• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Budaya dalam Pameran Keliling G

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Strategi Budaya dalam Pameran Keliling G"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Strategi Budaya dalam Pameran Keliling Galeri Nasional Oleh: Irham N. Anshari

Pada masa orde baru, event-event kebudayaan khususnya seni rupa di luar negeri yang dinisiasi oleh negara sangat santar terdengar. Misalnya event-event seperti KIAS (Kebudayaan Indonesia di Amerika Serikat) dan PAKIB (Pameran Kebudayaan Indonesia di Belanda) yang banyak menuai kontroversi dari dalam negeri. Peran negara pada saat itu sangat kuat dalam melakukan politik identitas, yang seringkali justru terjebak menunjukkan Indonesia dalam kerangka yang eksotis dari kacamata dunia barat. Dalam konteks seni rupa sendiri, kontroversi juga menyangkut mengenai seni seperti apa yang pantas merepresentasikan Indonesia di luar negeri. KIAS yang beralangsung sekitar tahun 1990 misalnya, menghadirkan polemik tentang usaha memperkenalkan seni-seni Indonesia yang dianggap modern, yang tidak melulu tradisional.

Pasca ’98, peran negara dalam event-event seni rupa seolah semakin surut terdengar dan tergantikan oleh ramainya pengiriman seniman-seniman Indonesia ke luar negeri yang diinisiasi oleh lembaga-lembaga kebudayaan swasta, baik komersil maupun non-komersil. Rumah Seni Cemeti misalnya, pada tahun 1999 menginisiasi pameran “AWAS: Recent Art From Indonesia” yang berkeliling ke beberapa negara di Eropa, Asia, dan Australia. Memasuki tahun 2000-an pameran seniman-seniman Indonesia di luar negeri juga banyak diinisiasi oleh galeri-galeri komersil di dalam maupun luar negeri. Galeri ARNDT di Jerman misalnya, sangat kerap menjadi tempat pameran seniman-seniman Indonesia.

Aktifnya inisiasi swasta membawa seniman-seniman Indonesia di luar negeri memunculkan pandangan bahwa negara kehilangan peran dalam memamerkan seni rupa Indonesia di luar negeri, khusunya sebagai sebuah agenda kebudayaan di ranah global. Pandangan ini tidak sepenuhnya benar. Untuk melihat peran negara pada tahun 2000-an, menjadi penting untuk melihat peran Galeri Nasional Indonesia yang merupakan institusi negara di bawah Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Selain program pameran permanen (seperti Manfiesto dan Triennale Patung) dan pameran temporer di dalam negeri, Galeri Nasional memiliki program pameran keliling yang dalam tahun-tahun terakhir memamerkan seni rupa Indonesia di luar negeri. Tulisan ini akan membahas program pameran keliling Galeri Nasional. Data-data dalam tulisan ini merupakan data yang diperoleh dari penelitian bersama lembaga penelitian SOAP (Study On Art Practice) mengenai pemanggungan seni rupa Indonesia di ranah internasional.

Keliling Asia Tenggara

Titik tolak Galeri Nasional menempatkan diri dalam percaturan global bisa dikatakan berangkat dari keterlibatan Galeri Nasional dalam AAMDF (Asian Art Museum Director Forum) pada tahun 2006. Pertemuan awal saat itu yang dituan-rumahi oleh NAMOC (National Museum of China) melahirkan Resolusi Beijing. Salah satu poin dalam Resolusi Beijing itu adalah upaya meningkatkan kerja sama dalam mengembangkan jaringan, infrastruktur, manajemen museum-museum di Asia. Salah satu bentuk kerja samanya adalah mengadakan pameran antar museum. Galeri Nasional sebagai salah satu penandatangan lalu mencanangkan program memamerkan karya seni rupa Indonesia di museum negara lain.

