MEWUJUDKAN KEBIJAKAN PELAYANAN KESEHATAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL MELALUI INTEGRASI PENGOBATAN TRADISIONAL PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD)
Lomba Karya Tulis Ilmiah Islam
Karya Tulis Ilmiah disusun dalam rangka Sayembara Karya Tulis Ilmiah (SAKATULI) LKHS Fakultas Hukun Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Disusun oleh:
ARGADHIA ADITAMA (NIM. E0012056) SATRIA NUR FAUZI (NIM. E0012354)
IVAN RENALDI (NIM. E0013234)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
ii LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Karya : Mewujudkan Kebijakan Pelayanan
Kesehatan Berbasis Kearifan Lokal Melalui Integrasi Pengobatan
Tradisional pada Rumah Sakit Umum Daerah
2. Ketua Kelompok
a. Nama Lengkap : Argadhia Aditama
b. NIM : E0012056
c. Perguruan Tinggi : Universitas Sebelas Maret
d. Jurusan : Ilmu Hukum
3. Anggota Kelompok 1
a. Nama Lengkap : Satria Nur Fauzi
b. NIM : E0012354
c. Perguruan Tinggi : Universitas Sebelas Maret
d. Jurusan : Ilmu Hukum
4. Anggota Kelompok 2
a. Nama Lengkap : Ivan Renaldi
b. NIM : E0013234
c. Perguruan Tinggi : Universitas Sebelas Maret
d. Jurusan : Ilmu Hukum
5. Dosen Pembimbing
a. Nama Lengkap dan Gelar : Dr. Moh. Jamin,S.H.,M.Hum
iv KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan tema
Kebijakan Pemerintah Daerah yang Berbasis Kearifan Lokal untuk Kesejahteraan Masyarakat , untuk Ajang Sayembara Karya Tulis Ilmiah
(Sakatuli) yang diselenggarakan oleh Lembaga Kajian Hukum dan Sosial (LKHS) Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto dengan judul
“Mewujudkan Kebijakan Pelayanan Kesehatan Berbasis Kearifan Lokal Melalui Integrasi Pengobatan Tradisional pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)”
Penyusunan karya tulis ilmiah ini dapat terwujud berkat bantuan dari berbagai pihak yang selalu memberikan bimbingan, dukungan, semangat dan berbagi pengetahuan. Dengan selesainya karya tulis ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah melimpahkan kesehatan dan selalu memberikan anugerah yang begitu besar sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan karya tulis ini;
2. Prof.Dr.Hartiwiningsih,S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum, yang telah memberikan izin penulisan karya tulis ini;
3. Para dosen di lingkup Fakultas Hukum yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini;
4. Dr. Moh. Jamin S.H.,M.Hum. yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini;
5. Bapak, Ibu, Kakak-kakakku, Saudara-saudaraku, dan Sahabat-sahabatku, terimakasih untuk semangat dan dorongannya;
6. Teman-teman KSP “Principium” atas bantuan dan dukungannya ; dan
7. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan karya tulis ini.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangan, namun demikian kiranya masih dapat memberi manfaat bagi perkembangan kajian keilmuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.
v DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN... ii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ... vii
RINGKASAN ... viii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1Latarbelakang ………... 1
1.2Rumusan Masalah ... 3
1.3 Manfaat Penulisan ………...……… 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori ………... 4
2.1.1Pengobatan Tradisional ...…………... 4
2.1.2 Kearifan Lokal ... 5
2.1.3 Kewajiban Pemerintah Daerah ...……... 6
2.1.4 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) ...……... 6
2.2Kerangka Pemikiran ... 8
2.2.1 Skematik Kerangka Pemikiran ...……... 8
2.2.1 Penjelasan Kerangka Pemikiran...……... 8
BAB III. METODE PENULISAN 3.1 Metode Perancangan Penelitian ………. 9
3.1.1Jenis Penelitian...…………... 9
3.1.2 Pendekatan Penelitian ... 9
3.1.3 Jenis Data ...……... 10
3.1.4 Sumber Data...……... 10
3.2 Metode Pengumpulan Data ………... 11
vi BAB IV. PEMBAHASAN
4.1 Pelayanan Kesehatan Berbasis Kearifan Lokal Melalui Pengobatan
Tradisional... 12
4.1.1 Pengobatan tradisional merupakan kearifan lokal ... 12
4.1.2 Pengobatan Tradisional dalam Perundang-undangan ... 14
4.1.3 Legalisasi Pengobatan Tradisional ... 17
4.2 Integrasi Pengobatan Tradisional pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) sebagai Perwujudan Kebijakan Pelayanan Kesehatan Berbasis Kearifan Lokal... 19
4.2.1 Pelayanan kesehatan berbasis kearifan lokal pada rumah sakit melalui pengobatan tradisional ... 19
4.2.2 Kebijakan Integrasi pengobatan tradisional dalam pelayanan kesehatan pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)... 20
BAB V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan... 29
5.2 Rekomendasi……... 30
DAFTAR PUSTAKA
vii DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
DAFTAR GAMBAR :
Hal.
Gambar 1. Skematik Kerangka Pemikiran ………... 8
Gambar 2. Skematik Jenis Pengobatan Tradisional yang Diakomodir
Dalam Pelayanan Kesehatan RSUD ... 16
Gambar 3. Skematik Kebijakan Pemerintahan Daerah Dalam
Mewujudkan Pelayanan Kesehatan Berbasis Kearifan Lokal
20
DAFTAR TABEL :
Hal.
Tabel 1. Data Kepemilikan Rumah Sakit di Indonesia tahun 2014 ….... 7
Tabel 2. Klasifikasi Jenis Pengobatan Tradisional Menurut KMK
Nomor 1076/Menkes/Sk/Vii/2003 Tentang Penyelenggaraan
Pengobatan Tradisional ... 15
Tabel 3. Jumlah Kabupaten/Kota Menurut Provinsi yang
Melaksanakan Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif,
dan Komplementer Tahun 2012 ... 22
Tabel 4. Faktor Perencanaan Fasilitas Kesehatan Dalam
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional ... 24
Tabel 5. Jumlah Rumah Sakit Dengan Pelayanan Pengembangan
viii RINGKASAN
MEWUJUDKAN KEBIJAKAN PELAYANAN KESEHATAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL MELALUI INTEGRASI PENGOBATAN TRADISIONAL PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD)
Argadhia Aditama (E0012056) ;
Satria Nur Fauzi (E0012354); Ivan Renaldi (E0013234) ; Dosen Pembimbing , Dr. Moh. Jamin., S.H., M.Hum.
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan negara sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, diperlukan suatu pelayanan kesehatan paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna menurut Pasal 1 ayat 3 UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Fasilitas pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan melalui cara konvensional maupun tradisional dengan melibatkan pelayanan kuratif dengan pengobatan tradisional. Tujuan pengobatan tradisional menurut KMK Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, pengobatan tradisional dimaknai sebagai salah satu upaya pengobatan dan/atau perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran dan/atau ilmu keperawatan, yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan. Adanya penerapan pengobatan tradisional dalam pelayanan kesehatan diharapkan dapat menggali potensi
Sakatuli LKHS 2014 | 1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan negara sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, setiap
kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif,
partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi
pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan
daya saing bangsa, serta pembangunan nasional.1 Untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat, diperlukan suatu pelayanan kesehatan paripurna.
