1
POLA AKSEN DAN ALIR NADA BAHASA JEPANG
OLEH PEMBELAJAR BAHASA JEPANG DI KOTA MEDAN
Siti Muharami Malayu
Fakultas Ilmu Budaya USU
Abstrak
Penelitian ini menganalisis pola aksen dan alir nada tiga kata target bahasa Jepang oleh empat orang responden pembelajar Bahasa Jepang di Medan. Teori yang digunakan adalah teori yang dipakai oleh Shirota dengan mengacu pada teori Fonetik Akustik dengan Program Praat dalam mengukur pola aksen dan alir nada kata yang bersuku kata dua [tatsu], kata yang bersuku kata tiga [pikari], dan kata yang bersuku kata empat [tsukareru]. Sebagai model tuturan adalah penutur asli bahasa Jepang. Penelitian dimulai dengan merekam suara dari penutur pembelajar di Medan. Permasalahan yang dianalisis dalam penelitian, yaitu: Bagaimanakah pola aksen dan alir nada pembelajar Bahasa Jepang di Medan pada kata target. Temuan dari segi ciri akustik, yaitu berdasarkan analisis praat melalui pengukuran pola aksen dan alir nada yang dituturkan oleh empat orang penutur pembelajar Bahasa Jepang belum secara maksimal benar dalam hal pola aksen dan alir nadanya.
Kata kunci
:
pola aksen dan alir nada pembelajar bahasa Jepang
1.
PendahuluanPada masa sekarang ini, Indonesia banyak menjalin hubungan kerja bilateral dengan negara-negara lain, salah satunya adalah Jepang. Berkaitan dengan hal tersebut, bahwa untuk mengenal suatu bangsa, kita mengetahui bahasa dan budayanya. Bahasa Jepang bukanlah bahasa pertama bagi masyarakat Indonesia. Pembelajaran bahasa asing sering terjadi kekeliruan dikarenakan pengaruh bahasa ibu ataupun bahasa daerahnya. Kekeliruan tersebut dapat terjadi pada semua tataran bahasa mulai dari tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Dengan adanya kekeliruan tersebut, maka sering terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi sehingga mengakibatkan hal yang dimaksud tidak tercapai.
Dalam proses pembelajaran pendidikan bahasa Jepang pada umumnya dan khususnya di Sumatera Utara, utamanya di Kota Medan belum ada satu standarisasi pengucapan bunyi-bunyi fonem, aksen (tinggi rendahnya nada suara), durasi (panjang pendeknya suara), intonasi (naik turunnya suara) dalam pengucapan bunyi-bunyi vokal maupun konsonan dalam kata. Pembelajar hanya terfokus mendengar dan mengulangi pengucapan dari guru/dosennya atau melalui kaset yang disediakan. Dengan adanya alat bantu program
praat, pembelajar dapat mengukur ucapan penutur bahasa Jepang dan dapat mengucapkan bunyi bahasa Jepang dengan baik dan benar.
Dalam proses pembelajaran bahasa Jepang meliputi empat keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh pembelajar. Empat keterampilan bahasa tersebut adalah keterampilan mendengarkan
(kiku ryoku), berbicara (hanasu ryoku), membaca
(yomu ryoku) dan menulis (kaku ryoku). Keterampilan berbicara dan menulis merupakan keterampilan produktif sedangkan keterampilan
mendengarkan dan membaca merupakan
keterampilan reseptif. Meskipun empat
keterampilan berbahasa tersebut dibagi menjadi dua bagian, namun dalam proses pembelajaran tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.
Secara fonologis silabel bahasa Jepang
sebagian besar adalah silabel terbuka (open
syllable), yaitu silabel yang selalu diakhiri dengan
bunyi vokal tertentu kecuali apabila ada
penambahan bunyi nasal (hatsuon) dan konsonan
rangkap (sokuon) pada silabel tersebut.
2
menuju telinga dan proses diterimanya oleh telinga lawan bicara sehingga bunyi-bunyi tersebut dapat dipahaminya. Dalam ilmu fonetik ketiga peristiwa
itu, dipisahkan antara fonetik artikulatoris (chou-on
onseigaku), fonetik akustik (onkyou onseigaku),
dan fonetik auditoris (choukaku onseigaku).
