• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN ILMU SOSIAL PROFETIK DALAM MENGHAD (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN ILMU SOSIAL PROFETIK DALAM MENGHAD (1)"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN ILMU SOSIAL PROFETIK DALAM MENGHADAPI

PERANG PEMIKIRAN (GHAZWUL FIKRI)

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Teori Sosial Indonesia

Dosen Pengampu: Dr. Nasiwan, M.Si

Disusun oleh:

Awwaliyatun Ni’mah (16416244009)

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan ridho dan kesehatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Peran Ilmu Sosial Profetik dalam Menghadapi Perang Pemikiran (Ghazwul Fikri)” yang dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Sosial Indonesia.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, baik yang penulis sadari maupun kesalahan yang tidak penulis sadari. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik untuk makalah ini, agar di waktu yang akan datang penulis dapat menyusun makalah yang lebih baik lagi. Selain itu, penulis juga berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam pembuatan makalah ini. Demikian yang dapat penulis sampaikan, atas perhatian dari pembaca penulis ucapkan terimakasih.

Yogyakarta, 9 Januari 2018

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penulisan ... 2

BAB II ... 3

PEMBAHASAN ... 3

A. Hakikat Perang Pemikiran... 3

B. Metode dalam Perang Pemikiran ... 8

C. Sarana yang Digunakan dalam Perang Pemikiran ... 10

D. Tujuan dari Perang Pemikiran ... 13

E. Pengaruh Perang Pemikiran dalam Berbagai Aspek ... 16

F. Peran Ilmu Sosial Profetik dalam Menyikapi Perang Pemikiran ... 18

BAB III ... 28

PENUTUP ... 28

A. Simpulan ... 28

B. Saran ... 28

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tantangan terberat umat Islam pada era globalisasi bukan berasal dari bidang sosial, politik, ekonomi maupun budaya melainkan perang pemikiran.

Era globalisasi sangat mudah dimanfaatkan oleh orang-orang kafir untuk menyerang umat Islam. Serangan yang dilakukan oleh orang kafir bukan lagi serangan fisik seperti perang, tetapi melalui isu-isu yang tidak benar sehingga umat muslim akan mudah terpecah. Semakin berkembangnya isu-isu tentang agama Islam akan mempermudah orang kafir untuk melakukan tipu daya yang dapat berupa adu domba pada kelompok tertentu sehingga akan mencelakakan umat Islam.

Perang pemikiran dalam agama Islam memang sengaja diciptakan oleh orang kafir. Perang pemikiran dilaksanakan dengan terstruktur dan sistematis oleh musuh umat muslim. Perang pemikiran sengaja dilakukan dengan cuci otak (brain washing) dan pendangkalan pemikiran sehingga umat muslim akan tuduk dengan perintah mereka. Selain itu, perang pemikiran yang diciptakan oleh orang-orang kafir dapat mengakibatkan kerancuan dalam berpikir.

Perang pemikiran tidak semata-mata salah dari orang-orang kafir tetapi bisa juga karena salah umat muslim yang tidak menyadari adanya hasutan-hasutan tersebut. Di era perang pemikiran perlu ada kesadaran dari umat Islam untuk lebih cermat dalam menghadapi isu-isu yang berkembang. Dalam menghadapi perang pemikiran perlu adanya gagasan baru untuk memperoleh solusi alternatif dalam menyikapinya.

Dalam perkembangan Teori Sosial Keindonesiaan muncul gagasan

(5)

dapat dijadikan sebagai solusi alternatif dalam menghadapi era perang pemikiran terutama di kalangan kaum muslim.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hakikat perang pemikiran?

2. Bagaimana pengaruh perang pemikiran bagi kehidupan umat muslim? 3. Bagaimana peran ilmu sosial profetik untuk menghadapi era perang

pemikiran?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui hakikat perang pemikiran.

