• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I and II Materi Buku Manajemen Persp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I and II Materi Buku Manajemen Persp"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

PERSPEKTIF

J. ARDAN MARDAN

PENGANTAR

MANAJEMEN

SYARIAH

untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undsangan yang berlaku.

KETENTUAN PIDANA

Pasal 72

(1) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1)dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau dsenda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

Judul Buku

MANAJEMEN PERSPEKTIF ISLAM

Penulis

J. ARDAN MARDAN, Lc., MA., MM

Desain Cover :

Helmi Hidayat

Setting & Layout :

Tim Jaya Adv

Penerbit :

(4)

ISLAM

DAN

MANAJEMEN

(5)

ISLAM DAN MANAJEMEN

BAB I

A. Universalitas Keilmuan dalam Islam

Ilmu menempati posisi yang sangat penting dalam Islam. Penekanan kepada ilmu sangat terlihat dalam al-Quran, al hadits dan kisah-kisah teladan para penuntut ilmu. Wahyu pertama turun (Al-Quran surah al-'Alaq ayat 1-5) menekankan pentingnya ilmu bagi manusia. Al-Quran juga menegaskan bahwa sangat berbeda antara orang yang berilmu dan yang tidak berilmu (Al-Quran surah al-Zumar ayat 9). Allah Swt menjanjikan derajat yang banyak bagi penuntut ilmu (al-Quran surah al-Mujadilah ayat 11), dan tujuan utama pemilik ilmu dapat melahirkan rasa khashyah (takut) kepada Allah Swt (Al-Quran surah Fathir ayat 28), yang maknanya hanya orang berilmu yang mampu mewujudkan rasa dan sikap takut kepada Allah secara utuh (komprehensif).

Rasulullah Saw juga sangat menekankan kedudukan ilmu; bahwa jalan menuju surga dengan ilmu, Allah akan memudahkan jalan bagi penuntut ilmu, kebahagian dunia akhirat diraih dengan ilmu, malaikat akan meletakkan sayapnya bagi penuntut ilmu, seluruh makhluk di bumi akan mendoakan dan memohon ampunan bagi orang berilmu, tidurnya para ulama lebih ditakuti setan daripada ahli ibadah yang kurang ilmunya, wafatnya seseorang yang sedang menuntut ilmu dipandang sebagai syahid fî sabîlillah,wafatnya ulama dipandang sebagai ujian besar bagi kaum berilmu, danilmu yang bermanfaat pahalanya akan mengalir terus sebagai amal jariyah.

Islam memiliki aturan tentang adab-adab seorang pemberi ilmu dan penuntut ilmu. Diantara adab seorang pemberi ilmu; ikhlas, senantiasa memperbaiki interaksi 'ubudiyahnya kepada Allah Swt, berpegang teguh dengan akhlak dan etika terpuji, menyampaikan ilmu sesuai

kadar akal dan pemahaman para penuntut ilmu, mampu menjadi teladan bagi para peserta didiknya, dan beramal dengan ilmu yang diberikannya.

Adapun diantara adab para penuntut ilmu; ikhlas dan menghadirkan kesucian hati, senantiasa memperbaiki hubungannya kepada Allah Swt, fokus dan konsentrasi saat menuntut ilmu, memberikan kepercayaan penuh kepada orang yang mengajarkan ilmu, memelihara

1

akhlak terpuji.

Berikutnya, karakter ilmu dalam Islam adalah komprehensif dan integratif. Tidak ada sisi kehidupan manusia yang lalai dari pengaturan Islam. Budaya ilmu itu universal. Semua hasil kajian para ilmuwan muslim pada masa Pemerintahan Dinasti Bani Abbas atau Khilafah Abbasiyah(132 H s.d. 656 H)merupakan bukti kuat akan kebenaran Islam. Mereka belajar dan melakukan kajian atas kesadaran dari perintah agama, yang tidak pernah memisahkan antara ilmu dan agama.Ahmad Syalabi (1993) mengungkapkan bahwa para ilmuwan muslim tidak memisahkan ilmu dengan agama, mereka belajar berpondasikan pada peradaban ilmu yang telah dimuat di dalam al-Quran dan as Sunnah. Peradaban yang orisinil berbasis tauhid. Dengan pondasi tauhid inilah peradaban ilmu pengetahuan pada masa Khilafah Abbasiyah sangat berkembang dan meraih puncaknya.

Hal yang menarik juga, bahwa para pelajar muslim di zaman Dinasti bani Abbas terkadang merujuk kepada referensi keilmuwan melalui peradaban Mesir Kuno, Yunani, Persia dan India yang sudah berkembang saat itu. Namun demikian, pada fase terakhir mereka mampu menciptakan peradaban keilmuan yang lebih besar dan agung

2

dari peradaban-peradaban sebelumnya dan berbasis tauhid . Para ilmuwan muslim saat itu tidak ingin berkompromi dengan peradaban ¹Ibnu Qudamah al-Maqdisi, Mukhtashar Minhâj al-Qâshidîn, Dâr al-Turâts:

Kairo, 1978, hlm.21-23.

(6)

Segala kesungguhan para ilmuwan muslim di atas telah membentuk peradaban yang besar dan dirasakan dunia guna memberikan kemudahan, kesenangan dan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia dan alam semesta.Jika kita coba menelaah biografi dari masing-masing ulama di atas, kita akan dapatkan kehidupan mereka diwarnai oleh celupan Allah Swt. Segala ilmu yang dinisbatkan kepada keagungan Tuhan akan mampu berinteraksi bersama fitrah manusia, sehingga dapat memberikan manfaat luas bagi kehidupan makhluk di bumi.

Para ilmuwan muslim menyadari bahwa isu mengenai dikotomi ilmu hanya dilakukan oleh ilmuwan Barat (Eropa). Mereka telah merubah struktur filsafat ilmu yang sesungguhnya dengan hawa nafsu akal semata, menolak wahyu sebagai sumber ilmu. Filsafat ilmu sekuler inilah yang memicu kekacauan besar dalam dunia keilmuan dan kemanusiaan saat ini. Menurut al-Attas dalam Adian Husaini (2013), Ilmu pengetahuan yang disebarkan Barat pada hakikatnya telah menjadi problematik, karena kehilangan tujuan yang benar, dan lebih menimbulkan kekacauan (chaos) dalam kehidupan manusia, ketimbang membawa perdamaian dan keadilan. Knowledgeyang seolah-olah benar, padahal memproduksi kekacauan dan skeptimisme. Bagi Barat, kebenaran fundamental dari agama dipandang sekedar teoritis. Kebenaran absolut dinegasikan dan nilai-nilai relatif diterima, tidak ada satu kepastian. Konsekuensinya, adalah penegasian Tuhan dan akhirat dan menempatkan manusia sebagai satu-satunya yang berhak mengatur dunia. Manusia akhirnya dituhankan dan Tuhan pun

3

dimanusiakan . Ternyata, dikotomi ilmu pengetahuan ini tidak hanya melahirkan skeptimisme dan sekulerisme, namun melahirkan ateisme.

ISLAM DAN MANAJEMEN

BAB I

BIDANG KARYA ILMU NAMA & KARYA

Sejarah & Ilmu Sosial

Ibnu Zuhr (al-Taisîr  al-Mudâwah wa al-Tadbîr) Ibnul Baithar (al-Adawiyah al-Mufradah)

³Adian Husaini, et.al, Filsafat Ilmu,

(7)

Pihak gereja saat itu sangat terkesan eksklusif, yang memisahkan urusan keduniaan dengan agama, sebaliknya para ilmuwan Eropa juga terkesan eksklusif, yang menolak agama masuk dalam urusan-urusan keduniaan. Sangat banyak pelajar Barat yang belajar ilmu pengetahuan dari Islam sejak masa Dinasti Abasiyah hingga sekarang, namun tidak untuk menegakkan kalimat tauhid, tetapi hanya sekedar memanfaatkan hasil eksperimen dari ilmuwan muslim untuk kepentingan dunia mereka semata. Menjauhkan tauhid dari ilmu. Inilah yang kemudian menjadi strategi efektif untuk merusak struktur keilmuwan para pelajarmuslim, pemahaman sekuler.

Strategi itu bagian dari gerakan al-ghazwul fikri (perang pemikiran) yang diciptakan Barat pasca kekalahan pada perang Salib (1270 M). Perang ini tidak menggunakan senjata dan segala peralatannya, namun ini adalah perang pemikiran. Karena menguasai pemikiran manusia merupakan langkah awal untuk menguasai gerak-geriknya. Masuknya tidak begitu terasa, namun dampaknya lebih dahsyat dari serangan senjata. Tujuannya adalah untuk menghancurkan Islam dari dalam, menyebarkan virus-virus perpecahan dan pertikaian di kalangan masyarakat muslim, distorsi pemikiran Islam kepada pihak lain, berusaha mengelabui para sarjanawan muslim dengan pemikiran sekuler. Adapun sarana utama gerakan ghazwul fikri di abad modern ini ada tiga; orientalisme, kristenisasi dan zionisme.

B. Islam dan Manajemen

Pembahasan tentang manajemen bukan hal baru dalam Islam. Kita tidak memerlukan hukum baru tentang bagaimana bermanajemen berdasarkan syariat. Karena referensi dan rujukan tentang hal itu dengan mudah ditemukan di dalam nash al-Quran, as Sunnah dan

kehidupan para pelopor sukes terdahulu hingga sekarang. Sederhananya, bahwa dimana ada sistem pengelolaan hidup manusia agar menjadi lebih baik, maka disitu ada manajemen.

