• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peradaban Agraris Romawi Kuno Mesir Kuno

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peradaban Agraris Romawi Kuno Mesir Kuno"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PERADABAN AGRARIS:

SISTEM PERTANIAN DI ROMAWI KUNO

TAHUN 200 SM – 400 M

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas matakuliah Sejarah Kebudayaan

Yang dibina oleh Bapak Deny Yudho Wahyudi

Oleh:

Hedda Wahyu Ruhaiyah 130731615712

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL

(2)

DAFTAR ISI

halaman

DAFTAR ISI i

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 3 1.3 Tujuan ... 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kondisi geografis Romawi Kuno tahun 200 SM – 400 M... 4 2.2 Sistem pertanian di Romawi Kuno abad ... 5

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ... 11 3.2 Saran ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 13

(3)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebudayaan merupakan hasil karya, cipta, karsa manusia yang terbentuk dari lingkungan alamiahnya. Menurut ilmu antropologi, kebudayaanadalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar ( Koentjaraningrat, 2009: 144). Manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi dalam menjalani kehidupannya. Kebutuhan- kebutuhan masyarakat tersebut sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri. Karena kemampuan manusia terbatas sehingga kemampuan kebudayaan yang merupakan hasil ciptaannya juga terbatas di dalam memenuhi segala kebutuhan.

Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan dalamnya. Hasil karya manusia melahirkan teknologi dan kebudayaan kebendaan.

Teknologi setidaknya memiliki dua kegunaan yakni melindungi masyarakat dari ancaman lingkungannya dan memberikan kemungkinan pada masyarakat untuk memanfaatkan alam. Seperti dalam hipotesis yang dikemukakan oleh Raphael Pumpelly (Childe, 1936) yang menyatakan bahwa ketika iklim menjadi lebih kering, komunitas populasi manusia mengerucu ke oasis dan sumber air lainnya bersama dengan hewan lain. Domestikasi hewan berlangsung bersamaan dengan penanaman benih tanaman.

Demikian juga untuk memenuhi kebutuhannya akan bahan makanan manusia menciptakan teknologi pertanian, seperti irigasi, pupuk, traktor pembibitan dan pencangkokan. Dalam hal ini untuk pemenuhan kebutuhan bahan pangan sehingga terciptanya suatu teknologi yang dapat menunjang pemenuhan kebutuhan bahan pangan tersebut dengan cara agrikultural atau pertanian disebut kebudayaan agraris. Sejarah pertanian adalah bagian dari sejarah kebudayaan manusia. Pertanian muncul ketika suatu masyarakat mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Mereka menjelaskan bahwa peningkatan populasi akan semakin mendekati kapasitas penyediaan oleh lingkungan sehingga akan membutuhkan makanan lebih banyak dari yang bisa dikumpulkan. Berbagai faktor sosial dan ekonomi juga mendorong keinginan untuk mendapatkan makanan lebih banyak (Sauer,1952; Binford, 1968: 313-342). Pertanian memaksa suatu kelompok orang untuk menetap dan dengan demikian mendorong

(4)

2

kemunculan peradaban. Terjadi perubahan dalam sistem kepercayaan, pengembangan alat-alat pendukung kehidupan, dan juga kesenian akibat diadopsinya teknologi pertanian.

Peradaban suatu bangsa juga mempengaruhi berkembangnya kebudayaan dalam hal teknologi. Seperti halnya peradaban bangsa Romawi Kuno yang terkenal dengan peradaban teknologi dan seni yang tinggi. Pertanian pada zaman Romawi Kuno merupakan hal yang penting untuk memeuhi kebutuhan para prajurit yang berperang. Faktor alam juga mempengaruhi berkembangnya pertanian di Romawi Kuno. Daldjoeni (1982:62) menjelaskan bahwa tempat lahirnya suatu peradaban menusia memang berada di dekat lembah sungai besar, para peneliti peradaban memang menekankan pada

pentingnya kondisi-kondisi geografis dan klimatologis dari wilayah tersebut, namun nampaknya kurang tepat jika penyebab alami dari lahirnya peradaban besar khusus dicari dari faktor sungai. Berbeda dengan Daldjoeni, Soetjipto (1997: 68) menjelaskan bahwa perwujudan dan persebaran peradaban dan kebudayaan dipengaruhi oleh faktor-faktor geografis (lingkungan geografis).

