• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PESERTA DIDIK SLOW LEARNER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "View of PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN PESERTA DIDIK SLOW LEARNER"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Nurul Hidayati Rofiah

Universitas Ahmad Dahlan

Jalan Ki Ageng Pemanahan No. 19 Yogyakarta Email: nurulhidayati@pgsd.uad.ac.id

Ina Rofiana

Universitas Ahmad Dahlan

Jalan Ki Ageng Pemanahan No. 19 Yogyakarta Email: inaroviana.ir@gmail.com

Abstract

This study aims to describe learning methods for slow learners Wirosaban is an inclusive school in Yogyakarta. Based on the assessment results, 10 of 14 children with special needs included slow learner. This research is descriptive with qualitative approach. This research is called descriptive research because it produces case study data in the form of description about the learning method of slow learner in Wirosaban Elementary School. data collection using participant observation, in depth interview, and documentation. Data analysis technique is qualitative data analysis: data reduction, data dysplay, and drawing conclusion. The result of this research is implementation of learning method for slow learner in Wirosaban Elementary School is with question and answer, lecture, and discussion with demonstration. Learning method used slow leaner and normal learners no difference only slow leaner modificated with additional time and additional task as follow-up. Evaluation activities such as extra time working on problems for slow leaner are now removed due to full day school.

Keyword:

Slow learner; inclusive education; learning method. Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendskripsikan penerapan metode pembelajaran untuk peserta didikslow learner. SD Negeri Wirosaban merupakan sekolah inklusi di Yogyakarta. Berdasarkan hasil asesmen, 10 dari 14 anak berkebutuhan khusus yang ada termasuk anak slow learner.jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini disebut penelitian deskiptif karena menghasilkan data studi kasus berupa gambaran mengenai metode pembelajaran anak lambat belajar kelas III di SD Negeri Wirosaban Yogyakata.Teknik pengumpulan data menggunakan observasi berperan serta, wawancara mendalam dan dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan penerapan metode pembelajaran untuk anak

slow learner di SD Negeri Wirosaban adalah dengan tanya jawab, ceramah dan diskusi dengan demonstrasi. Metode pembelajaran yang dipakai anak slow leanerdan peserta didik normal tidak ada perbedaanya hanyaanak slow leaner dimodifikasi dengan tambahan waktu dan tambahan tugas khusus sebagai tindak lanjut. Kegiatan evaluasi seperti tambahan waktu mengerjakan soal untuk anak slow leaner sekarang tidak ada karena full day school.

Kata Kunci:

Metode pembelajaran; slow learner; inklusi.

A. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan hak yang harus diterima oleh setiap anak dalam hidupnya tanpa terkecuali anak berkebutuhan khusus. UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa

(2)

didiskriminasikan dengan ditempatkan di sekolah khusus yang berbeda dengan anak normal. Penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik berkelainan atau memiliki kecerdasan luar biasa dapat diselenggarakan pada SD umum, sekolah ini dinamakan sekolah inklusi.

Pendidikan inklusif dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 70 tahun 2009

didefinisikan sebagai sistem

penyelenggaraan pendidikan inklusi bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa, peserta didik yang termasuk anak berkebutuhan khusus meliputi: 1) anak tunanetra; 2) anak tunarungu; 3) anak tunawicara; 4) anak tunagrahita; 5) anak tunadaksa; 6) anak tunalaras; 7) anak berkesulitan belajar; 8) anak lambat belajar; 9)anak autis; 10) anak memiliki gangguan motorik. Secara konseptual model pendidikan inklusi menjanjikan sejumlah keunggulan dalam penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusi dianggap sebagai strategi yang efektif untuk menuntaskan wajib belajar 9 tahun bagi anak-anak yang memilki kebutuhan khusus, hal ini dimungkinkan karena anak dapat memperoleh pendidikan pada sekolah manapun yang terdekat dengan tempat tinggalnya (Maftuhatin, 2014: 203).

Pendidikan inklusif merupakan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang digabungkan dengan anak normal dengan harapan menumbuhkan sikap saling menghargai antar sesama. Dengan keberadaan layanan pendidikan inklusif ini, anak yang berkebutuhan khusus diharapkan mampu mengembangkan bakat mereka secara optimal (Al Darmono, 2016: 1). Melalui pendidikan inklusif diharapkan anak berkebutuhan khusus dapat dididik bersama-sama dengan anak normal lainnya. Tujuannya adalah agar tidak ada kesenjangan diantara anak berkebutuhan khusus dengan

anak normal lainnya. Diharapkan pula anak

dengan kebutuhan khusus dapat

memaksimalkan kemampuan dan potensi yang dimilikinya salah satu jenis anak berkebutuhan khusus yang umum berada disekolah adalah anak dengan kategori lamban belajar (Slow Learner).

Anak lamban belajar (slow learner) merupakan anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal, tetapi tidak termasuk anak tuna grahita. Slow learner secara akademis biasanya diidentifikasi berdasarkan skor yang dicapai mereka pada tes kecerdasan, dengan IQ antara 70-89 (Hadi, 2016: 36). Anak yang demikian akan mengalami hambatan belajar, sehingga prestasi belajarnya biasanya juga di bawah prestasi belajar anak-anak normal lainnya, yang sebaya dengannya. Ketika anak slow learner masuk ke sekolah dasar umum (SD), anak slow learner akan mengalami masalah akademik dan sosial. Secara akademik mereka lambat dalam menyerap pelajaran terutama dalam kemampuan bahasa, angka dan konsep, karena keterbatasan kognitif tersebut, anak slow learner cenderung kurang percaya diri, mereka memiliki sedikit teman atau berteman dengan anak-anak yang lebih kecil.

