• Tidak ada hasil yang ditemukan

Review Ruang Lingkup Penyakit Tidak Menu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Review Ruang Lingkup Penyakit Tidak Menu"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

ISSUE TERKINI PENYAKIT NON MENULAR

“REVIEW”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 8

Achmad Rizki Azhari 25010113140258 Syarifah Hidayatullah 25010113140309

Dewi Kurniasih 25010113130310

Inna Maulina 25010113130314

Ajeng Ayuning Mutia 25010113130315

Hana Nuriy R 25010113140316

Yuni Atika Sari 25010113130218

Erna Sari 25010113140319

Lirih Setyorini 25010113140320

Fianti Andua 25010115183024

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

(2)

I. PENGERTIAN PENYAKIT NON MENULAR

Penyakit tidak menular (non-communicable disease/NCD) adalah

kondisi medis atau penyakit yang non-infeksi dan non-menular antara orang-orang. (Kim HC dan Oh SM., 2013). Penyakit tidak menular (NCD), juga

dikenal sebagai penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang. Penyakit tidak menular memiliki durasi panjang dan perkembangan umumnya lambat. (WHO, 2015). Penyakit Tidak Menular sering disebut sebagai penyakit yang bersifat kronis,noninfeksi, new communicable diseases, degenaratif : (M.N. Bustan, 2007)

Empat jenis utama dari penyakit tidak menular adalah penyakit kardiovaskular (seperti serangan jantung dan stroke), kanker, penyakit pernapasan kronis (seperti penyakit paru obstruktif kronik dan asma) dan diabetes. (WHO, 2015)

 Penyakit kronis biasanya penyakit kronik atau bersifat kronik menahun alias berlangsung lama, tapi ada juga yang kelangsungannya mendadak misalnya saja keracunan.

 Penyakit noninfeksi karena penyebabnya bukan mikroorganisme, namun tidak berarti tidak ada peranan mikroorganime dalam terjadinya penyakit tidak menular misalnya luka karena tidak diperhatikan bisa terjadi infeksi.  Penyakit New communicable karena dianggap dapat menular melalui gaya

hidup, gaya hidup dapat menyangkut pola makan, kehidupan seksual dan komunikasi global.

(3)

II. RUANG LINGKUP PENYAKIT NON MENULAR

Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular memiliki ruang lingkupkegiatan yang terdiri dari :

1. Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

2. Pengendalian Penyakit Diabetes Millitus dan Penyakit Metabolik

3. Pengendalian Penyakit Kanker

4. Pengendalian Penyakit Kronis dan Penyakit Degeneratif Lainnya

(4)

III. PERBEDAAN M (TPENYAKIT NON MENULAR) DENGAN PM (PENYAKIT MENULAR)

IV. RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT NON MENULAR

Natural history of disease atau riwayat alamiah penyakit adalah suatu perjalanan penyakit pada manusia. Riwayat alamiah merupakan perkembangan

proses penyakit, pada individu sepanjang waktu tertentu tanpa intervensi pengobatan apapun. Meskin tiap – tiap penyakit mempunyai riwayat alamiah

No Penyakit Menular Penyakit Tidak Menular

1. Berlangsung akut (dalam waktu yang pendek atau tidak lama)

Berlangsung kronis (dalam waktu yang panjang atau lama)

2. Dapat ditularkan Tidak dapat ditularkan

3. Rantai penularan penyakit jelas Tidak ada rantai penularan 4. Mudah mencari penyebab Sulit mencari penyebab

5. Disebabkan oleh living agent seperti virus,bakteri,protozoa,jamur dll

Disebabkan oleh non living agent seperti faktor kimiawi, fisik, mekanik, psikis dll

6. Single kausa Multiple kausa

7. Masa inkubasi tidak lama Masa inkubasi (latent) lama

8. Diagnosa mudah dilakukan Diganosa sulit dilakukan 9. Perkembangan penyakit umumnya

cepat

Perkembangan penyakit umumnya

lambat

10.Biaya relatif murah untuk penanganannya

(5)

yang berbeda, kerangka konsep yang bersifat umum perlu dibuat untuk menjelaskan riwayat perjalanan penyakit pada umumnya.

Bagan Riwayat Perjalanan Penyakit

<- Bagan 1

(6)

Berdasarkan bagan diatas, riwayat perjalan penyakit dapat dibagi menjadi lima kategori / lima tahap, yakni :

1. Tahap Pra-patogenesis (Stage of susceptibility )

Manusia (host) masih dalam keadaan sehat, namun pada tahap ini pula manusia telah terpajan dan beresiko terhadap penyakit yang ada di

sekelilingnya, karena :

- Telah terjadi interaksi dengan bibit penyakit (agent) - Bibit penyakit belum masuk ke manusia (host)

- Manusia masih dalam keadaan sehat belum ada tanda penyakit - Belum terdeteksi baik secara klinis maupun laboratorium

Contoh : Anak yang tidak divaksin rentan terhadap campak

2. Tahap inkubasi

Pada tahap ini bibit penyakit telah masuk ke manusia, namun gejala belum tampak. Jika daya tahap pejamu tidak kuat akan terjadi gangguan pada bentuk dan fungsi tubuh.