2. Mengetahui pengaruh perang pemikiran bagi kehidupan umat muslim. 3. Mengetahui peran ilmu sosial profetik untuk menghadapi era perang

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Perang Pemikiran

Pengaruh globalisasi pada semua aspek kehidupan yang mengakibatkan segala macam informasi yang baik maupun buruk dapat diakses oleh siapapun. Selain itu, semua orang bisa menyebarkan isu-isu yang dapat memecahkan umat beragama. Adanya perang pemikiran atau ghazwul fikri

merupakan dampak dari arus globalisasi yang berkembang sangat pesat. Perang pemikiran sejatinya sudah terjadi sejak terjadinya Perang Salib. Pada dasarnya kaum pembenci Islam tidak ingin agama Islam dampai menyebar luas. Kejayaan peradaban Islam mulai menyebar luas diwilayah Persia, Syiria, Palestina, Mesir hingga dataran Eropa membuat kaum pembenci Islam mulai membendung laju kebenaran agama Islam. Maka terjadilah peperangan yang dikenal dengan Perang Salib. Selama Perang Salib berlangsung tak sekalipun umat muslim terkalahkan. Selain itu, terjadinya Perang Salib telah menyadarkan bangsa Barat bahwa umat muslim tidak bisa dikalahkan dengan kekuatan militer. Sebernarnya semangat untuk perang dari umat Islam adalah prinsip jihad dijalan Allah.

Perang Salib telah membangkitkan semangat kesadaran bangsa Barat akan warisan budaya Yunani dan Romawi sehingga melahirkan untuk memperbudak bangsa lain. Oleh karena itu, dalam menghancurkan umat Islam perlu ada strategi baru yaitu meruntuhkan konsep-konsep dasar agama Islam yang tertanam kuat dalam jiwa umat muslim.

Pengaruh globalisasi dan westernisasi merupakan salah satu faktor dalam mendukung tercapainya perang pemikiran di era modern seperti saat

(7)

orientalis dan kolonialis yang membentuk gerakan untuk menyerang umat muslim.

1. Missionaris

Missionaris dilakukan oleh bangsa Barat ketika masuk ke negara-negara Islam. Dalam melakukan penyerangan terhadap umat muslim, bangsa Barat membawa misi agama, politik, ekonomi dan kebudayaan. Namun, tidak banyak yang melihat bahwa bangsa Barat telah membawa separangkat doktrin pemikiran yang berdasarkan pandangan hidup

mereka (Zarkasyi, 2009:14). Jika melihat fakta sejarah bahwa gerakan kolonialisme selalu disertai dengan semangat missionaris seperti misi menyebarkan agama, mencari kekayaan dan mencari kekuasaan. Ketiga prinsip tersebut dilakukan untuk mempengaruhi pola pemikiran umat muslim. Proyek missionaris yang paling terlihat adalah penghancuran pemikiran umat Islam.

Misi utama dari tokoh pendukung missionaris adalah bukan menghancurkan umat muslim, tetapi mengeluarkan orang muslim dari agamanya agar menjadi orang muslim yang tidak memiliki akhlak seperti pernyataan Samual Zwemmer yang dikutip oleh Ali Gharisah yang menyatakan bahwa:

Misi utama kita sebagai orang Kristen bukan menghancurkan kaum Muslimin, namun mengeluarkan seorang Muslim dari Islam, agar jadi orang Muslim yang tidak berakhlak. Dengan begitu akan membuka pintu bagi kemenangan imperialis di negeri-negeri Islam. Tujuan kalian adalah mempersiapkan generasi baru yang jauh dari Islam. Generasi Muslim yang sesuai dengan kehendak kaum penjajah, generasi yang malas, dan hanya mengejar kepuasan hawa nafsunya (Gharisah, 1989:41).

(8)

sebagai strategi dalam perang pemikiran masih berkembang untuk menghancurkan umat muslim (Gharisah, 1989:41).