Romawi Kuno memiliki latar belakang alami yang cukup baik sehingga membentuk suatu permukiman yang agraris seperti keistimewaan peradaban Romawi terlihat dari letak geografis yang berada disekitar Laut Tengah. Wilayah tersebut menjadi istimewa karena baik iklim maupun tetumbuhannya, berbeda dengan yang ada di daerah lain. Pegunungan Apenina yang menjulang menjdai punggung negeri tersebut merupakan perpanjangan dari wilayah Eropa Tengah yang menjorok ke Laut Tengah. Sungai Tiber di Italia tengah membentuk lembah di mana kemudian kota Roma didirikan dan membagi lembah tersebut menjadi dua bagian, yakni wilayah Latium dan Etruria. Di wilayah yang pertama itu kemudian berkembang peradaban bangsa Latin. Lembah yang lain di Italia yang penting selain dua tadi adalah Lembah sungai Po di Utara dan Lembah Campania di selatan yang terkenal kesuburannya.

(5)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:

A. Bagaimana kondisi geografis yang mempengaruhi pertanian di Romawi Kuno pada tahun 200 SM – 400 M?

B. Bagaimana sistem pertanian yang diterapkan di Romawi Kuno pada tahun 200 SM – 400 M?

1.3. Tujuan

Dari uarian penjelasan rumusan masalah di atas, maka dapat diambil tujuan masalah sebagai berikut:

A. Mendiskripsikan kondisi geografis yang mempengaruhi pertanian di Romawi Kuno pada tahun 200 SM – 400 M.

(6)

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Kondisi Geografis yang Mempengaruhi Pertanian di Romawi Kuno Pada Tahun 200 SM - 400 M

Lahirnya suatu kebudayaan erat kaitannya dengan lingkungan yang membentuk kebudayaan tersebut. Lahirnya suatu peradaban jika kebudayaan yang dihasilkan lebih tinggi dari kebudayaan yang dihasilkan oleh bangsa lain, sehingga dapat dikatakan bahwa peradaban dapat terbentuk jika lingkungan sekitarnya juga mendukung dari lahirnya peradaban itu sendiri. Unsur-unsur yang mendukung tersebut seperti berada di dekat laut sebagai pusat perdagangan, di dekat sungai besar, dan pegunungan.

Seperti kondisi lingkungan di Romawi Kuno yang merupakan suatu peradaban yang dikembangkan oleh suku Latia yang menetap di Lembah Sungai Tiber. Suku Latia menamakan tempat tinggal mereka ‘Latium’. Latium merupakan kawaasan lembah pegunungan yang tanahnya baik untuk pertanian. Penduduk Latium ini disebut dengan bangsa Latin. Pada mulanya, di daerah Latium inilah bangsa Latin hidup dan berkembang serta menghasilkan peradaban yang tinggi nilainya.

Sungai Tiber di Italia tengah membentuk lembah di mana kemudian kota Roma didirikan dan membagi lembah tersebut menjadi dua bagian, yakni wilayah Latium dan Etruria. Di wilayah yang pertama itu kemudian berkembang peradaban bangsa Latin. Menurut Anthony Catanese, pemanfaatan sungai untuk keperluan transportasi, pertanian, pertahanan menjadi faktor utama dalam menentukan lokasi sebuah kota(Catanese, 1998:6). Keberadaan air sebagai komponen dasar kehidupan umat manusia, saat itu diperlukan untuk membangun masyarakat agraris yang menyokong kebutuhan pangan masyarakat perkotaan. Dua lembah yang lain di Romawi yang penting selain tadi adalah Lembah sungai Po di Utara dan Lembah Campania di selatan yang terkenal

kesuburannya. Iklim baik dan tumbuhan yang hijau disepanjang tahun menjadikan Romawi berpenduduk kaum gembala dan petani yang makmur.

(7)

Peta Kerajaan Romawi tahun 117 M

Selain itu Romawi Kuno memiliki latar belakang alami yang cukup baik sehingga membentuk suatu permukiman yang agraris seperti keistimewaan peradaban Romawi terlihat dari letak geografis yang berada disekitar Laut Tengah. Wilayah tersebut menjadi istimewa karena baik iklim maupun tetumbuhannya, berbeda dengan yang ada di daerah lain. Pegunungan Apenina yang menjulang menjdai punggung negeri tersebut merupakan perpanjangan dari wilayah Eropa Tengah yang menjorok ke Laut Tengah. Di Romawi tidak banyak mempunyai pelabuhan akan tetapi pantai-pantai baratnya cukup dilengkapi oleh alam dengan teluk-teluk yang baik untuk pebdaratan kapal-kapal layar dizaman kuno. Lembah Po yang ada di Timur Laut negeri pun memiliki pelabuhan yang ramai perdagangannya.