3. Tahap penyakit dini (Stage of pre-symptomatic (sub-clinical) disease) Tahap ini mulai timbul gejala penyakit, sifatnya masih ringan dan umumnya masih dapat beraktivitas. Pada tahap pre- clinical penyakit dapat

(7)

lanjut ke tahap clinical , atau kadang dapat sembuh sendiri tanpa adanya gejala yang timbul. Contoh : Antibodi orang normal mendeteksi adanya HIV di dalam tubuh

4. Tahap penyakit lanjut (Stage of clinical disease )

Pada tahap ini penyakit makin bertambah hebat, penderita tidak dapat

beraktiviras sehingga memerlukan perawatan. Contoh : Penyakit diabetes mellitus mempunyai tahapan clinical yang panjang dan dapay menyebabkan kematian apabila tidak ditangani dengan tepat.

5. Tahap akhir penyakit (Stage of disability or death)

Pada tahap akhir perjalanan penyakit ini manusia berada dalam lima keadaan yaitu sembuh semrpuna,sembuh dengan cacat, carrier, kronis atau meninggal dunia. Contoh : Penyakit trachoma dapat meyebabkan kebutaan

V. LEVEL OF PREVENTION PENYAKIT NON MEMULAR

Salah satu kegunaan pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit adalah untuk dipakai dalam merumuskan dan melakukan upaya pencegahan.

Artinya, dengan mengetahui perjalanan penyakit dari waktu ke waktu serta

perubahan yang terjadi di setiap masa/fase tersebut, dapat dipikirkan

upaya-upaya pencegahan apa yang sesuai dan dapat dilakukan sehingga penyakit itu

dapat dihambat perkembangannya sehingga tidak menjadi lebih berat, bahkan

dapat disembuhkan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan akan sesuai

dengan perkembangan patologis penyakit itu dari waktu ke waktu, sehingga

upaya pencegahan itu di bagi atas berbagai tingkat sesuai dengan perjalanan

penyakit. Dalam epidemiologi dikenal ada empat tingkat utama pencegahan

(8)

1. Pencegahan tingkat awal (Priemodial Prevention)

2. Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention)

3. Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention)

4. Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention)

Pencegahan tingkat awal dan pertama berhubungan dengan keadaan

penyakit yang masih dalam tahap prepatogenesis, sedangkan pencegahan

tingkat kedua dan ketiga sudah berada dalam keadaan pathogenesis atau

penyakit sudah tampak. Bentuk-bentuk upaya pencegahan yang dilakukan pada

setiap tingkat itu meliputi 5 bentuk upaya pencegahan sebagai berikut :

1. Pencegahan tingkat awal (primodial prevention)

 Pemantapan status kesehatan (underlying condition) 2. Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention)

 Promosi kesehatan (health promotion)

 Pencegahan khusus

3. Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention)

 Diagnosis awal dan pengobatan tepat (early diagnosis and prompt treatment)

 Pembatasan kecacatan (disability limitation) 4. Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention)

 Rehabilitasi (rehabilitation)

Salah satu teori public health yang berkaitan dengan pencegahan

(9)

pencegahan terhadap timbulnya suatu penyakit. Kedua tingkatan utama

tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Fase sebelum sakit

Fase pre-pathogenesis dengan tingkat pencegahan yang disebut pencegahan primer (primary prevention). Fase ini ditandai dengan adanya keseimbangan antara agent (kuman penyakit/ penyebab), host (pejamu) danenvirontment (lingkungan).

2. Fase selama proses sakit

Fase pathogenesis, terbagi dalam 2 tingkatan pencegahan yang disebut pencegahan sekunder (secondary prevention) dan pencegahan tersier (tertiary prevention). Fase ini dimulai dari pertama kali seorang terkena sakit yang pada akhirnya memiliki kemungkinan sembuh atau mati.

Pada dasarnya ada 4 tingkat pencegahan penyakit secara umum, yakni

pencegahan tingkat dasar (primordial prevention), pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan

tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap terjadinya cacat dan terakhir adalah rehabilitasi. Keempat tingkat

pencegahan tersebut saling berhubungan erat sehingga dalam

pelaksanaannya sering dijumpai keadaan yang tumpang tindih.

1. Pencegahan tingkat Dasar (Primordial Prevention)

Pencegahan tingkat dasar merupakan usaha mencegah terjadinya risiko

atau mempertahankan keadaan risiko rendah dalam masyarakat terhadap

(10)

Tujuan primordial prevention ini adalah untuk menghindari

terbentuknya pola hidup social-ekonomi dan cultural yang mendorong

peningkatan risiko penyakit . upaya ini terutama sesuai untuk ditujukan kepada

masalah penyakit tidak menular yang dewasa ini cenderung menunjukan

peningkatannya.

Pencegahan ini meliputi usaha memelihara dan mempertahankan

kebiasaan atau pola hidup yang sudah ada dalam masyarakat yang dapat

mencegah meningkatnya risiko terhadap penyakit dengan melestarikan pola

atau kebiasaan hidup sehat yang dapat mencegah atau mengurangi tingkat

risiko terhadap penyakit tertentu atau terhadap berbagai penyakit secara umum.

Contohnya seperti memelihara cara makan, kebiasaan berolahraga, dan

kebiasaan lainnya dalam usaha mempertahankan tingkat risiko yang rendah

terhadap berbagai penyakit tidak menular.