Dari segi fonetik, hal ini dapat dianalisis secara akustik, sehingga dapat dilihat bagaimana alir nada turun naik, tergantung karakter tuturanbahasa Jepang tersebut. Dengan berasaskan kajian fonetik, kajian-kajian bunyi bahasa yang memberikan tumpuan secara khusus terhadap sesuatu bahasa untuk mengungkapkan sistem bunyinya dikenali sebagai kajian fonologi.
Salah satu yang dianggap penting dalam pengujaran bahasa Jepang adalah aksen dari kosakatanya. Hal ini perlu diketahui oleh pembelajar bahasa Jepang karena dalam bahasa Jepang banyak terdapat kata yang bunyinya sama (homonim). Dalam bahasa tulisan, homonim tersebut dibedakan dengan huruf Kanji, sedangkan dalam bahasa lisan dibedakan oleh aksen. Jenis aksen dalam bahasa Jepang adalah
tinggi-rendahnya suara (takasa akusento/pitch accent)
pada setiap kata sebagai ciri pembeda yang merupakan suatu aturan yang ditetapkan karena kebiasaan masyarakat pada suatu wilayah.
Pembelajar bahasa Jepang di Indonesia adalah terbanyak kedua di seluruh Asia. Di pulau Jawa perguruan tinggi yang menyelenggarakan jurusan bahasa Jepang cukup banyak, sementara di Sumatera Utara, khususnya kota Medan hanya ada dua perguruan tinggi yang menyelenggarakan jurusan bahasa Jepang yaitu Fakultas Ilmu Budaya USU dan STBA Harapan.
Sumber data dalam penelitian ini adalah empat orang responden berjenis kelamin wanita untuk menuturkan kata target yaitu dua orang pembelajar bahasa Jepang dari USU dan dua orang pembelajar dari STBA Harapan sebagai sumber data penelitian. Data ditentukan sebanyak tiga kata target. Nara sumber adalah seorang penutur asli
Jepang (native speaker) berjenis kelamin wanita
sebagai model tuturan bahasa Jepang.
Berdasarkan beberapa referensi penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penulis belum menemukan penelitian yang mengidentifikasi mengenai pola aksen dan alir nada bahasa Jepang.
Pola aksen dan alir nada bunyi dapat diukur dengan menggunakan program komputer seperti
Computerized Research Speech Environment
(CRSE) dan Praat. Dengan alat ukur ini dapat
diukur pola aksen dan alir nada suara yang diucapkan oleh informan.
Masalah yang menjadi menjadi dianalisis adalah mengenai pola aksen dan alir nada yang dituturkan oleh empat orang responden pembelajar bahasa Jepang di Medan yang menuturkan tiga kata target.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pembelajaran bahasa Jepang, khususnya dalam hal pengucapan bahasa Jepang. Penetapan fokus kajian ini diharapkan dapat menghasilkan temuan baru yang dapat dijadikan sebagai materi pengembangan pengajaran bahasa asing, dan berguna dalam pembinaan bahasa asing, khususnya bahasa Jepang di Indonesia.
2.
Metode PenelitianPenelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif untuk memperoleh gambaran yang lebih detil mengenai fenomena pola aksen dan alir nadabahasa Jepang yang dituturkan oleh pembelajar bahasa Jepang. Sebagai model tuturan adalah ujaran dari penutur asli Jepang. Bunyi ujaran tersebut diproses dengan alat bantu/instrumen agar berbagai aspek dan ciri akustik bunyi tuturan dapat divisualisasikan dan digunakan sebagai dasar untuk pengukuran-pengukuran selanjutnya.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data ujaran dalam bentuk kata bahasa Jepang
yang ditulis dalam huruf hiragana dan huruf kanji
-nya. Kata target dipilih dari kata-kata yang terdapat pada buku pembelajaran yang digunakan pada ke dua perguruan tinggi tersebut. Tiga kata target bahasa Jepang sebagai data dalam penelitian ini,
yaitu kata yang terdiri atas dua suku kata [tatsu],
terdiri atas tiga suku kata [pikari], dan terdiri atas
empat suku kata [tsukareru].
3
dilakukan perekaman ujaran kata target dari penutur asli dan empat orang responden.