Pelayanan kesehatan paripurna menurut Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit adalah pelayanan kesehatan yang
meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Bila dikaitkan dengan adanya prinsip partisipatif, maka fasilitas
pelayanan kesehatan juga dapat diselenggarakan melalui cara konvensional
maupun tradisional. Prinsip partisipatif dalam upaya pelayanan kesehatan
dapat dilakukan dengan kuratif yang melibatkan pengobatan konvensional dan
tradisional. Pengobatan tersebut bertujuan untuk penyembuhan penyakit,
pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau
pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal
mungkin.2 Ditinjau dari definisi tersebut, ternyata tujuan pelayanan kesehatan
mempunyai kesamaan dengan tujuan pengobatan tradisional dimana dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan
Tradisional, pengobatan tradisional dimaknai sebagai salah satu upaya
pengobatan dan/atau perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran dan/atau
Sakatuli LKHS 2014 | 2
ilmu keperawatan, yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dalam
mengatasi masalah kesehatan.
Salah satu upaya pemerintah dalam hal pengembangan pengobatan
tradisional dan konvensional adalah dengan dibentuknya sentra
Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (P3T). Adanya Sentra
P3T diharapkan dapat menggali potensi pelayanan kesehatan tradisional yang merupakan kearifan lokal di masing-masing daerah sehingga dapat diwujudkan pelayanan kesehatan tradisional yang aman, bermanfaat, dan
secara ilmiah.3 Selain itu peran Dinas Kesehatan Provinsi/Kab/Kota, Balai
Kesehatan Tradisional Masyarakat (BKTM) dan Loka Kesehatan Tradisional
Masyarakat (LKTM) juga perlu untuk di sinergikan bersama dengan P3T
dalam rangka prinsip partisipatif pelayanan kesehatan.4
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2012 yang di rilis oleh
kementerian kesehatan, jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan
pengobatan secara alternatif, komplementer, dan tradisional di Indonesia pada
tahun 2012 berjumlah 103 kabupaten/kota atau sekitar 20.7% dari 497
kabupaten/kota. Hal tersebut merupakan suatu antitesis dimana Indonesia
hakikatnya merupakan suatu negara multikultur yang tentunya mempunyai
beragam kearifan lokal yang dapat dikembangkan dalam hal pelayanan
kesehatan. Fakta lain juga menyatakan bahwa dari 2.083 rumah sakit yang ada
di Indonesia, hanya 55 rumah sakit saja yang melaksanakan pelayanan
kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer.5 Perhatian kemudian
mengarah pada kurang berfungsinya rumah sakit sebagai suatu institusi yang
mempunyai fungsi sosial dimana dalam hal ini fungsi sosial yang dimaksud
adalah fungsi pelestarian kearifan lokal yang ada di daerah tempat rumah sakit
tersebut berada. Bila dilihat dari titik permasalahan tersebut, maka pemerintah
daerah sebagai pemegang kewajiban dalam pemenuhan kesehatan rakyat juga
seharusnya mampu menyediakan pelayanan kesehatan dalam bentuk Rumah
3Idward, 2012,
Pedoman Teknis Penelitian Pelayanan Kesehatan Tradisional,
http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/4334, di akses pada 26 April 2014 pukul 21:10 WIB 4
Idward, Koordinasi Teknis BKTM, LKTM dan SENTRA P3T,
http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/419, di akses pada 26 April 2014 pukul 22:13 WIB 5Kemenkes, 2012, Profil Kesehatan Indonesia 2012, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ,
Sakatuli LKHS 2014 | 3
Sakit Umum Daerah (RSUD) yang mampu mengakomodir pengobatan
tradisional yang berbasis pada kearifan lokal di daerah tersebut. Dengan
diakomodirnya pengobatan tradisional dalam RSUD, maka diharapkan
pemerintah daerah dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan berbasis
kearifan lokal dan dapat memelopori serta memajukan pelayanan kesehatan
berbasis kearifan lokal di daerahnya. Berdasarkan latar belakang tersebut,
maka penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan tersebut kedalam suatu
karya tulis dengan judul Mewujudkan Kebijakan Pelayanan Kesehatan
Berbasis Kearifan Lokal Melalui Integrasi Pengobatan Tradisional pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
1.2 Rumusan masalah
1. Apakah pengobatan tradisional merupakan bentuk pelayanan kesehatan
yang berbasis kearifan lokal ?
2. Apakah integrasi pengobatan tradisional pada Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) merupakan perwujudan kebijakan pelayanan kesehatan
yang berbasis kearifan lokal ?
1.3 Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
a. Penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
berupa solusi atas permasalahan penyelenggaraan kesejahteraan rakyat
oleh pemerintah daerah yang berbasis kearifan lokal; dan
b. Penulisan ini dapat digunakan sebagai referensi untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan bidang hukum kebijakan publik.
2. Manfaat Praktis
a. Penulisan ini diharapkan dapat memberi masukan dan tambahan
pengetahuan bagi masyarakat pada umumnya dan berbagai pihak yang
terkait dengan masalah yang diteliti, serta berguna bagi para pihak
yang berminat pada masalah yang sama; dan
b. Memberikan masukan kepada instansi terkait untuk melaksanakan
kebijakan-kebijakannya yang berbasis kearifan lokal sesuai dengan
Sakatuli LKHS 2014 | 4 BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Kerangka Teori
2.1.1 Pengobatan Tradisional
Pengobatan memiliki arti proses, perbuatan, cara mengobati.
Pengobatan adalah ilmu dan seni penyembuhan. Bidang keilmuan ini
mencakup berbagai praktek perawatan kesehatan yang secara berlanjut
terus berubah untuk mempertahankan dan memulihkan kesehatan
dengan cara pencegahan dan pengobatan penyakit.
Pengobatan kontemporer meliputi ilmu kesehatan, penelitian
biomedis, dan teknologi medis untuk mendiagnosa dan mengobati
cedera dan penyakit, tidak hanya melalui obat atau operasi, tetapi
melalui beragam terapi seperti psikoterapi, splints eksternal & traksi,
prostesis, biologi, radiasi pengion dan lain-lain. Kata “Pengobatan” ini
berasal dari bahasa Latin yaitu ars medcina, yang berarti seni penyembuhan. Meskipun teknologi medis dan keahlian klinis sangatlah
diperlukan untuk meringankan penderitaan, seperti perawatan
Kangaroo Care. Cara pengobatan ini dikenal dalam bahasa Inggris
sebagai bedside manner.
Pengobatan non konvensional yaitu pengobatan yang ditunjukan
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diperoleh melalui
pendidikan terstruktur, dengan kualitas, keamanan, dan efektifitas yang
tinggi yang berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik, yang belum
diterima dalam kedokteran konvensional. Pengobatan non konvensional
yang sangat besar penggunaannya dalam masyarakat adalah pengobatan
tradisional alternatif-komplementer.
Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau
perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan
keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat
Sakatuli LKHS 2014 | 5
berlaku di masyarakat.6 Pengobatan tradisional adalah pengobatan
dan/atau perawatan dengan cara, obat dan pengobatnya mengacu
kepada pengalaman, ketrampilan turun menurun, dan/atau
pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku
dalam masyarakat.7
2.1.2 Kearifan Lokal
Pengertian kearifan, dari kata dasar arif menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, yakni bijaksana; cerdik pandai; berilmu. Pengertian
lokal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah setempat; terjadi
(berlaku, ada, dsb) di satu tempat saja, tidak merata.8 Menurut Rajab
Kat, kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta
berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan
oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam
pemenuhan kebutuhan. Dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan
sebagai kebijakan setempat “local wisdom” atau pengetahuan setempat “local knowledge” atau kecerdasan setempat “local genius”.
