• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR SKRIPSI OLEH ERIC WITARSA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEBIJAKAN PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR SKRIPSI OLEH ERIC WITARSA"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

OLEH

ERIC WITARSA 160406056

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)

KEBIJAKAN PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh : ERIC WITARSA

160406056

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

i ABSTRAK

Indonesia sebagai salah satu negara tropis di dunia memiliki kekayaan berupa bentang alam yang indah dan juga memiliki budaya unik yang dapat “dijual”

ke masyarakat dunia. Pentingnya sektor pariwisata dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia telah dicanangkan sendiri oleh Presiden Indonesia di setiap periodenya. Salah satu objek wisata alam dan kebudayaan yang ditargetkan pemerintah untuk dijadikan “Bali kedua” adalah Danau Toba. Menjadi salah satu fokus pemerintah untuk menjadi destinasi wisata baru yang setara dengan Bali, Danau Toba memiliki segudang potensi yang harus dikelola dengan penerapan kebijakan yang lebih memiliki citra kearifan lokal. Implementasi kebijakan pemerintah yang berbasis kearifan lokal menjadi penting dan strategis karena dapat memicu peningkatan kualitas pariwisata di Danau Toba. Regulasi dan kebijakan pemerintah yang menunjukkan kepedulian terhadap kearifan lokal untuk kawasan Pangururan dapat menjadi penopang dan penunjuk arah bagi masyarakat sehingga pada akhirnya hasil riset dapat meningkatkan kualitas pariwisata di kawasan ini.

Kata kunci: berkelanjutan, kearifan lokal, kebijakan, pariwisata.

(8)

ii ABSTRACT

Indonesia as one of the tropical countries in the world has a wealth of beautiful landscapes and has a unique culture that can be "sold" to the world community. The importance of the tourism sector in improving the welfare of the Indonesian people has been declared by the President of Indonesia in each period.

One of the natural and handicraft tourism objects designed by the government to be

"second Bali" is Lake Toba. Being one of the focus of the government to become a new tourist destination comparable to Bali, Lake Toba has a myriad of potential that must be managed with related policies that have the image of local wisdom.

The implementation of government policies based on local wisdom is important and strategic because it can improve the quality of Lake Toba. Government regulations and policies that show concern for local wisdom for the Pangururan area can be a pillar and guide for the community so that the results of research can improve the quality in this area.

Keywords: local wisdom, policy, sustainable, tourism.

(9)

iii KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat-Nya penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Kebijakan Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal di Pangururan Kabupaten Samosir” sebagai syarat untuk gelar Sarjana Teknik Arsitektur pada Universitas Sumatera Utara (USU), Medan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin berjalan lancar tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak terkait. Oleh karena itu, atas segala bantuan yang telah diberikan selama proses pengerjaan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Beny O. Y. Marpaung, ST., MT., PhD., IPM selaku Dosen Pembimbing yang selalu senantiasa membimbing dan memberikan arahan selama proses pengerjaan skripsi.

2. IbuWayuni Zahrah, S.T., M.S. dan Bapak Dr. Anthoni Veery Mardianta, S.T., M.T. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat membangun bagi penulis.

3. Ibu Dr.Ir.Dwira Nirfalini Aulia M.Sc.selaku Ketua Departemen Arsitektur dan Ibu Beny O. Y. Marpaung, ST., MT., PhD., IPM selaku Sekretaris Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh dosen serta staf dan pegawai Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Marhim dan Ibu Tjhin Tjhai Kim selaku orang tua penulis, serta seluruh saudara-saudari yang telah memberikan semangat, dorongan, serta

(10)

iv bantuan untuk menyelesaikan studi dari skripsi di Universitas Sumatera Utara.

6. Teman dekat penulis Catherine Ruselly yang senantiasa memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.

7. Seluruh teman-teman dari Keluarga Mahasiswa Buddhis Universitas Sumatera Utara (KMB-USU) yang telah menyemangati penulis.

8. Sahabat-sahabat penulis yaitu, Suhardi Putra, Kevin Anggaly, Silvana, Carrine Natasha Cangdinata, Winda, Felicia Tania, Billy Hutomo, Desy Febriana dan Cindy yang telah menyemangati dan membantu penulis sebagai teman seperjuangan.

9. Teman Dekat penulis dari grup KDSRSWE yang selalu memberikan semangat, motivasi, nasihat serta dukungan moril kepada penulis.

10. Sahabat masa kecil dari penulis Marlisa dan Christine yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.

11. Seluruh teman-teman stambuk 2016 Departemen Arsitektur Universitas Sumatera Utara yang memberikan semangat serta dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi masih jauh dari sempurna. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberi manfaat yang besar bagi semua pihak.

Medan, Juli 2020

Penulis

(11)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR TABEL ix

BAB I : PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 4

1.5 Batasan Penelitian 4

1.6 Kerangka Berpikir 5

1.7 Sistematika Penulisan 7

BAB II : KAJIAN PUSTAKA 9

2.1. Objek Pariwisata dalam Pembangunan Kepariwisataan 9 2.1.1. Kajian Kebijakan dalam Penentuan Suatu

Lokasi menjadi Destinasi Wisata 9

2.1.2. Ecotourism sebagai Bentuk Pembangunan

Pariwisata Berkelanjutan 12

2.2. Implementasi Kebijakan Pariwisata 15

2.2.1. Kebijakan Pembangunan Pariwisata 15 2.2.2. Kearifan Lokal dalam Implementasi Kebijakan 18 2.3. Kebijakan Pemerintah Berbasis Kearifan Lokal 19 2.4. Kajian Model Kebijakan Pembangunan

Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal 28

2.4.1. Ekowisata Sebagai Arah Pembentukan Kebijakan Pembagunan Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal yang Berkelanjutan 28 2.4.2. Perencanaan Ekowisata dalam Model Kebijakan

Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal 29

2.5. Rangkuman Teori 33

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN 39

3.1. Pendekatan Penelitian 39

3.2. Metoda Penentuan Lokasi Penelitian 39

3.3. Metoda Penentuan Variabel Penelitian 40

3.4. Metoda Pengumpulan Data 47

3.5. Metoda Analisa Data 54

(12)

vi

BAB IV : DESKRIPSI KAWASAN PENELITIAN 58

4.1. Lokasi Penelitian 58

4.2. Objek Wisata di Pangururan Kabupaten Samosir 59

4.2.1. Objek Wisata Pantai Situngkir 60

4.2.2. Objek Wisata Pantai Parbaba 61

4.2.3. Objek Wisata Pusuk Buhit (Sopo Paromasan) 62 4.2.4. Objek Wisata Kampung Ulos Huta Raja 63 4.2.5. Objek Wisata Aek Rangat Hot Springs 64 4.2.6. Objek Wisata Menara Doa Sinatapan 65

BAB V : ANALISA DAN PEMBAHASAN 66

5.1. Kajian Objek Menarik Sebagai Destinasi Wisata di Pangururan 66 5.2. Kebijakan Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal di Indonesia 83 5.3. Implementasi Kebijakan Pengembangan Pariwisata pada

Objek-objek Wisata di Pangururan 92

5.4. Model Kebijakan yang Ideal dalam Rangka Mengembangkan

Pariwisata Pangururan di Kabupaten Samosir 104 5.4.1. Konsep Dasar Dalam Perencanaan Model Kebijakan 104 5.4.2. Ekowisata Sebagai Sasaran Model Kebijakan yang

Berkelanjutan di Kecamatan Pangururan 110

BAB VI : PENEMUAN 116

BAB VII : KESIMPULAN 121

DAFTAR PUSATAKA 126

LAMPIRAN 1 128

LAMPIRAN 2 137

LAMPIRAN 3 141

(13)

vii DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

1.1 Kerangka Berpikir 6

2.1 Model Pembangunan Berkelanjutan dalam Kepariwisataan yang mendukung Permenpar No.14/2016

15

2.2 Tahapan Proses Perencanaan dan Pengembangan Ekowisata 31

3.1 Analisa Data Kriteria Objek Wisata 54

3.2 Analisa Data Implementasi Kebijakan 55

3.3 Analisa Data Kebijakan Pemerintah Berbasis Kearifan Lokal 56 3.4 Analisa Data Model Kebijakan Pariwisata 57

4.1 Kecamatan Pangururan di Indonesia 58

4.2 Lokasi Objek Wisata di Pangururan 59

4.3 Objek Wisata Pantai Situngkir 60

4.4 Objek Wisata Pantai Parbaba 61

4.5 Objek Wisata Pusuk Buhit Samosir 62

4.6 Objek Wisata Kampung Ulos Huta Raja 63

4.7 Objek Wisata Aek Rangat Hot Springs 64

4.8 Objek Wisata Menara Doa Sinatapan 65

5.1 Jenis Objek Wisata Pangururan 68

5.2 Batu Paromasan di Sopo Paromasan, Kecamatan Pangururan 69 5.3 Pemandangan dari Sopo Paromasan Kecamatan Pangururan 70 5.4 Keadaan Akses Jalan ke Sopo Paromasan 70 5.5 Suasana Pantai Pasir Putih Parbaba Kecamatan Pangururan 71 5.6 Fasilitas dan Wahana Pantai Pasir Putih Parbaba 72 5.7 Keadaan Jalan Menuju Pantai Pasir Putih Parbaba 72 5.8 Suasana dan Keunikan Pantai Situngkir 73 5.9 Fasilitas Hotel Pada Pantai Situngkir 74 5.10 Keadaan Akses Jalan Menuju Pantai Situngkir 74