2.2. Sistem Pertanian di Romawi Kuno Abad 200 SM - 400 M

Sejarah pertanian adalah bagian dari sejarah kebudayaan manusia. Pertanian muncul ketika suatu masyarakat mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. peningkatan populasi akan semakin mendekati kapasitas penyediaan oleh

lingkungan sehingga akan membutuhkan makanan lebih banyak dari yang bisa dikumpulkan. Berbagai faktor sosial dan ekonomi juga mendorong keinginan untuk mendapatkan makanan lebih banyak (Binford, 1968: 313). Pertanian memaksa suatu kelompok orang untuk menetap dan dengan demikian mendorong kemunculan peradaban. Terjadi perubahan dalam sistem kepercayaan, pengembangan alat-alat pendukung

(8)

6

masyarakat yang tergantung pada aspek pertanian diistilahkan sebagai kebudayaan agraris.

2.2.1. Pengelolaan Lahan Pertanian di Romawi Kuno

Pada masa awal sejarah Romawi lembaga pertanian yang pokok adalah

masyarakat desa. Pertanian di Romawi Kuno tidak hanya suatu kebutuhan, tetapi idealnya di kalangan elite sosial pertanian sebagai gaya hidup. Pertanian dianggap sebagai

pekerjaan yang terbaik dari semua pekerjaan Romawi. Lahan pertanian dikelola oleh perorangan kecil, berkisar dari satu hingga empat hektar dan dikelola secara intensif. Tanah ini didapat dari tanah-tanah negara yang dibagi-bagikan. Pertanian pada zaman Romawi berkembang dengan berdasarkan praktek pertanian yang telah ditemukan oleh bangsa Sumeria yang ditransfer melalui runtunan kebudayaan. Pertanian bangsa Romawi memiliki fokus utama sebagai perdagangan dan ekspor.

Bangsa Romawi memiliki empat sistem manajemen pertanian: (1) kerja langsung oleh pemilik dan keluarganya, (2) pertanian penyewa atau bagi hasil di mana pemilik dan penyewa membagi menghasilkan sebuah peternakan (3) kerja paksa oleh budak yang dimiliki oleh bangsawan dan diawasi oleh manajer budak, dan (4) ada pengaturan lain di mana sebuah peternakan disewakan kepada penyewa (White, 1970).

Setelah negara Romawi berkembang wilayahnya dan memiliki tenaga kerja perbudakan dari menang perang, muncul unit produksi yang lebih tinggi. Para pemilik pertanian tinggal di rumah-rumah kota besar yang disebut villa. Orang-orang biasa tinggal di rumah-rumah sederhana yang terbuat dari batu bata yang dijemur.

Gambar 1: Ilustrasi Villa pemilik tanah pertanian di Romawi

(9)

ukuran besar (disebut latifunda, berukuran lebih dari 500 iugera). Ukuran satu iugera sekitar 0.65 hektar atau seperempat hektar (White, 1970). Dalam Kekaisaran Romawi, keluarga 6 orang akan perlu untuk menumbuhkan 12 iugera / 3 hektar lahan untuk memenuhi kebutuhan pangan minimum (tanpa hewan) (Kehoe, 1988). Jika sebuah keluarga yang dimiliki hewan untuk membantu mengolah tanah, kemudian 20 iugera diperlukan. Jumlah yang sama juga akan diperlukan untuk memenuhi tingkat subsistensi jika tanah itu bertani menggunakan bagi hasil, seperti di Afrika Proconsularis di abad ke-2 Masehi, dalam hal sepertiga dari total tanaman diberikan pada pemilik tanah sebagai sewa (Kehoe, 1988).

