• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. atau staf mempunyai keterampilan, pengetahuan, dan perilaku yang baik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. atau staf mempunyai keterampilan, pengetahuan, dan perilaku yang baik."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Kompetensi

2.1.1.1 Pengertian Kompetensi

Sutrisno (2010 : 202) menyatakan bahwa secara etimologi, kompetensi diartikan sebagai dimensi perilaku keahlian atau keunggulan seorang pemimpin atau staf mempunyai keterampilan, pengetahuan, dan perilaku yang baik.

Pengertian kompetensi oleh Spencer (dalam Moeheriono, 2009 : 03) adalah: “Karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya atau karakteristik dasar individu yang memiliki hubungan kausal atau sebagai sebab – akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan, efektif atau berkinerja prima atau superior di tempat kerja atau pada situasi tertentu....”

Definisi kompetensi oleh Mc.Clelland (dalam Sedarmayanti, 2007 : 126) : “competency (kompetensi) adalah karakteristik mendasar yang dimiliki seseorang yang berpengaruh langsung terhadap, atau dapat memprediksikan kinerja yang sangat baik. Dengan kata lain, kompetensi adalah apa yang outstanding performers lakukan lebih sering, pada lebih banyak situasi, dengan hasil yang lebih baik daripada apa yang dilakukan penilai kebijakan.”

Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah keahlian dan keterampilan dasar serta pengalaman seseorang, staf atau pimpinan yang dapat mempengaruhi mereka dalam melaksanakan pekerjaan atau tugas

(2)

lainnya secara efektif dan efisien atau sesuai dengan standar perusahaan yang telah ditentukan.

2.1.1.2 Cara Mengembangkan Kompetensi

Spencer (dalam Moeheriono, 2009 : 06) dengan merujuk pada konsep-konsep dasar tentang kompetensi yang mengacu pada The Competency Handbook, ada beberapa pedoman dasar untuk mengembangkan sistem kompetensi ini, yaitu sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi pekerjaan pada posisi-posisi kunci dari deskripsi jabatan (job description).

2. Melakukan analisis jabatan (job analysis) lebih mendalam mengenai proses kerja yang sangat penting, yaitu cara kerja, waktu kerja, hubungan kerja, tanggung jawab pada posisi-posisi kunci tersebut.

3. Melakukan survey mengenai kompetensi apa saja yang dibutuhkan agar dapat berhasil melaksanakan pekerjaan nantinya.

4. Apabila diperlukan, melakukan survey mengenai kompetensi yang dibutuhkan (required competency) dengan bercermin pada pelakunya dan masukan atasan langsungnya.

5. Dari semua masukan dan kesimpulan yang ada tersebut, selanjutnya membuat daftar tentang jenis kompetensi apa saja yang diperlukan pada posisi tertentu. Dari beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa cara mengembangkan kompetensi terdiri dari :

(3)

b. Menganalisis jabatan yang mencakup cara kerja, waktu kerja, hubungan kerja, dan tanggung jawab atas pekerjaan.

c. Mensurvei akan kebutuhan kompetensi yang sesuai dengan jabatan tersebut.

d. Mengelompokkan daftar kebutuhan kompetensi untuk masing-masing jabatan.

e. Menentukan skala tingkat kompetensi beserta penjelasannya. f. Menguji data yang telah diperoleh.

2.1.1.3 Aplikasi dan Manfaat Kompetensi

Sedarmayanti (2007 : 129) menyatakan bahwa keberhasilan sistem kompetensi sangat tergantung kepada :

1. Keakuratan pengukuran kompetensi karyawan.

2. Keakuratan pendefinisian model kompetensi. Kompetensi terpenting yang disyaratkan pada tiap jabatan agar seseorang dapat melaksanakan pekerjaan dengan sangat baik.

3. Validasi model yang digunakan dalam mengukur kesesuaian antara pekerjaan dan calon pemangku jabatan.

1. Seleksi / Rekrutmen

Seleksi adalah proses mencocokkan antara pekerjaan dan calon pemegang jabatan, baik yang direkrut dari dalam maupun dari luar perusahaan.

