• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMF Ketergantungan Negara Dunia ke Tiga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMF Ketergantungan Negara Dunia ke Tiga"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Ekonomi Politik Internasional

Nama : Galih Buana

NIM : F1I013016

IMF : Ketergantungan Negara Dunia Ketiga terhadap

Bantuan Dana IMF

PENDAHULUAN

Sejak terjadinya krisis ekonomi dan krisis moneter 1997, Negara Dunia Ketiga, terutama Asean mulai bergantung pada utang luar negeri. Sebagai salah satu organisasi supranasional

yang bergerak dalam bidang ekonomi, terutama pemberian bantuan dana kepada negara-negara yang terjerat krisis, International Monetary Fund memainkan peran besar dalam

pemberian hutang ini. IMF sendiri memiliki beberapa tahapan pemberian bantuan yang pada tiap tahapnya memiliki tingkatan prasyarat yang harus dipenuhi oleh negara penerima bantuan. Prasyarat ini mengarah pada modernisasi ekonomi dan liberalisasi pasar dengan

berkiblat pada ekonomi barat, namun pada pelaksanaannya justru model barat ini yang menyebabkan ketimpangan ekonomi dan ketergantungan terhadap bantuan IMF di Negara

Dunia Ketiga. Selanjutnya akan dibahas sebab ketergantungan Negara Dunia Ketiga, analisis kebijakan IMF dalam pandangan beberapa teori pembangunan dan kritik terhadap IMF.

PEMBAHASAN

(2)

moneter internasional serta memelihara dan meningkatkan keseimbangan lalu lintas

pembayaran internasional di antara anggotanya1.

IMF dalam perkembangannya saat ini sudah tidak lagi bertugas untuk memastikan kurs devisa anggotanya tetap terjaga pada kisaran 1% kurs paritas resmi, namun membantu anggotanya mengatasi kesulitan neraca pembayaran. Pembentukan IMF pada awalnya

didasari oleh adanya depresi ekonomi akubat meningkatnya persaingan perdagangan bilateral dan devaluasi mata uang yang terjadi susul menyusul di beberapa negara, serta kehancuran

berat yang terjadi pasca Perang Dunia II. Inggris yang saat itu masih menjadi hegemon dunia nyatanya terlalu lemah untuk bangkit kembali pasca perang. Hanya Amerika Serikat yang dianggap mampu dan memiliki perekonomian stabil. Selain itu adanya masukan dari John

Maynard Keynes dan Hary Dexter White untuk membentuk suatu bank supranasional atau instiutusi dibawah PBB yang mendanai proyek-proyek pembangunan di berbagai negara,

yang kemudian ditindaklanjuti dengan negosiasi di Bretton Woods pada 1 Juli 1944 dan kemudian terbentuklah Betton Woods System.

IMF memiliki beberapa tujuan diantaranya:

a. Memperomosikan kerjasama moneter internasional melalui institusi internasional yang menyediakan sarana untuk berkonsultasi dan berkolaborasi pada permasalahan

moneter internasional.

b. Memfasilitasi perluasan danperimbangan pertumbuhan perdagangan, memberikan

kontribusi untuk memperomosikan dan mempertahankan high level of employment dan real income, dan mengembangkan produktifitas sumber anggota sebagai obyek kebiajkan ekonomi utama.

c. Mempromosikan dan mempertahankan mata uang yang stabil dan rapi untuk

menghindari depresi persaingan pertukaran.

(3)

d. Membantu sistem pembayaran multilateral dalam transaksi pembayaran antar anggota dan dalam pengeluaran pembatasan pertukaran asing yang menghambat

perkembangan perdagangan dunia.

e. Memberikan kepercayaan terhadap anggota dengan membuat sumber keuangan

general secara temporer yang memudahkan dan berada di bawah perlindungan yang memadai.

f. Mengurangi tingkat ketidakseimbangan dalam member’s international balance of payment.

Kembali pada hubungan IMF dengan Negara Dunia Ketiga, sejak awal IMF mulai masuk dan memberi bantuan-bantuan finansial telah mengundang banyak kontroversi. Perdebatan berkaitan dengan apakah bantuan yang diberikan IMF benar-benar membantu Negara Dunia

Ketiga atau malah semakin menjerumuskan dalam hutang-hutang serta mengobrak-abrik sistem perekonomian serta sosial politik negara debitur. Kritik terhadap IMF cenderung pada

kecenderungan melihat IMF sebagai agen kapitalis mengeksploitasi dan mengintervensi negara berkembang. Sementara pendukung IMF menyatakan IMF sebagai agen yang mempercepat perubahan menuju ekonomi yang lebih stabil secara makro.