5.11 Suasana Objek Wisata Aek Rangat 75

5.12 Suasana Kolam Pemandian Air Panas Aek Rangat 76

(14)

viii 5.13 Kondisi Jalan Menuju Objek Wisata Aek Rangat 76 5.14 Suasana Kampung Tenun Ulos Huta Raja 77 5.15 Keunikan yang Ditawarkan Pada Kampung Ulos Huta Raja 78 5.16 Keadaan Akses Jalan Menuju Objek Wisata Kampung Ulos

Huta Raja 78

5.17 Suasana Objek Wisata Menara Doa Sinatapan 79 5.18 Keadaan Akses Jalan dan Fasilitas Parkir Menara Doa

Sinatapan 80

5.19 Diagram Pengaruh Peningkatan Kualitas Elemen Pariwisata

Terhadap Peningkatan Kualitas Pariwisata 81 5.20 Kajian Kebijakan Pengembangan Pariwisata Berbasis

Kearifan Lokal di Indonesia 84

5.21 Kajian Kebijakan Pemerintah tentang Pemberdayaan

Masyarakat Lokal dalam Pengembangan Destinasi Pariwisata di Indonesia

85

5.22 Kajian Kebijakan Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal 88 5.23 Kajian Kebijakan Pelestarian Lingkungan Pariwisata 90

5.24 Ilustrasi Good Tourism Governance 93

5.25 Hubungan Erat Kebijakan, Budaya Lokal dan Lingkungan 100 5.26 Ilustrasi Konsep Dasar Model Kebijakan untuk Kecamatan

Pangururan 106

5.27 Ilustrasi Good Tourism Governance Model 107 5.28 Model Kebijakan Pemerintahan Pariwisata yang Bertanggung

Jawab untuk Kecamatan Pangururan 108

5.29 Model Proses Perencanaan dan Pengembangan Ekowisata yang Tepat di Kecamatan Pangururan Mengacu pada Konsep Drumm & Moore,2005

111

5.30 Skematik Model Kebijakan Kepariwisataan 115

(15)

ix DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

2.1 Kriteria Destinasi Pariwisata 10

2.2 Penjelasan Isi dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.50/2011 yang berbasis kearifan lokal

19

2.3 Penjelasan Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia No.14 Tahun 2016 yang berbasis kearifan lokal.

23

2.4 Penjelasan UU No.10/2009 yang berbasis kearifan lokal 26 2.5 Arahan Rencana Pengembangan Ekosiwata (Wood, 2002) 32

2.6 Rangkuman Teori 33

3.1 Metoda Penentuan Variabel 40

3.2 Metoda Pengumpulan Data 47

5.1 Kajian Implementasi Kebijakan Pengembangan Pariwisata 96 5.2 Arahan Rencana Pengembangan Ekowisata di Kecamatan

Pangururan

112

6.1 Penemuan 116

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pariwisata di Indonesia merupakan sebuah potensi yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat dan juga negara. Indonesia sebagai salah satu negara tropis di dunia memiliki kekayaan berupa bentang alam yang indah dan juga memiliki budaya unik yang dapat “dijual” ke masyarakat dunia. Pentingnya sektor pariwisata dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia telah dicanangkan sendiri oleh Presiden Indonesia di setiap periodenya. Pada periode Presiden ke-tujuh yaitu Presiden Joko Widodo, sektor pariwisata kembali menjadi fokus utama kerja pemerintah.

Indonesia adalah sebuah negara tropis yang terletak di garis Khatulistiwa dan terdapat puluhan ribu pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.

Dengan wilayah yang begitu luas, diperlukan implementasi kebijakan dari pemerintah yang efektif dan juga dapat menjadi sebuah pondasi untuk pembangunan setiap daerah. Pembangunan daerah tidak hanya selalu berhubungan dengan infrastruktur, namun juga terdapat pembangunan pariwisata yang sekarang ini menjadi salah satu fokus utama pemerintahan Indonesia. Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya dan bahasa berserta potensi keindahan alam yang melimpah dapat menjadi pemicu untuk meingkatkan sektor pariwisata ke tingkat dunia. Salah satu objek wisata alam dan kebudayaan yang ditargetkan pemerintah untuk dijadikan “Bali kedua” adalah Danau Toba.

(17)

2 Menjadi salah satu fokus pemerintah untuk menjadi destinasi wisata baru yang setara dengan Bali, Danau Toba memiliki segudang potensi yang harus dikelola dengan penerapan kebijakan yang lebih memiliki citra kearifan lokal.

Kebijakan yang berbasis kearifan lokal diperlukan karena pemerintah harus mempertahankan nilai budaya dan keunikan lokal di setiap destinasi wisata baru.

Kebijakan Pengembangan Pariwisata yang terdapat di Indonesia telah ada dan diterapkan, misalnya PP No.50/2011, UU No.10/2009, PerMenPar No.14/2016, namun isi dari kebijakan-kebijakan tersebut tidak fokus terhadap pengembangan wisata yang berbasis kearifan lokal. Terjaganya keunikan budaya lokal melalui penerapan kebijakan dapat menjadi daya tarik luar biasa karena dengan terjaganya budaya lokal, daerah tujuan wisata dapat memberikan edukasi bagi wisatawan lokal maupun mancanegara untuk dinikmati dan dipelajari. Implementasi kebijakan pemerintah yang berbasis kearifan lokal menjadi penting dan strategis karena dapat memicu peningkatan kualitas pariwisata di Danau Toba.

Kecamatan Pangururan memiliki segudang potensi, mulai dari wisata pantai hingga wisata bukit dapat memajukan kualitas pariwisata di Danau Toba. Akan tetapi, kurangnya kepedulian pemerintah terhadap kawasan ini merupakan sebuah realita dimana kawasan ini tampak tidak dibenahi dengan baik. Fokus pemerintah yang selalu tertuju kepada kawasan Tuktuk Siadong yang telah menjadi pusat pariwisata Pulau Samosir sejak bertahun-tahun lalu, pada akhirnya berefek terhadap kawasan ini. Kecamatan Pangururan sendiri memiliki potensi yang unik salah satunya seperti, keberadaan permukiman tepi air yang disertai budaya yang dapat dijadikan sebagai desa wisata.

(18)

3 Regulasi dan kebijakan pemerintah yang menunjukkan kepedulian terhadap kearifan lokal untuk kawasan Pangururan dapat menjadi penopang dan penunjuk arah bagi masyarakat sehingga pada akhirnya hasil riset dapat meningkatkan kualitas pariwisata di kawasan ini. Kualitas pariwisata yang meningkat dapat berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat karena masyarakat dapat menunjukkan budaya yang nantinya dapat disuguhkan kepada wisatawan yang datang dan berkunjung ke Pangururan Kabupaten Samosir.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang, permasalahan dalam penelitian yang akan dibahas adalah sebagai berikut :

1. Dimana sajakah tempat-tempat wisata di Pangururan Kabupaten Samosir ? 2. Kebijakan-kebijakan pariwisata apa saja yang masuk dalam kategori berbasis

kearifan lokal di Indonesia?

3. Bagaimana implementasi kebijakan pengembangan pariwisata pada tempat- tempat wisata di Pangururan Kabupaten Samosir ?

4. Bagaimanakah model kebijakan yang ideal dalam rangka mengembangkan pariwisata Pangururan Kabupaten Samosir ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi objek-objek wisata berpotensi yang terdapat di Pangururan Kabupaten Samosir.

2. Mengkaji kebijakan-kebijakan pariwisata berbasis kearifan lokal.

(19)

4 3. Menganalisa kebijakan pembangunan pariwisata di Pangururan Kabupaten

Samosir.

4. Menganalisa model kebijakan yang ideal dalam mengembangkan pariwisata di Pangururan Kabupaten Samosir.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapakan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi ilmu pengetahuan

Dari aspek ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam perkembangan teori-teori yang berhubungan dengan pariwisata di Indonesia.