Keuntungan penggunaan kompetensi dalam proses seleksi dan rekrutmen adalah:

(4)

b. Proses belajar yang lebih cepat dari karyawan baru. 2. Manajemen Kinerja

Manajemen kinerja adalah proses yang menciptakan pemahaman bersama antara atasan dan bawahan mengenai apa yang harus dicapai (hasil akhir yang harus dicapai) dan bagaimana mencapainya (kompetensi yang dibutuhkan), sehingga akan meningkatkan kemampuan tercapainya sasaran yang ditetapkan. Keuntungan dari pengguna kompetensi dalam proses manajemen kinerja adalah :

a. Karyawan potensial dapat secara tepat diidentifikasi untuk dikembangkan. b. Dapat lebih meningkatkan motivasi karyawan (karena “ arah “ yang jelas

dalam kariernya).

3. Perencanaan Karir dan Suksesi

Adalah proses yang berkesinambungan untuk memilih karyawan kompeten yang siap naik ke jabatan yang lebih tinggi atau lebih strategis, apabila pada suatu saat jabatan itu lowong.

Keuntungan penggunaan kompetensi dalam proses perencanaan karier dan suksesi adalah :

a. Karyawan yang potensial dapat secara lebih tepat diidentifikasi untuk seterusnya dikembangkan.

b. Dapat lebih meningkatkan karyawan (karena “arah” yang jelas dalam karirnya).

(5)

4. Pelatihan dan Pengembangan

Kegiatan competency based training and development mencakup program pelatihan formal, penugasan, monitoring, coaching, dan intervensi terhadap struktur organisasi, proses kerja dan budaya organisasi untuk meningkatkan kompetensi karyawan.

Keuntungan dari pengguna kompetensi dalam proses pelatihan dan pengembangan adalah :

a. Menghemat biaya dengan melakukan pelatihan yang sudah terfokus pada peningkatan kompetensi.

b. Fokus pada pengembangan kompetensi yang jelas berpengaruh pada peningkatan kinerja.

5. Penggajian

Sistem penggajian adalah sebuah metode untuk menentukan gaji tetap dan variabel untuk karyawan dalam sebuah organisasi. Competency based pay juga memepertimbangkan kompetensi (seperti keahlian, pengalaman, potensi, kreativitas) dari pemegang jabatan. Menurut sistem ini :

Pay = Job + Performance + Competency 2.1.1.4 Mengukur Kompetensi

Moeheriono (2009 : 09) menyatakan bahwa untuk mengetahui kompetensi seseorang dapat diperoleh melalui beberapa cara atau sumber, yaitu dengan melalui cara berikut :

1. Referensi professional, yaitu rekomendasi dari orang lain atau para professional atau atasan langsung.

(6)

2. Assessment center, yaitu pusat pengukuran pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap (attitude) atau disebut KSA melalui tes-tes. 3. Psikotes, yaitu melalui tes dan pengisian lembaran psikotes untuk mengetaui

KSA.

4. Wawancara, yaitu dengan menanyakan secara langsung kepada yang

bersangkutan.

5. Kuesioner perilaku, yaitu dengan melihat jawaban dari kuesioner yang di berikan secara langsung kepada yang bersangkutan.

6. Penilaian 360 derajat, yaitu dengan melakukan pengukuran kompetensi melalui atasan langsung, bawahan, teman selevel dan pelanggan (konsumen) serta yang bersangkutan.

7. Biodata, yaitu dengan melihat biodata yang dibuat oleh yang bersangkutan. 2.1.1.5 Kompetensi Individu

Sinambela (2012 : 35) menyatakan bahwa kompetensi individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan pekerjaan.

Moeheriono (2009 : 13) menyatakan bahwa kemampuan atau kompetensi sesorang termasuk dalam kategori tinggi atau baik nantinya akan dibuktikan dan ditunjukkan apabila ia sudah melakukan pekerjaan.

Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi individu merupakan kemampuan dan keterampilan seseorang untuk melakukan pekerjaan berdasarkan karakter dasar orang tersebut, yang mencakup watak, motif dasar melakukan pekerjaan, pembawaan diri, pengetahuan dan keterampilan.

(7)

Moeheriono (2009 : 14) menyatakan bahwa dalam kompetensi individu dapat dikelompokkan menjadi dua yang terdiri atas :

1. Threshold competence, yaitu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seseorang, misalnya kemampuan pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan membaca dan menulis.

2. Differentiating competence, yaitu kompetensi yang membedakan seseorang berkinerja tinggi atau berkinerja rendah dengan kawan lainnya.

2.1.2 Lingkungan Kerja

2.1.2.1 Pengertian Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja merupakan sarana penunjang kelancaran proses kerja, dimana kenyamanan dan keselamatan dalam bekerja juga sangat diperhitungkan dalam menciptakan suasana kerja yang kondusif dan menyenangkan bagi para karyawan sehingga dapat mendukung kinerja karyawan dalam melaksanakan aktivitas pekerjaannya.

Definisi lingkungan kerja menurut Stewart(dalam Presilia dan Octavia, 2012 : 2) menyatakan bahwa lingkungan kerja adalah serangkaian kondisi atau keadaan lingkungan kerja dari suatu perusahaan yang menjadi tempat bekerja dari para karyawan yang bekerja didalam lingkungan tersebut.

Ahyari (dalam Putra, 2012) menyatakan bahwa secara umum lingkungan kerja di dalam suatu perusahaan ini akan merupakan lingkungan dimana para karyawan tersebut melaksanakan tugas dan pekerjaannya sehari-hari.

Faktor kondisi kerja yang perlu diperhatikan menurut Bangun (2012 : 304 - 305) adalah :

(8)

“Dalam penciptaan suasana yang menarik terhadap pandangan karyawan atas pekerjaannya, perusahaan perlu memperhatikan faktor kondisi kerja. Beberapa faktor perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan kondisi kerja antara lain, tersedianya fasilitas yang memadai, ruang kerja yang bersih dan kantor yang bergengsi. Kebijakan organisasional bukan hanya bermanfaat pada satu pihak, perusahaan akan mendapatkan suatu sistem dalam mengelola karyawan secara berkesinambungan, walaupun awalnya mengeluarkan dana relatif besar. Pada pihak lain, para karyawan akan memperoleh hasil dalam pengembangan dirinya, sehingga dapat meningkatkan prestasi kerjanya yang pada akhirnya berpengaruh pada peningkatan kinerja perusahaan juga.”

Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian lingkungan kerja diatas yaitu lingkungan kerja adalah keseluruhan dari keadaan sekitar tempat kerja yang mencakup kondisi fisisk dan non fisik ataupun benda mati dan benda hidup dan dapat mempengaruhi karyawan dalam bekerja yang nantinya juga akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja perusahaan. Jadi apabila kinerja karyawan meningkat, maka kinerja perusahaan juga akan meningkat.

2.1.2.2 Jenis Lingkungan Kerja

Siagian (dalam Putra 2012 : 22-23) menyatakan bahwa lingkungan kerja ada dua macam yaitu :

1. Lingkungan Kerja Fisik

Ada beberapa kondisi fisik dari tempat kerja yang baik, yaitu :

a. Bangunan tempat kerja, disamping menarik untuk dipandang juga dibangun dari pertimbangan keselamatan kerja.

(9)

b. Ruang kerja yang longgar dalam arti penempatan orang dalam suatu ruangan sehingga tidak menimbulkan rasa sempit.

c. Tersedianya peralatan yang cukup memadai.

d. Ventilasi untuk keluar masuknya udara segar yang cukup.

e. Tersedianya tempat istirahat untuk melepas lelah, seperti kafetaria baik dalam lingkungan perusahaan atau sekitarnya yang mudah dicapai karyawan.

f. Tersedianya tempat ibadah keagamaan seperti masjid atau musholla, baik dikelompokkan organisasi maupun disekitarnya.

g. Tersedianya sarana angkutan, baik yang diperuntukkan karyawan maupun angkutan umum, murah dan mudah diperoleh.