Kearifan lokal adalah dasar untuk pengambilan kebijakkan pada
level lokal di bidang kesehatan, pertanian, pendidikan, pengelolaan
sumber daya alam dan kegiatan masyarakat pedesaan. Dalam kearifan
lokal, terkandung pula kearifan budaya lokal. Kearifan budaya lokal
sendiri adalah pengetahuan lokal yang sudah sedemikian menyatu
dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya serta diekspresikan
dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama.9
Kearifan lokal dalam bidang kesehatan salah satunya merupakan
pengobatan tradisional. Pengobatan Tradisional merupakan pengobatan
dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada
pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat
6Pasal 1 ayat 16 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
7Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang
Penyelenggaran Pengobatan Tradisional 8
Kamus Besar Bahasa Indonesia
9Frislidia, 2014, Media Elektronik Riau Minim Kearifan Lokal, http://
Sakatuli LKHS 2014 | 6
dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat. 10
2.1.3 Kewajiban Pemerintah Daerah
Kewajiban yang dimiliki pemerintah daerah : 11
1) Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan , dan
kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
7) Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak.
8) Mengembangkan sistem jaminan sosial.
9) Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah.
10) Mengembangkan sumber daya produktif di daerah.
11) Melestarikan lingkungan hidup.
12) Mengelola administrasi kependudukan.
13) Melestarikan nilai sosial budaya.
14) Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai
dengan kewenangannya.
15) Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
2.1.4 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat.12 Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota
10Soumilena ,Nicoll, 2014,
Pengertian Kearifan Lokal,
https://www.academia.edu/4145765/Pengertian_kearifan_lokal , diakses pada 22 April 2014 pukul 11:13 WIB
Sakatuli LKHS 2014 | 7
dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.13
Rumah sakit umum daerah adalah unit organik pemerintahan
daerah yang bertugas menyelenggarakan pelayanan kesehatan, terutama
pada penyembuhan penderita, serta pemulihan keadaan cacat badan dan
jiwa. Pelayanan di rumah sakit diutamakan pada pelayanan rujukan.
Struktur organisasi rumah sakit didasarkan atas jenis dan tingkat
pelayanan yang diselengarakan oleh masing-masing rumah sakit yang
bersangkutan.
Tabel 1. Data Kepemilikan Rumah Sakit di Indonesia tahun 2014
Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan pada Pancasila dan
didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat,
keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan
dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.14 Rumah Sakit
mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna.15
Sakatuli LKHS 2014 | 8 2.2 Kerangka Pemikiran
2.2.1. Skematik kerangka pemikiran
Gambar 1. Skematik Kerangka Pemikiran
2.2.2. Penjelasan kerangka pemikiran
Kesejahteraan dapat diwujudkan melalui pelayanan kesehatan yang
dijalankan melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Salah satu hal yang menjadi fokus permasalahan adalah pada bidang
kuratif. Dalam bidang kuratif pengobatan terbagi atas pengobatan
konvensional dan pengobatan tradisional. Pengobatan konvensional telah
diakomodir oleh pemerintah dengan baik dalam sistem pelayanan
kesehatan. Namun untuk pengobatan tradisional masih belum diakomodir
secara maksimal didalam sistem pelayanan kesehatan. Padahal
pengobatan tradisional merupakan bentuk dari kearifan lokal dalam
pelayanan kesehatan. Belum maksimalnya integrasi pengobatan
tradisional dalam sistem pelayanan kesehatan salah satunya tampak pada
bentuk pelayanan kesehatan di RSUD. Mayoritas pelayanan kesehatan di
RSUD masih belum mengakomodir dan mengintegrasikan pengobatan
tradisional yang berbasis pada kearifan lokal. Oleh karena itu untuk
mewujudkan kebijakan pelayanan kesehatan oleh pemerintah daerah
yang berbasis kearifan lokal, diperlukan integrasi pengobatan tradisional
Sakatuli LKHS 2014 | 9 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Perancangan penelitian
3.1.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam karya tulis ini adalah
penelitian hukum doktrinal, yakni metode penelitian hukum yang
dilakukan dengan meneliti bahan perundang-undangan, bahan pustaka atau
data sekunder.16 Dalam karya tulis ini penelitian bersifat deskriptif analitis,
yaitu dengan cara mengumpulkan data yang menggambarkan atau
memaparkan fakta-fakta maupun data-data serta analisis dari hasil
penelitian yang bertujuan memperoleh gambaran guna mendukung
argumentasi hukum secara sistematis dan terstruktur berdasarkan yuridis
normatif yaitu analisa penelitian berdasarkan pada ketentuan peraturan
perundang-undangan yang juga mengacu pada fakta dan teori pendukung
dalam penyediaan pelayanan kesehatan secara integratif dan berbasis
kearifan lokal. 17
3.1.2 Pendekatan Penelitian
Dalam karya tulis ini ada beberapa pendekatan yang digunakan oleh
penulis, antara lain: pendekatan perundang-undangan (statute approach) yaitu mencari peraturan perundang-undangan mengenai atau yang
berkaitan dengan pelayanan kesehatan berbasis kearifan lokal, kemudian
menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut
dengan isu hukum yang sedang ditangani.18 Pendekatan selanjutnya yang
penulis gunakan adalah pendekatan komparasi (comparation approach).
Pendekatan ini berdasarkan perbandingan antara pelaksanaan pelayanan
kesehatan konvensional dan pelayanan kesehatan tradisional. Selain itu, penulis menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach)
16
Soerdjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2010) hlm. 51.
17Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), (Jakarta: Rajawali Pers, 2001) hlm. 13-14.
Sakatuli LKHS 2014 | 10
dengan menelaah dan memahami konsep-konsep terkait penyediaan
pelayanan kesehatan secara integratif dan berbasis kearifan lokal. 19
3.1.3 Jenis Data
Secara umum, data dalam penelitian dibedakan antara data yang
diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari bahan pustaka. Data
yang diperoleh langsung dari masyarakat dinamakan data primer atau data
dasar dan yang kedua diberi nama data sekunder.20 Jenis data yang penulis
pergunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu data atau
informasi hasil penelaahan kepustakaan atau dokumen penelitian serupa
yang pernah dilakukan sebelumnya.
3.1.4 Sumber Data
Sumber data yang digunakan adalah data sekunder. Dalam karya
tulis ini, penulis menggunakan bahan hukum21, yang terdiri dari:
a) Bahan Hukum Primer, meliputi;
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit
4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah
5) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076 /
MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan
Tradisional
6) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
381/Menkes/SK/III/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional
7) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 90 Tahun
2013 tentang Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan
Tradisional
19Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia Publising, 2007) hlm. 391.
20Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2010) hlm. 51.
Sakatuli LKHS 2014 | 11
b) Bahan Hukum Sekunder, meliputi: buku, jurnal, majalah, artikel,dll
c) Bahan Hukum Tersier22, yaitu bahan yang memberi petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun sekunder, yaitu
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
3.2 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian pada umumnya, dikenal tiga jenis alat pengumpulan
data yaitu studi dokumen atau bahan pustaka dan observasi23. Dalam hal ini
penulis menggunakan studi dokumen atau studi pustaka yang dilakukan dengan
cara pengumpulan data melalui jurnal, buku-buku, majalah, dan website yang
relevan dengan permasalahan yang diteliti serta melalui peninggalan tertulis
berupa perundang-undangan, buku, arsip-arsip dan termasuk juga bahan
tentang pendapat, teori, dalil dan sebagainya yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti.
3.3 Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data penulis berdasarkan logika secara induktif yang
bertolak dari fakta-fakta yang ada dalam masyarakat kemudian diabstraksikan
dan dicari prinsip-prinsip untuk dibangun suatu hipotesa. Fakta yang kemudian
berhasil dikumpulkan dijadikan bahan klasifikasi dan analisis dengan
menggunakan teknik analisis deskriptif yang bertujuan untuk menguraikan
sebagai permasalahan hukum yang ada, sehingga didapatkan konsep tepat
untuk penyelesaian permasalahan penyediaan pelayanan kesehatan secara
integratif dan berbasis kearifan lokal di Indonesia.
