BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Deskripsi Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi responden dalam kelompok eksperimen sebanyak 3 orang guru yang berasal dari SMP Negeri 2 Pringapus, sedangkan responden dalam kelompok kontrol sebanyak 3 orang yang berasal dari SMP Negeri 3 Beringin. Data untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol seperti pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Responden yang digunakan sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
Dari tabel 4.1 dapat kita lihat, bahwa jumlah kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah sama yaitu 3 guru. Semuanya berjenis kelamin sama yaitu perempuan. Mata pelajaran yang diampu masing-masing kelompok adalah sama, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Matematika. Masa kerja untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol rata-rata sama, yaitu 11 tahun. Pangkat dan golongan ruang untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sama, yaitu Penata, IIIc. Medley (1982), Cheng & Tsui (1996) dalam penelitian Hanif (2004) mengemukakan bahwa struktur keefektifan guru melibatkan banyak komponen penting antara lain seperti karakteristik guru awal, kompetensi guru, performa guru, pendidikan ekternal guru, dan lingkungan organisasi sekolah. Berdasarkan hal ini, maka penulis mengambil sampel kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dibuat sama, baik dalam jumlah, gender, mata pelajaran, masa kerja dan pangkat golongan.
4.1.1 Analisis Data
4.1.1.1 Analisis Deskriptif
supervisi klinis untuk kelompok kontrol. Dari data hasil penelitian, didapatkan nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata dan simpangan baku dari pretest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol terlihat pada tabel tabel 4.2
Tabel 4.2
Skor maksimum, skor minimum, rata-rata skor dan simpangan baku pretest kinerja mengajar guru dari
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
Keterangan kelompok
ekperimen kelompok kontrol Banyaknya
responden (N) 3 3
Skor Maksimum 49 52
Skor Minimum 44 41
Rata-rata Skor 46 45
Simpangan Baku 2,65 6,08
Sumber : Data Primer diolah 2014
Tabel 4.3
Skor maksimum, skor minimum, rata-rata skor dan simpangan baku postest kinerja mengajar guru dari
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
Keterangan kelompok
Sumber : Data Primer diolah 2014
Dari hasil data pretest kinerja mengajar guru dapat dikelompokkan dalam kategori kinerja mengajar : sangat, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah seperti dalam tabel 4.4 :
Tabel 4.4
Distribusi hasil pretest kinerja mengajar guru yang menjadi responden
Kategori Skor Frekuensi
Banyaknya
Dari hasil data postest kinerja mengajar guru dapat dikelompokkan dalam kategori kinerja mengajar : sangat, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah seperti dalam tabel 4.5 :
Tabel 4.5
Distribusi hasil postest kinerja mengajar guru yang menjadi responden
Kategori Skor Frekuensi
Banyaknya dalam % eksp ktrl eksp ktrl
Sangat Tinggi 51 - 60 3 1 100 33,3
Tinggi 42 - 50 - 2 - 66,7
Sedang 33 - 41 - - - -
Rendah 24 - 32 - - - -
Sangat Rendah 15 - 23 - - - -
Jumlah 3 3 100 100
Sumber : Data Primer diolah 2014
4.1.1.2 Analisis Perbedaan
a. Uji Normalitas
menggunakan Paired Samples t-test program SPSS versi 16.0 for Windows.
Analisis pretest kinerja mengajar pada tabel 4.2 menggunakan Kolmogorov-Smirnov untuk 1 – sample K-S progam SPSS versi 16.0 for Windows dan hasilnya seperti pada tabel 4.6
Tabel 4.6
Hasil Uji Normalitas dengan 1-Sampel Kolmogorov Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kinerja_Mengajar
N 6
Normal Parametersa Mean 45.5000
Std. Deviation 4.23084
Most Extreme Differences
Absolute .214
Positive .214
Negative -.144
Kolmogorov-Smirnov Z .523
Asymp. Sig. (2-tailed) .947
a. Test distribution is Normal.
