• Tidak ada hasil yang ditemukan

70 POTENSI BIOMASSA PERMUKAAN TANAH PADA JALUR HIJAU DI KOTA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "70 POTENSI BIOMASSA PERMUKAAN TANAH PADA JALUR HIJAU DI KOTA MEDAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI BIOMASSA PERMUKAAN TANAH PADA JALUR HIJAU DI KOTA

MEDAN

Siti Latifah1*), Pindi Patana1), dan Rahmawaty1)

1

Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara email: sitilatifah164@yahoo.co.id

Abstrak

Salah satu peran penting ekologis hutan kota adalah sebagai penyimpan karbon dan mampu menyerap CO2 dalam proses fotosintesis. Potensi hutan kota dalam menyerap karbon dapat diduga

melalui studi biomassa dan karbon. Tujuan jangka panjang penelitian adalah terselenggaranya hutan kota untuk kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan. Target khusus dari penelitian adalah untuk menduga potensi biomassa pada jalur hijau jalan Arteri Sekunder kota Medan. Metode pemanenan biomassa dilakukan dengan nondestructive sampling yaitu dengan menggunakan model allometrik baik yang umum ataupun yang spesifik tanpa melakukan penebangan pada pohon. Jenis Angsana (Pterocarpus indicus) memiliki nilai biomassa, yang tertinggi. Sedangkan nilai biomassa, yang terendah Eukaliptus (Eucalyptus deglupta). Nilai biomassa tertinggi terdapat pada jalur hijau jalan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal, sedangkan nilai biomassa, terendah terdapat pada jalan Cirebon Kecamatan Medan Kota.

Keywords: Jalur Hijau, Hutan Kota, Biomassa, Pohon

1. PENDAHULUAN

Berbagai studi dan laporan menunjukkan Indonesia sebagai emiter ketiga di dunia. Sedangkan apabila tanpa LULUCF (Landuse, landuse change and forestry) menunjukkan Indonesia diperingkat 15. Untuk itu Indonesia mencanangkan target penurunan emisi sebesar 26% pada tahun 2020, dengan kontribusi sektor kehutanan ditetapkan sebesar 14%.

Salah satu sumber sekaligus penyebab terjadinya perubahan iklim global adalah besarnya emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor dan beberapa industri yang menggunakan bahan bakar fosil. Kendaraan bermotor serta industri banyak ditemui di kawasan perkotaan sehingga dapat dikatakan bahwa kawasan perkotaan memiliki kecenderungan tingkat emisi gas rumah kaca yang lebih tinggi dibandingkan dengan pedesaan.

Kota sebagai pusat pembangunan fisik yang paling pesat dengan segala macam kegiatan ekonomi seperti perdagangan, perindustrian, pemerintahan bahkan pemukiman. Namun, pembangunan fisik yang tidak disertai dengan pembangunan kualitas lingkungan sekitar kota akan mengakibatkan berkurangnya jumlah ruang terbuka hijau di kota, peningkatan emisi dari kendaraan bermotor dan pabrik sehingga terjadi polusi udara serta berkurangnya lahan resapan air.

Salah satu upaya pengurangan emisi dan polusi udara di kawasan perkotaan adalah dengan adanya ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau merupakan rosot karbon yang efektif dalam mengurangi emisi karbon di atmosfir. Menurut Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan No. 13 Tahun 2011, ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan merupakan sesuatu yang harus ada dalam tata ruang kota yang luasnya sekitar 30,58% dari luas wilayah kota.

Jalur hijau sebagai salah satu bentuk ruang terbuka hijau merupakan elemen yang sangat penting dalam menjaga unsur keseimbangan kota. Jalur hijau berperan dalam upaya peningkatan penyerapan CO2

dimana dengan bantuan cahaya matahari dan air dari tanah, vegetasi yang berklorofil mampu menyerap CO2 dari atmosfer melalui

proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini antara lain disimpan dalam bentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tumbuh menjadi makin besar atau makin tinggi.

Setiap satu hektar ruang terbuka hijau diperkirakan mampu menghasilkan 0.6 ton O2/1500 penduduk/hari, bernafas dengan lega

(2)

kota lestari maka jumlah karbon (C) yang disimpan akan semakin banyak dan semakin lama. Oleh karena itu, kegiatan penanaman vegetasi pada ruang terbuka hijau akan membantu menyerap kelebihan CO2 di

atmosfer (Wahyu, et. al, 2009). Kota Medan sebagai salah satu kota metropolitan yang memiliki aktivitas transportasi yang sangat tinggi merupakan salah satu alasan pentingnya peran jalur hijau di perkotaan.

