• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTRUMEN HUKUM LINGKUNGAN DAN KEBIJAKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "INSTRUMEN HUKUM LINGKUNGAN DAN KEBIJAKAN"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

INSTRUMEN HUKUM LINGKUNGAN DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MASALAH LINGKUNGAN YANG BERKAITAN DENGAN PEMBANGUNAN (Untuk memenuhi tugas mata kuliah hukum lingkungan dengan dosen pengampu Anita Dewi

Mulyaningrum,S.KM,M.Kes)

MAKALAH

Oleh: Kelompok 5 Nurus Samsiyah 142110101058

Alif

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS JEMBER

(2)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “instrumen hukum lingkungan dan kebijakan pemerintah dalam masalah lingkungan yang berkaitan dengan pembangunan

” guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Lingkungan. Makalah ini merupakan penjelasan mengenai Intrumen hukum lingkungan beserta kebijakan pemerintah dalam masalah lingkungan.

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka dengan kerendahan hati penulis megucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Prehatin Trirahayu Ningrum, S.KM., M.Kes.; selaku dosen penanggung jawab mata kuliah Hukum lingkungan.

2. Ibu Anita Dewi Mulyaningrum, S.KM., M.Kes. selaku dosen pembimbing mata kuliah hukum lingkungan

3. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa FKM UNEJ dan masyarakat.

Jember, 09 Maret 2017

(3)
(4)

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Penggundulan hutan, lahan kritis, menipisnya lapisan ozon, pemanasan global , tumpahan minyak dilaut, ikan mati di anak sungai karena zat kimia dan punahnya spesies tertentu adalah beberapa contoh dari masalah lingkungan hidup. Pengurasan sumber daya alam diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam secara tidak bijaksana sehingga sumber daya alam itu baik kualitasnya maupun kuantitasnya menjadi berkurang atau menurun dan pada akhirnya habis sama sekali.

Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat, hukum lingkungan merupakan instrumen administrasi negara dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hukum lingkungan menjadi pedoman dalam rangka perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup tersebut. Norma perlindungan dan pengelolaan linkungan hidup menjadi pedoman dalam penyelenggaraan perizinan lingkungan hidup. Hukum lingkungan, negara menjamin sumber daya alam akan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi kini maupun generasi yang akan datang. Negara mencegah dilakukan kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang menimbulkan kerusakn atau pencemaran terhadap lingkungan hidup.Penegakan hukum lingkungan adalah bentuk dari upaya dalam menjaga kelestarian ekosistem dan mahluk hidup didalamnya melalui perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam bentuk upaya manusia untuk berinteraksi dengan lingkungan guna memeprtahankan kehidupan mencapai kesejahteraan dan kelestarian lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut , maka rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimana instrumen hukum lingkungan dan kebijakan pemerintah dalam masalah lingkungan yang berkaitan dengan pembangunan.

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah mengetahui peraturan yang berkaitan dengan intrumen hukum lingkungan serta mengatahui kebijakan pemerintah dalam masalah lingkungan.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

(5)

1.4.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dari penulisan makalah ini adalah:

1. Digunakan sebagai bahan masukan bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa FKM tentang “Instrumen Hukum Lingkungan ”

2. Sebagai landasan awal bagi pembuatan makalah lain mengenai “Instrumen Hukum Lingkungan” di masa yang akan datang.

(6)

Intrumen yang dimaksud disini adalah intrumen yang diatur dalam undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai pedoman dalam penerbitan, pelaksanaan dan pengawasan izin bidang lingkungan hidup. Instrumen-instrumen tersebut memuat hal-hal yang utuh dan menyeluruh berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Instrumen-instrumen ini menceminkan makna dan ruang lingkup

lingkungan hidup sebagaimana diuraikan sebelumnya. Beberapa instrumen tidak saja menjadi pedoman bagi penyelenggaraan perizinan, juga acuan bagi perncanaan dan pelaksanaan pembangunan pada umumnya. Berikut adalah instrumen hukum lingkungan hidup menurut undang-undang no. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup 2.1.1 Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH)

Dalam Undang-undang No. 32 tahun 2008 Pasal 5 mengamanatkan agar pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan melalui “inventarisasi lingkungan hidup,Penetapan wilayah ekoregion dan penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH)”.Dimana dalam Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terdiri atas :

a. RPPLH Nasional, di buat oleh menteri lingkungan hidup berdasarkan inverentasi nasional

b. RPPLH provinsi, di buat berdasarkan RPPLH Nasional c. RPPLH kabupaten/kota, di buat berdasarkan RPPLH provinsi

Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) harus memperhatiakan beberapa aspek- aspek sebagaimana di sebutkan dalam pasal 10 ayat (1) adalah sebagai berikut :

a. Keanekargaman karakter dan fungsi ekologis b. Sebaran penduduk

c. Sebaran potensi sumber daya alam d. Kearifan lokal

e. Aspirasi masyarakat f. Perubahan iklim

Dalam Rencana Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup yang termuat dalam pasal 10 terdapat aspek –aspek rencana tentang :

a. Pemanfaatan dan atau pencadangan sumber daya alam

(7)

c. Pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam

d. Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Menurut UUPPLH (undang-Undang RI nomor 32 tahun 2009), RPPLH menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam rencana pembangunan jangka panjang dan rencana

pembangunan jangka menengah. Hal ini juga membuktikan bahwa secara normatif, UUPPLH telah mengintegrasikan upaya pembangunan dengan pengelolaan dengan pengelolaan

lingkungan hidup sebagaimana menjadi ciri dari pembangunan berkelanjutan. 2.2.2 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Dalam dua dekade terakhir kerusakan sumber daya alam dan pencemaran lingkungan di indonesia boleh dikatakan berlangsung dengan kecepatan yang melampaui kemampuan untuk mencegah dan mengendalian degradasi sumber daya alam dan lingkungan hidup. Hal tersebut kebutuhan akan KLHS dirasakan sejak tahun 1998 karena krisis dan bencana lingkungan hidup berlangsung tiada henti.

Dalam konteks KLHS, strategis dimaksud adalah perbuatan dimaksud adalah suatu kajian yang dapat menjamin dipertimbangkannya sejak dini aspek lingkungan hidup dalam proses pengambilan keputusan diatas kebijakan, rencana atau program yang akan

diselenggarakan oleh pemerintah disuatu daerah. Seperti yang telah di jelaskan dalam Pasal 15 ayat (1) bahwa “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk

memastikan bahwa prinsip pembanguna berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan atau kebijakan, rencana dan program” jadi, KLHS disini dapat diartikan sebagaiproses sistematis dan komprehensif untuk mengevaluasi dampak lingkungan dengan mempertimbangkan aspek-aspek sosial-ekonomi serta prinsip-prinsip berkelanjutan dari usuluan kebijakan rencanaatau program pembangunan.

