• Tidak ada hasil yang ditemukan

Logika Induktif Sebab Akibat dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Logika Induktif Sebab Akibat dalam"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

LOGIKA INDUKTIF: SEBAB-AKIBAT

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu dan Logika

Disusun oleh:

Hilwa Rizqia Luthfiani 190110140022

Muhamad Rizal Saputra 190110140044

Devi Novilia Nurhayati 190110140046

Angela 190110140050

Nadya Integralia 190110140134

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN

(2)

A.

SEBAB-AKIBAT KONDISI MUTLAK DAN MEMADAI

Pengertian sebab-akibat, pertama-tama, terkandung makna bahwa yang satu (sebab) itu mendahului yang lain (akibat), setidaknya secara logika atau dalam jalan pikiran kita. Akan tetapi, tidak semua yang mendahului sesuatu yang lain merupakan sebab dari yang lain itu. Hubungan antara sebab-akibat merupakan suatu hal yang intrinsik, sehingga kalau yang satu (sebab) ada/tidak ada, maka yang lain (akibat) juga pasti ada/tidak ada.

Dalam hubungan sebab-akibat, terdapat dua kondisi, yaitu kondisi mutlak dan kondisi memadai. Yang disebut kondisi mutlak ialah sebab yang kalau tidak ada, akibatnya juga tidak ada. Ini berarti bahwa akibat X hanya ada kalau ada sebab Y: X hanya kalau Y. Adapun yang disebut kondisi memadai ialah sebab yang kalau ada, akibatnya tentu ada: Jika X maka Y.

Contoh:

“R.P. adalah seorang penderita prosopagnosia, yaitu agnosia visual dengan kesulitan spesifik dalam mengenali wajah-wajah, yang disebabkan oleh kerusakan pada daerah visual cortex sekunder yang memediasi rekognisi atribut tersebut.”

(Pinel, “Prosopagnosia,” dalam Biopsikologi: Edisi Ketujuh, 2009-‘195, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 2009.)

(3)

1. Kerusakan pada visual cortex sekunder adalah kondisi mutlak. Kalau seseorang menderita prosopagnosia (akibat Y), orang tersebut mengalami kerusakan pada visual cortex sekunder (sebab X). Jadi: Y  X.

2. Kerusakan pada visual cortex sekunder adalah kondisi memadai. Kalau seseorang mengalami kerusakan pada visual cortex sekunder (sebab X), maka ia tentu menderita prosopagnosia (akibat Y). Jadi: X  Y.

B.

METODE PERSAMAAN

Prinsip metode persamaan dirumuskan oleh Stuart Mill sebagai berikut:

“Apabila dua peristiwa atau lebih dari suatu gejala yang diteliti hanya mempunyai satu faktor yang sama, maka satu-satunya faktor yang sama untuk semua peristiwa itu ialah sebab (atau akibat) dari gejala tersebut.”

Contoh:

Ibu hamil A makan ikan, makan keripik pedas, minum susu ibu hamil, minum alkohol, dan anaknya menderita fetal alcohol spectrum disorder (FASD) setelah lahir.

Ibu hamil B makan rujak, makan sayuran, minum air kelapa, minum alkohol, dan anaknya menderita fetal alcohol spectrum disorder (FASD) setelah lahir.

Ibu hamil C makan pisang, minum soda, makan junk food, minum alkohol, dan anaknya menderita fetal alcohol spectrum disorder (FASD) setelah lahir.

(4)

*) Fetal alcohol spectrum disorder (FASD) adalah sejumlah abnormalitas dan masalah yang muncul pada anak dari ibu yang merupakan peminum alkohol berat selama masa kehamilan. Abnormalitas tersebut meliputi facial deformities atau cacat pada wajah dan cacat pada anggota tubuh dan jantung (Klingenberg & others, 2010). Kebanyakan anak yang menderita FASD bermasalah dalam proses belajar dan banyak yang tingkat intelegensinya berada di bawah rata-rata, sedangkan beberapa yang lain memiliki keterbelakangan mental (Caley & others, 2008).

C.

METODE PERBEDAAN

Prinsip metode perbedaan dirumuskan oleh Stuart Mill sebagai berikut:

“Jika sebuah peristiwa yang mengandung gejala yang diselidiki dan sebuah peristiwa lain tidak mengandungnya, semua faktor-faktornya sama kecuali satu, sedangkan yang satu itu terdapat pada peristiwa pertama, maka faktor satu-satunya yang menyebabkan kedua peristiwa itu berbeda adalah akibat atau sebab atau bagian yang tidak terpisahkan dari sebab gejala tersebut.”

Contoh:

Ibu hamil A makan rujak, makan sayuran, minum air kelapa, minum alkohol, dan anaknya menderita fetal alcohol spectrum disorder (FASD) setelah lahir.

Ibu hamil B makan rujak, makan sayuran, minum air kelapa, dan anaknya tidak menderita fetal alcohol spectrum disorder (FASD) setelah lahir.