Ada beberapa jenis bantuan IMF yang biasanya diberikan kepada negara-negara yang membutuhkan bantuan dana, tidak terkecuali Indonesia pada krisis ekonomi dan krisis

moneter 1997-1998. Jenis-jenis bantuan IMF antara lain:

a. Standby Arrangements. Diperkenalkan pada tahun 1952. Fasilitas ini memberikan peluang kepada negara anggota guna mendapatkan dana pinjaman justru sebelum

kesulitan neraca pembayaran terjadi

(4)

c. The Extended Fund Facility. Disajikan mulai tahun 1974 dan merupakan suatu macam pinjaman bagi negara anggota yang dijumpai kesulitan neraca pembayaran

yang ditimbulkan oleh faktor-faktor yang bersifat struktural yang memakan waktu cukup lama untuk penanggulangannya.

d. The Trust Fund, dibentuk pada tahun 1976. Berdasarkan ketentuan ini cadangan emas IMF yang kini tidak lagi memiliki peranan formal dalam system moneter, dijual. Pendapatan dari penjualan tersebut itulah yang disebut ‘trustfund’, yang

penggunaannya adalah untuk membiayai kredit-kredit pembangunan bagi para anggota yang memerlukan.

e. The Supplementary Financing Facility, yang disebut juga witteveen facility yang menggantikan oil facility yang berlaku antara tahun 1974-1976. Tujuan fasilitas ini

ialah membantu negara-negara yang menemui kesulitan neraca pembayaran sebagai akibat membumbungnya harga minyak bumi dipasar dunia.

f. The Buffer Stock Facility. Fasilitas dibentuk dengan tujuan untuk membantu negara-negara anggota dalam membiayai pembelian bahan-bahan produksi, yang bagi negara-negara

bersangkutan sangat strategis2.

Indonesia dan Thailand pada 1997 pernah mendapat bantuan Letter of Intend, sementara Korea Selatan memperoleh bantuan Standby Arrangement. Bantuan-bantuan IMF ini tidak

diberikan hanya dengan maksud baik untuk memperbaiki perekonomian negara debitur karena tetap ada prasyarat-prasyarat yang harus diikuti negara debitur. Prasyarat inilah yang

menjadi awal permasalahan IMF dan Negara Dunia Ketiga.

Dalam kasus Indonesia, IMF menghendaki adanya privatisasi; pengurangan subsidi dari pemerintah; liberalisasi keuangan dan mereformasi sistem perbankan. Semua persyarakan

dan kesepakatan Indonesia dan IMF tertuang dalam Letter of Intend (LoI) Indonesia-IMF.

Ada tiga pilar utama kebijakan pemerintah yang ditawarkan oleh LoI IMF, yaitu:

(5)

1. Kerangka makroekonomi yang kuat untk mencapai penyesuaian untuk mencapai external current account serta menggabungkan penyesuaian fiskal dengan kebijakan moneter dan nilai tukar,

2. Strategi komprehensif dalam merestrukturisasi sektor finansial,

3. Tindakan reformasi struktural yang berjangkauan luas untuk meningkatkan, termasuk di dalamnya untuk mengenai investasi, perdagangan internasional,

deregulasi dan privatisasi, lingkungan dan jaring pengamanan sosial3.

Terlihat jelas bahwa IMF tidak memahami perekonomian mikro negara debitur, tapi hanya

melihat secara makro saja. Karena itulah kebijakan-kebijakan IMF seringkali tidak sesuai dengan keadaan lapangan dan malah membuat negara debitur semakin tergantung dengan bantuan IMF. Contohnya saja kebijakan privatisasi, negara harus menjual aset perusahaan

negara kepada swasta untuk megurangi subsidi, namun yang terjadi justru akses fasilitas kebutuhan kesehatan dan transportasi menjadi mahal dan tidak terjangkau bagi rakyat kurang

mampu yang volumenya masih sangat banyak di Negara Dunia Ketiga. Sementara negara telah mengurangi subsidinya hingga batas minimum di saat rakyat masih sangat membutuhkan semakin memperbesar jumlah rakyat miskin.

Kebijakan-kebijakan IMF dipandang sangat timpang dan terpusat pada pemilik modal besar saja. Belum lagi kebijakan untuk membuka pasar terhadap perdagangan global, mengusik

perekonomian rakyat kecil. Pasar dibanjiri oleh produk-produk impor yang berkualitas baik dan harga lebih murah, sementara pengusaha kecil tidak mampu bersaing dengan barang-barang impor. Sehingga tak jarang ditemukan usaha yang gulung tikar dan tentunya

meningkatkan angka pengangguran.