Salah satu bentuk hutan kota yang cukup efektif dalam mengurangi emisi karbon adalah adanya jalur hijau di sekitar jalan lalu lintas dalam kota. Tanaman yang ditanam di jalur hijau cukup baik dalam menyerap emisi karbon yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor dan industri yang letaknya didekat jalan. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan analisis potensi biomassa pada jalur hijau jalan Arteri Sekunder kota Medan. Penelitian pendugaan biomassa ini selanjutnya dapat digunakan untuk menyediakan data dalam menduga jasa lingkungan penyerapan karbon suatu kawasan jalur hijau kota Medan.

2. METODE

Penelitian ini dilaksanakan di jalur hijau jalan arteri sekunder Kota Medan. Pada bulan Desember 2014 sampai dengan April 2015.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Position System), PC (Personal Computer), software ArcView GIS

3.3, pita ukur, clinometers, penggaris, kamera digital, dan alat tulis.

Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data lokasi- pada jalur hijau di hutan kota sebagai sumber penyerap CO2

dan penyedia oksigen, data jumlah penduduk kota Medan, nama taman serta jalur hijau kota Medan, Peta Administrasi Kota Medan, data dari Dinas Pertamanan, data dari Badan Pusat Statistik Kota Medan.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

b.1 Menentukan Sample jalur hijau

 Menentukan jalan yang memiliki jalur hijau yang ada di tiap kecamatan Kota Medan yang dijadikan sampel dalam penelitian berdasarkan kriteria jalan arteri menurut Perda Kota Medan No.13 Tahun 2011

 Penentuan luas jalur hijau dengan mengukur panjang dan lebar jalan.

b.2 Inventarisasi tanaman pada jalur hijau

 Menentukan koordinat jalur hijau dengan mengunakan GPS

 Pengumpulan data tanaman (diameter, tinggi, dan jenis tanaman )

 Jenis pohon dimulai dari tingkat pancang (berdiameter < 10 cm dan tinggi > 1,5 m) hingga tingkat pohon. Sedangkan untuk palem hanya yang berdiameter > 20 cm yang diambil datanya.

Tabel 1. Model alometrik beberapa jenis tanaman

Jenis Tanaman Model Alometrik Sumber

Mahoni (Swietenia macrophylla) Y= 0,048. D2,68 Adinugroho dan Sidiyasa,

2006

Angsana (Pterocarpus indicus) Y = exp (-2,134 + 2,530. Ln(D))

Brown, 1997 dalam Combalicer et al, 2011

Palem-paleman YB= exp(-2,134) . D2,530

Brown, 1997 dalam Manuri dkk, 2011

Umum (Tropis) Jenis Pohon Bercabang BK= 0,11. . D2,62

Keterangan,

Y, B, BK = Biomassa total (Kg/Ha)

(3)

b.3 Pengukuran biomassa tanaman

Pemanenan biomassa dilakukan dengan nondestructive sampling yaitu dengan menggunakan model alometrik baik yang umum ataupun yang spesifik tanpa melakukan penebangan pada pohon tersebut sebagaimana dapat dilihat pada tabel 1. Pada penelitian ini penghitungan biomassa hanya dilakukan pada bagian atas tanah saja yaitu pada tegakan hidup. Pada penelitian ini tidak dilakukan penghitungan biomassa pada serasah, tumbuhan bawah ataupun tanaman mati.

Penentuan nilai biomassa per satu individu tanaman (kg/individu), yang selanjutnya

dikonfersi menjadi per satu jalur (kg/ luasan jalur) dan menjadi satuan ton/ha.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Setiap jenis tanaman memiliki nilai biomassa, yang berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pada penelitian ini dilakukan penghitungan biomassa pada jalur hijau jalan arteri sekunder Kota Medan. Nilai biomassa, dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Nilai biomassa, per jalur hijau di Kota Medan

No Kecamatan Jalur Luas Jalur

(Ha)

Biomassa (Ton/Ha)