Teknik pengumpulan data, yaitu berupa data rekaman yang dikumpulkan melalui perekaman dengan menggunakan alat perekam. Setelah itu dilakukan digitalisasi, kemudian dilakukan segmentasi data dengan menggunakan
program Pratt sehingga diperoleh data-data untuk
mengukur pola aksen dan alir nada dari kata target.
Pada penelitian ini peneliti membuat kode untuk para responden, yaitu untuk penutur model RN, untuk responden dari FIB USU R1U dan R2U, dan untuk responden dari STBA Harapan R1H dan R2H.
3.
Landasan TeoriMenurut Tsujimura (1996:74), bahasa di dunia ini biasanya dibagi menjadi tiga jenis
sehubungan dengan bagaimana stress dan pitch
yang diwujudkan pada kata-kata. Ada
bahasa stress-aksen, bahasa nada, dan bahasa pitch-aksen. Jenis ketiga dari bahasa tersebut adalah
bahasa dengan tinggi-rendah aksen (pitch-accent)
seperti bahasa Jepang. Bahasa dengan tinggi-rendah
aksen (pitch-accent) mirip dengan bahasa nada
bahwa setiap mora dalam kata dikaitkan dengan nada tertentu, seperti nada tinggi, nada rendah, nada menurun
Menurut Shirota (1993:114) ada empat jenis aksen sesuai dengan hitungan mora dalam kata yaitu:
.
Letak aksen tidak mudah ditebak. Dalam terminologi bahasa, dikatakan bahwa letak aksen ini ditunjukkan secara leksikal. Artinya, letak penanda aksen harus dipelajari secara terpisah untuk setiap kata.
1.
Jenis Heiban, bentuk Heiban(Heiban Shiki,Heiban Gata) pada jenis aksen ini, mora pertama saja diucapkan dengan nada rendah, dan untuk mora berikutnya diucapkan dengan nada tinggi.
2.
Jenis Kifuku, bentuk Odaka (Kifuku Shiki,Odaka Gata)pada jenis aksen ini sama dengan
jenis Heiban yaitu mora pertama saja
diucapkan dengan nada rendah, tetapi bilamana kosakata sudah diikuti dengan kata bantu
(misalnya kata bantu ga), maka kata bantu ga
dari kosakata tersebut diucapkan dengan nada rendah.
3.
Jenis Kifuku, bentuk Nakadaka (Kifuku Shiki,Nakadaka Gata)pada jenis aksen ini mora pertama diucapkan dengan nada rendah, bagian tengah diucapkan dengan nada tinggi dan bagian berikutnya kembali diucapkan dengan nada rendah.
4.
Jenis Kifuku, bentuk Atamadaka(Kifuku Shiki,Atamadaka Gata) pada jenis aksen ini adalah
kebalikan dari aksen jenis Heiban, bentuk
Heiban, pada jenis ini hanya mora pertama diucapkan dengan nada tinggi dan berikutnya diucapkan dengan nada rendah. Berikut adalah jenis aksen bahasa Jepang yang dimodifikasi dari sumber: Shirota (1993:114).
Tabel 1. Jenis Aksen Pada Kata dengan Satu dan Dua Mora
4
Tabel 2. JenisAksen Pada Kata dengan Tiga Mora
Jumlah Mora
JenisBentuk
Kata dengan 3 Mora
Jenis
Heiban
Bentuk
Heiban
●
●
ga
●
kotori(ga)
‘burungkecil’
Jenis
Kifuku
Bentuk
Odaka
●
●
●
ga
otoko
(ga)
‘pria’
Bentuk
Nakadaka
●
●
●
ga
uchiwa(ga)
‘kipas’
Bentuk
Atamadaka
●
●
●
ga
nohara
(ga)
‘padangrumput’
Tabel 3. Jenis Aksen Pada Kata dengan Empat Mora
Jumlah Mora
Jenis Bentuk
Kata dengan 4 Mora
Jenis
Heiban
Bentuk
Heiban
●
●
●
ga
●
tomodachi
(ga)
‘teman’
Jenis
Kifuku
Bentuk
Odaka
●
●
●
●
ga
imooto
(ga)
‘adikperempuan’
Bentuk
Nakadaka
●
●
●
●
ga
amagasa
(ga
) ‘payunghujan’
●
● ● ●
ga
asagao
(ga
)
‘morning glory’
Bentuk
Atamadaka
●
●
● ●
ga
tanpopo
(ga)
‘bunga dandelion’
Berdasarkan tipe-tipe di atas, dapat dilihat beberapa ketentuan mengenai aksen bahasa Jepang tersebut, yaituaksen antara suku kata pertama dengan suku kata kedua pasti berbeda; dan dalam suatu kata jika aksennya turun, maka tidak akan ditemukan aksennya naik kembali.
