• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan (Policy) 2.1.1. Pengertian - Analisis Implementasi Kebijakan Jampersal dalam Pencapaian Cakupan Kunjungan Antenatal dan Pencapaian Cakupan Peserta KB Paska Persalinan di Puskesmas Panei Tongah Kecamatan Panei Kabupate

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan (Policy) 2.1.1. Pengertian - Analisis Implementasi Kebijakan Jampersal dalam Pencapaian Cakupan Kunjungan Antenatal dan Pencapaian Cakupan Peserta KB Paska Persalinan di Puskesmas Panei Tongah Kecamatan Panei Kabupate"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebijakan (Policy) 2.1.1. Pengertian

Kebijakan (policy) adalah sejumlah keputusan yang dibuat oleh mereka yang bertanggung jawab dalam bidang kebijakan tertentu.Kebijakan sering diartikan sebagai sejumlah keputusan yang dibuat oleh mereka yang bertanggung jawab dalam bidang kebijakan tertentu, bidang kesehatan, lingkungan, pendidikan atau perdagangan. Orang‐orang yang menyusun kebijakan disebut dengan pembuat kebijakan. Kebijakan dapat disusun di semua tingkatanpemerintah pusat atau daerah, perusahan multinasional atau daerah, sekolah atau rumah sakit. Orang‐orang ini kadang disebut pula sebagai elit kebijakan yaitu satu kelompok khusus dari para pembuat kebijakan yang berkedudukan tinggi dalam suatu organisasi dan sering memiliki hubungan istimewa dengan para petinggi dari organisasi yang sama atau berbeda. Misalnya elit kebijakan di pemerintahan dapat beranggotakan para menteri dalam kabinet, yang semuanya dapat berhubungan dan bertemu dengan para petinggi perusahaan multi nasional atau badan internasional, seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (Buse, 2009).

(2)

(a standing decision characterized by behavioral consistency and repetitiveness on the part of both those who make it and those who abide it ).

Kebijakan merupakan suatu rangkaian alternatif yang siap dipilih berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Sedangkan pengertian kebijakan menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah rangkaian konsep dan azas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi dan sebagainya), pernyataan cita – cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran.

2.1.2. Proses Pembuatan Kebijakan

Tahap – tahap dalam proses pembuatan kebijakan menurut Dunn (2003), yaitu: 1. Fase penyusunan agenda, para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan

masalah pada agenda politik. Banyak masalah yang tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda untuk waktu lama.

2. Fase formulasi kebijakan, para pejabat merumuskan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah.Alternatif kebijakan melihat perlunya membuat perintah eksekutif, keputusan peradilan dan tindakan legislatif.

3. Fase adopsi kebijakan, alternatif kebijakan yang diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus diantara direktur lembaga atau keputusan peradilan. 4. Fase implementasi kebijakan, kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit

(3)

5. Fase penilaian kebijakan, unit-unit pemeriksaan dan akuntansi dalam pemerintahan menentukan apakah badan-badan eksekutif, legislatif dan peradilan memenuhi persyaratan undang-undang dalam pembuatan kebijakan dan pencapaian tujuan.

2.2. Kebijakan Publik (Public Policy) 2.2.1. Pengertian

Pada dasarnya banyak para ahli yang mengemukakan defenisi tentang kebijakan public, antara lain adalah (Winarno,2002) :

1. Thomas R. Dye, menyarankan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan;

2. Richard Rose, menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri

3. William N. Dunn, mengatakan bahwa kebijakan publikadalah suatu rangkaian pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintahan, seperti pertahanan keamanan, energi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perkotaan, dan lain-lain;

(4)

5. Carl Friedrich, memandang kebijakan sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan, atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu;

6. Sholichin Abdul Wahab mengajukan definisi dari W.I Jenkis yang merumuskan kebijaksanaan publik sebagai “a set of interrelated decisions taken by a political

actor or group of actors concerning the selection of goals and the means of

achieving them within a specified situation where these decisions should, in

prinsciple, be within the power of these actors to achieve” (serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekolompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi dimana keputusan-keputusan itu pada prinsipnya mapsih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut).

Dari berbagai defenisi kebijakan publik diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah atau Negara yang berorientasi dengan kepentingan publik.

2.2.2. Jenis – Jenis Kebijakan Publik

(5)

Republik Indonesia tahun 1945, undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah. Anderson dalam Pasolong ( 2008 ), mengemukakan jenis – jenis kebijakan yaitu : 1. Kebijakan substantif vs kebijakan prosedural

Kebijakan substantif adalah kebijakan yang menyangkut apa yang dilakukan pemerintah, sedangkan kebijakan prosedural adalah bagaimana kebijakan substantif tersebut dapat dilaksanakan;

2. Kebijakan distributif vs kebijakan regulatori vs kebijakan redistributif

Kebijakan distibutif menyangkut distribusi pelayanan atau pemanfaatannya pada individu atau masyarakat.Kebijakan regulatori adalah kebijakan yang berupa pembatasan atau pelarangan terhadap perilaku individu atau sekelompok orang. Kebijakan redistributif adalah kebijakan yang mengatur alokasi kekayaan pendapatan, kepemilikan atau hak-hak diantara berbagai kelompok dalam masyarakat;

3. Kebijakan material dan kebijakan simbolis

(6)

4. Kebijakan yang berhubungan dengan barang umum (Public Goods) dan barang privat (Private Goods).

Kebijakan public goods adalah kebijakan yang bertujuan untuk mengatur pemberian barang atau pelayanan publik.Sedangkan kebijakan private goods adalah kebijakan yang mengatur penyediaan barang atau pelayanan untuk pasar bebas.

2.3. Analisis Kebijakan Publik

Analisis kebijakan adalah suatu bentuk analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian sehingga dapat member landasan dari pembuat kebijakan dalam membuat keputusan. Tujuan analisis kebijakan adalah menyediakan informasi bagi pembuat kebijakan yang digunakan sebagai pedoman pemecahan masalah kebijakan secara praktis, menghasilkan informasi mengenai nilai dan arah tindakan yang lebih baik dan meliputi evaluasi kebijakan dan anjuran kebijakan (Dunn, 2003).