2.2.2. Pembudidayaan Tanaman di Romawi Kuno

Petani Romawi menanam tanaman yang tumbuh sesuai iklim Mediterania yang panas.Banyak terdapat tanaman yang ditanam pada sistem pertanian di Romawi diantaranya artichoke, mustard, ketumbar, roket, daun bawang, seledri, kemangi, ubi, mint, tanaman obat, asparagus, lobak, mentimun, labu, bawang , kunyit, marjoram, kubis, selada, jintan, buah ara, anggur, kismis, mulberry, dan buah persik (Henderson, 2004:40-65). Selain itu, domestikasi hewan seperti sapi menghasilkan susu, serta lembu dan keledai melakukan pekerjaan berat di pertanian. Domba dan kambing sebagai produsen keju. Kuda-kuda tidak banyak digunakan dalam pertanian, tetapi dibesarkan oleh orang kaya untuk balap atau perang. Produksi gula berpusat pada peternakan lebah, dan beberapa orang Romawi menobatkan siput sebagai makanan mewah (White, 1970).

(10)

8

Gambar 2 : Pembudidayaan tanaman Gambar 3: Teknik pembuatan minuman

anggur di Romawi Kuno anggur

Ahli Geografi Yunani bernama Strabo menganggap Lembah Po (Italia utara) menjadi yang paling penting secara ekonomi karena "semua sereal dilakukan dengan baik, tapi hasil dari millet adalah pengecualian, karena tanah begitu juga disiram. Provinsi Etruria memiliki berat tanah yang baik untuk gandum. Tanah vulkanik di Campania membuatnya cocok untuk produksi anggur. Selain pengetahuan tentang kategori tanah yang berbeda, orang-orang Romawi juga memulai perhatiannya pada apa jenis pupuk yang terbaik bagi tanah. Pupuk terbaik adalah kotoran unggas, dan pupuk sapi adalah yang terburuk. Pupuk kandang domba dan kambing. yang juga baik. pupuk kandang keledai yang terbaik untuk digunakan segera, sedangkan pupuk kandang kuda itu tidak baik untuk tanaman biji-bijian, tetapi menurut Marcus Terentius Varro, itu sangat baik untuk padang rumput karena 'menumbuhkan tanaman berat seperti rumput (White, 1970).

(11)

Gambar 4: Penggirik gandum

Gambar 5: Penggirik gandum Gambar 6: Bajak beroda

2.2.3. Saluran Air (Aqueduct) di Romawi Kuno

Bangsa Romawi meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan menyiram tanaman tumbuh menggunakan saluran air. Masyarakat agraris di Romawi Kuno membangun saluran air ini untuk mengairi ladangnya. Pada abad ke 4 SM, Romawi berkembang pesat, begitu juga kebutuhan airnya. Saluran air ini terhubung dengan Sungai Tiber yang

merupakan sumber mata air di ibukota Romawi.

(12)

10

Gambar 7: Salah satu aqueduct di Romawi Kuno 2.2.4. Kemunduran Pertanian di Kekaisaran Romawi Kuno

Kemudian setelah kejayaan dialami, banyak sistem pertanian tak sehat muncul. “Absente ownership”, perbudakan, membawa kerusakan tanah yang menurunkan produktivitas tanah. Di samping itu upeti-upeti dari negara-negara luar mengendurkan semangat berproduksi tinggi. Bangun dan jatuhnya keberuntungan politik kekaisaran Romawi sejajar dengan trend dalam pertanian. Beban untuk mendukung dan

mempertahankan negara yang over expanded meremehkan dasar-dasar pertanian; pertanian semakin melemah dan tidak stabil mengurangi daya pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.

(13)

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari uraian penjelasan pada pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

A. Romawi Kuno memiliki latar belakang alami yang cukup baik sehingga membentuk suatu permukiman yang agraris seperti keistimewaan peradaban Romawi terlihat dari letak geografis yang berada disekitar Laut Tengah. Wilayah tersebut menjadi istimewa karena baik iklim maupun tetumbuhannya, berbeda dengan yang ada di daerah lain. Sungai Tiber di Italia Tengah membentuk lembah di mana kemudian kota Roma didirikan dan membagi lembah tersebut menjadi dua bagian, yakni wilayah Latium dan Etruria. Latium merupakan kawaasan lembah pegunungan yang tanahnya baik untuk pertanian. Dua lembah yang lain di Italia yang penting selain tadi adalah Lembah sungai Po di Utara dan Lembah Campania di selatan yang terkenal kesuburannya. Iklim baik dan tumbuhan yang hijau disepanjang tahun menjadikan Romawi berpenduduk kaum gembala dan petani yang makmur.

