P
P
e
e
n
n
d
d
a
a
h
h
u
u
l
l
u
u
a
a
n
n
1.1. Latar Belakang
Sektor Perikanan merupakan salah satu sektor andalan dalam
rangka meningkatkan perekonomian masyarakat maupun pembangunan
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Perikanan tangkap
merupakan salah satu sektor utama mendukung perekonomian
masyarakat pesisir Langkat karena
kontribusinya dalam penyediaan pangan
yang berasal dari laut seperti berbagai jenis
ikan, udang dan kerang-kerangan. Kegiatan
perikanan tangkap ini melibatkan 22.489
jiwa penduduk dengan 10.570 KK atau
sekitar 33,4% dari jumlah penduduk
usia kerja. Pemerintah Indonesia bertanggungjawab menetapkan
pengelolaan sumberdaya alam Indonesia bagi kepentingan seluruh
masyarakat, dengan memperhatikan kelestarian dan keberlanjutan
sumberdaya tersebut. Hal ini juga berlaku bagi sumberdaya perikanan,
seperti ikan, lobster dan udang, teripang, dan kerang-kerangan seperti
kima, dan kerang mutiara. Sumberdaya ini secara umum disebut atau
termasuk dalam kategori dapat pulih. Namun, kemampuan alam untuk
memperbaharui ini bersifat terbatas. Jika manusia mengeksploitasi
sumberdaya melelebihi batas kemampuannya untuk melakukan
mengalami penurunan, terkuras dan bahkan menyebabkan kepunahan.
Penangkapan berlebih atau ‘over-fishing’ sudah menjadi kenyataan pada
berbagai perikanan tangkap di dunia – Organisasi Pangan dan Pertanian
Dunia (FAO) memperkirakan 75% dari perikanan laut dunia sudah
tereksploitasi penuh, mengalami tangkap lebih atau stok yang tersisa
bahkan sudah terkuras – hanya 25% dari sumberdaya masih berada pada
kondisi tangkap kurang (FAO, 2002). Total produksi perikanan tangkap
dunia pada tahun 2000 ternyata 5% lebih rendah dibanding puncak
produksi pada tahun 1995 (tidak termasuk Cina, karena unsur
ketidak-pastian dalam statistik perikanan mereka). Sekali terjadi sumberdaya
sudah menipis, maka stok ikan membutuhkan waktu yang cukup lama
untuk pulih kembali, walaupun telah dilakukan penghentian penangkapan.
Masalah ini bahkan sudah menjadi pesan SEKJEN – PBB pada Hari
Lingkungan Hidup sedunia tanggal 5 Juni 2004.
Departemen Kelautan dan Perikanan, DKP, sangat memahami
permasalahan penangkapan berlebih di perairan laut Indonesia Bagian
Barat, khususnya perairan pantai utara Jawa. Didorong oleh harapan
publik dimana sektor perikanan harus memberikan kontribusi terhadap
peningkatan GNP Indonesia melalui peningkatan produksi hasil tangkap,
DKP sekarang sedang mencari ‘sumberdaya yang tidak pernah habis’
tersebut di Indonesia Bagian Timur (Widodo, 2003). Pertanyaannya
adalah sampai sejauh mana perairan laut Indonesia. Bagian Timur bisa
dikembangkan untuk perikanan tangkap dengan memperhatikan aspek
keberlanjutan sumberdaya. Apakah perairan Indonesia Bagian Timur
termasuk bagian dari 25% perikanan tangkap dunia, yang menurut FAO
bisa dikembangkan lebih lanjut?. Indonesia cenderung melakukan
intensifikasi perikanan tangkap. Artikel yang diterbitkan Jakarta Post (14
Januari 2004) melaporkan investasi yang dilakukan oleh salah satu
235 juta), untuk memperluas armada perikanan di perairan Papua –
dengan menyerahkan 5% saham dari projek tersebut kepada Pemerintah
Papua. Artikel lain yang dimuat dalam Kompas 21 Januari 2004 (Hakim,
2004) menggambarkan beberapa wilayah perairan laut yang sudah
mengalami tangkap lebih, sementara beberapa wilayah lainnya masih
berada dalam kondisi tangkap kurang. DKP mencoba mengangkat
masalah ini dan menyelesaikannya dengan cara memfasilitasi transmigrasi
nelayan (pernyataan pers DKP, tertanggal 29 Agustus 2003, 20 Januari
2004 dan 9 Desember 2004; diakses melalui http://www.dkp.go.id). Lebih
lanjut, Pemerintah Indonesia sangat gencar mengundang investor asing
untuk mengeksploitasi sumberdaya yang dianggap tidak akan pernah
habis: situs Kedutaan Inggris di Indonesia mengundang industri perikanan
tangkap di Inggris dalam memanfaatkan peluang ini (British Embassy,
2004), melalui suplai armada perikanan yang digunakan, kemungkinan
bersama ABK, alat tangkap gill net, pukat harimau, pancing pole & line,
pukat cincin, beserta pelayanan konsultasi dan transfer teknologi.
Stok perikanan Indonesia bisa terus dipertahankan meningkat
dengan meningkatnya laju eksploitasi dan pengembangan alternatif
kebijakan perikanan tangkap berbasis ekosistem dengan penekanan pada
peranan Kawasan Perlindungan Laut, KPL, sebagai alat pengelolaan
perikanan tangkap di Indonesia, yang secara tradisional dipikirkan sebagai
instrumen dari usaha konservasi keanekaragaman sumberdaya hayati.
Tetapi Paradigma Pembangunan selama ini terlalu berorientasi
pada daratan dimana daerah pesisir dan laut kerap kali mengalami
ketertinggalan dan keterbelakangan, terjadi degradasi ekosistem
lingkungan pesisir dan laut (mangrove, terumbu karang, estuaria, padang
kelompok masyarakat termiskin. Sekarang saatnya pembangunan
berorientasi mulai dari wilayah Pantai/Laut.
Pengembangan perikanan tangkap Kabupaten Langkat memerlukan
pedoman arah pembangunan berupa roadmap pengembangan perikanan
tangkap untuk mendukung program agromarine di Kabupaten Langkat,
yang dijabarkan secara secara terpadu. Rodmap ini ditujukan untuk sistem
manajemen penangkapan ikan. Roadmap ini mampu menjangkau peta
persaingan tangkapan ikan internasional, nasional dan daerah di masa
depan, supaya keberlanjutan penangkapan ikan dapat berjalan lebih
efektif, efisien, berbiaya murah, serta membutuhkan waktu singkat dan
menawarkan berbagai pilihan alternatif. mensinergikan kegiatan
pembangunan secara berkesinambungan yang dilaksanakan secara
bersama-sama oleh para pemangku kepentingan (stakeholders).
Kesenjangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan serta
kemiskinan di perdesaan telah mendorong upaya-upaya pembangunan di
kawasan perdesaan. Meskipun demikian, pendekatan pengembangan
kawasan perdesaan seringkali dipisahkan dari kawasan perkotaan. Hal ini
telah mengakibatkan terjadinya proses urban bias yaitu pengembangan
kawasan perdesaan yang pada awalnya ditujukan untuk meningkatkan
kawasan kesejahteraan masyarakat perdesaan malah berakibat sebaliknya
yaitu tersedotnya potensi perdesaan ke perkotaan baik dari sisi sumber
daya manusia, alam, bahkan modal.
Di samping itu paradigma pembangunan selama ini masih terlalu
berorientasi terhadap daratan sehingga perkembangan berbagai sektor di
wilayah pesisir dan pulau–pulau kecil mengalami ketertinggalan. Untuk
mengatasi atau meminimumkan kecenderungan yang demikian,
kecil dan pulau terluar ke depan. Percepatan pembangunan tersebut
haruslah mampu menciptakan kesempatan kerja, investasi yang ekonomis
dan menarik, sehingga dapat menahan capital-drain dan brain-drain
bahkan dapat membalik arus urbanisasi.
Selain itu, pembangunan kawasan pesisir, pulau-pulau kecil dan
pulau terluar diharapkan juga dapat mendayagunakan keunggulan
komparatif (comparative advantage) yang dimiliki menjadi keunggulan
bersaing(competitive advantage) secara berkelanjutan.
Pada tanggal 13 April 2006 telah ditandatangani nota kesepahaman
dengan 16 (enam belas) kabupaten/kota tentang Program
Agromarinepolitan di Provinsi Sumatera Utara, yang terdiri dari 9
Bupati/Walikota di Pantai Timur (Kabupaten Langkat, Deli Serdang,
Asahan, Serdang Bedagai, Labuhan Batu, Kota Binjai, Kota Medan dan
Kota Tebing Tinggi) serta 7 kabupaten/kota di Pantai Barat Sumatera
Utara (Kota Sibolga, Padang Sidempuan, Kabupaten Tapanuli Tengah,
Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Nias serta Nias Selatan) bertempat di
Medan oleh Gubernur Sumatera Utara dihadapan Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. Kemudian pada tanggal 17 Juli
2006 Presiden Republik Indonesia mencanangkan secara resmi program
ini di Kantor Gubernur Sumatera Utara.