2. Orientalisme

Akar gerakan orientalisme dapat ditelusuri dari kegiatan mengkoleksi dan menerjemahkan teks-teks dalam khazanah intelektual Islam dari bahasa Arab ke bahasa Latin sejak Abad Pertengahan di Eropa. Kegiatan ini umumnya dipelopori oleh para teolog Kristen. Penggalian informasi mengenai orang Timur (orient) termasuk

didalamnya tentang agama Islam telah dilakukan oleh orang Barat dalam beberapa abad. Ada dua faktor yang melatarbelakangi pencarian informasi mengenai orang Timur dan agama Islam antara lain:

a) Adanya motif keagamaan. Orang-orang Barat memandang agama Islam sebagai agama yang sejak awal menentang doktrin-doktrin Kristen (Zarkasyi, 2009:16).

b) Adanya motif politik. Orang-orang Barat memandang agama Islam sebagai peradaban yang sangat berkembang dengan pesat sehingga mampu menguasai peradaban dunia.

Barat sadar benar bahwa Islam bukan hanya sekadar istana-istana megah, bala tentara yang gagah berani atau bangunan-bangunan monumental, tapi peradaban yang memiliki khazanah dan tradisi ilmu pengetahuan yang tinggi (Zarkasyi, 2009:16).

(9)

Oleh karena itu, orang-orang Barat berusaha merebut khazanah-khazanah untuk memajukan umatnya dan sekaligus untuk menaklukkan kaum muslim. Orientalisme merupakan suatu kajian ilmiah mengenai dunia Islam yang berdasarkan pada pengalaman orang-orang Barat yang berasal dari motivasi dan semangat missionaris. Namun, motivasi dan semangat tersebut ditutupi oleh intelektualisme dan dedikasi akademik (Zarkasyi, 2009:17). Selain itu, orientalisme yaitu ilmu yang mempelajari tentang ketimuran (Nasiwan & Wahyuni, 2016:12). Bangsa Barat dalam

pandangan orientalisme menganggap bahwa bangsa Timur dianggap mundur dari peradaban dunia Barat. Tidak heran jika orientalis dianggap memiliki disiplin dan sikap ilmiah yang khas.

Anggapan orientalis di masa kini ialah memiliki objektif dan ilmiah hanya benar dipermukaannya. Kajian akademis dan ilmiah terhadapnya membuktikan sebaliknya. Cara pandang mereka terhadap nabi, Al-Qur’an dan Islam sebagai agama masih tidak bisa lepas bebas dari pengaruh pendahulunya. Dan orientalis terdahulu itu diwarnai oleh pengalaman manusia Barat.

Orientalisme telah menjadi suatu tradisi pengkajian yang penting di dunia Barat, maka ia berkembang dan melembaga menjadi program formal di perguruan tinggi, dalam bentuk departemen atau jurusan dari universitas-universitas di Barat (Zarkasyi, 2009:20).

Dalam pengkajian Orientalis terdapat tiga poin yang dapat dipetik meliputi:

a) Bahwa orientalisme itu lebih merupakan gambaran tentang pengalaman manusia Baratnketimbang tentang manusia Timur (orient).

b) Bahwa orientalisme itu telah menghasilkan gambaran yang salah tentang kebudayaan Arab dan Islam.

c) Bahwa meskipun kajian orientalis nampak objektif dan tanpa kepentingan, tetapi berfungsi untuk tujuan politik.

(10)

Kolonialisme tidak serta merta berarti penjajahan fisik yang dilakukan oleh bangsa Barat, tetapi pada era globalisasi kolonialisme merupakan sistem memonopoli perdagangan, penguasaan dalam sistem ekonomi politik dan liberasi perdagangan. Kolonialis memiliki kepentingan dalam menyebarkan budaya dan pemikiran Barat, sehingga akan mewujudkan pemikiran Islam yang sejalan dengan pemikiran dan dan kepercayaan Barat. Dengan demikian, tujuan utama dari kolonialis yaitu ekonomi dan politik di negara-negara Islam dapat berjalan dengan

mulus.

Perang pemikiran berasal dari kata ghazwul dan al-fikr. Ghazwul berarti peperangan, sedangkan al-fikr berarti pemikiran. Perang pemikiran merupakan upaya yang dilakukan oleh kaum yang membenci Islam untuk meracuni pikiran kaum muslim agar menjauhi agamanya sehingga umat muslim mulai membenci Islam. Ada beberapa kelompok manusia yang telah lama mengibarkan bendera perang pada umat muslim antara lain:

1. Orang-orang Yahudi dan Nasrani

Orang-orang Yahudi dan Nasrani termasuk dalam kelompok pembenci Islam dan telah dijelaskan didalam Al-Qur’an “Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka…” (QS. Al-Baqarah:120).

