• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Bio Ekonomi Dan Strategi Pengel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Bio Ekonomi Dan Strategi Pengel"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS BIO-EKONOMI DAN STRATEGI PENGELOLAAN

SUMBERDAYA IKAN PELAGIS DI PERAIRAN LAUT JAWA

I. PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki sekitar 17.508 pulau, panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km memiliki luas wilayah laut 5,8 juta km2 dengan dugaan potensi perikanan sebesar 6,1 juta ton per tahun. Tingkat pemanfaatan potensi ini diduga telah mencapai sekitar 60 % (Nikijuluw, 2002). Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan, tujuan pembangunan perikanan tangkap yaitu : (1) meningkatkan kesejahteraan nelayan; dan (2) menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, DKP (2004) mencantumkan sasaran pembangunan sub-sektor perikanan tangkap yang ingin dicapai pada akhir 2009 sebagai berikut : (1) tercapainya produksi perikanan tangkap sebesar 5,472 juta ton; (2) meningkatnya pendapatan nelayan rata-rata menjadi Rp 1,5 juta/bulan; (3) meningkatnya nilai ekspor hasil perikanan menjadi US$ 5,5 milyar; (4) meningkatnya konsumsi dalam negeri menjadi 30 kg/kapita/tahun; dan (5) penyerapan tenaga kerja perikanan tangkap (termasuk nelayan) sekitar 4 juta orang. Usaha pengembangan penangkapan ikan menghadapi beberapa kendala yang unik dan tidak ditemui pada produksi sektor pertanian lainnya, seperti : (1) sumberdaya berada dalam air dan bergerak; (2) produknya mudah sekali rusak; (3) mempunyai zona kritis; (4) milik umum dan (5) adanya pengaruh-pengaruh kondisi alami dalam eksploitasinya seperti adanya musim, arus, dan gelombang. Dengan demikian dalam pengembangan usaha penangkapan ikan sangat diperlukan adanya pertimbangan-pertimbangan biologi, teknik, ekonomi dan sosial.

Ikan pelagis merupakan salah satu sumberdaya ikan laut, yang mempunyai nilai ekonomis penting dan memunyai prospek yang baik. Sumberdaya daya ikan pelagis di Laut Jawa terdiri atas komunitas ikan pelagis pantai (Sardinella spp.,

(2)

dan oseanik (Decapterus ruselli, Decapteruss macrosoma, Selar crumenophthalmus, Rastrelliger kanagurta, Amblygaster sirm, Megalaspis cordyla, Scombermorus spp., dan Auxis thazard) (Atmaja & Sadhotomo, 2000

dalamPRPT, 2006).

Uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan membutuhkan adanya tindakan pengelolaan sehingga upaya penangkapan dilakukan berdasarkan kemampuan produksi atau keadaan stok dari sumberdaya ikan yang menjadi tujuan penangkapan, dengan demikian usaha penangkapan ikan dapat berkelanjutan. Tindakan pengelolaan membutuhkan adanya informasi tentang potensi lestari sumberdaya ikan secara ekonomi yang menjadi tujuan penangkapan serta jumlah alat penangkapan ikan yang optimal. Keseimbangan antara kegiatan penangkapan ikan dengan ketersediaan sumberdaya ikan adalah optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Sumberdaya ikan pelagis merupakan salah satu komoditi ekonomis penting karena permintaan terhadap jenis ikan ini cukup tinggi.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan bahwa permasalahan utama dalam rangka pengelolaan sumberdaya ikan pelagis secara berkelanjutan di perairan Laut Jawa adalah, (1) belum diketahuinya tingkat maximum economic yield (MEY), sehingga sulit untuk menata dan mengestimasi alokasi alat tangkap yang seharusnya digunakan agar dapat memberikan hasil yang optimal dengan tetap mempertimbangkan kaidah kelestarian sumberdaya. (2) belum diketahui teknologi penangkapan ikan pelagis yang efisien, efektif dan ramah lingkungan.

(3)

II. METODOLOGI

2.1. Produksi Biologis Schaefer

Model fungsi produksi biologis dari Schaefer (1957 dalam Purwanto, 1988) menghubungkan antara tingkat upaya penangkapan (E) dengan tingkat produksi ikan (Q) sebagai berikut :

2

bE

aE

Q

Dengan produksi maksimum lestari (MSY) = a2 / 4b yang dihasilkan dengan upaya penangkapanEmsy = a / 2b.

2.2. Analisi Bio-Ekonomi Gordon-Schaefer

Model Gordon-Schaefer merupakan model yang pertama dikembangkan untuk menjelaskan perilaku ekonomi usaha penangkapan ikan (Munro & Scoot, 1984 dalam Purwanto, 1988). Model Gordon-Schaefer disusun dari (1) model fungsi produksi biologis dari Schaefer, (2) biaya penangkapan, dan (3) harga ikan. Model ini dinyatakan sebagai fungsi dari upaya penangkapan.