Manajamen lahir untuk mengharmonisasikan antara harapan dan realita manusia. Tidak ada satupun manusia di dunia ini yang tidak memiliki harapan dan berhadapan langsung dengan realita yang ada. Allah Swt telah menyempurnakan syariat-Nya kepada manusia, agar manusia berfikir lalu bekerja dengan kesadaran penuh terhadap syariat-Nya tersebut.

Diantara produk hukum Islam adalah fikih.Ia merupakan refleksi dari manajemen, agar seorang muslim mampu mengoperasikan ibadah secara benar sehingga ia meraih tujuannya dalam beribadah.Mazhab-mazhab fikih yang dikenal sesungguhnya manifestasi dari konsekuensi fikih. Realita perbedaan dalam fikih hakikatnya memperkaya referensi dan cara kelola, agar mudah diimplementasikan dalam berbagai kondisi. Kaedah-kaedahnya senantiasa menjawab kemutakhiran sumber daya manajemen dan operasi manajemen yang ada saat ini, sehingga menjadikan manajemen Islam itu humanis, moderat dan universal.

Intisari dari pekerjaan seorang manajer modern saat ini, seperti fungsi, peranan dan keahlian telah ditemukan implementasinya dalam sejarah kehidupan para nabi dan rasul yang mulia.Orang-orang shaleh terdahulu telah mempraktikkan fungsi manajemen, peranan manajemen dan keahlian manajemen. Nabi Adam as adalah manusia pertama di bumi, kisah hidupnya merekam banyak aktivitas manajemen, hingga nabi terakhir Rasulullah Saw juga kaya dengan nilai-nilai manajerial. Ternyata usia manajemen sejalan dengan

ISLAM DAN MANAJEMEN

(8)

peradaban manusia pertama di bumi. Sebab isu manajemen adalah tentang desain perilaku manusia dalam mencapai tujuan dan sasarannya.

Para pakar manajemen juga sepakat bahwa benar manajemen sudah dipraktikkan sejak lama, namun dalam karya pena mereka masih belum mampu menunjukkan contoh praktik tersebutjika dimulai sejak kehidupan manusia pertama di bumi.Misalnya perilaku manajemen nabi Adam as, Nuh as, Yunus as, Yusuf as, Ibrahim as, Musa as, Isa as dan Muhammad Saw. Contoh yang biasa mereka munculkan untuk menunjukkan manajemen itu sudah ada sejak lama, seperti tahap perkembangan ilmu manajemen sebelum Masehi,tegaknya bangunan-bangunan Piramida di Mesir, karya Sun Tzu “The Art of War” tentang strategi militer lalu kemudian digunakan untuk keperluan manajemen. Padahal,kesuksesan manajemen orang-orang shaleh terdahulu titik fokusnya melekat pada pembentukan bangunan manusia yang utuh. Utuh dari sisi akidahnya, ibadahnya dan akhlaknya. Melalui proses pembentukan manusia utuh ini, terlahir dari mereka keluaran-keluaran yang super dan istimewa, mampu memberikan kedamaian kepada peradaban dunia.

Sejak lebih dari 14 abad silam, Islam telah memerintahkan umatnya untuk ber-Islam secara kâffah (utuh). Maka diantara karakter ajaran Islam adalah komprehensif dan integral, dimana manajemen juga bagian dari perhatiannya.Manajemen merupakan ilmu dan seni mengelola menuju sasaran. Segala perintah agar beriman dan beramal shaleh, baik yang dilakukan oleh individu ataupun kolektif (organisasi) tidak mungkin terlaksana secara efektif, jika lalai dari desain manajemen yang terbaik. Maknanya, berbuat baik sekalipun wajib dengan penataan menajemen yang rapi. Apabila tidak rapi, maka yang

bersangkutan sedang bermaksiat kepada Allah Swt!

Karena dalam beramal shaleh, sekedar niat saja belum cukup, harus diikuti kesesuaian amal dengan kesalehan yang berlaku serta bersungguh-sungguh.

Kaedah fikihpun menyebutkan bahwa hukum 'wasilah' berdasarkan niat dan tujuannya. Jika niat dan tujuan seseorang adalah peningkatan mutu dan kualitas produk, maka harus diikuti dengan wasilah-wasilah yang menghantarkannya kepada peningkatan mutu dan kualitas produk. Jika wasilah yang diusahakan tidak menunjukkan arah menuju kualitas, hakikatnyaia tidak sedang memiliki tujuan tersebut. Sama halnya, apabila seorang berzina namun diniatkan untuk ibadah, mencuri harta yang memang haram untuk diambil namun diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, membunuh jiwa manusia yang haram untuk dibunuh namun niatnya untuk menambah keimanan. Itu semua contoh konyol dan Allah akan menghukum berdasarkan kelakuan buruk yang dilakukannya. Oleh karena itu, manajemen Islam mendidik kita untuk jujur dalam niat dan perbuatan.

Mengapa seorang muslim tidak mengambil pelajaran manajemen dari syariat shalat, puasa, zakat dan haji?Di dalam manajemen shalat berjemaah misalnya, terdapat nyata praktik tentang fungsi manajemen yang dimulai dari planning hingga controlling.Ada persiapan-persiapan sebelum shalat berjemaah, seperti: berniat, bersuci, memahami waktu-waktu shalat dengan benar, mempersiapkan segala sarana dan prasarana mendukung shalat berjemaah, mengetahui tata cara shalat berjemaah, menentukan imam dan muadzin serta menyeru kaum muslimin untuk meramaikan masjid, mensyiarkan alasan dan tujuan shalat berjemaah. Selain itu ada juga tahapan pengawasan dan evaluasi shalat berjamaah, seperti feedback terhadap pelaksanaan

ISLAM DAN MANAJEMEN

(9)

shalat (sesuaikan dengan syarat, rukun dan ruhnya). Jika Imam khilaf saat proses shalat berlangsung, maka dapat dilakukan pengawasan concurrent, yaitu makmum dapat mengingatkan sang imam saat shalat sedang berlangsung dengan cara-cara tertentu.

Singkatnya, semua muslim menginginkan agar shalat mereka sesuai dengan tata cara yang telah Rasulullah praktikkan. Rasulullah sebagai tolak ukur dari praktik terbaik.Ini yang disebut juga dengan benchmarking (membuat tolak ukur), menjadikan praktik shalat Rasulullah sebagai yang terbaik dan unggul daripada praktik shalat lainnya, dalam rangka meraih ridha Allah Swt.

Nilai tambah yang akan diraih dari syariat shalat adalah implementasi akhlak mulia di dalam kehidupan. Betapa indahnya saat akhlak mulia hadir dalam manajemen. Betapa kokohnya manajemen bersama akhlak terpuji. Syaratnya ketika seorang muslim mampu menjadikan kesejukan hati dan matanya di dalam shalat.

Sebaliknya diduga kuat, alfanya akhlak dan etika di tengah masyarakat, merebaknya tindakan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) di mana-mana disebabkan oleh melemahnya pengelolaan (mana-manajemen) shalat. Garis liniernya disaat shalat menghasilkan akhlak, namun menjadi anomali karena ramai yang sudah shalat dan masih belum berdampakpositif kepada keutuhan akhlak.Kualitas shalat menjadi persoalan besarnya. Apabila praktik shalat kita saja masih belum berkualits. Bagaimana dengan kewajiban ibadah lainnya? Biasanya hal-hal yang paradok itu muncul akibat dari perilaku manajemen seorang manusia yang membangun jarak yang sangat dengan Tuhannya, baik ia sadari ataupun tidak.

Oleh karena itu, setiap muslim wajib bersungguh-sungguh mengamalkan semua industri kebaikan. Senantiasa membangkitkan spirit bahwa hari esok harus lebih baik dari hari ini. Kuat dari seluruh fungsi manajemen, mulai dari perencanaan hingga pengawasannya. Menghidupkan pesan-pesan Rasulullah Saw untuk ihsân, itqân, bersungguh-sungguh, ikhlas, profesional, kreatif, inovatif, bertanggungjawab dan berbudaya baik.

Nabi Nuh as sukses mendisain dan membuat kapal besar (setelah Allah Swt perintahkan) yang mampu menampung para pengikutnya saat banjir besar melanda, dan mereka selamat dari bencana banjir itu. Tidakkah membuat kapal besar yang baik memerlukan manajemen? Nabi Yusuf as sukses menjabat bendaharawan negara Mesir saat itu, setelah sebelumnya ia ditelantarkan oleh saudara-saudaranya di dalam sebuah sumur, lalu ia juga mendekam di penjara kerajaan sampai akhirnya menduduki jabatan sebagai pemimpin keuangan di negeri Mesir. Bukankah kepemimpinan ini memerlukan manajemen yang profesional? Rasulullah Saw sukses disemua praktik manajemen yang dikenal saat ini; manajemen sumber daya manusia, manajemen operasional, manajemen keuangan, manajemen strategik, manajemen pemasaran, manajemen mutu, evaluasi kinerja.Kisah-kisah super tersebut tentu sarat dengan komitmen mencapai sebab-sebab yang telah digariskan Allah Swt.

C. Al-Tsawâbit dan al-Mutaghayyirât

Satu hal yang perlu dimengerti dalam realita bermanajemen saat ini, yaitu pemahaman dasar bahwa hukum-hukum syariat itu terbagi dua, yaitu hukum-hukum yang sifatnya permanen (al-tsawâbit) dan hukum-hukum yang sifatnya fleksibel (al-mutaghayyirât). Hukum-hukum

al-ISLAM DAN MANAJEMEN

(10)

tsawâbit adalah hukum-hukum yang terdapat nash syar'i baginya secara jelas dari al-Quran dan as-Sunnah yang sifatnya qath'i (tidak mengandung kemungkinan makna lain diluar konteks makna yang disebutkan), atau dzhanni (maknanya langsung terbetik dalam pikiran,

4

namun masih mengandung kemungkinan kecil ada makna lain).