2. Orang-orang musyrik

Orang-orang musyrik merupakan orang-orang yang menyetukukan Allah SWT. Orang-orang musyrik merupakan musuh tersebesar umat muslim, dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa “Pasti akan kamu dapati orang yang

paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yan beriman, ialah orang-orang Yahudi dan orang musyrik…” (QS. Al-Maidah:82).

3. Orang-orang munafik

(11)

berbuat makruf. Dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa “Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan yang lain adalah (sama), mereka menyuruh (berbuat) yang mungkar dan mencegah (perbuatan) yang makruf dan mereka menggenggamkan tangannya (kikir). Mereka telah melupakan kepada Allah, maka Allah Melupakan mereka (pula). Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik”

(QS. At-Taubah:67).

Antara golongan orang Yahudi dan Nasrani, orang musyrik serta orang

munafik ada suatu kerjasama untuk memusnahkan umat muslim. Mereka selalu berupaya untuk menciptakan strategi-strategi baru dalam menghadapi umat muslim.

B. Metode dalam Perang Pemikiran

Ghazwul fikri merupakan bagian yang tak terpisahkan dari uslub qital

(metode perang) yang bertujuan untuk menjauhkan umat Islam dari agamanya (Ridha, 1993:4). Perang pemikiran memang telah dipertimbangkan oleh kaum pembenci Islam sebab perang fisik memiliki bebarapa kekurangan, sedangkan perang pemikiran atau ghazwul fikri memiliki kelebihan antara lain:

Aspek Perang Fisik Perang Pemikiran

Biaya

(12)

Media yang digunakan Senjata-senjata Slogan, teori-teori maupun iklan

Perbandingan antara perang fisik dengan perang pemikiran tersebut telah menunjukan bahwa perang pemikiran atau ghazwul fikri memiliki keefektivan dari pada perang fisik. Perang fisik yang dilakukan oleh kaum

kuffar dan munafiqin cenderung membutuhkan tenaga yang ekstra untuk menghadapi kaum muslim. Oleh karena itu, orang-orang yang membenci umat Islam mulai mengembangkan strategi baru untuk memecahkan umat muslim. Perang pemikiran inilah yang dirasa mampu untuk memecahkan kaum muslim karena hanya dengan slogan, teori-teori maupun iklan dapat dengan mudah menghasut umat muslim agar mulai menjahui agama Islam.

Dalam mempermudah menyebarkan kebencian pada umat muslim,

ghazwul fikri memiliki beberapa metode yang digunakan antara lain:

1. Tasykik, yakni gerakan yang berupaya menciptakan keraguan dan

pendangkalan kaum Muslimin terhadap agamanya (Romli, 2000:17). Kaum kuffar dan munafiqin dalam menciptakan keraguan dan pendangkalan umat muslim dengan menciptakan tuduhan-tuduhan

terhadap pedoman umat muslim yaitu Al-Qur’an dan hadist. Kaum pembenci Islam akan menyampaikan kebohongan-kebohongan tentang Al-Qur’an bahwa Al-Qur’an adalah hasil ciptaan Nabi Muhammad SAW dengan bersumber pada kitab-kitab sebelumnya yaitu Taurat, Zabur dan Injil. Selain itu, kaum pembenci Islam mengkritisi isi dari Al-Qur’an bahwa ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an tidak rasional. Tasykik

juga dapat disebut dengan gerakan yang melecehkan agama Islam seperti ajaran Syiah.

2. Tasywih, gerakan yang berupaya menghilangkan kebanggaan kaum

Muslimin terhadap agamanya (Romli, 2000:17). Tasywih dilakukan dengan cara memberikan gambaran buruk terhadap agama Islam sehingga umat muslim akan memiliki rasa rendah diri. Bahkan dengan

(13)

apa saja yang ada pada dirinya dan ia akan membanggakan miliki orang lain yang dapat berupa kebudayaannya, gaya hidup, agama maupun ideologi.