2. Bagi pemerintah daerah Pangururan Kabupaten Samosir

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu referensi dan masukan bagi pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan yang tepat sasaran untuk kawasan wisata Pangururan Kabupaten Samosir.

1.5 Batasan Penelitian

Adapun batasan penelitian ini adalah menganalisa kebijakan pemerintah yang terkait pada pariwisata. Substansi yang nantinya akan dibahas adalah mengenai implementasi dari kebijakan pemerintah untuk kawasan pariwisata Pangururan Kabupaten Samosir. Kebijakan-kebijakan ini nantinya akan diuji akan keterkaitannya terhadap dampak yang ditimbulkan terhadap pengembangan pariwisata Pangururan Kabupaten Samosir. Adapun batasan dari lokasi penelitian

(20)

5 (lampiran 3) yaitu hanya berfokus pada objek-objek wisata di Pangururan Kabupaten Samosir yang tercantum dalam Integrated Tourism Master Plan (ITMP), diantaranya : Pusuk Buhit (Sopo Paromasan), Aek Rangat (hot springs), Pantai Parbaba, Pantai Situngkir, Kampung Ulos Huta Raja dan Menara Doa Sinatapan.

1.6 Kerangka Berpikir

Peneliti melakukan pengamatan awal terhadap kebijakan pariwisata di Indonesia yang berlaku di Pangururan Kabupaten Samosir. Melalui pengamatan awal berkaitan dengan kebijakan pariwisata, peneliti menentukan rumusan masalah. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, peneliti menentukan landasan penelitian mengenai kriteria objek wisata, kebijakan pemerintah mengenai pengembangan pariwisata dan model kebijakan pembangunan pariwisata.

Landasan terori dan pengamatan awal menjadi basis dalam menentukan pentingnya penelitian ini dilaksanakan (Gambar 1.1).

(21)

6 Gambar 1.1 Kerangka Berpikir

METODA

Metoda penelitian kualitatif

Observasi

wawancara

LATAR BELAKANG

Implementasi kebijakan pemerintah berbasis kearifan lokal dalam pembangunan sektor kepariwisataan.

Regulasi dan kebijakan dari pemerintah yang mendukung kegiatan lokal untuk memajukan sektor pariwisata.

LANDASAN TEORI

1. Suatu daerah untuk menjadi daerah tujuan wisata (DTW) yang baik, harus mengembangkan tiga hal agar daerah tersebut menarik untuk dikunjungi (Yoeti, 1996)

2. Ekowisata memiliki keunggulan (dalam praktek terbaiknya) dalam kelestarian lingkungan dan sosial budaya, terutama dalam meningkatkan basis sumber daya alam dan budaya dari destinasi dan mempromosikan pertumbuhan (Dowling dan Fennell 2003:3).

3. Pendekatan dalam pembangunan berkelanjutan yang dikenal sebagai komponen, yaitu ekonomi, ekologi, dan sosial budaya (A.Ferdinal, 2018).

4. 3 kondisi mendasar yang harus dipenuhi dalam pengembangan wisata berkelanjutan seperti ekowisata yang diperkenalkan oleh Chamley, (A.Ferdinal, 2018).

5. Keragaman budaya yang dimiliki suatu negara seperti kesenian tradisional, upacara-upacara agama atau adat yang menarik perhatian wisatawan asing dan wisatawan Indonesia (Sugiarto & R.J.Amaruli, 2018).

6. 7 Komponen ekowisata sebagai arahan dalam (Wood, 2002: 10).

7. Pergeseran paradigma pariwisata dari wisata massal ke wisata baru dibentuk dari pertanyaan- pertanyaan kaitan pariwisata dan keberlanjutan (sustainability) (A. Ferdinal, 2018).

8. Pembangunan berbasis masyarakat (community based tourism-CBT) merupakan model pembangunan yang memberikan peluang yang sebesar-besarnya kepada masyarakat pedesaan untuk berpartisipasi dalam pembangunan pariwisata. Pengembangan pariwisata membutuhkan partisipasi masyarakat lokal dalam keseluruhan tahap pengembangan mulai tahap perencanaan, implementasi, dan pengawasan (M.H.U. Dewi, 2013).

RUMUSAN MASALAH

1. Dimana sajakah tempat-tempat wisata di Pangururan Kabupaten Samosir ?

2. Kebijakan-kebijakan pariwisata apa saja yang masuk dalam kategori berbasis kearifan lokal di Indonesia?

3. Bagaimana implementasi kebijakan pengembangan pariwisata pada tempat-tempat wisata di Pangururan Kabupaten Samosir ? 4. Bagaimanakah model kebijakan yang ideal

dalam rangka mengembangkan pariwisata Pangururan Kabupaten Samosir ?

DATA

1. Objek-objek wisata di Panguran Sumatera Utara.

2. Kebijakan pemerintah yang berbasis kearifan lokal.

3. Pengaruh implementasi kebijakan pemerintah terhadap objek wisata di Pangururan.

4. Peta Key Tourism Area di Kabupaten Samosir

5. Konsep Integrated Tourism Master Plan di

ANALISA

1. Keadaan objek pariwisata di Pangururan 2. Konsep ekowisata terhadap pariwisata di

Pangururan

3. Potensi objek wisata di Pangururan 4. Potensi budaya lokal di Pangururan

PENEMUAN

Destinasi wisata ditentukan dengan adanya elemen-elemen yang harus terintegerasi.

Kebijakan dari pemerintah harus memperhatikan kearifan lokal dan dipatuhi seluruh stakeholder

Implementasi kebijakan dengan kerjasama yang baik antar seluruh stakeholder akan membentuk ekosistem kepariwisataan yang baik.

Ekowisata sebagai sasaran dalam model kebijakan akan memberikan dampak yang positif terhadap pariwisata

KESIMPULAN

Penerapan destinasi wisata harus sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan

Kerjasama antar stakeholder penting dalam pengembagan pariwisata di Kecamatan Pangururan

Kebijakan yang ditetapkant tidak boleh bertentangan dengan kearifan lokal di Kecamatan Pangururan

Ekowisata dapat menjadi bentuk model wisata baru bagi Kecamatan Pangururan

(22)

7 1.7 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab pendahuluan terdiri dari Latar Belakang, Permasalahan Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Batasan Penelitian, Kerangka Berpikir, dan Sistematika Penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Bab kajian pustaka terdiri dari Objek Wisata dalam Pembangunan Kepariwisataan, Implementasi Kebijakan Pariwisata, Kebijakan Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal dan Model Kebijakan Ideal dalam Pariwisata, Rangkuman Teori dan Kajian Teori.

BAB III METODOLOGI PENILITAN

Bab metodologi penelitian terdiri dari Metoda Pendekatan Penelitian, Metoda Penentuan Lokasi Penelitian, Metoda Penentuan Variabel, Metoda Pengumpulan Data, dan Metode Analisa Data.

BAB IV KECAMATAN PANGURURAN DI KABUPATEN SAMOSIR Bab kawasan penelitian terdiri dari Danau Toba dan sekitarnya, Kabupaten Samosir dan Objek Wisata di Pangururan Kabupaten Samosir.

BAB V ANALISA KEBIJAKAN PARIWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL

(23)

8 Bab analisa terdiri dari Kajian Objek Menarik Sebagai Destinasi Wisata di Pangururan, Kebijakan Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal di Indonesia, Implementasi Kebijakan Pengembangan Pariwisata pada Objek-objek Wisata di Pangururan dan Model Kebijakan yang Ideal dalam Rangka Mengembangkan Pariwisata Pangururan di Kabupaten Samosir.

BAB VI PENEMUAN

Bab penemuan terdiri dari penemuan yang didapat dari hasil penelitian mengenai pengaruh implementasi kebijakan pemerintah berbasis kearifan lokal, implemestasi serta penerapannya, dan potensi dari model kebijakan ideal terhadap dampak di sektor pariwisata.

BAB VII KESIMPULAN

Bab kesimpulan terdiri dari kumpulan kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian terkait dengan permasalahan dan landasan teori untuk mencapai tujuan penelitian.

(24)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Objek Pariwisata dalam Pembangunan Kepariwisataan 2.1.1 Kajian Kebijakan dalam Penentuan Suatu Lokasi menjadi

Destinasi Wisata

Penentuan objek wisata penting untuk diperhatikan karena akan berdampak pada potensi dari suatu destinasi wisata. Pemilihan objek wisata yang tepat akan mendorong pertumbuhan kepariwisataan yang cepat dan tepat sasaran. Dalam UU No.10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan disebutkan bahwa “Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.” Sebuah kawasan yang memiliki bentang alam, budaya dan keunikan lokal yang dapat memiliki fasilitas pendukung dalam memberikan akses kepada kawasan tersebut dapat dinyatakan sebagai sebuah Destinasi Pariwisata. Keberadaan fasilitas umum dalam menunjang sebuah daya tarik wisata menjadi sebuah elemen penting karena para wisatawan selalu memiliki keinginan untuk mendapatkan kenyamanan pada saat berkunjung ke sebuah Destinasi Wisata.