Dunn menggambarkan penggunaan komponen-komponen prosedur metodologi dalam melaksanakan analisis suatu kebijakan dalam suatu sistem.

(7)

2.4. Kebijakan Kesehatan

Kebijakan Kesehatan (Health Policy) adalah segala sesuatu untuk memengaruhi factor-faktor penentu di sektor kesehatan agar dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, dan bagi seorang dokter kebijakan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan layanan kesehatan.

Kebijakan kesehatan memiliki peran strategis dalam pengembangan, pelaksanaan program kesehatan, sebagai panduan bagi semua unsur masyarakat dalam bertindak dan berkontribusi terhadap pembangunan kesehatan. Melalui perancangan dan pelaksanaan kebijakan kesehatan yang benar, diharapkan mampu mengendalikan dan memperkuat peran stakeholders guna menjamin kontribusi secara maksimal, menggali sumber daya potensial, serta menghilangkan penghalang pelaksanaan pembangunan kesehatan.

2.4.1. Kerangka Konsep dalam Kebijakan Kesehatan

(8)

Skema segitiga analisis kebijakan dapat dilihat pada gambar berikut;

Konteks

Isi / Content Proses

Gambar 2.1. Segitiga Analisis Kebijakan

Sumber : Walt and Gilson (1994)

2.4.2. Faktor – Faktor yang Memengaruhi Kebijakan Kesehatan

Lechter (1979) menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan kesehatan adalah :

1. Faktor Situasional

Faktor situasional merupakan kondisi yang tidak permanen atau khusus yang dapat berdampak pada kebijakan.

2. Faktor Struktural

Faktor struktural merupakan bagian dari masyarakat yang relatif tidak berubah. Faktor ini meliputi sistem politik, mencakup pula keterbukaan sistem tersebut dan kesempatan bagi warga masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembahasan dan keputusan kebijakan.

Actor - Individu

- Grup

(9)

3. Faktor Budaya

Faktor budaya dapat memengaruhi kebijakan kesehatan karena dalam masyarakat dimana hirarki menduduki tempat penting, akan sangat sulit untuk bertanya atau menantang pejabat penting atau pejabat senior.

4. Faktor Internasional atau Exogenous

Faktor internasional yang menyebabkan meningkatnya ketergantungan antar negara dan memengaruhi kemandirian dan kerjasama internasional dalam kesehatan.Meskipun banyak masalah kesehatan berhubungan dengan pemerintah nasional, sebagian dari masalah itu memerlukan kerjasama organisasi tingkat nasional, regional dan multilateral.

2.5. Jaminan Persalinan (Jampersal)

(10)

2.5.1. Ruang Lingkup Pelayanan Jampersal

Adapun ruang lingkup pelayanan Jampersal terdiri dari pelayanan persalinan tingkat pertama, pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan dan Pelayanan Persiapan Rujukan (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2562/MENKES/PER/ XII/2011).

2.5.2 Paket Manfaat dan Tata Laksana Pelayanan Jampersal

Manfaat yang diterima oleh penerima Jampersal sebagaimana diuraikan dibawah ini, sedangkan pada peserta Jamkesmas dijamin berbagai kelainan dan penyakit. Manfaat pelayanan Jampersal meliputi:

1. Pemeriksaan Kehamilan (ANC)

Pemeriksaan kehamilan (ANC) yang dibiayai oleh program ini mengacupada buku Pedoman KIA, dimana selama hamil, ibu hamil diperiksa sebanyak 4 kali disertai konseling KB dengan frekuensi 1 kali pada triwulan pertama, 1 kali pada triwulan kedua dan 2 kali pada triwulan ketiga. Pemeriksaan kehamilan yang jumlahnya melebihi frekuensi diatas padatiap-tiap triwulan tidak dibiayai oleh program ini.Penyediaan obat-obatan, reagensia dan bahan habis pakai yang diperuntukkan bagi pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas, dan KBpasca salin serta komplikasi yang mencakup seluruh sasaran ibu hamil,bersalin, nifas dan bayi baru lahir menjadi tanggung jawab Pemda/Dinas Kesehatan Kab/ Kota. Pada Jampersal dijamin penatalaksanaan komplikasi kehamilan antara lain penatalaksanaan abortus imminen, abortus inkompletus dan missedabortion, penatalaksanaan mola

(11)

ektopik terganggu, hipertensi dalam kehamilan, pre eklamsi dan eklamsi, perdarahan pada masa kehamilan, decompensatio cordis pada kehamilan, pertumbuhan janin terhambat (PJT): tinggi fundus tidak sesuai usiakehamilan dan penyakit lain sebagai komplikasi kehamilan yang mengancamnyawa.

2. Penatalaksanaan Persalinan

a. Persalinan per vaginam yang meliputi persalinan per vaginam normal, persalinan per vaginam melalui induksi, persalinan per vaginam dengan tindakan, persalinan per vaginam dengan komplikasi dan persalinan per vaginam dengan kondisi bayi kembar. Persalinan pervaginam dengan induksi, dengan tindakan, dengan komplikasi serta pada bayi kembar dilakukan di Puskesmas PONED dan/atau RS. b. Persalinan per abdominam yaitu seksio sesarea elektif (terencana), atas indikasi

medis, seksio sesarea segera (emergensi), atas indikasi medis dan seksio sesarea dengan komplikasi (perdarahan, robekan jalanlahir, perlukaan jaringan sekitar rahim, dan sesarean histerektomi).

c. Penatalaksanaan Komplikasi Persalinan yaitu Perdarahan, Eklamsi, Retensio plasenta, penyulit pada persalinan, infeksi, penyakit lain yang mengancam keselamatan ibu bersalin

d. Penatalaksanaan bayi baru lahir yang meliputi perawatan esensial neonatus atau bayi baru lahir dan penatalaksanaan bayi baru lahir dengan komplikasi.