3. Tadzwib, yakni pelarutan budaya dan pemikiran (Romli, 2000:17). Kelompok pembenci Islam akan terus berupaya menciptakan budaya dan pemikiran menjadi tidak memiliki batasan-batasan. Metode tadzwib

bertujuan agar kaum muslim tidak tahu seperti apa pemikiran dan budaya Islam dan mana yang bukan dari budaya dan pemikiran Islam. Adanya

tadzwib akan menyulitkan umat muslim untuk memisahkan antara pemikiran dan budaya Islam dengan pemikiran dan budaya kufur. Dampak tadzwih akan mengakibatkan menyatunya pemikiran dan budaya Islam dengan pemikiran dan budaya yang kufur. Selain itu, akibat adanya proses penyatuan antara pemikiran dan budaya Islam denga pemikiran dan budaya kufur maka dapat menghilangkan pemikiran dan budaya Islam di kalangan kaum muslim.

4. Taghrib, yakni pembaratan dunia Islam, mendorong umat Islam agar menerima pemikiran dan budaya Barat (Romli, 2000:17). Kelompok pembenci Islam akan terus berupaya untuk menjerumuskan kaum muslim salah satunya dengan mengosongkan nilai-nilai Islam dari jiwa kaum muslim dan mengisinya dengan nilai-nilai yang ada diajaran mereka sehingga kaum muslim akan berperilaku menyimpang dari nilai dan norma ajaran Islam.

Dari ke-empat metode yang digunakan dalam perang pemikiran telah banyak mempengaruhi sikap dan perilaku umat muslim dalam menjalankan kehidupannya. Tidak sedikit dari umat muslim yang sudah terpengaruh dengan metode-metode yang digunakan dalam perang pemikiran. Bahkan

bagi mereka yang sudah terpengaruh justru bangga dengan kesesatannya.

C. Sarana yang Digunakan dalam Perang Pemikiran

(14)

Golongan-golongan pembenci Islam menciptakan berbagai sarana yang digunakan untuk menyebarkan paham-paham yang bertentangan dengan agama Islam. Bahkan kaum pembenci Islam menciptakan sarana yang digunakan tidak disadari oleh umat muslim. Akibat dari globalisasi, sarana perang pemikiran dikemas sedemikian rupa oleh golongan pembenci Islam dengan cara memasukkannya dalam kehidupan sehari-sehari sehingga seluruh umat muslim secara tidak sengaja umat muslim selalu bertemu dengan media yang digunakan dalam perang pemikiran. Adapun sarana yang digunakan

dalam perang pemikiran atau ghazwul fikri sebagai berikut: 1. Pers dan media informasi

Dalam perkembangan globalisasi yang sangat pesat pers dan media informasi menjadi sarana yang paling efektif dalam menebarkan kebencian yang dilakukan oleh golongan pembenci Islam. Pers dan media informasi yang berisi opini-opini dari berbagai kalangan dan tanpa tahu kebenaran yang tekandung dalam informasi tersebut membuat kaum pembenci Islam mulai menggiatkan untuk mulai meracuni pikiran umat Islam dalam menyikapi berbagai peristiwa yang terjadi. Informasi yang disampaikan akan membangun main set masyarakat, apabila informasi yang disampaikan memang benar adanya maka akan memberikan informasi yang sesuai fakta serta relevan. Akan tetapi, jika informasi yang disampaikan sudah dicampurkan dengan kepetingan dari golongan tertentu maka akan ada manipulasi berita yang akan menguntungkan suatu golongan.

2. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu sektor yang memiliki peran dalam mencetak ilmuwan-ilmuwan baru. Untuk meningkatkan kualitas

(15)

semakin lama akan terjadi penyimpangan tentang ajaran Islam melalui kurikulum yang diterapkan. Pengiriman mahasiswa sebagai calon ilmuwan ke negara-negara Barat sesungguhnya dapat menyebabkan pembangunan di negara mereka menjadi terhambat dan negara-negara Barat akan semakin cepat berkembang. Bahkan secara sadar atau tidak mereka ikut andil dalam membantu melanggengkan kepentingan Barat di negara Islam.