Sumber : Data Primer diolah 2014
Dari tabel 4.6 dapat kita lihat hasilnya, bahwa data terdistribusi normal. Kemudian penulis lanjutkan dengan analisis perbedaan dengan menggunakan
Paired Samples t-test program SPSS 16,0 for Windows
kemampuan awalnya. Hasil t-test dapat kita lihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7
Hasil t-test pretest kineja mengajar guru kelompok eksperimen dan kelonpok kontrol
Paired Samples Test
Sumber : Data Primer diolah 2014
Dari tabel 4.7 dapat kita lihat bahwa signifikansi (Sig. 2-tailed) = 0,840 > α = 0,05, maka dapat kita simpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan awal dalam kinerja mengajar guru antara kelompok ekperimen dan kelompok kontrol. Dengan demikian maka, tidak terdapat perbedaan secara signifikan kinerja mengajar guru kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada pretes dan data berdistribusi normal.
b. Uji Beda
eksperimen dilakukan supervisi klinis oleh Kepala Sekolah, sedangkan kelompok kontrol tidak dilakukan supervisi klinis. Setelah langkah ini, kemudian kedua kelompok diberikan postest kinerja mengajar guru. Dalam penelitian ini, kelompok ekperimen dilakukan supervisi klinis dengan melakukan pertemuan sebanyak tiga kali, sedangkan kelompok kontrol tidak dilakukan supervisi klinis. Hasil postest kinerja mengajar guru setelah dilakukan supervisi klinis pertemuan kedua untuk kelompok eksperimen dan tidak dilakukan supervisi klinis untuk kelompok kontrol adalah seperti pada tabel 4.8.
Tabel 4.8
Hasil postest kinerja mengajar guru pertemuan kedua kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol
No
Skor Total Kinerja Mengajar Guru
Kelompok Ekperimen Kelompok Kontrol
1 52 52
2 54 42
3 54 47
Sumber : Data Primer diolah 2014
t-test program SPSS 16,0 for Windows dengan taraf signifikansi 0,05. Hasil pengolahan datanya dapat dilihat pada tabel 4.9
Tabel 4.9
Analisis postest kinerja mengajar guru pada pertemuan kedua kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol Sumber : Data Primer diolah 2014
Hipotesis dan dasar pangambilan keputusan. Hipotesis statistik (uji dua pihak) sebagai berikut :
Uji hipotesis kinerja mengajar guru :
Ho : tidak terdapat perbedaan kinerja mengajar guru antara kelompok eksperimen yang dilakukan supervisi klinis dengan kelompok kontrol yang tidak dilakukan supervisi klinis
kelompok kontrol yang tidak dilakukan supervisi klinis
Hipotesis statistiknya : Ho : µ1 = µ2
Ha : µ1 > µ2
Pada tabel 4.9 terlihat nilai signifikansi (Sig. 2-tailed) = 0,210 > α = 0,05, maka Ho : µ1 = µ2 diterima dan Ha : µ1 > µ2 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan kinerja mengajar guru antara kelompok eksperimen yang dilakukan supervisi klinis dengan kelompok kontrol yang tidak dilakukan supervisi klinis.
Tabel 4.10
Hasil postest kinerja mengajar guru pertemuan ke tiga kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
No
Skor Total Kinerja Mengajar Guru
Kelompok Ekperimen Kelompok Kontrol
1 58 52
2 54 42
3 56 47
Sumber : Data Primer diolah 2014
Tabel 4.11
Analisis postest kinerja mengajar guru pertemuan ketiga pada kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol
Sumber : Data Primer diolah 2014
Hipotesis dan dasar pangambilan keputusan. Hipotesis statistik (uji dua pihak) sebagai berikut :
Uji hipotesis kinerja mengajar guru :
Ho : tidak terdapat perbedaan kinerja mengajar guru antara kelompok eksperimen yang dilakukan supervisi klinis dengan kelompok kontrol yang tidak dilakukan supervisi klinis
Hipotesis statistiknya : Ho : µ1 = µ2
Ha : µ1 > µ2
Pada tabel 4.11 terlihat nilai signifikansi (Sig. 2-tailed) = 0,035 < α = 0,05, maka Ho : µ1 = µ2 ditolak dan Ha : µ1 > µ2 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kinerja mengajar guru antara kelompok eksperimen yang dilakukan supervisi klinis dengan kelompok kontrol yang tidak dilakukan supervisi klinis.
Kemudian untuk menganalisis apakah supervisi klinis dapat meningkatkan secara signifikan kinerja mengajar guru, kita lihat hasil mean pretest dan mean postest kinerja mengajar guru kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada tabel 4.12 dan tabel 4.13.
