mengetahui kesediaan
membayar seseorang terhadap produk lingkungan maka kita dapat menanyakan
Pendidikan, Pendapatan dan Umur
Menurut Van Den Ban dan Hawkins (1999) dalam Marnaek (2005) bahwa
secara teoritis pendidikan dapat mempengaruhi sikap dan pandangan manusia.
Komunikasi lewat pendidikan, latihan serta berjenis-jenis proses komunikasi
diusahakan dapat memberi perubahan sikap melalui tambahan pengetahuan serta
kesadaran. Pendidikan pada prinsipnya memberikan nilai-nilai tertentu bagi
manusia, terutama dalam membuka pikirannya untuk menerima hal-hal yang
masih baru sekaligus dapat berpikir secara ilmiah. Pendidikan dapat juga
mengakibatkan seseorang dalam masyarakat memilih fakta yang berkenaan
dengannya, serta menjadi pendorong pelaksanaan perubahan terhadapnya.
Menurut Sukirno (1985) dalam Marnaek (2005) bahwa besar kecilnya
pendapatan berhubungan dengan kemampuan untuk membiayai kebutuhan hidup.
Bagi masyarakat yang tidak mampu ada kalanya kemampuan untuk membiayai
kebutuhan hidup tidak sebanding dengan keinginan untuk mempertahankan
kehidupannya. Jika hal ini terjadi maka akan mengakibatkan terjadinya
kemerosotan moral yang pada akhirnya akan bermuara pada terbentuknya perilaku
menyimpang. Hal ini yang menjadi titik awal terjadinya penyimpangan perilaku
akibat dorongan pemenuhan kebutuhan ekonomi. Selanjutnya Yusnawati (2003)
dalam Marnaek (2005) membagi tingkat pendapatan ke dalam 4 (empat) kategori,
yaitu :
1. Golongan berpenghasilan rendah sebesar Rp. 0,- sampai dengan Rp. 400.000,-
2. Golongan berpenghasilan sedang sebesar Rp. 401.000,- sampai dengan Rp.
3. Golongan berpenghasilan tinggi sebesar Rp. 801.000,- sampai dengan Rp.
1.200.000,-
4. Golongan berpenghasilan sangat tinggi dengan pendapatan lebih dari Rp.
1.200.000,-
Sinaga (2003) dalam Marnaek (2005) menggolongkan tingkat umur
seseorang dari golongan sangat muda sampai dengan golongan sangat tua.
Golongan umur tersebut dibagi menjadi 5 (lima) kategori, yaitu :
1. Golongan sangat muda berusia kurang dari 20 tahun.
2. Golongan muda berusia 21 tahun sampai dengan 30 tahun
3. Golongan dewasa berusia 31 tahun sampai dengan 40 tahun
4. Golongan tua berusia 41 tahun sampai dengan 50 tahun