(2)

strategi untuk menjadikan Indonesia sebagai pionir regional dalam membangun kerja sama antar museum. Hal ini didukung dari posisi politik di mana Indonesia sendiri merupakan pendiri ASEAN dan Jakarta saat ini menjadi tempat sekretariat ASEAN. Langkah awal program keliling Asia Tenggara ini dimulai pada tahun 2007 dengan memilih Malaysia sebagai negara pertama dengan pameran bertempat di Balai Seni Lukis Negara.

Selepas pameran di Malaysia hingga tahun 2014, Galeri Nasional telah mengadakan pameran pada enam negara di Asia Tenggara, yaitu: Filipina tahun 2008, Thailand tahun 2009, Vietnam tahun 2010, Myanmar tahun 2012, dan Kamboja tahun 2014. Dari daftar di atas, ada empat negara Asia Tenggara lagi yang akan dikunjungi oleh Galeri Nasional, yakni: Laos, Brunei, Timor Leste, dan Singapura. Pimpinan Galeri Nasional sendiri mengaku alasan melewati Singapura selama ini sebagai bentuk menempatkan diri lebih strategis di Asia Tenggara. Hal ini mengingat Singapore Art Museum dianggap telah lebih dulu mengembangkan jaringan global. Meski demikian, kerja sama Galeri Nasional dan Singapore Art Museum sedang direncanakan berlangsung pada tahun 2016.

Dalam perjalanan keliling Asia Tenggara, Galeri Nasional sebagai institusi negara sempat mendapat arahan program dari kementrian untuk mengadakan pameran di negara selain Asia Tenggara, yaitu: Aljazair tahun 2011, Amerika tahun 2013, dan Australia tahun 2014. Arahan dari kementrian ini sehubungan dengan adanya festival besar yang diikuti Indonesia di negara bersangkutan. Pada tahun 2011 di Aljazair misalnya, Indonesia sedang mengikuti Festival Islam Internasional. Sedangkan pada tahun 2013, kebijakan menteri untuk mengadakan pameran seni rupa di Amerika terkait persiapan pengadaan rumah budaya Indonesia di Amerika. Pada tahun 2015, Galeri Nasional direncanakan untuk kembali membelok dari jalur Asia Tenggara. Rencananya Galeri Nasional akan mengadakan pameran di Jerman sehubungan dengan ditunjuknya Indonesia sebagai Guest of Honor dalam Frankfurt Book Fair.

Kuratorial

Mengenai konsep pameran, Galeri Nasional menyerahkan tanggung jawab dan kebebasan penuh pada kurator pameran. Seperti halnya dalam pameran di dalam negeri, kurator pameran dipilih dari daftar board of curator Galeri Nasional. Kurator dalam hal ini turut mengatur bentuk kolaborasi yang akan dilakukan. Bentuk pameran dapat terdiri dari karya-karya seniman Indonesia saja ataupun melibatkan kurator setempat untuk menyandingkan karya-karya seniman di negara setempat. Kurator juga memiliki wewenang untuk memilih karya-karya di luar karya-karya masterpiece koleksi negara. Karya-karya seniman muda Indonesia dalam beberapa kesempatan turut dipilih sehubungan dengan gagasan pameran yang diangkat.

(3)

dipilih dalam pameran ini, antara lain: Dunia Anjing karya Agus Djaya, Perahu-Perahu karya Affandi, dan Ibu Menjahit karya Sudjojono.

