• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Private Military Company Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penggunaan Private Military Company Oleh"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN PRIVATE MILITARY COMPANY (PMCs)

OLEH NEGARA DAN TINJAUAN DARI HUKUM

HUMANITER INTERNASIONAL

Oleh:

Gery Gugustomo Defence Management Study Indonesia Defence University

Bogor, Indonesia gery.gugustomo@gmail.com

Sejak akhir abad ke 20, tentara bayaran bereformasi menjadi sebuah organisasi-organisasi

atau perusahaan professional yang memiliki legitimasi di mata hukum dalam menjalankan

operasi jasa keamanan, organisasi tersebut disebut sebagai Private Military Company (PMC).

Beberapa contoh PMC antara lain Executive Outcomes dan Sandline International yang

beroperasi di Sierra Leone dalam mengalahkan Revolutionary United Front (Executiver

Outcomes, 2011), serta Blackwater yang menjalankan operasi keamanan di Irak (Iraq…, 2007).

Isu terbaru tentang PMC datang dari wacana perang melawan Organisasi Terorisme ISIS

dalam konflik bersenjata di Irak yang telah menyatakan pengusaan wilayah barat Irak dan

wilayah timur Siriah. Wacana penggunaan PMC untuk perang melawan ISIS muncul, salah

satunya berasal Mantan Sekretaris Negara Amerika Serikat, Henry Kissinger, dan seorang pengamat politik, Bill O‟Reilly. Ide tersebut disampaikan keduanya dalam acara The Fox News. O‟Reilly mengatakan bahwa ia mendukung penggunaan tentara bayaran, begitu pula dengan Kissinger. Penggunaan tentara bayaran akan terjadi, meskipun tidak dalam pemerintahan Obama

(Puckett, 2014). Beberapa pendapat lain yang mendukung mengatakan bahwa penggunaan PMC

layak secara ekonomi, layak secara politik dalam arti semakin banyak tentara swasta maka

semakin banyak tentara nasional yang selamat, serta secara strategi lebih fleksibel, mudah

dibentuk atau dirubah dari pada strategi militer nasional (Turcan, 2014).

Isu PMC lainnya juga muncul dari konflik di Ukraina. Tanggal 29 April 2014 Intelejen

Jerman (BND) menginformasikan tentang gerakan tentara bayaran dari perusahaan Academi

(2)

Donetsk, Ukraina Timur. Informasi tersebut terpublikasi melalui media Jerman Bild am Sonntag

(Muhaimin, 2014).

Kemunculan PMC ini menarik untuk diperbincangkan. Eksistensinya yang lebih sering

digunakan oleh sebuah Negara sering dikaitkan dengan Tentara Bayaran yang selalu mewarnai

setiap konflik. Tulisan ini akan menjelaskan mengenai deskripsi PMC, kajian teori penggunaan

PMC menggunakan Principal-Agent Theory, serta analisis status hukum PMC di dalam

International Humanitarian Law.

Tentang Private Military Company

PMC merupakan perusahaan swasta yang mempunyai spesialisasi dalam menyediakan

jasa dibidang militer meliputi pelaksanaan operasi-operasi tempur, perencanaan strategis,

pengumpulan data intelejen, dukungan logistik, pelatihan, pengadaan dan pemeliharaan senjata

dan peralatan tempur. Mereka mengakomoodasi berbagai macam klien seperti pemerintahan dan

angkatan bersenjata baik dalam negeri maupun luar negeri, PBB, maupun NGO. (Schulz &

Yeung, 2005, Hal 2).

Caparini & Schreier (2005, Hal 3-4) berpendapat bahwa berakhinya Perang Dingin pada

awal 1990an menandai kemajuan pesat bisnis jasa militer dan keamanan ini. Perubahan kondisi

politik internasional menjadi kondisi damai mengakibatkan mengurangan jumlah tentara secara

besar-besaran. Pengurangan tersebut mencapai 7 juta anggota militer dari beberapa Negara

seperti Amerika Serikat, Rusia, dan beberapa Negara NATO. Para mantan tentara tersebut tidak

memiliki kemampuan lain selain kemampuan militer dan bertarung. PMC menjadi lahan

pekerjaan yang cocok bagi para mantan tentara.