Hukum-hukum al-tsawâbit tidak akan berubah dan berganti karena sifatnya tetap, serta menjadi penopang bagi setiap kejadian dan peristiwa. Sebab mashlahat yang terkandung padanya pasti (tsâbit) hingga tidak memerlukan perubahan. Perubahan 'urf (adat istiadat), kondisi dan waktu sama sekali tidak mempengaruhinya. Misalnya, kewajiban shalat, puasa, zakat, haji, rukun-rukun iman, larangan memakan harta orang lain secara batil, larangan mendatangkan mudharat bagi diri dan orang lain, dan sebagainya. Kebanyakan yang termasuk pada kategori al-tsawâbit adalah akidah, dasar-dasar rukun Islam, dasar-dasar sesuatu yang diharamkan, prinsip-prinsip akhlak, prinsip-prinsip hukum muamalat.

Adapun hukum-hukum yang tergolong al-mutaghayyirât adalah hukum-hukum ijtihâdi yang dibangun atas pijakan kaidah atau sumber qiyas atau pertimbangan maslahat. Hukum-hukum ini secara dzatnya mungkin mengalami perubahan menurut perubahan zaman, situasi dan 'urf. Misalnya pada hukum-hukum muamalat, perkara-perkara cabang dalam hukum ibadah, adab-adab interaksi. Hukum al-mutaghayyirât ini menunjukkan keluasan dan kemudahan syariat Islam, dapat diimplementasikan pada situasi zaman dan tempat yang sarat dengan perubahan.

Permasalahannya bukan pada perbedaan pendapat ulama pada hukum-hukum al-mutaghayyirât, karena perbedaan mereka itu adalah fitrah

sebagai seorang manusia yang memiliki ilmu dan wawasan yang luas terhadap hukum agama. Perbedaan mereka itu sah dan logis. Perbedaan mereka itu memberikan keragaman dan saling menyempurnakan. Namun, yang menjadi permasalahan besar adalah cara kita dalam menyikapi berbagai macam pendapat dalam hal al-mutaghayyirât yang sifatnya ijtihadi. Disebabkan kebodohan, kedengkian, dendam sehingga diantara para pengikutnya saling melemahkan bangunan ukhuwwah Islamiyyah. Saling curiga, terpecah belah adalah harapan iblis dan syetan mulai sejak dulu kala.

Manajemen Islam juga memiliki ketentuan bersifat al-tsawâbit dan al-mutaghayyirât dengan pemahaman seperti yang dijelaskan di atas. Lalu terhadap perkara-perkara baru yang ditemukan pada ilmu manajemen modern, Islam memandangnya dengan timbangan hukum al-tsawâbit dan al-mutagahyyirât. Segala bentuk temuan baru, perubahan baru pada ilmu manajemen dianalisa melalui kayu ukur syariat yang bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah serta pendapat para ulama tentangnya. Apabila segala perubahan dan perkara baru tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam maka boleh untuk diambil dan dimanfaatkan.

Misalnya, Rasulullah Saw menerima ide baru dari Salman al-Farisi terkait penggalian parit pada perang Khandaq (5 H) yang sebenarnya strategi itu merupakan adat dan kebiasaan orang-orang Persia. Rasulullah Saw menyerahkan urusan penyerbukan kurma dan tata caranya kepada para petani kurma di Madinah karena ini merupakan perkara-perkara dunia yang mungkin mereka lebih mengerti daripada Rasulullah.

Dalam hadits marfu' namun maknanya benar disebutkan bahwa hikmah

ISLAM DAN MANAJEMEN

BAB I

(11)

itu adalah harta orang mukmin yang hilang, dimana saja menemukannya dia lebih berhak untuk mengambilnya. Seorang mukmin harus pandai mengambil hikmah dan pelajaran dari siapapun dan pada peristiwa apapun selama ianya tidak bertentangan dengan prinsip Islam dan memberikan mashlahat bagi kehidupan. Hikmah juga berarti kata-kata yang bermanfaat, yang meliputi teori, konsep, rumus dan formula, hukum. Oleh karena itu segala produk pikiran modern yang bermanfaat bagi kerja-kerja orang beriman dapat diambil dan diimplementasikan. Segala teori dan hukum yang ada dalam manajemen modern dapat diambil selama tidak bertentangan dengan prinsip Islam dan nyata memberikan manfaat seperti tercapainya efektifitas, efesiensi dan produktivitas organisasi, walaupun ianya muncul dari hasil pikiran non muslim sekalipun.

Misalnya tentang metodologi kuantitatif yang baru muncul pada awal abad ke-19 dan hingga kini masih digunakan para peneliti. Metode kuantitatif berkembang pesat sejak ditemukannya berbagai alat ukur penelitian. Alat ukur pertama kali hanya dikenal pada benda-benda fisik seperti ukuran berat (kg, ons, pon, gram, dan lain-lain) ukuran jarak/tinggi (km, m, cm, inchi, mm, dan lain-lain) maupun ukuran panas (celcius, fahrenheit, dan lain-lain). Sekarang ini telah berkembang berbagai bentuk pengukuran bidang ilmu sosial yang mendasari kuantifikasi ilmu-ilmu sosial. Alat ukur yang dapat dijadikan parameter tersebut antara lain adalah pengukuran sikap menggunakan skala Likert; pengukuran indikator ekonomi menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB), Pendapatan Perkapita (GNP), laju inflasi, nilai tukar mata uang. Analisis hipotesis pada kuantitatif dengan menggunakan berbagai macam instrumen dan alat pengujian modern untuk menerima atau menolak suatu hipotesis.

Semuanya itu masuk pada kategori al-mutaghayyirat, sebagai alat ukur

yang dapat memperkaya implementasi manajemen Islam pada era modern saat ini. Tentunya dalam rangka pemanfaatannya dibolehkan dalam manajemen Islam.

Dalam ushul fiqh, ada kaidah yang menyatakan bahwa “mâ lâ yatimm al-wâjib illâ bihi fa huwa wâjib”, yakni sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib diadakan. Memutuskan suatu perkara yang baik dalam manajemen itu wajib, pada zaman modern ini tidak sempurna tanpa adanya alat ukur berupa metodologi kuantitatif serta turunannya, maka menerapkan alat ukur berupa metode kuantitatif tersebut menjadi wajib dilaksanakan, guna meraih keputusan manajemen kuantitatif yang terbaik.

Orang yang hanya fokus pada al-tsawâbit dan menolak al-mutagahyyirât akan melahirkan kejumudan, sebaliknya orang yang hanya fokus pada al-mutaghayyirât namun menolak al-tsawâbit maka dapatmenimbulkan kesesatan. Keseimbangan memahami dan merealisasikan makna al-tsawâbit dan al-mutagahyyirât menjadi kunci utamanya.

D. Hakikat Manusia

Tidak dapat dipungkiri, bahwa keberadaan manusia dalam suatu organisasi menjadi unsur paling penting. Kesuksesan dimulai dari manusianya, karena melalui sumber daya manusia yang baik akan menyebabkan sumber daya yang lain dalam organisasi dapat dijalankan dan berfungsi. Melalui sumber daya manusia yang berkualitas dapat menciptakan efesiensi, efektivitas dan produktivitas organisasi. Sebaliknya kegagalan organisasi adalah kegagalan sumber daya manusianya, ini merupakan titik masalah organisasi modern saat ini.

ISLAM DAN MANAJEMEN

(12)

Negara maju adalah negara yang mempersiapkan sumber daya manusia unggul seperti kompeten, kreatif, gigih dan mempunyai motivasi tinggi untuk berprestasi. Keunggulan ini mampu menggerakkan negara ke arah yang lebih baik. Walaupun terkadang terbatas sumber daya alamnya. Seperti Singapura, tidak memiliki keunggulan sumber daya alam layaknya Indonesia, namun mereka mendahului kita dari sisi keunggulan SDM dan kompetitif.

Oleh karenanya, tugas besar organisasi adalah mencari, memilih dan membentuk manusia-manusia berkualitas yang mampu mengubah visi menjadi realitas. Inilah yang diperankan Rasulullah Saw dan para sahabat yang mulia, mereka melakukan pembentukan manusia-manusia yang utuh untuk berikutnya dapat mengemban misi menegakkan kebaikan di muka bumi. Pemanfaatan waktu untuk 'pembentukan' SDM ini harus lebih mendominasi dari program lainnya. Sesungguhnya perdaban itu dibentuk oleh manusia-manusianya bukan institusi.

Sejalan dengan kenyataan tersebut, David Norton dan Roger Kaplan memperkenalkan konsep Balanced Scorecard (1992), menyatakan dalam sambutannya untuk buku Becker, Huselid, dan Ulrich (2001) bahwa dalam era 'ekonomi baru' Modal Insani adalah pondasi untuk penciptaan nilai (value creation). Menurut beliau, berbagai studi menunjukkan bahwa 85% dari nilai korporasi ditentukan oleh aset-aset intangible yang elemen utamanya adalah sumber daya manusia.

Demikian pentingnya bagi organisasi memandang manusia sebagai aset saat ini dan masa depan. Mari kita melihat bagaimana al-Quran menjelaskan tentang hakikat manusia. Hakikat manusia disini

bermakna umum, tanpa adanya batasan-batasan agama, suku, kasta, warna kulit, dan bangsa. Kita ditakdirkan sebagai manusia yang hidup di bumi, yang dahulunya kita bukan siapa-siapa, kemudian Allah mentakdirkan kita ada di bumi.