(12)

inapminimal 3 (tiga) hari. Pencatatan pelayanan pada ibu dan bayi baru lahir tercatat pada registrasi ibu hamil dan pencatatan di Buku KIA, Kartu Ibu, dan Kohort ibu (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2562/ MENKES/PER/XII/2011).

3. Pelayanan Nifas (Post Natal Care) a. Tatalaksana pelayanan

(13)

pelayanan nifas dengan komplikasi yang dirujuk ke rumahsakit, maka pelayanan nifas dilakukan sesuai pedoman pelayanan nifas dengan komplikasi tersebut. b. Keluarga Berencana (KB)

1) Jenis Pelayanan KB

Pelayanan Keluarga Berencana pasca salin antara lain kontrasepsi mantap, (Kontap), IUD, Implant, dan Suntik.

2) Tatalaksana Pelayanan KB dan ketersediaan Alokon sebagai upaya untuk pengendalian jumlah penduduk danketerkaitannya dengan Jampersal, maka pelayanan KB pada masa nifas perlu mendapatkan perhatian. Tatalaksana pelayanan KB mengacu kepada Pedoman Pelayanan KB dan KIA yang diarahkan pada Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) atau Kontrasepsi Mantap (Kontap) sedangkan ketersediaan alatdan obat kontrasepsi (alokon) KB ditempuh dengan prosedursebagai berikut :

(14)

mendapatkan alokon dari SKPD Kabupaten/ Kota yang mengelola program KB selanjutnya mendistribusikan alokon ke dokter dan bidan praktik mandiri yang ikut program Jampersal sesuai usulannya. Besaran jasa pelayanan KB diklaimkan pada program Jampersal.

b) Pelayanan KB di fasilitas kesehatan lanjutan dengan ketentuan bahwa alat dan obat kontrasepsi (alokon) disediakan oleh BKKBN. Rumah Sakit yang melayani Jampersal membuat rencana kebutuhan alat dan obat kontrasepsi yang diperlukan untuk pelayanan Keluarga Berencana (KB) diRumah Sakit tersebut dan selanjutnya daftar kebutuhan tersebut dikirimkan ke SKPD yang mengelola program keluarga berencana di Kabupaten/Kota setempat. Jasa pelayanan KB di pelayanan kesehatan lanjutan menjadi bagian dari penerimaan menurut tarif INA CBG’s. Agar pelayanan KB dalam Jampersal dapat berjalan denganbaik, perlu

(15)

2.5.3. Pendanaan Jampersal

Pendanaan Jampersal merupakan bagian integral dari pendanaan Jamkesmas, sehingga pengelolaannya pada Tim Pengelola/ Dinas Kesehatan Kab/Kota tidak dilakukan secara terpisah baik untuk pelayanan tingkat pertama/ pelayanan dasar maupun untuk pelayanan tingkat lanjutan/rujukan.

Pengelolaan dana Jamkesmas di pelayanan tingkat pertama/ pelayanan dasar dilakukan oleh Dinas Kesehatan selaku Tim Pengelola Jamkesmas Tingkat Kabupaten/Kota sedangkan pelayanan tingkat lanjutan/ rujukan dilakukan oleh RS. 1. Ketentuan Umum Pendanaan

a. Pendanaan Jamkesmas dan Jampersal di pelayanan dasar danpelayanan rujukan merupakan belanja bantuan sosial (bansos) bersumber APBN yang dimaksudkan untuk mendorong pencapaian program, percepatan pencapaian MDG’s 2015 serta peningkatan kualitas pelayanan kesehatan termasuk persalinan oleh tenaga kesehatan difasilitas kesehatan.

(16)

c. Dana Jampersal di pelayanan kesehatan dasar disalurkan kerekening Dinas kesehatan kabupaten/kota, terintegrasi (menjadi satu kesatuan) dengan dana Jamkesmas.

d. Setelah dana tersebut disalurkan Kementerian Kesehatan kerekening Dinas Kesehatan sebagai penanggung jawab program (melalui SP2D) dan rekening Rumah Sakit, maka status danatersebut berubah menjadi dana peserta Jamkesmas dan masyarakat penerima manfaat Jampersal.

e. Dana Jamkesmas dan Jampersal yang disalurkan sebagaimana pada poin 1 s/d 4 di atas, bukan bagian dari dana transfer daerah ke Pemerintah Kabupaten/Kota sehingga penggunaan dana tersebut tidak melalui Kas Daerah (Perdirjen Perbendaharaan Nomor: PER- 21/PB/2011). Setelah hasil verifikasi klaim dibayarkan sebagai penggantian pelayanan kesehatan, maka status dana menjadi pendapatan fasilitas kesehatan untuk daerah yang belum menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD (PPK-BLUD), sedangkan bagi fasilitas kesehatan daerah yang sudah menerapkan PPK-BLUD, pendapatan tersebut merupakan pendapatan lain-lain PAD yang sah, selanjutnya pemanfaatannya mengikuti ketentuan Peraturan perundang undangan.

f. Pembayaran pelayanan persalinan dan KB bagi peserta Jamkesmas maupun penerima manfaat Jampersal di pelayanan dasar dan di pelayanan rujukan oleh fasilitas kesehatan dilakukan dengan mekanisme “Klaim”.

(17)

sedangkan jasa pelayanan KB di pelayanan lanjutan mengikuti pola pembayaran INA-CBG’s.

h. Transport rujukan risti, komplikasi kebidanan dan komplikasi neonatal pasca persalinan bagi penerima manfaat Jampersal di pelayanan kesehatan dasar dibiayai dengan dana dalam program ini, mengacu pada Standar Biaya Umum (SBU) APBN, Standar biaya transportasi yang berlaku di daerah.

i. Sisa dana pada rekening Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota yang tidak digunakan dan/atau tidak tersalurkan sampai dengan akhir tahun anggaran harus disetorkan ke Kas Negara dan menggunakan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP). j. Apabila terjadi kekurangan dana pelayanan persalinan atau pelayanan persalinan

yang sudah diberikan akan tetapi belum diklaimkan/belum terbayarkan pada akhir tahun anggaran, maka kekurangan atas pelayanan yang belum diklaimkan/ terbayarkan tersebut akan diperhitungkan dan dibayarkan pada tahun berikutnya sepanjang ditunjang dengan bukti-bukti yang sah.

k. Pemanfaatan dana Jampersal pada pelayanan lanjutan mengikuti mekanisme pengelolaan pendapatan fungsional fasilitas kesehatan dan berlaku sesuai status rumah sakit tersebut .