4.
Pembahasan dan HasilPenelitian ini mendeskripsikan pola aksen dan alir nada kata target yang terdiri atas dua suku kata, tiga suku kata, dan empat suku
kata. Deskripsi alir nada pada kata target tatsu,
pikari, dan tsukareru diperlukan dengan alasan
5
local attributes adalah unsur yang membentukstruktur nada (pitch contours) atau yang biasa
disebut global attributes. Penentuan alir nada
dideskripsikan berdasarkan segmentasi silabel bunyi pada tataran vokal dalam tuturan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh deskripsi yang utuh dan lebih detail mengenai kontur nada dalam tuturan yang hendak dianalisis. Dengan kata lain, dalam analisis silabel, alir nada terdeteksi lebih detail, khususnya mengenai naik turunnya alir nada tersebut.
a. Pola Aksen
Analisis terhadap pola aksen pada kata target dalam penelitian, dipakai konsep pola
aksen Shirota dalam buku berjudul Nihongo No
Oto (Onseigaku to On’inron). Berdasarkan pendapat di atas, maka analisis ini akan mengacu pada konsep di atas, yaitu bentuk
heiban (rendah ke tinggi), bentuk odaka
(rendah-tinggi pada silabe berikutnya ke rendah
apabila diikuti kata bantu), bentuk nakadaka
(rendah-tinggi pada silabe tengah ke rendah),
dan bentuk atamadaka (tinggi ke rendah).
Pola Aksen Kata
tatsu
(
立つ
)
Tabel 4. Pola Aksen Kata [ta
ʦɯ
]
Penutur /ta/ /ʦɯ/ Pola Aksen
Nada Nada
RN 14.64st 10.22st Menurun
R1U 15.06st 21.53st Meninggi
R2U 2.52st 16.35st Meninggi
R1H 15.26st 13.00st Menurun
R2H 13.55st 18.51st Meninggi
Mengacu pada tuturan penutur model
orang Jepang (RN), pola aksen untuk kata
tatsu
bentuk
atamadaka,
yaitu tinggi ke
rendah. Sementara untuk penutur pembelajar
bahasa Jepang yang benar adalah penutur
R1H. Sedangkan untuk penutur R1U, R2U,
dan R2H tidak benar. Berdasarkan pola
aksen untuk kata [ta
ʦɯ
], yang benar sesuai
dengan penutur model, hanyalah penutur
R1H.
Pola Aksen Kata
pikari
(
ぴかり
)
Tabel 5. Pola Aksen Kata [pika
ɽ
i]
Penutur /pi/ /ka/ /ɽi/ Pola Aksen
Nada Nada Nada
RN 11.38st 14.10st 10.80st rendah tinggi ke rendah
R1U 16.61st 14.04st 16.17st turun naik
R2U 15.11st 15.13st 3.49st datar menurun
R1H 15.52st 15.23st 13.54st datar menurun
R2H 13.52st 12.41st 15.61st rendah ke tinggi
Mengacu pada tuturan penutur model
orang Jepang (RN), pola aksen untuk kata pikari
adalah bentuk nakadaka, yaitu rendah tinggi ke
rendah. Berdasarkan pola aksen untuk kata
[pikaɽi], tidak ada penutur pembelajar bahasa
6
Pola Aksen Kata
tsukareru
(
疲れる
)
Tabel 6. Pola Aksen Kata [
ʦɯ
ka
ɽ
e
ɽɯ
]
Penutur /ʦɯ/ /ka/ /ɽe/ /ɽɯ/ Pola Aksen
Nada Nada Nada Nada
RN 0.38st 12.99st 11.96st 0.37st rendah meninggi rendah
R1U 17.37st 19.11st 14.30st 19.16st meninggi rendah meninggi
R2U 14.30st 14.79st 16.34st 5.91st meninggi merendah
R1H 15.11st 15.01st 11.90st 14.49st merendah meninggi
R2H 13.89st 14.36st 12.69st 18.80st meninggi rendah meninggi
Mengacu pada tuturan penutur model
orang Jepang (RN), jenis aksen untuk kata
tsukareru
adalah bentuk
nakadaka,
yaitu
rendah meninggi ke rendah. Sementara semua
penutur pembelajar bahasa Jepang tidak ada
yang sesuai dengan jenis aksen penutur model.