(3)

inferioritas (Mulyadi, 2010: 123). Oleh karena itu sebagai guru yang harus dapat memberikan penyelesaian terhadap kendala-kendala yang dialami peserta didik tersebut agar tidak ditemukan lagi saat proses pembelajaran selanjutnya. Kendala-kendala yang terjadi harus dapat ditangani dengan cepat agar peserta didik slow learner dapat mengikuti pembelajaran bersama peserta didik lainnya dan mencapai hasil yang optimal dalam pembelajarannya. Salah satu solusi dalam menghadapi kendala-kendala itu adalah dengan menerapkan metode pembelajaran yang berbeda-beda serta interaktif setiap harinya untuk mengakomodasi anak lamban belajar agar lebih termotivasi.

Dalam pengaplikasian suatu metode pembelajaran, guru harus memperhatikan bahwa fase perkembangan peserta didik Sekolah Dasar berada pada fase operasional dan operasional konkret (Jarmita, 2012: 152). Anak pada fase operasional ini mengambil keputusan berdasarkan atas apa yang dilihatnya seketika dan operasional konkret, bahwa peserta didik sudah berpikir logis yang didasarkan manipulasi fisik dari objek-objek. Guru dalam mentransfer nilai tidak hanya diberikan dalam bentuk ceramah, tetapi juga terkadang dalam bentuk dan tindakan, sehingga suasana belajar tidak monoton dan terasa menyenangkan.

Kemudian diharapkan mengikuti

perkembangan metode pembelajaran mutakhir untuk menggunakan media teknologi informasi dalam pembelajarannya, melalui alat teknologi ini pembelajaran yang efektif dan efisien dapat dicapai.

Setiap peserta didik juga memiliki kemampuan mengingat, namun pada

masing-masing individu akan mempunyai

kemampuan ingatan yang berbeda-beda (individual defferences). Dalam proses tersebut stimulasi yang masuk disimpan dalam ingatan, tetapi tidak semua stimulus yang masuk di simpan dalam ingatan. Hal ini

tentunya tergantung pada seberapa besar perhatian peserta didik terhadap stimulus yang diterima oleh individu. Dalam mengakomodasikan kemampuan peserta didik dalam mengingat pelajaran yang diberikan tidak hanya menggunakan ceramah yang oleh sebagian peserta didik akan mengalami kesulitan khususnya bagi anak yang mengalami hambatan belajar seperti slow learner(Raharjo, 2012: 36).

METODE

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini disebut penelitian deskiptif karena menghasilkan data studi kasus berupa gambaran mengenai metode pembelajaran anak lambat belajar di SD Negeri Wirosaban Yogyakata. Pemilihan tempat karena sesuai dengan latar belakang sekolah yang merupakan sekolah inklusi. Subjek penelitian yang akan diambil sebagai informan yaitu: wali kelas III, peserta didik slow leaner. Objek penelitian ini adalah metode pembelajaran yang digunakan guru untuk mengajar anak lambat belajar (slow learner) yang duduk di kelas III. Teknik pengumpulan data observasi berperan serta (participant observation), wawancara mendalam (in depth interview), dan data dokumentasi. Keabsahan data dengan proses triangulasi sumber dan teknik. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis data kualitatif. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction (reduksi data, dan display (penyajian data), dan conclusion drawing/verivication ( penarikan kesimpulan).

B. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Proses Pemilihan Metode

Pembelajaran

Guru menyusun rancangan

(4)

inklusi yang dibuat oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Direktorat Jenderal Manajeman Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional tahun 2009, ada tiga pengembangan kurikulum yaitu: (1) model kurikulum reguler penuh, (2) model kurikulum reguler dengan modifikasi, dan (3) model kurikulum PPI. Setelah mengetahui hasil analisis terkait perencanaan pembelajaranan salah satunya pembuatan RPP dan analisis hasil observasi, maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum yang dijalankan di SD Negeri Wirosaban termasuk ke dalam model kurikulum reguler penuh. Proses pemilihan metode dalam perencanaan pembelajaran di kelas III bersama slow learner di SD Negeri Wirosaban dipertimbangkan dari bebrapa aspek, yaitu tujuan, materi, karakteristik peserta didik, dan guru.

Tabel 1. Jumlah anak lambat belajar di SDN Wirosaban

No Kelas Skor IQ Jumlah anak

lambat belajar

1 Kelas II 70 1 Anak

2 Kelas

III

72 75 83 85

4 Anak

3 Kelas

IV 79 1 Anak

4 Kelas

V

80

85 2 Anak

5 Kelas

VI 85 1 Anak

Tujuan adalah sasaran yang dituju dari setiap kegiatan belajar mengajar, karakteristik tujuan yang akan dicapai sangat mempengaruhi penentuan metode, sebab metode tunduk pada tujuan, bukan sebaliknya. Kemudian berdasarkan hasil wawancara dalam mengimplementasikan metode pembelajaran kelas III di SD Negeri

Wirosaban maka guru harus

menyesuaikannya dengan kemampuan awal

dan karakteristik peserta didik serta

menyesuaikannya dengan tujuan

pembelajaran. Tujuan pembelajaran di kelas III sudah mengikuti aturan Format ABCD yaitu komponen dalam rumusan tujuan pembelajaran, di mana A (audience) yaitu karakteristik peserta didik yang akan belajar. B (behavior) adalah perilaku yang akan dicapai sebagai hasil belajar. C (condition) adalah kondisi yang disediakan bagi peserta didik saat mengikuti tes. D (degree) adalah tingkat pencapaian yang diharapkan pada peserta didik (Faturihman).

Berdasarkan hasil observasi di guru kelas III, guru senantiasa mempersiapkan RPP pada setiap pembelajaran. Metode yang dilaksanakan dalam pembelajaran dengan slow learner tersebut adalah sama dengan metode yang telah direncanakan dalam RPP pun dalam pemberian materi antara anak slow leaner dengan anak normal isi materi sama, yang membedakan hanya pada penyampaian materi tersebut. RPP mengacu pada buku guru tematik kurikulum 2013 yang dibuat berkelompok dengan guru lain dalam satu gugus. Seluruh komponen pembelajaran yang tercantum dalam RPP (media, metode, penilaian, sumber, materi, strategi) untuk anak lamban belajar adalah sama dengan peserta didk lainnya. Sedangkan untuk menganalisis karakteristik anak lamban belajar, guru melakukan komunikasi individual secara intensif dan berdasar pada evaluasi proses pembelajaran.