2. Sumber dan Alokasi Dana

(18)

b. Alokasi Dana diberikan kepada Pelayanan kesehatan Tingkat Pertama/Dasar dan pada Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan/Rujukan.

c. Penyaluran Dana

(19)
(20)

dilakukan berdasarkan kebutuhan RS yang diperhitungan dari laporan pertanggungjawaban dana PPK Lanjutan.

d. Besaran Tarif Pelayanan

Besaran tarif pelayanan Jampersal di fasilitas kesehatan dasar ditetapkan sebagaimana tabel berikut:

Tabel 2.1. Besaran Tarif Pelayanan Jampersal Pada Pelayanan Dasar

(21)

Tabel 2.1 (Lanjutan)

1 kali 100.000 100.000 Mengikuti Buku Pedoman KIA yang mempunyai tenaga yang berkompeten serta fasilitas yang

menunjang

Biaya pelayanan rawat inap sesuai dengan ketentuan tarif rawat inap Puskesmas PONED

(22)

Tabel 2.1 (Lanjutan)

1 kali 150.000 150.000 Hanya dilakukan oleh tenaga terlatih untuk

(23)

1. Klaim persalinan ini tidak harus dalam paket (menyeluruh) tetapi dapat dilakukan klaim terpisah, misalnya ANC saja, persalinan saja atau PNC saja Pelayanan nomor 4 dibayarkan apabila dilakukan tindakan stabilisasi pasien pra rujukan. 2. Pelayanan nomor 5a dan 5b dilakukan pada fasilitas kesehatan tingkat I PONED

yang mempunyai kemampuan dan sesuai kompetensinya.

3. Untuk kasus-kasus yang pada waktu ANC telah diduga/diperkirakan adanya risiko persalinan, pasien sudah dipersiapkan jauh hari untuk dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih baik dan mampu seperti Rumah Sakit.

4. Di daerah yang tidak memiliki fasilitas kesehatan Puskesmas PONED dengan geografis yang tidak memungkinkan, bidan dapat diberikan kewenangan oleh Kepala Dinas Kesehatan dengan penugasan sebagaimana telah diatur dalam Permenkes Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan; sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Besaran biaya untuk pelayanan Jampersal, komplikasi kehamilan, komplikasi nifas dan komplikasi bayi baru lahir, maupun pelayanan rujukan terencana tingkat lanjutan menggunakan tarif paket Indonesia Case Base Group (INA-CBGs). e. Pengelolaan Dana

(24)

f. Kelengkapan Pertanggung Jawaban Klaim

Pertanggungjawaban klaim pelayanan Jampersal dari fasilitas kesehatan tingkat pertama ke Tim Pengelola Kabupaten/ Kota dan pertanggungjawaban klaim pelayanan Jampersal di fasilitas kesehatan lanjutan dilengkapi fotokopi kartu identitas diri sasaran yang masih berlaku (KTP atau identitas lainnya), dan bagi peserta jamkesmas dilengkapi dengan fotokopi kartu Jamkesmas dan fotokopi/tembusan surat rujukan dari Puskesmas, fasilitas Kesehatan Swasta/Bidan Praktik Mandiri di tandatangani oleh sasaran atau keluarga sasaran serta bukti pelayanan untuk Rawat Jalan dan Resume Medis untuk rawat inap.

g. Pemanfaatan Dana di Fasilitas Kesehatan

(25)

h. Pengelolaan dana Jamkesmas dan Jampersal

Pengelolaan dana Jamkesmas dan Jampersal dilakukan di Pelayanan Dasar dan pada Fasilitas Kesehatan Lanjutan (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2562/MENKES/PER/XII/2011).

2.5.4. Pengorganisasian Jampersal

Pengorganisasian kegiatan Jampersal dimaksudkan agar pelaksanaan manajemen kegiatan Jampersal dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pengelolaan kegiatan Jampersal dilaksanakan secara bersama-sama antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Dalam pengelolaan Jampersal dibentuk Tim Pengelola di tingkat pusat, tingkat provinsi, dan tingkat kabupaten/kota. Pengelolaan kegiatan Jampersal terintegrasi dengan kegiatan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan BOK.

Pengorganisasian manajemen Jamkesmas dan BOK terdiri dari tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK (bersifat lintas sektor), sampai tingkat kabupaten/kota dan tim Pengelola Jamkesmas dan BOK (bersifat lintas program), sampai tingkat kabupaten/kota (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2562/MENKES/PER/XII/2011).

2.5.5. Indikator Keberhasilan, Pemantauan dan Evaluasi Jampersal

1. Indikator Keberhasilan

(26)

Jampersal sebagai dasar dalam menilai keberhasilan dan pencapaian pelaksanaan Jampersal digunakan beberapa kelompok indikator-indikator sebagai berikut: a. Indikator Kinerja Program (sesuai dengan Program KIA) yang meliputi cakupan

K1, cakupan K4, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan,cakupan penanganan komplikasi kebidanan, cakupan pelayanan nifas lengkap (KF lengkap), cakupan peserta KB pasca persalinan, cakupan kunjungan neonatal 1 (KN1), cakupan kunjungan neonatal lengkap (KN Lengkap), cakupan penanganan komplikasi neonatal

b. Indikator Kinerja Pendanaan dan Tata Kelola Keuangan yang meliputi tersedianya dana Jampersal pada seluruh daerah sesuai kebutuhan, termanfaatkannya dana Jampersal bagi seluruh sasaran yang membutuhkan dan terselenggaranya proses klaim dan pertanggungjawaban dana Jampersal untuk pelayanan dasar dan pelayanan rujukan secara akuntabel (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2562/MENKES/PER/XII/2011).