Penentuan Destinasi Wisata memiliki kriteria yang perlu dipenuhi agar dapat mendukung potensi yang terdapat di wilayah tersebut. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.50/2011 tentang Rencana Induk

(25)

10 Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025, dinyatakan beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar suatu lokasi dapat dinyatakan sebagai Destinasi Wisata. Beberapa kriteria tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Kriteria Destinasi Pariwisata

Daya Tarik Pariwisata yang dikenal oleh masyarakat akan keindahan alam dan budaya yang unik akan memiliki daya saing yang tinggi terhadap Daya Tarik Pariwisata lain. Keberadaan infrastruktur yang mumpuni juga merupakan salah satu faktor yang dapat memberikan kenyamanan kepada

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.50/2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun

2010-2025

No. Pasal Isi

1. 10 Kriteria Daerah Pariwisata Nasional (DPN) :

1. Memiliki Daya Tarik Wisata yang berkualitas dan dikenal secara nasional dan internasional.

2. Memiliki Daya Tarik Wisata yang mendukung penguatan daya saing.

3. Mempunyai akses dan infrastruktur yang mendukung.

2. 10 ayat 2 Kriteria Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) :

1. Memiliki fungsi dan potensi untuk pengembangan pariwisata secara nasional dan internasional.

2. Memiliki citra yang sudah dikenal secara luas.

3. Memiliki fungsi dan peran untuk menjaga budaya dan lingkungan hidup.

4. Didukung oleh masyarakat setempat.

(26)

11 wisatawan yang berkunjung. Hal ini juga berhubungan dengan citra yang nantinya akan dijual kepada wisatawan dimana selain budaya dan lingkungan yang baik keberadaan infrastruktur juga penting. Selain itu, hal yang tidak kalah pentingnya dalam perwujudan suatu Destinasi Pariwisata adalah dukungan oleh masyarakat lokal yang nantinya akan memberikan pelayanan yang baik terhadap para wisatawan.

Agar suatu destinasi dapat menarik minat wisatawan untuk mengunjunginya, paling tidak harus memenuhi 3 syarat utama, yaitu (Sunaryo, 2013:28):

a. Adanya sesuatu yang dapat dilihat (something to see), maksudnya adanya sesuatu yang menarik untuk dilihat, dalam hal ini obyek wisata yang berbeda dengan tempat-tempat lain (mempunyai keunikan tersendiri).

Disamping itu perlu juga mendapat perhatian terhadap atraksi wisata yang dapat dijadikan sebagi entertainment bila orang berkunjung nantinya.

b. Adanya sesuatu yang dapat dibeli (something to buy), yaitu terdapat sesuatu yang menarik yang khas untuk dibeli dalam hal ini dijadikan cendramata untuk dibawa pulang ke tempat masing-masing sehingga di daerah tersebut harus ada fasilitas untuk dapat berbelanja yang menyediakan souvenir maupun kerajinan tangan lainnya dan harus didukung pula oleh fasilitas lainnya seperti money changer dan bank.

c. Adanya sesuatu yang dapat dilakukan (something to do), yaitu suatu aktivitas yang dapat dilakukan di tempat itu yang bisa membuat orang yang berkunjung merasa betah di tempat tersebut. Dari keterangan di atas, dapat

(27)

12 disimpulkan bahwa suatu objek wisata yang baik dan menarik untuk dikunjungi harus mempunyai keindahan alam dan juga harus memiliki keunikan dan daya tarik untuk dikunjungi dan juga didukung oleh fasilitas pada saat menikmatinya.

Suatu kawasan ataupun wilayah yang akan dijadikan sebagai Destinasi Pariwisata akan lebih berpotensi jika kawasan tersebut memliki keindahan alam hingga kesenian budaya yang dapat dipertontonkan kepada wisatawan. Hal-hal lain yang akan mendorong potensi Destinasi Pariwisata adalah adanya cenderamata ataupun hasil kesenian dari budaya lokal serta adanya pusat kegiatan bagi para wisatawan agar dapat menikmati keseluruhan Destinasi Pariwisata tersebut.

2.1.2 Ecotourism sebagai Bentuk Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan

Dalam Pasal 2 Ayat 4, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.50/2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025, disebutkan bahwa visi pembangunan kepariwisataan nasional adalah terwujudnya Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia, berdaya saing, berkelanjutan, mampu mendorong pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat. Salah satu poin yang disebutkan dari pasal ini adalah menciptakan sebuah pariwisata yang berkelanjutan sehingga dapat mensejahterakan masyarakat lokal. Pembangunan Kepariwisataan

(28)

13 berkelanjutan dapat menjadi sebuah pondasi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di Destinasi Pariwisata.

Ekowisata / Ecotourism adalah bentuk wisata yang mengedepankan pengalaman pembelajaran dan penghargaan terhadap lingkungan alami, atau beberapa komponennya, dalam konteks budaya yang berkaitan dengannya.

Ekowisata memiliki keunggulan (dalam praktek terbaiknya) dalam kelestarian lingkungan dan sosial budaya, terutama dalam meningkatkan basis sumber daya alam dan budaya dari destinasi dan mempromosikan pertumbuhan (Dowling dan Fennell 2003:3). Ekowisata merupakan salah satu bentuk pariwisata yang sedang populer di abad ke-21 ini, dimana para wisatawan dapat menikmati keindahan alam suatu daerah beserta seluruh budaya yang terdapat di daerah tersebut. Danau Toba yang tepatnya di Pulau Samosir memiliki budaya yang sangat kental dan unik, serta memiliki bentang alam yang indah dan juga dapat dikembangkan untuk menjadi salah satu potensi objek wisata.

Dalam Permendagri No.33 tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata, Pasal 3 yang membahas tentang prinsip pengembangan ekowisata, dalam poin c disebutkan bahwa pengembangan ekowisata harus memberikan manfaat untuk maysarakat setempat dan menjadi penggerak ekonomi. Fokus terhadap kesejahteraan masyarakat dalam membawa dampak yang sangat besar dari suatu destinasi ekowisata. Hal ini berkaitan erat dengan persepsi masyarakat tentang bagaimana pemerintah sangat memperhatikan masyarakat setempat sehingga mereka pada akhirnya akan menjaga lingkungan dan ekosistem disekitar. Kelestarian alam sekitar

(29)

14 akan berdampak juga terhadap aspek keberlanjutan pariwisata di suatu destinasi wisata.

Tiga pendekatan dalam pembangunan berkelanjutan yang dikenal sebagai komponen, yaitu ekonomi, ekologi, dan sosial budaya (A.Ferdinal, 2018). Sebuah Destinasi Pariwisata yang berkelanjutan sangat berhubungan erat dengan perekonomian masyarakat lokal karena kesejahteraan masyarakat yang didapatkan dari sekor pariwisata akan memberi efek yang luar biasa terhadap keberlangsungan dari Destinasi Pariwisata tersebut. Peningkatan kesejahteraan masyarakat akan berdampak terhadap kepedulian terhadap lingkungan (ekologi), sehingga masyarakat akan secara sadar untuk menjaga kelestarian alam dan budaya mereka karena hal tersebut merupakan sumber dari kesejahteraan yang mereka dapatkan.

Tiga kondisi mendasar yang harus di-penuhi dalam pengembangan wisata berkelanjutan seperti eko-wisata yang diperkenalkan oleh Chamley, yaitu: (1) peluang menangkap manfaat ekonomi harus distrukturkan dalam cara yang dapat diterima secara budaya sehingga dapat diakses oleh penduduk, (2) ekowisata harus mendukung keamanan hukum dan masyarakat memiliki kemampuan untuk memutuskan penggunaan lahannya, dan (3) ekowisata harus mendorong keadilan sosial dan politik yang lebih nyata (A.Ferdinal, 2018).