Asumsi yang mendasari model ini adalah : (1) perubahan pada tingkat keluaran (produksi) tidak akan mempengaruhi harganya, karena perikanan yang dianalisis merupakan salah satu dari sejumlah perikanan kecil, (2) terdapat kebebasan untuk ikut serta maupun berhenti berusaha menangkap ikan, (3) seluruh kondisi alam dan hubungan biologis adalah konstan, (4) selektifitas alat tangkap tidak berubah, (5) terdapat hubungan linear antara biaya dengan tingkat upaya penangkapan (Anderson, 1973dalamPurwanto,et. al.,1988).

Analisis fungsi produksi lestari perikanan tangkap yang dikembangkan oleh Schaefer, hanya dapat menentukan tingkat pemanfaatan maksimum secara lestari berdasarkan aspek biologi, sehingga belum mampu menetapkan tingkat pemanfaatan maksimum yang lestari secara ekonomi. Untuk menjawab permasalahan ini, Gordon mengembangkan Model Schaefer dengan cara memasukkan faktor harga per satuan hasil tangkap dan biaya per satuan upaya

pada persamaan fungsinya, yang kemudian dikenal sebagai “Model Statik

(4)

cE

µ = Keuntungan dari upaya pemanfaatan sumberdaya

TR = Penerimaan total

TC = Biaya total

E = Upaya penangkapan

P = Harga rata-rata ikan cakalang

c = Biaya penangkapan ikan per satuan upaya

Tingkat upaya peningkatan dan produksi saat dicapai keuntungan maksimum ( E* , Q* ) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

p Economic Yield = MEY). Berdasarkan persamaan Q* tersebut dapat dijelaskan, bahwa bila c = 0 maka keuntungan maksimum dicapai pada saat dicapai MSY ; sedangkan bila c > 0 maka Q* < MSY. Semakin besar nilai c akan semakin kecil nilai Q* dan E* ; sedangkan semakin besar nilai p akan semakin besar nilai Q* dan E*.

(5)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Produksi perikanan pelagis di perairan laut Jawa dalam 8 (delapan) tahun , yaitu periode tahun 1976-1983 menunjukkan fluktuasi sebagaimana terlihat pada tabel 1 dan gambar 2. Berfluktuasinya produksi sumbedaya ikan pelagis ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi dalam kegiatan perikanan tangkap. Faktor yang saling berinteraksi tersebut adalah upaya penangkapan dan ketersediaan stok sumberdaya ikan di perairan laut Jawa.

Tabel 1. Total Catch, Total Standarized Effort dan CPUE perikanan pelagis tahun 1976-1983 dengan menggunakan alat tangkappurse seine.

Tahun Produksi (ton) Effort (unit) CPUE (ton/kapal)

1976 48.800 1.370 35,620 kenaikan (48.800 sampai 90.000 ton/kapal), akan tetapi di tahun 1981 mengalami penurunan (85.000 ton/kapal) dan produksi kembali meningkat di tahun 1983 (115.600 ton/kapal). Seperti terlihat pada gambar 1 di bawah ini :

10

1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983

Tahun

(6)

Total upaya penangkapan (total effort) dari tahun 1976-1983 cenderung meningkat dan nilai CPUE dari tahun 1976 -1983 berfluktuasi, nilai CPUE tertinggi terjadi pada tahun 1977 dan nilai CPUE terendah terjadi pada tahun 1982. Nilai CPUE ini mencerminkan produktivitas (hasil tangkapan per satuan upaya/trip) pada perikanan pelagis di Perairan Laut Jawa, maka dari itu nilai CPUE dengan upaya penangkapan (effort) perlu diketahui korelasinya sehingga dapat diketahui kecenderungan produktivitas (hasil tangkapan) pada kegiatan perikanan pelagis di perairan Laut Jawa. Dimana dengan berambahnya tahun, uaya penangkapan sumberdaya ikan pelagis di perairan laut Jawa mengalami peningkatan (Gambar 3).

1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983

Tahun

Gambar 2. Perkembangan upaya penangkapan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa periode 1976-1983

3.1. Produksi Biologis Schaefer

3.1.1. Hubungan antara CPUE dan Effort

(7)

y = -0.0058x + 48.443

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

Fisihing effort (unit)

Gambar 4. Hubungan CPUE dengan Effort sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa periode 1976-1983

Dari hasil analisis hubungan antara CPUE dengan Effort menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan pada usaha penangkapan (effort) maka akan menurunkan hasil tangkapan per satuan upaya/trip, dengan persamaan regresi linear sebagai berikut:

Y = -0,0058 x + 48,443

3.1.2. Hubungan antaraEffortdenganCatch.

Usaha penangkapan terhadap sumberdaya perikanan pelagis mempunyai pola perkembangan yaitu dengan adanya catch meningkat seiring dengan meningkatnya effort sehingga mencapai MSY. Setelah usaha yang dilakukan mencapai MSY, maka catch mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya

effort (Gambar 5). Perhitungan matematis hasil tangkapan pada kondisi MSY diperoleh sebesar 101.151 ton/tahun dan nilai EMSYsebesar 4.176 kapal.