1. Manusia Makhluk Ciptaan

Allah Swt menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk dan rupa. Allah menegaskannya dalam isi sumpah-Nya pada surah al-Tiin:

Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik.” (QS. Al-Tiin:4).

Bentuk yang terbaik bermakna rupa, bentuk, susunan anggota tubuh yang terbaik. Bahkan sebagian ulama menyatakan manusia diciptakan terbaik dari malaikat, jin, tumbuh-tumbuhan, langit dan bumi, bulan dan matahari sekalipun. Oleh karenanya tidak dapat disamakan keindahan bentuk dan rupa manusia dengan rembulan di malam hari. Pada asalnya setiap bayi yang lahir berada dalam kesucian. Kemudian ia akan melalui tahapan-tahapan kehidupan yang penuh dengan ujian. Kesucian manusia disaat lahir dahulu, saat ini mungkin saja masih terpelihara ataupun tidak. Pemeliharaan fitrah itu dengan iman dan amal shaleh. Inilah hakikat kesempurnaan posisi manusia dihadapan Allah Swt, yaitu manusia yang telah diciptakan dalam bentuk terbaik itu akan mulia dalam pandangan Allah ketika ia beriman dan beramal saleh.

Allah menganugerahi akal pikiran, ruh, fisik dan agama,yang dengannya ia mampu hidup bersama keimanan dan amal shalehnya. Dalam dunia manajemen sekalipun, seorang muslim dihadapkan dengan tantangan yang nyata, yaitu kemampuan menjadikan

kerja-ISLAM DAN MANAJEMEN

(13)

kerja manajemen sebagai ibadah, dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas amal shalenya dihadapan Allah Swt.

Manusia diciptakan dalam kondisi lemah dan membutuhkan kepada sesuatu. Kebutuhan manusia beragam, dan ia diwajibkan memenuhinya, lalu ia mempraktikkan perilaku konsumsi. Manusia itu miskin, oleh itu ia membutuhkan harta dan kekayaan, lalu ia bekerja dan banyak melakukan perilaku produksi. Manusia itu butuh kepada ilmu pengetahuan, lalu ia belajar. Manusia butuh pasangan hidup yang akan menyempurnakan agamanya dalam bingkai keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah, lalu ia menikah. Manusia butuh penguatan hubungannya kepada Allah Swt, lalu ia beribadah. Manusia perlu eksistensi, maka ia senantiasa menjadikan seluruh perbuatannya berkualitas.

Semua perilaku manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya harus memiliki nilai berkah. Formula keberkahan ini akan menarik setiap tahapan proses manajemen kepada ridho Ilahiy. Memastikan bahwa input dan processnya halal sehingga outputnya halal, karena dibangun melalui nilai dan budaya yang halal. Keberkahan akan membawa manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.

2. Manusia Dimuliakan

Manusia adalah makhluk yang dimuliakan dengan ruh. Dengan ruh manusia mampu beraktivitas memenuhi tugas dan tanggungjawabnya di dunia, dengan ruh manusia mampu merasakan sesuatu. Manusia juga dimuliakan dengan akal pikiran, yang dengannya ia dapat membedakan yang baik dan yang buruk.Manusia juga dimuliakan dengan karunia agama Islam.Agama mengenalkan manusia dengan

Tuhannya, agama mengenalkan manusia dengan segala ajaran dan syariatnya guna keselamatan kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Lalu makhluk-makhluk Allah lainnya diciptakan, dalam rangka menyempurnakan perjalanan hidup manusia, agar manusia dapat hidup dengan baik.Sumber Daya Alam dibentangkan untuk kepentingan manusia, hewan dan tumbuhan ditundukkan untuk kemaslahatan hidup manusia. Manusia memang sebaik-baik makhluk AllahSwt yang diciptakan.

Allah Swtberfirman, “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al-Israa': 70).

3. Manusia diberi Beban

Manusia itu diberi tanggungjawab di dunia, yaitu untuk beribadah hanya kepada Allah semata dan memakmurkan bumi. Setelah manusia diciptakan dan dimuliakan, selanjutnya Allah Swt memberikan tanggunjawab untuk melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Ibadah harus melekat pada aktivitas manajemen seorang muslim. Mulai dari visi hingga kegiatannya harus bernilai ibadah, mulai dari perencanaan hingga pengawasan harus bernilai ibadah, mulai dari bangun tidurnya hingga tidur kembali harus bernilai ibadah disisi-Nya. Allah berfirman, “Tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk menyembahAllah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama.” (QS. Al-Bayyinah: 5). “Dan Aku tidak

ISLAM DAN MANAJEMEN

(14)

menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Al-Dzariyat: 57).

Ulama sepakat,diterimanya suatu kerja dan usaha sebagai ibadah harus memenuhi dua syarat dasar, yaitu berniat ikhlas karena Allah ta'ala dan kesesuaian kerja dan usaha tersebut dengan syariat Allah dan Rasul-Nya. Kesesuaiannya meliputi sebab, waktu, tempat dan tujuan.

Ikhlas secara bahasa bermakna jernih. Air yang jernih tidak terkotori dengan dzat yang dapat merubah eksistensinya. Jika air jernih dicampur dengan kopi maka berubahlah warna dan namanya, demikian juga apabila amal dicampur dengan riya dan angkuh maka hilanglah kejernihan amal tersebut. Ikhlas menurut istilah yaitu seseorang yang tidak berharap pujian dan ganjaran dari kerja-kerjanya melainkan hanya pujian dan ganjaran dari Allah semata, dan seseorang yang tidak berharap siapapun yang melihat kerjanya melainkan ia berharap hanya

5

Allah semata yang melihat dan mengawasinya.

Tabiat kesempurnaan kerja itu ada 5 dan saling berkaitan satu dengan yang lainnya; beriman kepada Allah, mengenal al-haq (kebaikan), ikhlas beramal karena Allah ta'ala, kesesuaian amal dengan sunnah

6

Rasulullah Saw, dan memakan harta yang halal. Jika salah satunya alfa maka hilanglah nilai kesempurnaan suatu pekerjaan.

Manusia juga diperintahkan memerankan fungsi khalifah di muka bumi. Hakikat Khilâfatul ardh yakni meyakini bahwa segala yang ada di muka bumi ini adalah mutlak milik Allah ta'ala. Kepemilikan manusia hanya bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan dan memanfaatkan hak guna (amanah) atas pemberian Allah berdasarkan ketentuan-Nya, oleh karenanya manusia bukanlah raja dan pemilik

alam semesta ini, ia hanya sebagai khalifah bagi Pemilik yang sesungguhnya.

Siapapun yang memperoleh kepemimpinan pada jabatan tertentu di muka bumi ini, sesungguhnya ia adalah khalifah bagi Allah ta'ala, berperan sebagai pelayan bagi manusia. Sebaliknya, siapapun yang memimpin urusan manusia di muka bumi ini, namun tidak melaksanakannya sesuai dengan keinginan Pemilik alam semesta maka ia bukanlah khalifah di bumi, tetapi pembangkang yang melawan Allah Pemilik alam semesta. Sangat banyak kita saksikan para pemimpin yang telah menyimpang dari fitrahnya sebagai manusia.

4. Manusia Bebas Memilih

Walaupun demikian, manusia bebas memilih diantara pilihan-pilihannya. Memang benar hidup itu adalah pilihan. Memilih mana yang baik dan buruk, memilih mana yang bermanfaat dan mana kurang manfaat, memilih skala perioritas. Menimbang mana tingkat resiko yang lebih kecil dari resiko-resiko yang tersedia, dan mana manfaat yang lebih besar dari uraian manfaat yang tersedia. Memutuskan dari pilihan-pilihan yang tersedia. Keputusan itu akan menjadi aksi yang memiliki konsekuensi.

Banyak sebutan produk dari suatu keputusan organisasi, seperti visi, misi, target, sasaran, tujuan, kebijakan, prosedur, peraturan, program, kegiatan, strategi. Semuanya adalah hasil dari pilihan keputusan. Tantangannya adalah apakah produk pilihan tersebut sejalan dengan kehendak Allah ta'ala? Manajemen Islam mampu memastikan bahwa segala bentuk keputusan tersebut harus sesuai dengan ketentuan Islam. Maka diperlukan pendampingan syariat dalam suatu organisasi. Firman Allah ta'ala:

ISLAM DAN MANAJEMEN

BAB I

(15)

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.(Itulah) agama yang lurus, namun kebanyakan mansia tidak mengetahui.” (QS. Al-Rum: 30).

Adapun bagi mereka yang berkehendak bebas atas semua pilihan dan aksinya, tanpa memperhatikan arahan dan batasan-batasan yang telah ditentukan syariat.Maka Allah pasti mengetahuinya, “Berbuatlah apa yang kamu kehendaki, sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Fushshilat: 40). Kemudian Allah akan memberikan balasan ke atasnya, “Maka sembahlah olehmu apa yang kamu kehendaki selain Dia. Sesungguhnya orang-orang yang rugi adalah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari Kiamat, ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS. Al-Zumar: 15).

Sebelum memilih keputusan, setidaknya seorang pemimpin muslim terlebih dahulu melakukan tiga hal; Pertama, menganalisa segala fakta nyata kondisi lingkungan internal dan eksternal secara komprehensif. Kedua, melakukan analisa terhadap nashal-Quran, as Sunnah dan pendapat para ulama yang berkaitan dengan objek yang sedang diteliti. Lalu ketiga, menghubungkan antara fakta dengan teks.

