• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah farmakologi dan toksikologi ka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "makalah farmakologi dan toksikologi ka"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS KELOMPOK

FARMAKOLOGI & TOKSIKOLOGI

KELOMPOK I

ANGGOTA KELOMPOK:

IKA AULIA RAHMI

RIZQAH

NITA AMALIA

SUCI LESTARI

YULIANITA PRATIWI INDAH LESTARI

SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH TANGERANG

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dua orang pasien RS Siloam Karawaci meninggal dunia setelah mendapat injeksi obat bius Buvanest Spinal 0,5 persen produksi Kalbe Farma untuk tindakan operasi yang diberikan di bagian punggung sebelum operasi dilakukan.

Kasus ini diduga akibat isi kandungan obat tertukar atau terkontaminasi dengan asam traneksamat. Hal ini dijadikan momentum untuk dilakukan audit berkala terhadap pelayanan pengobatan.

(3)

Produk Terapetik dan NAPZA BPOM saat dikonfirmasi detikHealth, Selasa (17/2/2015).

Obat Buvanest Spinal yang disuntikkan seharusnya berisi Bupivakain 0,5 persen, namun ternyata berisi Asam Tranexamat. Keduanya sama-sama merupakan obat injeksi dengan kemasan berupa ampul atau vial.

Dalam kasus ini, satu pasien mendapat injeksi Buvanest untuk tindakan Sectio Caesarea (operasi caesar), sedangkan satu pasien lain diberikan obat tersebut terkait dengan kasus urologi.

Setelah menerima injeksi obat tersebut, kedua pasien mengalami kejang dan demam. Sumber lain juga mengatakan pasien mengalami gatal-gatal. Kemudian, pasien mendapatkan perawatan intensif di ICU. Kurang dari waktu 24 jam, pada 12 Februari 2015, kedua pasien meninggal. Untuk pasien operasi caesar, diketahui sang bayi selamat.

Buvanest merupakan injeksi anestesi yang mengandung Bupivakain 5 mg/mL, sedangkan Asam Tranexamat merupakan obat untuk mengatasi perdarahan. "Obat apapun bukan hanya pengental darah akan terjadi masalah bila diberikan ke dalam sistem saraf pusat," tutur dokter spesialis anestesi dari RSU Soedono, Madiun, dr Mirza Koeshardiandi, SpAn kepada detikHealth.

(4)

BAB II

DASAR TEORI

A. BUVIPAKAIN

A.1. PENJELASAN MENGENAI BUPIVAKAIN

Nama IUPAC : (RS)-1-Butyl-N-(2,6-dimethylphenyl)piperidine-2-carboxamide

Bupivakain adalah obat anestesi lokal jenis amida yang memiliki masa kerja panjang dan mula kerja yang pendek. Seperti halnya anestesi lokal lainnya, bupivakain akan menyebabkan blokade yang bersifat reversibel pada perambatan impuls sepanjang serabut saraf, dengan cara mencegah pergerakan ion-ion natrium melalui membran sel, ke dalam sel.

Penggunaan Bupivakain Untuk Anestesi Spinal:

Penggunaan bupivakain untuk anestesi spinal pada ketinggian Thorakal X-XII, adalah 2-3 jam, dan memberikan relaksasi otot derajat sedang (moderate). Efek blokade motorik pada otot perut menjadian obat ini sesuai untuk digunakan pada operasi-operasi perut yang berlangsung sekitar 45 - 60 menit. Lama blokade motorik ini tidak melebih durasi analgesiknya.

(5)

penyebarannya lebih mudah ke arah cephalad dibanding larutan isobarik, bahkan pada posisi horisontal sekalipun.

Pada larutan isobarik, tanpa penambahan dextrose, akan menghasilkan blok yang lebih rendah, tapi berdurasi lebih lama, dibanding larutan hiperbarik.Sedangkan pada larutan hiperbarik, oleh karena distribusi pada intrathekal lebih luas dan konsentrasi rata-ratanya yang lebih rendah, maka durasi kerjanya pun cenderung lebih pendek.