Kabupaten Langkat adalah salah satu dari Kabupaten/ Kota yang
sepakat dan turut dalam mendukung Program Agromarinepolitan di
Sumatera Utara. Program Agromarinepolitan adalah pendekatan
pembangunan wilayah berbasis pada sumberdaya alam (pertanian,
kelautan dan perikanan) yang dilaksanakan secara terpadu, efisien,
Agromarinpolitan ini adalah Terwujudnya Pembangunan Kawasan
Agromarinepolitan sebagai Kawasan Industri Agromarine ( Agro,
Perikanan, Pariwisata Bahari) secara terpadu lintas sektor dan wilayah
yang berbasis sumberdaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
yang berkelanjutan. Dengan Misi :
1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir sekali gus mengurangi
kesenjangan antar kelompok masyarakat;
2. Memelihara daya dukung dan kualitas ekosistem pesisir guna
menjamin keberlanjutan pemanfaatan
3. Mengembangkan usaha lintas sektor dan wilayah yang berbasis pada
sumber daya agromarine,
4. Meningkatkan segenap lembaga / pelaku agromarine secara optimal
dan berkelanjutan.
5. Menciptakan iklim yang kondusif bagi partisipasi seluruh stakeholder.
Kabupaten Langkat yang terdiri
dari 23 Kecamatan, 9 diantaranya
merupakan kecamatan pesisir dengan
panjang garis pantai 110,393 km
memiliki 57 kelurahan/desa dengan
jumlah masyarakat 17.647 Jiwa yang
mayoritas nelayan, merupakan daerah
yang sudah mengadopsi Program
Agromarinepolitan dalam pelaksanaan
kegiatan-kegiatan di daerah.
Peran serta satuan kerja perangkat
daerah yang lain juga sudah terlihat dengan adanya SK Bupati Langkat
tentang Tim Koordinasi Program Agromarinepolitan di Kabupaten.Langkat Gambar 2. Peta Administrasi
Sejalan dengan visi yang hendak diwujudkan oleh Dinas Perikanan
dan Kelautan Kabupaten Langkat sebagai institusi atau pelaksana teknis
dalam pembangunan Sektor Perikanan dan Kelautan di Kabupaten
Langkat adalah “ terwujudnya pengelolaan usaha perikanan dan
kelautan yang maju, berkelanjutan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat”. Sedangkan Misi yang diemban oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Langkat adalah :
1. Mewujudkan peningkatan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan dan
masyarakat pesisir lainnya.
2. Mewujudkan pembinaan yang professional melalui peningkatan
kualitas SDM Perikanan
3. Mewujudkan peningkatan pengendalian, pengawasan dan pelestarian
sumberdaya perikanan dan kelautan.
Berdasarkan Visi dan Misi di atas, maka salah satu tujuan
pembangunan sektor perikanan dan kelautan yang hendak dicapai adalah
Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Nelayan dengan sasaran
meningkatnya pendapatan nelayan
Wilayah pesisir dan laut Kabupaten Langkat merupakan salah satu
kawasan yang sangat strategis ditinjau dari segi ekonomi, sosial budaya
dan keamanan. Terkait dengan pengembangan perikanan tangkap untuk
mendukung program Agromarinepolitan di Kabupaten Langkat maka perlu
adanya penyusunan roadmap pengembangan perikanan tangkap untuk
mendukung program Agromarinepolitan di Kabupaten Langkat guna
1.2. Permasalahan
Adapun Permasalahan perikanan tangkap di Kabupaten Langkat,
antara lain :
a. Terjadinya overfishing penangkapan ikan di laut Kab.Langkat
b. Adanya konflik pemanfaatan kawasan penangkapan dengan nelayan
dari daerah lain (nelayan dari medan, deliserdang)
c. Sarana dan prasarana penangkapan ikan nelayan masi relatif
sederhana sehingga kalah bersaing dengan nelayan dari medan
d. Kurang terkelolanya sarana prasarana perikanan tangkap yang sudah
e. Belum terkelolanya dengan baik potensi perikanan tangkap di
Kab.Langkat untuk mendukung Program Agromarinepolitan
f. Sulitnya akses permodalan bagi nelayan penangkap ikan
g. Manajemen keuangan nelayan yang masi buruk
h. Belum baiknya pengelolaan tata ruang pesisir dan laut Kab.Langkat
i. Rendahnya produksi perikanan tangkap
j. Kurangnya penguasaan teknologi perikanan tangkap
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud dari penyusunan roadmap pengembangan perikanan
tangkap untuk mendukung program Agromarinepolitan di Kabupaten
Langkat ini adalah untuk menggambarkan pengembangan perikanan
tangkap di Kabupaten Langkat dalam rangka mendukung Program
Agromarinepolitan.
Tujuan dari penyusunan roadmap pengembangan perikanan
tangkap untuk mendukung program Agromarinepolitan di Kabupaten
a. Memberikan acuan bagi pemerintah setempat dalam pengembangan
perikanan tangkap untuk mendukung program agromarinepolitan di
Kabupaten Langkat
b. Menyediakan referensi bagi investor yang ingin berinvestasi.
c. Meningkatkan produksi perikanan tangkap di kawasan laut
Kab.Langkat
d. Mendukung komoditi perikanan tangkap Kab.Langkat (seperti ikan
kerapu) sebagai wujud nyata pelestarian sumber daya perikanan
tangkap berwawasan lingkungan.
e. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan
f. Menunjang visi Kab.Langkat sebagai Kabupaten berwawasan bahari
g. Mencegah konflik antar masyarakat dan stake holder dalam
pemanfaatan sumber daya dan ruang pesisir dan laut
1.4. Lokasi Kegiatan
Lokasi kegiatan penyusunan roadmap pengembangan perikanan
tangkap untuk mendukung program Agromarinepolitan di Kabupaten
Langkat ini adalah seluruh wilayah kecamatan (laut dan darat) yang
memiliki potensi pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Langkat.
1.5. Hasil yang diharapkan
Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini
1. Tersusunnya roadmap pengembangan perikanan tangkap untuk
mendukung program Agromarinepolitan di Kabupaten Langkat
sehingga dapat memfokuskan kegiatan pengembangan potensi
2. Memberikan solusi terhadap permasalah yang dihadapi dalam
pengembangan perikanan tangkap untuk mendukung program
Agromarinepolitan di Kabupaten Langkat
3. Perbaikan sarana prasarana perikanan tangkap yang ada guna
mendukung program Agromarinepolitan di Kabupaten Langkat
4. Meminimalisasi laju degradasi sumber daya alam pesisir dan laut
(ecosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun,
estuari,pulau-pulau kecil)
5. Diperolehnya masukan pengelolaan tata ruang pesisir dan laut
Kab.Langkat mendatang
6. Perbaikan kondisi infrastruktur
7. Peningkatan pendapatan nelayan dan masyarakat pesisir.
1.6. Sasaran dan Keluaran
Sasaran kegiatan adalah :
1. Perairan laut Kab.Langkat
2. Kapal-kapal dan alat tangkap ikan
3. Sarana dan prasarana perikanan tangkap dan pendukungnya
4. Sentra pemasaran hasil tangkapan ikan
Keluaran kegiatan adalah :
1. Final Report roadmap rencana pengembangan perikanan tangkap di
Kabupaten Langkat
2. Data jumlah dan jenis alat tangkap perkecamatan di Kab.Langkat
3. Gambar (map) daerah-daerah penangkapan ikan dan zona
penangkapan ikan di perairan laut Kab.Langkat
4. Data sarana dan prasarana perikanan tangkap di Kab.Langkat
5. Data dan photo-photo hasil tangkapan ikan perairan laut Kab.Langkat
7. Memperhitungkan daya dukung perairan laut Kab.Langkat terhadap
penambahan jumlah alat tangkap
P
P
e
e
n
n
d
d
e
e
k
k
a
a
t
t
a
a
n
n
d
d
a
a
n
n
M
M
e
e
t
t
o
o
d
d
e
e
2.1. Pendekatan Umum
Paradigma pembangunan yang selama ini terlalu berorientasi pada
daratan, mengakibatkan daerah pesisir dan laut mengalami ketertinggalan
dan terjadinya degradasi ekosistem lingkungan pesisir dan laut
(mangrove, terumbu karang, estuaria, padang lamun). Keadaan ini
berakibat kepada masyarakat pesisir khususnya nelayan kini merupakan
kelompok masyarakat termiskin.
Pemerataan pembangunan pada semua wilayah merupakan hal
yang sudah lama dinantikan serta diinginkan oleh rakyat. Harapan dan
cita-cita yang ingin dijadikan kenyataan tersebut dapat diimplementasikan
melalui pembangunan kewilayahan secara terpadu untuk dapat
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, yang
merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar 1945.
Pesisir merupakan wilayah dinamis dan rawan. Kedinamisan
wilayah pesisir disebabkan oleh karena wilayah tersebut merupakan
pertemuan kedua ekosistem, yaitu ekosistem daratan dan ekosistem
lautan. Wilayah pesisir mengandung potensi sumberdaya yang besar, baik
Konsekuensi dari dinamika wilayah pesisir yang berpotensi
menyebabkan manusia untuk datang dan berinteraksi dengan ekosistem
lainnya. Interaksi manusia dengan lingkungan pesisir menyebabkan
terjadinya kerawanan-kerawanan karena aktivitas manusia di daerah hulu
dan kegiatan perairan lepas maupun lautan lepas, serta pengaruh alam
yang memberi andil tidak sedikit terhadap degradasi lingkungan pesisir.