Hasil analisis terjadinya MSY pada upaya pemanfatan suumberdaya ikan pelagis yang terjadi dikarenakan semakin bertambahnya jumlah alat tangkap, seperti pada gambar 2, bahwa pada tahun 1982 dan 1983 jumlah alat-alat yang dioperasikan melebihi jumlahfishing effortyang seharusnya dioperasikan (EMSY=

(8)

menggunakan tingkat upaya yang lebih besar akan terdapat tangkapan lestari yang tinggi, populasi yang lebih rendah hingga populasi tercapai dimana tangkapan lestari adalah maksimum.

Perhitungan matematis hasil tangkapan pada kondisi MSY diperoleh pendapatan total sebesar Rp. 126.438.699.000,-. Sedangkan hubungan kuadratik antara upaya penangkapan dengan hasil tangkapan dapat dilihat pada gambar 5. Hubungan antara upaya penangkapan dan hasil tangkapan sumberdaya perikanan pelagis di perairan Laut Jawa berbentuk parabola (gambar 5, artinya setiap penambahan tingkat upaya penangakapan (E) maka akan meningkat pula hasil tangkapan (h) sampai mencapai titik maksimum, kemudian akan terjadi penurunan hasil tangkapan untuk setiap peningkatan intensitas pengusahaan sumberdaya.

Gambar 5. Hubungan Catchdan Effort sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983

3.1.3. Hubungan antarabiomassdenganeffort, laju pertumbuhan

Fungsi produksi perikanan menggambarkan suatu hubungan antara hasil penangkapan dengan sejumlah faktor produksi yang secara kolektif disebut sebagai upaya penangkapan. Fungsi produksi seuai dengan perkembangan sumberdaya ikan pelagis di perairan laut Jawa disajikan pada gambar 6. Adapun persamaan hubungan antara biomass dengan effort pada perikanan pelagis di perairan Laut Jawa adalah sebagai berikut :

4176, 101151

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000

(9)

X = 66.617

7,97 E

Persamaan tersebut diatas menggambarkan bahwa hubugan antara x dengan E adalah linear yaitu dengan meningkatnya E menyebabkan turunnya nilai x, adapun persamaan tersebut dirumuskan dengan menggunakan nilai q, K dan r yang telah diestimasi (Tabel 2).

Hubungan antara h dengan E adalah kuadratik,dimana sebelum tingkat h masimum (MSY) dicapai, peningkatan E akan diikuti oleh peningkatan h MSY dicapai pada saat E = r/2q = 6,225525/(2*0,51 10-4) = E

MSY, dengan MSY =

6,225525 x 64542,35.

Tabel 2. Nilai parameter biologi dan ekologi penangkapan sumberdaya ikan pelagis pada tahun 1976-1983 dengan menggunakan alat tangkappurse seine.

Tahun Produksi (ton)

K 64542.35

q 0.000751

r 6.225525

Peningkatan biomass sumberdaya ikan pelagis di perairan laut Jawa mencapai tingkat maksimum sebesar 64542.35, dimana pertambahan nilai effort

menunjukkan bertambahnya nilai biomass (Gambar 6).

0

0 2000 4000 6000 8000 10000

Fishing Effort (unit)

0 2000 4000 6000 8000 10000

Fishing effort (unit)

(10)

Stok sumberdaya ikan pelagis mampu berkembang hingga suatu tingkat maksimumnya, dengan laju pertumbuhan tergantung pada ukuran kelimpahan stok (x). Bila x lebih kecil dari ukuran kelimpahan stok maksimum yang sesuai dengan daya dukung (K), maka stok ikan akan cenderung meningkat hingga dicapai K (tabel 2). Pada nilai x = 66.617 – 7,97 E angka pertumbuhan stok mengalami peningkatan sesuai dengan meningkatnya nilai x (gambar 7). Laju pertumbuhan stok ikan yang dieksploitasi disajikan pada gambar 7.

0

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000

Biomass (ton)

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

Fishing Effort (unit)

Gambar 7. Hubungan antarabiomassLaju pertumbuhan denganbiomass, dancath

ikan pelagis dengan fishing effort perikanan pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983

Berdasarkan nilai parameter biologi fungsi tingkat pertumbuhan stok sumberdaya ikan pelagis di Laut Jawa, didapatkan persamaan sebagai berikut :

F (X) = r X ( 1–X / K)

G (X) = 6.225525 X (1

X / 64542.35)

3.2. Keseimbangan bioekonomi Gordon-Schaefer perikanan pelagis

(11)

perikanan setara dengan baya marjinal untuk menghasilkannya (Anderson, 1986

dalamPurwanto, 1988).

Hasil perhitungan matematis usaha pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis di perairan laut Jawa periode tahun 1976-1983, diperoleh bahwa tingkat MSY sebesar 101.151 ton/tahun pada tingkat EMSYsebesar 4176 unit (Gambar 8).