Metode deskriptif, yaitu suatu metode yang digunakan untuk
mempelajari permasalahan yang ada dalam masyarakat, serta tata cara yang
berlaku dalam masyarakat sehari-hari serta situasi-situasi tertentu.24 Penulisan
deskriptif menitikberatkan pada sistematika dan kesan dominan yang jelas,
sehingga dapat diperoleh suatu penjelasan dan solusi penyelesaian masalah
yang tepat.
22
Ibrahim R, Sinopsis Penelitian Ilmu Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995) hlm. 41-43. 23Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,
1984), hlm. 21.
Sakatuli LKHS 2014 | 12 BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pelayanan Kesehatan Berbasis Kearifan Lokal Melalui Pengobatan Tradisional
4.1.1 Pengobatan tradisional merupakan kearifan lokal
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 80% dari total
populasi di benua Asia dan Afrika bergantung pada pengobatan
tradisional. WHO juga telah mengakui pengobatan tradisional dapat
mengobati berbagai jenis penyakit infeksi, penyakit akut, dan penyakit
kronis. Misalnya, tanaman qinghaosu (yang mengandung artemisinin) sebagai obat antimalaria yang telah digunakan di China sejak 2.000
tahun yang lalu.25 Dalam dua dasawarsa terakhir, perhatian dunia
terhadap obat-obatan dari bahan alam (obat tradisional) menunjukkan
peningkatan, baik di negara berkembang maupun di
negara-negara maju. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa
hingga 65% dari penduduk negara-negara maju telah menggunakan
pengobatan tradisional dimana didalamnya termasuk penggunaan
obat-obat bahan alam. Menurut data Secretariat Convention on Biological Diversity, pasar global obat bahan alam mencakup bahan baku pada tahun 2000 mencapai nilai US$ 43 milyar.26 Hal ini membuktikan
bahwa tidak hanya Indonesia saja yang masih menggunakan
pengobatan tradisional tetapi juga negara adidaya lainnya masih kental
dengan budaya pengobatan tradisionalnya.
Dasar hukum dari pengobatan tradisional adalah Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1073/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan
Tradisional. Pada keputusan menteri kesehatan tersebut, pengobatan
tradisional mempunyai arti yaitu “pengobatan dan/atau perawatan
dengan cara, obat dan pengobatnya mengacu kepada pengalaman,
Sakatuli LKHS 2014 | 13
keterampilan turun menurun, dan/atau pendidikan/pelatihan, dan
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat”.27
Diakuinya pengobatan tradisional di Indonesia dikarenakan oleh
banyak hal, yang salah satunya adalah dalam kehidupan bermasyarakat
khususnya dalam bidang pengobatan, masyarakat cenderung
menggunakan obat-obatan kimia farmasi. Obat-obatan kimia tersebut
memiliki efek samping ringan sampai berat, bahkan dapat
menyebabkan dampak yang fatal. Selain itu harga dari obat-obatan
kimia juga relatif mahal dibanding obat-obatan tradisional. Kehidupan
masyarakat zaman dahulu dalam hal pengobatan terkenal lebih alami
dan jauh dari modernisasi. Masyarakat zaman dahulu menggunakan
obat-obatan herbal yang didapat dari lingkungan alam sekitar berupa
tanaman, alat, ataupun budaya spiritualnya. Obat tradisional adalah
bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan
tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan,
dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat.28 Salah satu metode pengobatan seperti itu kemudian kita
kenal sebagai pengobatan tradisional. Sebagai bukti kemajuan budaya,
peradaban dan kearifan lokal bangsa Indonesia di masa lalu, pengobatan
tradisional seharusnya dapat terus dijaga dan dilestarikan oleh negara.
Dalam pengertian kebahasaan, kearifan lokal berarti kearifan
setempat (local wisdom) yang dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan lokal yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai yang tertanam
dan diikuti oleh warga masyarakatnya. Dalam konsep antropologi,
kearifan lokal dikenal pula sebagai pengetahuan setempat (indigenous or local knowledge), atau kecerdasan setempat (local genius), yang menjadi dasar identitas kebudayaan (cultural identity). Kearifan lokal merupakan perwujudan dari daya tahan dan daya tumbuh yang
dimanifestasikan melalui pandangan hidup, pengetahuan, dan strategi
27Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1073/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaran Pengobatan Tradisional
Sakatuli LKHS 2014 | 14
kehidupan yang berupa aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal
untuk menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan
hidupnya, sekaligus memelihara kebudayaannya. Dalam pengertian
inilah kearifan lokal sebagai jawaban untuk bertahan dan
menumbuhkan secara berkelanjutan kebudayaan yang didukungnya.29
Definisi kearifan lokal tersebut tepat apabila dimaknai dalam
konteks pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional merupakan
pengetahuan, dan strategi kehidupan masyarakat lokal yang berupa
aktivitas masyarakat lokal tersebut untuk menjawab berbagai masalah
kesehatan dan pengobatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
hidupnya, sekaligus memelihara kebudayaan dan peradabannya.
Kearifan lokal disini adalah kebijakan daerah (lokal) yang sekiranya
bijaksana demi kepentingan bersama. Dengan adanya pengobatan
tradisional yang efek dan khasiatnya telah teruji waktu dan dapat diuji
secara ilmiah, pengobatan tradisional seharusnya juga dapat diberikan
status yang sama dengan pengobatan medis konvensional dalam hal
pelayanan kesehatan masyarakat. Mengingat banyaknya keuntungan
dan kelebihan dari pengobatan tradisional itu sendiri, maka apabila
negara menjamin, mengatur, dan menjaga pengobatan tradisional
sebagai salah satu bentuk pelayanan kesehatan, maka negara dapat
dikatakan telah menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berbasis
kearifan lokal.
4.1.2 Pengobatan tradisional dalam perundang-undangan
Menurut angka 16 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan
dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada
pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat.
Pengobatan tradisional sebagai bentuk pelayanan kesehatan
disamping pengobatan medis konvensional juga memiliki ragam
Sakatuli LKHS 2014 | 15
jenisnya. Jenis-jenis pengobatan tradisional tersebut saat ini telah
banyak sekali dikenal dan diterapkan oleh berbagai kalangan
masyarakat.30 Pengobatan tradisional diklasifikasikan berdasarkan pada
jenis-jenis pengobat tradisional. Pengobat tradisional adalah orang yang
melakukan pengobatan tradisional.31 Sedangkan ragam pengobat
tradisional berdasarkan lampiran Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1076/Menkes/Sk/Vii/2003 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, pengobatan tradisional di
klasifikasikan dalam jenis-jenis sebagai berikut :
Tabel 2. Klasifikasi Jenis Pengobatan Tradisional Menurut KMK Nomor 1076/Menkes/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan refleksi, akupresuris, akupunturis chiropractor dan pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
Pengobat tradisional ramuan
pengobat tradisional ramuan Indonesia (Jamu), gurah, tabib, shinshe, homoeopathy, aromatherapist dan pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
Pengobat tradisional pendekatan agama
pengobat tradisional dengan pendekatan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, atau Budha.
Pengobat tradisional supranatural
pengobat tradisional tenaga dalam (prana), paranormal, reiky master, qigong, dukun kebatinan dan pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
Banyak jenis ragam pengobat tradisional yang ada dalam
masyarakat dan diatur oleh hukum positif melalui ketentuan yang
tertera dalam peraturan perundang-undangan tersebut mengindikasikan
30Idward. Seberapa Besar Manfaat Pengobatan Alternatif.
http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/artikel/seberapa-besar-manfaat-pengobatan-alternatif diakses tanggal 25 April 2014 Pukul 17.38 WIB
Sakatuli LKHS 2014 | 16
bahwa pelayanan kesehatan melalui pengobatan tradisional merupakan
suatu bentuk pelayanan kesehatan yang diakui dan difasilitasi oleh
hukum di negara Indonesia. Namun bila kita melihat pada jenis-jenis
pengobat tradisional tersebut, maka untuk penerapan pengobatan
tradisional pada suatu instansi resmi seperti halnya rumah sakit umum
daerah (RSUD), jenis-jenis pengobat tradisional tidak dapat diterapkan
seluruhnya. Pengobatan tradisional yang dapat diterapkan pada
pelayanan kesehatan di Instansi kesehatan resmi terdiri dari jenis
pengobat tradisional dengan pendekatan keterampilan dan ramuan.