Selain itu pencegahan tingkat dasar ini dapat dilakukan dengan usaha

mencegah timbulnya kebiasaan baru dalam masyarakat atau mencegah generasi

yang sedang tumbuh untuk tidak melakukan kebiasaan hidup yang dapat

menimbulkan risiko terhadap berbagai penyakit seperti kebiasaan merokok,

minum alkhohol dan sebagainya. Sasaran pencegahan tingkat dasar ini

terutama kelompok masyarakat usia muda dan remaja dengan tidak

mengabaikan orang dewasa dan kelompok manula. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa pencegahan awal ini diarahkan kepada mempertahankan

kondisi dasar atau status kesehatan masyarakat yang bersifat positif yang dapat

mengurangi kemungkinan suatu penyakit atau factor risiko dapat berkembang

atau memberikan efek patologis. Factor-faktor itu tampaknya banyak bersifat

social atau berhubungan dengan gaya hidup atau pola makan. Upaya awal

(11)

kondisi kesehatan yang positif yang dapat melindungi masyarakat dari

gangguan kondisi kesehatan yang sudah baik.

Dari uraian diatas dapat dimengerti bahwa usaha pencegahan primordial

ini sering kali disadari pentingnya apabila sudah terlambat. Oleh karena itu,

epidemiologi sangat penting dalam upaya pencegahan penyakit.

2. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)

Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan

orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi

sakit (Eko budiarto, 2001). Pencegahan tingkat pertama (primary prevention)

dilakukan dengan dua cara : (1) menjauhkan agen agar tidak dapat kontak atau

memapar penjamu, dan (2) menurunkan kepekaan penjamu. Intervensi ini

dilakukan sebelum perubahan patologis terjadi (fase prepatogenesis). Jika suatu

penyakit lolos dari pencegahan primordial, maka giliran pencegahan tingkat

pertama ini digalakan. Kalau lolos dari upaya maka penyakit itu akan segera

dapat timbul yang secara epidemiologi tercipta sebagai suatu penyakit yang

endemis atau yang lebih berbahaya kalau tumbuldalam bentuk KLB.

Pencegahan tingkat pertama merupakan suatu usaha pencegahan

penyakit melalui usaha-usaha mengatasi atau mengontrol faktor-faktor risiko

dengan sasaran utamanya orang sehat melalui usaha peningkatan derajat

kesehatan secara umum (promosi kesehatan) serta usaha pencegahan khusus

terhadap penyakit tertentu. Tujuan pencegahan tingkat pertama adalah

mencegah agar penyakit tidak terjadi dengan mengendalikan agent dan faktor

determinan. Pencegahan tingkat pertama ini didasarkan pada hubungan

(12)

Usaha pencegahan penyakit tingkat pertama secara garis besarnya dapat

dibagi dalam usaha peningkatan derajat kesehatan dan usaha pencegahan

khusus. Usaha peningkatan derajat kesehatan (health promotion) atau pencegahan umum yakni meningkatkan derajat kesehatan perorangan dan

masyarakat secara optimal, mengurangi peranan penyebab dan derajat risiko

serta meningkatkan lingkungan yang sehat secara optimal. contohnya makan

makanan bergizi seimbang, berperilaku sehat, meningkatkan kualitas

lingkungan untuk mencegah terjadinya penyakit misalnya, menghilangkan

tempat berkembang biaknya kuman penyakit, mengurangi dan mencegah

polusi udara, menghilangkan tempat berkembang biaknya vektor penyakit

misalnya genangan air yang menjadi tempat berkembang biaknya

nyamuk Aedes atau terhadap agent penyakit seperti misalnya dengan

memberikan antibiotic untuk membunuh kuman.

Adapun usaha pencegahan khusus (specific protection) merupakan usaha yang ter-utama ditujukan kepada pejamu dan atau pada penyebab untuk

meningkatkan daya tahan maupun untuk mengurangi risiko terhadap penyakit

tertentu. Contohnya yaitu imunisasi atau proteksi bahan industry berbahaya

dan bising, melakukan kegiatan kumur-kumur dengan larutan Flour untuk

mencegah terjadinya karies pada gigi. Sedangkan terhadap kuman penyakit

misalnya mencuci tangan dengan larutan antiseptic sebelum operasi untuk

mencegah infeksi, mencuci tangan dengan sabun sebelum makan untuk

mencegah penyakit diare.

Terdapat dua macam strategi pokok dalam usaha pencegahan primer,

yakni : (1) strategi dengan sasaran populasi secara keseluruhan dan (2) strategi

dengan sasaran hanya terbatas pada kelompok risiko tinggi. Strategi pertama

memiliki sasaran lebih luas sehingga lebih bersifat radikal, memiliki potensi

(13)

pada strategi kedua, sangat mudah diterapkan secara individual, motivasi

subjek dan pelaksana cukup tinggi serta rasio antara manfaat dan tingkat

risiko cukup baik. Pencegahan pertama dilakukan pada masa sebelum sakit

yang dapat berupa :

a. Penyuluhan kesehatan yang intensif.

b. Perbaikan gizi dan penyusunan pola menu gizi yang adekuat.

c. Pembinaan dan pengawasan terhadap pertumbuhan balita khususnya

anak-anak, dan remaja pada umumnya.

d. Perbaikan perumahan sehat.

e. Kesempatan memperoleh hiburan yang sehat untuk memungkinkan

pengembangan kesehatan mental maupu sosial.

f. Nasihat perkawinan dan pendidikan seks yang bertanggung jawab.

g. Pengendalian terhadap faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi

timbulnya suatu penyakit

h. Perlindungan terhadap bahaya dan kecelakaan kerja.