Guru dalam memilih metode

(5)

aspek psikologis seperti sifat pendiam superaktif, tertutup, terbuka, periang, pemurung bahkan ada yang menunjukkan prilaku-prilaku yang sulit untuk dikenal. Semua perbedaan tadi akan berpengaruh terhadap penentuan metode pembelajaran.

Assesmen untuk anak Slow Learner di kelas III diperoleh karakteristik anak lamban belajar di SD Negeri Wirosaban adalah sebagai berikut :

a. Inteligensi

Memiliki daya ingat lemah. AnakSlow learner umumnya lemah dalam mata pelajaran matematika, misalnya pada materi perkalian mereka cenderung

cara menghitungnya bukan

mengkalikan tetapi dengan cara dijumlah. Sebagian besar anak lambat belajar kesulitan dalam menulis dan membaca.

Daya tangkap terhadap pelajaran lambat karena anak lambat belajar tidak dapat belajar dengan hal abstrak, mereka lebih mudahnya dalam praktik langsung.

b. Bahasa

Bahasa anak lambat belajar jelas dan lancar-lancar aja. Namun terkadang kurang sopan aja dalam berbicara dengan orang yang belih tua.

c. Emosi

Memiliki emosi yang kurang stabil seperti mereka diejek temannya mereka cenderung balas dendam. Selain itu Kurang percaya diri contohnya ketika di suruh mengerjakan soal di depan kelas tidak mau, tidak mau bertanya ketika dia tidak paham terhadap apa yang disampaikan guru.

d. Sosial

Lebih suka menjadi penonton atau pemain pasif dan dikelas, anak lambat belajar cenderung diam saja. Apabila tidak ditanya mereka tidak akan bertanya karena keterbatasan kosakata sehingga lebih suka bermain dengan

anak dibawah usianya. Karena anak lebih nyaman bermain dengan teman di bawa usianya.

e. Moral

Anak malah cenderung rajin, selalu mematuhi aturan yang ada. Namun anak sering lupa dalam mengerjakan PR.

Perbedaan karakteristik peserta didik dan karakteristik belajar peserta didik di sekolah inklusi ini tentunya tertujuan pada perbedaan antara anak normal dan anak berkebutuhan khusus. Jadi, meskipun anak berkebutuhan khusus itu jumlahnya lebih sedikit dari anak

normal guru tetap tidak boleh

mengabaikannya. Sebab mereka mempunyai hak belajar yang sama dengan anak normal, Guru juga harus melakukan modifikasi terhadap metode pembelajaran yang digunakan agar sifatnya lebih fleksibel dan mudah diterima oleh semua peserta didik baik peserta didik normal maupun anak berkebutuhan khusus.

Guru kelas III mempersiapkan sebaik mungkin metode pembelajaran yang akan digunakan sebelum memulai proses pembelajaran. Modifikasi dilakukan antara lain dengan melakukan pengorganisasian materi agar peserta didik lebih mudah memahami materi pelajaran. Guru juga harus banyak melakukan pengulangan materi untuk memberikan penguatan terutama kepada peserta didik berkebutuhan khusus Slow Learner, karenanya guru juga harus memodifikasi alokasi waktu sebaik mungkin agar tujuan pembelajaran seluruhnya bisa tercapai meskipun banyak melakukan pengulangan materi. Serta guru juga melakukan umpan balik untuk mengetahui sejauhmana pemahaman peserta didik baik itu peserta didik normal maupun anak berkebutuhan khusus. Guru tidak memandang rendah kemampuan anak

berkebutuhan khusus sehingga

(6)

Karena hal ini akan semakin membuat peserta didik berkebutuhan khusus terpuruk. Justru guru senantiasa memperhatikannya

untuk membantu meningkatkan

kemampuannya.

Kegiatan pembelajaran harus dirancang dengan memperhatikan kelemahan yang dimiliki oleh peserta didik. Artinya cara yang dilakukan oleh guru harus mampu mengatasi kelemahan peserta didik dan memanfaatkan kelebihan yang ada padanya. Misalnya, untuk peserta didik tunanetra harus menekankan suara yang bisa didengar, sedangkan untuk tunarungu harus menekankan pada aktivitas visual yang dapat dilihat. Untuk anak slow learner penekanan pada kesederhanaan cara penyampaian sehingga mudah dipahami.

Guru kelas III berdasarkan dalam penerapan metode pembelajaran anak lamban belajar adalah sama dengan peserta didik lainnya atau tidak ada perbedaan, berarti selama pembelajaran di kelas. Pada kegiatan pembelajar guru selalu mengelompokan peserta didik normal dengan anak slow leaner. Tidak ada perbedaan tugas antara pesera didik normal dengan anak slow leaner, namun ada pendekatan khusus untuk anakslow leanerdalam mengerjakan tugas.

Anak lamban belajar dan peserta didik normal mendapatkan materi yang sama dengan metode yang sama selama proses pembelajaran berlangsung. Hanya saja terdapat modifikasi yang disesuaikan situasi tertentu untuk memberi arahan lebih lanjut pada siswa lamban belajar seperti misalnya. Guru membagi kedalam beberapa kelompok, tidak ada perbedaan antara anak slow leaner hanya saja anak yang memiliki intelektual lebih tinggi dikelompokan dengan anak slow leaner. Dalam penyusunan metode pembelajaran untuk setiap bidang studi di kelas III, guru kelas sudah memiliki data-pribadi setiap peserta didiknya berkaitan dengan karakteristik spesifik, kemampuan dan kelemahannya, kompetensi yang dimiliki

dan tingkat perkembangannya. Materi yang digunakan dalam pembelajaran hanya materi yang ada di dalam buku teks yang dimiliki guru.