5. Manusia diberi Balasan

Allah Swt Maha Mengetahui segala perbuatan makhluk-Nya, yang ghaib maupun yang nyata. Allah sangat dekat kepada manusia dan lebih dekat dari urat lehernya. Tidak ada perbuatan makhluk-Nya yang lalai dari pengawasan-Nya. Disisi lain Allah juga Maha Adil terhadap segala keputusan dan ketentuan bagi makhluk-Nya, dan Dia tidak pernah menzhalimi hamba-hamba-Nya, sesungguhnya manusialah yang

menzhalimi dirinya sendiri. Allah Swt memberikan balasan bagi siapa saja yang mengerjakan kebaikan walaupun hanya seberat dzarrah. Kata dzarrah di dalam al-Quran ada yang mengartikannya dengan debu yang terlihat saat disinari cahaya matahari, dan ada juga yang mengartikannya dengan semut yang kecil.

Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak berbuat zhalim kepada seseorang, walaupun sebesar dzarrah dan jika ada kebaikan sebesar dzarrah niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.” (QS. Al-Nisa: 40). Allah ta'ala tidak mengurangi pahala orang-orang yang mengerjakan kebajikan walaupun sebesar dzarrah. Demikian juga apabila seseorang berbuat kejahatan sebesar dzarrah pun niscaya akan melihat balasannya pula. Allah tidak pernah lupa!

Apabila manusia menyesali perbuatan jeleknya, lalu ia beristighfar dan bertaubat kepada-Nya, maka sesungguhnya Allah Maha Pemberi pintu taubat. Allah Maha Pengasih dan Penyayang, rahmat-Nya mengalahkan murka-Nya. Allah sangat gembira dengan taubatnya seorang hamba. Rasulullah Saw bersabda, “Sungguh Allah sangat gembira dengan taubat hamba-Nya melebihi kegembiraan salah seorang diantara kalian yang kehilangan untanya di padang pasir kemudian menemukannya kembali.” (HR. Muslim).

Dalam hadits lain Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya pada malam hari untuk menerima taubat orang yang berbuat kejelekan pada siang hari, dan Allah membentangkan tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat orang yang berbuat kejelekan pada malam hari, sampai matahari terbit dari sebelah Barat.” (HR. Muslim).

ISLAM DAN MANAJEMEN

(16)

Selain sebagai motivasi, diciptakannya pahala dan dosa juga sebagai ujian bagi manusia.Ujian bagaimana menyikapi suatu pahala dan ujian bagaimana menyikapi suatu dosa. Catatan lembaran pahala dan dosa akan berakhir melalui kematian yang dialami seorang manusia, kemudian ia akan mempertanggungjawabkan segala perilaku manajemennya pada hari Perhitungan kelak. Ini juga titik difrensiasi manajemen Islam dari yang lainnya, bahwa manajemen Islam meyakini dosa dan pahala, dunia dan akhirat, serta agama dan Tuhan.

6. Pentingnya Manajemen

Realitanya, seseorang itu memiliki sesuatu yang terbatas, sumber daya itu terbatas, karena kita hidup di alam dunia yang penuh dengan batasan-batasan. Walaupun terkadang keinginan itu sangat liar hingga menuntut seseorang untuk mencapai sesuatu di luar batas kemampuannya. Disini manusia dihadapkan kepada dua dimensi; realita dan harapan.

Bersungguh-sungguh meraih harapan/cita-cita adalah kewajiban, namun bertoleransi terhadap realita merupakan keindahan. Manajemen berperan untuk mengharmonisasikan antara harapan dan realita.Manajemen akan menghantarkan suatu kebaikan yang berawal dari visi menjadi realita.Sebaliknya tanpa peranan manajemen yang terbaik, kerja-kerja akan menjadi acak dan semrawut, gagal mengintegrasikan antara harapan dan realita,hidup menjadi tidak memiliki nilai.

Terkadang, yang kita sukai itu berakhirburuk, dan yang kita benci itu ternyata membawa kebaikan. Terkadang, pedagang menerima pahitnya

kerugian, namun ternyata hal itu terbaik baginya, dan sebaliknya ia meraih profit namun ternyataberakhir buruk.Sepenuh rahasia hari esok memang milik Allah Swt. Manajemen konvensional tidak mampu untuk mengharmonisasikansecarafitrah antara harapan dan realita di atas.Manajemen konvensional sangat langka menyentuh fitrah manusia disaat berhadapan dengan kegagalan dan kesuksesan.

Karena lemahnya koneksi kepada Tuhan, yang muncul adalah perilaku-perilakumenentang fitrah baik dalam sukses maupun gagalnya. Sementara dalam manajemen Islam ada aturan tentang tawakkal dan doa, sabar dan syukur.Dengannya, seorang muslim menjalani segala situasi kehidupan secara harmoni.

Pada dasarnya manajemen dalam Islam itu penting, sebab:

1. Allah dan Rasul-Nya memerintahkan umat Islam agar ihsân dan itqân dalam bekerja.

2. Merupakan metode (uslûb) terbaik untuk mencapai target dan tujuan.

3. Mampu mengharmonisasikan antara harapan dengan realita secara baik.

4. Mampu mendidik seseorang dapat bekerja bersama tim dengan baik ('amal jamâ'i).

5. Mampu menciptakan efektivitas, efesiensi dan produktivitas dengan baik.

6. Mampu menegakkan keadilan dan keseimbangan bagi organisasi.

7. Mampu membangun jiwa kepemimpinan.

8. Mampu menumbuhkan sikap saling tolong menolong dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi.

9. Mampu tumbuh dan berkembang secara terukur.

ISLAM DAN MANAJEMEN

(17)

10. Terwujudnya implementasi hak dan kewajiban organisasi dengan baik.

E. Pengertian Manajemen Islam

1. Pengertian Manajemen

Di dalam bahasa Arab terdapat dua kata yang menunjukkan makna management, yaitu

ةرادﻹا

dan

ﺮـــــــــﯿﺑﺪﺘﻟا

. Dua kata tersebut dipandang mewakili makna manajemen, baik secara umum ataupun khusus. Al-Idârah berasal dari kataرادأ yang berarti: mengatur, mengoperasikan. Firman Allah SWT:

Melainkan jika muamalah itu perniagaan tunai yang kamu jalankan diantara kamu...”(Q.S Al-Baqarah: 282).

Lafazh Idârah di dalam al-Quran hanya ditemukan pada surah di atas, yang terkait dengan pengaturan niaga atau bisnis, termasuk dalam hukum muamalat. Petikan ayat di atas merupakan solusi bagi pencatatan dalam transaksi. Pencatatan tidak begitu dibutuhkan saat perniagaan yang dilakukan melalui tukar-menukar secara langsung (tunai), ia dapat menghilangkan pertikaian dan menimbulkan kepastian.Wahbah al-Zuhayli mengartikan 'ﺎﮭﻧوﺮﯾﺪﺗ' transaksi muamalah

7

melalui tangan dengan tangan, yakni langsung tanpa penundaan . Al-Fahdawy mengomentari transaksi tunai adalah transaksi yang nyata,

8

dapat dilihat, diraba, dan jelas.

Tersiratlah pada kata idârah makna kejelasan tidak samar, rill tidak

semu, jujur tidak bohong. Oleh karena itu, pengelolaan urusan apa saja seyogyanya memperhatikan makna tersirat dari kata idârah tersebut. Idârah bisa juga berarti kesungguhan kerja. Maka, melalui pendekatan arti idârah secara bahasa, meng-idarah aktivitas bisnis serta ekonomi wajib berpegang pada prinsip kejujuran, kejelasan, realistis dan kesungguhan.

Adapun Tadbîr berasal dari kata

ﺮـﱠﺑد

yang berarti: mengurus, mengatur, mengelola. Sebagaimana firman Allah SWT:

Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.”(QS. Al-Sajadah: 5)

Sebagian berpendapat bahwa lafazh at-Tadbîr lebih komprehensif dan mendalam daripada lafazh al-idârah guna memaknai kata manajemen. Karena Allah SWT menyebutkan lafazh idârah dalam kaitan pembahasan tentang perniagaan (mu'âmalah mâliyyah) saja. Sementara lafazh tadbîr disebutkan di dalam al-Quran pada pembahasan yang lebih luas dan menyeluruh; mulai dari proses pemikiran dan penghayatan tentang berbagai lini dalam kehidupan, hingga implementasi terhadap suatu urusan melalui pemilihan aktivitas dan program yang terbaik.

Namun menurut penulis, tidak juga keliru jika kita menggunakan istilah

idârah untuk menunjukkan makna manajemen secara umum.

Walaupun lafazh tersebut digunakan di dalam al-Quran terkait dengan perniagaan, namun tidak membatasi penggunaannya kepada lini-lini kehidupan manusia lainnya yang lebih menyeluruh dan jamak.

ISLAM DAN MANAJEMEN

BAB I

(18)

Sementara kata manajemen sendiri berasal dari bahasa Inggris: Management dengan kata kerja to manage, secara umum berarti mengelola. Robbins dan Coulter mendefinisikan manajemen yakni aktivitas kerja yang melibatkan koordinasi dan pengawasan terhadap pekerjaan orang lain, sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan secara efisien dan efektif. Efesien adalah melakukan pekerjaan secara tepat sasaran, atau menghasilkan output sebanyak mungkin dari input sesedikit mungkin. Adapun efektif seringkali diidiomkan sebagai mengerjakan hal yang tepat, yaitu menjalankan aktivitas-aktivitas yang

9

secara langsung mendorong tercapainya sasaran-sasaran organisasi.