Realitas wilayah pesisir yang dinamis memerlukan suatu
pengolahan wilayah yang spesifik untuk dapat mengakomodasikan semua
kepentingan manusia dan kestabilan lingkungan. Pengelolaan wilayah
pesisir ekosistem yang harus berkelanjutan tanpa mengurangi hak
manusia dan komunitas lainnya untuk hidup di dalamnya.
Pesisir merupakan wilayah interaksi antara darat dan laut yang
memiliki potensi sumber daya alam dan lingkungan yang cukup besar.
Kawasan pesisir tersebut pada dasarnya telah dikembangkan melalui
berbagai program pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,
tetapi hasilnya dirasakan belum signifikan.
Provinsi Sumatera Utara memiliki pantai yang terbentang di
wilayah timur dan wilayah barat. Potensi yang terdapat di wilayah tersebut
perlu di kelola dengan baik untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, sebagaimana amanat Undang-undang nomor 27 Tahun 2007
tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Hasil seminar di Medan pada bulan Juni 2006 yang didasarkan dari
pembahasan dan masukan berbagai narasumber, pakar pembangunan
serta stakeholders, disepakati bahwa nama program pembangunan
Pembangunan Agromarinepolitan Wilayah Pesisir, Pulau-Pulau Kecil Dan
Pulau-Pulau Terluar Provinsi Sumatera Utara”.
Wilayah sasaran program dimaksud adalah Kabupaten/Kota:
Langkat, Binjai, Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Tebing Tinggi,
Tanjung Balai, Asahan, Labuhan Batu berada dalam wilayah Pantai Timur,
sedang Sibolga, Tapanuli Tengah, Padang Sidempuan, Tapanuli Selatan,
Mandailing Natal, Nias dan Nias Selatan berada di Pantai Barat (Kabupaten
Batubara, Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Padang Lawas;
saat penandatanganan masing-masing masih berada di Kabupaten Induk).
Salah satu kegiatan pembangunan perikanan yang dapat
mendukung program agromarinepolitan di Kabupaten Langkat adalah
perikanan tankap.
Penyusunan roadmap pengembangan perikanan tangkap untuk
mendukung program Agromarinepolitan di Kabupaten Langkat didasarkan
pada data hasil evaluasi perikanan tangkap Kab. Langkat, sarana
prasarana dan tata ruang pengembangan perikanan tangkap yang ada.
Sedangkan evaluasi perikanan tangkap didasarkan pada hasil observasi
lapangan yang terdiri dari data jumlah rumah tangga nelayan, jumlah alat
tangkap, jenis alat tangkap, jenis hasil tangkapan, sarana dan prasarana
penangkapan ikan yang ada serta sarana pendukung lainny seperti sarana
jalan, pemasaran hasil tangkapan dll diselaraskan dengan rencana tata
ruang dan pengembangan program Agromarinepolitan
Penyajian hasil evaluasi perikanan tangkap yang ada di Kabupaten
Langkat dalam wujud spasial atau peta dilakukan dengan cara mengimpor
data tabulasi hasil analisis yang sudah di matching dengan syarat lokasi
agromarinepolitan kedalam format GIS. Penyajian peta kesesuaian
pengambangan perikanan tangkap untuk mendukung program
agromarinepolitan di Kabupaten Langkat tersebut dengan menggunakan
program ArcView.
Selanjutnya peta kesesuaian pengambangan perikanan tangkap
tersebut dioverlaykan dengan peta administratif kecamatan sehingga
diketahui peta pengembangan potensial perikanan di masing-masing
Kecamatan di Kabupaten Langkat.
Penajaman arahan dilakukan secara redaksional dan didasarkan
kepada hasil validasi di lapangan. Sejalan dengan pelaksanaan validasi
juga dilakukan konsultasi hasil analisis dengan penentu kebijakan
sehingga keluaran kegiatan dapat dipakai sebagai acuan perencanaan
pengembangan perikanan tangkap untuk mendukung program
agromarinepolitan bagi Pemerintah Daerah setempat.
2.2. Lingkup Pekerjaan
Lingkup pekerjaan penyusunan roadmap pengembangan
perikanan tangkap untuk mendukung program Agromarinepolitan di
Kabupaten Langkat mencakup berbagai potensi fisik dan ekonomi
perikanan tangkap sehingga dapat dipergunakan sebagai pedoman untuk
prospek pengembangan perikanan tangkap yang mencakup ketersediaan
dan kesesuaian potensi, teknologi penangkapan dan pemasaran.
Adapun lingkup kegiatan tersebut yang harus dipenuhi oleh
penyedia jasa konsultansi antara lain adalah:
2) Penyajian peta potensi pengembangan perikanan tangkap dan
informasi pendukung lain yang dapat menarik investor.
3) Arahan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Langkat.
dengan mempertimbangkan :
Analisis tata ruang pesisir laut Kab.Langkat
Penegakan hukum, peraturan dan pengawasan terhadap sumberdaya
perikanan
Klaster yang harusnya dikembangkan
Alat tangkap ikan dan teknologi yang cocok di kembangkan
Sentra-sentra tempat pemasaran hasil-hasil tangkap nelayan
2.3. Metodologi
Tahapan Persiapan
Persiapan dasar berupa pengkajian data dan kepustakaan
(literature) best practice, peraturan dan kebijakan Nasional, Provinsi,
Kabupaten yang berkaitan dengan ruang lingkup pekerjaan serta
mempersiapkan dokumen – dokumen administrasi yang mendukung
pelaksanaan kegiatan penyusunan roadmap pengembangan perikanan
tangkap untuk mendukung program Agromarinepolitan di Kabupaten
Langkat ini.
Tahapan Survey/ Pengumpulan Data
Tahapan kegiatan selanjutnya yang wajib dilaksanakan oleh calon
penyedia jasa konsultansi adalah melakukan pengumpulan data sekunder
dari Instansi terkait, study – study yang berkaitan dengan kegiatan ini
dilengkapi dengan data primer yang dilakukan dengan pengamatan/
obeservasi, wawancara langsung dengan masyarakat secara acak (random
Tahapan Tabulasi, Kompilasi/ Analisis Data
Seluruh data yang telah siap dikumpulkan, diseleksi, ditabulasi
dan dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan, rencana dan hasil studi
lingkup masing – masing bidang bahasan.
Selanjutnya berdasarkan kompilasi data dan peninjauan lapangan
yang dilakukan kemudian dilaksanakan pekerjaan kajian/ analisis secara
deskriptif dalam bentuk laporan roadmap pengembangan perikanan
tangkap untuk mendukung program Agromarinepolitan di Kabupaten
Langkat.
2.4. Konsep Agromarinepolitan
Sesuai dengan namanya Agromarinpolitan bermakna “Kota
Pertanian/Perikanan di kawasan marin/pantai”. Dalam konteks
pembangunan, agromarinpolitan merupakan paradigma pembangunan
daerah dimana pembangunan kota-kota dimaksudkan untuk mendukung
pembangunan pertanian (dalam arti luas)-pedesaan. Sedangkan Program
Agromarinepolitan, pesisir, pulau-pulau kecil dan pulau-pulau terluar
Sumut yaitu : pendekatan pembangunan wilayah berbasis pada
sumberdaya alam (pertanian, kelautan dan perikanan) yang dilaksanakan
secara terpadu, efisien, berdaya saing, berkeadilan dan ramah lingkungan
untuk menciptakan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
Adapun maksud dari Program Agromarinepolitan ini adalah :
mengintegrasikan secara sinergi ke 9 kabupaten/kota di pantai
timur dan 7 kab/kota di pantai barat tentang master plan
pembangunan agromarinepolitan pesisir, pulau-pulau kecil dan
memberikan arah masa depan yang defenitif bagi pembangunan
wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan pulau terluar di sumatera
utara;
menjadi landasan bagi pemerintah, dunia usaha dan stakeholders
lainnya bagi pembangunan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan
pulau terluar di sumatera utara.
Dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir pada umumnya
khususnya komunitas nelayan yang merupakan kelompok terbesar
dikategorikan miskin;
mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam wilayah pesisir,
pulau-pulau kecil dan pulau terluar secara terpadu;
mengembalikan kondisi sumberdaya alam yang mengalami
kerusakan serta mencegah terhadap sumberdaya alam yang masih
dalam kondisi baik;
mengurangi kesenjangan pendapatan antara kelompok masyarakat
Pembentukan Klaster yaitu kelompok-kelompok usaha yang saling terkait
dalam suatu kawasan, yakni seperti :
klaster teri, antara pt. agromarine selaras dengan kelompok nelayan
pagurawan madang deras dan sekitarnya;
klaster kerapu, antara cv. sundoro dan 2 kelompok nelayan di belawan
Perkembangan dan pengembangan kota-kota ditentukan oleh
perkembangan atau pengembangan pertanian-pedesaan. Karena itu,
aktivitas-aktivitas yang terjadi atau yang berkembang di perkotaan adalah
akitivitas atau fungsi yang mendukung pertanian-pedesaan. Sehingga
tidak ada lagi ketimpangan antara kota dengan desa (gambar)
Pengembangan sektor industri dan jasa di perkotaan dimaksudkan untuk
memfasilitasi atau mendukung pembangunan pertanian-pedesaan.