Indikasi:

 Anestesi Intrathekal (sub-arachnoid, spinal) unutk pembedahan

 Pembedahan di daerah perut selama 45 - 60 menit (termasuk operasi Caesar)

 Pembedahan dibidang urologi dan anggota gerak bawah selama 2- 3 jam

Kontra-indikasi:

 Hipersensitif terhadap anestesi lokal jenis amida

 Penyakit akut dan aktif pada sistem saraf, seperti meningitis, poliomyelitis, perdarahan intrakranial, dan demyelinating, peningkatan tekanan intrakranial, adanya tumuor otak atau di daerah spinal

 Stenosis spinal dan penyakit aktif (spondilitis) atau trauma (fraktur) baru pada tulang belakang.

 TBC tulang belakang

 Infeksi pada daerah penyuntikan

 Septikemia

 Anemia pernisiosa dengan degeerasi kombinasi sub-akut pada medulaspinalis

 Gangguan pembekuan darah atau sedang mendapat terapi antikoagulan secara berkesinambungan

 Hipertensi tidak terkontrol

 Syok kardiogenik atau hipovolemi

 Obstetric paracervical block

(6)

Dosis:

 Anestesi spinal pada orang dewasa 7,5 - 20 mg

 Penyebaran anestesi tergantung pada beberapa faktor, termasuk di dalamnya volume larutan dan posisi pasien selama dan setelah penyuntikan ke rongga sub-arachnoid.

 Harus dipahami bahwa tingkat anestesi spinal yang dicapai oleh anestesi lokal tidak dapat diperkirakan pada pasien. Oleh karena itu penggunaan obat ini hanya boleh digunakan dan diberikan oleh dokter yang berkompeten.

 Bupivakain dapat diberikan pada penderita anak-anak. Hanya perlu dipahami bahwa volume cairan serebrospinal pada bayi dan neonatus relatif lebih tinggi dibanding orang dewasa, sehingga membutuhkan dosis/kg yang relatif lebih besar untuk menghasilkan block pada level yang sama.

 Dosis yang direkomendasikan untuk anak-anak adalah sebagai berikut:

a) 0,4 - 0,5 mg/kgBB, untuk bayi dengan BB > 5 kg

b) 0,3 - 0,4 mg/kgBB, untuk anak-anak dengan BB 5 - 15 kg c) 0,25 - 0,3 mg/kgBB, untuk anak-anak > 15 kg

 Injeksi spinal hanya boleh diberikan jika ruang subarachnoid sudah teridentifikasi secara jelas dengan ditandai keluar dan menetesnya cairan serebrospinal yang jernih, atau terdeteksi oleh aspirasi cairan serebrospinal

 Larutan harus segera digunakan setelah ampul terbuka dan sisanya harus dibuang.

Efek Samping:

 Pada umumnya, hampir semua efek samping yang terjadi pada anestesi spinal, berhubungan dengan efek blokade pada saraf itu sendiri, bukan karena efek obatnya, antara lain: hipotensi, bradikardi, sakit kepala setelah punksi dural  Total blok spinal yang akan menyebabkan terjadinya depresi kardiovaskuler,

(7)

 Cedera neurologis, meskipun sangat jarang, seperti parastesi, anestesi, kelemahan motorik, hilangnya kontrol sphincter.meskipun bersifat reversibel, tetapi

dilaporkan juga adanya gangguan yang bersifat permanen.

 Reaksi alergi, meskipun jarang, yang berupa dermatitis alergikan, bronchospasme dan anafilaksis.

 Toksisitas sistemik akut, seperti mengantuk (drowsiness), gelisah, excitement, gugup, pandangan kabur, mual, muntah, kekakuan otot, sampai kejang hingga hilangnya kesadaran dan henti jantung. Hal ini biasanya akibat terjadinya penyuntikan ke intravaskuler secara tidak sengaja, yang ditandai rasa tebal di lidah, light headedness, dizziness, dan tremor yang diikuti dengan kejang dan gangguan kardiovaskuler.