Tabel 4.12
Mean Pretest Kinerja Mengajar Guru Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 ekperimen 46.0000 3 2.64575 1.52753
kontrol 45.0000 3 6.08276 3.51188
Tabel 4.13
Mean Postest Kinerja Mengajar Guru pada Pertemuan Ketiga Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 ekperimen 56.0000 3 2.00000 1.15470
kontrol 47.0000 3 5.00000 2.88675
Sumber : Data Primer diolah 2014
Dari tabel 4.12 dan 4.13 dapat kita analisis : Mean pretest kelompok eksperimen (O1) = 46 Mean pretest kelompok kontrol (O2) = 45 Mean postest kelompok eksperimen (O3) = 56 Mean postest kelompok kontrol (O4) = 47 O3 - O1 = 56 – 46 = 10
O4 - O2 = 47 – 45 = 2
4.2
Pembahasan
Dari analisis data yang penulis lakukan dengan bantuan program SPSS 16,0 for Windows, didapatkan hasil uji hipotesis yang terbukti secara statistik. Berikut ini pembahasan yang penulis uraikan berdasarkan hasil analisis data.
4.2.1 Supervisi Klinis untuk Meningkatkan Kinerja Mengajar Guru
Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa supervisi klinis dapat meningkatkan secara signifikan kinerja mengajar guru SMP Negeri 2 Pringapus. Peningkatan kinerja mengajar guru yang dilakukan supervisi klinis lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan kinerja mengajar guru yang tidak dilakukan supervisi klinis. Hal ini disebabkan karena dengan diberikan supervisi klinis kepada guru, guru merasa terbantu dalam mengatasi kesulitan atau kelemahan di dalam pembelajaran yang dilakukannya. Dengan supervisi klinis, guru mampu memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran dipertemuan berikutnya setelah mendapat masukan atau perbaikan di tahap balikan dipertemuan sebelumnya.
yang menggambarkan perilaku supervisor yang berhubungan secara langsung dengan guru atau kelompok guru untuk memberikan dukungan, membantu dan melayani guru untuk meningkatkan hasil kerja guru dalam mendidik para siswa.
Hasil temuan ini sesuai tujuan supervisi klinis yang dikemukakan Acheson dan Gall (1987) dalam Sagala (2010) mengatakan tujuan dari supervisi klinis adalah pengajaran efektif dengan menyediakan umpan balik, membantu guru mengembangkan kemampuan dan strategis, mengevaluasi guru, membantu guru untuk berperilaku yang baik sebagai upaya pengembangan profesional para guru, dengan suatu penekanan pada peningkatan kecakapan guru dalam mengajar pada ruangan kelas.
4.2.2 Sejauh Mana Pelaksanaan Supervisi Klinis Kepala Sekolah di SMP Negeri 2 Pringapus
a. Pertemuan pertama
1. Tahap Pendahuluan
Pada tahap ini, penulis sebagai supervisor melakukan pendekatan kepada guru yang akan disupervisi. Pendekatan ini penulis lakukan, agar didalam hubungan komunikasi atau wawancara kepada guru yang akan disupervisi tidak terasa
“kaku” dan guru merasa nyaman di dalam
menyampaikan keluhan ataupun hambatan yang dirasakan dalam pembelajaran yang dilakukannya. Supervisor harus bisa mengarahkan
pembicaraan tanpa ada rasa “penekanan” yang
dirasakan oleh guru, sehingga guru akan terbuka untuk menyampaikan hal-hal yang dirasa menjadi kekurangannya dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Mungkin bisa diawali
dengan bertanya “Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pada hari ini?”. Kemudian pembicaraan
dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan didalam mensupervisi Bapak/Ibu guru, bahwa tujuan dari pelaksanaan supervisi nanti bukan untuk mengevaluasi jalannya pembelajaran yang dilakukan Bapak/Ibu guru di kelas, melainkan lebih luas lagi, yaitu untuk membantu guru didalam mengatasi kesulitan yang dirasakan dalam pembelajaran nanti.
kepala sekolah yang tentunya guru sudah merasa
“segan” didalam pembicaraan pembelajaran yang
sudah biasa dilakukan oleh guru. Untuk mengatasi hal ini, maka sebelumnya supervisor harus membangun hubungan yang baik, komunikatif, sehingga guru tidak merasa adanya dinding pembatas jabatan antara supervisor dan guru.