Stoner, Freeman dan Gilbert JR menyebutkan pula, manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi dengan menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai sasaran organisasi yang

10

telah ditetapkan.

2. Pengertian Islam

Kata al-Islâm secara bahasa memiliki beberapa makna, yaitu: berserah diri (al-istislâm), suci bersih (al-salîm), selamat dan sejahtera ( al-salâm), damai (al-silmu), dan bertahap (al-sullam).

Adapun al Islâm menurut istilah bermakna ketundukkan kepada wahyu Ilahi yang diturunkan kepada para nabi dan rasul khususnya Muhammad Saw, sebagai hukum Allah yang membimbing umat manusia ke jalan yang lurus menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

3. Pengertian Manajemen Islam

Menurut al-Mazjajiy manajemen Islam adalah segala aktivitas halal dari individu maupun sekelompok orangpada periode waktu tertentu

11

untuk mencapai sasaran dan tujuan halal yang terbatas.

Pengertian manajemen Islam di atas umum, mencakup kerja-kerja manajemen pada bidang-bidang yang khusus, seperti ekonomi, politik, pendidikan, militer, sosial, dll. Karena memang Islam tidak membatasi implementasi manajemen hanya dalam bidang pendidikan atau bisnis saja. Namun manajemen mulai diterapkan untuk kepentingan pribadi, keluarga, masyarakat hingga negara.

Jika manajemen Islam dioperasikan pada sektor niaga dan bisnis, maka segala aktivitas perniagaannya haruslah halal lagi baik. Tahapan input,process dan outputnya halal, dibatasi oleh rentang waktu, dalam rangka meraih tujuan berniaga yang halal, yaituprofit(materi)dan benefit (non materi, seperti keberkahan dan pertumbuhan).

Al-Nahawiy menyebutkan manajemen Islam adalah pemanfaatan dari segala prinsip-prinsip iman untuk menghimpun produktivitas yang tinggi, dengan usaha yang itqân (terbaik), dalam waktu seefesien mungkin, agar menjadikan seluruh kerja-kerjanya bernilai ibadah. Jamil Abu al-'Ainain menyebutkan pula bahwa manajemen yang disandarkan kepada nash al-Quran dan sunnah nabawiyyah, tidak ada keraguan bahwa itu adalah manajemen akidah (tauhid), Islam tidak terbatas pada ibadah (mahdhah) saja, namun ia adalah aturan yang komprehensif dan sempurna bagi kehidupan.

Menarik juga apa yang disampaikan al-Fahdawy, bahwa manajemen Islam adalah tadbîr al-mashâlih al-syar'iyyah (mengelola

ISLAM DAN MANAJEMEN

BAB I

Fahmi al-Khalifah al-Fahdawy, al-Idârah fî al-Islâm, Dâr al-Masîrah:Amman, cet ke-3, 2014, hal. 65.

⁹Stephen P. Robbins & Mary Coulter, Manajemen, Terj. Bob Sabran, Devri Barnadi Putera, Erlangga: Jakarta, 2010, hlm. 7.

James A.F. Stoner, R. Edward Freeman dan Daniel R. Gilbert JR, Manajemen, Terj. Alexander Sindoro, PT. Prenhallindo: Jakarta, 2013, hlm. 7.

(19)

“Saya.” Beliau bertanya, “Siapakah dari kalian yang telah memberi makan kepada seorang miskin pada hari ini?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Beliau bertanya, “Siapakah dari kalian yang telah menjenguk orang sakit pada hari ini?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Maka Rasululah Shallalahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Tidaklah semua amalan ini terkumpul pada diri seseorang kecuali dia akan masuk surga.”(HR. Muslim)

Pada dini pagi saja, Abu Bakar al-shiddiqmampu mengungguli perbuatan terpuji, yaitu berpuasa, mengantar jenazah, memberi makan orang miskin dan menjenguk orang sakit. Umar r.a pun mengukuhkan keunggulan Abu Bakar dalam infak dan amal terpuji lainnya.

Arah visi dan misi dibatasi oleh waktu. Target dan tujuannya dibatasi oleh waktu, program dan kegiatannya juga dibatasi oleh waktu. Tabiat dari waktu adalah tidak dapat berhenti walaupun hanya sesaat, ia akan terus berjalan dan tanpa pernah kembali. Oleh karenanya, manusia wajib menghargai waktu, mampu memanfaatkannya sebaik mungkin. Sehingga ia dapat meraih efesiensi, efektivitas dan produktivitas yang terbaik. Demikian besarnya manfaat waktu bagi kehidupan manusia, sehingga Allah Swt bersumpah atas nama waktu (masa), Allah berfirman:

Demi masa (1) Sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian (2) Melainkan orang beriman, dan beramal shaleh, serta orang yang selalu saling nasehat menasehati dengan kebenaran dan kesabaran.” (Q.S Al-'Ashr: 1-3).

maslahatyang sesuai dengan syariat). al-Ghazali mengatakan

al-Mashâlih al-Syar'iyyah yakni mendatangkan manfaat dan

12

mencegahmudarat serta menjaga maqashid syariah.

Dari beberapa teori tentang manajemen di atas, penulis dapat menyimpulkan pengertian manajemen Islam yaitu segala bentuk upaya halal yang dilakukan oleh individu atau kelompok/ organisasi dalam rangka mencapai maslahat halal tertentu, baik secara materi dan non materi melalui usaha terbaik dan pemanfaatan waktu yang terbaik, dalam rangka beribadah kepada Allah Swt.

Manajemen berbasis Islam, harus mengimplementasikan makna keagungan 'Islam'itu sendiri.Manajemen Islam adalah manajemen yang bersih dan rapi, manajemen yang selalu memperkuat rasa cinta dan harmoni, manajemen yang mensejahterakan karyawan dan pegawainya, manajemen yang peduli atas keselamatan manusia, manajemen yang simpel dan mudah. Itulah Islam!

Perlu disadari pula, bahwa seluruh perilaku manajemen kita akan dibatasi oleh waktu (time). Allah Swt hanya memberikan kepada manusia di bumi 24 jam dalam satu hari. Seluruh manusia menggunakan waktu yang sama.Namun berbeda-beda cara memanfaatkannya, dan menghasilkan sesuatu yang berbeda pula. Adalah sosok Abu Bakar ash-shiddiq yang selalu terdepan dalam pemanfaatan waktu melalui amal-amal terpuji, dan Umar r.a pun telah mengakuinya. Pada pagi hari, Rasulullah biasa bertanya kepada pada para sahabat, “Siapakah dari kalianyang berpuasa pada pagi ini?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Beliau bertanya, “Siapakah dari kalian yang telah mengantar jenazah pada hari ini?” Abu Bakar menjawab,

ISLAM DAN MANAJEMEN

(20)

sasaran dan target, dan ia menempuhnya dengan manajemen.

Kemudian praktek manajemen ditulis dan menjadi sebuah ilmu yang hadir kemudian. Diantara karya-karya ilmuwan muslim yang menulis

14

tentang ilmu manajemen adalah :

1. Abu Nashr Muhammad al-Farabi, lahir di Turkistan (259-339 H), diantara karyanya: al-Siyâsat al-Madaniyyah, Arâ' Ahl al-Madînah al-Fâdhilah, al-Âdâb al-Mulukiyyah.Beliau menjelaskan tentang kelompok yang memiliki keutamaan lagi kebaikan, adalah kelompok yang saling tolong menolong. Karena manusia diciptakan sebagai makhluk sosial bukan manusia yang terpisah dari manusia. Oleh karena itu manusia saling tolong menolong, guna mencukupi kebutuhan hidupnya. Yang kuat membantu yang lemah, dan saling memberikan manfaat. Perilaku saling tolong menolong ini dibangun berasaskan saling ridha dan bahagia. Perilaku saling tolong menolong tersebut harus dibangun secara rapi dan terorganisir. Ada pemimpin dan ada para pembantunya yang memiliki ruh melayani bukan dilayani.

Al-Farabi juga memandang bahwa komunitas yang memiliki keutamaan lagi kebaikan itu tidak akan wujud tanpa peran dan fungsi pemimpin yang punya keutamaan dan kebaikan juga. Beliau memberikan kompetensi sifat dan karakter seorang pemimpin, diantaranya: bijaksana, memahami al-Quran, as-sunnah dan sirah, mampu mengistinbath hukum, memiliki pandangan yang jauh dan luas, kemampuan komunikasi yang baik, sehat fisik, dan lain sebagainya.

2. Abu Hasan Ali bin Habib al-Bashri dikenal dengan

Al-G. Al-Quran dan Manajemen

'Annan dan Ahmad dalam Naif Sya'ban (2009) dalam penelitiannya menjelaskan, terdapat sekitar 500 ayat di dalam Al-Quran yang menyampaikan tentang fungsi-fungsi manajemen, 75 ayat menyampaikan mengenai poros dasar manajemen, 611 ayat menyampaikan tentang kunci-kunci sukses dalam kerja dan usaha, 1324 ayat yang menunjukkan tentang hubungan interaksi dan etika interaksi sesama manusia. Al-Quran menghimpun asas-asas dan nilai-nilai manajemen. Berbahagialah seorang muslim karena Tuhan yang menciptakannya telah menyampaikan ayat-ayat tentang bagaimana mengoptimalkan kerja dan memaksimalkan kinerja di dalam al-Quran. Bagaimana cara hidup bahagia di dunia ini dan akhirat kelak. Allah Swt yang menciptakan manusia tentu Maha Megerti tentang segala kebutuhan manusia.