Jika KLHS merupakan instrumen untuk memastikan terintegrasinya prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan , berarti materi muatan KLHS mengandung prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu berdasarkan pasal 15 ayat (3) pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksnakan KLHS kedalam penyusunan atau evaluasi:

(8)

b. Kebijakan , rencana atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan atau risiko lingkungan hidup.

Dampak atau risiko lingkungan hidup yang dimaksud (penjelasan ayat 2 huruf b) adalah :

a. perubahan iklim

b. kerusakan, kemerosotan dan kepunahan keanekaragaman hayati

c. peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan dan atau kebakaran hutan dan lahan.

d. Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam. e. Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan lahan.

f. Peningkatan jumlah penduduk miskin dan terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat.

g. Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.

Saat ini terdapat “Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 2010 tentang tata cara perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan”. Usulan perubahan peruntukan kawasan hutan yang berpotensi nebimbulkan dampak atau risiko lingkungan, wajib melaksanakan KLHS. Kementrian lingkungan hidup (KLH) akan dilibatkan dalam sebuah tim terpadu yang dibentuk menteri kehutanan dan akan memberikan rekomendasi kepada menteri kehutanan.

Peraturan pemerintah diatas menunjukan Kementrian lingkungan hidup doposisikan sebagai lembaga yang lebih rendah dibandingkan kementrian kehutanan. Padahal, jika disimak ketentuan menegnai KLHS pada UU –PPLH seharusnya terlebih dahulu dibentuk KLHS Nasional. Kementrian lingkungan hidup ini memiliki wewenang untuk membentuk KLHS tingkat Nasional. KLHS nasional ini dijadikan pedoman untuk membuat KLHS tingkat sektoral dan daerah dalam rangka pelaksanaan kebijakan , rencana dan program pembangunan. KLHS menjadi dasar bagi pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan

pencegahan , pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup. 2.1.3 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

(9)

1. untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS.

2. Perencanaan tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud dlaam ayat (1) adalah ditetapkan dengan memeprhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Menurut Daud silalahi menyatakan , tata ruang berarti susunan ruang yang teratur mencakup pengertian serasi dan sederhana shingga mudah dipahami dan dilaksanakan. Karena pada tata ruang yang ditata adalah tempat berbagai kegiatan serta sarana dan prasarana dilaksankannya. Dalam penataan tata ruang terdiri dari tiga kegiatan utama yakni perencanaan tata

ruang,perwujudan tata ruang, pengendalian tata ruang. Ketiganya tidak dapat terpisahkan antara yang satu dengan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang 2.1.4 Baku Mutu Lingkungan (BML)

Menurut Undang-undang RI no.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. Baku mutu lingkungan hidup merupakan instrumen untuk mengukur terjadinya pencemaran lingkungan.

Baku mutu lingkungan (Environmental Quality Standart), atau biasa di singkat dengan BML, berfungsi sebagai tolok ukur untuk mengetahui apakah telah terjadi kerusakan atau pencemaran lingkungan. Gangguan terhadap tata lingkungan dan ekologi di ukur menurut besar kecilnya penyimpangan dari batas-batas yang telah ditetapkan sesuai dengan kemampuan atau daya tenggang ekosistem lingkungan. Kemampuan lingkungan sering di istilahkan beragam ragam seperti : daya tenggang, daya dukung, daya toleransi dll.

Batas-batas daya dukung, daya tenggang, daya toleransi atau kemampuan lingkungan disebut sebagai nilai ambang batas (NAB). NAB adalah nilai batas tertinggi (Maksimum) dan terendah (minimum) dari kandungan zat-zat, mahkluk hidup atau komponen lain yang diperbolehkan dalam setiap interaksi yang berkenaan dengan lingkungan, khususnya yang berpotensi mempengaruhi mutu tata lingkungan hidup atau ekologi.

(10)

Baku mutu adalah besaran, kadar dan deskripsi parameter-parameter, kategori kimia anorganik, kimia organik, biologik, fisik dan radioaktif yang digunakan sebagai persyaratan bagi perlindungan dan pengembangan lingkungan menurut peruntukannya, dan telah

ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan. Dalam mendiskusikan masalah baku mutu air tidak dapat lepas dari masalah kualitas air dan peruntukan air. Mutu air adalah

karakteristik mutu yang dibutuhkan untuk pemanfaatan tertentu sumber air. Kriteria mutu air digunakan sebagai dasar utama dalam penentuan baku mutu air. Baku mutu air yang berlaku harus dilaksanakan dengan semaksimal mungkin untuk melindungi lingkungan hidup. Menurut Pasal 20 ayat (2) Baku mutu lingkungan terdiri atas:

a. Baku mutu air,

g. Baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi

Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan Hidup dengan persyaratan ( Pasal 20 ayat (3):

a. Memenuhi baku mutu lingkungan hidup dan

b. Mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

BML merupakan intrumen yang berguna bagi pengelolaan lingkungan hidup, karena UU itu sednri menegaskan supaya tidak melanggar BML. BML memuliki banyak kegunaan, yang dapat di pakai untuk berbagai keperluan. Apabila di inventarisasi dari berbagai

penerapan yang dilakukan , maka dibawah ini merupakan kegunaan dari BML :

a. Sebagai alat evaluasi bagi badan-badan yang berwenang atas mutu lingkungan suatu daerah atau kompartemen tertentu. Jika, misalnya , kualitas yang terjadi telah berbeda dengan hal yang di kehendaki, maka sebenarnya disana diperlukan tindakan untuk meningkatkan mutu lingkungan itu sendiri.

b. Sebagai alat penataan hukum administratif bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup, seperti perusahaan industi, usaha agrobisnis,

perikanan, peternakan untuk mengontrol tingkat cemaran sehingga dpat dilakukan upaya preventif.

(11)

d. Sebagai alat kontrol untuk memudahkan pengelolaan dan pengawasanperizinan (lisence management). Bila misalnya, parameternya telah melewati ambang batas yang di tolerin, maka dapat dianggap telah melanggar ketentuan perizinan. Dengan demikian, BML dapat berfungsi sebagai hukum administratif.

e. Dapat berguna bagi penetuan telah terjadinya pelanggaran hukum pidana, terutama dalam penentuan pelanggaran delik formal. Bila mana ketentuan BML di langgar, berarti telah dipandang telah melakukan delik lingkungan. Dapat dilihat pada pasal 43 ayat (1) UUPLH 1997, yang menentukan bahwa siapa saja yang melanggar perbuatan tersebut dpat menimbulkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup diancam pidana penjara.