3. Hiburan dan Gaya Hidup (Live Style)

Hiburan dan gaya hidup merupakan salah satu media yang paling mudah digunakan dalam perang pemikiran atau ghazwul fikri. Hiburan dan gaya hidup dapat dengan mudah mempengaruhi pola pikir masyarakat. Kaum pembenci Islam dapat menyisipkan pemikiran-pemikirannya melalui teknologi-teknologi yang berkembang seperti

smartphone, internet dan televisi. Mereka tidak perlu susah-susah untuk mempengaruhi umat muslim, hanya perlu memanfaatkan teknologi yang canggih seperti alat-alat komuikasi. Dengan memanfaatkan alat-alat komunikasi kaum pembenci Islam dapat menyisipkan iklan-iklan ataupun pesan yang dapat mengubah pola pikir umat muslim.

Kaum pembenci Islam sampai saat ini masih giat untuk menyerang umat Islam bahkan strategi mereka mungkin tidak dirasakan secara langsung oleh umat muslim. Banyak orang-orang pembenci Islam memberikan bahkan memfasilitasi gaya hidup yang mencerminkan gaya mereka. Kaum pembenci Islam terus menerus membangun café, bioskop bahkan sampai klub-klub hiburan malam. Bahkan didalamnya telah disisipkan beberapa aktivitas yang bertentangan dengan ajaran Islam seperti perjudian dan prostitusi. Pendirian tempat-tempat hiburan sebagai

(16)

4. Yayasan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Upaya untuk menjerumuskan umat muslim dilakukan dengan berbagai cara. Bahkan yayasan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dapat digunakan untuk menyimpangkan akidah umat muslim. Program-program yang direncanakan didalam yayasan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dikemas sedemikian rupa sehingga tidak ada kecurigaan dari anggotanya. Program kerja seperti bantuan sosial maupun kepeduliaan kemanusiaan dijadikan sebagai ajang bertukar harta

oleh kaum pembenci Islam.

D. Tujuan dari Perang Pemikiran

Adanya perang pemikiran atau ghazwul fikri tentu memiliki pengaruh bagi kehidupan umat muslim. Perang pemikiran atau ghazwul fikri berusaha untuk menjauhkan umat Islam dengan agamanya sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa perang pemikiran akan mengakibatkan “Dan mereka hampir

memalingkan engkau (Muhammad) dari apa yang telah Kami Wahyukan kepadamu, agar engkau mengada-ada yang lain terhadap Kami; dan jika

demikian tentu mereka menjadikan engkau sahabat yang setia” (QS. Al-Isra’:73).

Selain itu, kaum pembenci Islam menginginkan agar generasi umat muslim meninggalkan ajaran Islam dan hanya hidup mengikuti hawa nafsu. Nilai-nilai ajaran Islam adalah sumber kekuatan untuk melawan musuh-musuhnya sehingga kaum pembenci Islam berusaha untuk menghancurkannya. Sebagaiman dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa “Kemudian datanglah setelah mereka, pengganti yang mengabaikan sholat

dan mengikuti keinginannya, maka mereka kelak akan sesat” (QS.

Maryam:59). Sebab kaum pembenci Islam tidak ingin ada kemajuan dalam perkembangan agama Islam.

(17)

solidaritas umat Islam. Moral yang dimiliki umat Islam dapat melahirkan sikap kebersamaan, tanggungjawab dan rasa kepedulian terhadap saudara bahkan sesama umat muslim. Maka, musuh-musuh umat muslim terus berusaha untuk merusak moral umat muslim dengan cara apapun.