2. Lingkungan Kerja Non Fisik

Lingkungan kerja non fisik adalah lingkungan yang menyenagkan dalam arti terciptanya hubungan kerja yang harmonis antara karyawan dan atasan, karena pada hakekatnya manusia dalam bekerja tidak mencari uang saja, akan tetapi bekerja merupakan bentuk aktivitas yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan. 2.1.3 Kinerja

2.1.3.1 Pengertian Kinerja

Pengertian kinerja berdasarkan etimologinya oleh Haynes (dalam Sinambela, 2012) adalah :

“Kinerja berasal dari kata performance.Performance berasal dari kata “to perfom” yang mempunyai beberapa masukan (entries) : (1) memasukan, menjalankan, melaksanakan; (2) memenuhi atau menjalankan kewajiban suatu nazar; (3) menggambarkan suatu karakter dalam suatu permainan; (4) menggambarkannya

(10)

dengan suara atau alat musik; (5) melaksanakan atau menyempurnakan tanggungjawab; (6) melakukan suatu kegiatan dalam suatu permainan; (7) memainkan musik; (8) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin.”

Moeheriono (2009 : 61) mengemukakan bahwa definisi kinerja atau performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif, sesuai dengan kewenangan dan tugas tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Sinambela (2012 : 05) mengemukakan bahwa kinerja adalah pelaksanaan suatu pekerjaan dan penyempurnaan pekerjaan tersebut sesuai dengan tanggungjawabnya sehingga dapat mencapai hasil sesuai dengan apa yang dihapakan.

Sedarmayanti (2007) menyatakan bahwa kinerja merupakan sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya secara keseluruhan atau merupakan perpaduan dari hasil kerja (apa yang harus di capai seseorang) dan kompetensi (bagaimana seseorang mencapainya).

Bangun (2012 : 231)mengemukakan bahwa kinerja (performance)adalah hasil pekerjaan yang dicapai sesorang berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan(job requirement).

(11)

Simamora (dalam Suprayitno dan Sukir, 2007 : 27) menyatakan bahwa kinerja adalah tingkat hasil kerja karyawan dalam mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan yang diberikan.

Dari beberapa pengertian kinerja diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang telah dicapai oleh seseorang atas pekerjaanyang telah dilakukan dan sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang telah diberikan dan standar yang telah ditetapkan.

2.1.3.2 Penilaian Kinerja

Simanjuntak (dalam Sinambela : 2012) menyatakan bahwa penilaian atau dalam berbagai kepustakaan lazim disebut evaluasi kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian pelaksanaan tugas seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam suatu perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

Bangun (2012 : 231) menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah proses yang dilakukan organisasi untuk menilai keberhasilan karyawan dalam melaksanakan tugasnya.

Mathis dan Jackson (dalam Suprayitno dan Sukir, 2007 : 28) menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah proses evaluasi seberapa baik karyawan mengerjakan pekerjaan mereka ketika dibandingkan dengan satu set standar dan kemudian mengkomunikasikannya dengan para karyawan.

Dari beberapa definisi diatas tentang penilaian kinerja, maka dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja adalah proses penilaian atas hasil kerja seseorang dengan membandingkan antara hasil kerja dengan standar kerja yang

(12)

telah ditentukan oleh perusahaan apakah sudah mencapai hasil yang maksimal atau minimal, dan apakah kinerja karyawan perlu ditingkatkan atau tidak.