IMF seharusnya paham akan karakteristik negara debitur sebelum memberikan treatment

kebijakan sehingga tidak menimbulkan masalah yang berkepanjangan. Menurut Andre Gunder Frank, Negara Dunia Ketiga sebenarnya telah memiliki peradaban yang tinggi dan

(6)

dapat menjadi negara maju dengan caranya sendiri. Menurutnya, Maju, Berkembang, dan Gagal adalah stereotipe yang dicetuskan negara barat saja. Doktrinasi nilai-nilai

pembangunan barat, yang salah satunya melalui kebijakan IMF tadi justru menghasilkan ketidaksesuaian dengan realitas yang ada dan malah merusak tatanan ekonomi, sosial, politik di negara tersebut.

Teori Modernisasi Rostow

Teori modernisasi dapat dilihat dalam kerangka metamorfosa suatu negara dari awal

terbentuk hingga menjadi mandiri dan dapat dikatakan maju. Pada paper ini teori modernisasi yang menjadi tujuan adalah Teori Modernisasi Rowtow. WW Rostow dalam teori modernisasi memasukkan ada 5 tahapan suatu negara untuk menjadi maju. Keliama tahapan

itu adalah: masyarakat tradisional; prakondisi lepas landas; lepas landas; bergerak ke kedewasaan; konsumsi massal tinggi.

Teori modernisasi membantu memberikan secara implisit pembenaran hubungan kekuatan yang bertolak belakang antara masyarakat “tradisional” dan “modern”. Hal ini merujuk pada penanaman nilai-nilai dan teori pertumbuhan barat yang terjadi di negara berkembang.

Teori modernisasi mampu memberikan legitimasi tentang perlunya bantuan asing, khususnya dari Amerika Serikat. Rostow mengemukakan bahwa permasalahan di negara berkembang

adalah kurangnya sumberdaya modal, terknologi dan staf ahli.

Pada masa krisis 1997-1998 saat Indonesia meminta bantuan kepada IMF, banyak prasyarat kebijakan yang berdampak negatif pada rakyat. Contohnya kebijakan untuk melikuidasi 16

bank. Kepercayaan masyarakat menurun drastis terhadap bank pemerintah, masyarakat berebut menarik tabungan dari bank yang tidak dilikuidasi akibatnya uang menjadi langka,

bungan melejit dan rakyat kelaparan4. Modernisasi memerlukan waktu panjang. Berbagai

(7)

kebijakan IMF yang diterapkan di Indonesia dalam kondisi masyarakat yang tidak siap, akhirnya menyebabkan gejolak sosial dan politik. IMF dan pemerintah Indonesia sudah

menyalahi ciri pokok modernisasi dan sekaligus membuktikan kekurangan dalam teori modernisasi menurut Rostow yaitu modernisasi yang dipaksa mengalami percepatan.

Teori Dependensia

Teori Dependensia menekankan pada hubungan Negara Maju dan Negara Dunia Ketiga dalam terminologi Core-Peripheri, dimana periphery amat bergantunga pada core dalam hal

ekonomi, namun tidak selalu menguntungkan, contohnya: periphery mengekspor low value added product ke negara core, dan core megekspor high value added product ke periphery. Secara kasatmata terkesan simbiosis mutualisme, namun justru merugikan negara periphery

sebagai negara pengimpor. Teori dependensia juga disebut sebagai perwakilan suara yang menentang hegemoni ekonomi, sosial, politik negara maju terhadap negara berkembang.

Bantuan IMF membuat pertumbuhan ekonomi negara sedang berkembang semakin tergantung pada IMF demi kestabilan ekonomi. Karena membutuhkan modal untuk memperbaiki perekonomian pada masa krisis, Indonesia mau

menerima berbagai persyaratan dari IMF. Apalagi misi IMF memang memulihkan kesulitan ekonomi. Namun yang terjadi justru IMF banyak mengintervensi

kebijakan-kebijakan politik dan ekonomi yang menyebabkan krisis menjadi lebih parah. Selain itu, Indonesia juga harus menanggung bunga pinjaman dari surplus ekonomi yang didapat. Walaupun mmbayar bunga memang kewajiban ketika

berhutang, namun Indonesia bisa mencari pinjaman negara lain yang lebih rendah bunganya dibanding IMF, misalnya Malaysia atau Jepang. Selisih bunga yang bisa

mencapai Rp10 trilyun hingga Rp15 trilyun, bisa digunakan untuk menambah anggaran negara5.