2. Pemantauan dan Evaluasi

(27)

maupun jumlah rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, kualitas pelaksanaan pelayanan Jampersal, pelaksanaan penyaluran dana dan verifikasi pertanggung jawaban dana, pelaksanaan verifikasi penggunaan dana Jampersal, dan pengelolaan Jampersal di Provinsi/Kabupaten/Kota. Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara berkala baik bulanan, triwulan, semester maupun tahunan oleh Pusat dan Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota melalui kegiatan-kegiatan pertemuan koordinasi (tingkat Pusat; Provinsi dan Kabupaten/Kota), pengolahan dan analisis data dan supervisi.

3. Penanganan Keluhan

Penyampaian keluhan berguna sebagai masukan untuk perbaikan dan peningkatan pelayanan, keluhan tersebut dapat disampaikan oleh sasaran, pemerhati, dan petugas fasilitas kesehatan kepada Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK di Dinas Kesehatan Provinsi/ Kabupaten/Kota. Dalam penanganan keluhan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK harus memperhatikan prinsip bahwa keluhan harus direspon secara cepat dan tepat; penanganan keluhan dilakukan pada tingkat terdekat dengan masalah dan penyelesaiannya dapat dilakukan secara berjenjang dan penanganan keluhan dapat memanfaatkan unit yang telah tersedia di fasilitas kesehatan maupun Dinas Kesehatan setempat.

4. Pembinaan dan Pengawasan

(28)

sebagai acuan untuk dalam perencanaan kegiatan), pembinaaan dalam pelaksanaan pelayanan program di lapangan, pembinaan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban dana Jampersal, pembinaan dalam penyelenggaraan proses klaim, dan pembinaan dalam proses sistem informasi manajemen baik yang berbasis website maupun manual.

b. Pengawasan dilakukan secara pengawasan melekat dan pengawasan fungsional 5. Pencatatan, Pelaporan, dan Umpan Balik

Untuk mendukung pemantauan dan evaluasi diperlukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan Jampersal secara rutin setiap bulan, yaitu dengan rincian :

a. Pencatatan

Hasil kegiatan pelayanan Jampersal dilakukan oleh fasilitas kesehatan pada register pencatatan yang sudah ada.

b. Pelaporan

- Fasilitas kesehatan wajib melaporkan rekapitulasi pelaksanaan program kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selaku Tim Pengelola pada tanggal 5 (lima) setiap bulannya.

(29)

- Dinas Kesehatan Provinsi selaku Tim Pengelola Provinsi wajib melakukan rekapitulasi laporan hasil kegiatan dari setiap Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan melaporkannya kepada Pusat setiap tanggal 15 (lima belas) setiap bulannya. - Kementerian Kesehatan/Tim Pengelola Pusat wajib melakukan rekapitulasi

laporan dari setiap provinsi untuk menjadi laporan nasional setiap bulan/ trimester/ semester/ tahun.

c. Umpan Balik

Laporan umpan balik mengenai hasil laporan pelaksanaan Jampersal dilaksanakan secara berjenjang, yaitu :

- Kementerian Kesehatan/Tim Pengelola Pusat akan melakukan analisis dan memberikan umpan balik kepada Dinas Kesehatan Provinsi/Tim Pengelola Provinsi;

- Dinas Kesehatan Provinsi/Tim Pengelola Provinsi akan melakukan analisis dan memberikan umpan balik ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/Tim Pengelola Dinas Kabupaten/Kota .

- Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/Tim Pengelola Kabupaten/Kota akan melakukan analisis dan memberikan umpan balik kepada fasilitas pemberi pelayanan.

(30)

2.6. Filosofi Kehamilan

Setiap kehamilan merupakan proses alamiah, bila tidak dikelola dengan baik akan memberikan komplikasi pada ibu dan janin dalam keadaan sehat dan aman. Filosofi adalah pernyataan mengenai keyakinan dan nilai/value yang dimiliki yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang/kelompok. Filosofi asuhan kehamilan menggambarkan keyakinan yang dianut oleh bidan dan dijadikan sebagai panduan yang diyakini dalam memberikan asuhan kebidanan pada klien selama masa kehamilan. Dalam filosofi asuhan kehamilan ini dijelaskan beberapa keyakinan yang akan mewarnai asuhan itu.

a. Kehamilan merupakan proses yang alamiah. Perubahan-perubahan yang terjadi pada wanita selama kehamilan normal adalah bersifat fisiologis, bukan patologis. Oleh karenanya, asuhan yang diberikan pun adalah asuhan yang meminimalkan intervensi. Bidan harus memfasilitasi proses alamiah dari kehamilan dan menghindari tindakan-tindakan yang bersifat medis yang tidak terbukti manfaatnya.

(31)

c. Pelayanan yang terpusat pada wanita (women centered) serta keluarga (family centered) Wanita (ibu) menjadi pusat asuhan kebidanan dalam arti bahwa asuhan

yang diberikan harus berdasarkan pada kebutuhan ibu, bukan kebutuhan dan kepentingan bidan.

Asuhan yang diberikan hendaknya tidak hanya melibatkan ibu hamil saja melainkan juga keluarganya, dan itu sangat penting bagi ibu sebab keluarga menjadi bagian integral/tak terpisahkan dari ibu hamil. Sikap, perilaku, dan kebiasaan ibu hamil sangat dipengaruhi oleh keluarga. Kondisi yang dialami oleh ibu hamil juga akan memengaruhi seluruh anggota keluarga. Selain itu, keluarga juga merupakan unit sosial yang terdekat dan dapat memberikan dukungan yang kuat bagi anggotanya.

Dalam hal pengambilan keputusan haruslah merupakan kesepakatan bersama antara ibu, keluarganya, dan bidan, dengan ibu sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan. Ibu mempunyai hak untuk memilih dan memutuskan kepada siapa dan dimana ia akan memperoleh pelayanan kebidanannya.