Materi tersebut ditentukan berdasarkan tujuan pembelajaran saja. Sehingga semua materi yang diterapkan di kelas sama tanpa membedakan dengan anakslow learner yang ada di dalamnya. Materi pelajaran disampaikan dengan cara yang lebih menarik dengan menggunakan media variatif sehingga peserta didik dapat menyerap materi pelajaran yang diberikan.

Situasi kegiatan belajar merupakan setting lingkungan pembelajaran yang dinamis. Guru harus teliti dalam melihat situasi. Oleh karena itu, berdasarkan observasi penulis di kelas III, pada waktu tertentu guru juga seringkali membentuk kelompok-kelompok diskusi didalam kelas untuk menyelesaikan tugas. Prinsip belajar dan bekerja kelompok memang akan sangat membantu bagi anak lamban belajar untuk membaur dengan teman lainnya dalam proses pembelajaran sehingga akan meningkatkan motivasi belajar peserta didik tersebut. Bilamana ia tidak mampu mengerjakan tugas, dalam kelompok akan terjadi prinsip tolong menolong antara nggotanya.

(7)

berkelompok, maka terlihat terjadi interaksi yang positif antaranggota kelompok.

Guru seringkali mengatakan bahwa jika ada anggota kelompok yang belum selesai mengerjakan tugas, maka satu kelompok tersebut tidak boleh pulang hingga selesai semua. Akhirnya, seluruh peserta didik saling bekerja sama agar semua anggota kelompok dapat menyelesaikan tugasnya tepat waktu. Anak lamban belajar terlihat kooperatif ketika terjadi pembelajaran kelompok. Dalam pembelajaran anak slow leaner antusian untuk memperhatikan guru. Karena metode pembelajaran untuk anak dengan kebutuhan khusus (student with special needs) di kelas III membentuk suatu pola tersendiri sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing anak bersangkutan yang saling berbeda antara satu dengan lainnya.

Fasilitas dapat mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar. Oleh karena itu, ketiadaan fasilitas akan sangat mengganggu pemilihan metode yang tepat, seperti tidak adanya laboratorium untuk

praktek, jelas kurang mendukung

penggunaan metode eksperimen atau demonstrasi. Fasilitas di SD Negeri Wirosaban antara lain ruang ibadah, ruang koprasi sekolah, ruang pramuka dan PMI, ruang konsling, toilet, ruang UKS. Selain fasilitas tersebut didalam kelas tersedia media pembelajaran seperti gambar. Fasilitas di SD Negeri Wirosaban sangat berpengaruh dalam penentuan metode karena ketersediaan media merupakan penunjang keberhasilan metode pembelajaran. Jika media yang dibutuhkan tidak tersedia maka metode pembelajaran tidak dapat dilakukan secara lebih bervariatif.

Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung dalam satu sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa media, komunikasi tidak akan terjadi dan proses pembelajaran sebagai proses

komunikasi juga tidak akan bisa berlangsung secara optimal. Dengan memperhatikan kompleks dan uniknya proses belajar, maka ketepatan pemilihan media dan metode pembelajaran akan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik. Penggunaan media dalam pembelajaran anak slow learner di kelas III disesuaikan dengan karakteristik anak lamban belajar. Guru menggunakan media yang sesuai dengan karakteristik peserta didik terutama anak slow leaner. Selain itu prinsip kesetaraan juga diberlakukan di sekolah ini. Setiap anak berhak mengakses fasilitas sekolah tak terkecuali anak lambat belajar. Misalnya pada saat olahraga, Guru tidak membeda-bedakan peserta didik normal dengan anak slow leaner saat penggunaan peralatan olah raga.

Dasar pertimbangan dalam penerapan metode pembelajaran selain yang disebutkan di atas yaitu kesesuaian dengan materi dan perbedaan karakteristik peserta didik, maka dasar pertimbangan lain yang tidak kalah penting adalah kemampuan guru dalam menggunakan metode pembelajaran tersebut. Kompetensi mengajar biasanya dipengaruhi pula oleh latar belakang pendidikan. Guru yang berlatar belakang pendidikan keguruan biasanyan lebih terampil dalam memilih metode dan tepat dalam menerapkannya, sedangkan guru yang latar belakang pendidikannya kurang relevan, sekalipun tepat dalam menentukan metode, namun sering mengalami hambatan dalam penerapannya. Jadi, untuk menjadi seorang guru pada intinya harus memiliki jiwa yang professional. Memiliki jiwa keprofesionalan dalam menyampaikan pelajaran atau dalam proses pembelajaran itu akan berhasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

(8)

SD Negeri Wirosaban guru kelas merupakan guru yang berlatar belakang S1 PGSD yang memiliki kemampuan 4 kriteria pedagogik umum. Meskipun guru di kelas III secara profesional telah memenuhi 4 kriteria pedagogik namun kurang mendapatkan bekal ilmu tentang kesulitan belajar anak. Guru di kelas III memiliki pemahaman yang kurang dalam cara menangani anak berkebutuhan

khusus Slow Learner dan metode

pembelajaran yang tepat bagi mereka. Hal inilah yang menyebabkan guru di sekolah reguler menghadapi kesulitan ketika berhadapan dengan anak yang berkesulitan belajar.

Implikasinya adalah kurangnya kemampuan guru dalam menangani anak berkebutuhan khusus maka metode pembelajaran yang guru terapkan pun sebatas yang mereka tahu dan sebatas mereka mampu. Maka guru melakukan pembelajaran di sekolah inklusi itu terutama dalam menerapkan metode pembelajarannya dengan cara otodidak, jika metode tertentu coba diterapkan dan ternyata hasilnya cukup efektif maka mereka akan menggunakan metode tersebut lagi dilain waktu. Padahal disisi lain Setiap guru masuk masuk kelas akan menghadapi dua masalah pokok, yakni masalah pengaajaran dan masalah manajemen.