Pembatasan penerapan pengobatan tradisional yang dapat dilaksanakan
pada instansi kesehatan resmi tersebut dikarenakan bahwa pelayanan
kesehatan harus dilaksanakan secara aman, bermanfaat, dan ilmiah.
Untuk selanjutnya akan kami ulas hal tersebut dalam bagan berikut ini :
Gambar 2. Skematik Jenis Pengobatan Tradisional yang Diakomodir Dalam Pelayanan Kesehatan RSUD
Berdasarkan bagan tersebut, maka dapat diketahui bahwa
jenis-jenis pengobatan tradisional yang saat ini dapat diterapkan pada
pelayanan kesehatan di instansi kesehatan adalah jenis pelayanan
kesehatan yang menggunakan pendekatan keterampilan dan ramuan.
Hal tersebut dikarenakan untuk pendekatan agama dan supranatural
masih belum dapat dipertanggungjawabkan dari segi keilmiahan
Sakatuli LKHS 2014 | 17
mewujudkan kesehatan pada pasien. Ketika pengobatan tradisional
dengan pendekatan agama dan supranatural belum dapat di integrasikan
dalam pelayanan kesehatan, maka negara dalam hal ini tetap harus
melaksanakan fungsi kontrol terhadap pelaksanaan pengobatan
tradisional dengan pendekatan-pendekatan tersebut.
4.1.3 Legalisasi Pengobatan tradisional
Pengobatan tradisional dapat berperan sebagai salah satu bentuk
kebijakan pemerintah daerah yang berbasis kearifan lokal demi
terciptanya kesejahteraan masyarakat. Dalam pelaksanaan kebijakan
pelayanan kesehatan melalui pengobatan tradisional, pemerintah daerah
juga harus menyusun regulasi yang relevan dengan konteks kebijakan
tersebut demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat di daerahnya.
Penyelenggaraan kebijakan pelayanan kesehatan melalui pengobatan
tradisional juga harus mempunyai dasar hukum di setiap tingkatan yang
menjamin terwujudnya asas kepastian, keadilan dan juga kemanfaatan.
Penyelenggaraan dari pengobatan tradisional dimulai dari perizinan.
Sebagai pelaksanaan dari hal tersebut, seluruh pengobat
tradisional di Indonesia harus melampaui beberapa tahapan untuk
mendapatkan pengakuan dan legalisasi dari pemerintah. Tahap pertama
adalah melalui perizinan yang berfungsi untuk memperoleh Surat
Terdaftar Pengobat Tradisional dengan cara mendaftarkan dirinya ke
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Surat Terdaftar Pengobat
Tradisional yang selanjutnya disebut STPT adalah bukti tertulis yang
diberikan kepada pengobat tradisional yang telah melaksanakan
pendaftaran. STPT dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya satu bulan setelah permohonan
dan seluruh kelengkapan dipenuhi. Kewajiban bagi seluruh pengobat
tradisional itu diatur dalam Pasal 4 ayat 1 serta tata cara dan persyaratan
mendapatkan Surat Terdaftar Pengobat Tradisional diatur dalam Pasal 5
KMK Nomor 1076/Menkes/Sk/Vii/2003 tentang Penyelenggaraan
Sakatuli LKHS 2014 | 18
Setelah pengobat tradisional memiliki STPT, pengobat tradisonal
dapat diberikan Surat Izin Pengobat Tradisional. Surat Izin Pengobat
Tradisional (SIPT) adalah bukti tertulis yang diberikan kepada
pengobat tradisional yang metodenya telah dikaji, diteliti dan diuji
terbukti aman dan bermanfaat bagi kesehatan.32 Tata cara dalam
mendapatkan SIPT diatur jelas di dalam pasal 11 Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1076/Menkes/Sk/Vii/2003 tentang Penyelenggaraan
Pengobatan Tradisional.
Sebagai tindak lanjut dari diakuinya pengobatan tradisional dalam
perundang-undangan dan juga sistem pelayanan kesehatan di Indonesia,
pemerintah juga telah mengakomodir pengembangan pengobatan
tradisional dalam suatu institusi yaitu Sentra Pengembangan dan
Penerapan Pengobatan Tradisional (Sentra P3T). Sentra P3T adalah unit
yang dibentuk pemerinah untuk melakukan penelitian/ pengkajian/
pengujian pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional penting untuk
dilakukan penelitian guna didapat pembuktian secara ilmiah menjadi
pengobatan tradisional yang aman dan bermanfaat sehingga dapat
diterapkan di fasilitas kesehatan sebagai pengobatan alternatif dan
komplementer. Fungsi lainnya dari Sentra P3T yaitu pelayanan
kesehatan tradisional, institusi pendidikan dan pelatihan pelayanan
kesehatan tradisional yang aman serta bermanfaat, menyelenggarakan
jaringan informasi dan dokumentasi pelayanan kesehatan tradisional.
Sampai dengan tahun 2012 sudah terdapat 33 provinsi yang memiliki
Sentra P3T.
Pada tahun 2012, keberhasilan sentra P3T juga tampak pada
terdapatnya 150 kabupaten/kota yang telah memiliki minimal 2
Puskesmas yang melaksanakan pembinaan terhadap pengobatan
tradisional. Selain itu ke 150 kabupaten/kota tersebut juga telah
melaksanakan pembinaan kepada masyarakat dalam memanfaatkan
tanaman obat keluarga. Disamping itu peran Sentra P3T juga tampak
pada telah di kembangkannya 55 rumah sakit pemerintah yang
Sakatuli LKHS 2014 | 19
menyelenggarakan pengobatan tradisional yang aman dan bermanfaat
sebagai pelayanan alternatif dan komplementer (berupa hiperbarik dan/ atau media akupunktur dan/atau medik herbal yang ditetapkan oleh
direktur RS dan dilaksanakan oleh dokter/dokter gigi dan/atau tenaga
kesehatan lain yang telah mendapatkan pendidikan terstruktur dan/atau
pelatihan terakreditasi).
4.2 Integrasi Pengobatan Tradisional pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) sebagai Perwujudan Kebijakan Pelayanan Kesehatan Berbasis Kearifan Lokal
4.2.1 Pelayanan kesehatan berbasis kearifan lokal pada rumah sakit melalui
pengobatan tradisional
Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin
dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk
mewujudkan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti
diskriminasi, dan efektif, diperlukan pelayanan kesehatan yang bermutu
di rumah sakit. Namun pengembangan pelayanan kesehatan yang ada
saat ini tidak diiringi kebijakan integrasi pengobatan tradisional dalam
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) secara
merata di Indonesia.
Dewasa ini masyarakat telah memanfaatkan pelayanan
kesehatan dengan cara pelayanan kesehatan tradisional yang diawali
oleh masyarakat di pedesaan dan kalangan menengah kebawah untuk
pertolongan pertama mengatasi gejala penyakit trivial dan self limiting diseases, kini sudah dimanfaatkan oleh masyarakat secara luas untuk mengatasi penyakit degeneratif, genetik dan lain-lain. Perkembangan
pelayanan kesehatan tradisional saat ini tidak hanya berupa ramuan/obat
tetapi saat ini banyak masuk metode-metode ataupun alat-alat kesehatan
tradisional yang berasal dari luar dan banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat. Dengan semakin berkembangnya pelayanan kesehatan
Sakatuli LKHS 2014 | 20
menyeluruh dan bertahap, sehingga diperoleh pelayanan kesehatan
tradisional yang aman, bermutu, dan ilmiah.