Dengan kata lain yang dikembangkan di perkotaan adalah fungsi-fungsi
Karena itu pembangunan dengan pendekatan agromarinpolitan
sering disebut pembangunan pertanian-pedesaan yang didukung
pembangunan industri dan jasa. Dan kota-kota yang berkembang adalah
kota rural-urban (rurban) dimana karakteristik rural (pedesaan) dan
karakteristik (perkotaan) terintegrasi secara harmonis.
Dalam kaitannya dengan pembangunan daerah, pengembangan
kawasan agromarinpolitan ini akan mengintegrasikan
program/proyek-proyek multisektor yang telah berjalan selama ini sehingga efek
sinergisnya makin kuat dan manfaat yang dihasilkannya makin besar dan
beragam. Karena itu, pengembangan agropolitan pada dasarnya bukanlah
program/proyek yang benar-benar baru, melainkan lebih menekankan
pada upaya-upaya mensinergikan dan mengintegrasikan program/proyek
yang telah ada selama ini. Kalaupun ada program/proyek baru, hanyalah
untuk memperkuat atau memfasilitasi efek sinergis dalam ruang dan
fungsi.
Berdasarkan issue dan permasalahan pembangunan perdesaan
yang terjadi, pengembangan kawasan agromarinpolitan merupakan
alternatif solusi untuk pengembangan wilayah (perdesaan). Kawasan
agromarinpolitan disini diartikan sebagai sistem fungsional desa-desa yang
ditunjukkan dari adanya hirarki keruangan desa yakni dengan adanya
pusat agromarinpolitan dan kawasan di sekitarnya membentuk kawasan
agromarinpolitan.
Disamping itu, Kawasan agromarinpolitan ini juga dicirikan dengan
kawasan pertanian/perikanan yang tumbuh dan berkembang karena
diharapkan dapat melayani dan mendorong kegiatan-kegiatan
pembangunan pertanian/perikanan (agribisnis) di wilayah sekitarnya.
Dalam pengembangannya, kawasan tersebut tidak bisa terlepas
dari pengembangan sistem pusat-pusat kegiatan nasional (RTRWN) dan
sistem pusat kegiatan pada tingkat propinsi (RTRW Propinsi) dan
Kabupaten (RTRW Kabupaten).
Hal ini disebabkan, rencana tata ruang wilayah merupakan
kesepakatan bersama tentang pengaturan ruang wilayah. Terkait dengan
Rencana Tata Ruang Nasional (RTRWN), maka pengembangan kawasan
agromarinpolitan harus mendukung pengembangan kawasan andalan.
Keterangan:
Penghasil Bahan Baku
Pengumpul Bahan Baku
Sentra Produksi
Kota Kecil/Pusat Regional
Kota Sedang/Besar(outlet)
Jalan & Dukungan Sapras Disamping itu, pentingnya pengembangan kawasan agromarinpolitan
diindikasikan oleh ketersediaan lahan pertanian/perikanan dan tenaga
kerja yang murah, telah terbentuknya kemampuan (skills) dan
pengetahuan (knowledge) di sebagian besar petani, jaringan (network)
terhadap sektor hulu dan hilir yang sudah terjadi, dan kesiapan pranata
(institusi).
Kondisi ini menjadikan suatu keuntungan kompetitif (competitive
advantage) Indonesia dibandingkan dengan negara lain karena kondisi ini
sangat sulit untuk ditiru (coping) (Porter, 1998). Lebih jauh lagi,
mengingat pengembangan kawasan agromarinpolitan ini menggunakan
potensi lokal, maka konsep ini sangat mendukung perlindungan dan
pengembangan budaya sosial lokal (local social culture).
Gambar 8.
Jalan Nasional
Jalan Nasional
Jalan Propinsi
Jalan Propinsi
Jalan Propinsi
Jalan Kabupaten
Jalan Kabupaten
Jalan Kabupaten
Jalan Lokal Jalan Lokal
Jalan Lokal
:Pusat Kegiatan Nasional (PKN)
: Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
: Pusat Kegiatan Lokal (PKL)
: Desa Sentra Produksi Pertanian
Keterangan :
: Kawasan Agromarinpolitan
Secara lebih luas, pengembangan kawasan agropolitan
diharapkan dapat mendukung terjadinya sistem kota-kota yang
terintegrasi. Hal ini ditunjukkan dengan keterkaitan antar kota dalam
bentuk pergerakan barang, modal, dan manusia. Melalui dukungan sistem
infrastruktur transportasi yang memadai, keterkaitan antar kawasan
agropolitan dan pasar dapat dilaksanakan. Dengan demikian,
perkembangan kota yang serasi, seimbang, dan terintegrasi dapat
terwujud (Gambar 9).
Gambar 9.
P
P
r
r
o
o
f
f
i
i
l
l
U
U
m
m
u
u
m
m
d
d
a
a
n
n
C
C
a
a
k
k
u
u
p
p
a
a
n
n
G
G
e
e
o
o
g
g
r
r
a
a
f
f
i
i
s
s
3.1. Keadaan Geografis
Kabupaten Langkat merupakan kabupaten yang terletak di bagian
Timur Propinsi Sumatera Utara berbatasan langsung dengan Provinsi
Nanggro Aceh Darusalam (NAD) Ibukota Kabupaten adalah Stabat (38 Km
sebelah utara Ibukota Propinsi / Kota Medan). Sebelah Utara berbatasan
dengan Kabupaten Aceh Timur dan Selat Sumatera, sebelah Selatan
berbatasan dengan Kabupaten Karo, sebelah Barat berbatasan dengan
Kabupaten Aceh Tenggara / Tanah Alas, sebelah Timur berbatasan
dengan Kabupaten Deli Serdang.
Kabupaten Langkat berada pada 3°14’– 4° 13’ Lintang Utara dan 97°52’ –
98° 45’ Bujur Timur, dengan luas daerah ± 6.263,29 Km² (626.329 Ha),
yang terdiri dari 23 kecamatan. Secara Topografi Kab. Langkat berada
pada : 0 – 105 m dari permukaan laut, terbagi atas :
– Daerah Pesisir Pantai : ketinggian 0 – 4 m dari permukaan laut
– Daerah Dataran Rendah : ketinggian 4 – 30 m dari permukaan laut
– Daerah Dataran Tinggi : ketinggian 30 – 150 m dari permukaan laut
Dengan kondisi geologi :
Dataran sepanjang pantai : jenis tanah Alluvial
Dataran rendah : jenis tanah Gleihumus rendah, Hidrimofil
3.2. Iklim
Seperti umumnya daerah-daerah
lainnya yang berada di kawasan Sumatera
Utara, Kabupaten Langkat termasuk daerah
yang beriklim tropis, sehingga daerah ini
memiliki 2 (dua) musim yaitu hujan dan
kemarau. Musim kemarau dan musim hujan
biasanya ditandai dengan sedikit banyaknya
hari hujan dan volume curah hujan pada bulan
terjadinya musim. Rata-rata curah hujan
tahunan bisa dilihat pada gafik (gambar 8)
Wilayah Kabupaten Langkat termasuk tropis dengan indikator iklim
sebagai berikut :
Musim kemarau : Februari s/d Agustus
Musim hujan : September s/d Januari
Curah hujan rata-rata 3.268 mm/tahun
Suhu rata-rata 28 derajat celcius - 30 derajat celcius
3.3. Luas dan Administrasi Kecamatan
Wilayah administratif Kabupaten Langkat terdiri dari 23
kecamatan dengan 231 desa dan 36 kelurahan. Menurut kecamatan
terdapat sebanyak 626.329 ha dan untuk luas wilayah yang paling besar
yaitu Kecamatan Bahorok sebanyak 95.510 ha. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat rincian pada Tabel 1. berikut ini.
Tabel 1. Luas Wilayah dan Ratio Terhadap Luas Kabupaten Langkat Menurut Kecamatan
No Kecamatan Luas
(Km2)
Jumlah 626.329 100
Sumber: Kabupaten Langkat Dalam Angka Tahun 2009
Keterangan: * Wilayah Studi
Untuk Kecamatan Secanggang luas wilayah 24.378 ha, Kecamatan
Tanjung Pura 16.578 ha, Kecamatan Gebang 18.674 ha, Kecamatan
Barat 7.153 ha, Kecamatan Besitang 55.767 ha, Kecamatan Pangkalan
Susu 18.816 ha dan Pematang Jaya 19.715 ha.
Kabupaten Langkat beribukota Stabat dimana Kecamatannya terdiri
dari 226 desa dan 34 kelurahan yang masing-masing memiliki jarak dan
ibukota yang berbeda-beda, hal ini dapat dilihat pada rincian Tabel 2.
berikut ini.
Tabel 2. Jumlah Desa, Kelurahan Tiap Kecamatan dan Nama Ibukota Kecamatan dan Jarak Ibukota Kecamatan ke Stabat
No Kecamatan Ibukota
Jumlah Desa
Defenitif Jarak Ibukota
Kec. Ke Stabat
Desa Kel. Namu Ukur Sltn Pekan Kuala
Pekan Tjg Pura Gebang
Kecamatan Secanggang ibukotanya Hinai Kiri dan jarak ibukota
kecamatan ke Stabat 23 Km yang memiliki 16 desa dan 1 kelurahan,
Kecamatan Tanjung Pura ibukotanya Pekan Tanjung Pura dan jarak
ibukota kecamatan ke Stabat 18 Km yang memiliki 18 desa dan 1
kelurahan, Kecamatan Gebang ibukotanya Gebang dan jarak ibukota
kecamatan ke Stabat 32 Km yang memiliki 10 desa dan 1 kelurahan.