Berdasarkan pola aksen untuk pengawasuaran
kata [
ʦɯ
ka
ɽ
e
ɽɯ
], penutur pembelajar bahasa
Jepang tidak ada yang benar.
Berdasarkan analisis terhadap kata
tatsu
yang oleh penutur model berpola aksen
atamadaka,
yaitu tinggi ke rendah. Namun
analisis terhadap penutur pembelajar yang
benar hanyalah penutur R1H. Sedangkan
untuk penutur R1U, R2U, dan R2H tidak
benar. Selanjutnya analisis terhadap kata
pikari
oleh tuturan penutur model berpola
aksen
nakadaka,
yaitu rendah tinggi ke
rendah.
Ironisnya
tidak ada penutur
pembelajar bahasa Jepang yang benar pola
aksennya. Demikian juga analisis terhadap
kata
tsukareru
oleh penutur model berpola
aksen
nakadaka,
yaitu rendah meninggi ke
rendah. Sama dengan kata
pikari,
pada analisis
untuk kata
tsukareru
ini juga tidak ada penutur
pembelajar yang benar.
b.
Alir Nada
Bentuk data yang diteliti adalah tiga
kata target yang dibuat dalam bahasa Jepang.
Jumlah sukukata dan mora pada kata target
adalah sebagai berikut.
た つ
(
立 つ
) /tatsu/
‘berdiri’ terdiri atas 2 suku kata, dan 2 mora
(ta-tsu).
ぴかり
/pikari/ ‘sinar’ terdiri atas 3
suku kata, dan 3 mora (pi-ka-ri).
つかれる
(
疲
れ る
) /tsukareru/ ‘lelah’ terdiri atas 4 suku
kata, dan 4 mora (tsu-ka-re-ru).
7
Tatsu
Penutur RN
Gambar 1. Alir nada kata [ta
ʦɯ
] oleh penutur RN
Alir nada kata [ta
ʦɯ
] yang dituturkan oleh RN terdiri atas alir nada awal 14.64st dan kemudian
turun ke posisi nada 10.22st. Kesimpulannya, alir nada [ta
ʦɯ
] yang dituturkan oleh penutur RN adalah
alir nada turun.
Penutur R1U
Gambar 2. Alir nada kata [ta
ʦɯ
] oleh penutur R1U
Alir nada kata [ta
ʦɯ
] yang dituturkan oleh R1U terdiri atas alir nada awal 15.06st dan
kemudian naik ke posisi nada 21.53st. Kesimpulannya, alir nada [ta
ʦɯ
] yang dituturkan oleh penutur
R1U adalah alir nada naik turun naik.
8
Alir nada kata [ta
ʦɯ
] yang dituturkan oleh R2U terdiri atas alir nada awal 2.52st, kemudian
naik ke posisi nada 16.35st. Kesimpulannya, alir nada [ta
ʦɯ
] yang dituturkan oleh penutur R2U
adalah alir nada naik.
Penutur R1H
Gambar 4. Alir nada kata [ta
ʦɯ
] oleh penutur R1H
Alir nada kata [ta
ʦɯ
] yang dituturkan oleh R1H terdiri atas alir nada awal 15.26st kemudian
turun ke posisi nada 13.00st. Kesimpulannya, alir nada [ta
ʦɯ
] yang dituturkan oleh penutur R1H
adalah alir nada naik turun.