Masalah pengajaran adalah usaha membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pengajaran secara langsung, misalnya membuat RPP, penyajian informasi, mengajukan pertanyaan, evaluasi dan lain-lain. Sedangkan masalah manajemen adalah

usaha untuk menciptakan dan

mempertahankan kondisi sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien. Misalnya, memberikan penguatan, mengembangkan hubungan guru-peserta didik, membuat aturan kegiatan kelompok yang produktif.

Manajemen pengelolaan kelas pada saat pelaksanaan metode pembelajaran guru kelas

III ini sudah dilakukan menyesuaikan kebutuhan di kelasslow learner.Berdasarkan hasil observasi, guru kelas III dalam menghadapi anak Slow learner selalu memberikan motivasi kepada peserta didik, dan memperhatikan perkembangan anakslow leaner. Jika dinilai anak slow learner cukup kesulitan dalam mengikuti pembelajaran maka guru akan berusaha menggunakan metode yang bervariatif disesuaikan dengan kondisi kelas, disini dapat terlihat kemampuan guru kelas III yang cukup memenuhi untuk kualifikasi sekolah dengan inklusi namun masih diperlukan pelatihan secara khusus agar dapat lebih mengakomodasi anak slow learner dalam pembelajaran sehari-hari.

2. Metode pembelajaran untuk anak slow leaner

Guru kelas III menerapkan 3 metode

pembelajaran dalam melaksanakan

pembelajaran di kelas inklusi dengan anak lambat belajar. Metode tersebut adalah metode ceramah, metode tanya jawab, dan metode diskusi. Guru lebih banyak menggunakan metode ceramah untuk menjelaskan materi yang disampaikan. Setelah memberikan penjelasan yang cukup memadai guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya mengenai penjelasan yang belum dimengerti, tetapi sepertinya peserta didik sudah mengerti semua karena tidak ada satupun peserta didik yang bertanya. Guru langsung melanjutkan langkah kerja selanjutnya yaitu dengan memberikan penugasan kepada peserta didik.

(9)

khusus. Guru mendapatkan kesempatan untuk melihat peserta didik mana yang tampak bingung dan membuat perubahan cepat untuk membantu mereka agar paham.

Metode pembelajaran ceramah

digunakan guru kelas III pada saat proses pembelajaran yang masih konvensional artinya suasana di dalam kelas menunjukkan tidak adanya interaksi yang saling berkesinambungan antara guru dan peserta didik sehingga lebih kondusif untuk menyampaikan materi secara satu arah. Berdasarkan hasil observasi, Guru lebih dominan menguasai kelas dengan curahan

pengetahuan dan pengalaman guru

diutarakan melalui metode ceramah dibanding membuat kelas lebih aktif disamping itu juga kelas lebih mudah dikelola. Namun, pada saat penggunaan metode ceramah ini partisipasi aktif peserta didik dikelas kurang diperhatikan oleh guru sehingga aspek afektif dan psikomotorik peserta didik kurang terarah. Meskipun demikian pada dasarnya guru harus menguasai materi.

Guru bisa mengendalikan suasana kelas dengan penguasaan materi, sehingga peserta didik memperhatikan dan mendengarkan bagaimana cara guru berbicara. Guru dalam menyampaikan materi sama antara anakslow leaner dengan peserta didik normal. Namun, pada anak slow leaner dalam menjelaskan mereka sambil diberi contoh, dan setelah menjelaskan guru selalu menanyakan ulang apa yang telah guru sampaikan. Pada saat penggunaan metode ceramah anak slow learner sengaja diminta oleh guru untuk duduk sendiri tanpa ada teman sebangku. Hal ini dimaksudkan agar guru dapat memberikan arahan, bimbingan dan perhatian khusus secara leluasa kepada anak slow learner.

Peserta didikslow learner lebih memilih mencatat dari pada memperhatikan penjelasan guru. Hal ini dikarenakan anak slow learner tidak paham dengan penjelasan

guru jadi anak slow learner memilih untuk mencatat. Berbeda dengan peserta didk normal, dimana peserta didik normal akan memperhatikan terlebih dahulu penjelasan guru baru kemudian mencatat ketika guru selesai memberikan penjelasan.

Metode yang digunakan yang lain adalah tanya jawab. Sistem pelaksanaannya metode tanya jawab mengacu pada buku pedoman pembelajaran. guru melakukan umpan balik untuk mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik. meskipun guru telah memberikan kesempatan bukan hanya untuk peserta didik normal namun juga kepada anak berkebutuhan khusus untuk bertanya, tetapi anak slow learner masih belum memanfaatkan layanan tersebut. Pada saat menggunakan metode tanya jawab ada beberapa peserta didik yang mendatangi guru dan bertanya mengenai pekerjaan yang mereka buat, satu persatu secara bergantian dan guru tetap memberikan penjelasan.

(10)

Selanjutnya metode diskusi kelompok dengan demonstrasi adalah dua metode yang digabungkan guru pada satu waktu pembelajaran. Metode ini dimulai dengan penjelasan guru menggunakan media tentang materi pembelajaran kemudian dilanjutkan dengan pembentukan kelompok untuk berdiskusi agar selanjutnya tiap kelompok dapat mepresentasikan hasil diskusinya didepan kelas. Guru membagi kedalam beberapa kelompok, tidak ada perbedaan antara anakslow leanerhanya saja anak yang memiliki intelektual lebih tinggi dikelompokan dengan anak slow leaner, Pada pembelajaran pengelompokan hewan guru mengunakan media gambar hewan, dan peserta didik diminta menyebutkan penggolongan ciri-ciri khusus hewan berdasarkan gambar yang diberi. Suasana tampak menjadi gaduh ketika guru meminta peserta didik untuk membuat kelompok. Cukup membutuhkan waktu untuk memulai diskusi. Sementara guru menyiapkan

berbagai macam contoh yang

divisualisasikan melalui gambar sebagai bahan untuk diskusi. Guru membantu setiap

anggota dalam kelompok untuk

mengidentifikasi dan mengklarifikasi konsep-konsep yang belum jelas dalam pengelompokan hewan.