Semua faktor dalam kedua peristiwa di atas sama kecuali ‘minum alkohol’. Maka ‘minum alkohol’ adalah sebab dari anaknya menderita fetal alcohol spectrum disorder (FASD) setelah lahir.

(5)

“Jika pada dua peristiwa atau lebih dengan sebuah gejala, hanya terdapat sebuah faktor yang sama; sedangkan pada dua peristiwa atau lebih yang tidak memiliki gejala tersebut tidak ada persamaan yang satu dengan yang lain, kecuali tidak ada faktor tersebut, maka faktor yang merupakan satu-satunya perbedaan diantara kedua kelompok peristiwa tersebut merupakan akibat atau sebab atau bagian tak

terpisahkan dari sebab gejala tersebut.”

Contoh:

Susunan peristiwa di sebelah kiri adalah menurut metode persamaan, yang di sebelah kanan menurut metode perbedaan. Karena dengan menggunakan kedua metode itu secara terpisah sudah dapat dicapai konklusinya, maka konklusi itu dapat dianggap lebih kuat apabila keduanya digunakan bersama-sama.

Maka ‘minum alkohol’ adalah sebab dari anaknya menderita fetal alcohol spectrum disorder (FASD) setelah lahir.

Ibu hamil A makan rujak, makan sayuran, minum air kelapa, minum alkohol, dan anaknya menderita fetal alcohol spectrum disorder (FASD) setelah lahir.

Ibu hamil C makan pisang, minum soda, makan junk food, minum alkohol, dan anaknya menderita fetal alcohol spectrum disorder (FASD) setelah lahir.

Ibu hamil A makan rujak, makan sayuran, minum air kelapa, minum alkohol, dan anaknya menderita fetal alcohol spectrum disorder (FASD) setelah lahir.

(6)

E.

METODE VARIASI

Metode variasi didasarkan atas adanya suatu faktor yang bervariasi dalam suatu peristiwa, dan adanya dalam peristiwa yang sama itu gejala yang juga bervariasi. Jika variasi dari faktor tersebut sejalan dengan variasi gejala, maka faktor tersebut adalah sebab dari gejala yang bersangkutan.

Contoh:

Ibu hamil A makan ikan, makan keripik pedas, minum susu ibu hamil, minum alkohol secara rutin pada usia kandungan hingga minggu ke-4, dan anaknya menderita fetal alcohol spectrum disorder (FASD) setelah lahir dengan ciri-ciri menderita kerusakan berupa luka di kelopak matanya.

Ibu hamil B makan rujak, makan sayuran, minum air kelapa, minum alkohol secara rutin pada usia kandungan hingga minggu ke-9, dan anaknya menderita fetal alcohol spectrum disorder (FASD) setelah lahir dengan ciri-ciri telinga luarnya tidak berbentuk/berbentuk tidak beraturan.

Ibu hamil C makan pisang, minum soda, makan junk food, minum alkohol secara rutin pada usia kandungan hingga minggu ke-20, dan anaknya menderita fetal alcohol spectrum disorder (FASD) setelah lahir dengan ciri-ciri menderita keterbelakangan mental.

Maka, minum alkohol secara rutin adalah sebab dari anak terlahir dengan fetal alcohol spectrum disorder (FASD) dengan abnormalitas secara fisik maupun mental.

F.

METODE RESIDU

Stuart Mill merumuskan prinsip metode residu sebagai berikut:

(7)

antesenden tertentu, dan residu (sisa) gejala itu ialah akibat dari sisa antesendennya.”

Contoh:

Ibu hamil A makan nasi goreng, ibu hamil B minum jus alpukat, ibu hamil C makan pasta, dan anak ketiga-tiganya tidak menderita fetal alcohol spectrum disorder (FASD) setelah lahir.

Ibu hamil D makan nasi goreng, minum jus alpukat, makan pasta, serta minum alkohol, anaknya menderita fetal alcohol spectrum disorder (FASD) setelah lahir.

Maka, minum alkohol adalah sebab dari anaknya menderita fetal alcohol spectrum disorder (FASD) setelah lahir.

Referensi:

Pinel, John P.J. (2009). Biopsikologi: Edisi Ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Santrock, John W. (2011). Child Development: Thirteenth Edition. New York: McGraw-Hill.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh antara perilaku manajer atas isu manajemen lingkungan terhadap kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan variabel intervening

[r]

Penelitian ini セオ。ョ@ untuk melakukan upaya pemberdayaan pendidikan pada pedagang asongan dengan cara mendekonstruksi mitos yang ada dalam diri informan bahwa

Dalam rangka percepatan penyediaan infrastruktur kepelabuhanan melalui peningkatan investasi di bidang kepelabuhanan guna mendorong pembangunan nasional, perlu dilakukan

Peningkatan kemampuan kelancaran prosedural matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs) lebih tinggi daripada

Guna memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Mencapai Gelar S-1 Program Studi Akuntansi. PADANG

Dengan administrasi / pengelolaan kelas yang baik dan menarik dapat mendorong siswa untuk belajar dengan baik, yang memungkinkan tercapainya hasil yang baik pula, dan pada gilirannya