Pencegahan primer merupakan upaya terbaik karena dilakukan

sebelum kita jatuh sakit dan ini adalah sesuai dengan “konsep sehat” yang kini

dianut dalam kesehatan masyarakat modern.

3. Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention)

Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang

terancam akan menderita penyakit tertentu melalui diagnosis dini untuk

menemukan status patogeniknya serta pemberian pengobatan yang cepat dan

tepat. Tujuan utama pencegahan tingkat kedua ini, antara lain untuk mencegah

meluasnya penyakit menular dan untuk menghentikan proses penyakit lebih

lanjut, mencegah komplikasi hingga pembatasan cacat. Usaha pencegahan

(14)

dan pengobatan segera (early diagnosis and promt treatment) serta pembatasan cacat.

Tujuan utama dari diagnosa dini ialah mencegah penyebaran penyakit

bila penyakit ini merupakan penyakit menular, dan tujuan utama dari

pengobatan segera adalah untuk mengobati dan menghentikan proses

penyakit, menyembuhkan orang sakit dan mencegah terjadinya komplikasi

dan cacat. Cacat yang terjadi diatasi terutama untuk mencegah penyakit

menjadi berkelanjutan hingga mengakibatkan terjadinya kecacatan yang lebih

baik lagi.

Selain itu, pemberian pengobatan dini pada mereka yang dijumpai

menderita atau pemberian kemoprofilaksis bagi mereka yang sedang dalam

proses patogenesis termasuk mereka dari kelompok risiko tinggi penyakit

menular tertentu.

4. Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention)

Pencegahan pada tingkat ketiga ini merupakan pencegahan dengan

sasaran utamanya adalah penderita penyakit tertentu, dalam usaha mencegah

bertambah beratnya penyakit atau mencegah terjadinya cacat serta program

rehabilitasi. Tujuan utamanya adalah mencegah proses penyakit lebih lanjut,

seperti pengobatan dan perawatan khusus penderita kencing manis, tekanan

darah tinggi, gangguan saraf dan lain-lain serta mencegah terjadinya cacat

maupun kematian karena penyebab tertentu, serta usaha rehabilitasi.

Rehabilitasi merupakan usaha pengembalian fungsi fisik, psikologis

dan sosial seoptimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik/medis (seperti

pemasangan protese), rehabilitasi mental (psychorehabilitation) dan rehabilitasi sosial, sehingga setiap individu dapat menjadi anggota masyarakat

(15)

VI. PATOGENESIS PENYAKIT NON MEMULAR

Penyakit tidak menular adalah jenis penyakit yang tidak menular seperti cacat fisik, gangguan mental, kanker, penyakit degeneratif, penyakit gangguan metabolisme, dan kelainan-kelainan organ tubuh lain penyakit

jantung, pembuluh darah, penyakit tekanan darah tinggi, penyakit kencing manis, berat badan lebih, osteoporosis, kanker usus, depresi dan kecemasan.

Penyakit Tidak Menular (PTM) tidak dikarenakan adanya proses infeksi. Bahkan sebagian penelitian menyebutkan bahwa orang yang mulai terkena Penyakit Tidak Menular ini tidak merasakan adanya gejala. Sehingga banyak orang yang baru menyadarinya ketika Penyakit Tidak Menular (PTM) tersebut sudah dalam keadaan parah.

Penyakit non infeksi dipakai karena penyebab PTM biasanya bukan oleh mikroorganisme. Namun tidak berarti tidak ada peranan mikroorganisme

dalam terjadinya PTM. Penyakit degeneratif karena kejadiannya bersangkutan

dengan proses degenerasi atau ketuaan sehingga PTM banyak ditemukan pada

usia lanjut. New communicable disease karena penyakit ini dianggap dapat

menular, yakni melalui gaya hidup. Gaya hidup dalam dunia modern dapat

menular dengan caranya sendiri, tidak seperti penularan klasik penyakit

menular yang lewat suatu rantai penularan tertentu. Gaya hidup di dalamnya

dapat menyangkut pola makan, kehidupan seksual dan komunikasi global.

(Bustan, 2007).

VII. FAKTOR RISIKO PENYAKIT NON MENULAR

(16)

dipengaruhi oleh kemajuan era globalisasi yang telah mengubah cara pandang penduduk dunia dan melahirkan kebiasaan-kebiasaan baru yang tidak sesuai dengan gaya hidup sehat (Nura Wijoreni, 2014)

Faktor penyebab dalam PTM dipakai istilah Faktor Risiko (risk factor)

untuk membedakan dengan istilah etiologi pada penyakit menular atau diagnosis klinis. Macam-macam Faktor Risiko: (Dodit Aditya, 2008)

1. Menurut dapat tidaknya Risiko itu diubah:

a. Unchangeable Risk Factors yaitu Faktor risiko yang tidak dapat diubah. Misalnya: Umur, genetic

b. Changeable Risk Factors yaitu Faktor Risiko yang dapat berubah. Misalnya: kebiasaan merokok, olahraga

2. Menurut Kestabilan Peranan Faktor Risiko:

a. Suspected Risk Factors

Faktor risiko yang dicurigai yaitu faktor risiko yang belum mendapat dukungan ilmiah/ penelitian dalam peranannya sebagai faktor yang berperan dalam kejadian suatu penyakit. Misalnya: merokok menyebabkan terjadinya kanker leher Rahim.

b. Established Risk Factor

Faktor risiko yang ditegakkan yaitu faktor riusiko yang telah mendapat dukungan ilmiah/ penelitian dalam peranannya sebagai faktor

yang berperan dalam kejadian suatu penyakit. Misalnya: Rokok sebagai faktor risiko terjadinya kanker paru.