Peserta didik normal dan anak slow leaner mempunyai peran yang sama dalam menggunakan media. Menurut pemaparan

guru kelas III bahwa dengan

mengaplikasikan metode diskusi guru mengharapkan anak slow leaner mendapat pembelajaran dari kawanya / peer tutors (tutor sebaya) sehingga akan memperkokoh hubungan di dalam kelas. Seorang peserta didik yang dapat menolong peserta didik lain di kelas akan menciptakan suasana kelas yang lebih sehat. Misalnya peserta didik yang lebih pandai bisa membantu teman-temannya yang mengatasi kesulitan khususnya bagi anak yang berkebutuhan khusus, tetapi membantu bukan berarti

memberi tahu jawaban atau yang lainnya tetapi lebih kepada memberi solusi dan memberi suatu arahan kepada teman-temannya.

Di akhir diskusi seperti pada umumnya, selalu ada pemaparan hasil atau presentasi.

dengan perwakilan, pesera didik

menampilkan hasil di depan. Tampak peserta didik dari kelompok lain memberikan berbagai pendapat dengan antusias. Suasana kembali gaduh, karena peserta didik yang bertugas menjadi moderator belum terbiasa mendapat peran sebagai pengatur dalam diskusi dan mengendalikan peserta didik lain dalam menyampaikan beberapa pendapat. Guru akhirnya mengambil alih sebagai moderator sekaligus sebagai fasilitator.

Suasana kelas yang aktif interaktif, tidak terasa kaku dan mengedepankan situasi pembelajaran yang berkesinambungan antara guru dengan pesera didik, Sebelum mengakhiri pembelajaran, guru meminta waktu kepada siswa ± 15 menit untuk mengerjakan tugas sebagai acuan hasil belajar pengelompokan hewan. Sementara itu dihari selanjutnya Saat pembelajaran PKN materi bersatu dalam keragaman guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berdiskusi mebuat soal cerita, tujuannya melatih peserta didik untuk saling menghargai perbedaan.

Tingkat kesulitan tugas kelompok dan tugas individu antara anak slow leaner dengan peserta didik normal sama. Guru memastikan setiap anggota kelompok memahami berbagai istilah dan konsep dalam masalah. Menangkap setiap kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang ada. Dapat dikatakan tahap ini membuat setiap peserta berangkat dari cara memandang yang sama atas istilah-istilah atau konsep yang ada dalam tugas kelompok.

(11)

pesera didik dari lingkungan terhadap permasalahan tersebut dengan menjelaskan fenomena yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-hubungan apa yang terjadi di antara fenomena itu. Setiap peserta didik diberikan kesempatan untuk menjelaskan ceritanya, melihat alternatif dalam penyelesaian masalah. Langkah ini membahas informasi faktual yang pernah dialami di lingkungan sekitar dan juga informasi yang ada dalam pikiran anggota kelompok. Guru bertindak sebagai fasilitator dengan berusaha memberikan arahan terhadap peserta didik yang diberikan kesempatan untuk mengeluarkan pendapat.

Guru membantu setiap peserta didik yang berusaha menata gagasan dalam mebuat cerita. Bagian yang sudah dianalisis kemudian dikaitkan dengan satu sama lain. Dikelompokkan, mana yang menunjang, mana yang bertentangan. Mulai dari menjelaskan sebab sampai dengan akibat dari masalah yang diselesaikan dalam cerita. Melalui analisis cerita peserta didik diharapkan dapat menentukan berbagai cara menghargai perbedaan.

Dengan demikian, upaya ini secara tidak langsung yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Di akhir pembelajaran guru bersama peserta didik membuat kesimpulan terhadap semua jawaban kelompok yang telah diuraikan bersama-sama sebelumya, dan kemudian mengkaji informasi baru yang diperoleh dari peserta didik agar diperoleh pemahaman yang jelas dan mendalam terhadap permasalahan yang dikaji. Seluruh peserta didik berpartisipasi, Guru sebagai koordinator, memimpin jalannya diskusi juga memandu diskusi dan sampai pada tujuan pembelajaran yang diharapkan.

3. Penerapan Metode dalam pembelajaran

Aspek pelaksanaan metode

pembelajaran di kelas inklusi dengan anak slow learner tidak ada perbedaan dengan di

kelas reguler. Hanya saja dalam hal perlakuan di dalam kelas, anak slow learner mendapatkan perlakuan khusus. Tahap pelaksanaan pembelajaran jika merujuk pada tugas guru pada saat mengajar di kelas inklusi, maka guru sudah menjalankan tugasnya dengan baik. Hanya saja guru tidak menyusun program pembelajaran individual

(PPI) bersama-sama dengan guru

pembimbing khusus (GPK). Dalam observasi penulis terhadap pelaksanaan metode pembelajaran anak lamban belajar, yakni tahap kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.

Dalam kegiatan awal pembelajaran terbagi menjadi tiga aspek pengamatan, yakni adanya apersepsi, motivasi, dan penyampaian pokok-pokok materi. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran diawal pembelajaran guru menyampaikan apersepsi terlebih dahulu, guru juga menyampaikan tujuan pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran tahap pendahuluan di kelas III, guru menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik sebelum proses pembelajaran. Dalam hal ini guru menyiapkan anak slow learners dengan memberitahu saat

pembelajaran sebelumnya. Selain

menyiapkan psikis dan fisik siswa, guru kelas juga menjelaskan tujuan pembelajaran dan kompetensi dasar yang akan dicapai sebelum menjelaskan materi yang diajarkan. Pada tahap pendahuluan guru kelas III memberikan pertanyaan pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan dibahas baik untuk peserta didik normal maupun anak slow learner. Untuk anak slow learner pertanyaan yang diberikan lebih mudah. Untuk dapat menjawab pertanyaannya. Namun karena terbatasnya waktu maka ada modifikasi pertanyaan yang hanya seputar pengetahuan saja yang dilontarkan guru kepada anakslow learner.