Penutur R2H
Gambar 5. Alir nada kata [ta
ʦɯ
] oleh penutur R2H
Alir nada kata [ta
ʦɯ
] yang dituturkan oleh R2Hterdiri atas alir nada awal 13.55st, kemudian
naik ke posisi nada 18.51st. Kesimpulannya, alir nada [ta
ʦɯ
] yang dituturkan oleh penutur R2H
adalah alir nada turun naik.
Alir nada penutur model orang Jepang (RN) adalah turun, sementara alir nada penutur
pembelajar R1U naik, R2U naik, R1H turun, dan R2H naik. Berdasarkan alir nada untuk kata
tatsu
,
hanya R1H yang benar sesuai dengan penutur model.
t a ʦ
Time (s)
0 0.5359
0 0.5359
0 500
F
r
e q u e n c y
(
H z
)
ɯ
t a ʦ
Time (s)
0 0.3942
Time (s)
0 0.3942
0 500
F
r
e q u e n c y
(
H z
)
9
Pikari
Penutur RN
Gambar 6. Alir nada kata [pika
ɽ
i] oleh penutur RN
Alir nada kata [pika
ɽ
i] yang dituturkan oleh RN terdiri atas alir nada awal 1.38st, naik ke posisi
nada 14.10st, kemudian turun ke posisi nada 10.89st. Kesimpulannya, alir nada [pika
ɽ
i] yang
dituturkan oleh penutur RN adalah alir nada naik turun.
Penutur R1U
Gambar 7. Alir nada kata [pika
ɽ
i] oleh penutur R1U
Alir nada kata [pika
ɽ
i] yang dituturkan oleh R1U terdiri atas alir nada awal 16.61st, turun ke
posisi nada 14.04st, kemudian naik ke posisi nada 16.17st. Kesimpulannya, alir nada [pika
ɽ
i] yang
dituturkan oleh penutur R1U adalah alir nada turun naik
Time (s)
0 0.4566
0 500
F
re
que
nc
y (
H
z)
p i k a i
Time (s)
0 0.487
Time (s)e
0.002919q 0.5495
0c
50
FH rz e qɯ u e n c y
t
(
Ha z
)
p ii k aa i
F ɽu iq
10
Penutur R2U
Gambar 8. Alir nada kata [pika
ɽ
i] oleh penutur R2U
Alir nada kata [pika
ɽ
i] yang dituturkan oleh R2U terdiri atas alir nada awal 15.11st, naik ke
posisi nada 15.13st, kemudian turun ke posisi nada 3.49st. Kesimpulannya, alir nada [pika
ɽ
i] yang
dituturkan oleh penutur R2U adalah alir nada datar menurun.
Penutur R1H
Gambar 9. Alir nada kata [pika
ɽ
i] oleh penutur R1H
Alir nada kata [pika
ɽ
i] yang dituturkan oleh R1H terdiri atas alir nada awal 15.52st, kemudian
turun ke posisi nada 13.54st. Kesimpulannya, alir nada [pika
ɽ
i] yang dituturkan oleh penutur R1H
adalah alir datar menurun.
Penutur R2H
Gambar 10. Alir nada kata [pika
ɽ
i] oleh penutur R2H
11
Alir nada kata [pika
ɽ
i] yang dituturkan oleh R2H terdiri atas alir nada awal 13.52st, turun pada
posisi alir nada 12.41st, kemudian naik ke posisi nada 15.61st. Kesimpulannya, alir nada [pika
ɽ
i] yang
dituturkan oleh penutur R2H adalah alir nada turun naik.
Alir nada penutur model orang Jepang (RN) adalah turun, sementara alir nada penutur
pembelajar R1U turun naik, R2U naik, R1H naik, dan R2H turun naik. Berdasarkan alir nada untuk
kata
pikari
, tidak ada penutur pembelajar bahasa Jepang yang benar.
Tsukareru
Penutur RN
Gambar 11. Alir nada kata [
ʦɯ
ka
ɽ
e
ɽɯ
] oleh penutur RN
Alir nada kata [
ʦɯ
ka
ɽ
e
ɽɯ
] yang dituturkan oleh RN terdiri atas alir nada awal 0.37st, naik ke
posisi alir nada 12.99st, mendatar ke posisi alir nada 11.96st, kemudian turun ke posisi nada 0.37st.