Dalam pembangunan kepariwisataan dengan mengadopsi bentuk ekowisata, segala sesuatu harus berbasis terhadap masyarakat lokal karena pada akhirnya masyarakat akan mempunyai perasaan aman baik secara ekonomi, hukum maupun sosial budaya. Perasaan aman dari masyarakat lokal akan menjadi

(30)

15 jembatan menuju Destinasi Pariwisata yang berkelanjutan. Konsep Pariwisata Ekologi agar tercapainya Pariwisata Berkelanjutan akan dijelaskan pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Model Pembangunan Berkelanjutan dalam Kepariwisataan yang mendukung Permenpar No.14/2016

Sumber : A.Ferdinal, 2018

2.2 Implementasi Kebijakan Pariwisata 2.2.1 Kebijakan Pembangunan Pariwisata

Kebijakan publik sangat mendorong perkembangan perekonomian dan pariwisata di Indonesia. Kebijakan nasional dapat menjadi acuan bagi pemerintah daerah untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan dan memanfaatkan potensi yang terdapat di masing-masing daerah. Kebijakan publik pada umumnya dipahami sebagai salah satu upaya atau

(31)

16 tindakan pemerintah yang dibuat dalam rangka melaksanakan tugas-tugas pemerintahannya, dalam wujud pengaturan ataupun keputusan (S. Anggara, 2014:33). Pariwisata memerlukan kebijakan yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan stakeholder. Berkenaan dengan hal tersebut, kebijakan yang dibuat harus mudah dipahami oleh pelaksana kebijakan. Dalam hal ini, pelaksana kebijakan memegang peran yang penting untuk mensosialisasikan peraturan yang dibuat kepada publi (masyarakat). Usaha mempublikasikan kepada masyarakat adalah tugas penting pemerintah agar pariwisata menjadi industri yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.

Kebijakan publik adalah keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik (S.Anggara, 2014:33). Dalam hal ini, keputusan dari pemerintah sebagai stakeholder yang menjadi pemegang kekuasaan dalam pembentukan setiap kebijakan sangat penting untuk mewujudkan pembangunan sektor pariwisata di Indonesia.

Kebijakan pariwisata sendiri berperan sebagai acuan bagi pemerintah dan juga yang paling penting dalam kebijakan pariwisata adalah memberi kepastian bagi wisatawan yang datang berkunjung ke suatu objek wisata di Indonesia. Kebijakan pembangunan pariwisata dalam hal ini yang berbasis kearifan lokal menjadi salah satu poin utama dalam kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah.

Pada UU No.10 Tahun 2009, pasal 5 poin b dikatakan bahwa

“Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip menjunjung tinggi hak asasi

(32)

17 manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal.”. Sebagaimana dikatakan dalam pasal ini, pentingnya budaya dan kearifan lokal dari suatu kawasan objek wisata dapat menjadi daya tarik yang sangat berpotensi.

Pembangunan kepariwisataan, dimana yang disebutkan dalam UU No.10 Tahun 2009 meliputi :

a. Industri pariwisata ; b. Destinasi pariwisata ; c. Pemasaran ; dan

d. Kelembagaan kepariwisataan.

Pada pasal ini juga dijelaskan bahwa Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan kepariwisataan yang terdiri atas rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi, dan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota. Pembangunan sebuah destinasi wisata berdampak besar dalam pertumbuhan kepariwisataan di daerah tersebut. Poin- poin yang disebutkan dalam UU No.10/2009 merupakan poin utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu daerah destinasi wisata. Detail keseluruhan poin tersebut harus dilakukan sesuai dengan kearifan lokal yang terdapat di dareah tersebut sehingga tidak bertabrakan dengan budaya masyarakat dari suatu daerah wisata.

Hal-hal yang bertabrakan dengan budaya dari suatu masyarakat destinasi wisata dapat berdampak pada berkurangnya paritisipasi masyarakat untuk membangun pariwisata di suatu daerah karena masyarakat akan merasa

(33)

18 terjajah. Selain itu, minat dari wisatawan tentunya juga akan berkurang karena tidak disuguhkan dengan keramahan dan budaya dari masyarakat lokal.

2.2.2 Kearifan Lokal dalam Implementasi Kebijakan

Kearifan lokal adalah seperangkat pengetahuan dan praktik-praktik baik yang berasal dari generasi-generasi sebelumnya maupun dari pengalaman berhubungan dengan lingkungan dan masyarakat lainnya milik suatu komunitas di suatu tempat, yang digunakan untuk menyelesaikan baik dan benar berbagai persoalan dan atau kesulitan yang dihadapi. Kearifan lokal berasal dari nilai-nilai adat istiadat, nilai-nilai keagamaan dan budaya lokal yang secara alami terbentuk dalam suatu kelompok masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar (Vitasurya, 2016). Budaya dan adat istiadat yang unik merupakan hal yang dicari oleh seluruh wisatawan pada zaman sekarang. Budaya dan juga adat istiadat di abad ke-21 ini merupakan sebuah hal yang sangat sulit dicari sehingga akhirnya menjadi “permata” yang diinginkan banyak orang. Para wisatawan manca negara berbondong-bondong mencari destinasi wisata yang memiliki budaya unik sehingga dapat mereka pelajari dan dapat mereka nikmati.

Pada UU No. 32 Tahun 2009, kearifan lokal didefinisikan sebagai nilai- nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari. Pembangunan pariwisata yang merujuk kepada kearifan lokal dari suatu daerah memiliki efek domino yang dapat menyebar ke seluruh Indonesia. Salah satu contoh Daerah Destinasi Wisata yang tidak hanya menyuguhkan pemandangan alam adalah

(34)

19 Bali, yang telah dikenal diseluruh dunia akan keindahan pantai-pantainya. Akan tetapi hal lain yang selalu diincar oleh wisatawan mancanegara adalah budaya yang terdapat di Pulau Dewata itu, budaya-budaya yang disuguhkan dapat berupa arsitektural seperti pura dan rumah adat, selain itu tari daerah seperti tari kecak juga menjadi budaya yang sangat diminati wisatawan lokal maupun mancanegara.

2.3 Kebijakan Pemerintah Berbasis Kearifan Lokal

Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.50/2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025, terdapat beberapa bagian yang menyebutkan tentang kearifan lokal pada kawasan destinasi wisata, dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Penjelasan Isi dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.50/2011 yang berbasis kearifan lokal

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.50/2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025

No. Pasal Pembahasan Utama

2. 14 Fokus pembangunan Daya Tarik Wisata : 1. Daya Tarik Wisata alam.

2. Daya Tarik Wisata Budaya.

3. Daya Tarik Wisata hasil buatan manusia.

Pembangunan Daya Tarik Wisata harus menjunjung tinggi nilai budaya dan agama serta keseimbangan

(35)

20 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.50/2011 tentang Rencana

Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025

No. Pasal Pembahasan Utama

pengembangan manajemen agar berkualitas dan berkelanjutan.

3. 17 - 24 Pembangunan Aksesibilitas Pariwisata seperti sarana dan prasarana serta sistem transportasi menuju DPN dan pergerakan di dalam DPN dengan mengutamakan kenyamanan dan keamanan.

4. 28 & 29 Arah kebijakan Pemberdayaan Masyarakat melalui Kepariwisataan :

1. Pengembangan potensi, kapasitas dan partisipasi masyarakat.

2. Peningkatan potensi dan kapasitas sumber daya lokal melalui usaha produktif di bidang pariwisata.

3. Penyusunan regulasi dan pemberian insentif untuk perkembangan dan perluasan industri UMKM di sektor pariwisata yang dikembangkan masyarakat lokal.

4. Meningkatkan kesadaran dan peran masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang berkualitas unuk pariwisata.

Strategi untuk pengembangan potensi, kapasitas dan partisipasi masyarakat lokal dengan memberdayakan masyarakat lokal dan menguatkan kelembagaan masyarakat di bidang pariwisata.

Strategi peningkatan potensi dan kapasitas sumber daya lokal melalui desa wisata, kualitas produk industri dan meningkatkan kemampuan berusaha masyarakat yang semuanya berbasis kearifan lokal.

(36)

21 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.50/2011 tentang Rencana

Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025

No. Pasal Pembahasan Utama

Strategi peningkatan kesadaran dan peran masyarakat melalui

Strategi peningkatan kesadaran dan peran masyarakat melalui pemahaman dan kesadaran masyarakat akan sadar wisata, peningkatan jejaring media dan peningkatan lingkungan kondusif untuk pariwisata.

Potensi budaya dan kearifan lokal dalam pengembangan pariwisata menjadi bagian dari produk kreativitas manusia yang memiliki nilai ekonomi.

Keragaman budaya yang dimiliki suatu negara seperti kesenian tradisional, upacara-upacara agama atau adat yang menarik perhatian wisatawan asing dan wisatawan Indonesia (Sugiarto & R.J.Amaruli, 2018). Budaya dan kearifan lokal yang menjadi basis dalam pengembangan pariwisata menjadi sebuah produk yang penting dan memiliki nilai jual yang tinggi. Keragaman budaya yang merupakan bentuk kreatifitas suatu daerah menambah keunikan lokal dari daerah tersebut sehingga dapat dijadikan sebuah Destinasi Pariwisata yang berkualitas dan unik. Di lain hal, kreatifitas yang dihasilkan masyarakat lokal ini dapat menjadi tumpuan dalam peningkatan taraf ekonomi masyarakat sehingga menjadi lebih sejathtera.