Gambar 8. Keseimbangan bio-ekonomi Gordon Schaefer perikanan pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983

Tingkat peningkatan upaya dan produksi pada saat dicapai keuntungan maksimum yaitu E* sebesar 2915 unit sedangkan nilai Q* sebesar 91.923 ton/kapal. Keuntungan pada saat kondisi MSY yang dicapai adalah sebesar Rp. 50.059.659.000,- yang diperoleh dari perhitungan dari nilai TR = 126 438 699.000,- dan nilai TC = Rp. 76.379.040.000,-. Akan tetapi hal tersebut dengan bertambahnya jumlah alat tangkap keuntungan (profit) yang didapatkan terus mengalami penurunan. Dengan adanya tingkat pengusahaan sumberdaya perikanan pelagis di Perairan Laut Jawa pada tahun 1983 secara ekonomis dan

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000

(12)

3.3. Peningkatan teknologi penangkapan 20 %

Perbedaan yang terjadi karena kenaikan teknologi penangkapan sebesar 20 % sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa disajikan pada gambar 9. Teradinya upaya peningkatan teknologi penangkapan merupakan salah satu upaya untuk menghasilkan keuntungan yang besar. Alasan yang paling mendasar terjadinya hal tersebut pada umumnya dikarenakan bahwa dengan meningkatnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik akan terus meningkat. Menurut FAO (2001 dalam Widodo, 2006), produksi ikan dunia tahun 1999 mencapai 125,2 juta ton. Ikan yang digunakan untuk konsumsi meningkat 2,1 juta ton dari 90,7 juta ton yang diproduksi pada tahun 1996, sedangkan yang diproduksi untuk keperluan pengelolaan lebih lanjut menjadi tepung dan minyak ikan meningkat 0,8 juta ton dari sekita 29,6 juta ton pada

1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983

Tahun

(13)

10

1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983

Tahun

Gambar 10. Fluktuasi produksi perikanan pelagis pasca peningkatan teknologi penangkapan sebesar 20 % dalam upaya pemanfatan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983

Fluktuasi antara CPUE dan total produksi tidak mengalami perubahan akan tetapi mengalami peningkatan pada jumlah hasil tangkapan dengan adanya kenaikan teknologi 20 %. Nilai dapat CPUE sebagai cerminan hasil tangkapan per satuan upaya/trip pada perikanan pelagis di Perairan Laut Jawa, antara CPUE dengan upaya penangkapan (effort) perlu diketahui korelasinya sehingga dapat diketahui kecenderungan produktivitas (hasil tangkapan) pada kegiatan perikanan pelagis di perairan Laut Jawa (Gambar 10).

0

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000

Fishing Effort (unit)

Es timate pas ca kenaikan teknologi 20%

(14)

Dampak dari kenaikan teknologi penangkapan sebesar 20 % tidak begitu berpengaruh pada hasil tangkapan per satuan upaya/trip pada perikanan pelagis di Perairan Laut Jawa, akan tetapi rata unit pangkapan meningkat dari 3.100 unit

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000

Fis hing Effort (unit)

Catch pasca kenaikan teknologi 20%

Gambar 12. Hubungan antara Catch dengan fishing effort perikanan pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983 pasca peningkatan teknologi penangkapan sebesar 20 %.

Peningkatan teknologi penangkapan sebesar 20 % berdampak pada meningkatnya MSY dari 4.176 unit ; 101.151 ton/tahun menjadi 4.197 unit ; 120.543 ton/tahun (Gambar 12). Dampak tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinyaoverfishingyang merupakan suatu kondisi bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan yang melebihi sumberdaya yang ada, dari perhitungan matematis awal pada jumlah unit 4.176 unit merupakan kondisi eksploitasi sumberdaya ikan pelagis sudah dalam kondisi over fishing, dengan jumlah batas unit sebesar 2.915 unit, dengan tingkat maksimum keuntungan 91.923 ton/tahun.

(15)

kondisi seperti ini, kelangsungan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut awa tidak akan dapat bertahan lama, apabila konsep strategi pengelolaanya tidak tetap.

(16)

Gambar 13. Keseimbangan bio-ekonomi Gordon Schaefer perikanan pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983

Gambar 14. Keseimbangan bio-ekonomi Gordon-Schaefer perikanan pelagis di perairan Laut Jawa pada tahun 1976-1983 pasca kenaikan teknologi 20 %

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000

Fishing effort (unit)

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000

(17)

3.4. Teknologi Penangkapan Sumberdaya Ikan Pelagis

Pada umumnya jenis teknologi penangkapan ikan-ikan pelagis yang biasa digunakan adalah, pancing tonda, jaring insang hanyut danPurse seine.

3.4.1. Pancing tonda

Pancing tonda adalah pancing yang diberi tali panjang dan ditarik oleh perahu atau kapal. Pancing diberi umpan ikan segar atau umpan palsu yang karena pengaruh tarikan bergerak di dalam air sehingga merangsang ikan buas menyambarnya.

a. Alat Tangkap

Pada prinsipnya pancing yang digunakan terdiri dari tali panjang, mata pancing tanpa pemberat. Pancing ini umumnya menggunakan umpan tiruan/umpan palsu. Umpan tiruan tersebut bisa dari bulu ayam, kain-kain berwarna menarik atau bahan dari plastik berbentuk miniatur menyerupai aslinya (misalnya cumi-cumi, ikan dan lain-lain).