(12)

beragam media pembelajaran. Kegiatan inti pembelajaran dalam kelas inklusi dengan anak slow learner ini sekilas tidak berbeda dengan kelas reguler pada umumnya. Guru melakukan pembelajaran secara klasikal dan tidak memberikan perilaku spesial kepada keempat anak lamban belajar. Guru dalam menyampaikan materi sama antara anakslow leaner dengan peserta didik normal. Namun, pada anak slow leaner dalam menjelaskan mereka sambil diberi contoh, dan setelah menjelaskan guru selalu menanyakan ulang apa yang telah guru sampaikan.

Dalam pelaksanaan pembelajaran guru melibatkan peserta didik normal atau anak lambat belajar secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran dengan memberikan soal kerjakan-jawab yang membuat peserta didik berani berbicara untuk menjawab. Guru memfasilitasi terjadinya interaksi antara peserta didik normal dengan anak lambat belajar, antara peserta didik dengan guru dalam setiap pembelajaran dengan tidak membedakan antara peserta didik normal maupun anak lambat belajar. Selain itu dalam proses pembelajaran guru selalu memantau dan membimbing anak lambat belajar.

Selama kegiatan penelitian, peneliti menemukan pola bagaimana cara guru menyampaikan materi di kelas atau kegiatan inti pembelajaran, yakni melalui rangkaian kegiatan pengamatan, tanya jawab, membaca teks (secara klasikal, kelompok, berpasangan), tanya jawab, menjawab soal, kemudian diteliti satu per satu pekerjaan peserta didik berikut tanda bacanya. Walaupun guru sudah menggunakan berbagai media mereka tetap kesulitan mengikuti pembelajaran.

Penerapan metode di dalam kelas terkadang tidak semua peserta didik bisa langsung memahami penjelasan yang dilakukan khususnya anak lambat belajar yang ada di kelas III. Oleh karena itu terkadang guru menggunakan satu metode

pembelajaran yaitu ceramah lebih lama dari pada penggunaan metode lainnya. Tujuannya agar bisa menjelaskan materi dengan sejelas-jelasnya dan berharap peserta didik bisa memahami semua penjelasan. Dengan begitu peserta didik mampu menjawab pertanyaan yang diberikan. Meskipun terkadang cara seperti itu menjadikan pembelajaran agak sedikit monoton. Masalah lain yang dialami guru dalam menentukan materi yang baik untuk siswa yaitu susahnya membedakan setiap kemampuan yang dimiliki peserta didik sehingga materi yang disampaikan akan mudah bagi peserta didik yang dengan cepat menguasai dan akan sulit bagi peserta didik yang susah menguasai materi. Oleh karena itu Selain menekankan penjelasan dengan metode ceramah guru juga menggunakan teknik pengulangan.

Guru pada tahap penutup bersama peserta didik membuat rangkuman atau kesimpulan pelajaran yang melibatkan peserta didik normal dan anak slow learner. Saat membuat rangkuman anak slow learner dibantu guru atau temannya. Selain itu guru melakukan penilaian untuk peserta didik yang mengikuti kurikulum regular baik peserta didik normal maupun anak slow learner. Guru memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang telah diajarkan. Jika diketahui dari antusiasme dan semangat peserta didik dalam belajar, anak slow learner memiliki jam belajar lebih banyak setiap harinya dibandingkan dengan peserta didik normal. Anak slow learner juga tidak segan untuk bertanya kepada guru ketika ada materi yang belum paham di sekolah. sedangkan di rumah, anak slow learner bertanya kepada orang tua saat belajar ketika menjumpai kesulitan dalam pengerjaan tugas.

(13)

kelebihan dan kekurangan masing-masing, hal ini sesuai dengan Mufarokhah (2009: 79) bahwa setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan oleh karena itu penggabungan tidak luput dari pertimbangan berdasarkan metode yang dipilih.Mufarokhah (2009: 79) bahwa setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan oleh karena itu penggabungan tidak luput dari pertimbangan berdasarkan metode yang dipilih.

4. Evaluasi Metode Pembelajaran anak slow leaner

Tahapan terakhir dalam proses pembelajaran adalah evaluasi dan tindak lanjut. Evaluasi adalah penilaian terhadap tingkat keberhasilan peserta didik mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Jadi, tingkat keberhasilan pesera didik di SD dilihat dari pencapaian standart KKM. Berdasarkan hal tersebut guru kelas III memberikan batasan, apabila belum mencapai yang diharapkan maka diberi kesempatan dengan memberikan praktik ulang. Sedangkan untuk program khusus anak lamban belajar, dapat disimpulkan bahwa program tersebut diantaranya adalah dilakukannya assesmen, tambahan waktu mengerjakan tugas saat pulang sekolah, dan pertemuan rutin anak lambat belajar.

Evaluasi yang digunakan oleh guru kelas III yang diberikan secara langsung dengan tujuan agar peserta didik mengetahui apakah ia mengerjakan betul atau tidak. Evaluasi yang dikembangkan adalah evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses dilakukan oleh guru untuk menilai perkembangan hasil belajar anak slow learner terutama dalam kemampuan membaca melalui pengamatan terhadap aktivitas belajar yang sedang berlangsung baik secara individu ataupun secara kelompok di dalam kelas. Penilaian hasil dilakukan terhadap anak slow learner setelah kegiatan belajar berakhir dengan maksud untuk menilai penguasaan terhadap materi yang dipelajari, guru bisa menggunakan tes obyektif, tes uraian atau

kuis yang diberikan guru pada akhir pelajaran. Hal ini merupakan bentuk dari upan balik bagi peserta didk, yang mana memberikan gambaran tentang kekuatan dan kelemahan peseta didik. Peserta didik yang diberi nilai dan juga mendapat komentar dari guru tentang jawaban yang salah mempunyai prestasi yang lebih baik dari pada peserta didik yang hanya diberi nilai dengan angka atau huruf saja.