(17)

1. Tidak Jelasnya Kausa PTM terutama dalam hal ada tidaknya mikro-organisme dalam PTM.

2. Menonjolnya penerapan konsep Multikausal pada PTM. 3. Kemungkinan adanya Penambahan atau Interaksi antar resiko.

4. Perkembangan Metodologik telah memberi kemampuan untuk mengukur besarnya factor resiko.

Kegunaan Identifikasi Faktor Risiko: (Dodit Aditya, 2008)

1. Prediksi

Untuk meramalkan kejadian penyakit.

Misalnya: Perokok berat mempunyai risiko 10 kali lebih besar untuk terserang Ca Paru daripada bukan perokok.

2. Penyebab

Kejelasan dan beratnya suatu faktor risiko dapat ditetapkan sebagai penyebab suatu penyakit dengan syarat telah menghapuskan faktor-faktor pengganggu (confounding factors)

3. Diagnosis

Dapat membantu dalam menegakkan diagnosa. 4. Prevensi

Jika suatu faktor risiko merupakan penyebab suatu penyakit tertentu, maka

dapat diambil tindakan untuk pencegahan terjadinya penyakit tersebut.

Kriteria Faktor Risiko (Dodit Aditya, 2008)

Untuk memastikan bahwa suatu sebab layak disebut sebagai faktor risiko, maka harus memenuhi 8 kriteria (menurut Austin Bradford Hill), yaitu:

1. Kekuatan Hubungan

(18)

Kausa mendahului akibat 3. Respon terhadap Dosis

Makin besar paparan, makin tinggi kejadian penyakit. 4. Reversibilitas

Penurunan paparan akan diikuti penurunan kejadian penyakit. 5. Konsistensi

Kejadian yang sama akan berulang pada waktu, tempat dan penelitian yang lain.

6. Kelayakan Biologis

Sesuai dengan konsep biologi 7. Specifitas

Satu penyebab menimbulkan satu akibat. 8. Analogi

Ada kesamaan untuk penyebab dan akibat yang serupa.

Contoh Faktor Risiko (Dodit Aditya, 2008)

 Merokok

 Alkohol

 Diet/ Makanan

 Gaya Hidup

 Kegemukan

 Asbes

 Radiasi

 Sexual Behaviour

(19)

VIII. DAMPAK PENYAKIT NON MEMULAR

Penyakit tidak menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat secara global, regional,nasional dan lokal. Laporan dari WHO (2013b) menunjukkan bahwa PTM sejauh ini merupakan penyebab utama

kematian di dunia, yang mewakili 63% dari semua kematian tahunan. PTM membunuh lebih dari 36 juta orang setiap tahun. Sekitar 80% dari semua

kematian PTM terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Beberapa fakta penting lain tentang PTM yaitu lebih dari 9 juta dari semua kematian dikaitkan dengan PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, 90% dari kematian "prematur" terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.Kematian akibat penyakit kardiovaskular paling banyak disebabkan oleh PTM yaitu sebanyak 17,3 juta orang per tahun, diikuti oleh kanker (7,6 juta), penyakit pernafasan (4,2 juta), dan DM (1,3 juta). Keempat kelompok jenis penyakit ini menyebabkan sekitar 80% dari semua kematian PTM dan ada empat faktor risiko penting yaitu penggunaan tembakau, aktivitas fisik, penggunaan alkohol

berlebihan, dan diet yang tidak sehat.

Di Indonesia transisi epidemiologi menyebabkan terjadinya pergeseran pola penyakit, di mana penyakit kronis degeneratif sudah terjadi peningkatan. Dalam kurun waktu 20 tahun (SKRT 1980–2001), proporsi kematian penyakit infeksi menurun secara signifikan, namun proporsi kematian karena penyakit degeneratif (jantung dan pembuluh darah, neoplasma, endokrin) meningkat 2–3 kali lipat. Penyakit stroke dan hipertensi di sebagian besar rumah sakit cenderung

(20)

IX. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT NON MEMULAR

Epidemiologi merupakan suatu cabang ilmu kesehatan untuk menganalisis sifat dan penyebaran berbagai masalah kesehatan dalam suatu penduduk tertentu serta mempelajari sebab timbulnya masalah dan gangguan

kesehatan tersebut untuk tujuan pencegahan maupun penanggulangannya. Epidemiologi merupakan filosofi dasar disiplin ilmu-ilmu kesehatan, termasuk

kedokteran, yakni suatu proses logis untuk menganalisis serta memahami hubungan interaksi antara proses fisik, biologis dan fenomena sosial yang berhubungan erat dengan derajat kesehatan, kejadian penyakit maupun gangguan kesehatan lainnya. Dalam hal ini, sifat dasar epidemiologi lebih mengarahkan diri pada kelompok penduduk atau masyarakat secara kuantitatif (menggunakan nilai rate, ratio, proporsi dan semacamnya) (Noor, 2008).