(32)

Seorang bidan harus memahami bahwa kehamilan dan persalinan merupakan proses yang alamiah dan fisiologis, walau tidak dipungkiri dalam beberapa kasus mungkin terjadi komplikasi sejak awal karena kondisi tertentu/ komplikasi tersebut terjadi kemudian. Proses kelahiran meliputi kejadian fisik, psikososial dan kultural.

Kehamilan merupakan pengalaman yang sangat bermakna bagi perempuan, keluarga dan masyarakat. Perilaku ibu selama masa kehamilannya akan memengaruhi kehamilannya, perilaku ibu dalam mencari penolong persalinan akan memengaruhi kesehatan ibu dan janin yang dilahirkan. Bidan harus mempertahankan kesehatan ibu dan janin serta mencegah komplikasi pada saat kehamilan dan persalinan sebagai satu kesatuan yang utuh.

2.7. Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care)

Antenatal care adalah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu dan janin secara berkala, yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan.

1. Tujuan pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care)

a. Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi dengan memberikan pendidikan gizi, kebersihan diri dan proses kelahiran bayi.

b. Mendeteksi dan menatalaksanakan komplikasi medis, bedah ataupun obstetri selama kehamilan.

(33)

d. Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses, menjalankan puerperium normal, dan merawat anak secara fisik, psikologi dan sosial

e. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI Ekslusif f. Peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh

kembang secara normal.

Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin (280 hari/40 mg) atau 9 bulan 7 hari. Periode dalam kehamilan terbagi dalam 3 triwulan/trimester : 1. Trimester I awal kehamilan sampai 14 mg

2. Trimester II kehamilan 14 mg-28 mg

3. Trimester III kehamilan 28 mg-36 mg/ 40 mg ( IBI, 2001 ).

Peningkatan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan dengan mutu yang baik serta jangkauan yang setinggi-tingginya Pelayanan antenatal mencakup anamnesis. Pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium atas indikasi serta intervensi dasar dan khusus (sesuai resiko yang ada). Namun dalam penerapan operasional dikenal standar minimal "7T" terdiri dari :

a. Timbang badan dan tinggi badan dengan alat ukur yang terstandar

(34)

b. Mengukur tekanan darah dengan prosedur yang benar.

Pengukuran tekanan darah harus dilakukan secara rutin dengan tujuan untuk melakukan deteksi dini terhadap terjadinya tiga gejala preeklamsi. Tekanan darah tinggi, protein urin positif, pandangan kabur atau oedema pada ekstremitas. Apabila tekanan darah mengalami kenaikan 15 mmHg dalam dua kali pengukuran dengan jarak 1 jam atau tekanan darah > 140/90 mmHg , maka ibu hamil mengalami preeklamsi. Apabila preeklamsi tidak dapat diatasi maka akan menjadi eklamsi.

c. Mengukur Tinggi fundus uteri dengan prosedur yang benar.

Pengukuran tinggi fundus uteri dilakukan secara rutin untuk mendeteksi secara dini terhadap berat badan janin. Indikator pertumbuhan janin intrauterin, tinggi fundus uteri juga dapat digunakan untuk mendeteksi terhadap terjadinya molahidatidosa, janin ganda atau hidramnion.

d. Pemberian imunisasi tetanus toksoid (TT) lengkap (sesuai jadwal). Pemberian imunisasi TT untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus.

Tabel 2.2. Jadwal Pemberian Imunisasi TT

Antigen Interval

(Selang Waktu Minimal) Lama Perlindungan

% Perlindungan

TT1 Pada kunjungan antenatal pertama

- -

TT2 4 minggu setelah TT1 3 tahun* 80

TT3 6 bulan setelah TT2 5 tahun 95

TT4 1 tahun setelah TT3 10 tahun 99

TT5 1 tahun setelah TT4 25 tahun/seumur hidup 99 Keterangan:

(35)

e. Pemberian Tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan.

Pemberian tablet tambah darah dimulai setelah rasa mual hilang satu tablet setiap hari, minimal 90 tablet. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 500 µg. Tablet besi sebaiknya tidak minum bersama kopi, teh karena dapat mengganggu penyerapan.

f. Tes laboratorium (rutin dan khusus)

Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan hemoglobin, protein urine, gula darah, dan hepatitis B. Pemeriksaan khusus dilakukan didaerah prevalensi tinggi dan atau kelompok perilaku terhadap HIV, sifilis, malaria, tubercolusis, cacingan dan thalasemia.

g. Temu wicara (konseling)

Memberikan penyuluhan sesuai dengan kebutuhan seperti perawatan diri selama hamil, perawatan payudara, gizi ibu hamil, tanda-tanda bahaya kehamilan dan janin sehingga ibu dan keluarga dapat segera mengambil keputusan dalam perawatan selanjutnya dan mendengarkan keluhan yang disampaikan.

2. Tempat Pelayanan Antenatal Care

Pelayanan antenatal care bisa didapatkan di Rumah Sakit, Puskesmas, Bidan Praktek Swasta, Dokter Praktek Swasta, Posyandu. Pelayanan ANC hanya diberikan oleh tenaga kesehatan dan bukan dukun bayi.

(36)

2.8. Cakupan K1 dan K4 (Kunjungan Antenatal)

Kunjungan antenatal adalah kontak ibu hamil dengan tenaga profesional untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai dengan standar yang ditetapkan. Menurut kebijakan dari Pemerintah kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama hamil.

Dengan ketentuan minimal satu kali pada trimester pertama, minimal satu kali pada trimester kedua, minimal dua kali pada trimester ketiga. Standar waktu pelayanan tersebut ditentukan untuk menjamin mutu pelayanan antenatal dan untuk memberi kesempatan yang cukup kepada pemberi asuhan antenatal dalam menangani kasus risiko tinggi yang ditemukan. Faktor-faktor yang memengaruhi kunjungan antenatal antara lain adalah kurangnya pengetahuan ibu tentang antental care, kesibukan, tingkat sosial ekonomi yang rendah, dukungan suami yang kurang dan kurangnya kemudahan untuk pelayanan (Depkes, 2006).