Sementara di Kecamatan Babalan ibukotanya Pelawi Utara dan
jarak ibukota kecamatan ke Stabat 40 Km yang memiliki 4 desa dan 4
kelurahan, Kecamatan Sei Lepan ibukotanya Alur Dua dan jarak ibukota
kecamatan ke Stabat 40 Km yang memiliki 9 desa dan 5 kelurahan.
Kecamatan Brandan Barat ibukotanya Tangkahan Durian dan jarak ibukota
kecamatan ke Stabat 45 Km yang memiliki 5 desa dan 2 kelurahan,
Kecamatan Besitang ibukotanya Pekan Besitang dan jarak ibukota
kecamatan ke Stabat 61 Km yang memiliki 6 desa dan 3 kelurahan,
Kecamatan Pangkalan Susu ibukotanya Pangkalan Susu dan jarak ibukota
kecamatan ke Stabat 63 Km yang memiliki 9 desa dan 2 kelurahan serta
Kecamatan Pematang Jaya ibukotanya Pematang Jaya dan jarak ibukota
kecamatan ke Stabat 75 Km yang memiliki 8 desa dan 0 kelurahan
3.4. Morfologi dan Topografi
Wilayah pesisir Kabupaten Langkat dengan luas 125.684,9 Ha
merupakan daerah dengan topografi datar hingga bergelombang berada
pada ketinggian 0 – 300 m dpl.
Dataran rendah, ketinggian 0 – 50 m dpl dengan kemiringan 0 – 150
Bukit-bukit landai dan tonjolan-tonjolan batu gamping terumbu
dengan ketinggian 0 – 200 m dpl terdapat pada Kecamatan Gebang,
Brandan Barat dan sebagian kecil Pangkalan Susu.
Perbukitan bergelombang dengan ketinggian 0 – 300 m dpl dan
kemiringan lereng 15 – 400 terdapat pada Kecamatan Pangkalan
Susu, Besitang, Sei Lepan, Babalan dan Gebang.
3.5. Batimetri
Pantai timur Langkat memanjang di sepanjang Timur Laut
membentuk garis pantai yang relatif lurus. Sebagaimana halnya dengan
pantai-pantai yang berhadapan dengan perairan Malaka, kondisi Pantai
Timur Langkat adalah landai. Garis isobath 5 m ditemui pada jarak
rata-rata 3,5 km, garis isobath 10 m berada pada jarak 7,1 km sedangkan garis
Gambar 13. Topologi darat Kabupaten Langkat
3.6. Hidro - Oseanografi
Pasang Surut
Pasang surut perairan Langkat dihitung berdasarkan hari bulan,
antara lain :
15 hari bulan : pasang besar
30 hari bulan : pasang besar
8 hari bulan : pasang mati
22 hari bulan : pasang mati
Gelombang
Kondisi gelombang di perairan Langkat yang diperoleh dari data
sekunder adalah bahwa gelombang laut yang besar terjadi pada
bulan agustus sampai desember.
Abrasi dan Sedimentasi
Di Pantai Timur Langkat proses abrasi terdapat di hampir
sepanjang pantai dan proses sedimentasi terjadi di
K e t e r a n g a n :
Pu lau Sem bilan
P R O V I N S I N A N G G R O E
3.7. Kependudukan dan Tenaga Kerja
Peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Langkat terutama di
kawasan pesisir yang tinggi terjadi karena banyak hal. Namun demikian
besarnya potensi ekonomi yang bisa dikembangkan di kawasan pesisir
menjadi faktor penarik yang mengundang orang untuk datang. Kecamatan
yang terletak di pesisir amat layak dikembangkan sebagai sentra
perekonomian berbasis hasil tangkapan laut dan budidaya perikanan.
Berdasarkan angka hasil Sensus Penduduk terakhir, penduduk
Kabupaten Langkat berjumlah 1.013.849 jiwa dengan kepadatan
penduduk sebesar 161,87 jiwa per Km². Sedangkan laju pertumbuhan
penduduk Kabupaten Langkat adalah sebesar 1,07 persen. Untuk tahun
2009 berdasarkan hasil proyeksi penduduk Kabupaten Langkat 1.013.849
jiwa Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Stabat yaitu
sebanyak 80.926 jiwa dengan kepadatan penduduk 892,8 jiwa per Km²,
sedangkan penduduk paling sedikit berada di Kecamatan Brandan barat
sebesar 23.208 jiwa. Kecamatan Stabat merupakan Kecamatan yang
paling padat penduduknya dengan kepadatan 892.8 jiwa per Km² dan
Kecamatan Batang Serangan merupakan Kecamatan dengan kepadatan
Jumlah penduduk Kabupaten Langkat per jenis kelamin lebih
banyak laki-laki dibandingkan penduduk perempuan. Pada tahun 2009
jumlah penduduk laki-laki sebesar 513.461 jiwa, sedangkan penduduk
perempuan sebanyak 500.388 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar
102,61 persen. Penduduk Kabupaten Langkat mayoritas bersuku bangsa
Jawa (56,87persen), diikuti dengan suku Melayu (14,93 persen), Karo
(10,22 persen), Tapanuli /Toba (4,50 persen), Madina ( 2,54 persen) dan
lainnya (10,94 persen). Sedangkan agama yang dianut penduduk
Kabupaten Langkat mayoritas agama Islam (90,01 persen), Kristen
Protestan (7,56 persen), Kristen Katholik (1,06 persen), Budha (0,95
persen), dan Hindu (0,09 persen) dan lainnya (0,34 persen).
Jumlah pencari kerja yang terdaftar di
Kabupaten Langkat pada tahun 2006 sebanyak
4113 orang, yang terdiri dari 1952 tenaga
kerja laki-laki dan 2161 perempuan. Pencari
kerja yang terdaftar tersebut paling banyak
mempunyai tingkat pendidikan tamat SLTA
umum/kejuruan/lainnya yaitu 2682 orang atau
65,21 persen, sedangkan Sarjana lengkap 419
orang atau 10,19 persen,
SLTP umum/sederajat 438 orang
atau 10,65 persen dan sisanya tamat DII/DIII 531 orang atau 12,91
persen, dan tamat SD 43 orang atau 1,04 persen. Sedangkan
pekerja-pekerja yang ada di Kabupaten Langkat selain putra daerah langkat,
sebahagian juga berasal dari luar daerah seperti binjai, medan dan luar
kota lainnya.Pekerja asing yang tercatat ada sebanyak 28 orang.
Tabel 3. Luas Wilayah, Jumlah Desa dan Penduduk Menurut Kecamatan
Jumlah 6.263,29 240 1.042.523 166,45
Tabel 4. Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan Pesisir di Kabupaten Langkat Tahun 2009
No Kecamatan Luas Wilayah
(Km2)
Sumber: Kabupaten Langkat dalam Angka 2009
Keterangan: * Kecamatan baru hasil pemekaran
### Belum tersedia data
Gambar 17. Persentase Jumlah Penduduk Kecamatan Pesisir di Kabupaten Langkat
Jumlah rumah tangga Kabupaten Langkat sampai keadaan akhir
tahun 2007 sebesar 235.780 RT yang terdiri dari 513.461 jiwa penduduk
laki-laki dan 500.388 jiwa penduduk perempuan, lebih jelasnya dapat
dilihat pada rincian Tabel 5.berikut ini.
Jumlah Penduduk Kecamatan Pesisir di Kabupaten Langkat
63505, 14% Secanggang
Tabel 5. Jumlah Rumah Tangga dan Jenis Kelamin Menurut Kecamatan
No Kecamatan Jumlah RT Jenis Kelamin
Lelaki Perempuan
Sumber: Kabupaten Langkat dalam Angka 2009
Jumlah rumah tangga Kecamatan Secanggang sebesar 16.090 RT
yang terdiri dari 34.141 jiwa penduduk laki-laki dan 34.424 jiwa penduduk
penduduk perempuan, jumlah rumah tangga Kecamatan Gebang sebesar
9.757 RT yang terdiri dari 23.965 jiwa penduduk laki-laki dan 22.714 jiwa
penduduk perempuan.
Sementara jumlah rumah tangga Kecamatan Babalan sebesar
14.112 RT yang terdiri dari 31.820 jiwa penduduk laki-laki dan 32.010 jiwa
penduduk perempuan, jumlah rumah tangga Kecamatan Sei Lepan
sebesar 12.457 RT yang terdiri dari 26.992 jiwa penduduk laki-laki dan
26.793 jiwa penduduk perempuan, jumlah rumah tangga Kecamatan
Brandan Barat sebesar 5.472 RT yang terdiri dari 12.067 jiwa penduduk
laki-laki dan 11.794 jiwa penduduk perempuan.