Kondisi paska Perang Dingin yang banyak diwarnai dengan konflik kontemporer seperti

konflik internal Negara, peperangan kecil antar Negara tetangga, dan konflik antar etnis

membuat bisnis PMC juga semakin berkembang. Seperti yang diungkapkan oleh Turcan (2010,

hal 146) :

“After the end of the bipolar international system, a stable order in which

nation stateswere the premier players and their interests were the

fundamental determiners of their behaviors, a power vacuum emerged in

(3)

Terdapat 115 konflik bersenjata dalam periode tahun 1989-2001. Sampai dengan 2001,

dari 115 konflik yang tercatat, ada 34 konflik yang masih berlangsung di 28 Negara (Gleditsch,

2002, hal 2). Pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam konflik, atau Pemerintahan Negara

yang telah berakhir konfliknya membutuhkan jasa keamanan PMC untuk perlindungan dan

pertahanan, serta mendukung proses rekonstuksi paska konflik.

Sama halnya dengan perusahaan swasta pada umumnya, orientasi PMC adalah

keuntungan. Hak dan kewajiban PMC dalam sebuah operasi berpegangan pada kontrak yang

telah disepakati dengan klien, sehingga Klien memiliki peranan penting dalam membentuk

perilaku PMC (Schulz & Yeung, 2005, Hal 8).

Terdapat tantangan tersendiri dalam awal penggunaan PMC berkaitan dengan

akuntabilitas dan transparansi, khususnya dalam jasa-jasa yang diekspor ke luar negeri. Sulit

untuk mencari pertanggungjawaban PMC melalui perundang-undangan yang ada jika terjadi

suatu insiden. Pada skala perang yang kecil dan bersifat taktis, penggunaan PMC lebih efisien

dan efektif, karena saat operasi militer yang dijalankan PMC gagal maka pengguna PMC

tersebut bisa melakukan penyangkalan dan lepas dari masalah yang ditimbulkan (Schulz &

Yeung, 2005, Hal 3).

Belum ada hukum internasional yang mengatur tentang keberadaan PMC. Namun, dalam

perkembangannya International Committee of the Red Cross (ICRC) mengeluarkan Montreux

Document, sebuah dokumen yang menjelaskan kewajiban hukum dan praktik penggunaan PMC

bagi Negara-negara yang menjadi klien. Keberadaan dokumen tersebut membuat kejelasan

mengenai klien sebagai penanggung jawab PMC. Secara umum, bagi pihak yang menggunakan

jasa PMC memiliki kewajiban memastikan PMC dan jajaran personelnya mengetahui hak dan

kewajiban dalam kontrak, tidak mendukung tindakan-tindakan yang melanggar Hukum

Humanitarian Internasional, berusaha menekan potensi pelanggaran Hukum Humanitarian

Internasional dengan menerapkan regulasi militer dan sanksi Yudisial (The Montreux.., 2008).

Contoh kasus yang dapat diangkat adalah ketika PMC Blackwater bertugas di Irak

dibawah kontrak Amerika Serikat pada tahun 2007. Blackwater bertugas mengawal rombongan

diplomat Amerika Serikat, saat berada di Alun-Alun Nisur, Baghdad, mereka hendak membuka

jalan bagi rombongan namun dengan cara menembak kerumunan orang yang berada di

Alun-Alun. 14 warga sipil tak bersenjata meninggal dan 18 warga lainnya terluka. 4 anggota

(4)

Amerika Serikat antara lain Paul Slough, Dustin Heard, Evan Liberty dan Nicholas Slatten. Para

tersangka terancam hukuman 30 tahun penjara, kecuali Nicholas Slattern yang terancam

hukuman seumur hidup karena didakwa sebagai pihak yang memicu tembakan (Armandhanu,

2014).

Kajian Principal-Agent Theory Terhadap Penggunaan PMC

Teori ini dipilih untuk menjelaskan hubungan PMC dan para kliennya baik dari aktor

Negara maupun dari non-negara yang disebut sebagai Principal. Peter D. Feaver (Dalam Petrina,

2005, hal 7) menjelaskan bahwa teori ini berdasar pada otoritas yang didelegasikan Principal

kepada sebuah agen. Hubungan tersebut merupakan penggunaan sebuah otoritas oleh agen

mewakili principal melalui alat utama yaitu sebuah kontrak.