Pameran di Thailand tahun 2009 dan di Vietnam tahun 2010 secara umum mengambil bentuk pameran yang sama dengan tahun sebelumnya. Pameran dikuratori secara kolaborasi dari kurator dua negara dan menampilkan karya-karya koleksi dua negara. Pameran di Thailand dikuratori oleh Rizki Zaelani, Somphot Sukaboon, dan Alongkorn Chansuk dengan mengambil judul “Pathways: Works by Indonesian and Thai Artists”. Pameran ini mencoba mencari relasi seni Indonesia dan Thailand. Dalam catatan kuratorialnya misalnya, Somphot Sukaboon menuliskan bagaimana relasi seni Thailand dan Indonesia telah dimulai pada abad ke-8 hingga abad ke-13 saat budaya Sriwijaya mendominasi beberapa daerah di wilayah Indonesia dan Thailand, menghasilkan patung dan arsitektur religius yang serupa. Sementara di Vietnam, pameran yang dikuratori Rizki Zaelani dan Nguyen Xuan Tiep mengambil tajuk “Inside Out: Works by Indonesian and Vietnam Artist”. Pameran ini sendiri nampaknya lebih berfokus menampilkan karya-karya abstrak di sejarah seni rupa masing-masing negara.

Memebelok dari jalur Asia Tenggara, pada tahun 2011 pameran dilangsungkan di Cultural Palace El Imam – Tiemcen, Aljazair dengan kurator Rizki Zaelani seorang. Berbeda dengan pameran-pameran sebelumnya, pameran ini hanya menampilkan karya-karya seniman dari Indonesia. Mengambil judul “Cakrawala Cahaya”, pameran ini cenderung menampilkan karya-karya yang kental dengan artistik kaligrafi. Seniman-seniman yang karyanya ditampilkan antara lain: A. D. Pirous, Popo Iskandar, Amri Yahya, dan Soenaryo. Pada tahun 2013, pameran yang diselenggarakan di Kedutaan Indonesia di Amerika dikuratori oleh Rizki Zaelani dan Asikin Hasan. Pada pameran bertajuk “Enchanted Shadow: Spiritual translation in Indonesian Art” ini, untuk pertama kalinya Galeri Nasional menampilkan karya-karya koleksi bersamaan dengan karya-karya seniman Indonesia kontemporer di luar koleksi, seperti Krisna Murti, Nyoman Erawan, Ariadhitya Pramuhendra, dan MG Pringgotono.

Pada tahun 2014, secara nyaris bersamaan Galeri Nasional menggelar pameran di dua negara. Pada bulan Oktober diselenggarakan pameran “Masters of Modern Indonesian Portraiture” di National Portrait Gallery, Australia. Dikuratori oleh Rizki Zaelani dan Asikin Hasan, pameran berfokus menampilkan karya-karya seni potret. Beberapa seniman kontemporer terlibat, antara lain: Budi Kustarto, Kokok Sancoko, Teja Astawa, dan Willy Himawan. Pada bulan Desember, diselenggarakan pameran bertajuk “Socio-Landscape” di National Museum of Cambodia. Pameran yang dikuratori oleh Suwarno Wisetotromo, Sathal Khun, dan Kuss Indarto ini menampilkan karya-karya seniman Indonesia yang kuat dalam mengambarkan panorama sosial dalam karyanya. Seniman-seniman kontemporer yang karyanya dipamerkan antara lain Entang Wiharso, Heri Dono, Ayu Arista Murti, Maryanto, dan Agus TBR.

Refleksi dan Respon

(4)

Sebagai tindak lanjut kerja sama pameran keliling Asia Tenggara, pada tahun 2013 Galeri Nasional berinisiatif untuk mengadakan pameran permanen di Indonesia. Dengan mengambil nama “SEA+ Triennale”, Galeri Nasional merancang event tiga tahunan yang mengundang seniman-seniman dari negara-negara di Asia Tenggara (Kata “SEA” merujuk pada South East Asian) dan dari negara pilihan lainnya (Merujuk pada “plus” atau “+”). Pada penyelenggaraannya yang pertama di tahun 2013, event ini diikuti oleh seniman-seniman dari negara Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, Vietnam, Myanmar, Australia, China, Jepang, dan Pakistan. SEA+ Triennale ini dirancang menjadi “rumah” bagi pihak-pihak dalam jaringan yang telah dibangun selama perjalanan keliling.