Interaksi Obat:

Bupivakain harus digunakan secara hati-hati bila diberikan pada penderita yang menerima obat-obat aritmia dengan aktivitas anestesi lokal, karena efek toksiknya dapat bersifat aditif

Toksisitasnya meningkat bila diberikan bersama propanolol

Overdosis:

Meskipun jarang menyebabkan toksisitas sistemik pada pemberian sesuai aturan pada umumnya, tetapi dengan pemberian yang dilakukan bersamaan dengan obat anestesi lokal lainnya dapat menyebabkan terjadinya over dosis dan efek toksisitas sistemik dengan gejala seperti di atas.

Penanganan Over dosis:

(8)

Bila terjadi fibrilasi ventrikel atau henti jantung, lakukan resusitasi kardiovaskuler secara efektif dan berkesinambungan dalam jangka waktu yang panjang, jika perlu.

A.2. BUPIVAKAIN PRODUKSI KALBE FARMA

BUVANEST SPINAL 0.5% HEAVY

Komposisi:

Bupivacaine 5 mg/mL (+ Dextrose 80 mg/mL atau hiperbarik)

Bentuk Sediaan:

Cairan injeksi dalam ampul 4 mL.

(9)

Merupakan anestetik lokal golongan amide yang menyebabkan blokade penyebaran impuls sepanjang serat saraf yang reversible dengan mencegah masuknya ion natrium melalui membran saraf, dan diperkirakan bekerja dalam kanal natrium membran saraf. Lama analgesia pada segmen T10-T12 adalah 2-3 jam.

Ikatan protein plasma 96%. Bupivacaine diekskresikan ke dalam urin.

Indikasi:

Anestesi spinal untuk pembedahan (bedah urologi dan anggota gerak bawah yang berlangsung 2-3 jam, bedah abdomen yang berlangsung 45-60 menit).

Dosis:

Dosis pada anak:

BB ≤ 5kg : 0,4-0,5 mg/kg BB > 5-15 kg : 0,3-0,4 mg/kg BB > 15 kg : 0,25-0,3 mg/kg

Kontraindikasi:

- Hipersensitivitas terhadap anestetik lokal jenis amide atau terhadap zat pembawanya.

(10)

- Tuberkulosis aktif atau lesi metastatik pada kolumna vertebralis. - Septikemia.

- Anemia pernisiosa dengan degenerasi subakut korda spinalis.

- Infeksi kulit piogenik pada atau berdekatan dengan lokasi pungsi lumbal. - Syok kardiogenik atau hipovolemik.

- Gangguan koagulasi atau sedang menjalani terapi antikoagulan.

Peringatan dan Perhatian:

- Pemasangan akses IV dan pemberian cairan pre-loading sebelum blok spinal. - Dapat terjadi hipotensi dan bradikardi.

- Hati-hati pada pasien dengan gangguan neurologi kronik.

Efek Samping:

Hipotensi, bradikardi, pusing, depresi napas, reaksi alergi.

A.3. OBAT PATEN/NAMA DAGANG DARI BUPIVAKAIN LAINNYA

 Bunascan spinal 0,5%  Decain spinal 0,5%  Marcain spinal  Regivell

B. ASAM TRANEKSAMAT

(11)

Nama Generik: Asam Traneksamat

Nama Kimia/IUPAC:

Trans-4-(aminomethyl)cyclohexanecarboxylic acid.

Struktur Kimia: C7H15NO2

Keterangan:

Larutan 5% dalam air mempunyai pH : 7.0 - 8.0

Sifat Fisikokimia:

Serbuk kristal berwarna putih. Larut baik dalam air dan dalam asam asetat glasial.

Sub Kelas Terapi:

Obat yang mempengaruhi darah

Asam traneksamat merupakan inhibitor fibrinolitik sintetik bentuk trans dari asam karboksilat sikloheksana aminometil. Secara in vitro, asam traneksamat 10 kali lebih poten dari asam aminokaproat. Asam traneksamat merupakan competitive inhibitor dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah lain, oleh karena itu asam traneksamat dapat digunakan untuk membantu mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis yang berlebihan.