Konstruksi pancing tonda terdiri dari gulungan senar, tali pancing, swivel, pemberat atau tanpa pemberat dan mata pancing (Gambar 15). Pancing tonda terdiri dari komponen-komponen yang penting, yaitu:

Tali utama (monofilamentnomor 1000) dengan panjang tali utama sekitar 150 m.

Tali cabang (monofilamentnomor 800) dengan panjang tali berkisar mulai dari 15 cm–225 cm

Mata pancing No 6 terdiri dari 15 mata pancing Umpan palsu dari bahan kain sutera

Pelampung yang terbuat dari bahan gabus Kili-kili dari bahan timah

(18)

Gambar 15. Konstruksi alat tangkap pancing tonda (sumber:

http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif) b. Kapal

Kapal yang digunakan berskala kecil atau tradisional yang sering digunakan adalah jenis jukung (gambar 16), dengan ukuran rata-rata panjang 7,3 m, dalam 0,55 m dan lebar 0,35 m, dan rata-rata kapal bertonage 1–5 GT. Bahan untuk perahu ini biasanya dari kayu meranti. Jenis mesin yang digunakan adalah motor tempel dengan kekuatan rata-rata 15 PK, dan jumlah tenaga kerja biasanya 1–2 orang saja.

Gambar 16. Contoh perahu pancing tonda (sumber:

http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif) c. Metode Penangkapan Ikan

(19)

melakukan operasi penangkapan antara lain ; perawatan dan pengecekan mesin motor tempel, pengisian bahan bakar minyak, perbekalan dan konsumsi.

Pada prinsipnya penangkapan ikan dengan tonda ini adalah memasang pancing pada bagian buritan kapal, yang kemudian ditarik oleh kapal selama operasi penangkapan dengan harapan umpan pada pancing tersebut disambar oleh ikan yang menjadi tujuan penangkapan, seperti terlihat pada gambar 17.

Gambar 17. Ilustrasi pengoperasian pancing tonda (sumber:http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)

Kapal tonda berangkat pada pagi hari untuk berburu gerombolan ikan yang mencari makan di permukaan. Bila gerombolan terlihat, tonda segera diturunkan dan kecepatan kapal dikurangi. Ujung dari pancing tonda diikatkan padaoutrigger

dan sebuah bantalan karet terikat pada pancing utama tepat berjarak satu meterdari outrigger dimana pancing terikat. Selanjutnya kapal berlalu melewati gerombolan ikan tersebut, hingga dimangsa oleh ikan, dan secara perlahan kapal diperlambat untuk menarik tonda dengan hasil pancingan. Penondaan dilakukan dengan mengulur tali lebih kurang dua pertiga dari seluruh panjang tali pancing yang disediakan.

(20)

3.4.2. Jaring insang hanyut (drift gill net)

Pada umumnya, yang disebut dengan gill net ialah jaring yang berbentuk persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya. Dengan kata lain, jumlahmesh depth lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlahmesh size

pada arah panjang jaring. Berdasarkan cara operasi ataupun kedudukan jarring dalam perairan , maka dapat dibedakan antara lain ; (1)Surface gill net(2)Bottom gill net(3)Drift gill netdan (4)Encricling gill netatausurrounding gill net.

Drift gill net atau jaring insang hanyut ini tidak ditentukan oleh adanya jangkar, tetapi bergerak hanyut bebas mengikuti arah gerakan arus. Pada satu pihak dari ujung jaring diletakkan tali, dan tali ini dihubungkan dengan kapal, gerakan hanyut dari kapal sedikit banyak juga dapat mempengaruhi posisi jaring. Selain gaya arus, gelombang, maka kekuatan angin juga akan mempengaruhi keadaan hanyut dari jaring. Dengan perkataan lain gaya angin akan bekerja pada bagian darifloatyang tersembul pada permukaan air.

Drift giil net ini dapat pula digunakan untuk mengejar gerombolan ikan, dan merupakan suatu alat penangkap yang penting untuk perikanan laut bebas. Posisinya tidak ditentukan oleh jangkar, maka pengaruh dari kecepatan arus terhadap kekuatan tubuh jaring dapat diabaikan . Dengan kata lain gerakan jarring bersamaan dengan gerakan arus, sehingga besarnya tahanan dari jaring terhadap arus dapat diabaikan.

a. Alat tangkap

Alat penangkapan terdiri dari :

Panjang jaring sekitar 400 m (bahan nylon) Ukuran mata jaring 3 inci

Pelampung utama (bahan sendal karet) Pelampung tanda (bahan bola plastik) Pemberat utama (bahan timah, berat 1,5 kg) Tali ris atas dan bawah (bahan nylon) b. Kapal

(21)

Panjang (L) = 9 m Lebar (B) = 0,8 m Tinggi (D) = 1 m

Tenaga Kerja berjumlah adalah 1 - 2 orang.

Gambar 18. Contoh Perahu jaring insang hanyut (sumber:

http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif) c. Metode penangkapan ikan

(22)

3.4.3. Pukat cincin (purse seine) a. Alat tangkap

Satu unit purse seineterdiri dari jaring, kapal, dan alat Bantu (roller, lampu,

echosounder, dan sebagainya). Pada garis besarnya jaring purse seineterdiri dari kantong, badan jaring, tepi jaring, pelampung, tali pelampung, sayap, pemberat, tali penarik, tali cincin danlower salvage. Alat penangkapan terdiri dari :

Panjang jaring sekitar 600 m (bahan nylon)

Ukuran mata jaring pada bagian kantong 1 inci, pada badan jaring 1 inci dan pada bagian sayap 1,25 inci.