Mengingat kerja sama yang digagas Galeri Nasional bukan hanya terkait pameran, menjadi penting juga untuk menilik respon dalam bentuk-bentuk yang lain. Zamrud Setya selaku Kepala Komite Penyelenggara dalam beberapa pameran keliling Galeri Nasional menyatakan respon yang lebih cepat justru di luar bentuk pameran. Misalnya respon dari National Potrait of Gallery Australia berupa ajakan kerjasama dalam bentuk pengadaan workshop konservasi museum. Respon ini menurut Zamrud menarik karena pameran keliling kemudian bukan hanya saling memperkenalkan seni rupa, namun juga berbagi mengenai sistem museum negara.

Sebagai refleksi, perihal pendanaan menjadi bagian penting yang perlu dicatat mengingat dana yang digunakan oleh Galeri Nasional merupakan alokasi dana negara dari anggaran rumah tangga Galeri Nasional. Dalam tiap pameran keliling, pendanaan nyaris sepenuhnya dari anggaran Galeri Nasional. Penghematan biasanya terjadi dengan adanya dukungan dari institusi di negara yang dikunjungi berupa fasilitas-fasilitas seperti tenaga pemasangan karya atau publikasi. Dukungan fasilitas juga terkadang diperoleh melalui duta besar Indonesia di negara setempat seperti pengadaan acara pembukaan pameran. Terkait total dana yang dikeluarkan dalam tiap pameran, Tubagus Andre mengatakan besarannya bervariasi. Menurutnya anggaran yang dikeluarkan mungkin tidak sebesar pameran yang diselenggarakan institusi swasta karena besaran totalnya pernah hanya sekitar 300-400 juta. Pameran keliling sendiri tidak pernah melibatkan pihak ketiga sebagai sponsor.

Sebagai penanggung jawab masalah teknis, Zamrud Setya merasa anggaran yang dimiliki Galeri Nasional seringkali terbentur masalah teknis seperti pengiriman karya. Beberapa negara di Asia Tenggara misalnya masih sulit dijagkau secara darat dalam proses pengiriman karya yang berukuran besar. Akhirnya langkah yang diambil adalah pengiriman melalui jalur udara yang memakan anggara lebih besar. Permasalahan lain adalah keamanan karya mengingat karya-karya yang dipamerakan seringkali merupakan koleksi masterpiece yang memerlukan biaya asuransi besar. Dalam tiap pengiriman, Galeri Nasional pun perlu mengirimkan pihaknya ke negara bersangkutan untuk memastikan packing dan unpacking.

(5)

Referensi

Dokumen terkait

Ada beberapa faktor yang menyebabkan adanya pengaruh pemberian perlakuan terhadap hasil belajar siswa, salah satunya adalah media pembelajaran dan pendekatan

Menurut penulis dari hasil pemaparan di atas, posisi parbiye yang merupakan tradisi adat Semende sejak turun temurun, jika melihat sejarahnya maka status parbiye sama dengan

[r]

Dalam konteks pemekaran daerah / wilayah tersebut yang lebih dikenal dengan pembentukan daerah otonom baru, bahwa daerah otonom tersebut.6. diharapkan mampu memanfaatkan peluang

Game edukasi tebak gambar bendera ini dibuat untuk dapat membantu anak-anak dalam mengenal bendera negara yang ada didunia. Dalam proses penyampaian informasi edukasi

Mencermati dua penelitian terdahulu di atas, maka dapat dikatakan penelitian ini berbeda dengan penelitian tersebut, adapun unsur kebaruan dalam penelitian ini

Pada penelitian ini, akan dihitung potensi anaerobik biogas yang ada di suatu kawasan peternakan sapi di desa Galang sebagai studi kasus untuk menjadi

Kedua untuk mengetahui adanya pengaruh dari terapi air karomah Sunan Gunung Jati, peneliti menggunakan teknik Non-probability sampling dengan sub-teknik purposive sampling