Feaver (Dalam Petrina, 2005, hal 7) menyebutkan 3 masalah utama dalam hubungan

Principal-Agent, antara lain:

1. Information Asymatris. Dalam menjalankan tugasnya, agen memperoleh informasi yang

lebih baik daripada principal. Hal tersebut mengakibatkan pelaku utama kesulitan dalam

melakukan monitoring terhadap agen.

2. Adverse Selection. Dalam memilih agen, timbul ketidakyakinan dari principal terhadap

kapabilitas dan kualifikasi agen. Karena, kedua hal tersebut baru dapat diketahui secara

penuh ketika principal telah agen bekerja.

3. Moral Hazard. Terdapat perbedaan pandangan antara principal dan agen atau ketidak

sesuaian antara mandat agen yang telah tertuang dalam kontrak dengan peforma agen

dalam menjalankan tugasnya di lapangan, apakah agent telah melakukan tugasnya secara

benar? Apakah agen melakukan penyimpangan otoritas? apakah pelaku utama puas atau

tidak?

Terkait dengan ketiga masalah yang diungkapkan di atas, Feaver (Dalam Petrina, 2005,

hal 7) mengemukaan dua hal untuk mencegah masalah tersebut muncul, yaitu melalui

mekanisme monitoring dan mekanisme hukuman yang baik.

Berdasarkan teori Principal-Agent ini, jika Negara sebagai salah satu klien PMC, maka

Negara adalah principal, sedangkan agen yang dimaksud adalah PMC itu sendiri. Sebagai klien,

(5)

berdasarkan kontrak kerja yang telah disepakati. Ketiga masalah yang disampaikan Feaver di

atas terjadi dalam hubungan Negara-PMC, terutama masalah Information Asymetris dan Moral

Hazard. Dalam tugas-tugas luar negeri yang didelegasikan kepada PMC, performa PMC di

lapangan tidak akan selalu sesuai dengan yang diharapkan oleh Negara. Sebagai contoh, pada

konflik di Bosnia Amerika Serikat menggunakan jasa sebuah PMC yaitu DynCorp sejak tahun

1995. Tugas DynCorp adalah menyediakan dukungan pemeliharaan terhadap tentara Amerika

Serikat di Bosnia. Selain itu DynCorp juga bertugas melakukan rekrutmen untuk satuan polisi

internasional melalui anak perusahaannya di Inggris. Akan tetapi dalam menjalankan tugasnya,

DynCorp melakukan skandal penyelundupan manusia dan prostitusi dibawah umur. Hal tersebut

terungkap setelah 2 anggotanya membocorkan tindakan penyelewengan tersebut, bukan hasil

dari monitoring Negara sebagai pengguna utama PMC (Robson, 2002). Kasus tersebut

membuktikan bahwa penggunaan PMC memerlukan penerapan mekanisme pengawasan dan

mekanisme hukuman yang baik oleh pengguna utama. Usaha pencegahan melalui monitoring

kegiatan PMC sulit dilakukan karena memakan biaya yang tidak murah.

PMC Dipandang dari Hukum Humaniter Internasional

Terdapat perbedaan antara PMC dengan Tentara Bayaran yang disebutkan dalam Hukum

Humaniter Kebiasaan. Pada pasal 47 Protokol Tambahan 1 1977 Konvensi Geneva (Henkaerts,

2005,hal 2574) disebutkan kriteria tentara bayaran sebagai berikut:

1. Harus direkrut secara khusus untuk bertempur di dalam konflik bersenjata.

2. Terlibat secara langsung dalam pertempuran.

3. Motivasinya untuk terlibat dalam pertempuran hanya untuk mendapatkan keuntungan

pribadi dari satu pihak dalam konflik.

4. Bukan warga negara dari pihak yang berkonflik atau penduduk dari wilayah yang

dikuasai pihak yang berkonflik.