Keraguan-keraguan yang diciptakan oleh kaum pembenci Islam terhadap ajaran Islam maka akan berdampak pada penolakan umat Islam tentang ajaran agamanya sendiri. Selain itu, strategi yang digunakan dalam perang pemikiran akan mengakibatkan umat muslim menjadi ragu akan

kebenaran Allah yang terkandung didalam Al-Qur’an. Penolakan umat Islam dalam mengimani Al-Qur’an dan mengamalkan ajaran Islam tentu akan menjadikan pemikiran kaum pembenci Islam menjadi mudah diterima oleh umat muslim sehingga akan menjadikannya sebagai pedoman untuk mengatur hidupnya. Dalam Al-Qur’an dijelaskan mengenai kewaspadaan terhadap perang pemikiran bahwa “dan hendaklah engkau memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang Diturunkan Allah, dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka, jangan sampai mereka memberdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah Diturunkan Allah kepadamu…” (QS. Al-Maidah:49).

Perang pemikiran atau ghazwul fikri akan mengakibatkan umat muslim memiliki jiwa rendah diri dan minder. Umat muslim akan kehilangan kebanggaanya terhadap agama Islam dan akan membanggakan apa yang dimiliki orang lain terutama golongan-golongan pembenci Islam. Maka berbahagialah kaum pembenci Islam jika umat muslim tidak memiliki kebanggan terhadap agamanya sendiri. Kebanggaan terhadap agama Islam yang hilang akibat perang pemikiran dapat terjadi karena umat muslim terperangkam dalam jebakan golongan-golongan pembenci Islam. Kaum

(18)

isu-isu yang dapat menggoyahkan hati dan pola pikir umat muslim. Kerendahdirian umat muslim pada agamanya yang diciptakan oleh kaum pembenci Islam agar umat muslim tidak mengagung-agungkan agamanya tetapi akan bangga terhadap kemilikan orang lain.

Selain itu, perang pemikiran atau ghazwul fikri akan mengakibatkan lunturnya kepribadian islami dari generasi muda. Penyebaran kultur dan pemikiran dari golongan-golongan pembenci Islam akan sangat mudah mempengaruhi generasi muda. Pola pikir generasi mudah yang terfokus untuk

mencari jati diri mereka menjadi sasaran kaum pembenci Islam untuk menyebarkan kultur dan pemikirannya. Bahkan secara tidak sadar generasi muda pada era modern ini sudah ikut-ikutan menerapkan kultur dan pemikiran Barat dalam hal pola pikir, gaya hidup dan tingkah laku.

Perang pemikiran bertujuan untuk menimbulkan perpecahan antara umat muslim. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa “yaitu

orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada

pada golongan mereka” (QS. Ar-Rum:32). Pada era modern saat ini banyak

berdiri organisai-organisasi maupun partai politik yang bertumpu pada agama. Namun, peningkatan berdirinya organisasi maupun partai politik akan menimbulkan perpecahan antarumat muslim. Pendirian organisai maupun partai politik hanya berdasarkan pada pemahaman mereka tentang agama sehingga akan ada beberapa golongan dalam umat Islam. Akibatnya akan menimbulkan perpecahan yang timbul dari perbedaan prinsip dalam pendirian organisasi maupun partai politik. Selain itu, akan timbul persaingan yang akan menghambat perkembangan organisasi maupun partai politik tersebut.

(19)

tidak mengganggapnya sebagai saudara jika tidak termasuk dalam golongannya.

Pengaruh terbesar dari perang pemikiran atau ghazwul fikri adalah ingin memurtadkan umat muslim. Dalam upaya memurtadkan umat muslim, kaum pembenci Islam melakukan dengan terang-terangan, tetapi banyak umat muslim yang tidak mengetahuinya. Strategi yang mereka lakukan adalah dengan memberikan bantuan-bantuan seperti bantuan makanan dan bantuan dana sekolah. Bantuan-bantuan yang diberikan akan membuat umat muslim

tergantung pada bantuan tersebut. Selain itu, adanya bantuan yang diberikan pada umat muslim yang kurang mampu dalam ekonominya tentu bisa menggoyahkan iman mereka. Kaum pembenci Islam akan terus berupaya menjauhkan umat muslim dengan agamanya dengan cara apapun seperti yang digambarkan dalam Al-Qur’an bahwa “…Mereka tidak akan berhenti

memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu…” (QS. Al-Baqarah:217)

E. Pengaruh Perang Pemikiran dalam Berbagai Aspek

1. Pendidikan

Pendidikan merupakan aspek terpenting dalam memajukan suatu negara. Pendidikan menjadi target utama dalam serangan perang pemikiran atau ghazwul fikri. Didalam bidang pendidikan mata pelajaran terkait dengan keagamaan terutama agama Islam hanya ada satu kali pertemuan dalam setiap minggunya dan durasi mata pelajaran agama terbatas hanya dua jam mata pelajaran disekolah-sekolah umum.