B. Pada masa awal sejarah Romawi lembaga pertanian yang pokok adalah masyarakat desa. Pertanian di Romawi Kuno tidak hanya suatu kebutuhan, tetapi idealnya di kalangan elite sosial pertanian sebagai gaya hidup. Pertanian dianggap sebagai pekerjaan yang terbaik dari semua pekerjaan Romawi. Bangsa Romawi memiliki empat sistem manajemen pertanian: (1) kerja langsung oleh pemilik dan keluarganya, (2) pertanian penyewa atau bagi hasil di mana pemilik dan penyewa membagi

menghasilkan sebuah peternakan (3) kerja paksa oleh budak yang dimiliki oleh bangsawan dan diawasi oleh manajer budak, dan ada pengaturan lain di mana sebuah peternakan disewakan kepada penyewa (White, 1970). Pembudidayaan tanaman anggur di Romawi sangat penting, karena minuman wine merupakan komoditi ekspor dari kekaisaran Romawi. Selain itu pembudidayaan tanaman gandum juga penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun tentara-tentara perang di Romawi Kuno. Masyarakat agraris di Romawi Kuno membangun saluran air ini untuk mengairi ladangnya. Aliran air ini berasal dari Sungai Tiber yang berada di ibukota kekaisaran Romawi. Namun, setelah kejayaan dialami, banyak sistem pertanian tak sehat muncul. “Absente ownership”, perbudakan malah membawa kerusakan tanah yang

(14)

menurunkan produktivitas tanah. Tentara-petani-penduduk kehilangan tempatnya sebagai kekuatan stabilisasi dalam kehidupan Romawi.

3.2. Saran

Pembuatan makalah ini jauh dari kata sempurna, terutama pada keterbatasan referensi dan pemdalaman materi mengenai kajian kebudayaan dari peradaban agraris di Romawi Kuno. Sehingga saran bagi para pembaca dan bagi yang tetarik mengkaji lebih dalam mengenai sistem pertanian di Romawi Kuno dilihat dari sudut pandang letak geografis dari peradaban Romawi Kuno bahwa kelengkapan refernsi penting untuk menambah pengetahuan mengenai pembahasan diatas.

(15)

Binford, R. Lewis. 1968. New Perspectives in Archaeology. Chicago: Aldine Publishing Company.

Catanese, A. J. 1988. Urban PlanningI. Jakarta: Erlangga.

Childe, G. 1936. Man Makes Himself. London: Oxford University Press.

Daldjoeni, N. 1982. Geografi Kesejarahan I: Peradaban Dunia. Bandung: Alumni.

Henderson, J. 2004. Roman Book of Gardening. London: Routledge.

Kehoe, D. 1988. Economics of Agriculture on Roman Imperal Estate in North Africa.

Gottingen: Vandenhoeck & Ruprecht.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta

Sauer, C. 1852. Agricultural origins And Dispersals. Cambridge: MIT Press.

Soetjipto. 1997. Geografi Kesejarahan. Malang: IKIP Malang.

White, K. D. 1970. Roman Farming. Cornell University Press.

Gambar

Gambar 1: Ilustrasi Villa pemilik tanah pertanian di Romawi
Gambar 3: Teknik pembuatan minuman
Gambar 4: Penggirik gandum
Gambar 7: Salah satu aqueduct di Romawi Kuno

Referensi

Dokumen terkait

Spillover merupakan sebuah situasi di mana kerja sama di satu sektor mensyaratkan kerja sama di sektor-sektor yang lain, hal ini bisa di lihat pada proses

Scaffolding kepada siswa ya n g tidak mampu membuat perencanaan penyelesaian sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan informasi yang diketahui dan ditanyakan

Penurunan kandungan sulfat pada semua perlakuan isolat BPS lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol 1 dan peningkatan pH serta C-organik tertinggi pada tanah

Contohnya, Ketika kita merasa lapar, ketika itulah kita harus berusaha untuk mendapatkan makanan, untuk menghilangkan rasa lapar yang kita rasakan.. Super Ego : Posisi

Pengaruhnya langsung pada anggaran belanja, untuk ang- garan belanja yang besar dan tidak seband- ing dengan pendapatan maka akan menim- bulkan hutang daerah.. Hasil penelitian

Hasil penelitian ini apabila dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Riestyana tidak sesuai hasil penelitian ini, dimana penelitian

Data diperoleh dari banyaknya jumlah bahan penolong (dalam satuan Rupiah) yang digunakan selama bulan Oktober- Desember 2015 Rasio. Sumber: Berbagai sumber

Hal ini didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Djatmika (2005), yang mengatakan bahwa Leader-member Exchange berpengaruh terhadap kepuasan