Penerapan BML harus didasarkan secara berbeda-beda dilihat dari segi keadaan atau karakteristik objek kegiatan pengelolaan lingkungan, dari segi perwilayahan atau area, dan dari segi keadaaan waktu.

2.1.5 Kriteria Baku lingkungan Hidup

Untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup, ditetapkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup meliputi kriteria baku kerusakan ekosistem dan kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim. Kriteria baku kerusakan ekosistem pada pasal 21 ayat (3) meliputi:

a. kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa; b. kriteria baku kerusakan terumbu karang;

c. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan;

d. kriteria baku kerusakan mangrove; e. kriteria baku kerusakan padang lamun; f. kriteria baku kerusakan gambut; g. kriteria baku kerusakan karst; dan/atau

h. kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim didasarkan pada paramater pada pasal 21 ayat (4) antara lain:

a. kenaikan temperatur; b. kenaikan muka air laut; c. badai; dan/atau

(12)

2.1.6 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan 2.1.7 UKL UPL

2.1.8 Perizinan Lingkungan

Izin merupakan instrumen hukum administrasi yang dapat digunakan oleh pejabat pemerintah yang berwenang mengatur cara-cara pengusaha menjalankan usahanya. Dasar hukum keberadaan izin lingkungan hidup di Indonesia UUPPLH No. 32 Tahun 2009 khususnya pasal 36, pasal 37, pasal 38, pasal 39, dan pasal 40 selanjutnya peraturan izin lingkungan dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan pelaksanaan, yaitu perturan pemerintah no 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan. Dalam sebuah izin pencapaian yang berwenang menuangakan syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan berupa perintah-perintah atau larangan-larangan yang wajib dipatuhi oleh perusahaan seperti yang tertuang dalam pasal 36 ayat 1 “setiap usaha dan atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL UPL Wajib memilik izin lingkungan”. Dalam ayat (3) Izin lingkungan diterbitkan oleh menteri, gubernur, bupati, walikota sesuai kewenangan dan wajib menolak permohonan izin

lingkungan bila permohonan izin tidak dilengkapi dengan AMDAL atau UKL UPL (pasal 37 ayat (1)).

Izin usaha diatur dalam peraturan perundangan sektoral yang berbeda. Izin usaha industri diatur dalam UU no 5tahun 1984 tentang perisdrurtrian, izin usaha pemanfaattan hasil hutan kayu (IUPHHK) diatur dalam UU no 41 tahun 1999 tentang kehutanan dan diubah dengan UU no 19 tahun 2004, sedangkan izin usaha di bidang pertambangan disebut kuasa pertambangan yang diatur dalam peraturan perundangan sektor pertambangan. Izin lingkungan berdasarkan UUPLH diberlakukan untuk kategori kegiatan yang dapat

menimbulkan pencemaran lingkungan maupun perusakan lingkungan hidup

Pasal ayat 2 menyebutkan bahwa izin lingkungan dapat dibatalkan apabila : a. persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat

hukum kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan atau pemalsuan data, dokumen dan informasi

(13)

c. kewajiban dalam penetapan dokumen AMDAL atau UKL UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha atau kegiatan

Menteri, gubernur atau walikota wajib mengumumkan setiap permohonan dan keputusan izin lingkungan dalam hal usaha atau kegiatan mengalai perubahan penanggung jawa usaha atau kegiatn wajib memperbaharui izin lingkungan. Jika izin lingkungan tidak diperbarui izin usaha atau kegiatan dibatalkan.

2.1.9 Intrumen Ekonomi Lingkungan

Intergrasi ekonomi dan lingkungan dlam pembangunan yang berkelanjutan

bergantung pada bnayak faktor. Menurut Lonergan (1993), untuk menjamin terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan, ada 3 dimensi yang harus dipertimbangkan .pertama, dimensi ekonomi, yang menghubu ngkan pengaruh-pengaruh unsur makroekonomi dan mikroekonomi pada lingkungan dan bagaimana sumber daya lam diperlukan dalam analisa ekonomi.kedua, dimensi politik, yang mencakup proses politik yang menentukan penampilan dan sosok pembangunan, pertumbuhan penduduk, dan degradasi lingkunngan pada suatu negara. Dalam dimensi ini juga termasuk peranan agen masyaraka, struktur sosial dan pengaruhnya terhadap lingkungan. Ketiga , dimensi sosial dan budaya, yang mengaitkan antara traidsi dan sejarah, dominasi ilmu pengetahuan barat, serta pola pemikiran dan tradisi agama. Ketiga dimensi ini berinteraksi satu sama lain mendorong terciptanya pembangunan ynag berwawasan lingkungan.

Dalam konteks ilmu pengetahuan, keterkaitan antara aktivitas ekonomi dan

lingkungan dikaji dalam bidang ilmu yang dikenal sebagai ilmu ekonomi sumber daya dan lingkungan . ekonomi sumber daya dan lingkungan ini mengkhususkan kajian tentang hubungan antara ekonomi dan lingkungan meliputi : (1) analisa dampak lingkungan dari aktivits ekonomi manusia, (2) analisa dampak ekonomi terhadap kerusakan alam, seperti kesehatan manusia dan hewan, kerusakan terhadap lingkungan fisik (perbuatan mmanusia) seperti pembangunan, instalasi serta (3) mempelajari pilihan dan tingkah laku manusia dalam memecahkan konflik yang berkaitan dengan perubahan lingkungan, bagaimana manusia sebagai individu maupun kelompokndalam melakukan kompromi (trade of)antara nilai ekonomi dan lingkungan atau memasukan unsur lingkungan dalam analisa ekonominya.

(14)

Perkembangan berwawasan lingkungan tidak terlepas dari bagaimana keterkaitan antara lingkungan sebagai aset dan aktivitas ekonomi sebagai basisi bagi kajian ekonomi yang berdimensi lingkungan.

UU No. 32 tahun 2009 telah mengatur tentang penggunaan instrumen ekonomi dalam perencanaan pembangunan, yang dalam penjelasannnya menyebutkan sebagai”Upaya internalisasi aspek lngkungan hidup keadalam perencanan dan penyelenggaraan

pembanguna dan kegiatan ekonomi”. Selanjutnya dijelaskan, bahwa pendanaan lingkungan adalah suatu sistem dan mekanisme penghimpunan dan pengelolaan dan yang digunakan bagi pembiayaan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pendanaan lingkungan berdasarkan dari sumber, misalnya pungutan, hibah, dan sumber lainnya.

Sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang pada intinya memadukan aspek-aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Pengaturan intrumen ekonomi dalam UUPLH dapat dilihat sebagai upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan yaitu memberikan perlindungan pada lingkungan hidup melalui pendekatan yang sejalan dengan kaidah-kaidah pasar ekonomi, sehingga upaya pengelolaan lingkungan hidup tidak menggangu pertumbuhan sektor usaha dan ekonomi makro pada umumnya.

Dalam UUPLH tahun 1982, pengaturan tentang intrumen ekonomi hanya disinggung dalam salah satu ayat yaitu pasal 10 ayat (3) yang menyebutkan bahwa “Pemerintah

mengatur pajak dan retribusi pembangunan”. Akan tetapi peraturan ini sudah tidak berlaku lagi yang di ganti dengan UULH 1997, ketentuan pelaksanaan tentang pajak retribusi lingkungan tidak pernah di undangkan, dalam UULH 1997 pengaturan intrumen ekonomi juga hanya di singgung dalam salah satu ayat, yaitu dalam pasal 8 ayat 2 e yang antara lain mengatakan “mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

1. Insentif dan atau disinsentif A. Insentif

Undang undang nomor 32 tahun 2009 menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan insentif adalah upaya untuk memberikan dorongan atau daya tarik secara moneter dan atau nonmoneter kepada setiap orang ataupun pemerintah dan pemerintah daerah agar melakukan kegiatan yang berdampak positif pada cadangan sumber daya alam dan kualitas fungsi lingkungan hidup. Insentif yang dimaksud meliputi:

(15)

b. Penerapan pajak, retribusi, subsidi lingkungan hidup

c. Pengembangan sistem perdagangan izin pembunagan limbah dan atau emisi d. Pengembangan sistem pembayaran jasa lingkungan hidup

e. Pengembangan asuransi lingkungan hidup f. Pengembangan sistem label ramah lingkungan

g. Pengembangan sistem penghargaan kinerja dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

B. Disinsentif

Disinsentif adalah pengenaan beban atau ancaman secara moneter dan atau non moneter kepeda setiap oarang atau pemerintah dan pemerintah daerah agar mengurangi kegiatan yang berdampak negatif pada cadangan sumber daya alam dan kualitas fungsi limgkungan hidup.

Sepanjang sejarah, pengaturan substansi lingkungan, untuk pertama kali yaitu pada UU nomor 32 tahun 2009. Dimasukkan instrumen ekonomi sebagai bagian dari undang-undang yang mengatur tentang perlindungan dang pengelolaan lingkungan hidup.ada dua pasal yaitu pasal 42 dan pasal 43, yang mengatur tentang instrumen ekonomi lingkungan yang secara operasinal diamanatkan untuk diatur lebih lanjut dlam peraturan pemerintah. Pasal 42 yaitu berisi tentang adalah sebgai berikut :

a. Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup, pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan hidup.

b. Indtrumen ekonomi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a) Perencanaan pengembangan dan kegiatan ekonomi b) Pendanaan lingkungan hidup

c) Insentif dan disinsentif

Pasal 43 yang berisi tentang adalah sebagai berikut :

1. Intrumen perencanaan pembanguna dan kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (2) huruf a meliputi :

a. Neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup

b. Penyusunan produk domestik bruto dan produk domestik regional bruto yang mencakup penyusutan sumber daya alam dan kerusakan lingkungan hidup. c. Mekanisme kompensasi / imbal jasalingkngan hidup antar daera

d. Internalisasi biaya lingkungan hidup

2. Intrumen pendanaan lingkungan hidup sebagai mana dimaksud dalam pasal 42 ayat (2) hurud b meliputi :

(16)

b. Dana penanggulangan pencemaran dan / atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup

c. Dana amanah/bantuan untuk konservasi.

Pemerintah saat ini sedang mempersiapkan peraturan pemerintah tentang intrunen ekonomi lingkungan. Dalam draf PP ini antara lain mengatur pelaksanaan dari

kompensasi/imbal jasa lingkungan,implementasi internalisasi biaya lingkungan,kewajiban pemegang izin lingkungan untuk penyediaan dana jaminan pemulihan lingkungan,dan tanggap darurat penanggulangan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup, penerapan pajak, retribusi dan subsidi lingkungan.

2. 1.10 Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup

Dalam mengembangkan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai program pembangunan berwawasan lingkungan pemerintah wajib mengalokasikan anggaran dana untuk lingkungan hidup seperti yang telah di muat dalam pasal 45 ayat (2) “Pemerintah wajib mngalokasikan anggaran dana alokasi khusus lingkungan hidup yang memedai untuk diberikan kepada daerah yang memiliki kinerja perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik”. Pemerintah dan dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

sertapemerintah dewan dan dewan Perwakilan Rakyat Daerah wajib mengalokasikan dana anggaran yang memadai untuk membiayai(Pasal 45 ayat (1) :

a. Kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup b. Program pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup 2.1.11 Analisis Risiko Lingkungan Hidup

Menurut pasal (47) ayat 1 Analisis Lingkungan hidup ini setiap usaha dan atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan, dana atu kesehatan dan keselamatan amnusia wajib melakukan analisis risiko lingkungan hidup. Analisis risiko lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

a. Pengkajian risiko b. Pengelolaan risiko c. Komunikasi risiko

(17)

Dalam pasal 48 pemerintah mendorong penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan dalam rangka meningkatkan kinerja lingkungan hidup. Dalam pasal 49 ayat (1) menteri mewajibkan audit lingkungan hidup kepada :

a. Usaha dan atau kegiatan tertentu yang berisiko tinggi terhadap lingkungan hidup b. Penanggung jawab usaha atau kegiatan yang menunjukkan ketidaktaatan terhadap

peraturan perundang-undangan.

Pada ayat (2) penanggung jawab usaha atau kegiatan wajib melaksanakan audit lingkungan hidup. Pelaksanaan audit lingkungan hidup dapat dilaksanakan secara berkala. Pasal 50 menyatakan bahwa apabila penanggungjawab usaha atau kegiatan tidak melaksanakan audit lingkungan hidup maka menteri dapat melaksanakan atau menugasi pihak ketiga yang independen untuk melaksanakan audit lingkungan hidup atas beban biaya penanggungjawab usaha/kegiatan yang bersangkutan. Lalu menteri mengumumkan hasil audit lingkungan.

Pasal 51 menyatakan bahwa audit lingkungan hidup dilaksanakan oleh auditor lingkungan hidup. Auditor lingkungan hidup wajib memiliki sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidup. Sertifikat auditor lingkungan hidup pada pasal 52 diterbitkan oleh lembaga sertifikasi kompetensi auditor lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan perundangan.