Gambar 3. Skematik Kebijakan Pemerintahan Daerah Dalam Mewujudkan Pelayanan Kesehatan Berbasis Kearifan Lokal
Pelayanan kesehatan tradisional telah diatur dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan
Tradisional. Tujuan pelayanan kesehatan tradisional sejalan dengan
tujuan RSUD yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui
pelayanan kesehatan masyarakat. Dengan adanya integrasi pengobatan
tradisional dan konvensional dalam pelayanan kesehatan, maka
diharapkan dalam perwujudan kesejahteraan rakyat di daerah, akan
tercipta adanya prinsip partisipatif, pelestarian kearifan lokal dan
budaya, fungsi kontrol upaya pelayanan kesehatan, perwujudan prinsip
perlindungan konsumen, dan adanya suatu pionir dalam sistem
pelayanan kesehatan nasional yang berbasis kearifan lokal.
4.2.2 Kebijakan Integrasi Pengobatan Tradisional dalam Pelayanan
Kesehatan pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Pengobatan tradisional merupakan bentuk dari kearifan lokal di
daerah yang mana dalam era otonomi daerah ini, pemerintah daerah
Sakatuli LKHS 2014 | 21
lebih dalam hal pelestarian kearifan lokal di daerahnya. Penerapan
pengobatan tradisional di RSUD merupakan suatu hal yang penting
untuk dilaksanakan didalam kerangka kebijakan pemda dalam
mewujudkan kesehatan rakyatnya.
RSUD yang mengakomodir pengobatan tradisional yang
pendiriannya oleh Pemerintah Daerah ini harus mempunyai bentuk
Lembaga Teknis Daerah dengan Pengelolaan Badan Layanan Umum
Daerah.33 Pemerintah melalui kementerian dalam negeri menyatakan
bahwa PPK-BLUD bukanlah BUMD yang mengedepankan keuntungan
perusahaan (profit oriented). Hal ini di karenakan akuntabilitas
pengelolaan keuangan BLUD masih di dalam entitas pemerintah daerah
dan belum dipisahkan. Uang yang digunakan oleh RSUD BLU masih
terdapat di APBD, dan bukan merupakan aset yang dipisahkan.34
Konsekuensi dari hal tersebut adalah, dalam setiap pengelolaan
RSUD, maka pengelolaan RSUD juga masih dalam kerangka kebijakan
pemerintahan daerah. Oleh karena itu penerapan pengobatan tradisional
pada RSUD juga harus dilaksanakan dengan dukungan penuh kebijakan
pemda. Berdasarkan hal tersebut, maka RSUD merupakan institusi
yang tepat bagi pemda untuk melaksanakan kebijakan pelayanan
kesehatan yang berbasis pada kearifan lokal yaitu melalui pengobatan
tradisional yang terintegrasi dalam pelayanan kesehatan RSUD.
Poin-poin pentingnya RSUD sebagai sarana pengimplementasian kebijakan
pelayanan kesehatan berbasis kearifan lokal adalah :
1. RSUD merupakan institusi yang tidak terpisahkan dari pemerintah
daerah, sehingga dapat menjadi instrumen pemerintahan daerah
dalam melaksanakan kewajibannya untuk menyelenggarakan
kesehatan dan pelestarian kearifan lokal.
2. RSUD merupakan bentuk yang umum dan terdapat hampir di
setiap pemerintahan daerah di Indonesia. Sehingga kebijakan
33Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 147/Menkes/Per/I/2010 tentang Perizinan Rumah Sakit
34Kementerian Dalam Negeri, 2014, Badan Layanan Umum,
Sakatuli LKHS 2014 | 22
integrasi pengobatan tradisional dalam pelayanan kesehatan RSUD
dapat diterapkan di seluruh Indonesia.
3. RSUD mempunyai sifat lokal kewilayahan dalam satu daerah,
sehingga metode pengobatan tradisional dapat lebih mengakomodir
keanekaragaman kearifan lokal yang ada di setiap wilayah.
4. RSUD sebagai Badan Layanan Umum mempunyai menejemen dan
administrasi yang baik, sehingga nantinya akan tercipta
keseimbangan antara pengelolaan pelayanan kesehatan
konvensional dan tradisional.
Tabel 3. Jumlah Kabupaten/Kota Menurut Provinsi yang Melaksanakan Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan
Komplementer Tahun 2012 35
Sakatuli LKHS 2014 | 23
Kebutuhan akan RSUD sebagai suatu bentuk fasilitas umum
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan baik itu konvensional
maupun tradisional menurut Chapin tergantung pada prioritas dan
sumberdaya yang ada di suatu wilayah.36 Sehingga kegiatan yang
menjadi prioritas perencanaan pembangunan penyediaan fasilitas umum
akan didahulukan, berdasarkan pada kebutuhan penduduknya ataupun
lebih mempertimbangkan aspek politis. Oleh karena itu, sasaran dari
tujuan dari hukum politik, prioritas dan penyediaan fasilitas umum
selain untuk dapat memberikan kepuasan, kemampuan memproduksi
fasilitas umum berdasarkan pada biaya, hukum, ruang, dan
pertimbangan politis harus ditampilkan secara hati-hati pada
masyarakat agar tepat dalam penyediaannya.37 Berdasarkan hal ini
maka peran pemerintah daerah sebagai institusi yang menetapkan
kebijakan politik hukum dalam integrasi pelayanan pengobatan
tradisional dalam RSUD semakin penting untuk ditingkatkan.
Sedangkan menurut Reinke (1994), perencanaan fasilitas
kesehatan juga harus memperhatikan faktor status ekonomi, perkiraan
kemampuan pencegahan penyakit, dan pola-pola perilaku berobat.
Selain faktor di atas, ada faktor lain yang dapat menghambat
penerimaan pelayanan kesehatan yaitu faktor fisik, faktor ekonomi dan
sosial budaya. Jika faktor tersebut tidak diperhatikan dalam
perencanaan fasilitas kesehatan, maka dapat menghambat
keterjangkauan dan penerimaan pelayanan.38 Teori tersebut dapat
diterapkan pada konsep integrasi pengobatan traadisional pada RSUD.
Poin-poin penting hubungan teori tersebut dengan integrasi pengobatan
tradisional pada RSUD adalah :
36
Chapin, F. S Et al. 1995. Urban Land Use Planning. Chicago: University Of Illinois Press 37Claire, William H. 1973. Hand Book On Urban Planning. New York: Van Nostrand Reinhold 38Reinke, William A. 1994. Perencanaan Perkotaan Untuk Meningkatkan Efektivitas Manajemen.
Sakatuli LKHS 2014 | 24 Tabel 4. Faktor Perencanaan Fasilitas Kesehatan Dalam
Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional
Faktor Pengobatan Tradisional
Ekonomi
Masyarakat cenderung menganggap bahwa pengobatan dengan metode tradisional dapat lebih hemat dan hasilnya juga akan sama dengan pengobatan konvensional.