5. Bukan anggota angkatan bersenjata dari pihak yang berkonflik, dan

6. Tidak dikirim oleh negara yang tidak terlibat dalam konflik bersenjata yang dimaksud.

Jika membandingkan kriteria yang tercantum dalam Pasal 47 Protokol Tambahan 1 tahun

1977 Konvensi Geneva dengan sifat-sifat PMC maka dapat terlihat beberapa perbedaan

(6)

Inti bisnis PMC adalah pengadaan jasa dan barang yang berkaitan dengan militer, seperti

menyediakan layanan pelatihan, keamanan individu dan kegiatan inteligen. Selain itu, PMC

adalah perusahaan resmi dan legal di mata hukum, sedangkan tentara bayaran tidak.

Bagaimana Konvensi Geneva memandang PMC? Hukum Humaniter Internasional

memang belum mengatur secara langsung mengenai keberadaan PMC dalam konflik. Namun

berdasarkan Konvensi Geneva III Pasal 4 tentang pihak-pihak yang bisa mendapat status

Prisoner of War (PoW), dan memandang sifat-sifat PMC atau kemampuan yang dimilikinya,

maka PMC dapat dikategorikan sebagai kombatan maupun non-kombatan. Kategori kombatan

didapatkan ketika PMC tergabung sebagai anggota dari militer terkait, sehingga konsekuensinya

PMC akan berada pada struktur komando, memiliki tanda pembeda yang jelas, membawa

senjata, serta mematuhi hukum kebiasaan perang. Status legal mereka, termasuk hak dan

kewajiban, tidak berbeda dari anggota militer lainnya, dan jika tertangkap mereka akan

dikenakan status tawanan perang (PoW).

PMC dikategorikan sebagai non-kombatan ketika menjadi sipil yang meyertai pasukan

militer dengan menjadi supply contractor, sesuai fungsi PMC lainnya selain menjadi

menjalankan operasi-operasi tempur yaitu pengumpulan data intelejen, dukungan logistik,

pelatihan, pengadaan dan pemeliharaan senjata dan peralatan tempur. Sebagai warga sipil, PMC

mendapat perlindungan penuh baik dari Hukum Humaniter Internasional maupun dari Hukum

Kebiasaan Internasional.

Kesimpulan

Situasi politik internasional yang berubah menjadi tanpa perang membuat beberapa

Negara yang mengalami over-production anggota militer melakukan efisiensi organisasi

militernya dengan cara mengurangi jumlah anggota. Anggota militer yang terkena imbas

pengurangan tersebut beralih ke lahan bisnis keamanan dimana kemampuan mereka bisa

dimanfaatkan dengan sebaik mungkin.

Dalam menjalan hubungannya dengan klien, ada 3 masalah utama yang muncul sesuai

dengan yang dikemukakan dalam teori Principal-Agent yang dikemukakan oleh Peter D. Feaver.

Masalah-masalah tersebut dapat diatasi dengan mekanisme monitoring dan mekanisme hukuman

yang baik, dicantumkan dalam kontrak bisnis antara Negara dan PMC. Sesuai dengan Montreux

(7)

yang digunakannya, memastikan PMC yang dikontrak mematuhi hukum humaniter, dan

berusaha mencegah kejahatan atau pelanggaran terhadap hukum humaniter yang dapat dilakukan

oleh anggota PMC.

Dalam Hukum Humaniter Internasional, belum ada penjelasan dan pengaturan tentang

PMC. Meski secara sifat PMC bisa berfungsi sebagai kombatan maupun non-kombatan, Hukum

Humaniter tidak dapat mengakomodasi status yang setengah-setengah atau semi-kombatan

terhadap PMC. Maka dilakukan penyesuaian sifat-sifat PMC terhadap kategori-kategori

kelompok yang telah disebutkan dalam Hukum Humaniter Internasional. Dengan semakin

berkembangnya bisnis dan aktivitas PMC, maka perlu dilakukan reformasi hukum di bidang ini.