Pemberian tugas ini merupakan salah satu alternatif untuk lebih menyempurnakan penyampaian tujuan pembelajaran khusus. Hal ini disebabkan oleh padatnya materi pelajaran yang harus disampaikan sementara waktu belajar sangat terbatas di dalam kelas. Dengan banyaknya kegiatan pendidikan di sekolah dalam usaha meningkatkan mutu dan frekuensi isi pelajaran, maka sangat menyita waktu peserta didik utnuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar tersebut. Untuk mengatasi keadaan seperti diatas, guru perlu memberikan tugas-tugas diluar jam pelajaran. Pemberian tugas-tugas berupa PR mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan prestasi belajar.

Bentuk tindakan dengan pemberian tugas yang berlainan dengan tugas teman peserta didik lainnya adalah tindakan memodifikasi strategi belajar sesuai kondisi peserta didik. Hal itu dilakukan ketika penggunaan kurikulum di sekolah umum untuk anak lamban belajar membutuhkan beberapa penyesuaian atau adaptasi beberapa aspek program pembelajaran.

Pada kegiatan belajar mengajar memang perlu layanan khusus bagi anakslow learner. Guru memang seyogyanya memberikan layanan pendidikan dimana semua anak dapat mengaksesnya, misalnya dengan mendektekan materi yang perlu dicatat. Sehingga peserta didik normal yang dapat mengikutinya dan anak slow learner juga dapat mengikutinya pula. Pembelajaran

individu peserta didik harus

(14)

kemampuan akademik, tetapi juga gaya belajarnya. Pemberian waktu khusus dengan alokasi diperpanjang di kelas III tidak lagi dilakukan karena full day school yang diterapkan pemerintah mulai tahun 2017.

Modifikasi alokasi waktu disesuaikan dengan mengacu pada kecepatan belajar peserta didik. Misalnya materi pelajaran (pokok bahasan) tertentu dalam kurikulum normal diperkirakan alokasi waktunya selama 1 jam. Untuk peserta didik berkebutuhan khusus, dapat dimodifkasi dengan menjadi kurang lebih 2 jam sehingga mereka mendapat pembelajaran secara tuntas. Namun karena sistem full day school yang di canangkan pemerintah akhir-akhir ini menjadikan kebutuhan tambahan waktu untuk peserta didik slow learner menjadi terabaikan. Hal ini dikarenakan dalam pendidikan inklusi, sistem sekolah tidak berhak menentukan tipe peserta didik, namun sebaliknya sistem sekolah yang harus menyesuaikan untuk memenuhi kebutuhan semua peserta didik.

C. SIMPULAN

Penerapan metode pembelajaran untuk slow learner yang digunakan di SD N Wirosaban adalah dengan metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi dengan demonstrasi. Metode pembelajaran yang dipakai sama antara slow learner dan peserta didik normal hanya dengan modifikasi tambahan waktu dan tambahan tugas khusus sebagai tindak lanjut Dari beberapa metode pembelajaran yang digunakan sudah cukup tepat untuk digunakan dalam pembelajaran bagi Slow Learner, tetapi ini bukan berarti bahwa metode yang lain tidak sesuai untuk digunakan, metode-metode yang lain tetap perlu digunakan sesuai dengan materi dan kondisi peserta didik. Guru dituntut untuk lebih kreatif dalam mengembangkan metode yang sesuai bagi anak yang berkebutuhan khusus dalam pendidikan inklusif.

DAFTAR PUSTAKA

Al Darmono. 2016. Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. jurnal Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ngawi.

Hadi, Fida Rahmantika.2016. Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak

Slow Learners (Lamban

Belajar).JurnalPremiere Educandum, Volume 6 Nomor 1, Juni 2016.

Herlinda, Fatma. Meningkatkan Kemampuan Membaca Kata Melalui Media Audio Visual bagi Anak Slow Learner. Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus

Universitas Negeri Padang.

ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu. 2014.

Jarmita, Nida. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Dalam

Meningkatkan Pemahaman

Matematis Siswa Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang. Jurnal Ilmiah Didaktika Agustus 2012 Vol. Xiii No. 1.2012.

Maftuhatin, Lilik. Evaluasi Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Di Kelas Inklusif Di SD Plus Darul

‘Ulum Jombang. Jurnal Studi Islam Volume 5, Nomor 2, Oktober 2014. journal.unipdu.ac.id.2014.

Mulyadi. Diagnosis Kesulitan Belajar Dan Bimbingan Terhadap Kesulitan Belajar Khusus. Yogyakarta: Nuha Litera, H.123.2010.

Raharjo, Trubus. Peningkatan Kemampuan Daya Ingat Anak Slow Learner Melalui Terapi Kognitif Pada Anak Sekolah Dasar. 2010. Jurnal pendidikan Volume 5, Nomor 1, Juni 2012

Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 70 ayat 2 Tahun 2009 tentang

Gambar

Tabel 1. Jumlah anak lambat belajar

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu arah kebijakan pemerintah c.q Departemen Pendidikan Nasional atau Departemen Agama dalam peningkatan mutu pendidikan pada masa yang akan datang

Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam mencapai gelar Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas

11 Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah kenyamanan dalam prestasi belajar

Dalam bab ini penulis menjelaskan mengenai hasil analisis data dari analisis laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi PT Johan Pratama mengenai sumber

Analisisa data menggunakan Structural Equation Model (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) Produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian.

Dengan menggunakan data hasil pengukuran harga diri didapatkan hasil analisis bahwa keseluruhan responden penelitian sebanyak 2.987 dapat dikategorikan menjadi tiga

Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) VIII Universitas Diponegoro, Semarang 11-12 Agustus

Mewujudkan satu protokol pengawetan krio dengan kaedah vitrifikasi bagi penyimpanan jangka masa panjang biji benih C finlaysonianum di dalam cecair nitrogen, dan juga pendedahan