Sedangkan jumlah rumah tangga Kecamatan Besitang sebesar
11.976 RT yang terdiri dari 29.722 jiwa penduduk laki-laki dan 29.229 jiwa
penduduk perempuan, jumlah rumah tangga Kecamatan Pangkalan Susu
sebesar 10.972 RT yang terdiri dari 24.064 jiwa penduduk laki-laki dan
23.665 jiwa penduduk perempuan serta , jumlah rumah tangga
Kecamatan Pematang Jaya sebesar 4.080 RT yang terdiri dari 7.451 jiwa
penduduk laki-laki dan 7.328 jiwa
Bila dilihat dari golongan umur, maka sebanyak 55,05% dari
penduduk Kabupaten Langkat berada pada usia 0 – 24 tahun dan
sebanyak 23,03% berada pada usia 25 – 39 tahun sisanya sebanyak
21,92% berada pada usia 40 tahun ke atas. Komposisi penyebaran umur
dari penduduk Kabupaten Langkat ini sudah cukup baik, karena terjadi
keseimbangan antara usia produktif (25 – 39 tahun) dengan usia
dibawahnya. Hal ini merupakan hal yang paling penting dalam
pembangunan karena penduduk merupakan sumberdaya manusia yang
partisipasinya sangat besar sebagai penggerak dalam pelaksanaan
penduduk dapat juga berperan sebagai objek dimana ia menjadi target
dalam proses pembangunan tersebut. Untuk lebih jelasnya, penyebaran usia
dari penduduk Kabupaten Langkat dapat dilihat pada Tabel 7. dibawah ini.
Tabel 6. Jumlah penduduk menurut golongan umur dan jenis kelamin di Kabupaten Langkat
Sumber: Kabupaten Langkat Dalam Angka 2009 (Hasil Analisa)
Kabupaten Langkat didominasi oleh penduduk yang beragama
Islam, hal ini terlihat pada Tabel 8 bahwa sebanyak 90,00% penduduknya
beragama Islam, diikuti oleh agama Protestan, Katolik, Budha dan Hindu,
sisanya 0,34% menganut aliran kepercayaan yang lain. Lebih jelasnya
terlihat pada Tabel 8. dibawah ini.
Tabel 7. Persentase Penduduk Menurut Agama yang Dianut per Kecamatan di Kabupaten Langkat tahun 2009
Kecamatan Agama
Islam Katolik Protestan Hindu Budha Lainnya
Bahorok
JUMLAH 90,00 1,06 7,56 0,09 0,95 0,34
Sumber: Kabupaten Langkat dalam Angka 2007
Keterangan: * Kecamatan baru hasil pemekaran
Dari 23 kecamatan yang ada di Kabupaten Langkat 9 diantaranya
ada di kawasan pesisir laut dan 7 kecamatan tergolong miskin yakni
kecamatan pematang jaya, besitang, brandan barat, sei lepan, sei bilah,
gebang dan secanggang sedangkan yang tergolong tidak miskin hanya
kecamatan pangkalan susu dan tajung pura. (data bappeda Kab.Langkat)
Jumlah nelayan di Kabupaten Langkat dari tahun-ketahun terus
meningkat.sampai saat ini jumlah nelayan Kab.Langkat yang tersebar di 9
kecamatan pesisir adalah sebagai berikut :
Tabel 8. Jumlah nelayan di 9 kecamatan pesisir Kab.Langkat
No Kecamatan Jumlah Nelayan
1 Secanggang 2.630 Jiwa
2 Tanjung Pura 4.125 Jiwa
3 Gebang 1.470 Jiwa
4 Babalan 453 Jiwa
5 Sei Lepan 1.542 Jiwa
6 Brandan Barat 1.752 Jiwa
7 Pangkalan Susu 3.500 Jiwa
8 Besitang 900 Jiwa
9 Pematang Jaya 1.275 Jiwa
Jumlah 17.647 Jiwa
Rumah Tangga Perikanan
2.630
4.125
1.470
453
1.542 1.752
3.500
900 1.275
Jumlah Nelayan di 9 kecamatan pesisir Kab.Langkat
Gambar 18. grafik jumlah nelayan di 9 kecamatan pesisir Kab.Lankgat
Jumlah nelayan terbanyak terdapat di Kecamatan Tanjung Pura dan
Pangkalan Susu yakni 4.125 jiwa dan 3.500 jiwa, yang terdiri dari nelayan
tetap, sambilan utama dan sambilan.
Perkembangan suatu wilayah akan diwarnai dengan proses
perubahan sosial ekonomi dan budaya masyarakatnya, terutama jika
perkembangan wilayahnya diiringi dengan peningkatan jumlah penduduk
yang juga diakibatkan adanya imigrasi penduduk. Fenomena ini akan
berpengaruh terhadap proses akulturasi budaya antara masyarakat
setempat dan masyarakat pendatang. Proses perubahan ini mempunyai
dampak yang cukup signifikan terhadap kehidupan sosial ekonomi dan
budaya masyarakat. Bilamana proses tersebut terjadi secara alami dengan
daya adaptasi yang baik, maka proses transfer dan akulturasi akan
berjalan damai. Namun bilamana proses tersebut tidak berjalan secara
akulturasi akan diwarnai dengan meningkatnya suhu kecemburuan taraf
hidup, yang akan menimbulkan gejolak sosial. Namun demikian, corak
budaya dan nilai - nilainya yang menjadi keberagaman struktur
masyarakat, tidak menjadi halangan untuk secara bersama
mengembangkan pembangunan wilayah di kabupaten ini. Bahkan proses
akulturasi dan transfer sosial ekonomi masing - masing komponen suku
bangsa dapat terjadi secara alami untuk saling melengkapi dan
memenuhi.
Kondisi sosial ekonomi masyarakat biasanya digambarkan oleh
keadaan sarana dan prasarana pendidikan serta gambaran tingkat
pendidikan masing - masing. Kondisi sosial – ekonomi masyarakat nelayan
juga dapat dilihat dari tipologi rumah tangga nelayan. Hasil survey
lapangan tipologi rumah tangga nelayan di Kabupaten Langkat disajikan
pada Tabel.
Tabel 9. Tipologi Rumah Tangga Nelayan di Pesisir Kabupaten Langkat
Karakteristik Rumah Tangga Nelayan
Lokasi
Tempat Berusaha
Faktor Produksi
Musim
Kecamatan Pangkalan Susu dan Pangkalan
Brandan termasuk desa pesisir
Laut lepas, kawasan pesisir
Luas perairan, lahan pertambakan, tenaga
kerja, perahu, nelayan, mesin, alat tangkap,
dayung dan pancing
Pekerjaan Sampingan
Tenaga Kerja
Jenis Pekerjaan
Bentuk Kegiatan
Membetulkan jaring, home industry
Dominan laki – laki
Pemilik kapal, ABK, buruh nelayan, petambak
udang
Dilakukan bersama – sama pada umumnya
Adanya tipologi rumah tangga nelayan berguna untuk
pengembangan sistem informasi tentang rumah tangga nelayan yang
selama ini, namun belum merupakan prioritas dari badan penyedia data
untuk disediakan. Dengan mengetahui tipologi rumah tangga nelayan ini,
maka diharapkan mampu memberikan jawaban terhadap berbagai
masalah yang muncul yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan
nelayan di pesisir Kabupaten Langkat. Selanjutnya akan bermanfaat untuk
penyusunan bahan perencanaan dan program - program yang berkaitan
dengan perbaikan kehidupan nelayan di wilayah pesisir Kabupaten
Langkat.
3.8. Perhubungan dan Telekomunikasi
Jalan merupakan sarana yang sangat penting untuk memperlancar
kegiatan perekonomian. Sarana jalan yang baik dapat meningkatkan
mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas barang dari satu tempat
ke tempat lain. Keadaan prasarana jalan yang menghubungkan antara
kecamatan, kelurahan dan desa di pesisir Kabupaten Langkat sudah
kecamatan, kelurahan dan desa terbagi atas jalan hotmik, aspal, jalan
berbatu, jalan tanah dan jalan dari papan kayu.
Panjang jalan di Kabupaten Langkat pada tahun 2010 sepanjang
1.504,10 Km, yang terdiri dari 511,50 km jalan beraspal, 399,10 km jalan
kerikil, 229,70 Km jalan batu dan 363,80 Km jalan tanah. Kondisi jalan di
Kabupaten Langkat masih perlu mendapat perhatian yang serius, karena
56,58 persen jalan Kabupaten yang ada dalam keadaan rusak dan rusak
berat (851,1 Km). Sedangkan jalan dalam kondisi baik hanya 4,23 persen
(63,55 Km) dan sisanya 39,20 persen lagi dalam keadaan sedang (589,45
Km). Sarana transportasi yang umum digunakan adalah angkutan darat
(umum) dan angkutan laut (sampan/boat), sedangkan perahu motor
umumnya digunakan oleh para nelayan untuk mencari ikan di laut.
Dewasa ini, komunikasi dan informasi dari berbagai daerah
semakin lancar saja. Hal ini dimungkinkan karena sarana dan prasarana
komunikasi dan informasi yang semakin baik. Surat yang masuk melalui
PT. Pos Indonesia cabang Binjai Tahun 2009 ada sebanyak 249.931 buah
terdiri dari 197.310 surat pos biasa + kilat, 38.308 surat pos kilat khusus
dan sisanya 14.313 buah adalah surat tercatat, wesel pos. Sedangakan
surat yang keluar ada sebanyak 79.289 buah yang terdiri dari 51.630
surat pos biasa + kilat, 22.084 surat pos kilat khusus dan lainnya ada
sebanyak 9.577 buah surat, dengan kata lain sarana komunikasi dan
informasi di Kabupaten Langkat sudah cukup memmadai.