2.2 Kebijakan Pemerintah Dalam Masalah Lingkungan yang Berkaitan dengan Pembangunan hukum dan Kebijaksanaan Lingkungan

2.2.1 Hukum dan Kebiksanaan Lingkungan

(18)
(19)

manusia dan perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya.

Kebijakan Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia Sejalan dengan terjadinya pergantian pemerintahan di Indonesia, pada tahun 2004 yang lalu telah diadakan pemilihan umum untuk pertama kalinya memilih langsung Presiden RI, dan terpilihlah pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden. Dalam pemerintahannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009. Dalam ketentuan Perpres Nomor 7 Tahun 2005 pada poin 8 tentang Pemenuhan Hak Atas Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam, dinyatakan bahwa peningkatan akses masyarakat miskin dalam pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan hidup dan sumber daya alam dilakukan melalui berbagai program. Program-program tersebut antara lain (Supriadi, 2008: 174-175):

1. Program Pemanfaatan Sumber Daya Hutan. Di dalam program sumber daya hutan ini tercakup 2 (dua) hal: (a) Pengembangan sistem pemanfaatan sumber daya alam yang berpihak pada masyarakat dan memperhatikan pelestarian hutan; (b) Pengembangan hutan kemasyarakatan dan usaha perhutanan rakyat.

(20)

3. Program pengembangan Kapasitas Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Di dalam program ini terdapat 5 (lima) hal yang menjadi sorotan, yaitu: (a) Pengembangan sistem pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat; (b) Pengembangan sistem pengelolaan sumber daya alam yang memberikan hak kepada masyarakat secara langsung; (c) Berorientasi kerja sama dengan perusahaan multinasional yang memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan hidup agar lebih berpihak pada masyarakat miskin; (d) Kerja sama dan tukar pengalaman dengan negara lain dalam meningkatkan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan; (e) Meningkatkan dan mengefektifkan kerja sama antarnegara dalam mengatasi dan mencegah perdagangan hasil alam yang dilakukan secara ilegal dan merusak alam.

4. Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup. Di dalam program ini mencakup: Peningkatan peran sektor informal khususnya pemulung dan lapak dalam upaya pemisahan sampah;

5. Penegakan hukum bagi pihak yang merusak sumber daya alam dan lingkungan

hidup;Kerja sama dan tukar pengalaman dengan negara lain dan lembaga internasional dalam mengatasi dan mencegah pencemaran lingkungan hidup dan mengembangkan kode etik global bagi perusahaan multinasional. Saat ini kebijakan lingkungan hidup Indonesia untuk jangka panjang mengacu pada Undang - undang No. 27 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP) dalam 20 tahun ke depan dalam berbagai aspek/sektor pembangunan sebagai upaya menyebarkan dan mencapai tujuan nasional sebagaimana tersebut dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Adapun misi jangka panjang Indonesia yang berkaitan dengan lingkungan hidup ada pada Visi dan Misi

Pembangunan Nasional 2005-2025, pada butir ke 6, yaitu: “Mewujudkan Indonesia asri dan lestari”. Dalam rangka mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari sasaran dan arah

pembangunan Lingkungan Hidup yang digariskan dalam RPJP 2005 -2025 sesuai Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang RPJP telah ditetapkan oleh pemerintah. Sasaran RPJP 2005-2025 tentang lingkungan hidup menurut Undang-Undang No. 27 Tahun 2007, sebagai berikut (Presiden RI, 2007): “Sasaran RPJP 2005-2025 khususnya Lingkungan Hidup 1. Membaiknya pengelolaan dan penggunaan SDA dan pelestarian fungsi LH yan g

(21)

mental dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan SDA dan pelestarian fungsi LH untuk menjaga kenyamanan dan kualitas kehidupan.” Arah kebijakan RPJP 2005-2025 tentang lingkungan hidup menurut Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 yaitu (Presiden RI, 2007): “Arah RPJP 2005-2025 khususnya Lingkungan Hidup 1. Mendayagunakan SDA yang terbarukan. SDA terbarukan dimanfaatkan secara rasional, optimal, efisien dan bertanggung jawab dengan menggunakan seluruh fungsi dan manfaat secara seimbang. 2. Mengelola SDA yang tidak terbarukan. Pengelolaan SDA tak terbarukan, seperti bahan tambang, mineral, dan sumber energi diarahkan untuk tidak dikonsumsi secara lang sung, melainkan diperlakukan sebagai masukan, baik bahan baku maupun bahan bakar, untuk proses produksi yang dapat menghasilkan nilai tambah optimal di dalam negeri. 3. Menjaga keamanan ketersediaan energi. Menjaga keamanan ketersediaan energi diara hkan untuk menyediakan energi dalam waktu yang terukur antara tingkat ketersediaan sumber-sumber energi dan tingkat kebutuhan masyarakat. 4. Menjaga dan melestarikan sumber daya air. Pengelolaan diarahkan menjamin keberlanjutan daya dukungnya dengan menjaga kelestarian fungsi daerah tangkapan air dan keberadaan air tanah. 5. Mengembangkan sumber daya kelautan. Pembangunan ke depan perlu memperhatikan pendayagunaan dan pengawasan wilayah laut yang sangat luas. Pemanfaatan sumber daya tersebut melalui pendekatan multisektor, integratif dan komprehensif untuk meminimalkan konflik dan tetap menjaga kelestariannya. 6.

Meningkatkan nilai tambah atas pemanfaatan SDA tropis yang unik dan khas. Deversifikasi produk dan inovasi pengolahan hasil SDA terus dikembangkan agar mampu menghasilkan barang dan jasa yang memiliki nilai tambah tinggi. 7. Memperhatikan dan mengelola keragaman jenis SDA yang ada di setiap wilayah. Pengelolaan SDA untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, mengembangkan wilayah strategis dan cepat tumbuh serta memperkuat daerah dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan. 8. Mitigasi

bencana alam sesuai dengan kondisi geologi Indonesia. Mengembangkan kemampuan sistem deteksi dini, sosialisasi dan desiminasi informasi terhadap ancaman kerawanan bencana alam kepada masyarakat. 9. Mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pembangunan ekonomi diarahkan pada pemanfaatan jasa lingkungan yang ramah lingkungan. Pemulihan kondisi lingkungan untuk meningkatkan daya dukung lingkungan. 10. Meningkatkan

kapasitas pengelolaan SDA dan LH. Meliputi: peningkatan kelembagaan, penegakan hukum, SDM yang berkualitas, penerapan etika lingkungan, internalisasi etika lingkungan dalam kegiatan produksi, konsumsi, pendidikan formal dan kehidupan sehari-hari. 11.