1 Medan Barat Jl. Guru Patimpus 2,08 34,175

2 Medan Barat Jl. Balai Kota 0,91 597,795

3 Medan Sunggal Jl. Pinang Baris 7,80 247,277

4 Medan Timur Jl. Jawa 1,17 466,917

5 Medan Timur Jl. Irian Barat 1,30 5,241

6 Medan Timur Jl. Perintis Kemerdekaan 4,42 381,935

7 Medan Perjuangan Jl. H.M. Yamin 4,16 561,576

8 Medan Kota** Jl. Cirebon 0,80 1,876

9 Medan Petisah Jl. Haji Adam Malik 0,59 90,595

10 Medan Helvetia Jl. T. Amir Hamzah 1,19 219,620

11 Medan Selayang Jl. Dr. Mansyur 1,04 152,443

12 Medan Timur Jl. Gaharu 0,48 108,187

13 Medan Helvetia Jl. Kapten Muslim 0,79 26,983

14 Medan Maimun Jl. Pemuda 0,22 319,570

15 Medan Helvetia Jl. Setia Budi 1,15 113,011

16 Medan Barat Jl. Ahmad Yani 0,30 7,627

17 Medan Kota Jl. Armada 0,02 59,895

18 Medan Helvetia Jl. Jend. Gatot Subroto 1,48 275,832

19 Medan Maimun Jl. Brigjen Katamso 1,95 203,095

20 Medan Amplas Jl. Sisimangaraja 2,85 242,397

21 Medan Denai Jl. H.M. Jhoni 0,92 160,436

22 Medan Sunggal* Jl. Sunggal 0,32 1.005,715

23 Medan Johor Jl. Brig. Zein Hamid 1,44 119,660

24 Medan Area Jl. A.R. Hakim 1,40 50,671

25 Medan Tembung Jl. William Iskandar 0,79 61,575

26 Medan Helvetia Jl. Bakti 0,40 21,435

27 Medan Tembung Jl. Letda Sujono 1,52 45,807

28 Medan Marelan Jl. Marelan Raya 1,11 39,962

29 Medan Belawan Jl. Sicanang 0,59 6,932

30 Medan Barat Jl. Kol. Yos. Sudarso 1,41 70,544

31 Medan Barat Jl. Putri Hijau 0,38 682,402

32 Medan Perjuangan Jl. Pelita III 0,25 303,311

Total 6.684,497

Rata-rata 208,890

(4)

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa nilai biomassa, tertinggi terdapat pada jalur hijau jalan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal

yaitu sebesar 1.005,715 Ton/Ha. Sedangkan nilai biomassa, terendah terdapat pada jalan Cirebon Kecamatan Medan Kota yaitu 1,876 Ton/Ha.

Tabel 3. Nilai biomassa, per jenis tanaman di seluruh jalur hijau penelitian.

No. Jenis

(Nama Lokal)

Nama Latin Biomassa

(Ton/Ha)

1. Angsana* Pterocarpus indicus 3.293,759

2. Cemara Kipas Thuja occidentalis 0,815

3. Karet Ficus elastic 0,347

4. Kerai Payung Filicium decipiens 11,836

5. Mahoni Switenia macrophylla 1.948,260

6. Mangga Mangifera indica 14,007

7. Glodokan Polyathia longifolia 156,237

8. Mindi Melia azedarach 25,657

9. Palem Raja Oreodoxa regia 649,311

10. Trembesi Samanea saman 11,196

11. Pinus Pinus merkusii 1,603

12. Nangka Artocarpus heterophyllus 0,974

13. Sengon Paraserianthes falcataria 2,337

14. Talok Muntingia calabura 10,695

15. Flamboyan Delonix regia 7,780

16. Waru Hibiscus tillaceus 4,908

17. Ketapang Terminalia catappa 3,346

18. Jati Tectona grandis 310,977

19. Melinjo Gnetum gnemon 38,988

20. Kepuh Sterculia foetida 3,208

21. Dadap Erythrina crystagalii 0,144

22. Beringin Ficus benjamina 14,012

23. Pulai Alstonia scholaris 10,001

24. Asam Jawa Tamarindus indica 2,515

25. Eukaliptus** Eucalyptus deglupta 0,066

26. Duku Lansium domesticum 4,343

27. Jambu Biji Psidium guava 4,620

28. Sawo Manilkara zapota 1,191

29. Akasia Acacia mangium 89,464

30. Tanjung Mimusops elengi 13,196

31. Rambutan Nepheleum lappaceum 1,929

32. Lengkeng Dimocarpus longan 0,504

33. Petai Cina Leucanea leucocephala 1,012

34. Jambu Air Syzygium aqueum 9,629

35. Mengkudu Morinda citrifolia 28,888

36. Cemara Laut Casuarina equisetifolia 2,357

37. Cemara Gunung Casuarina junghuniana 0,419

38. Saga Adenanthera pavonia 0,976

Total 6.684,497

Faktor yang mempengaruhi nilai biomassa adalah diameter tanaman, banyaknya jumlah tanaman dan nilai berat jenis tanaman tersebut. Semakin besar diameter suatu tanaman maka semakin besar