Kesimpulannya, alir nada [
ʦɯ
ka
ɽ
e
ɽɯ
] yang dituturkan oleh penutur RN adalah alir nada naik
mendatar turun.
Penutur R1U
Gambar 12. Alir nada kata [
ʦɯ
ka
ɽ
e
ɽɯ
] oleh penutur R1U
Alir nada kata [
ʦɯ
ka
ɽ
e
ɽɯ
] yang dituturkan oleh R1U terdiri atas alir nada awal 17.37st, naik
ke posisi alir nada 19.11st, turun ke posisi alir nada 14.30st, kemudian naik ke posisi nada 19.16st.
Kesimpulannya, alir nada [
ʦɯ
ka
ɽ
e
ɽɯ
] yang dituturkan oleh penutur R1U adalah alir nada naik turun
naik.
Time (s)
0 0.8505
0 500
Fr
eque
nc
y (
H
z)
ts k a e
Time (s)
0 0.8505
ts k a e
Time (s)
0 0.8939
0 500
F
r
e q u e n c y
(
H z
)
ɯ ɽ ɽ ɯ
12
Penutur R2U
Gambar 13. Alir nada kata [
ʦɯ
ka
ɽ
e
ɽɯ
] oleh penutur R2U
Alir nada kata [ʦɯkaɽeɽɯ] yang dituturkan oleh R2U terdiri atas alir nada awal 14.30st, ke posisi
14.79st, naik ke posisi alir nada 16.34st, kemudian turun ke posisi nada 5.91st. Kesimpulannya, alir nada
[ʦɯkaɽeɽɯ] yang dituturkan oleh penutur R2U adalah alir nada naik turun.
Penutur R1H
Gambar 14. Alir nada kata [ʦɯkaɽeɽɯ] oleh penutur R1H
Alir nada kata [ʦɯkaɽeɽɯ] yang dituturkan oleh
R1H
terdiri atas alir nada awal 15.11st, ke nada15.01st, turun ke posisi alir nada 11.90st, kemudian naik ke posisi nada 14.49st. Kesimpulannya, alir nada
[ʦɯkaɽeɽɯ] yang dituturkan oleh penutur R1H adalah alir nada turun naik.
13
Alir nada kata [ʦɯkaɽeɽɯ] yang dituturkan oleh R2H terdiri atas alir nada awal 13.89st, keposisi
14.36st, turun ke posisi alir nada 12.69st, kemudian naik ke posisi nada 18.80st. Kesimpulannya, alir nada
[ʦɯkaɽeɽɯ] yang dituturkan oleh penutur R2H adalah alir nada turun naik.
Alir nada penutur model orang Jepang (RN) adalah naik mendatar turun, sementara alir nada penutur pembelajar R1U naik turun naik, R2U naik turun, R1H turun naik, dan R2H turun naik turun. Berdasarkan alir
nada untuk kata tsukareru, penutur pembelajar bahasa Jepang tidak ada yang benar.
Mengacu pada analisis terhadap alir nada untuk kata tatsu, di mana bagi penutur model termasuk alir
nada turun. Dalam hal ini ternyata hasil analisis terhadap tuturan empat responden tidak ditemukan kesamaan
dengan penutur model. Pada analisis terhadap alir nada kata pikari, oleh penutur model termasuk alir nada naik
turun. Tuturan oleh pembelajar bahasa Jepang, hanya penutur R2U yang benar. Terakhir analisis terhadap alir
nada kata tsukareru, oleh penutur model
termasuk alir nada naik mendatar turun. Di
sini juga ternyata hasilanalisis terhadap tuturan empat responden tidak ditemukan kesamaan dengan penutur model.
5.