(22)

2.2.2 Penetapan Sarana Kebijakan Lingkungan

Tindakan yang dilakukan oleh perseorangan sebagai anggota masyarakat kurang mempunyai arti terhadap lingkungan dan pengembangan lingkungan hidup. Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat menyangkut kepentingan umum. Lingkungan sudah merupakan milik bersama (public property), sehingga tidak seorangpun diperkenankan mencemarkannya.

Pemerintah perlu turun tangan untuk mengatur dan mengendalikan perilaku seseorang agar tetap berada dalam batas-batas yang sesuai dengan daya dukung lingkungan, yaitu kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Berbagai sarana hukum administrasi tersedia bagi penguasa.

Instrumen kebijaksanaan lingkungan yang perlu ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan lingkungan demi kepastian hukum merupakan pencerminan arti pentingnya hukum bagi pemecahan masalah lingkungan. Kebijaksanaan yang digariskan pemerintah (Pasal 8-10 UUPLH) dapat ditempuh dengan berbagai sarana yang bersifat pencegahan atau setidak-tidaknya pemulihan sampai taraf normal kualitas lingkungan, sebagaimana juga dilaksanakan di Belanda.

Di Belanda dikenal berbagai pangkal tolak pemikiran yang merupakan asas-asas umum kebijaksanaan lingkungan (general principles of environmental policy), yaitu: a. Penanggulangan pada sumbernya (abatement at the source); b. Sarana praktis yang terbaik/sarana teknis yang terbaik (best practicable means/best technical means = the Best Available Technology (BAT)). c. Prinsip pencemar membayar (polluter pays principle). d. Prinsip cegattangkal/cekal (stand still principle). e. Prinsip perbedaan regional (Principle of regional differentiation). f. Beban pembuktian terbalik (het beginsel van de omkering van de bewijslast).

Dalam UUPLH sudah ditetapkan beberapa jenis instrumen kebijaksanaan lingkungan yang dapat dipakai sebagai dasar pengaturan lebih lanjut:

1. Stimulasi Tidak Langsung

(23)

meringankan bea masuk terhadap alat-alat pencegahan pencemaran dan subsidi kepada

industri yang menyangkut proyek pembangunan.

2. Pengaturan yang bersifat fisik

a. Larangan dan kewajiban

Sarana ini terdapat pada ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan lingkungan yang memuat ancaman pidana, seperti larangan membuang sampah sembarangan. Kewajiban

diwujudkan dalam bentuk persyaratan perizinan.

b. Persyaratan produk

Pencemaran yang disebabkan oleh pengguna massal atau penyebaran secara luas produk-produk yang bersifat mencemarkan, misalnya detergen.

c. Perizinan

Instrumen ini ditujukan kepada pencegahan atau penanggulangan pencemaran oleh instalasi, terutama perusahaan industri sampai tingkat yang dapat ditenggang. Contoh: Izin HO dan izin usaha industri. Pembatasan ini dilakkan dengan cara norma emisi atau buangan, pedoman dalam bentuk sarana dan persyaratan baku yang dapat mengenai emisi maupun perlengkapan yang akan dipergunakan.

d. “Best practicable means”

Instrumen ini berpangkal tolak dari pemikiran bahwa instalasi wajib mampu mengendalikan pencemaran sampai tingkat yang berdasarkan teknk penjernihan atau proses produksi yang sudah diterapkan dianggap dapat dipertanggungjawabkan dari segi teknis dan ekonomis perusahaan.

3. Pengaturan keuangan

a. Pajak tidak langsung dan retribusi

(24)

Indonesia.

Retribusi dapat diartikan sebagai pembayaran kembali pekerjaan penjernihan oleh penguasa, yaitu instansi pemerintah, karena pekerjaan itu dianggap sebagai pelayanan jasa oleh penguasa. Kita mengenal retribusi sampah dalam berbagai Peraturan Daerah.

b. Pajak pencemaran

Instrumen ini membebankan pungutan terhadap jumlah zat pencemar yang dibuang. Pungutan ini dapat pula dianggap sebagai sarana umum terhadap pencemaran yang untuk sementara diperkenankan, dengan tujuan merangsang (insentif) pengembangan teknik produksi dan produk yang lebih bersih dan bebas dari pencemaran. Di sini terdapat fungsi pendistribusian kembali pungutan pencemaran yang memungkinkan pemerintah memperoleh sumber bagi pembiayaan upaya pelaksanaan kebijaksanaan lingkungan.

c. Bantuan keuangan dan kemudahan pajak

Instrumen ini dapat dibedakan antara subsidi, pinjaman lunak dan fasilitas fiskal.

4. Baku mutu lingkungan

Untuk memberikan pedoman terhadap pengelolaan lingkungan dan sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan secara konkrit diperlukan baku

mutu lingkungan.

Peraturan perundang-undangan mengenai baku mutu berbagai jenis sumber daya tidak perlu sama, bahkan dapat berbeda untuk setiap lingkungan, wilayah atau waktu.

Baku mutu lingkungan selalu merupakan nilai ambang batas, tetapi tidak semua nilai ambang batas merupakan baku mutu lingkungan selama tidak diwajibkan berdasarkan peraturan hukum.

5. Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL)

AMDAL adalah proses yang meliputi penyusunan berturut-turut dokumen-dokumen kerangka acuan, analisis dampak lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan.

(25)

Baku mutu lingkungan berbeda-beda di setiap daerah , wilayah , zona, hinggga kawasan satu dengan yang lainnya, karena baik corak, karakteristik maupun kemampuan lingkungan itu satu sama lainnya berbeda-beda, termasuk sistem pengelolaan oleh satu daerah dengan daerah lainnya. Misalnay ditetapkannya baku mutu udara ambien nasional dan baku mut udara ambien daerah, sebagaimana ditetapkan dalam PP No. 41 Tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara. Selain itu, BML juga akan berbeda-beda menurut waktu, karena proses waktu juga mempengaruhi kondisi dan kapasitas lingkungan. Oleh karena itu pada setiap waktu tertentu penentuan BML harus ditinjau kembali, misalnya setelah 5 tahun.

Dari sudut ilmu dan ekologi dapat dikatakan bahwa ekolog dapat menentukan kadar faktor lingkungan yang secara optimal kehadirannya akan menimbulkan gangguan yang tidak dapat di pertanggungjawabkan. Contohnya adalah kebisingan yang dapat menyebahkan ketulian. Dengan demikian, seperti dikatakan siti sundari rangkuti bahwa ilmu dapat mentapkan batas cahaya, batas ini dalam keadaan apapun tidak boleh dilanggar dilihat dari sudut teknologi dan kepentingan ekonomis.