Kemampuan pencegahan
penyakit
Kearifan lokal dibidang kesehatan tidak hanya sebatas pada pengobatan, namun juga terdapat pada upaya preventif juga. Sehingga pelayanan kesehatan tradisional juga dapat dilaksanakan secara paripurna
Pola-pola perilaku
berobat
Masyarakat Indonesia cenderung mensejajarkan pengobatan tradisional dan konvensional. Hal ini tampak pada hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang menyatakan bahwa 40% penduduk Indonesia menggunakan pengobatan tradisional.39
Sosial budaya
Setiap masyarakat di Indonesia mempunyai kebudayaan yang beragam. Setiap kebudayaan tersebut tentunya mempunyai kearifan lokal termasuk kearifan lokal di bidang kesehatan. Sehingga kondisi sosial budaya di Indonesia ini telah menyediakan kearifan lokal dibidang kesehatan untuk diterapkan dalam hal pengobatan khususnya pengobatan tradisional
Sebagai contoh pemerintah daerah yang telah mempunyai arah
kebijakan politik hukum di bidang integrasi pengobatan tradisional
kedalam sistem pelayanan kesehatan RSUD adalah pemerintahan
daerah Surabaya. Berdasarkan pernyataan dari Direktur Bina Pelayanan
Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer Kementerian
Kesehatan Dedi Kuswenda di acara simposium internasional
"TradCAM" (traditional complimentary and alternative medicine) yang diselenggarakan di Surabaya, salah satu rumah sakit yang kini sudah
lebih maju dalam mengembangkan pengobatan tradisional adalah
39
Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014,
Pengobatan Komplementer Tradisional Alternatif,
Sakatuli LKHS 2014 | 25
RSUD Soetomo Surabaya. Selain itu dengan melihat keberhasilan dari
integrasi pelayanan pengobatan tradisional dalam RSUD Soetomo,
maka sebanyak 250 rumah sakit (RS) di Indonesia secara bertahap siap
mengembangkan pengobatan tradisional, herbal maupun alternatif.40
Tabel 5. Jumlah Rumah Sakit Dengan Pelayanan Pengembangan Menurut Provinsi Tahun 2012 41
Pengembangan pengobatan tradisional di Indonesia dalam
pelayanan kesehatan di RSUD masih belum optimal, mengingat
berdasarkan data yang diperoleh dari publikasi kementerian keuangan ,
40______, 2014, 250 RS di Indonesia Siap Kembangkan Pengobatan Tradisional,
http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/news/2014/04/12/198173, diakses pada 28 April 2014 pukul 23:03
Sakatuli LKHS 2014 | 26
diperoleh informasi bahwa hanya 55 rumah sakit di Indonesia yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan pengobatan alternatif,
komplementer dan tradisional. Jumlah ini sangatlah sedikit dimana kita
ketahui bersama bahwa jumlah rumah sakit di seluruh Indonesia pada
tahun 2012 berjumlah 2.083 rumah sakit. Dari 2.083 rumah sakit
tersebut, 656 rumah sakit diantaranya dimiliki oleh pemerintahan
daerah dan kementerian kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa
pelayanan kesehatan melalui pengobatan tradisional di Indonesia masih
belum terlaksana secara optimal padahal apabila kita melihat potensi
pengobatan tradisional di Indonesia, pengobatan tradisional di
Indonesia sangatlah beragam dan berpotensi untuk di ilmiahkan.
Program pelayanan kesehatan tradisional terus berkembang dan
mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Pelayanan kesehatan
tradisional merupakan pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan
obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun
secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Pengobatan secara
tradisional dapat dilakukan penelitian dan pembuktian secara ilmiah
sehingga akan mewujudkan pengobatan tradisional yang aman dan
bermanfaat. Unit yang dibentuk pemerintah untuk melakukan
penelitian/ pengkajian/ pengujian ini yaitu Sentra Pengembangan dan
Penerapan Pengobatan Tradisional (Sentra P3T). Fungsi lainnya dari
Sentra P3T yaitu pelayanan kesehatan tradisional, institusi pendidikan
dan pelatihan pelayanan kesehatan tradisional yang aman dan
bermanfaat dan menyelenggarakan jaringan informasi dan dokumentasi
pelayanan kesehatan tradisional. Sampai dengan tahun 2012 sudah
terdapat 33 provinsi yang memiliki Sentra P3T.
Disamping pengembangan pengobatan tradisional melalui
integrasi pengobatan tradisional berbasis kearifan lokal pada RSUD,
pemerintahan daerah disisi lain dapat juga menggunakan berbagai
Sakatuli LKHS 2014 | 27
pelayanan kesehatan berbasis kearifan lokal. Kebijakan pemerintahan
daerah yang lain tersebut diantaranya adalah :
1. Melakukan inventaris kearifan lokal dibidang kesehatan yang
berkembang di wilayah pemerintahan daerah tersebut.
2. Melakukan identifikasi keberadaan pelaku usaha yang bergerak
dibidang pengobatan tradisional.
3. Melakukan tindakan pro aktif dalam mengajak para pelaku usaha
pengobatan tradisional untuk melakukan uji keamanan,
kemanfaatan dan ke ilmiahan di Sentra P3T.
4. Mensosialisasikan pengobatan tradisional kepada masyarakat.
5. Melakukan pendidikan dan pelatihan kepada para pelaku usaha
pengobatan tradisional agar pengobatan tradisional yang berbasis
kearifan lokal di daerah tersebut dapat mempunyai suatu
standarisasi dan berkualitas sama.
6. Melakukan formulasi, implementasi, dan evaluasi terhadap
peraturan dan kebijakan daerah yang berkaitan dengan pengobatan
tradisional.
Hal lain yang menjadi urgensi dari perlunya legalisasi dan
integrasi pengobatan tradisional dalam sistem pelayanan kesehatan di
berbagai daerah di Indonesia adalah masih adanya pasien-pasien yang
secara terus terang maupun sembunyi-sembunyi menggunakan obat
tradisional dan modern dalam waktu bersamaan. Selain itu para pasien
juga masih ada yang mempercayakan penyakit mereka pada tabib yang
belum mempunyai izin dari pemerintah. Dampak yang ditimbulkan
apabila memadukan obat herbal dan obat kimia tanpa disertai
pengawasan tenaga yang berkompeten, dapat menyebabkan
kontraindikasi bahkan bisa resisten terhadap zat-zat yang terkandung
dari kedua jenis obat tersebut.
Kebijakan integrasi pengobatan tradisional dalam pelayanan
kesehatan di RSUD merupakan alternatif solusi yang dapat menjadi
pilihan, sekaligus mendukung pelestarian kearifan lokal di
Sakatuli LKHS 2014 | 28
konsumen kesehatan dalam konteks hukum perlindungan konsumen,
dapat menentukan pilihan upaya pelayanan kesehatan apa yang hendak
digunakan (pengobatan medis konvensional atau tradisional). Hal ini
merupakan implementasi dari prinsip perlindungan konsumen yaitu
right to choose atau hak untuk memilih. Dengan demikian, integrasi pengobatan tradisional dalam pelayanan kesehatan RSUD dapat
meningkatkan akses pelayanan kesehatan pasien dan juga dapat
meingkatkan kontrol terhadap upaya kesehatan apa yang digunakan
oleh pasien.
Dengan diakomodirnya pengobatan tradisional kedalam sistem
pelayanan kesehatan pada RSUD, maka pemerintah daerah telah
melaksanakan kewajibannya dalam hal pemenuhan kesejahteraan
melalui pelayanan kesehatan bagi rakyatnya. Disisi lain dengan
pengakomodiran tersebut juga dapat menjadi sarana bagi pemerintahan
daerah untuk melestarikan kearifan lokal. Dengan pelaksanaan
pelayanan kesehatan yang komprehensif maka diharapkan tingkat
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat juga akan semakin meningkat
dan pemerataan kualitas kesehatan juga dapat lebih mudah tercapai.
Berdasarkan pembahasan-pembahasan diatas, maka perumusan masalah
pada karya tulis kami dapat terjawab dengan argumen dan
konsep-konsep yang ada yaitu dapat diwujudkannya pelayanan kesehatan yang
berbasis kearifan lokal melalui kebijakan integrasi pengobatan
Sakatuli LKHS 2014 | 29 BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan diatas, penulis merumuskan dua simpulan
sebagai berikut :
1. Pengobatan tradisional merupakan pengetahuan, dan strategi kehidupan
masyarakat lokal yang berupa aktivitas masyarakat lokal tersebut untuk
menjawab berbagai masalah kesehatan dan pengobatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan hidupnya, sekaligus memelihara kebudayaan dan
peradabannya. Kearifan lokal disini adalah kebijakan daerah (lokal)
yang sekiranya bijaksana demi kepentingan bersama. Berdasarkan
relevansi definisi antara kearifan lokal dan pengobatan tradisional
tersebut, maka pengobatan tradisional dapat dikatakan sebagai salah satu
bentuk pelayanan kesehatan yang berbasis kearifan lokal.