Epidemiologi penyakit tidak menular merupakan salah satu ruang lingkup di dalam epidemiologi. Pada saat ini epidemiologi penyakit tidak menular sedang berkembang pesat dalam usaha mencari berbagai factor yang memegang peranan dalam timbulnya berbagai masalah penyakit tidak menular seperti kanker, penyakit sistemis serta berbagai penyakit menahun lainnya, termasuk masalah meningkatnya kecelakaan lalu lintas dan penyalahgunaan obat-obat tertentu. Bidang ini banyak digunakan terutama dengan meningkatnya masalah kesehatan akibat kemajuan dalam berbagai bidang terutama bidang industri yang banyak mempengaruhi keadaan lingkungan, termasuk lingkungan fisik, biologis, maupun lingkungan sosial budaya (Noor,

2008).

(21)

-Perubahan struktur masyarakat yaitu dari agraris ke industri

-Perubahan struktur penduduk yaitu penurunan anak usia muda dan peningkatan jumlah penduduk usia lanjut karena keberhasilan KB.

-Perbaikan dalam sanitasi lingkungan untuk menurunkan penyebaran penyakit

menular

-Peningkatan tenaga kerja wanita karena emansipasi

-Peningkatan pelayanan kesehatan dalam memberantas penyakit infeksi dan meningkatakan life expectancy (umur harapan hidup)

Penyakit tidak menular kurang lebih mempunyai kesamaan dengan sebutan (www.jevuska.com):

- Penyakit kronik, dikarenakan penyakit tidak menular biasanya bersifat kronik, tapi ada juga yang kelangsungannya mendadak, misal : keracunan.

- Penyakit non-infeksi, dikarenakan penyebab penyakit tidak menular bukan mikroorganisme, namun tidak berarti tidak ada peranan mikroorganisme dalam terjadinya penyakit tidak menular.

- New communicable disease, dianggap dapat menular melalui gaya hidup, gaya hidup dapat menyangkut pola makan, kehidupan seksual dan komunikasi global.

- Penyakit degeneratif, berhubungan dengan proses degenerati/pertambahan usia.

Karakteristik Penyakit tidak Menular (www.jevuska.com) :

- Penularan penyakit tidak melalui suatu rantai penularan tertentu

- Masa inkubasi yang panjang - Perlangsungan penyakit kronik

(22)

- Memerlukan biaya yang tinggi dalam upaya pencegahan maupun penanggulangannya

- Factor penyebabnya multikausal, bahkan tidak jelas.

Penyakit Menular Penyakit tidak Menular

Ditemui di Negara berkembang Di temui di Negara Industri

Rantai penularan yang jelas Tidak ada rantai penularan

Akut Kronik

Etiologi jelas Etiologi tidak jelas

Bersifat single kausa Bersifat multi kausa

Diagnosis mudah Diagnosis sulit

Agak mudah mencari penyebab Sulit mencari penyebab

Biaya relative murah Biaya mahal

Jelas muncul dipermukaan Ada iceberg phenomen

Morbiditas dan mortalitasnya cenderung menurun Morbiditas dan mortalitas nya cenderung

meningkat

Situasi-situasi dimana pengamatan perorangan dianggap kurang cukup untuk menetapkan hubungan antara paparan dengan penyakit dapat disebabkan oleh factor – faktor berikut (www.medrec07.com) :

 Masa laten yang panjang antara eksposure dengan penyakit  Frekwensi paparan factor resiko yang tidak teratur

 Insiden penyakit yang rendah  Resiko paparan yang kecil

(23)

Faktor Resiko dan Upaya Pencegahan PTM

1. Faktor Resiko

Dikenal beberapa macam factor resiko menurut segi dari mana factor resiko itu diamati.

a. Menurut dapat tidaknya resiko itu diubah,dikenal :

 Unchangeable risk factors :mis.faktor umum genetic

 Changeable risk factors :mis.kebiasaan merokok atau latihan olahraga.

b. Menurut kestabilan peranan factor resiko dikenal :

 Suspected risk factors : factor resiko yang dicurigai,yakni factor-faktor yang belum mendapat dukungan sepenuhnya dari hasil : hasil penelitian sebagai factor resiko.Mis. penyebab kanker leher rahim.

 Established risk factors : factor resiko yang telah ditegakkan yakni factor resiki yang telah mantap mendapat dukungan ilmiah/penelitian dalam peranannya sebagai factor yang berperanan dalam kejadian suatu penyakit.Mis. rokok sebagai

factor resiko terjadinya kanker paru.

c. Ada juga yang membagi factor resiko atas factor resiko yang well documented dan less well documented.

d. Ataupun pembagian atas factor resiko yang “strong” dan “weak” factor resiko yang kuat dan yang lemah.

(www.medrec07.com)

Kegunaan Identifikasi Faktor Resiko

(24)

a. Prediksi : untuk meramalkan kejadiaan penyakit .Mis. perokok berat mempunyai kemungkinan 10 kali untuk kanker paru daripada bukan perokok.

b. Penyebab : kejelasan/beratnya factor resiko dapat mengangkatnya menjadi

factor penyebab,setelah menghapuskan pengaruh dan factor pengganggu (confounding factor).

c. Diagnosis : membantu proses diagnosis.

d. Prevensi : jika satu factor resiko juga sebagai penyebab,pengulangan dapat digunakan untuk pencegahan penyakit meskipun mekanisme sudah diketahui atau tidak.