(5)

Sesuai dengan pernyataan Adinugroho (2011) yang menyatakan bahwa rata-rata cadangan karbon tidak hanya dipengaruhi oleh satu parameter saja, tetapi juga dipengaruhi oleh diameter tanaman, keanekaragaman jenis tanaman, kerapatan individu yang secara bersama-sama parameter tersebut memberikan kontribusi dalam besarnya nilai cadangan karbon suatu tegakan. Semakin besar diameter pohon yang didukung dengan jumlah yang banyak maka potensi cadangan karbonnya juga akan semakin besar.

Selain hal tersebut menurut pernyataan Combalicer (2011) bahwa tingginya nilai potensi simpanan karbon lebih dipengaruhi oleh faktor diameter dan berat jenis vegetasinya. Tipe hutan dengan sebaran komposisi berat jenis yang tinggi maka akan cenderung mempunyai nilai simpanan karbon yang lebih tinggi dibandingkan dengan sebaran jenis pohon yang banyak tapi memiliki diameter yang cenderung yang lebih kecil. Pengukuran biomassa suatu tanaman memberikan informasi yang penting dalam pendugaan simpanan karbon dan serapan CO2.

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diketahui bahwa jenis Angsana (Pterocarpus indicus) memiliki nilai biomassa yang tertinggi yaitu 3.293,759 Ton/Ha sebagaimana dapat dilihat pada tabel 3.

Jenis Mahoni (Switenia macrophylla) dan Palem Raja (Oreodoxa regia) juga memiliki. Nilai biomassa yang besar, yaitu 1.948,260 Ton/Ha dan 649,311 Ton/Ha. Sedangkan nilai biomassa, terkecil adalah dari jenis tanaman Eukaliptus (Eucalyptus deglupta) dengan nilai 0,066 Ton/Ha.

Faktor yang mempengaruhi perbedaan nilai biomassa, pada tiap jenis tanaman adalah diameter tanaman dan berat jenis tanaman. Menurut Ratnaningsih dan Suhesti (2010) biomassa tanaman merupakan ukuran yang sering menggambarkankan pertumbuhan tanaman yang menyatakan berat bahan hidup yang dihasilkan oleh tanaman. Potensi biomassa dipengaruhi oleh umur pohon yang merupakan diameter adalah fungsi dari umur pohon. Kandungan karbon di pohon memiliki hubungan yang signifikan dengan diameter pohon. Total jumlah karbon dalam plot dinyatakan sebagai jumlah nilai karbon yang diduga oleh diameter yang dimasukkan ke dalam persamaan (Sato et al, 2002).

Selain kedua faktor tersebut, faktor lain yang mempengaruhi nilai biomassa suatu tanaman adalah jumlah individu tanaman tersebut. Jenis Angsana (Pterocarpus indicus) memiliki jumlah individu yang terbanyak yaitu 3.097 individu atau 51,29% dari total seluruh jenis tanaman yang ada di jalur hijau penelitian.

Kandungan biomassa pohon merupakan total dari kandungan biomassa setiap organ pohon yang merupakan gambaran total material organik hasil fotosintesis.Tanaman sebagai penyerap CO2 di atmosfer

memanfaatkan CO2 dalam proses fotosintesis

yang menghasilkan karbohidrat dan menyebarkannya ke seluruh bagian tanaman dan disimpan dalam bentuk karbon (C). Dengan demikian mengukur jumlah karbon yang tersimpan dalam tubuh tanaman (biomassa) pada suatu areal akan menggambarkan banyaknya CO2 yang diserap

tanaman di atmosfer. Akan tetapi, pengukuran karbon yang masih tersimpan dalam tubuh tanaman yang telah mati secara tidak langsung menggambarkan CO2 yang tidak

dilepaskan ke udara lewat pembakaran (Ratnaningsih dan Suhesti, 2010).