Implikasi
Dalam proses pembelajaran, pengajar sebaiknya mengajarkan tentang pola aksen dan alir nada pengucapkan bahasa Jepang pada tahap awal
Ditemukan bahwa umumnya pembelajar bahasa Jepang lebih cenderung salah dalam hal pola aksen dan alir nada. Konsep pembelajaran yang menekankan pada
aspek pengucapan (onsei), pembelajar dilatih untuk
mengucapkan kosakata dengan baik dan benar sesuai kaidahnya, yaitu dengan memperhatikan pola aksen dan alir nadapada kata. Dengan berpedoman pada kamus aksen bahasa Jepang, pengajar dapat membuat tanda pola aksen pada kosakata yang diajarkan. Dengan
demikian sesuai dengan konsep army method, pengajar
dapat melatih pengucapan kosakata dari pembelajar sesuai dengan pola aksen bahasa Jepang yang baik dan benar. Misalnya dengan memberi tanda aksen berupa garis di bawah sukukata yang bernada rendah dan garis diatas suku kata yang bernada tinggi pada kosakata yang diajarkan. Hal yang serupa dapat digunakan juga dalam pengajaran huruf kanji, agar pembelajar dapat membedakan aksen dari kata-kata yang berhomonim yang berbeda maknanya. Dengan adanya tanda tersebut pembelajar dapat melatih pengujaran kata-kata sesuai dengan kaidahnya. Tanda aksen dapat dibuat seperti pada kata kata berikut ini.
tatsu pikari tsukareru
Sejalan dengan pendekatan penelitian ini, untuk mengukur pola aksen dan alir nada tuturan pembelajar dapat dilihat dan diketahui melalui frekuensi yang diukur dengan program praat.
6.
SimpulanBerdasarkan permasalahan dalam penelitian dan pembahasan terhadap hasil penelitian dengan menggunakan program Praat terhadap tiga kata target yang dituturkan oleh empat penutur pembelajar Bahasa Jepang serta seorang penutur asli sebagai model dalam penelitian ini. Oleh sebab itu, berdasarkan temuan dalam analisis pola aksen dan alir nada, maka berikut ini adalah simpulan atas temuan pada hasil analisis tersebut.
Kata tatsu yang oleh penutur asli orang Jepang
berpola aksen atamadaka, yaitu tinggi ke rendah.
Namun analisis terhadap penutur pembelajar yang benar hanyalah penutur R1H. Sedangkan untuk penutur R1U, R2U, dan R2H tidak tepat pola aksennya. Selanjutnya
analisis terhadap kata pikari oleh penutur orang Jepang
berpola aksen nakadaka, yaitu rendah tinggi ke rendah.
Dalam hal ini tidak ditemukan adanya penutur pembelajar bahasa Jepang yang benar pola aksennya.
Demikian juga analisis terhadap kata tsukareru oleh
penutur orang Jepang berpola aksen nakadaka, yaitu
rendah meninggi ke rendah. Sama dengan kata pikari,
pada analisis untuk kata tsukareru ini juga tidak ada
penutur pembelajar bahasa Jepang yang benar.
Alir nada untuk kata tatsu, oleh penutur orang
Jepang termasuk alir nada turun. Ternyata hasil analisis terhadap tuturan empat responden tidak ditemukan
kesamaan dengan penutur asli. Alir nada kata pikari,
oleh penutur orang Jepang termasuk alir nada naik turun. Oleh pembelajar bahasa Jepang, hanya penutur
R2U yang benar. Alir nada kata tsukareru, oleh penutur
14
Tuturan empat responden tidak ditemukan kesamaan dengan penutur model.
Dengan demikian dari pola aksen hanya
seorang responden yang benar, yaitu untuk kata tatsu,
oleh responden dari STBA Harapan (R1H). Begitu juga dari segi alir nada hanya seorang responden yang benar,
yaitu untuk kata pikari, oleh responden dari FIB USU
(R2U).
Daftar Pustaka
Dahidi, Ahmad. 2007. Pengantar Linguistik Jepang.
Jakarta: Oriental.
Danasasmita, Wawan. 2009. Metodologi Pembelajaran
Bahasa Jepang. Bandung: Rizqi Press.
Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Jakarta: Gaung Persada Press.
Malayu, Siti Muharami. 2014. “Akustik
Pengawasuaraan Bunyi Vokal Bahasa Jepang Oleh Pembelajar Bahasa Jepang di Medan”
Disertasi. Fakultas Ilmu Budaya USU. Medan.
Shirota, Shun. 1993.Nihongo No Oto (Onseigaku to
On’inron). Tokyo: Yuugen Gaisha Hitsuji Shoboo.
Sutedi, Dedi. 2008. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa
Jepang. Ed 3. Bandung: Humaniora Utama
Press.
Tsujimura, Natsuko. 1996. An Introduction To