3.9. Perdagangan dan Jasa Laut
memenuhi kebutuhan sehari-hari sebahagian masyarakat lebih sering
berbelanja ke kedai sedangkan untuk belanja barang dalam partai besar
masyarakat berbelanja ke luar kota seperti ke kota binjai atau medan.
Jasa angkutan yang untuk darat biasanya menggunakan kendaraan
umum, sedangkan untuk transportasi laut biasanya menggunakan jasa
penyeberangan laut atau dengan boat/sampan.
Sedangkan untuk menjual hasil tangkapan ikan atau usaha lain
masyarakat umumnya menjualnya langsung di tangkapan-tangkahan yang
ada atau kepada toke,tatapi sebahagian masyarakat juga langsung
menjual ke kota binjai atau medan.
3.10. Listrik dan Air Bersih
Kebutuhan listrik di Kabupaten Langkat sebahagian besar dipenuhi
oleh perusahaan Listrik Negara (PLN) cabang Binjai. Pada tahun anggaran
2006 PT. PLN (Persero) Cabang Binjai ada sebanyak 166.050 pelanggan,
120.065.603 KVA daya tersambung, 178.630.484 KWH yang terjual dan
menghasilkan 98.501.766.026 rupiah dari jumlah KWH yang terjual.
Jumlah pelanggan terbanyak adalah rumah tangga sebesar 158.194
rumah tangga, 91.148.050 KVA daya tersambung dan 120.473.807 KWH
terjual dengan nilai 58.185.023.085 rupiah. Produksi air minum atau air
bersih yang disalurkan oleh Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Wampu
Langkat pada tahun 2009 sebanyak 3.079.677 M³ dengan jumlah
pelanggan 14.712 unit dan nilai penerimaan 354.361.020 rupiah.
Perbandingan Tenaga Kerja di Perusahaan Air Minum Menurut Tingkat
Gambar 19. Grafik tenaga kerja menurut tingkat pendidikan
Sedangkan di kawasan pesisir Kabupaten Langkat pada umumnya
masyarakat memanfaatkan air sungai, sumur dan sebahagian
menggunakan sumur bor.
3.11. Potensi Fisik Lainnya
Sarana fisik lain yang ada di Kabupaten Langkat antara lain,
bangunan tempat ibadah, sekolah dan sarana kesehatan.
Kabupaten Langkat adalah kabupaten mayoritas masyarakatnya
beragama islam. Sarana ibadah yang ada di Kabupaten Langkat antara
lain seperti yang terdapat pada tabel berikut :
Tabel 10. Sarana Ibadah di Kab.Langkat
No Keterangan Jumlah
1. Mesjid 872
2. Langgar 390
3. Musholla 528
4. Gereja Protestan 231
5. Gereja Katolik 69
Dalam rangka ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa
maka Kab.Langkat terus meningkatkan sarana pendidikan sebagai sarana
warga masyarakat meningkatkan ilmu pengetahuannya. Prasarana
pendidikan yang ada di Kab.Langkat :
Tabel 11. Sarana Pendidikan di Kab.Langkat
No Keterangan Jumlah
1. SD 610
2. SMP 137
3. SMA 60
4. SMK 38
5. Perguruan Tinggi 0
Tabel 12. Sarana Kesehatan di Kab.Langkat
No Keterangan Jumlah
1. RSU Pemerintah 2
S
S
u
u
m
m
b
b
e
e
r
r
d
d
a
a
y
y
a
a
A
A
l
l
a
a
m
m
P
P
e
e
r
r
s
s
i
i
s
s
i
i
r
r
K
K
a
a
b
b
.
.
L
L
a
a
n
n
g
g
k
k
a
a
t
t
4.1. Nelayan
Nelayan adalah seseorang yang melakukan penangkapan ikan
baik sebagai pekerjaan pokok, maupun sebagai pekerjaan sambilan,
ataupun sebgai buruh nelayan di kapal perikanan. Dari hasil survey yang
dilakukan dilapangan maka nelayan yang ada di Kabupaten Langkat di
bagi menjadi tiga bagian yakni: 1) Nelayan tetap yaitu nelayan yang
menggantungkan hidupnya dari hasil penangkapan ikan di laut, 2)
nelayan samabilan yaitu nelayan yang melakukan penangkapan jika
kondisi usaha di darat tidak bagus atau sumberdaya perikanan
banyak/bagus. Nelayan ini umumnya adalah orang-orang yang usaha
pokoknya menangkap ikan bertani atau berkebun. Usaha menagkap ikan
dilakukannya haya pada waktu-waktu tertentu. 3) Buruh nelayan adalah
orang-orang yang bekerja pada kapal perikanan. Kebijakan menangkap
ikan sangat di tentukan oleh pemilik kapal atau tekong.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan kepada rumah tangga
nelayan di daerah studi, maka nelayan tetap jauh lebih banyak jika
dibandingkan dengan nelayan sambilan ataupun buruh nelayan. Banyak
sedikitnya jumlah nelayan di suatu daerah sangat ditentukan oleh luas
Dari hasil survey telihat bahwa nelayan tetap lebih banyak
jika dibandingkan dengan nelayan sambilan dan buruh nelayan. Dari
hasil pengamatan di ketahui bahwa nelayan tetap kebanyakan
orang-orang asli daerah yang tinggal di kawasan pesisir, sedangkan nelayan
sambilan adalah orang asli daerah yang memilki beberapa bidang sawah
maupun kebun yang di kelolanya sendiri atau orang-orang yang bekerja di
perkebunan besar atau perusahaan, orang ini memanfaatkan waktu tidak
bekerja untuk menangkap ikan. Pekerjaan melaut ini dilakukannya pada
sore sampai malam hari. Sedangkan buruh nelayan adalah orang bekerja
pada kapal perikanan, umumnya mereka menangkap ikan berhari-hari di
laut. Alasan mereka bekerja sebagai buruh nelayan adalah tidak
dimilikinya alat penangkapan, serta bekerja sebagai buruh nelayan tidak
memerlukan modal besar.
Umur nelayan yang didapatkan di lokasi survey bervariasi mulai
dari umur 18 tahun sampai 65 tahun. Biasanya umur nelayan tetap
banyak yang lebih tua jika dibandingkan dengan nelayan sambilan, dan
buruh nelayan kebanyakan masih berusia produktif.
Jika dilihat dari tanggungan keluarga setiap nelayan tidak sama,
nelayan tetap dan buruh nelayan tanggungannya lebih kecil jika
dibandingkan dengan nelayan sambilan. Hal ini disebabkan antara lain,
anak nelayan tetap biasanya lebih cepat menikah sehingga lepas dari
tanggungan keluarga, sedangkan buruh nelayan masih muda dan
kebanyakan belum menikah.
Tingkat pendidikan nelayan yang ada di Kabupaten langkat
Walau nelayan tidak tamat Sekolah Dasar tetapi mereka bisa menulis dan
membaca. Begitujuga dengan tingkat pendidilkan nelayan sambilan dan
buruh nelayan, tingkat pendidiknnyahampir sama dengan tingkat
pendidikan nelayan tetap. Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat
pendidikan nelayan yang ada di Kabupaten langkat masih rendah, ini
berarti tingkat pendidikan yang mesih rendah mempengaruhi tingkat
produktifitas dari hasil tangkap.
4.2. Alat Tangkap
Jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten
Langkat berjumlah 40 jenis alat tangkap yakni ambai, bubu ikan, bubu
kepiting, jala ikan, jaring ikan, jaring lengket, pukat udang, pukat jang,
pukat tepi, pukat cerbung, pukat langgai, trawl, pukat teri, pancing, rawai,
pukat ikan, pukat apolo, dan lain-lain . Umumnya semua jenis alat ini di
dapatkan di setiap kecamatan. Alat yang digunakan nelayan di
Kabupaten langkat masih sangat sederhana, terutama nelayan yang
menggunakan sampan. Alasan mereka menggunakan alat tangkap
sederhana di karenakan alat tersebut dapat dioperasikan setiap saat dan
tidak mengenal musim.
Berdasarkan pengamatan dilapangan diketahui bahwa alat yang
digunakan nelayan sangat sederhana, dan kebanyakan di buat dsn
dimodifikasi sendiri. Alat yang dibuat dan dimodifikasi umumya bersifat
pasif. Alat yang di buat nelayan adalah alat tangkap seperti jaring,
ambai, jala dan lain-lain, alat ini di buat mereka pada saat tidak turun
melaut. Kebiasaan nelayan di Kebuapten Langkat adalah memperbaiki
mereka masing-masing. Harga jual yang di berikan ke nelayan di suatu
daerah cukup tinggi jika dibandingkan dengan mereka membli langsung
ke Medan.