Dalam menganalisis peningkatan “gangguan” menjadi “derita” sebagai proses kadar mutu lingkungan, J.Wisten berpendapat, sebagaimana juga dikemukakan siti sundari

rangkuti, bahwa menurut kenyataannya, batas antar gangguan dan derita yang dapat bersifat sebagai batas gangguan menurut ilmu terletak antaraa batas bahaya serta titik optimim yang dimungkinkan secara teknologis dan ekonomis.

Dengan lahirnya UUPLH 1982 pembangunan lingkungan hidup sudah lebih maju karena telah menetapkan asas-asas pokok bagi pengelolaannya. Misalnya, telah diasaskan tentang perlunya BMLdilakukan sebagai bagian dari perlimdungan lingkungan hidup. Hingga beerapa tahun usia UUPLG 1982, peraturan perundangan yang berkenaan dengan itu belum juga dibuat sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi khalangan masyarkat

khususnya bagi para pengambil keputusan seperti :para menteri- menteri, dirjen, gubernur,kepala-kepala daerah, kepala-kepala kantor wilayah, dan para

peindustriawan/pengusaha. Padahal asas pembangunan nasional harus selalu diadakan penilaian seksama atas pengaruh-pengaruh pembangunan terhadap lingkungan.

(26)

tetapi masih terbatas pada ekosistem tertentu. Kerena belum adanya peraturan perundangan seperti yang telah disyaratkan oleh pasal 15 UUPLH ataau pasal 14 UUPLH 1997, maka sementara menunggu tersusunya pengaturan hukum yang bersifat terpadu dan

interdapertemental (oleh pemerintah pusat/ lembaga-lembaga tingkat pusat), da beberapa pengaturan yang bersifat sektoral/ departemental sehubung dengan BML yang telah dibuat dan diterapkan.

Dibidang sumber daya air, baru pada tahun 1990 dibuat PP No,20 tahun 1990 tentang pengendalian pencemaran air. Dalam pp ini disebutkan bahwa baku mutu air merupakan batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain yang ada atau harus ada unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukannya. Jadi daya dukung sumber air sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas air.

Gubernur telah membuat BML limbah cair yang lebih ketat dari BML limbah cair yang telah ditetapkan secara nasional dengan mempertimbangkan kondisi daerahnya. Pengertian lebih ketat berarti ada penambahan parameter yang belum tercantum kedalam baku mutu lingkungan limbah cair. Bebagai aturan perundangan yang berkaitan dengan BML, selain UUPLH 1997 antara lain adalah sebagai berikut :

a. UU No 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang b. UU No 6 tahun 1996 tentang perairan

c. UU No 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. d. PP No 20 tahun 1990 tentang pengendalian pencemaran air

e. PP No 18 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3

f. PP No 19 tentang pengendalian pencemaran dan perusakan laut g. PP No 27 tahun 1999 tentang amdal

h. PP No 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara i. PP No27 tahun 2012 tentang izin lingkungan

j. Keppres No 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung.

Disamping itu, peraturan yang mendasari pemberlakuan baku mutu lingkungan dapat dilihat dalam peraturan menteri seperti keputusan menteri negara lingkungan hidup, keputusan menteri perindustrian, dan keputusan menteri kesehatan.

Inilah beberapa peraturan perundangan yang ada kaitannya dengan usaha

(27)

1. peraturan –peraturan yang dikeluarkan pemda DKI

a. SK Gubernur Kepala Daerah Khusus ibu kotaNo. 382 tahun 1997 tanggal 30 juni 1997, tentang kewajibanperusahan industri untuk memeriksakan hasil buangannya pada laboratorium pencemaran PPMPL (Pusat Penelitian Masalah perkotaan dan Lingkungan ) pemerintah DKI jakarta laboratorium yang id tunjuk. Dikatakan , anatara lain supaya perusahaan industri wajib

memeriksakan hasil buangan industrinya setiap 3 bulan sekali.

b. SK Gubernur daerah khusus ibukota (DKI) jaya No. 484 tahun 1977 tentang persyaratan kualitas air pada badan sungai sesuai dengan peruntukan yang ditetapkan. Sebagimana di ubah dengan keputusan gubernur DKI jakarta No 1608 tahun 1988 tentang peruntukan dan baku mutu air sungai serta baku mutu air limbah daerah khusus ibu kota jakarta tanggal 26 september 1988. c. SK gubernur DKI jakarta No 587 tahun 1980tentang penentuan kriteia

ambien kualitas udaradan ambien bising dalam wilayah DKI jakarta.

d. SK gubernur DKI jakarta No 1222 tahun 1990 tentang baku mutu udara emisi kendaraan bermotor diwilayah daerah khusus ibukota jakarta.

2. SK gubernur kepala daerah tingkat 1 jawa timur No 136 tahun 1994 tentang pengaturan standart kualitas air buangan industri di jawa timur.

3. SK gubernur kepala daerah tingkat 1 jawa tengah no 48 tahun 1978 tentang ketentuan standart kualitas air buangan industridi jawa tengah.

(28)

BAB 3. STUDI KASUS 3.1 Berita kasus Reklamasi

(29)

reklamasi ini akan mengganti mata pencaharian mereka kalau saja reklamasi ini benar – benar akan di jalankan, sehingga kebanyakan dari mereka hanya jadi pengangguran nantinya dan akan menambah angka pengangguran di wilayah DKI Jakarta. Bagi Indonesia, reklamasi bukanlah hal yang tabu. Karena sepanjang proyek reklamasi itu dilakukan untuk memenuhi kepentingan publik dan produktif, reklamasi boleh dilakukan. Sebagaimana ultimatum Menteri KKP Susi Pudjiastuty. “Semua reklamasi itu boleh asal dampak lingkungannya sudah di antisipasi.” Ujar Susi, Kamis, 12/11/2015. Lalu, jika mencermati polemik yang terjadi pada proyek reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta, sepertinya ada kesalahpahaman yang terjadi dikalangan masyarakat akan proyek reklamasi yang dikembangkan oleh Pemerintah DKI Jakarta bersama mitra kerjanya itu. Karena jika melihat beban Ibukota dengan populasi pertumbuhahan penduduk yang begitu pesat disetiap tahunnya, mengakibatkan meningkatnya permintaan akan hunian yang memadai dan nyaman di tengah hingar bingarnya kesibukan kota Jakarta dalam membenahi dan menata kotanya untuk lebih baik di masa – masa yang akan datang. Sedangkan lahan untuk pemukiman warga di Jakarta saat ini sudah sangat terbatas.