Farmakologi:

(12)

seluruh permukaan tubuh dan mempunyai ikatan protein yang lemah. ;Berdifusi ke plasenta dan air susu. Waktu paruh eliminasi adalah 3 jam, diekskresikan dalam urin sebagai obat tidak berubah.

Stabilitas Penyimpanan: Disimpan ditempat yang sejuk

Indikasi:

a) Untuk fibrinolisis lokal seperti : epistaksis, prostatektomi, konisasi serviks. b) Edema angioneurotik herediter.

c) Perdarahan abnormal sesudah operasi.

d) Perdarahan sesudah operasi gigi pada penderita hemofilia.

Kontra Indikasi:

Pasien tromboembolik.

Efek Samping:

Mual, muntah, diare, pusing dan rash.

Interaksi Obat:

Obat yang berfungsi untuk menjaga hemostasis tidak diberikan bersamaan dengan obat antifibrinolitik. Pembentukan trombus akan meningkat dengan adanya oestrogen, atau mekanisme antifibrinolitk diantagonis oleh senyawa trombolisis.

Pengaruh Kehamilan: Faktor resiko : B

Bentuk Sediaan:

Kapsul 250 mg, Tablet 500 mg, Injeksi 50 mg/ml

Peringatan:

(13)

Mekanisme Aksi:

Asam traneksamat bekerja dengan cara memblok ikatan plasminogen dan plasmin terhadap fibrin ; inhibisi terhadap plasmin ini sangat terbatas pada tingkat tertentu.

B.2. ASAM TRANEKSAMAT PRODUKSI KALBE FARMA

(14)

Bentuk Sediaan:

Kapsul 250 mg, tablet 500 mg, injeksi 50 mg dan 100 mg.

Farmakologi:

Antifibrinolitik yang secara kompetitif menghambat aktivasi plasminogen menjadi plasmin, dengan berikatan dengan bagian-bagian spesifik dari plasminogen dan plasmin. Absorpsi dalam saluran cerna tidak dipengaruhi makanan, bioavailabilitas : 34%, ikatan protein plasma 3%, distribusi luas ke SSP, cairan sinovial, semen ginjal, kelenjar prostat

Indikasi:

Untuk fibrinolisis lokal seperti epistaksis, prostatektomi, konisasi serviks, edema angioneurotik herediter, pendarahan abnormal sesudah operasi, pendarahan sesudah operasi gigi pada penderita hemofilia.

Dosis:

KALNEX® 50 mg injeksi :

- Sehari 1 - 2 ampul (5 - 10 mL) disuntikkan secara intravena atau intramuskular, dibagi dalam 1 - 2 dosis. Pada waktu atau setelah operasi, bila diperlukan dapat diberikan sebanyak 2 -10 ampul (10 - 50 mL) dengan cara infus intravena. KALNEX® 100 mg injeksi :

2,5 5 mL per hari disuntikkan secara intravena atau intramuskular, dibagi dalam 1 -2 dosis pada waktu atau sesudah operasi, bila perlu, 5 - -25 mL diberikan dengan cara infus intravena.

Dosis KALNEX® harus disesuaikan dengan keadaan pasien masing-masing sesuai dengan umur atau kondisi klinisnya.

Kontraindikasi:

Gangguan fungsi ginjal berat, hematuria, risiko tinggi trombosis

Peringatan dan Perhatian:

(15)

- Pedoman untuk pasien/penderita insufisiensi ginjal berat :

Pasien dengan kreatinin serum 120 - 250 µmol/L: dosis 15 mg/kg BB dengan pemberian harian

adalah 2x sehari.

Pasien dengan kreatinin serum 250 - 500 µmol/L: dosis 15 mg/kg BB dengan pemberian harian

adalah setiap 24 jam sekali.

Pasien dengan kratinin serum lebih dari 500 µmol/L: dosis 7,5 mg/kg BB dengan pemberian harian

adalah setiap 24 jam sekali.

Efek Samping:

Gangguan-gangguan gastrointestinal, mual, muntah-muntah, anoreksia, pusing, eksantema dan sakit kepala dapat timbul pada pemberian secara oral. Gejala-gejala ini menghilang dengan pengurangan dosis atau penghentian pengobatannya. Injeksi intravena yang cepat dapat menyebabkan pusing dan hipotensi.