Pelampung bahan plastik

Pelampung tanda (bahan bola plastik)

Pemberat utama (bahan timah, berat total 100 kg) b. Kapal

Kapal yang digunakan termasuk perahu motor (outboard) dengan menggunakan mesin Yanmar 24 PK dengan kapal bertonage 5 – 10 GT, seperti terlihat pada Gambar 19 dengan ukuran-ukuran sebagai berikut:

Panjang (L) = 15 m Lebar (B) = 2,5 m Tinggi (D) = 2 m

Dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah 10-13 orang.

Gambar 19. Contoh Kapalpurse seine(sumber:

(23)

c. Metode penangkapan ikan

Pada umumnya jaring dipasang dari bagian belakang kapal (buritan) dan ada juga yang dipasang di samping kapal (Gambar 20).

Gambar 20. Ilustrasi pengoperasianpurse seine(sumber:

http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif)

Penangkapan cakalang denganpurse seinedioperasikan pada malam hari. Pengumpulan ikan di permukaan laut dilakukan dengan menggunakan alat bantu yaitu rumpon. Teknik penangkapannya adalah :

Melepaskan tali rumpon. Pada tali rumpon ini diberikan pelampung. Dengan demikian, rumpon akan hanyut searah dengan arus permukaan air. Melihat arah dan kecepatan arus untuk memprediksi kecepatan dan arahnya rumpon yang telah dilepaskan.

Melingkari gerombolan ikan yang ada di bawah rumpon.

Menarik tali kolor dari jaring. Setelah jaring bagian bawah telah tertutup maka rumpon tadi dikeluarkan dari jaring dan dikembalikan ke tali pelampung seperti semula. Dengan demikian, ada awak yang bertugas khusus untuk menyelesaikan rumpon tersebut sehingga kembali ke posisi semula.

(24)

Pengambilan hasil tangkapan. Ikan-ikan yang terkumpul pada bagian kantong atau yang berfungsi sebagai kantong segera diserok ke atas kapal. 3.5. Konsekuensi Teknologi Alat Tangkap Pilihan

Monintja (2000) menjelaskan bahwa kriteria alat tangkap yang ramah lingkungan yaitu:

1. Mempunyai selektivitas tinggi, artinya teknologi yang digunakan mampu meminimalkan hasil tangkapan yang bukan merupakan target.

2. Tidak destruktif terhadap habitat yang akan membahayakan kelestarian produksi ikan.

3. Tidak membahayakan nelayan yang mengoperasikan/menggunakan teknologi tersebut.

4. Menghasilkan ikan bermutu baik dan tidak membahayakan kesehatan konsumen.

5. Hasil tangkapan yang terbuang (discards)sangat minim.

6. Berdampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati, tidak menangkap species yang dilindungi atau terancam punah.

7. Diterima secara sosial, artinya dimasyarakat nelayan tidak menimbulkan konflik.

Teknik dalam pengoperasian purse seine yaitu dengan cara melingkarkan pada teknik pengoperasian penangkapannya, sehingga sumberdaya ikan yang berada pada catchable area akan terjerat pada badan jaring alat tangkap ini,. Dengan demikian komposisi jenis ikan yang tertangkap purse seine relatif lebih banyak dibandingkan pancing tonda dan jarring insang hanyut, ini dikarenakan

purse seineefektif menangkap ikan yang dalam pergerakannya bergerombol.

(25)

dibandingkan dengan pancing tonda dan jaring insang hanyut yang menghadang renang ikan, maka peluang untuk mendapatkan jumlah hasil tangkapan dibandingkan purse seine relatif lebih sedikit. Perbedaan prinsip penangkapan diantara ketiga jenis alat tangkap tersebut menyebabkan produktivitas atau kemampuan menangkap cakalang juga berbeda.

Sesuai dengan tren pengembangan teknologi penangkapan ikan saat ini yang menekankan pada teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan (environmentally friendly fishing technology) dengan harapan dapat memanfaatkan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan.

IV. STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Strategi pengelolaan yang dapa diterapkan dalam pengelolaan perikanan, tentunya kegiatan usaha dengan upaya penangkapan (effort) dengan hasil kurang dari MSY. Usaha dalam mempertahankan kondisi underfishig salah satunya data dilakukan dengan memperhatikan teknologi penangkapan yang digunanakan. Menurut Monintja (2000), perlu adanya pertimbangan dalam pemilihan suatu teknologi yang tepat untuk diterapkan di dalam pengembangan perikanan. Pertimbangan-pertimbangan yang akan digunakan dalam pemilihan teknologi dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan (TPIRL), teknologi penangkapan ikan secara teknis, ekonomis, mutu dan pemasaran menguntungkan serta kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan. Suatu kegiatan penangkapan ikan yang ramah lingkungan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Selektivitas tinggi, artinya teknologi yang digunakan mampu meminimalkan hasil tangkapan yang bukan merupakan target.