Daftar Pustaka

Denny Armandhanu, 2014, "Tentara Blackwater Bersalah Bunuh Warga Irak",

http://www.cnnindonesia.com/internasional/20141023103550-134-7583/tentara-blackwater-bersalah-bunuh-warga-irak (20 Oktober 2014)

"Executiver Outcomes", 2011,

http://www.globalsecurity.org/military/world/para/executive_outcomes.htm (20

Oktober 2014)

Fred Schreier & Marina Caparini, 2005, "Privatising Security: Law, Practice and Governance of

Private Military and Security Companies",

http://psm.du.edu/media/documents/reports_and_stats/think_tanks/dcaf__schreie

r_caparini_privatising_security_law_practice_and_governance.pdf (20 Oktober

2014)

“Geneva Convention Additional Protocol 1”, 1977,

https://treaties.un.org/doc/Publication/UNTS/Volume%201125/volume-1125-I-17512-English.pdf (22 Oktober 2014)

“Geneva Convention IV”, 1949,

(8)

applic/ihl/ihl.nsf/AE2D398352C5B028C12563CD002D6B5C/FULLTEXT/ATT

XSYRB.pdf. (22 Oktober 2014)

Gilbert E. Petrina, 2005, "An Agency Theory View of The Military Advisor",

http://www.dtic.mil/cgi-bin/GetTRDoc?AD=ADA477032 (21 Oktober 2014)

"Iraq To Eject Security Firm Over Killings", 2007,

http://www.cbsnews.com/news/iraq-to-eject-security-firm-over-killings (20 Oktober 2014)

Jessica Puckett, 2014, "Are Bill O‟Reilly and Henry Kissinger „Simpatico‟ on Global Mercenary

Force?",

http://abcnews.go.com/blogs/politics/2014/09/bill-oreilly-and-henry-kissinger-simpatico-on-global-mercenary-force (20 Oktober 2014)

Jean-Marie Henckaerts, 2005, “Customary International Humanitarian Law”,

https://www.icrc.org/eng/assets/files/other/customary-international-humanitarian-law-ii-icrc-eng.pdf (21 Oktober 2014)

Metin Turcan, 2014, "Are Military Contractors Heading Back To Iraq?",

http://www.al-

monitor.com/pulse/originals/2014/09/us-turkey-iraq-syria-isis-war-contractors-coalition.html (20 Oktober 2014)

Muhaimin, 2014, "Operasi militer di Ukraina, 400 tentara bayaran AS dikerahkan",

http://international.sindonews.com/read/862630/41/operasi-militer-di-ukraina-400-tentara-bayaran-as-dikerahkan (20 Oktober 2014)

Metin Turcan, 2010, "Who Let The Dogs Out?: A Critique of The Security for Hire Option in

Weak States",

https://www.academia.edu/1171432/Who_let_the_dogs_out_A_critique_of_the_

(9)

Nils Petter Gleditsch, 2002, "Armed Conflict 1946-2001: A New Dataset",

www.janeliunas.lt/files/Armed%20Conflict%201946-2001.pdf (21 Oktober

2014)

Sabrina Schulz & Christina Yeung, 2008, "Perusahaan Militer dan Keamanan Swasta dan

Gender",

http://mercury.ethz.ch/serviceengine/Files/ISN/143103/ipublicationdocument_si

ngledocument/bf2b552d-5e81-4746-bff2-f0569bb205ac/id/tool_10indonesian.pdf (20 Oktober 2014)

"The Montreux Document on Private Military and Security Companies", 2008,

https://www.icrc.org/eng/resources/documents/misc/montreux-document-170908.htm (21 Oktober 2014)

Tony Robson, 2002, "Bosnia: The United Nations, human trafficking and prostitution",

Referensi

Dokumen terkait

The Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Syrian Arab Republic shall establish a Joint Indonesian - Syrian Commission on Economic,

 Berikan highlight sepanjang garis tengah tulang hidung, agar dapat memberikan kesan batang hidung terlihat lebih besar dan proporsional.. Koreksi Bentuk batang hidung bengkok

[r]

[r]

dengan yang dilakukan DeLone dan McLean (2016) yang menguangkapkan bahwa kualitas sistem mempunyai hubungan yang positif terkait kualitas layanan yang dipengaruhi oleh

Berdasarkan tabel Total Effect jika nilai t-statistic > 1,96 berarti variabel mediasi mampu memediasi secara penuh, dari hasil pengujian yang telah di lakukan dapat

ditetapkan oleh manajemen melalui beberapa pertimbangan dan analisis faktor lingkungan internal (kelemahan dan kekuatan) dan faktor lingkungan eksternal organisasi

Kata Kunci: Syzygium , daun jambu bol, salam dan jamblang, ekstrak metanol, penapisan fitokimia, aktivitas antioksidan, DPPH, IC