(16)

C. PEMBERIAN INTRASPINAL

Anestesi spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan menyuntikkan sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal (CSF). Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.

Spinal anestesi mudah untuk dilakukan dan memiliki potensi untuk memberikan kondisi operasi yang sangat baik untuk operasi di bawah umbilikus. Spinal anestesi dianjurkan untuk operasi di bawah umbilikus misalnya hernia, ginekologi dan operasi urologis dan setiap operasi pada perineum atau alat kelamin. Semua operasi pada kaki, tapi amputasi meskipun tidak sakit, mungkin merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan untuk pasien yang dalam kondisi terjaga. Dalam situasi ini dapat menggabungkan tehnik spinal anestesi dengan anestesi umum.

Teknik anestesi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu anestesi umum dan anestesi regional. Anestesi umum bekerja untuk menekan aksis hipotalamus-pituitari adrenal, sementara anestesi regional berfungsi untuk menekan transmisi impuls nyeri dan menekan saraf otonom eferen ke adrenal. Teknik anestesia yang lazim digunakan dalam seksio sesarea adalah anestesi regional, tapi tidak selalu dapat dilakukan berhubung dengan sikap mental pasien.

(17)

cocok untuk menangani pasien dengan trauma yang telah mendapatkan resusitasi yang adekuat dan tidak mengalami hipovolemik.

Indikasi:

1. Bedah ekstremitas bawah 2. Bedah panggul

3. Tindakan sekitar rektum perineum 4. Bedah obstetrik-ginekologi

5. Bedah urologi

6. Bedah abdomen bawah

7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan anesthesia umum ringan.

Kontra indikasi absolut:

1. Pasien menolak

2. Infeksi pada tempat suntikan 3. Hipovolemia berat, syok

4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan 5. Tekanan intrakranial meningkat

6. Fasilitas resusitasi minim

7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.

Kontra indikasi relatif:

1. Infeksi sistemik

(18)

BAB III

PEMBAHASAN

Dari adanya kasus ini, dapat ditarik beberapa hal yang perlu untuk diketahui, yaitu: KASUS:

 Dua orang pasien RS Siloam Karawaci meninggal dunia dalam waktu berdekatan setelah mendapat injeksi obat bius Buvanest Spinal 0,5 persen produksi Kalbe Farma untuk tindakan operasi yang diberikan di bagian punggung sebelum operasi dilakukan.

 Pasien tersebut memiliki jenis operasi yang berbeda, yang satu operasi Caesar dan yang lain untuk kasus urologi.

 Ada dugaan juga terjadi pada pasien di RS Saint Carolus. Badan POM juga harus memeriksa kejadian di RS lainnya.

AKIBAT:

 Setelah disuntikkan, pasien merasa gatal-gatal dan kejang. Lalu segera dimasukkan ke ICU sebelum akhirnya meninggal dunia.

 Pada 12 februari 2015, kedua pasien meninggal, karena pasien telah mengalami resistensi obat atau penolakan terhadap obat yang diberikan.

KEMUNGKINAN PENYEBAB YANG TERJADI:

 Buvanest telah tertukar label atau terkontaminasi dengan asam traneksamat.

 PT Kalbe Farma telah lalai dalam proses pengisian kandungan obat anestesi ke dalam kemasan produknya.

 BPOM juga melakukan audit dan investigasi ke sarana produksi obat Buvanest Spinal, yaitu PT Kalbe Farma Tbk, dan menemukan adanya potensi mix up. Dari sampel yang mereka teliti, kemasan Buvanest Spinal memang berisi Asam traneksamat, yaitu anti pendarahan. Juga ditemukan penerapan prosedur cara pembuatan obat yang baik (CPOB) tidak seperti yang diharapkan.

(19)

Sampai saat ini, masih terdapat kejanggalan dari kasus ini, karena sejumlah rumah sakit lain yang juga menggunakan obat produk PT Kalbe Farma jenis, tidak ditemukan kesalahan seperti kasus di RS Siloam Karawaci.