2.8.1. Kunjungan Ibu Baru Hamil (K1)

Adalah kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan. Akses Pelayanan Antenatal (Cakupan K1). Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat.

Rumus yang dipakai untuk perhitungannya adalah:

(37)

 Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun dihitung dengan rumus : CBR Propinsi x 1,1 x jumlah penduduk setempat

 Bila propinsi tidak mempunyai data CBR, dapat digunakan angka nasional, sehingga rumus perhitungannya sebagai berikut: 3% x jumlah penduduk setempat (Depkes, 2006).

2.8.2. Cakupan Ibu Hamil (K4)

K4 Adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang ke empat (lebih), untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan. Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati waktu yang telah ditetapkan) yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah disamping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA.

Rumusnya adalah (Depkes, 2006) :

%

2.9. Cakupan Peserta KB Paska Persalinan

(38)

dasawarsa ini tidak menjadi sia-sia. Diperlukan berbagai upaya dalam memelihara keberhasilan dan kelangsungan program KB, antara lain dengan meningkatkan kualitas pelayanan KB. Peningkatan kualitas pelayanan KB saat ini menjadi salah satu sasaran pokok program KB nasional.

Cakupan peserta KB Paska Persalinan adalah jumlah peserta KB paska melahirkan yang mendapatkan pelayanan Keluarga Berencana pasca salin antara lain adalah kontrasepsi mantap (Kontap), IUD, Implant, dan Suntik. Tatalaksana Pelayanan KB dan ketersediaan Alokon sebagai upaya untuk pengendalian jumlah penduduk dan keterkaitannya dengan Jaminan Persalinan, maka pelayanan KB pada masa nifas perlu mendapatkan perhatian. Tatalaksana pelayanan KB mengacu kepada Pedoman Pelayanan KB dan KIA yang diarahkan pada Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) atau Kontrasepsi Mantap (Kontap) (Juknis Jampersal, 2011).

2.10. Puskesmas

Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang langsung memberikan pelayanan secara menyeluruh pada masyarakat dalam suatu wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan pokok.

(39)

menyeluruh atau terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.

2.10.1. Fungsi Puskesmas

Puskesmas berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayahnya dan membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.

2.10.2. Kegiatan Pokok Puskesmas

Ada delapan belas kegiatan pokok Puskesmas antara lain; Upaya kesehatan Ibu dan anak, upaya Keluarga Berencana, upaya peningkatan gizi, upaya kesehatan lingkungan, upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, upaya pengobatan termasuk pelayanan darurat karena kecelakaan, upaya perawatan kesehatan masyarakat, upaya kesehatan kerja, upaya kesehatan gigi dan mulut, upaya kesehatan jiwa, upaya kesehatan mata, upaya laboratorium sederhana, upaya pencatatan dan pelaporan dalam rangka sistem informasi kesehatan, upaya kesehatan usia lanjut dan upaya pembinaan pengobatan tradisional (Nasrul Efendi, 1998).

2.11. Landasan Teori

(40)

menunjukkan kedudukan pembuat kebijakan sehingga posisi kedudukan ini akan memengaruhi proses implementasi kebijakan, konteks kebijakan ini meliputi kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor-aktor yang terlibat.

Pencapaian keberhasilan suatu program kebijakan sangat tergantung dari para aktor yang mempunyai peranan di dalam kebijakan. Oleh karena ini dalam menentukan keberhasilan suatu program maka model kesesuaian D.C.Korten merupakan bentuk yang ideal untuk mencapai keberhasilan suatu program kebijakan. Keberhasilan suatu program juga akan terjadi jika terdapat kesesuaian antara hasil program dengan kebutuhan sasaran, syarat tugas pekerjaan program dengan kemampuan organisasi pelaksana dengan sarana pengungkapan kebutuhan sasaran. Keterkaitan antara elemen-elemen dalam pelembagaan dapat digambarkan sebagai berikut:

Program outputs Task Requirements

Beneficiary need

Expression Decision Making

Gambar 2.2. Implementasi Kebijakan Program Model D.C.Korten

Sumber : Samudra,1994

Program

(41)

Menurut George C.Edwards III ( dalam Winarno, 2002) terdapat faktor-faktor yang memengaruhi implementasi kebijakan yaitu komunikasi, sumber-sumber (sumber daya), kecenderungan/sikap dan struktur birokrasi. Selanjutnya implementasi kebijaksanaan adalah tahap pembuatan kebijaksanaan antara pembentukan kebijaksanaan dan konsekuensi bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijaksanaan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi permasalahan yang timbul meskipun telah diimplementasikan, akan mengalami kegagalan.

Interaksi keterpengaruhan dapat digambarkan berikut ini :

Gambar 2.3 Model Implementasi menurut G.C.Edward III

Mengacu pada berbagai pendapat para ahli yang telah disampaikan diatas maka peneliti akan mengadopsi pendapat dari George C.Edwards III.

Komunikasi

Sumber daya

Struktur Birokrasi

Disposisi

(42)

Oleh karena peneliti mencoba mengadopsi pendapat George C.Edwards III, maka diperlukan sedikit penjelasan tentang 4 (empat) faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi kebijakan.

1. Komunikasi

Menurut Harold Koontz dalam Akhmad Zaeni (2006) yang dimaksud dengan komunikasi adalah penyampaian informasi dari pengirim kepada penerima dan informasi itu dimengerti oleh yang belakangan, selanjutnya menurut Stephen P. Robbins komunikasi adalah penyampaian dan pemahaman suatu maksud, kemudian Yudith R. Gordon dkk mengartikan komunikasi sebagai pemindahan informasi, gagasan, pengertian, atau perasaan antar orang. Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah penyampaian informasi atau penyampaian warta dari komunikator kepada komunikan.