Angka-angka di atas menunjukkanurgensi manajemen, bahwa Allah Swt sangat mencintai hamba-Nya yang apabila beraktivitas ia bersungguh-sungguh, memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk mengimplementasikan perilaku ihsân dan itqânpada setiap amal-amal terpuji guna tercapainya kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat

13

kelak.

Manajemen diposisikan sebagai kegiatan tua, yang sudah dilakukan sejak dahulu kala. Karena setiap insan pasti membutuhkan kepada sesuatu guna memenuhi kebutuhan hidupnya, lalu ia bekerja sesuai dengan bidang dan keahliannya. Semua kegiatan tersebut tidak mungkin dapat dilakukan secara baik tanpa adanya peran manajemen. Al-Quran telah mengkisahkan kehidupan para nabi dan rasul terdahulu, yang penuh dengan ikhtiyar-ikhtiyar manajemen. Manusia memiliki

ISLAM DAN MANAJEMEN

BAB I

Naif Sya'ban Abdullah Qurmuth, Al-Idârah fî Surah Yûsuf 'Alaihissalâm, 2009, hlm. 45.

(21)

5. Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, lahir di Damaskus tahun 691 H, diantara karyanya: I'lâm Mu'awwiqîn, Thuruq al-Hukmiyyah fî al-Siyâsah al-Syar'iyyah. Beliau memberikan perhatian pada aspek jiwa manusia, yang diibaratkan bagaikan jiwa yang satu namun memiliki 3 sifat utama, dimana masing-masing sifat akan menggambarkan jalannya masing-masing-masing-masing. Pertama, jiwa muthmainnah. Jiwa seperti ini wujud ketika jiwa seseorang berpindah dari keraguan menuju keyakinan, dari kebodohan menuju ilmu, dari kelalaian menuju dzikir, dari khiyanat menuju taubat, dari riya menuju ikhlas, dari keangkuhan menuju tawadhu.

Kedua, jiwa lawwamah. Jiwa ini wujud saat banyaknya keraguan, suka mencela, suka berubah-ubah (tidak konsisten), suka lalai, memiliki kejiwaan yang labil. Ketiga, jiwa ammarah. Jiwa seperti ini muncul dari seringnya mencela dan marah lalu cenderung suka berbuat kejelekan.Saat bekerja pada suatu organisasi kecenderungan jiwa seseorang berada pada tiga sifat tersebut.

6. Abu Zaid Abd al-Rahman bin Muhammad bin Khaldun, lahir di Tunis (732-808 H), diantara karyanya: Muqaddimah Ibn Khaldûn. Beliau dikenal sebagai pelopor ilmuwan muslim pada bidang ilmu sosial. Beliau menekankan tiga hal, (1) Pengokohan ilmu untuk menyelesaikan fenomena-fenomena sosial yang terjadi di masyarakat, (2) Menyeru kepada penguatan manajemen dalam pengelolaan urusan-urusan sosial, dengan basis ilmu pengetahuan dan penelitian-penelitian sosial terbaru sebagai pengikatnya. (3) beliau berpendapat bahwa bekerja adalah sumber dari nilai.

Mawardi, lahir di Bashrah (364-450 H), diantara karyanya: al-Ahkâm al-Sulthâniyyahwa al-Wilâyât al-Dînîyyah, al-Wizârah, Nashîhat al-Mulûk,Âdâb al-Dunyâ wa al-Dîn. Beliau dikenal dengan konsep-konsep manajemen pemerintahannya.

3. Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali, lahir di Persia (450-1057 H), diantara karyanya: al-Mustashfâ, Ihyâal-Ulûm al-Dîn, Mîzân al-'Adl, al-Iqtishâd fî al-I'tiqâd, al-Falâsifah wa al-Akhlâq. Beliau banyak memberi nasehat-nasehat manajemen terkait keadilan, dan menyampaikan 10 dasar yang harus dipegang bagi seorang hakim muslim, diantaranya jauh dari perilaku otoriter, jauh dari perilaku zhalim, dekat dengan ulama, bertanggungjawab, ramah terhadap rakyat.

4. Ahmad bin Abdul halim bin Abd al-Salam bin Taimiyyah, lahir di Syam (661-728 H), diantara karyanya: Siyâsah al-Syar'iyyah fî Ishlâh al-Râ'î wa al-Ra'iyyah, al-Hisbah wa M a s u l i y y a h a l - H u k û m a h a l - I s l â m i y y a h .B e l i a u mengungkapkan bahwa solusi bagi rusaknya manajemen organisasi adalah dengan cara pemilihan sumber daya manusia yang tepat. Ibn Taimiyyah menekankan akan urgensi pemilihan SDM yang sesuai, karena menurutnya rusaknya manajemen disebabkan oleh SDM yang lemah. Ringkasnya, pada tahapan pemilihan sumber daya manusia harus memperhatikan 4 hal, yaitu (1) pemilihan SDM yang terbaik, (2) menggunakan tenaga SDM yang sesuai dengan kebutuhannya, (3) terhimpunnya 2 sifat mulia bagi tenaga SDM; kuat dan amanah (4)memahami cara kerja terbaik, seperti mengerti tujuan organisasi yang terbaik, serta sarana-sarana mencapai tujuan yang terbaik.

ISLAM DAN MANAJEMEN

(22)

7. Abu al-Abbas al-Qalqasyandi, lahir di Kairo-Mesir (756-821 H), diantara karyanya: Shubh A'sya fîshinâ'at al-Insyâ.Beliau dikenal dengan ilmu kesekretariatan dan manajemen perpustakaan.

8. Al-Syathibi, wafat tahun 790 H, diantara karyanya: al-I'tishâm, al-Muwâfaqât fi Ushûl al-Ahkâm.Beliau dikenal dengan teori maqashid syariah yang lima, yaitu; menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga akal, mejaga keturunan dan menjaga harta. Al-Syatibi berkesimpulan bahwa keperluan manusia tidak terlepas dari lima perkara tersebut. Implementasi kebutuhan-kebutuhan maqashid di atas dibagi pada pada level dharûriy, hâjiyy dan tahsîni.

Terdapat juga beberapa terminologi di dalam al-Quran yang menunjukkan kedekatannya dengan kerja-kerja manajemen, seperti istilah Ummah, Bai'ah, Syûrâ, Khalîfah, ulul amr, al-Ummâl. Oleh karenanya, mustahil al-Quran dapat dipisahkan dari manajemen, mustahil perjalanan hidup Rasulullah Saw alfa dari kerja-kerja manajemen. Yang terjadi sebaliknya, bahwa al-Quran dan perjalanan hidup Rasul menjadi referensi utama manajemen Islam.

Tugas seorang muslim adalah mengoptimalkan interaksinya bersama al-Quran dan al-Hadits dalam kondisi senang maupun sulit, lapang atapun sempit. Para prajurit Shalahuddin al-Ayyubi konsisten membaca al-Quran dan mengkaji hadits-hadits sahih pada waktu-waktu rehatnya saat musim perang melawan musuh, demi memerdekakan al-Aqsha dari tangan penjajahan, yang akhirnya Allah Swt menetapkan kemenangan berpihak kepada mereka.

Untuk menunjukkan keagungan al-Quran Rasulullah Saw berkata:

Al-Quran, di dalamnya terdapat kisah kaum sebelum kalian, kabar kaum setelah kalian & ketentuan hukum di antara kalian. Ia adalah kitab yang jelas & pasti, bukan senda gurau. Ia adalah kitab yngg jika ditinggalkan oleh orang-orang yang sombong, niscaya akan dibinasakan oleh Allah. Barangsiapa mencari petunjuk pada kitab selainnya, niscaya Allah akan menyesatkannya, sebab ia adalah tali Allah yang kuat. Ia adalah peringatan yang bijaksana. Ia adalah jalan yang lurus. Dengannya hawa nafsu tidak akan menyimpang & lisan tidak akan keliru. Para ulama tidak pernah merasa kenyang & bosan karena banyak pengulangan serta keajaibannya tak pernah habis. Ia adalah kitab yg tak akan habis jika didengar oleh bangsa jin, hingga mereka berkata:

‘Sesungguhnya kami telah mendengar Al Qur'an yang menakjubkan'. Ia adalah kitab yang jika siapa saja berkata dengannya pasti benar, siapa yang memutuskan perkara dengannya pasti adil, siapa yang beramal dengannya pasti diberi pahala & siapa yang menyeru

15

kepadanya pasti ditunjukkan ke jalan yang lurus.

H. Tujuan Umum Manajemen Islam

Tujuan umum manajemen Islam adalah maqâshid syarîah itu sendiri, dimana pelaku manajemen berusaha untuk mencapainya.Segala aktivitas organisasi laba maupun nirlaba harus mampu meraih 5 tujuan umum dari manajemen Islam berikut ini, yaitu:

1. Memelihara Agama; memelihara agama dalam dua aspek, yakni menegakkan agama melalui perbuatan-perbuatan yang

Al-Baihaqi, Syu'b Imân, Rasyd li al-Nasyr wa al-Tauzi': Riyadh, Jilid3, 2003,

hlm. 353.

ISLAM DAN MANAJEMEN

(23)

dapat memelihara agama, dan mencegah segala bentuk perbuatan yang berpotensi untuk merusak agama.

2. Memelihara Akal; memelihara akal dalam dua aspek, yakni melaksanakan segala perbuatan yang dapat memelihara akal manusia kepada kondisi yang lebih baik menurut syariat, dan menahan segala bentuk perbuatan yang berpotensi untuk merusak akal manusia menurut syariat.

3. Memelihara Jiwa; memelihara jiwa manusia dalam dua aspek, yakni melakukan segala perbuatan yang mampu memelihara jiwa manusia dari kerusakan, dan mencega segala bentuk perbuatan yang berpotensi untuk merusak jiwa manusia sesuai dengan syariat.