Saat ini, Perusahaan farmasi PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) menarik dua jenis obat anestesi lokal yang digunakan dalam bedah urologi serta bedah sesar yakni batch Buvanest Spinal 0,5 persen Heavy 4 ml dan Asam Tranexamat Generik 500 mg/Amp 5 ml batch no.629668 dan 630025.

Sehubungan dengan adanya kasus ini, maka BPOM mengeluarkan siaran pers melalui website-nya, yang bertuliskan sebagai berikut:

SIARAN PERS

PENJELASAN BADAN POM TENTANG KEJADIAN TIDAK DIINGINKAN YANG SERIUS TERKAIT INJEKSIBUVANEST SPINAL

Sehubungan dengan adanya kejadian tidak diinginkan yang serius pada penggunaan obat injeksi Buvanest Spinal 0,5% Heavy 4 ml/5 (Bupivacaine HCl) produksi Industri Farmasi PT Kalbe Farma, Tbk. di Siloam Hospital Lippo Village Karawaci, berikut ini penjelasan dari Badan POM terkait kasus tersebut:

1. Bahwa Sabtu 14 Februari 2015, Badan POM menerima informasi dari Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan mengenai kejadian tidak diinginkan yang serius dan mengakibatkan meninggalnya pasien pada penggunaan obat injeksi Buvanest Spinal 0,5% Heavy 4 ml/5 (Bupivacaine HCl) produksi Industri farmasi PT Kalbe Farma, Tbk. di Siloam Hospital Lippo Village Karawaci;

2. Bahwa guna melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat dari potensi risiko yang membahayakan, atas informasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Badan POM telah melakukan langkah-langkah regulatory actions sebagai berikut:

(20)

b. 15 dan 16 Februari 2015, Badan POM telah melakukan pemeriksaan terkait pemenuhan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) terhadap produsen injeksi Buvanest Spinal 0,5% Heavy, yaitu Industri Farmasi PT Kalbe Farma, Tbk. dan jalur distribusinya, yaitu Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT. Enseval Puta Megatrading, Tbk. serta melakukan monitoring farmakovigilans ke Siloam Hospital Lippo Village Karawaci;

3. Bahwa berdasarkan hasil audit dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam angka 2, dan dalam rangka kehati-hatian, Badan POM pada 16 Februari 2015 telah mengirimkan laporan, surat peringatan (safety alert letter), dan/atau surat perintah kepada:

a. Menteri Kesehatan Republik Indonesia berupa laporan tindakan regulatory Badan POM terkait injeksi Buvanest Spinal 0,5% Heavy produk Industri Farmasi PT Kalbe Farma, Tbk dan injeksi Asam Traneksamat produk Industri Farmasi PT Hexpharm Jaya Laboratories;

b. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dengan tembusan kepada Menteri Kesehatan dan Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (Perdatin) untuk tidak menggunakan injeksi Buvanest Spinal 0,5% Heavy produksi Industri Farmasi PT Kalbe Farma, Tbk. sampai investigasi dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan POM selesai dilakukan;

c. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dengan tembusan kepada Menteri Kesehatan dan PB. Ikatan Dokter Indonesia (PB. IDI), untuk tidak menggunakan injeksi Asam Traneksamat, kemasan Dus 10 ampul @ 5 ml, nomor bets 629668 dan 630025 dari Industri Farmasi PT Hexpharm Jaya Laboratories yang diproduksi oleh PT Kalbe Farma, Tbk., sampai investigasi dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan POM selesai dilakukan;

d. Pimpinan/Apoteker Penanggung Jawab Industri Farmasi PT Kalbe Farma, Tbk. untuk melakukan penghentian distribusi dan melakukan penarikan kembali injeksi Buvanest Spinal 0,5% Heavy seluruh bets serta melaporkan hasilnya kepada Badan POM;

(21)

ml, Nomor bets 629668 dan 630025 serta melaporkan hasilnya kepada Badan POM; dan

f. Kepala Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia untuk melakukan verifikasi dan monitoring pelaksanaan penarikan injeksi Buvanest Spinal 0,5% Heavy produksi Industri Farmasi PT Kalbe Farma, Tbk dan injeksi Asam Traneksamat produk Industri Farmasi PT Hexpharm Jaya Laboratories, kemasan Dus 10 ampul @ 5 ml, Nomor bets 629668 dan 630025.