2. Tidak destruktif terhadap habitat yang akan membahayakan kelestarian produksi ikan.

3. Tidak membahayakan nelayan yang mengoperasikan /menggunakan teknologi tersebut.

4. Menghasilkan ikan bermutu baik dan tidak membahayakan kesehatan konsumen.

(26)

6. Berdampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati, tidak menangkap species yang dilindungi atau terancam punah.

7. Diterima secara sosial, artinya dimasyarakat nelayan tidak menimbulkan konflik.

V. KESIMPULAN

Hasil analisis produksi biologis sumberdaya ikan pelagis di perairan laut jawa periode tahun 1976-1983 didapatkan nilai MSY sebesar 101.194 ton/tahun. Hasil analisis bio-ekonomi dalam pemanfaatan suberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa didapatkan nilai MEY sebesar 91.924 kg/tahun, dengan jumlah hasil tangkapan per satuan upaya menggunakan alat tangkap purse seine sebesar 24,23 ton/kapal/tahun. Batas Maximum Economic Yield sebesar 91.923 ton/tahun dengan jumlah unit alat tangkap efisien guna mendapatkan keuntungan yang sesuai sebesar 2.915 unit. Alat tangkap purse siene merupakan alat tangkap pilihan untuk menangkapan sumberdaya ikan pelagis di perairan Laut Jawa.

Adanya pertimbangan dalam pemilihan suatu teknologi yang tepat untuk diterapkan di dalam pengembangan perikanan sangat diperlukan. Pertimbangan-pertimbangan yang akan digunakan dalam pemilihan teknologi dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan (TPIRL), teknologi penangkapan ikan secara teknis, ekonomis, mutu dan pemasaran menguntungkan serta kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan.

VI. SARAN

Untuk mengusahakan agar sumberdaya perikanan pelagis dapat dimanfaatkan terus-menerus secara maksimal dalam jangka yang tak terbatas maka tingkat pemanfaatan perlu dibatasi sampai pada tingkat tertentu. Induk-induk ikan dalam jumlah tertentu harus disisakan dan diberi kesempatan untuk berkembang biak, sehingga mamu menghasilakn anakan dalam jumlah yang cukup untuk kelestarian.

(27)

industri pengolahan hasil tangkapan, sehingga sumberdaya perikanan di perairan Indonesia dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

[PRPT] Pusat Riset Perikanan Tangkap, BRKP, 2006. Pengkajian Stok Ikan Indonesia 2005. PRPT, BRKP, DKP. Hal. 29.

[DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, DKP, 2004. Kebijakan Pembangunan Perikanan Tangkap. Disampaikan Pada Rapat Koordinasi elokasi Nelayan Tingkat Nasional di Jakarta. Dirjen Perikanan Tangkap DKP Jakarta.

Garcia S, P.Sparre and J.Csirke, 1989. Estimating Surplus Production and Maximum Sustainable Yield from Biomass Data when Catch and Effort Time Series are not Available. Fisheries Research, 8 (1989) 13-23. Elselvier Science Publishers B.V, Amsterdam Printed in The Netherlands.

http://www.njscuba.net/artifacts/img.gif(28 Desember 2006).

Kesteven. G.L 1973. Manual of Fisheries Science. Part I. An Introduction to Fisheries Sciences. FAO Fisheries Technical Paper No.118. Food and Agricultural Organization of The United Nations. Rome.43 p

Monintja, DR, 2000. Pemanfaatan Pesisir dan Laut Untuk Kegiatan Perikanan Tangkap. Prosiding Pelatihan Untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor.

Nikijuluw. V.P.H. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Kerjasama P3R dan PT. Pustaka Cidesindo. Jakarta. 54 Hal.

Purwanto, 1988. Bio-ekonomi Penangkapan Ikan : model Statik. Oseana. Vol. XIII, No. 2 : 63-72.

Purwanto, Kamiso, H. N., Tumari Jatileksono. 1988. Optimasi Ekonomi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Udang Di Pantai Selatan Jawa Tengah. BPPS-UGM 4 (1) : 557-567.

Sultan. M, 2004. Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate. Bogor. IPB. (Disertasi). Hal 174.

(28)

Lampiran 1. Hasil analisis dengan menggunakan SPSS 15.0for window(Data awal sebelum kenaikan teknologi 20 %)

Change F Change df1 df2 Sig. F Change Change Statistics

48.443 4.347 11.144 .000 37.806 59.079

-.006 .001 -.886 -4.681 .003 -.009 -.003 -.886 -.886 -.886 1.000 1.000

(Constant)

t Sig. Lower Bound Upper Bound

95% Confidence Interval for B

(29)

Lampiran 2. Hasil analisis Produksi Biologi Schaefer (Data awal sebelum kenaikan teknologi 20 %)