Kriteria Faktor Resiko

a. Kekuatan hubungan : adanya resiko relative yang tinggi. b. Temporal : kausa mendahului akibat.

c. Respon terhadap dosis : makin besar paparan makin tinggi kejadian penyakit.

d. Reversibilitas : penurunan paparan akan diikuti penurunan kejadian penyakit.

e. Konsistensi : kejadian yang sama akan berulang pada waktu,tempat dan penelitian yang lain.

f. Kelayakan biologis : Sesuai dengan konsep biologis.

g. Specifitas : satu penyebab menyebabkan satu akibat.

h. Analogi : ada kesamaan untuk penyebab dan akibat yang serupa.

(25)

2. Upaya Pencegahan

Tingkat-Tingkat Pencegahan

Prinsip upaya pencegahan lebih baik dari sebatas pengobatan tetap juga berlaku dalam PTM. Dikenal juga keempat tingkat pencegahan spt berikut ini

:

a. Pencegahan primordial

b. Upaya ini dimaksudkan dengan memberikan kondisi pada masyarakat memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dasar dari kebiasaan,gaya hidup dan factor resiko lainnya.

c. Pencegahan tingkat pertama,yang meliputi :

- Promosi kesehatan masyarakat

- Pencegahan khusus, misal : pencegahan keterpaparan dan pemberian kemopreventif

d. Pencegahan tingkat kedua

- Diagnosis dini,mis.melakukan skrening

- Pengobatan,mis.kemoterapi atau tindakan bedah e. Pencegahan tingkat ketiga

Meliputi rehabilitasi,mis.perawatan rumah jompo,perawatan rumah orang sakit.

(www.medrec07.com)

X. KEBIJAKAN PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT NON MENULAR

(26)

1.Mengembangkan dan memperkuat kegiatan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko penyakit tidak menular berbasis masyarakat

2.Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini faktor risiko penyakit tidak menular

3.Meningkatkan dan memperkuat manajemen, pemerataan, dan kualitas

peralatan deteksi dini faktor risiko penyakit tidak menular

4.Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia dalam pencegahan dan

penanggulangan faktor risiko penyakit tidak menular.

5.Mengembangkan dan memperkuat surveilans epidemiologi faktor risiko penyakit tidak menular

6.Meningkatkan montoring pelakanaan kegiatan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko penyakit tidak menular

7.Mengembangkan dan memperkuat sistem informasi pencegahan dan

penanggulangan faktor risiko penyakit tidak menular

8.Mengembangkan dan memperkuat jejaring kerja pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular

9.Meningkatkan advokasi dan sosialisasi pencegahan dan penanggulangan faktor risiko penyakit tidak menular

10.Mengembangkan dan memperkuat sistem pembiayaan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko penyakit tidak menular. (Rahajeng, 2002)

Kegiatan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko penyakit tidak menular berbasis masyarakat meliputi:

1. Surveilans epidemiologi faktor risiko penyakit tidak menular berbasis

masyarakat

2. Deteksi dini faktor risiko penyakit tidak menular berbasis masyarakat

3. Penanggulangan (penanganan) faktor risiko penyakit tidak menular berbasis

(27)

Strategi TRIPLE ACS

- Active Cities

Melalui pendekatan wilayah (kota/kecamatan/desa) sehat yang merupakan tanggung jawab Pemda

- Actives Communities

Melalui pemberdayaan masyarakat misalnya kelompok masyarakat madani, kelompok jemaah haji, majelis taklim, jemaat gereja, kelompok nelayan, organisasi profesi, swasta, industri dan lain-lain

- Active Citizens

Berorientasi dari penduduk dan untuk penduduk, memperhatikan karakteristik penduduk terutama penduduk miskin, penduduk perbatasan dan daerah terpencil perlu diperhatikan tetap dengan menjadikan penduduk mandiri namun berkeadilan.

(Subyantoro, 2010)

Metode Pengendalian Penyakit Tidak Menular 1. Promosi

- Terdapat lingkungan kondusif, Kawasan Tanpa Rokok, sarana olahraga - Gaya hidup sehat seperti tidak merokok, cukup aktivitas fisik

- Diit yang sehat

- Deteksi dan tindak lanjut dini atau konseling faktor risiko

2. Perlindungan spesifik

- Vaksinasi HPV untuk mencegah kanker serviks (perorangan) - Vaksinasi Hepatitis B untuk mencegahan kanker hati (program)

3. Deteksi Dini dan Tindakan Segera

- Penatalaksanaan Kasus Faktor Risiko yang Adekuat: Hipertensi,

(28)

- Posbindu PTM

- Pelayanan Terpadu PTM di Puskesmas dan RS - Rujukan

4. Pengobatan

Kegawatdaruratan , Rawat jalan, Rawat Inap,Tindakan Medik, Pengobatan komprehensif

5. Pencegahan Komplikasi dan Rehabilitasi:

- Rehabilitasi Medik, - Paliatif kanker

- Home Care, survivor Stroke dan neurorestorasi - Monitoring dan Pengendalian FR

- Perawatan Kaki DM

- Diet Sehat Kalori Seimbang - Senam PTM (Subyantoro, 2010)