4. Bahwa pada 17 Februari 2015, berdasarkan hasil investigasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2, Badan POM telah menetapkan regulatory actions selanjutnya sebagai berikut:

a. Menerbitkan Surat Perintah Penghentian Sementara Kegiatan Fasilitas Produksi Larutan Injeksi Volume Kecil Nonbetalaktam Industri Farmasi PT Kalbe Farma, Tbk., dengan kewajiban untuk:

 Melakukan investigasi secara menyeluruh terhadap dugaan terjadinya mix-up produk Buvanest Spinal 0,5% Heavy Injeksi dan Asam Traneksamat Injeksi yang kemungkinan terjadi pada kegiatan pembuatan obat untuk mendapatkan akar masalah dan menetapkan tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan; dan

 Membuat kajian manajemen risiko;

b. Menerbitkan Surat Keputusan Kepala Badan POM tentang pembekuan izin edar Injeksi Buvanest Spinal 0,5% Heavy produksi Industri Farmasi PT Kalbe Farma, Tbk.

5. Bahwa industri farmasi PT Kalbe Farma, Tbk., melalui surat nomor 010/QO/KF/II/2015 tanggal 25 Februari 2015 perihal Tanggapan terhadap Surat Penghentian Sementara Kegiatan Fasilitas Produksi Larutan Injeksi Volume Kecil Nonbetalaktam, telah menyampaikan hasil investigasi terhadap dugaan terjadinya mix-up produk Buvanest Spinal 0,5% Heavy Injeksi dan Asam Traneksamat Injeksi yang kemungkinan terjadi pada kegiatan pembuatan obat dan hasil kajian manajemen risiko;

(22)

angka 5, dengan kesimpulan bahwa hasil investigasi dan kajian manajemen risiko tersebut belum menggambarkan akar masalah terjadinya dugaan mix-up produk Injeksi Buvanest Spinal 0,5% Heavy, sehingga PT Kalbe Farma tidak dapat memberikan Corrective Action and Preventive Action (CAPA) yang tepat;

7. Bahwa berdasarkan hal sebagaimana dimaksud dalam angka 6, pada tanggal 2 Maret 2015 Badan POM telah menerbitkan Surat Keputusan Kepala Badan POM tentang pembatalan izin edar Injeksi Buvanest Spinal 0,5% Heavy produksi Industri Farmasi PT Kalbe Farma, Tbk.;

8. Bahwa selanjutnya Badan POM akan melakukan inspeksi sistemik ke Industri Farmasi PT Kalbe Farma, Tbk. untuk menilai penerapan sistem mutu secara menyeluruh.

9. Bahwa terkait dengan hasil verifikasi dan monitoring pelaksanaan penarikan injeksi Buvanest Spinal 0,5% Heavy dan injeksi Asam Traneksamat nomor bets 629668 dan 630025, sebagaimana dimaksud dalam angka 3 huruf f, sampai dengan 26 Februari 2015, hasilnya sebagai berikut

a. Telah dilakukan penarikan sejumlah 8.219 (delapan ribu dua ratus Sembilan belas) box @ 5 ampul dan 5.450 (lima ribu empat ratus lima puluh) ampul injeksi Buvanest Spinal 0,5% Heavy;

b. Telah dilakukan penarikan sejumlah 1.564 (seribu lima ratus enam puluh empat) box @ 10 ampul dan 10.518 (sepuluh ribu lima ratus delapan belas) ampul Asam Traneksamat;

10. Untuk keterangan lebih lanjut dapat menghubungi Contact Center HALO BPOM 1-500-533, SMS 0812-19999-533, email halobpom@pom.go.id, atau Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia

Jakarta, 4 Maret 2015

Biro Hukum dan Humas Badan POM RI Telepon/Fax : 021-4209221

(23)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Bupivakain adalah obat anestesi lokal jenis amida yang memiliki masa kerja panjang dan mula kerja yang pendek. Seperti halnya anestesi lokal lainnya, bupivakain akan menyebabkan blokade yang bersifat reversibel pada perambatan impuls sepanjang serabut saraf, dengan cara mencegah pergerakan ion-ion natrium melalui membran sel, ke dalam sel.