Pembangunan berbasis masyarakat (community based tourism-CBT) merupakan model pembangunan yang memberikan peluang yang sebesar- besarnya kepada masyarakat pedesaan untuk berpartisipasi dalam pembangunan

(37)

22 pariwisata. Pengembangan pariwisata membutuhkan partisipasi masyarakat lokal dalam keseluruhan tahap pengembangan mulai tahap perencanaan, implementasi, dan pengawasan (M.H.U. Dewi, 2013). Peningkatan akan kesadaran terhadap besarnya peran masyarakat dalam membentuk sebuah pembangunan pariwisata yang berkualitas dan memiliki daya saing di tingkat nasional maupun internasional menjadi sebuah tugas penting dari pemerintah dan pemangku kepentinhan (stakeholder). Berkaitan dengan hal ini, strategi dalam penetapan kebijakan pemerintah harus memiliki keberpihakan kepada masyarakat lokal tanpa merusak nilai-nilai budaya dari daerah yang ditunjuk sebagai KSPN.

Dalam peraturan lainnya yang dikeluarkan oleh pemerintah, seperti pada Undang-Undang No.10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan juga Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia No.14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan, juga dijelaskan bahwa pembangunan destinasi pariwisata yang berkelanjutan harus memperhatikan masyarakat lokal dan juga lingkungan disekitarnya yang dapat dilihat pada tabel 2.3. dan tabel 2.4.

(38)

23 Tabel 2.3 Penjelasan Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia No.14

Tahun 2016 yang berbasis kearifan lokal.

Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia No.14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan

No. Pasal Pembahasan Utama

1. 3 Ruang lingkup Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan meliputi:

a. pengelolaan destinasi pariwisata berkelanjutan;

b. pemanfaatan ekonomi untuk masyarakat lokal;

c. pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung;

d. pelestarian lingkungan.

2. Lampiran Pembangunan kepariwisataan dikembangkan dengan pendekatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan yang berorientasi pada pengembangan wilayah, bertumpu kepada masyarakat dan bersifat memberdayakan masyarakat yang mencakupi berbagai aspek, seperti sumber daya manusia, pemasaran, destinasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, keterkaitan lintas sektor, kerja sama antar negara, pemberdayaan usaha kecil, serta tanggung jawab dalam pemanfaatan sumber kekayaan alam dan budaya.

(39)

24 Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia No.14 Tahun 2016

tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan

No. Pasal Pembahasan Utama

Strategi yang bertumpu kepada beberapa poin utama yang beberapa diantaranya adalah warisan budaya, pertumbuhan ekonomi dan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan mengutamakan partisipasi masyarakat dalam menjalankan stragtegi.

Kriteria pemanfaatan eknomi untuk masyarakat lokal meliputi :

a. pemantauan ekonomi;

b. peluang kerja untuk masyarakat lokal;

c. partisipasi masyarakat;

d. opini masyarakat lokal;

e. akses bagi masyarakat lokal;

f. fungsi edukasi sadar wisata;

g. pencegahan eksploitasi;

h. dukungan untuk masyarakat; dan

i. mendukung usaha lokal dan perdagangan yang adil.

Semua poin yang disebutkan bertumpu kepada prioritas terhadap pemberdayaan masyarakat lokal agar dapat memanfaatkan segala sumber daya dengan baik agar dapat mensejahterakan masyarakat lokal.

Kriteria pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung meliputi :

1. perlindungan atraksi wisata;

2. pengelolaan pengunjung;

3. perilaku pengunjung;

(40)

25 Peraturan Menteri Pariwisata Republik Indonesia No.14 Tahun 2016

tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan

No. Pasal Pembahasan Utama

4. perlindungan warisan budaya;

5. interpretasi tapak; dan

6. perlindungan kekayaan intelektual.

Kriteria ini dibuat agar kelestarian budaya tetap terjaga sehingga terbentuk sebuah Destinasi Pariwisata yang dapat berlanjut secara terus-menerus.

Kriteria pelestarian lingkungan meliputi : 1. risiko lingkungan;

2. perlindungan lingkungan sensitif;

3. perlindungan alam liar (flora dan fauna);

4. emisi gas rumah kaca;

5. konservasi energi;

6. pengelolaan air;

7. keamanan air;

8. kualitas air;

9. limbah cair;

10. mengurangi limbah padat;

11. polusi cahaya dan suara; dan 12. transportasi ramah lingkungan.

(41)

26 Tabel 2.4 Penjelasan UU No.10/2009 yang berbasis kearifan lokal

Undang-Undang No.10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

No. Pasal Pembahasan Utama

1. 2 Kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas, beberapa diantaranya adalah kelestarian, partisipatif dan berkelanjutan.

2. 4 Tujuan Kepariwisataan, beberapa diantaranya yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat, meleestarikan lingkungan dan sumber daya dan memajukan kebudayaan.

3. 5 Prinsip penyelenggaraan kepariwisataan adalah dengan menjunjung tinggi nilai agama dan budaya, menjunjung tinggi keragaman budaya dan kearifan lokal, memelihara kelestarian alam dan lingkungan dan memberdayakan masyarakat setempat.

4. 12 ayat 3 Kawasan strategis pariwisata harus memperhatikan aspek budaya, sosial, dan agama masyarakat setempat.

5. 19 ayat 2 Hak prioritas masyarakat di sekitar destinasi pariwisata untuk menjadi pekerja, pengelola dan konsinyasi

6. 24-26 Kewajiban wisatawan,pengusaha pariwisata dan pemerintah daerah untuk memelihara, mengembangkan dan melestarikan aset yang menjadi daya tarik wisata seperti kelestarian lingkungan dan budaya lokal.

Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah sebuah upaya pembangunan suatu negara yang meliputi aspek ekonomi, sosial, lingkungan bahkan budaya untuk kebutuhan masa kini tetapi tidak mengorbankan atau mengurangi kebutuhan generasi yang akan datang serta

(42)

27 sehingga dapat menciptakan masyarakat yang dapat berinteraksi satu sama lain dan dengan lingkungan hidup (Kurniawati,2013). Pembangunan yang berkelanjutan harus memberikan kelestarian akan sumber daya yang bukan hanya lingkungan tetapi berkaitan juga dengan keberlangsungan budaya yang terdapat di suatu daerah. Destinasi pariwisata yang akan dikembangkan nantinya tidak diperbolehkan untuk mengurangi nilai-nilai dari lingkungan dan juga kebudayaan yang terdapat disekitarnya. Hal tersebut dapat mendorong keberlangsungan dari kepariwisataan di destinasi wisata yang menjadi fokus pembangunan. Dalam hal ini, keberlangsungan juga akan mempengaruhi generasi selanjutnya dalam aspek ekonomi maupun budaya, dimana generasi baru pada akhirnya akan menggantikan generasi lama sehingga jika tidak terjadi keberlanjutan akan nilai budaya dan lingkungan maka pembangunan pariwisata dapat dinyatakan gagal.

Hasil pseudo r-square dan Parameter Estimates dari nilai statistik Wald menunjukkan bahwa implementasi kebijakan pariwisata memiliki pengaruh yang singnifikan sebesar 28,3% terhadap kesejahteraan kebijakan pariwisata, maka kesejahteraan akan tercapai, dan begitupun sebaliknya (Eskamurti, 2016).

Implementasi yang baik dan tepat sasaran akan selalu berujung kepada peningkatan dari segala aspek yang membentuk pariwisata suatau daerah, baik dalam hal kualitas pelayanan, keperdulian masyarakat lokal dan wisatawan beserta peningkatan ekosistem kepariwisataan.

(43)

28 2.4 Kajian Model Kebijakan Pembangunan Pariwisata Berbasis

Kearifan Lokal

Model kebijakan untuk pembangunan pariwisata mempunyai dampak yang signifikan. Kebijakan tersebut juga sepantasnya mengikuti budaya dan adat dari suatu daerah yang masuk ke dalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) seperti Danau Toba. Peran ekowisata dalam pembentukan kebijakan dapat dengan mudah diikuti karena konsep dasar dari ekowisata adalah pelestarian lingkungan dan budaya setempat yang menjadi destinasi wisata.

2.4.1 Ekowisata Sebagai Arah Pembentukan Kebijakan Pembagunan Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal yang Berkelanjutan

Model Kebijakan Pembangunan Pariwisata mempunyai peranan penting dalam meningkatkan potensi dari suatu destinasi pariwisata, baik dari segi sumber daya alam dan sumber daya manusia. Pergeseran paradigma pariwisata dari wisata massal ke wisata baru dibentuk dari pertanyaan- pertanyaan kaitan pariwisata dan keberlanjutan (sustainability) (A. Ferdinal, 2018). Keberlanjutan dari suatu ekosistem pariwisata, mulai dari keberlanjutan daya tampung lingkungan hingga budaya yang diharapkan akan terus bertahan dan tetap unik merupakan faktor utama dalam pengembangan kepariwisataan.