Upaya Pencegahan Penyakit Tidak Menular meliputi : 1. Pencegahan primordial

Upaya yang dilakukan berupa memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak dapat berkembang karena tidak ada nya peluang dari kebiasaan, gaya hidup, dan faktor risiko lainnya. Pencegahan ini sangat kompleks dan memerlukan prakondisi dengan multimitra. Contoh dari pencegahan ini adalah menciptakan prakondisi dimana masyarakat merasa bahwa rokok itu suatu kebiasaan yang tidak baik dan masyarakat mampu bersikap positif untuk tidak merokok

2. Pencegahan Tingkat Pertama

a. Promosi kesehatan masyarakat : kampanye kesadaran masyarakat, promosi kesehatan pendidikan kesehatan masyarakat

(29)

3. Pencegahan Tingkat Kedua

a. Diagnosis dini, dapat dilakukan dengan screening

b. Pengobatan , dapat dilakukan dengan kemoterapi atau pembedahan

4. Pencegahan Tingkat Ketiga adalah dengan cara Rehabilitasi

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, Dodit.2008.Handout Epidemiologi Jurusan D3 Kebidanan Surakarta, 2008. https://adityasetyawan.files.wordpress.com/2008/10/epidemiologi-penyakit-tidak-menular-dan-faktor-resiko.pdf

Budiarto, Eko & Dewi Anggraeni. 2003.Pengantar Epidemiologi edisi 2. Jakarta : EGC.

Bustan, M.N, 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT.Rineka Cipta

http://biofarmaka.ipb.ac.id/biofarmaka/2014/Riskesdas2013%20-%20Diseminasi%20-%20Penyakit%20Tidak%20Menular.pdf

Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Cetakan 2. Jakarta : Rineka Cipta

CDC http://www.cdc.gov/ophss/csels/dsepd/ss1978/lesson1/section9.html

Chandra, Budiman. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC

C.Timmreck, Thomas. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar edisi 2. Jakarta : EGC.

Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Diambil dari http://pppl.depkes.go.id/berita?id=1197 pada hari Selasa, 08 September 2015

HC, Kim dan Oh SM. 2013. “Noncommunicable diseases: current status of major modifiable risk factors in Korea”. J Prev Med Public Health, 2013

Jul;46(4):165-72. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23946874. Diakses

(31)

Jurnal Epidemiology

http://www.cartercenter.org/resources/pdfs/health/ephti/library/lecture_notes/e

nv_occupational_health_students/Epidemiology.pdf Noor, Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta : Rineka Cipta.

Rahajeng, Ekowati.2002. Buletin Jendela Data dan Informasi Semester II : Upaya Pengendalian PTM di Indonesia.Jakarta

Rajab, Wahyudin. 2008. Buku ajar epidemiologi untuk mahasiswa kebidanan. Jakarta : EGC

Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk Kebidanan. Jakarta : EGC.

Ryadi, slamet & T. Wijayanti. 2010. Dasar-Dasar Epidemiologi. Jakarta :Salemba Medika.

Subyantoro, Guntur. 2010. Kebijakan Pengendalian Penyakit Tidak Menular.

Diakses di

https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/4421/1%20GUNTU

R%20SUBYANTORO.pdf?sequence=1&isAllowed=y pada 7 September

2015

http://www.jevuska.com/2010/06/20/epidemiologi-penyakit-tidak-menular-ptm/ (Diakses pada : 9 September 2015 : 14.05)

http://www.medrec07.com/2014/11/epidemiologi-penyakit-tidak-menular.html (Diakses pada : 9 September 2015 : 14.55)

Wijoreni, Nura.2014. http://eprints.ums.ac.id/31157/4/BAB_I.pdf

WHO. 2015. “Noncommunicable diseases”.

(32)

http://www.perdhaki.org/content/kondisi-penyakit-tidak-menular-di-indonesia

,diakeses pada tanggal 9 September 2015.

Referensi

Dokumen terkait

Banyak pihak berpendapat bahwa aset perusahaan terpenting merupakan sumber daya manusia (human capital), karena human capitallah yang mengendaliakan aset lain yang

Koentjaraningrat (1984) menambah- kan model pengasuhan yang biasa dilaku- kan para orang tua Jawa pada anak-anak- nya, yaitu: (1) “menyuap” anak dengan menjanjikannya

Namun dalam melakukan peramalan, metode ini menggunakan pembobotan pada setiap data aktual sebelumnya yang akan diramalkan, sehingga lebih dikenal dengan Weighted Moving

Transformasi adalah salah salah satu insting dasar manusia yang dapat didefinisikan sebagai suatu transisi pada masyarakat dalam usahanya untuk mengadakan adaptasi

Pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar di Kota Pangkalpinang belum dilaksanakan dalam hal ini mengakibatkan tidak adanya perlindungan hukum dan kepastian

Pola konsumsi sering digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan secara umum dapat dikatakan bahwa persoalan yang dihadapi masyarakat bersumber

Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode dan campur kode dalam iklan berbahasa Jawa pada radio di Kabupaten Sukoharjo yaitu penutur, mitra tutur, situasi tutur,

Setelah program ini diimplementasikan dalam studi kasus absensi karyawan perusahaan Mentari Rajut maka program aplikasi ini dapat dikatakan berhasil dengan memberikan