Jenis armada penangkapan ikan yang digunakan masyarakat di
Kabupaten Langkat digolongkan pada armada pakai motor dan tampa
motor. Ukuran tonnage kapal motor yang ada di Kabupaten Langkat
digolongkan antara lain :
1. Sampan tampa motor
2. Kapal motor berukuran < 5 GT
3. Kapal motor berukuran 5 – 10 GT
4. Kapal motor berukuran 10 – 20 GT
5. Kapal motor berukuran 20 – 30 GT
6. Kapal motor berukuran > 30 GT
Armada yang di gunakan nelayan di daerah kabupaten langkat
adalah armada yang di buat di daerah masing-masing. Cara pengadaan
armada biasanya di pesan dulu kepada pengrajin/tukang. Lama untuk
membuat satu unit armada sangat ditentukan oleh ukuran armada
tersebut serta kesediaan bahan seperti papan.
Berbeda dengan mesin nelayan membeli mesin ukuran kecil pada
pedagang di daerah mereka, tetapi ukuran besar ,mereka langsung
membeli ke Medan. Pembelian mesin ukuran kecil umumnya dilakukan
oleh nelayan yang modalnya pas-pasan sehingga pembeliannya dapat di
lakukan cera kredit, dengan pembayaran hasil ptangkap. Berbeda dengan
mesin yang dibeli langsung ke Medan, mesin di bayar secara cash tidak
Sampan adalah sejenis armada yang digunakan nelayan tradisional
untuk mencapai tempat fishing ground dengan cara mendayung.
Kapasitas muatan untuk satu sampan berkisar antara 1 – 3 orang nelayan.
Sampan yang banyak digunakan nelayan tradisional adalah sampan
berukuran 3 – 5 m. Informasi yang didapat dari nelayan tradisional
adalah jarak tempuh dari pantai ketempat lokasi penangkapan lebih
kurang satu jam. Sampan ini banyak digunakan nelayan di pinggir
pantai dan muara, kalaupun ke tengah laut jaraknya tempuh berkisar
antara 0,5 - 1 mil laut, itupun pada saat cuaca baik.
Berbeda dengan nelayan yang mengunakan kapal bermotor
daerah jajahan dan lama operasi penangkapannya sangat ditentukan oleh
ukuran tonnage. Semakin besar tonnge semakin jauh jarak operasi
penagkapannya serta semakin lama nelayan melaut. Tatapi kebanyakan
nelayan di Kabupaten Langkat mengoperasikan alat pulang hari atau
berangkat malam pulang siang. Ukuran armada yang digunakan nelayan
untuk menangkap ikan tidak sama, hal ini sangat di tentukan oleh jarak
dan jenis alat yang di gunakan, jika jarak pengoparasian jauh maka
armada yang digunakan berukuran besar, begitu juga dengan jenis alat
semakin besar dan berat alat tangkap semakin besar armada
penangkapan. Untuk mengetahui ukuran armada yang digunakan oleh
nelayan per jenis alat tangkap. Ukuran armada yang digunakan nelayan
umumnya berukuran kecil, kebanyakan tidak dapat menjangkau daerah
penangkapan jauh ke tengah. Melihat ukuran armada yang digunakan
maka wajar produksi nelayan di daerah ini kecil. Kecilnya ukuran armada
di derah ini disebabkan tidak mampunya nelayan memesan armada ber
ukuran besar karena sangat berhubungan dengan harga beli. Tetapi perlu
Kabupaten Langkat mampu membuat kapal ukuran besar dan dapat
mengarungi samudera.
Menetapkan peta perikanan tangkap di Kabuapten Langkat
menggunakan alat Global Positioning System (GPS). Alat ini berfungsi
untuk menentukan posisi di bumi dengan menggunakan satelit.
Pengukuran dengan menggunakan GPS di anggap pengukuran yang
akurat untuk menentukan posisi di bumi.
Cara kerja yang dilakukan oleh tim adalah dengan mengarungi laut
bersama nelayan mencari nelayan yang sedang menangkap ikan, lokasi
penangkapan ikan yang dilakukan nelayan di tentukan koordinatnya
dengan menggunakan GPS. Hasil data dari GPS di masukan ke computer
lalu di plotkan dengan peta rupa bumi yang sudah di persiapkan
sebelumnya.
Dari hasil survey yang dilakukan didapatkan lokasi penangkapan
K e te r a n g a n :
Pu lau Sem bilan
P R O V I N S I N A N G G R O E
4.3. Produktivitas Alat Tangkap
Waktu yang banyak digunakan nelayan untuk menangkap ikan
adalah pada waktu malam, biasanya nelayan pergi melaut sekitar pukul
16.00 WIB dan pulang pukul 05.00 WIB. Usaha penangkapan ikan yang
dilakukan pada malam hari umumnya nelayan yang mempunyai motor
tempel. Sedangkan nelayan yang menggunakan sampan mereka lebih
banyak melakukan penangkapan pada siang hari yaitu berangkat pada
setelah sholat subuh sekitar jam 06.00 WIB dan pulang pada jam 14.00
WIB atau berangkat jam 10.00 pulang jam 17.00 WIB. Selain itu waktu
operasi juga dipengaruhi oleh alat tangkap yang digunakan. Waktu
operasi alat yang dilakukan nelayan kebanyakan pada malam hari,
tingginya waktu operasian alat pada malam hari di pengaruhi oleh
beberapa factor diantaranya pada malam hari karena cuaca pada malam
lebih bagus sehingga produksi tinggi. Waktu yang digunakan untuk sekali
operasi alat tidak sama, hal ini sangat ditentukan oleh jenis alat dan cara
pengoperasiannya. Alat yang bersifat passive waktu operasinya lama
kerena bersifat menunggu ikan sedangkan alat aktif waktu operasinya
lebih pendek dan sering dilakukan, demikian juga waktu tempuh yang
digunakan nelayan untuk sampai ke lokasi operasi/fishing ground tidak
sama, hal ini sangat ditentukan oleh jarak dan lokasi pengoperasian alat.
Pada umumnya waktu operasional alat yang terlama adalah trowl dan
pukat teri. Sedangkan yang lebih sedikit adalah pancing dan jala ikan.
Lama tidaknya waktu operasi alat sangat ditentukan oleh jenis alat dan
alat Bantu yang digunakan. Pendeknya waktu pengoperasian jala kerena
memang pemakaiannya di lempar kemudian diangkat, sedangkan untuk
pancing jika lama di biarkan di dalam air diperkirakan umpannya akan
habis. Sedangkan pengoperasian alat pukat teri dan trwal semakin lama
Bardasarkan hari operasi alat tangkap yang di operasikan di
kabupaten Langkat tidak sama, hari operasinya sangat ditentukan oleh
alat tangkap. Alat tangkap passive biasanya dioperasikan setiap saat,
namun alat aktif sangat dipengaruhi oleh musim.
Walau jam operasi alat kurang dari 10 jam per hari namun alat ini
tidak dapat dioperasikan setiap hari, hal ini dipengaruhi oleh musim dan
waktu penagkapan, selain itu waktu yang dimiliki nelayan untuk melaut.
Dimana hasil penangkapan yang diperoleh nelayan di setiap kecamatan
sangat ditentukan oleh beberapa factor seperti jenis alat yang digunakan,
jumlah alat dan frekwensi pengoperasian alat tersebut. Semakin banyak
alat dan frekwensi operasi semakin tinggi produksi. Oleh karena itu
apabila terdapat perbedaan jenis dan jumlah alat penangkapan serta
factor lain, di suatu areal maka akan mempengaruhi produksi ikan di suatu
daerah tersebut
4.4. Sosial Ekonomi Perikanan
Modal usaha adalah biaya yang digunakan nelayan untuk
melakukan usaha baik biaya tetap maupun biaya tidak tetap. Dari hasil
pengamatan dan dari pengisian kuesioner maka data primer yang
dijadikan modal usaha adalah rata-rata dari tiap biaya. Biaya yang
dikeluarkan oleh nelayan antara lain ;
Modal Armada
Besar modal yang di keluarkan oleh nelayan untuk armada
semakin besar biaya pengadaan armada dimaksudArmada yang digunakan
oleh nelayan di buat di daerahnya sendiri, harga armada yang ada di
Kabuapten Langkat tidak sama kerena sangat ditentukan oleh beberapa
factor diantaranya; kesediaan bahan, harga bahan, hubungan
kekeluargaan, waktu pengerjaan.
Bentuk armada yang di buat di setiap tukang hampir sama,
namun waktu dan harga tidak sama. Harga sangat ditentukan oleh
ukuran, dari armada, semakin besar ukuran armada semakin tinggi harga
armada tersebut, atau waktu yang digunakan semakin pendek yang
diminta nelayan untuk mengerjakan armada semakin tinggi harga dari
armada.
Modal Alat Tangkap
Modal yang digunakan untuk membeli satu unit alat penangkapan
sangat ditentukan oleh jenis dan ukuran alat penangkapan. Alat tangkap
yang digunakan di Kabupaten Langkat umumnya sangat sederhana dan
bersifat tradisional dan umumnya sudah di modifikasi.
Modal untuk membeli alat sangat ditentukan oleh jenis alat, alat
yang di beli siap biasanya harganya lebih tinggi jika di buat sendiri. Alat
yang digunakan neleyan tradisional biasanya di buat sendiri oleh nelayan
pada saat tidak melaut. Harga alat yang dibuat nelayan biasanya lebih
rendah jika di beli siap.
Modal Operasi
Ada kebiasaan nelayan Kebupaten Langkat yang kurang
menguntungkan pada mereka, terutama pada buruh nelayan atau nelayan