E maks = a/b 8352

E msy = a/ 2b 4176

MSY = a2/4b 101151

E* = a/2b–c/2bp 2915

Q* = a2/4b–c2/4bp2 91923

Effort Estimate catch TR TC Profit

0 0 0 0 0.00

500 22771 28464233 9145000 19319233.07

1000 42643 53303466 18290000 35013466.14

1500 59614 74517699 27435000 47082699.21

2000 73686 92106932 36580000 55526932.28

2500 84857 106071165 45725000 60346165.35

3000 93128 116410398 54870000 61540398.42

3500 98500 123124631 64015000 59109631.49

4000 100971 126213865 73160000 53053864.55

4176 101151 126438699 76379040 50059658.59

4500 100542 125678098 82305000 43373097.62

5000 97214 121517331 91450000 30067330.69

5500 90985 113731564 100595000 13136563.76

6000 81857 102320797 109740000 -7419203.17

6500 69828 87285030 118885000 -31599970.10

7000 54899 68624263 128030000 -59405737.03

7500 37071 46338496 137175000 -90836503.96

8000 16342 20427729 146320000 -125892270.89

(30)

Lampiran 3. Hasil analisis dengan menggunakan SPSS 15.0for window(Data Pasca kenaikan teknologi 20 %)

Change F Change df1 df2 Sig. F Change Change Statistics

48.443 4.347 11.144 .000 37.807 59.080

-.005 .001 -.886 -4.681 .003 -.007 -.002 -.886 -.886 -.886 1.000 1.000

(Constant)

t Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for B

(31)

Lampiran 4. Hasil analisis Produksi Biologi Schaefer (Data pasca kenaikan teknologi 20 %)

E maks = a/b 9953

E msy = a/ 2b 4977

MSY = a2/4b 120543

E* = a/2b–c/2bp 3473

Q* = a2/4b–c2/4bp2 109546

E Estimate catch TR TC Profit

0 0 0 0 0

200 9,494 11,867,491,174 3,658,000,000 8,209,491,174

400 18,599 23,248,276,017 7,316,000,000 15,932,276,017

600 27,314 34,142,354,529 10,974,000,000 23,168,354,529

800 35,640 44,549,726,711 14,632,000,000 29,917,726,711

(32)

Lanjutan Lampiran 4.

E Estimate catch TR TC Profit

(33)

Lanjutan lampiran 4.

E Estimate catch TR TC Profit

7,800 81,746 102,182,764,519 142,662,000,000 -40,479,235,481 8,000 76,055 95,068,708,784 146,320,000,000 -51,251,291,216 8,200 69,974 87,467,946,718 149,978,000,000 -62,510,053,282 8,400 63,504 79,380,478,321 153,636,000,000 -74,255,521,679 8,600 56,645 70,806,303,593 157,294,000,000 -86,487,696,407 8,800 49,396 61,745,422,534 160,952,000,000 -99,206,577,466 9,000 41,758 52,197,835,144 164,610,000,000 -112,412,164,856 9,200 33,731 42,163,541,423 168,268,000,000 -126,104,458,577 9,400 25,314 31,642,541,371 171,926,000,000 -140,283,458,629 9,600 16,508 20,634,834,988 175,584,000,000 -154,949,165,012

9,953 15 18,615,020 182,040,370,000 -182,021,754,980

Gambar

Gambar 1. Keseimbangan bioekonomi Gordon-Schaefer
Tabel 1. Total Catch, Total Standarized Effort dan CPUE perikanan pelagis tahun1976-1983 dengan menggunakan alat tangkap purse seine.
Gambar 2. Perkembangan upaya penangkapan sumberdaya ikan pelagis diperairan Laut Jawa periode 1976-1983
Gambar 4. Hubungan CPUE dengan Effort sumberdaya ikan pelagis di perairanLaut Jawa periode 1976-1983
+7

Referensi

Dokumen terkait

3 Penguasaan keterampilan gerak lari yang dimiliki siswa Sekolah Dasar 18 Pangkin Kabupaten Sekadau belum baik, ini terlihat dari rata-rata nilai yang

Pada dasarnya, ide eurosceptic dipicu oleh kekhawatiran mereka pada hilangnya kedaulatan negara atau fokus mereka terhadap terkikisnya demokrasi di Uni Eropa,

bahwa harta benda wakaf itu dapat terdiri terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak. Yang dimaksud dengan benda tidak bergerak di sini meliputi 1) hak atas tanah

Bagian ini mempunyai fungsi dan ruang lingkup pekerjaan dalam menyiapkan dan membuat macam-macam makanan panas yang pada dasarnya akan menjadi makanan pokok dari suatu susunan

aktivitas kerja menurut Frankl (dalam Koeswara, 1992:63) setiap bentuk pekerjaan bisa mengantarkan individu kepada hidup (kehidupan diri dan sesama) yang didekati

M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hlm.. akan mengurangi istirahat. Keadaan lingkungan eksternal semacam itu sangat mempengaruhi kecepatan dan

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui parameter populasi hiu kejen ( Carcharhinus falciformis ) dengan studi kasus di Tempat Pendaratan Ikan Tanjungluar, Nusa Tenggara Barat

Nilai uji F menunjukan bahwa variabel faktor fundamental yang diproksikan dengan ROE, asset growth, DER, dan EPS berpengaruh terhadap risiko sistematis Hasil penelitian ini