Setelah suasana akrab didapat, maka diharapkan guru dapat menentukan segi-segi mana yang memang perlu diamati supervisor agar bisa membantu didalam kesulitan pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Ini harus menjadi kesepakatan awal sebelum dilakukan pengamatan di dalam kelas. Kesepakatan ini dibuat sesuai dengan permintaan guru yang akan dibantu oleh supervisor dalam mengatasi kelemahan guru didalam pembalajarannya. Kesepakatan-kesepakatan inilah yang menjadi rekomendasi dalam kegiatan tahap observasi di dalam kelas. 2. Tahap Observasi
bukan merupakan reaksi dari apa yang terjadi. Rekaman ini yang nanti akan menjadi analisis dan komentar kemudian.
Walaupun proses mencatat harus seobyektif mungkin, namun kadang supervisor justru mencatat komentar-komentarnya agar supaya tidak dilupakan. Cara yang terbaik adalah menempatakan catatan-catatan tersebut pada tepi format observasi atau dengan tanda kurung.
Menurut penulis, yang lebih penting dalam observasi ini adalah pengamatan ketrampilan dasar mengajar yang sering diabaikan oleh guru dan sebetulnya sangat bermanfaat untuk pengembangan pola tingkah laku mengajar guru. Seperti misalnya memberi penguatan atau dalam mereaksi terhadap pertanyaan siswa, hal ini perlu dibicarakan pada pertemuan balikan, walaupun guru tidak merekomendasikan hal ini didalam pengamatan.
peserta didik oleh supervisor, yang sebenarnya justru pada pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Hal ini dimaksudkan oleh penulis, agar guru tidak merasa gelisah atau takut selama diobservasi. Hal ini penulis rasakan cukup berhasil, karena guru merasa bahwa yang diamati supervisor tidak secara keseluruhan adalah guru, tetapi juga peserta didik.
3. Tahap Balikan
Fungsi balikan dalam hubungannya dengan supervisi klinis adalah untuk menolong guru mempertimbangkan perubahan atau lebih tepat peningkatan tingkah laku mengajarnya. Balikan tentunya berupa informasi kepada guru tentang bagaimana guru mempengaruhi siswanya dalam pembelajaran.
Kemudian supervisor memaparkan apa yang menjadi catatan didalam pengamatannya, apakah sesuai dengan yang dilakukan oleh guru didalam pembelajarannya. Hendaklah catatan-catatan ini dimulai dengan menunjukkan keunggulan-keunggulan atau segi-segi yang kuat yang dimiliki oleh guru, baru kemudian mendiskusikan segi-segi yang menimbulkan masalah baginya. Segi-segi yang lemah ini perlu diberi penguatan untuk cara mengajar yang lebih efektif, dan diharapkan dapat diperbaiki pada pertemuan pembelajaran berikutnya.
b. Pertemuan ke dua
1. Tahap Pendahuluan
Pada saat tahap balikan pertemuan pertama bersama guru, supervisor menyusun perencanaan perbaikan pembelajaran yang akan dilakukan oleh guru pada pertemuan ke dua, sebagai perubahan tingkah laku guru dalam perbaikan pembelajaran. Sebelum dilakukan pengamatan di kelas pada pertemuan kedua, sebaiknya dibuat lagi kesepakatan awal, segi-segi yang mendapat perhatian oleh supervisor, atau paling tidak masukan dari supervisor untuk diperbaiki oleh guru pada pertemuan ke dua.
2. Tahap Observasi
perubahan tingkah laku guru di dalam pembelajarannya, antara lain :
(1) Semula penguatan tidak dilakukan guru, sekarang sudah muncul di pertemuan berikutnya, walaupun dengan intensitas tidak sering.
(2) Tampak kelas lebih hidup dari pertemuan pertama, respon peserta didik terhadap pembelajaran jauh lebih baik, karena merasa dihargai guru dengan adanya penguatan terhadap peserta didik
(3) Penggunaan media pembelajaran sudah dilakukan dipertemuan ke dua, sehingga peserta didik lebih terfokus perhatiannya pada pembelajaran yang dilakukan oleh guru (3) Guru tampak lebih nyaman tidak merasa
gelisah seperti pada pengamatan yang pertama. Walaupun prosentase perubahan tingkah laku guru dalam pembelajaran tidak begitu besar, namun tampak jauh lebih baik dibanding pada pertemuan sebelumnya.