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Jenis tanaman yang terdapat pada jalur hijau penelitian di Kota Medan berjumlah sebanyak 38 jenis tanaman. Jenis Angsana

(Pterocarpus indicus) memiliki nilai

biomassa, yang tertinggi. Sedangkan nilai biomassa, yang terendah Eukaliptus (Eucalyptus deglupta). Nilai biomassa tertinggi terdapat pada jalur hijau jalan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal, sedangkan nilai biomassa, terendah terdapat pada jalan Cirebon Kecamatan Medan Kota.

(6)

5. REFERENSI

Adinugroho, W.C. 2010. Pendugaan

Cadangan Karbon dalam Rangka Pemanfaatan Fungsi Hutan Sebagai

Penyerap Karbon. Hutan dan Konservasi Alam Vol III No. 1: 103-117.

Brown, S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. A Primer. FAO. Forestry Paper. USA. 134. 10-13.

Combalicer, M.S., D. K. Lee, S. Y. Woo, P. S. Park, K. W. Lee, E. L. Tolentino, E. A. Combalicer, Y. K. Lee and Y. D. Park. 2011. Aboveground Biomass and Productivity of Nitrogen-Fixing Tree Species in The Philippines. Scientific Research and Essays

Dahlan, E.N. 2011. Kebutuhan Luasan Areal Hutan Kota Sebagai Rosot (Sink) Gas CO2

Untuk Mengantisipasi Penurunan Luasan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bogor. Forum Geografi. Vol. 25, No. 2: 164-177. Hairiah, K Sitompul, SM., Noorwijk M Van.,

dan Plam, C. 2001. Methods for Sampling Carbon Stoks Above and Below Ground. Bogor. ICRAF Southeast Asian Regional Research Program.

Latifah, S dan Sulistiyono, N. 2011. Potensi Simpanan Karbon Pada Hutan Tanaman Industri Eucalyptus Hybrid Dalam Upaya Mitigasi Dan Adaptasi Terhadap Pemanasan Global Di Sumatera Utara.

Laporan Penelitian Hibah Bersaing DIKTI tahun ke-1.

Latifah, S. 2012. Distribusi Spasial Simpanan Karbon pada Hutan Tanaman E. hibrida Dalam Upaya Mitigasi Dan Adaptasi Terhadap Pemanasan Global Di Sumatera Utara. Laporan Penelitian Hibah Bersaing DIKTI tahun ke-2.

Latifah, S dan Sulistiyono, N. 2013. Sequestration Potential in Aboveground Biomass of Hybrid Eucalyptus Plantation Forest. Jurnal Manajemen Hutan Tropika (JMHT). Vol. XIX, (1): 54-62, April 2013. EISSN: 2089-2063. DOI: 10.7226/jtfm.19.1.54

Ratnaningsih, A.T. dan E. Suhesti. 2010.

Peran Hutan Kota dalam Meningkatkan Kualitas Lingkungan. Journal of

Environmental Science 2010:1(4).

Sato, K., R. Teteishi, Tateda dan S. Sugito. 2002. Fieldwork in Mangrove Forest on Stand Parameter and Carbon Amount Fixed Carbondioxide for Combining for Remote Sensing Date. Forest Ecology and Management.

Wisesa, S.P.C. 1988. Studi Pengembangan Hutan Kota di Wilayah Kotamadya Bogor. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Wahyu, C.A, Ismed, S., Mardi T. R. Zainal,

Gambar

Tabel 2. Nilai biomassa, per jalur hijau di Kota Medan
Tabel 3. Nilai biomassa, per jenis tanaman di seluruh jalur hijau penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Nama paket pekerjaan : Pembangunan Sarana Pengelolaan TAHURA (Menara Pengawas Kebakaran, Shelter, Deliniator dan Site Drain Jalan Masuk Tahura) di Taman Hutan Raya

Memahami prosedur pencarian kesalahan pada sistem operasi

PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN PEJABAT PENGADAAN BARANG/JASA. DINAS KESEHATAN

(1) Subbidang Kedudukan Hukum Pegawai mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan penyusunan petunjuk teknis peraturan di bidang kepegawaian dan kedudukan hukum

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan yaitu Memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU) dengan kualifikasi Kecil (Gred 2,3,4) pada

Pengaruh Konstruksi Sumur Terhadap Kandungan Bakteri Eschercia coli Pada Air Sumur Gali Di Desa Dopalak Kecamatan Paleleh Kabupaten Buol Heriyani Hasnawi 2012 Di

Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan atau menyerahkan harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Karena nilai signifikansi yang kurang dari 0,05 maka disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara komunikasi dalam konseling dengan pelaksanaan pelayanan ANC