2. Pemerintahan daerah (pemda) adalah salah satu pemegang kewajiban
dalam pemenuhan kesejahteraan rakyat melalui pelayanan kesehatan (UU
No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). Untuk melaksanakan
kewajibannya tersebut, pemda diberikan wewenang oleh
perundang-undangan untuk menerapkan kebijakan penyediaan pelayanan kesehatan
melalui pembentukkan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) (UU No. 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit). Dalam RSUD, pelayanan kesehatan
sebenarnya dapat diselenggarakan dengan mengintegrasikan pengobatan
tradisional dan konvensional (KMK No. 1076/Menkes/Sk/Vii/2003
Tentang Penyelenggaran Pengobatan Tradisional). Pelayanan kesehatan
melalui pengobatan tradisional merupakan suatu bentuk pelayanan
kesehatan yang berbasis kearifan lokal. Sehingga untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat disuatu daerah melalui pelayanan kesehatan yang
berbasis kearifan lokal, kebijakan pemda berupa integrasi pengobatan
tradisional pada pelayanan kesehatan RSUD merupakan suatu solusi
tepat untuk diterapkan sebagai suatu kebijakan yang telah mempunyai
Sakatuli LKHS 2014 | 30 5.2 Rekomendasi
Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis dapat merekomendasikan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Bagi pemerintah pusat diharapkan dapat membentuk suatu regulasi yang
lebih komprehensif dalam rangka pemberian perlindungan dan juga
pengembangan pengobatan tradisional dalam suatu instansi kesehatan.
2. Sebagai suatu pengobatan yang diakui dan dijamin oleh
perundang-undangan, pemerintah juga seharusnya dapat memberikan jaminan dari
segi keamanan, kemanfaatan dan keilmiahan pada seluruh model
pendekatan pengobatan tradisional (pendekatan keterampilan, ramuan,
agama, dan supranatural). Apabila jaminan tersebut dapat terlaksana,
maka integrasi pengobatan tradisional dengan pengobatan konvensional
akan berjalan lebih komprehensif demi kesehatan rakyat.
3. Bagi pemerintahan daerah seharusnya dapat bersikap pro aktif dalam
merintis dan menjadi pioner pengembangan pelayanan kesehatan yang
berbasis kearifan lokal.
4. Kebijakan pelayanan kesehatan berbasis kearifan lokal di daerah juga
harus di sertai dengan pembangunan kebijakan pada ranah penguatan
segi substansi, struktur, dan juga budaya hukum kebijakan publik
pelayanan kesehatan dengan pengobatan tradisional.
5. Pemerintahan daerah harus mempelopori pelayanan kesehatan berbasis
kearifan lokal dengan mengembangkan juga pelayanan kesehatan yang
meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
6. Para pelaku usaha penyedia jasa pelayanan kesehatan melalui pengobatan
tradisional sebaiknya dapat mengembangkan kemampuannya dan
melakukan register jasa pelayanan kesehatan nya pada instansi
pemerintah yang resmi. Hal ini demi menjamin perlindungan dan
pemenuhan hak asasi rakyat dalam memperoleh kesehatan.
7. Masyarakat seharusnya dapat mulai meningkatkan pemanfaatan
pengobatan tradisional yang aman, bermanfaat, dan ilmiah. Hal tersebut
juga sebagai pendorong perkembangan pengobatan tradisional di daerah
DAFTAR PUSTAKA
Buku, Jurnal dan Karya Ilmiah
Adenantera Dwicaksono, dkk, 2010, Analisis Pembiayaan Jaminan Kesehatan di Daerah, Bandung: Perkumpulan INISIATIF
Chapin, F. S Et a, 1995, Urban Land Use Planning, Chicago: University Of Illinois Press.
Claire, William H, 1973, Hand Book On Urban Planning, New York: Van Nostrand Reinhold.
Ibrahim R, 1995, Sinopsis Penelitian Ilmu Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Johnny Ibrahim, 2007, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang : Bayumedia Publising.
Kartawinata,Ade M, 2011, Buku Kearifan Lokal di Tengah Modernisasi, Jakarta: Puslitbang Kebudayaan.
Kemenkes, 2013, Profil Kesehatan Indonesia 2012, Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Moh Nazir, 2005, Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kemenkes, 2012, Profil Kesehatan Indonesia 2011, Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Soerjono Soekanto, 2010, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press.
Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta : Rajawali Pers.
Sunaryati Hartono, 1994, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, Bandung : Alumni.
Perundang-Undangan
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah
Keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor
1076/MENKES/SK/VII/2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan
Tradisional
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
381/Menkes/SK/III/2007 Tentang Kebijakan Obat Tradisional
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2013 Tentang
Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional
Internet
Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2014, Pengobatan Komplementer Tradisional Alternatif, http://buk.depkes.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=66
:pengobatan- komplementer-tradisional-alternatif, diakses pada 28 April 2014
Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan, 2014, Data Rumah Sakit Online, http://sirs.buk.depkes.go.id/rsonline/report/report_by_catrs.php, diakses pada
29 April 2014
Erwan Baharudin, 2014, Kearifan Lokal, Pengetahuan Lokal dan Degradasi Lingkungan, http://www.esaunggul.ac.id/epaper/kearifan-lokal-pengetahuan-lokal-dan-degradasi-lingkungan/, diakses pada 29 April 2014
Fransiskus Samuel, 2014, Arti Pengobatan, https://sites.google.com/site/ fransiskussamuelrenaldi/my-notes-on-introductions-to-informationtechnology
/arti-pengobatan, diakses pada 29 April 2014
Frislidia, 2014, Media Elektronik Riau Minim Kearifan Lokal, http:// antarariau.com/berita/29803/media-elektronik-riau-minim-kearifan-lokal-.
Fritz Hotman Damanik, 2014, Revitalisasi Kearifan Lokal Untuk Inovasi Tanpa Batas Menuju Indonesia Kreatif Dan Berdaya Saing, http://writing-
contest.bisnis.com/artikel/read/20140401/378/215636/revitalisasi-kearifan-lokal-untuk-inovasi-tanpa-batas-menuju-indonesia-kreatif-dan-berdaya-saing,
diakses pada 29 April 2014
Idward, 2014, Pedoman Teknis Penelitian Pelayanan Kesehatan Tradisional, http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/4334, diakses pada 29 April 2014
Idward, 2014, Koordinasi Teknis BKTM, LKTM dan SENTRA P3T, http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/4191, diakses pada 29 April 2014
Idward, 2014, Seberapa Besar Manfaat Pengobatan Alternatif,
http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/artikel/seberapa-besar-manfaat-pengobatan-alternatif diakses tanggal 25 April 2014
Kementerian Dalam Negeri, 2014, Badan Layanan Umum,
http://www.kemendagri.go.id/article/2013/12/02/badan-layanan-umum-daerah, diakses pada 28 April 2014
Soumilena ,Nicoll, 2014, Pengertian Kearifan Lokal,
https://www.academia.edu/4145765/Pengertian_kearifan_lokal , diakses pada
22 April 2014
_________, 2014, 250 RS diIndonesia Siap Kembangkan Pengobatan Tradisional,http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/news/2014/04/12/198 173, diakses pada 28 April 2014
_________, 2011, Tugas Dan Kewajiban Pemerintah Daerah,