Penulis merasa, bahwa supervisi klinis yang dilakukan oleh supervisor mampu meningkatkan ketrampilan guru dalam pembelajarannya.
Seperti pada pertemuan pertama, hasil dari pengamatan (observasi) di dalam kelas yang dilakukan oleh supervisor pada pertemuan kedua menjadi masukan untuk guru. Pada tahap balikan di pertemuan kedua sudah tidak banyak catatan untuk diperbaiki dipertemuan ketiga .
c. Pertemuan ke tiga
1. Tahap Pendahuluan
Karena sudah terjadi perbaikan di pertemuan kedua, maka pada pertemuan ketiga kesepakatan antara supervisor dan guru lebih ditekankan pada pemberian penguatan segi-segi yang menjadi kesepakatan awal.
2. Tahap observasi
Seperti pada pertemuan kedua, karena sudah ada perbaikan, maka pada pertemuan ketiga guru sudah membuat perencanaan pembelajaran dengan lebih baik. Hal ini terlihat dari :
(1)Menyusun rencana pembelajaran lebih menarik. Media pembelajaran yang digunakan lebih baik karena disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Mereka merasa dihargai dan dirasa hal ini menjadikan motivasi.
(3)Melakukan refleksi untuk penguatan konsep-konsep yang dipelajari
(4)Dibangun pola interaksi yang lebih baik, antara guru dengan peserta didik dan juga antara peserta didik dengan peserta didik.
3. Tahap Balikan
Pada tahap balikan pertemuan ketiga ini, guru ditanya bagaimana tingkat kepuasan dalam pembelajaran yang dilakukan ? Guru mengatakan masih merasa kurang dan akan mencoba memperbaiki lagi dipertemuan berikutnya. Padahal menurut supervisor apa yang sudah dilakukan guru sudah mengalami perubahan tingkah laku, terutama dalam ketrampilan mengajarnya. Dari sinilah penulis sebagai supervisor merasa bahwa kegiatan supervisi klinis ini dapat dirasakan manfaatnya bagi guru, terutama bagi peningkatan ketrampilan mengajarnya.
Tabel 4.14
Hasil Pengamatan Mengajar di Kelas Responden Kelompok Eksperimen Pada Pertemuan Pertama,
Pertemuan Kedua dan Pertemuan ketiga
Kode Sumber : Data Primer diolah 2014
Dari tabel 4.14 dapat kita lihat prosentase peningkatan ketrampilan guru dalam pembelajaran setelah dilakuan supervisi klinis oleh kepala sekolah. Pada pertemuan pertama, secara rata-rata skor penilaian ketrampilan mengajar guru 68,67 atau 55,38% dengan kategori rendah, setelah pertemuan kedua rata-rata skor penilaian ketrampilan mengajar guru 84,67 atau 68 % dengan kategori sedang dan setelah pertemuan ketiga rata-rata skor penilaian 110 atau 88,71% dengan kategori sangat tinggi.
Peningkatan ketrampilan mengajar terjadi karena guru selama supervisi merasa dibantu untuk mengatasi kesulitan atau kelemahan didalam pembelajaran yang dilakukannya. Supervisi klinis bukan untuk menilai atau mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh
mengatasi kesulitan atau yang menjadi kelemahan guru. Hal ini sesuai dengan karakteristik supervisi klinis yang dikemukakan oleh Acheson dan Gall dalam Sagala (2010) bahwa karakteristis supervisi klinis adalah untuk memperbaiki cara mengajar, ketrampilan intelektual, dan bertingkah laku yang spesifik, pembuatan dan pengujian hipotesis pembelajaran berdasarkan bukti-bukti hasil observasi yang dilakukan melalui tahapan siklus.
Hasil dari pengamatan (observasi) di dalam kelas yang dilakukan oleh supervisor pada pertemuan pertama, kedua, dan ketiga untuk responden kelompok eksperimen pada tabel 4.14 sesuai dengan hasil penelitian Salimudin (2010) yang berjudul Supervisi Klinis Sebagai Akternatif untuk Meningkatkan Kemampuan Guru Kelas III dalam Pembelajaran Tematik di Gugus Cut Nya Dien Kecamatan Wabasari Kabupaten Brebes menunjukkan bahwa supervisi klinis mampu meningkatkan secara signifikan kemampuan guru dalam pembelajaran tematik dari
dengan kategori baik dan rata-rata skor kemampuannya 55,7 atau 78,4 %.