Faktor ini selalu berhadapan langsung dengan kualitas dari suatu destinasi pariwisata.

Seiring dengan perkembangan pariwisata itu sendiri, ada tiga unsur kunci dalam men-definisikan ekowisata (sebagai salah satu bentuk wisata

(44)

29 baru), yaitu (1) fokus atraksi pada lingkungan alam atau kawasan spesifik, (2) menekankan pada pembelajaran sebagai bentuk interaksi wisatawan dengan alam, dan (3) harus berkelanjutan. Ekowisata juga memiliki manfaat penting dalam upaya memperbaiki konsep wisata massal ke arah wisata yang lebih bertanggung jawab (Weaver, 2001:105). Ekowisata merupakan sebuah bentuk pariwisata yang dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat lokal maupun turis. Hal ini berkaitan pada kearifan lokal dari suatu wilayah akan tetap terjaga sehingga memiliki keunikan yang dicari oleh wisatawan. Di lain hal, ekowisata menawarkan konsep berkelanjutan yang sangat potensial, dimana wisatawan akan mendapatkan pembelajaran akan sejarah dan budaya lokal sembari melakukan aktivitas wisata. Keberadaan bentang alam yang dapat memanjakan wisatawan dengan keindahannya juga menjadi salah satu faktor penting dalam ekowisata karena wisatawan akan merasa lebih destinasi pariwisata memiliki berbagai elemen wisata dan tidak membosankan.

2.4.2 Perencanaan Ekowisata dalam Model Kebijakan Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal

Ekowisata merupakan bentuk wisata yang harus mengkombinasikan hal-hal sebagai berikut: (1) perjalanan ke suatu kawasan (seperti hutan alam, goa, kehidupan bawah laut, kehidupan masyarakat hukum adat, kehidupan perkotaan, dan sebagainya), (2) aktivitas pembelajaran (learning) dalam rangka meningkatkan pengalaman wisatawan, (3) menggalakkan upaya konservasi flora, fauna, dan budaya, serta (4) mengembangkan kepedulian dan

(45)

30 kapasitas masyarakat lokal. Kombinasi dari keseluruhan faktor ini membawa kita kepada hasil dari suatu destinasi pariwisata yang berkualitas dan layak untuk dikunjungi. Pada abad ke-21 ini, wisatawan bukan hanya ingin berlibur dan menikmati keindahan alam. Akan tetapi, para wisatawan berharap mendapatkan pengetahuan sembari menikmati segala hal yang diberikan oleh destinasi wisata yang dikunjungi.

Penyusunan rencana harus memperhatikan 3 (tiga) tujuan pengembangan ekowisata yang dijelaskan, yaitu (1) menghindari ancaman terhadap target konservasi, (2) mengalokasikan pendapatan untuk konservasi, dan (3) mengoptimalkan manfaat bagi masyarakat lokal (Drumm dan Moore, 2005:91). Kesadaran masyarakat lokal dalam pembentukan ketiga faktor ini sangat penting, karena masyarakat lokal merupakan penjaga dari alam dan budaya lokal disekitar target pengembangan ekosiwata. Masyarakat sebagai pemegang peranan terpenting dalam pengembangan pariwisata suatu daerah haruslah sangat teliti dalam menjaga setiap sudut daerah mereka dari berbagai ancaman agar destinasi wisata yang mereka kembangkan dapat menjadi destinasi pariwisata yang berjelanjutan dan dapat dinikmati wisatawan nasional maupun mancanegara dalam jangka waktu yang panjang.

(46)

31 Tahapan-tahapan dalam pengembangan ekowisata suatu daerah akan dijelaskan pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Tahapan Proses Perencanaan dan Pengembangan Ekowisata Sumber : Drumm dan Moore 2005: 61

Komponen ekowisata itu adalah: (1) kontribusi terhadap konservasi biodiversitas, (2) keberlanjutan kesejahteraan masyarakat lokal, (3) mencakup interpretasi/pengalaman pembelajaran, (4) melibatkan tindakan bertanggung jawab dari wisatawan dan industri pariwisata, (5) berkembangnya usaha skala kecil, (6) menggunakan sumber daya baru dan terbarukan, dan (7) fokus pada partisipasi masyarakat, kepemilikan, dan kesempatan usaha, khususnya bagi masyarakat pedesaan (Wood, 2002: 10). Berkaitan dengan hal ini, arahan perencanaan dalam pengembangan ekowisata disarankan mengikuti komponen ekowisata yang dijelaskan. Dalam pembetukan sebuat destinasi pariwisata berbasis kearifan lokal dengan mengambil bentuk ekowisata sebagai landasan, tentunya kebijakan pemerintah memerlukan sebuah studi agar dapat

(47)

32 dilaksanakan. Penjelasan tentang arahan rencana pembangunan ekowisata akan dijelaskan pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Arahan Rencana Pengembangan Ekosiwata (Wood, 2002) No. Komponen Ekowisata Arahan Rencana 1. Kontribusi terhadap

konservasi biodiversitas

Sharing biaya dan manfaat untuk upaya konservasi, ecolabeling, ecocertification, dan kampanye

2. Keberlanjutan

kesejahteraan masyarakat lokal

Guide dari tenaga setempat, souvenir lokal, akomodasi lokal, kegiatan yang meningkatkan length of stay, jaminan tenurial, perspektif gender, dan kapa- sitas pengetahuan/kearifan lokal

3. Mencakup

interpretasi/pengalaman pembelajaran

Membuat jalur interpretasi, menyedia- kan sarana informasi, paket atraksi yang beragam, inklusi dalam kegiatan alam terbuka dan sosial masyarakat, serta kepedulian terhadap kerentanan

4. Melibatkan tindakan ber- tanggung jawab dari wisa- tawan dan industri pari- wisata

Wisata dalam bentuk kelompok kecil, evaluasi bersama, keterlibatan multi- pihak, dan menghindari eksploitasi atraksi alam dan budaya yang rentan 5. Berkembangnya usaha

skala kecil

Membentuk kelompok usaha produktif, kemitraan usaha, dan jaringan pemasa- ran/promosi

6. Menggunakan sumber daya baru dan terbarukan

Penggunaan energi lokal, fasilitas yang ramah lingkungan, dan introduksi tek- nologi ramah lingkungan

7. Fokus pada partisipasi masyarakat, kepemilikan, dan kesempatan usaha

Menggunakan tenaga pendamping/

fasilitator, membentuk lembaga multipihak, memberikan peluang sebagai

(48)

33 No. Komponen Ekowisata Arahan Rencana

tour operator dan pengelola kawasan, masyarakat sebagai agen perubahan, jaminan peran tokoh, dan keberpihakan politik

2.5 Rangkuman Teori

Berdasarkan kajian teori 2.1 sampai dengan 2.4, maka peneliti merangkum kajian teori tersebut dalam sebuah tabel 2.6 sebagai berikut :

Tabel 2.6 Rangkuman Teori Permasal

ahan Penelitian

Kebijakan Landasan Teori Kajian

Indikator suatu lokasi dikatakan sebagai Destinasi Wisata

UU No.10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan

disebutkan bahwa

“Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi

terwujudnya kepariwisataan.”

Agar suatu destinasi dapat menarik minat wisatawan untuk mengunjunginya,

paling tidak harus memenuhi 3 syarat utama, yaitu (Sunaryo, 2013:28): (a) Adanya sesuatu yang dapat dilihat (something to see). (b) Adanya sesuatu yang dapat dibeli (something to buy). (c) Adanya sesuatu yang dapat dilakukan (something to do).

Penentuan Destinasi Wisata memiliki kriteria yang penting untuk diikuti karena dapat menjadi sebuah acuan yang penting untuk meningkatkan

potensi dari suatu lokasi yang akan dijadikan

destinasi wisata

Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia

(49)

34 Permasal

ahan Penelitian

Kebijakan Landasan Teori Kajian

No.50/2011 tentang Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan

Nasional Tahun 2010-2025

Pasal 10 ayat 1& 2 Pasal 2 Ayat 4, Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia

No.50/2011 tentang Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan

Nasional Tahun 2010-2025,

disebutkan bahwa visi pembangunan kepariwisataan

nasional adalah terwujudnya

Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia, berdaya saing, berkelanjutan,

mampu mendorong pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat.