2.1.3.3 Faktor Penilaian Kerja

Handayani (dalam Suprayitno dan Sukir, 2007 : 28) menyatakan bahwa beberapa variabel yang digunakan untuk penilaian kinerja karyawan yang ditunjukkan dengan skor total yaitu sebagai berikut:

a. Kualitas Pekerjaan

Kualitas pekerjaan meliputi: pemahaman dan penguasaan tugas, kebutuhan terhadap instruksi-instruksi dalam pelaksanaan tugas, kemampuan dalam memecahkan masalah, ketelitian dalam memecahkan masalah, efisiensi waktu, tenaga dan biaya, ketekunan dan kedisiplinan dalam melaksanakan tugas, inisiatif, sikap terhadap tugas, kemampuan dalam bekerja sendiri, tanggung jawab, kepemimpinan, kecakapan dalam menggunakan peralatan, dan kemampuan memperbaiki peralatan kerja.

b. Kuantitas Pekerjaan

Kuantitas pekerjaan meliputi: kemampuan menyelesaikan seluruh pekerjaan yang ditugaskan, dan kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan melebihi yang ditugaskan.

c. Ketepatan waktu kerja

Ketepatan waktu kerja meliputi: ketepatan waktu dalam menyelesaikan tugas, ketepatan waktu dalam kehadiran, ketepatan waktu dalam istirahat dan pulang kantor, dan tingkat kehadiran

(13)

Kerjasama dengan rekan kerja meliputi: kemampuan bekerjasama di dalam kelompok, kemampuan bekerjasama di luar kelompok, kemampuan menjalin komunikasi dengan atasan, dan kemampuan memberi bimbingan dan penjelasan kepada karyawan lain.

2.1.3.4 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja

T.V Rao (dalam Sinambela, 2012 : 109) menyatakan bahwa tujuan penilaian diri atau penilaian kinerja individu adalah :

1. Menyediakan kesempatan bagi pegawai untuk mengikhtisarkan:

a. Berbagai tindakan yang telah diambilnya dalam kaitan dengan aneka fungsi yang bertalian dengan peranannya.

b. Keberhasilan dan kegagalannya sehubungan dengan fungsi-fungsi itu. c. Kemampuan-kemampuan yang ia perlihatkan dan

kemampuan-kemampuan yang ia rasakan kurang dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan itu dan berbagai dimensi managerial serta perilaku yang telah diperlihatkan olehnya selama setahun.

2. Mengenali akan kebutuhan perkembangannya sendiri dengan membuat rencana bagi perkembangannya di dalam organisasi dengan cara mengidentifikasi dukungan yang ia perlukan dari atasan yang harus dilaporinya dan orang-orang lain di dalam organisasi.

3. Menyampaikan kepada atasan yang harus dilaporinya, sumbangannya, apa yang sudah dicapai dan refleksinya supaya ia mampu meninjau prestasinya sendiri dalam presfektif yang benar dan dalam penilaian yang lebih obyektif.

(14)

Hal ini merupakan sebuah persiapan yang perlu bagi diskusi-diskusi peninjauan prestasi kerja dan rencana-rencana perbaikan prestasi kerja. 4. Memprakarsai suatu proses peninjauan dan pemikiran tahunan yang meliputi

seluruh organisasi untuk memeperkuat perkembangan atas inisiatif sendiri guna mencapai keekfetifan managerial.

Bangun (2012 : 232 - 233) bagi suatu perusahaan penilaian kinerja memiliki berbagai manfaat antara lain, evaluasi antarindividu dalam organisasi, pengembangan dalam diri setiap individu, pemeliharaan sistem, dan dokumentasi.

2.1.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu

1. Penelitian Linawati tentang “Pengaruh Motivasi, Kompetensi, Kepemimpinan, Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada PT Herculon Carpet Semarang) dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Manggala Semarang. Diperoleh hasil sebagai berikut : Berdasarkan uji T variabel motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, jika motivasi ditingkatkan maka kinerja juga meningkat pula. Variabel kompetensi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. dikarenakan salah satu unsur pengetahuan, keterampilan, dan perilaku tidak seimbang, kurangnya bersosialisasi dengan orang di semua tingkatan dalam organisasi, di bagian produksi unsur pengetahuan (knowledge) karyawan tidak terlalu berpengaruh, maka tidak aneh kalau kompetensi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan, jika kompetensi ditingkatkan maka kinerja akan menurun. Variabel kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan, jika kepemimpinaan

(15)

meningkat maka kinerja karyawan semakin meningkat pula. Variabel lingkungan kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa proses penciptaan kinerja di perusahaan tersebut sangat ditentukan oleh motivasi dan kepemimpinan. Sedangkan secara simultan berdasarkan uji F, maka dapat diketahui bahwa variabel motivasi, kompetensi, kepemimpinan, dan lingkungan kerja secara bersamasama berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan PT Herculon Carpet Semarang.