4. Memelihara Kehormatan; memelihara kehormatan dalam dua aspek, yakni melakukan segala perbuatan yang dapat memelihara kehormatan manusia dan umat menurut syariat, seperti berpegang teguh dengan akhlak-akhlak terpuji di dalam Islam. Dan mencegah segala bentuk perbuatan yang berpotensi untuk merusak kehormatan manusia.

5. Memelihara Harta; memelihara harta dalam dua aspek, yakni melaksanakan segala bentuk perbuatan yang dapat memelihara harta manusia dari kerusakan, dan mencegah segala bentuk perbuatan yang berpotensi merusak harta sesuai syariat.

6. Memelihara Kebebasan; memelihara kebebasan dalam dua aspek, yakni melaksanakan segala bentuk perbuatan yang dapat menjaga kebebasan manusia dari kekotoran dan kekejian, serta mencegah segala bentuk perbuatan yang berpotensi merusak kebebasan berdasarkan syariat.

Tujuan umum manajemen di atas sangat integratif dan meliputi segala kemaslahatan manusia di dunia ini.

ISLAM DAN MANAJEMEN

(24)

KARAKTER DAN

PRINSIP

MANAJEMEN

ISLAM

(25)

Lazimnya, jika proses operasinyaterbaik akan mendekati kepada akhir yang terbaik pula. Manajemen Islam juga memiliki kaedah bahwa amal seseorang itu dilihat dari cara ia mengakhirinya. Apakah berakhir dengan husnul khatimah (happy ending) atau sebaliknya? Namun, jika hasil akhir dari kerja-kerja manajemen itu tidak sesuai dengan harapan awal (perencanaan), maka seyogyanya disikapi secara proporsional; syukur dan sabar.

Karakter pertama manajemen Islam tentang Rabbani, menunjukkan bahwa seluruh aktivitas manajemen manusia berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan (Rabbâni). Operasi manajemennya; input, process, output dan outcome berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan. Manajemen berbasis tauhid, syariah dan akhlak.

Pelaku manajemen harus menyadari perilakunya diawasi oleh Allah Swt, maka ia harus melestarikan kehalalan operasional. Pengawasan yang tertinggi adalah ketika seorang pegawaimerasakan bahwa Allah Swt selalu mengontrolnya. Ini juga merupakan salah satu dari indikator keikhlasan yakni tidak mengharapkan siapa pun yang menyaksikan perbuatannya selain daripada Allah Swt. Orientasi aktivitas manajemen hanya kepada Allah Swt.

Dalam shalat kita selalu berucap:

Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”

Dalam manajemen konvensional, Tuhan tidak memiliki peran sama sekali terhadap kerja-kerja manajemen. Agama dipisahkan dari manajemen. Jika Anda berbicara bisnis, maka berbisnislah menurut

A. Karakter Manajemen Islam

Karakter adalah watak. Karakter melekat pada sesuatu yang menjadikannya unik dan pembeda dari yang lain, nilai keunikan ini menunjukkan keistimewaannya. Sesuatu yang istimewa tentunya mahal (tidak murahan). Dibawah ini akan dijelaskan karakteristik-karakteristik manajemen Islam yang sangat bernilai serta menjadi pembeda dari manajemen konvensional.

1. Ke-Tuhanan (Rabbâni)

Firman Allah Swt di dalam al-Quran adalah petunjuk bagi kehidupan manusia,sumber rujukan utama dalam menetapkan suatu pilihan. Al-Quran merupakan sumber ilmu,tidak terkecuali bagi ilmu manajemen.Al-Quran memberikan panduan bagaimana mengelola sesuatu secara baik dan benaragar tercapainya tujuan yang diharapkan. Berbicara tentang tujuan itu, berbicara output dan outcome dan ini ranahnya takdir, keputusannya mutlak milik Allah Swt. Domainnya manusia adalah mengoptimalkan usaha dan ikhtiyar. Tentang bagaimana akhir dari usaha, ini adalah rahasia ilahiy. Namun Islam mengajarkan bahwa apapun hasil dari kerja-kerja manajemen, disikapi dengan dua perilaku; syukur dan sabar. Bersyukur atas segala kesenangan yang dicapai dan bersabar atas segala kesulitan yang dirasakan.

Keputusan Allah Maha Adil! Allah Swt memerintahkan manusia untuk mengoptimalkan potensi agar tercapainya maksimalisasi kinerja. Ikhtiyar yang tertata itu adalah 'sebab' akan lahirnya kesuksesan.

KARAKTER DAN PRINSIP

MANAJEMEN ISLAM

BAB II

(26)

Bermanajemen hakikatnya adalah belajar dan mengajar.Menjadikan organisasi sebagai learning organization (organisasi pembelajar), kegiatan belajar dan mengajar tidak boleh berhenti dalam berorganisasi.Seperti organisasi perusahaan, harus selalu berfikir sesuatu yang berbeda lagi unik, berusaha melakukan perubahan besar dan bekerja cerdas. Kreativitas lahir dari pembelajaran yang kontinu, agar mampu meraih nilai-nilai unggul bagi perusahaan. Terkait dengan belajar dan mengajar, Al-Quran surah ali-Imran ayat 79 menyampaikan dimana Allah Swt membimbing dan mengarahkan kepada siapa pun yang melakukan proses belajar dan mengajar agar melekat dalam jiwa dan kepribadiannya karakter rabbani (pembelajar yang rabbani).Rabbâni harus melekat pada karakter orang yang berilmu, pemimpin (manajer), ahli hikmah, ahlu takwa, ahli ibadah, para pendidik.Merekalah insan-insan rabbâni yang selalu memberikan manfaat mulia bagi manusia.

1) Manfaat Rabbâni

a) Terjaga dari perselisihan destruktif. Perbedaan cara pandang terhadap suatu objek memang sering terjadi, bahkan perbedaan cara berfikir tersebut dapat terjadi dalam rumah tangga, daerah, kota, provinsi, bahkan lebih besar dari itu. Perbedaan lingkungan, pengetahuan dan pengalaman seseorang menjadikan mereka berbeda. Tidaklah perbedaan itu selamanya tercela. Yang terpenting bagi manajemen Islam adalah bagaimana cara mencari solusi terhadap perbedaan? Segala keputusan manajemen akhirnya harus sejalan dengan pedoman hidup muslim; al-Quran dan al-Hadits. Para pihak penentu keputusan harus memiliki satu kesepahaman bersama tentang sumber menuju solusi yaitu al-Quran dan al-Hadits serta pemikiran para ahli yang kompeten. logika Anda dan tidak perlu adanya agama dalam bisnis Anda. Jika

Anda berbicara politik, maka berpolitklah sesuka logika Anda dan tidak perlu adanya agama pada kerja-kerja politik Anda. Jika Anda berbicara pendidikan, maka didiklah orang tanpa perlu iringan agama. Disinilah titik perbedaan karakter manajemen Islam dengan konvensional. Bahwa manajemen Islam memastikan segala perilaku manajemennya sesuai dengan apa yang Allah firmankan dan Rasulullah sabdakan. Manajemen Islam mengembalikan si pelaku kepada fitrahnya. Manajemen Islam itu menyatukan unsur-unsur yang dimiliki manusia secara harmoni.

Tantangannya adalah, apakah keinginan manusia seirama dengan kehendak Tuhan? Apakah keputusan-keputusan struktural yang diambil manajer sesuai dengan aturan-aturan Tuhan? Jika terjadi benturan kepentingan antara kepentingan manusia -keinginan duniawinya- dengan kehendaknya Tuhan, mana yang selayaknya diprioritaskan? Sejenak kita membaca firman Allah Swt, “Katakanlah, jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusannya.” (QS. Al-Taubah: 24). Kata “fatarabbashu...” bermakna tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusannya, yaitu berupa azab dan sanksi-Nya yang akan tiba pada waktunya (cepat maupun lambat) ketika manusia memposisikan cinta Allah dan Rasul-Nya di bawah dari kecintaannya kepada objek-objek cinta yang tersebut di atas. Ini adalah peringatan yang keras dari-Nya.

KARAKTER DAN PRINSIP

MANAJEMEN ISLAM

Referensi

Dokumen terkait

Kolam pengendap selain sebagai tempat untuk mengendapkan material tersuspensi, di area tambang juga berfungsi sebagai penampungan air limbah yang mengandung logam berat (Fe

Kepercayaan pasien timbul dari kepuasan konsumen, oleh karena penyedia jasa telah memberikan kualitas pelayanan yang baik sehingga pasien sendiri akan puas terhadap

Barangkali Anda melihat si penikmat atau si pengalami tidak muncul pada moment itu, tetapi “rasa tenang yang intens” itu sendiri bisa juga masih merupakan bagian dari si aku

Penerapan algoritma Naive Bayes pada data kendaraan bermotor roda empat ini menggunakan model klasifikasi yang akan mengelompokkan suatu karakteristik (atribut)

Banyumanik Kodya Semarang atau setidak-tidaknya di tempat tempat yang termasuk daerah hukum Pengadilan Militer II-10 Semarang telah melakukan tindak pidana “Setiap

Kendati demikian, kami masih mempertahankan outlook positif untuk kinerja perseroan tahun ini dan tahun depan karena ditopang oleh kinerja anak-anak usahanya yang

Pada saat tidak terjadi prekursor gempa bumi, koefisien korelasi daerah di dekat episenter gempa akan bernilai lebih rendah dibandingkan dengan nilai koefisien

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi pengaruh dari Carbopol ® 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan pada level yang