Sumber : http://www.kompasiana.com/ariebagus/pro-dan-kontra-reklamasi-teluk-jakarta_57d2f844347b61845122276e

3.2 Analisis Studi Kasus

1. Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Melanggar Hak atas Pekerjaan dan Penghidupan yang Layak Bagi Kemanusiaan yang Dijamin Konstitusi.

(30)

Jakarta telah melanggar Hak atas Pekerjaan dan Penghidupan yang Layak bagi Kemanusiaan yang dijamin dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945.

2. Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Melanggar Hak untuk Bertempat Tinggal dan Mendapatkan Lingkungan yang Baik dan Sehat yang Dijamin Konstitusi.

Pemukiman nelayan di wilayah pesisir Teluk Jakarta berpotensi untuk digusur karena reklamasi sendiri memang diperuntukan untuk pembangunan bagi masyarakat kelas menegah dan atas. Hal itu tertuang dalam Pasal 127 ayat (1) huruf m Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 20123 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2030. Hal tersebut merupakan tindakan diskriminatif karena hanya mementingkan pihak kelas menengah dan kelas atas tanpa memikirkan kehidupan para nelayan. Padahal hak untuk bertempat tinggal yang layak dan mendapat lingkungan hidup yang baik terjamin untuk seluruh orang tanpa memandang kelas di masyarakat sesuai Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945.

3. Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Melanggar Pasal 36 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Karena proyek reklamasi Teluk Jakarta belum memiliki izin lingkungan. Padahal Pasal 36 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 mewajibkan setiap usaha atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL untuk memiliki izin lingkungan. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha/kegiatan yang wajib AMDAL atau Upaya Kelola Lingkungan hidup (UKL) - Upaya Pemantauan Lingkungan hidup (UPL) dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.

4. Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Melanggar Pasal 31 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

(31)

5. Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Melanggar Peraturan Menteri PU No. 40/PRT/M/2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2013 tentang Jenis Rencana Usaha dan Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis mengenai Dampak Lingkungan.

Dalam Permen ini, reklamasi pantai yang memiliki skala besar atau yang mengalami perubahan bentang alam secara signifikan wajib menyusun Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan. Penyusunan RDTR kawasan tersebut dapat dilakukan jika sudah memenuhi persyaratan administratif. Salah satu dari syarat administratif adalah studi AMDAL kawasan maupun regional. Sampai dengan Maret 2016, belum ada studi AMDAL yang dikeluarkan dalam proyek reklamasi. Hal ini menunjukan bahwa proyek ini cacat dalam prosesnya dan melanggar Peraturan terkait. Diantaranya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2013 yang menetapkan kegiatan reklamasi dengan luas di atas 25 Hektar wajib memiliki AMDAL. Demikian juga Pasal 108 ayat (1) huruf e Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW 2013 mewajibkan proyek reklamasi untuk mencakup analisis mengenai dampak lingkungan agar dapat memperhitungkan dan mengendalikan risiko rusaknya lingkungan dari reklamasi.

6. Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Melanggar UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

(32)

7. Keppres 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang menjadi dasar adanya proyek reklamasi di Teluk Jakarta bertentangan dengan Perda DKI Jakarta No. 5 Tahun 1984 tentang Rencana Umum Tata Ruang Jakarta Tahun 1985-2005.

Dalam RUTR tersebut, tidak ada pembicaraan mengenai reklamasi di Teluk Jakarta. Namun, Presiden Soeharto membuat Keppres ini di tahun 1995 sehingga dapat dikatakan proyek reklamasi Teluk Jakarta melanggar RUTR tersebut. Lagi pula, Keppres tidak tepat digunakan untuk memutuskan suatu wilayah akan dilaksanakan reklamasi atau tidak. Dari segi ilmu perundang-undangan, materi muatan keppres no 52/1995 memang merupakan materi sebuah keppres, karena mengatur segi-segi teknis pelaksanaannya. Harus ditetapkan terlebih dahulu melalui suatu produk hukum yang melibatkan partisipasi masyarakat di dalamnya. Hal ini penting karena secara subtansi menyentuh kehidupan rakyat secara langsung. Secara khusus, seharusnya peraturan tersebut adalah berupa Undang-Undang. Karena materinya menyangkut perubahan peta wilayah Jakarta yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota. Pasal 5 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 1990 menyatakan bahwa penetapan tentang luas wilayah Jakarta merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Undang-Undang ini. Sehingga untuk mengubah peta wilayah Jakarta harus merubah Undang-Undang tersebut. Keppres No. 52/1995 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1964 tentang pernyataan DKI Jakarta Raya tetap sebagai Ibukota Negara RI dengan nama Jakarta. Ketika proyek reklamasi dilaksanakan maka ada perubahan peta wilayah DKI Jakarta dan secara otomatis kedudukkan Keppres sangat lemah dibanding dengan UU Nomor 10 Tahun 1964.

8. Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Melanggar Peraturan Presiden No. 122 Tahun 2012.

(33)
(34)

DAFTAR PUSTAKA

Siahaan.2004.Hukum Lingkungan dan ekologi pembangunan. Ed.2. Jakarta : Erlangga Helmi. 2012. Hukum Perizinan Lingkungan Hidup. Jakarta : Sinar Garfika

Rahmadi,Takdir.2015. Hukum Lingkungan Di Indonesia.Ed.2.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mewujudkan permukiman vertikal, pemerintah provinsi harus meyakinkan pada masyarakat bahwa lebih banyak keuntungan yang diperoleh dengan tinggal di rumah susun

yang telah diukur sebelumnya menggunakan turbidimeter acuan. Berikut merupakan hasil pengukuran yang dilakukan ditunjukkan dalam Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2, tingkat

ditimbulkan akibat faktor hambatan samping pada mas jalan Gejayan depan pasar Demangan guna mengoptimalkan kinerja jalan melalui analisa hasil pengamatan dengan pedoman Manual

Selain itu masyarakat dusun Sungai Utik menganggap hutan berpengaruh terhadap kesejahteraan dan kelangsungan hidup mereka karena dari hutan adat masyarakat

Temuan dari segi ciri akustik, yaitu berdasarkan analisis praat melalui pengukuran pola aksen dan alir nada yang dituturkan oleh empat orang penutur pembelajar Bahasa Jepang

Perlakuan fermentasi nyata dapat meningkatkan nilai nutrisi dari campuran bungkil inti sawit (80%) dengan dedak padi (20%) dalam hal peningkatan daya cerna protein kasar

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui proses tuturan ritual adat Mosooli, formula mantranya, serta fungsi ritual tersebut

Asian Academic Research Journal of Social Sciences and Humanities Year 2015, Volume-1, Issue-33 (March 2015).. Online ISSN : 2278 –