2. Penelitian Suprayitno dan Sukir (2007) tentang “Pengaruh Disiplin Kerja, Lingkungan Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Sub Dinas Kebersihan dan Tata DPU dan LLAJ Kabupaten Karanganyar” dari Universitas Slamet Riyadi Surakarta. Diperoleh hasil sebagai berikut : Secara Simultan berdasarkan uji F ada pengaruh positif dan signifikan disiplin kerja, lingkungan kerja dan motivasi kerja secara bersama- sama terhadap kinerja karyawan Sub Dinas Kebersihan dan Tata Kota DPULLAJ Kabupaten Karanganyar. Secara parsial berdasarkan uji T disiplin kerja, lingkungan kerja dan motivasi kerja, secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan Sub Dinas Kebersihan dan Tata Kota DPU dan LLAJ Kabupaten Karanganyar.

(16)

2.2 Rerangka Pemikiran

Berdasarkan kedua variabel yang saling berkaitan dengan kinerja karyawan, maka rerangka pemikiran penelitian adalah :

Gambar 1 Rerangka pemikiran

Dari gambar rerangka pemikiran diatas, dapat dijelaskan bahwa vriabel independent berpengaruh terhadap variabel dependent.

Menurut Pramudyo (dalam Linawati dan Suhaji : ) menyatakan bahwa kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, perilaku yang harus dimiliki seseorang dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Dengan adanya kompetensi yang telah dimiliki oleh individu tersebut maka akan mendorong karyawan dalam berkinerja dan memperbesar rasa keingintahuan para karyawan terhadap setiap masalah yang ada di perusahaan beserta pemecahan masalahnya tersebut.

Menurut Nitisemito (2000) menyatakan bahwa lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan. Dengan adanya lingkungan kerja yang mendukung, maka akan menambah pula semangat kerja para karyawan dan kinerja karyawan juga akan semakin baik sesuai dengan tujuan perusahaan.

Kompetensi (X1) Lingkungan Kerja (X2) Kinerja Karyawan (Y)

(17)

2.3 Hipotesis

Hipotesis dapat diartikan sebagai pendapat atau pernyataan atau kesimpulan yang masih kurang atau belum selesai atau masih bersifat sementara. Ia merupakan jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah penelitian dimana kebenarannya memerlukan pengujian secara empiris (Soewadji, 2012 : 123). Berdasarkan rumusan masalah , tujuan penelitian dan tinjauan teoritis yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disususn hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Diduga kompetensi dan lingkungan kerja berpengaruh dan layak terhadap

kinerja karyawan.

2. Diduga kompetensi dan lingkungan kerja secara parsial berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

Gambar

Gambar 1  Rerangka pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Uji t digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen, yaitu pengaruh dari masing-masing variabel independen yang terdiri

Nilai dan biaya akan sama besarnya, apabila sarana pelengkap atau improvement dari properti tersebut, yaitu bentuk bangunan, i 3 in zoning, hak kepemili- kan dan

Pada perlakuan hormon lain tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kontrol bahkan rata-rata luas yang dihasilkan lebih kecil dari kontrol yaitu dibawah 0,335 cm 2

Berdasarkan hasil analisis dalam Tabel 4.3 diperoleh hasil bahwa wanita yang berada dalam kelompok keluarga pra sejahtera berisiko 1,6 kali lebih besar (95% CI:

Menurut Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan/kegagalan

Disamping buku utama yang telah disebutkan tadi, penulis juga menggunakan buku-buku yang membahas tentang sistem kekerabatan masyarakat Jepang, pola pikir masyarakat Jepang

Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 1 butir 11 menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu,

Hasil uji coba tahap II (kelompok besar) dengan jumlah subjek sebanyak 50 responden terdapat skor hasil 1925 dan terdapat persentase sebesar 77%, maka hasil uji