Unsur-unsur komunikasi administrasi menurut Harold Koontz adalah pengirim warta, pengiriman warta, penerima warta, perubahan sebagai akibat komunikasi, faktor-faktor situasi dan organisasi dalam komunikasi; sedangkan menurut Stephen P Robbins komunikasi administrasi adalah pembuatan sandi, warta saluran, penafsiran sandi, penerima umpan balik, dan apabila disimpulkan dari beberapa pendapat di atas unsur-unsur komunikasi adalah adanya sumber warta saluran, penerima, hasil umpan balik, dan lingkungan.

(43)

jelas dan langsung; (d) media yang memadai untuk menyampaikan pesan; (e) penentuan waktu dan penggunaan media yang tepat; (f) tempat-tempat penyebaran

yang memadai apa bila diperlukan untuk memudahkan penyampaian pesan yang asli, tidak dikurangi, tidak diubah, dan dalam arah yang tepat.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan apabila memilih komunikasi menurut Deyer adalah (a) kecepatan, (b) kecermatan, (c)keamanan, (d) kerahasiaan, (e)

catatan, (f) kesan, (g) biaya, (h) senang memakainya, (i) penyusunan tenaga kerja, (j) Jarak. Dilihat dari jenis komunikasi ada 4 (empat), yaitu : (1) komunikasi dari atas ke atas, (2) Komunikasi dari bawah ke atas, (3) komunikasi horizontal, (4) komunikasi diagonal.Melihat berbagai pendapat para ahli di atas, komunikasi merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan efektivitas implementasi kebijakan serta merupakan sarana untuk menyebarluaskan informasi, baik komunikasi dari atas ke bawah, dari bawah ke atas, maupun secara horizontal, yang hal ini merupakan modal yang sangat menentukan berhasil tidaknya implementasi kebijakan Jampersal.

2. Sumber Daya

(44)

organisasi. Manajemen sumberdaya menurut Henry Simamora adalah pendayagunaan, pengembangan penilaian, pemberian balas jasa,dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok pekerja.Manajemen sumber daya yang efektif mengharuskan manajemen menemukan cara terbaik dalam mengkaryakan orang-orang agar mencapai tujuan perusahaan dan meningkatkan kinerja organisasi. Lebih lanjut dijelaskan ada 4 (empat) tipe sumber daya yaitu: (1) finansial,(2) fisik, (3) manusia, (4) kemampuan tekhnologi dan system.Ketersediaan dan kelayakan sumberdaya dalam implementasi kebijakan memegang peranan penting, karena implementasi kebijakan tidak akan efektif bilamana sumber-sumber yang dibutuhkan tidak cukup memadai. Sumber-sumber yang dimaksud menurut George C. Edwards III adalah : (a) staf yang relatif cukup jumlahnya dan mempunyai keahlian dan ketrampilan untuk melaksanakan kebijakan, (b)informasi yang memadai atau relevan untuk keperluan implementasi dan(c) adanya dukungan dari lingkungan untuk mensukseskan implementasidan (d) adanya wewenang yang dimiliki implementator untuk melaksanakan kebijakan, (e) fasilitas-fasilitas lain.

3. Disposisi

(45)

juga menjadi tidak efektif. Disposisi implementator ini mencakup tiga hal penting, yang meliputi :(1) Respons implementator terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; (2) kognisi,yakni pemahaman para implementator terhadap kebijakan yang dilaksanakan; (3) intensitas disposisi implementator, yakni freferensi nilai yang dimiliki oleh implementator (Subarsono,2005)

4. Struktur Birokrasi

(46)

Stephen P. Robbins struktur birokrasi meliputi : (1)spesialisasi kerja, (2) departementasi, (3) rantai komando, (4) rentang kendali, (5) sentralisasi dan desentralisasi, (6) farmalisme.

Adanya pengaruh struktur birokrasi terhadap implementasi kebijakan dinyatakan oleh Sofyan Effendi (2000), menyebutkan tiga hal yang mempengaruhi kinerja kebijakan, yaitu : (1) kebijakan itu sendiri, (2) organisasi, (3) lingkungan implementasi. Struktur birokrasi dapat dinilai sebagai faktor penting dalam berhasil tidaknya implementasi suatu kebijakan. Dua hal yang tak kalah pentingnya dari organisasi yang dipilih dan struktur birokrasi serta bagaimana saling berhubungan antar organisasi-organisasi implementator berlangsung, serta lingkungan organisasi yang meliputi; kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan politik di sekitar organisasi.

2.12. Kerangka Pikir

Gambar

Gambar 2.1. Segitiga Analisis Kebijakan
Tabel 2.1. Besaran Tarif Pelayanan Jampersal Pada Pelayanan Dasar
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Tabel 2.1 (Lanjutan)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Koreksi IGRF dapat dilakukan dengan cara mengurangkan nilai IGRF terhadap nilai medan magnetic total yang telah terkoreksi harian pada setiap titik pengukuran pada

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara efikasi diri dengan kecemasan pada

Tanjung Beringin a. Kawasan Rumbang Bulik 06. Rumah Adat Kembang Pusaka b. Rumah Adat Totak Sambung c. Kompleks Makam Tokoh Adat Kinipan -.. Beberapa Benda Menjadi Batu

- Daftar harga tersebut adalah harga tujuan dalam kota, tidak termasuk biaya Asuransi, bongkar Muat barang berat ( tidak bisa di angkat manual ) dan

Shiddiqiyah Tanggulangin

Hal ini lebih disebabkan oleh faktor keadaan dan situasi di mana mereka tidak memiliki pilihan atau alternatif lain, misalnya: pasca Gerakan 30 September 1965;

Berdasarkan fenomena yang terjadi dilapangan, maka peneliti mengangkat PTK ( Penelitian Tindakan Kelas) dengan tema “Penggunaan Metode Resitasi Untuk Meningkatkan

Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.‛ (Q.S. Berdasarkan penjelasan dari para saksi, bahwa penerima titipan telah menjaga dengan baik meskipun