2. Asam traneksamat merupakan inhibitor fibrinolitik sintetik bentuk trans dari asam karboksilat sikloheksana aminometil. Secara in vitro, asam traneksamat 10 kali lebih poten dari asam aminokaproat. Asam traneksamat merupakan competitive inhibitor dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah lain, oleh karena itu asam traneksamat dapat digunakan untuk membantu mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis yang berlebihan.

3. Asam traneksamat jika dimasukkan ke dalam intraspinal maka akan menyebabkan kerusakan sistem saraf disebabkan oleh sifatnya yang asam dan khasiatnya yang merupakan hemostatik atau anti pendarahan.

A. Saran

(24)

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

http://smart-pustaka.blogspot.com/2012/02/bupivacaine.html (diakses pada tanggal 27 Februari 2015)

http://smart-pustaka.blogspot.com/2012/02/bupivacaine.html (diakses pada tanggal 27 Februari 2015)

http://en.wikipedia.org/wiki/Bupivacaine (diakses pada tanggal 27 Februari 2015)

http://www.kalbemed.com/Products/Drugs/Branded/tabid/245/ID/3214/Buvanest-Spinal-05-Heavy.aspx (diakses pada tanggal 27 Februari 2015)

https://indonesiacompanynews.wordpress.com/2015/02/19/soal-buvanest-kalbe-farma/ (diakses pada tanggal 27 Februari 2015)

http://www.kalbemed.com/Products/Drugs/Branded/tabid/245/ID/4105/Kalnex.aspx (diakses pada tanggal 27 Februari 2015)

http://pionas.pom.go.id/monografi/asam-traneksamat (diakses pada tanggal 27 Februari 2015)

http://www.informasiobat.com/traneksamat (diakses pada tanggal 27 Februari 2015)

http://rsuimadinah.blogspot.com/2012/05/traneksamat.html (diakses pada tanggal 27 Februari 2015)

(25)

http://www.pom.go.id/new/index.php/view/pers/253/Siaran-Pers-Penjelasan-Badan- POM-Tentang-Kejadian-Tidak-Diinginkan-Yang-Serius-Terkait-Injeksi-Buvanest-Spinal.html (diakses pada tanggal 07 Maret 2015)

http://www.beritasatu.com/kesehatan/250762-kasus-buvanest-spinal-kemkes-dan-bpom-investigasi-produk-kalbe-farma.html (diakses pada tanggal 07 Maret 2015)

http://www.merdeka.com/peristiwa/kalbe-farma-ngaku-rs-lain-tak-ada-keluhan-pakai-obat-buvanest-spinal.html (diakses pada tanggal 07 Maret 2015)

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang

Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa adsorben hasil perendaman HCl 5M lebih baik daripada adsorben komersial, tetapi pada analisa uji T menunjukkan bahwa penurunan

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik. ACHMAD

Bahan pangan organik memiliki kandungan gizi dan komponen fungsional yang lebih tinggi dibanding non- organik serta tidak mengandung residu kimia dan logam berat. Kacang merah

Berdasarkan hasil observasi di kelas X SMAN 11 Makassar, peneliti menemukan beberapa masalah yang berkaitan dengan pemahaman konsep dalam pembelajaran

 Describing the job in terms of measurable, observable, behavioral competencies (knowledge, skills and/or behaviors) that an employee doing that job must exhibit.  “In order

Misalkan akan dilakukan proses mining semua frequent itemset dari sebuah database transaksi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3a dengan minimum support threshold

Berikut ini adalah soal – soal logika matematika yang saya ambil dari soal Ujian Nasional tahun 2000 s.db. Jika hari panas, maka Ani