Ekowisata / Ecotourism adalah bentuk wisata yang mengedepankan pengalaman

pembelajaran dan penghargaan terhadap lingkungan alami, atau beberapa komponennya, dalam konteks budaya

yang berkaitan dengannya. Ekowisata

memiliki keunggulan

(dalam praktek terbaiknya) dalam kelestarian lingkungan dan sosial budaya, terutama dalam meningkatkan basis sumber daya alam dan budaya dari destinasi dan mempromosikan pertumbuhan (Dowling dan Fennell 2003:3).

Pendekatan pengembangan pariwisata yang berbasis kepada masyarakat dan budaya lokal akan berdampak kepada efek keberlanjutan

dari suatu destinasi wisata.

Konsep

ekowisata yang diambil sebagai acuan

mengkolaborasi kan tiga elemen yaitu, alam, budaya dan masyarakat yang saling

bergantungan satu sama lain agar membentuk suatu ekosistem kepariwisataan yang

berkelanjutan.

Tiga pendekatan dalam pembangunan

berkelanjutan yang dikenal sebagai komponen, yaitu ekonomi, ekologi, dan

sosial budaya (A.Ferdinal, 2018).

3 kondisi mendasar yang harus dipenuhi dalam pengembangan

(50)

35 Permasal

ahan Penelitian

Kebijakan Landasan Teori Kajian

wisata berkelanjutan seperti ekowisata yang diperkenalkan oleh Chamley, yaitu: (1) peluang menangkap manfaat ekonomi harus distrukturkan dalam cara yang dapat diterima secara budaya sehingga dapat diakses oleh

penduduk, (2) ekowisata harus mendukung keamanan hukum dan masyarakat memiliki kemampuan untuk memutuskan penggunaan lahannya, dan (3) ekowisata harus mendorong keadilan sosial dan politik yang lebih nyata (A.Ferdinal, 2018).

Implement asi kebijakan pengemba ngan pariwisata

UU No.10 Tahun 2009, pasal 5 poin b dikatakan bahwa

“Kepariwisataan diselenggarakan

dengan prinsip menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal.”.

Hasil pseudo r-

square dan

Parameter Estimates dari nilai statistik Wald menunjukkan bahwa implementasi kebijakan pariwisata memiliki pengaruh yang singnifikan sebesar 28,3%

terhadap kesejahteraan

kebijakan pariwisata, maka kesejahteraan akan tercapai, dan begitupun

sebaliknya

(Eskamurti, 2016).

Kebijakan pengembangan kepariwisataan harus

memperhatikan

efek yang ditimbulkan

terhadap alam, budaya dan masyarakat agar tidak

bertabrakan satu sama lain dan merusak

ekosistem dari kepariwisataan.

Pembangunan kepariwisataan,

dimana yang disebutkan dalam UU No.10 Tahun 2009 meliputi : (a) Industri pariwisata ;

(b) Destinasi pariwisata ; (c) Pemasaran ; dan

(51)

36 Permasal

ahan Penelitian

Kebijakan Landasan Teori Kajian

(d)Kelembagaan kepariwisataan.

Kebijakan- kebijakan pariwisata yang masuk dalam kategori berbasis kearifan lokal di Indonesia

Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia

No.50/2011 tentang Rencana Induk Pembangunan

Kepariwisataan

Nasional Tahun 2010-2025 : (1) Pasal 14 ; (2) Pasal 17-24;

(3) 28-29

Potensi budaya dan kearifan lokal dalam pengembangan

pariwisata menjadi bagian dari produk kreativitas manusia yang memiliki nilai ekonomi. Keragaman budaya yang dimiliki suatu negara seperti kesenian tradisional, upacara-upacara agama atau adat yang menarik perhatian wisatawan asing dan wisatawan Indonesia (Sugiarto &

R.J.Amaruli, 2018).

Kearifan lokal dari suatu destinasi

pariwisata wajib untuk

diperhatikan karena hal tersebut

merupakan

keunikan yang dapat menjadi daya tarik dan daya saing dalam

kepariwisataan nasional maupun internasional Peraturan Menteri

Pariwisata Republik Indonesia No.14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan : Pasal 3

dan Lampiran Peraturan Menteri.

Pembangunan berbasis masyarakat (community based tourism-CBT) merupakan model pembangunan yang memberikan peluang yang sebesar-besarnya kepada masyarakat pedesaan untuk berpartisipasi dalam pembangunan

pariwisata.

Pengembangan pariwisata membutuhkan

partisipasi masyarakat lokal dalam keseluruhan tahap pengembangan

mulai tahap perencanaan,

implementasi, dan pengawasan (M.H.U.

Dewi, 2013).

(52)

37 Permasal

ahan Penelitian

Kebijakan Landasan Teori Kajian

Kebijakan yang ideal dalam rangka mengemba ngkan pariwisata

Pergeseran paradigma pariwisata dari wisata massal ke wisata baru

dibentuk dari pertanyaan-pertanyaan

kaitan pariwisata dan keberlanjutan

(sustainability) (A.

Ferdinal, 2018).

Ekowisata

sebagai salah satu alternatif bentuk

pariwisata dapat menjadi arah bagi pemerintah dalam

mengambil kebijakan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan.

Dengan bentuk ekowisata yang wajib

menjunjung tinggi alam, budaya dan masyarakat

setempat sehingga

wisatawan dapat menikmati

keunikan tanpa harus merusak ekosistem dari alam sampai dengan budaya masyarakat.

Seiring dengan perkembangan

pariwisata itu sendiri, ada tiga unsur kunci dalam mendefinisikan ekowisata (sebagai salah satu bentuk wisata baru), yaitu (1) fokus atraksi pada lingkungan alam atau kawasan

spesifik, (2) menekankan pada pembelajaran sebagai bentuk interaksi wisatawan dengan alam,

dan (3) harus berkelanjutan.

Ekowisata juga memiliki manfaat penting dalam upaya memperbaiki konsep wisata massal ke arah wisata yang lebih bertanggung jawab (Weaver, 2001:105).

Penyusunan rencana harus memperhatikan 3

(tiga) tujuan pengembangan

ekowisata yang dijelaskan, yaitu (1) menghindari ancaman

terhadap target konservasi, (2)

Perencanaan kebijakan pariwisata

dengan kepada ekowisata

sebagai arah pengambil

kebijakan harus memperhatikan

(53)

38 Permasal

ahan Penelitian

Kebijakan Landasan Teori Kajian

mengalokasikan

pendapatan untuk konservasi, dan (3) mengoptimalkan

manfaat bagi masyarakat lokal (Drumm dan Moore, 2005:91).

tujuan dari pengembangan

pariwisata harus memperhatikan kesadaran

masyarakat akan pentinganya pengembagan pariwisata dalam meningkatkan taraf hidup tanpa merusak alam sekitar.

Komponen ekowisata itu adalah: (1) kontribusi terhadap konservasi biodiversitas, (2) keberlanjutan

kesejahteraan masya- rakat lokal, (3) mencakup

interpretasi/pengalaman

pembelajaran, (4) melibatkan tindakan bertanggung jawab dari wisa-tawan dan industri

pariwisata, (5) berkembangnya usaha

skala kecil, (6) menggunakan sumber daya baru dan terbarukan, dan (7) fokus pada partisipasi masyarakat,

kepemilikan, dan kesempatan usaha, khususnya bagi masyarakat pedesaan (Wood, 2002: 10).

Referensi

Dokumen terkait

Nilai-Nilai Kearifan Lokal Dalam Kebijakan Pemerintah Daerah Untuk Pengembangan Perumahan Di Kabupaten Sleman ... Perwujudan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Dalam Pengembangan

Dalam melaksanakan implementasi kebijakan pengembangan objek wisata pantai Kumo, Dinas pariwisata dan kebudayaan memiliki staf yang berjumlah 22 staf untuk bidang

Salah satu upaya pengembangan pariwisata Kabupaten Cilacap yang dilakukan oleh bidang pengembangan objek wisata adalah program destinasi pengembangan sebagai kebijakan

Pengelolaan kawasan pariwisata berbasis kearifan lokal juga dilakukan dengan tujuan utama melindungi tata nilai daerah wisata dengan melibatkan unsur masyarakat dan

Keberadaan Kedung Ayu sebagai destinasi wisata keluarga dengan berbasis pada kearifan lokal menjadi daya tarik bagi warga disekitar desa untuk berkunjung ke desa Ledug..

3.3 Upaya Mengatasi Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Kepala Dinas Pariwisata Dalam Mengembangkan Objek Wisata Religi Salib Kasih Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera

Hasil Analisis SWOT Budaya Lokal Kabupaten Kudus Pariwisata Budaya Kabupaten Kudus Strenght  Adanya potensi budaya lokal yang unik  Adanya sentra kerajinan yang mendukung

2558 | Kebijakan Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Di Dinas Pendidikan Dinas Pendidikan dilakukan di semua sekolah-sekolah Kabupaten Purwakarta tentu dengan bantuan