(8)

Solusi yang diajukan teori dependensia adalah negra periphery melepaskan ketergantunganny terhadap negara core dan berusaha memenuhi kepentingan

nasionalnya tanpa bergantung terlalu banyak pada bantuan atau hutang dari core. Dalam TAP MPR VI/MPR/2002 sendiri telah diamanatkan untuk menghentikan hubungan Indonesia dengan IMF. Namun meski menyeesaikan hubungan hutang bukan berarti

keluar dari keanggotaan IMF, Indonesia masih menjadi anggota tetap IMF meski telah melunasi hutangnya pada 2003.

KESIMPULAN

Yang paling tepat diungkapkan pada bagian ini adalah pembahasan diatas merupakan analisis dan kritik terhadap IMF dipandang melalui beberapa teori yaitu Teori

Dependensia dan Teori Modernisasi.

Negara Dunia Ketiga telah sangat bergantung pada bantuan IMF pasca terjadinya krisis

ekonomi, meski dapat dikatakan menelan pil pahit IMF, ternyata negara-negara Dunia Ketiga tidak serta merta sembuh dan mencapai modernisasi seperti yang diharapakan IMF. Justru perubahan sistem ekonomi dan sosial yang terjadi karena tidak tepatnya

implementasi kebijakan IMF. Kebijakan-kebijakan IMF terkesan berpusat pada pengusaha besar dan konglomerat, sementara meminggirkan rakyat kecil dan pengusaha

kelas menengah yang notabene merupakan angka mayoritas di Negara Dunia Ketiga. IMF dianggap menyamaratakan setiap negara tanpa mempertumbangkan faktor-faktor historis dan struktural suatu negara dan adanya perbedaan antara sistem Barat dan

sistem di Negara Dunia Ketiga. IMF hanya memandang perekonomian makro saja dan menisbihkan besarnya peran perekonomian mikro di Negara Dunia Ketiga sehingga

(9)

IMF diharapkan dapat lebih concern terhadap karakteristik negara debitur dalam memberikat treatment bantuan dan pemberian prasyarat sehingga dapat benar-benar

memulihkan perekonomian negara debitur.

DAFTAR PUSTAKA

 Hadi, Syamsul dkk. 2004. Strategi Pembangunan Indonesia Pasca IMF. Jakarta: Granit.

 Lane, Jan-Erik & Svante Ersson. 1994. Ekonomi Politik Komparatif. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada

 Rachbini, Didik J. 2002. Ekonomi Politik : Paradigma dan Teori Pilihan Publik. Jakarta. Ghalia Indonesia

 Siregar, Amir Effendi. 1991. Arus Pemikiran Ekonomi Politik. Yogyakarta. PT Tiara Wacana

 Sjahrir. 1994. Spektrum Ekonomi Politik Indonesia. Jakarta. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

(10)

 Teori Modernisasi dan Teori Dependensia, http://www.eentan.blogspot.com/ (diakses pada 15 November 2012)

 IMF Salah Analisis Ekonomi Indonesia, http://www.othe.org/ilmu-pengetahuan/ekonomi/495/imf-salah-analisis-ekonomi-indonesia/ (diakses pada 17 November 2012)

Referensi

Dokumen terkait

1) Pengetahuan, kemampuan dan keahlian sangat terbatas, sehingga tidak mungkin seseorang dapat melakukan semua jenis tugas sementara kegiatan dalam organisasi sangat kompleks.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 17 wujud pemakaian kesantunan imperatif dan 16 faktor-faktor penanda kesantunan imperatif dan semuanya berjumlah 33 jenis kesantunan

Mengkonsumsi biota yang terkontaminasi logam berat secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan resiko kesehatan bagi manusia Purba et al., 2014,

Oleh karena hasil penelitian menunjukkan efek dari faktor waktu adalah tidak bermakna, maka untuk menghasilkan ekspresi MMP-9 yang paling rendah dapat dilakukan

Kajian pengembangan wisata di dua kecamatan ini perlu dilaksanakan agar pengembangan kawasan wisata pantai di daerah Kulon Progo semakin ramai dan populer,

Tahap pertama dari penelitian adalah memperoleh data voice of customer berupa atribut kebutuhan pelanggan akan kemasan Ayam Geprek Beringas, yang didapatkan melalui wawancara

Dalam hal porsinya Martabak Manis Bangka memiliki ukuran yang lebih besar hingga cukup di makan oleh anggota keluarga, Martabak Manis Bangka memiliki tekstur