Dengan terbatasnya pertemuan dengan mata pelajaran agama akan berdampak pada fondasi keagamaan yang dimiliki siswa. Bagi

(20)

pergaulan bebas, tawuran antarpelajar bahkan sampai penyalahgunaan narkoba. Bidang pendidikan memang menjadi target utama dalam serangan ghazwul fikri karena umat muslim tidak sadar akan hal tersebut. 2. Sejarah

Sejarah merupakan ilmu yang mempelajari tentang peristiwa di masa lalu yang tidak dapat terulang kembali. Sejarah dunia dan ilmu pengetahuan selalu mengaitkan dengan kejadian dalam dunia Barat dan kajian tentang sejarah-sejarah dalam Islam jarang digunakan dalam ilmu

pengetahuan terutama pada bidang sejarah sehingga pemaparan tentang dunia Islam jarang ditemui.

Dalam sejarah sering sekali ditemui tokoh-tokoh Barat sehingga membuat umat muslim tidak percaya diri dalam membahas sejarah Islam dan tokoh-tokohnya. Tidak jarang jika tokoh-tokoh yang dimengerti oleh peserta didik adalah tokoh-tokoh Barat.

3. Ekonomi

Prinsip dasar ekonomi adalah mencari untung sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Ajaran prinsip ekonomi tersebut adalah berasumsi pada kapitalisme sehingga dalam berjualan para pedagang tidak memikirkan bahwa hasilnya haram ataukah haram. Kapitalisme mengajarkan monopoli, riba dan memperkaya para konglomerat.

Pada bidang ekonomi penyerangan umat muslim dengan cara mendirikan bank. Bank tersebut pada akhirnya memberikan bunga tanpa bagi hasil yang dalam Islam dapat disebut dengan riba. Dengan tipu daya mereka banyak dari kaum muslim yang tidak menyadari bahwa hal tersebut adalah bagian dari perang pemikiran atau ghazwul fikri.

4. Bahasa

(21)

penting karena penggunaan bahasa seharai-hari adalah bahasa Indonesia ataupun bahasa daerah.

Namun, hal ini sebenarnya memiliki dampak yang buruk bagi dalam kehidupan umat muslim. Banyak dari umat muslim yang kurang memahami kandungan dari ayat-ayat Al-Qur’an karena mereka tidak diajarakan bahasa Arab. Selain itu, Al-Qur’an hanya sekadar menjadi bancaan tanpa mengandung sebuah arti seperti dijelaskan dalam QS. Al-Furqan ayat 30 bahwa “Dan Rosul (Muhammad) berkata, Ya Tuhan-ku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur‟an ini diabaikan”. 5. Pertahanan dan Keamanan

Pada saat ini kaum pembenci Islam tidak henti-hentinya menyebarkan isu tentang terorisme yang berkedok pada jihad. Sasaran isu tentang terorisme adalah untuk melemahkan kekuatan Islam. Umat Islam berupaya menanamkan prinsip berjihad melawan kezaliman kaum pembenci Islam, tetapi sering disalah artikan dalam aksi terorisme. Menyerukan aksi terorisme sejatinya adalah salah satu strategi dalam perang pemikiran atau ghazwul fikri dengan serbuan pemikiran agar dapat mengubah sikap dan pola pikir umat muslim sehingga seperti yang dikehendaki kaum pembenci Islam. Selain itu, kampanye tentang aksi terorisme bertujuan untuk menempatkan agama Islam dan umatnya agar dipandang sebagai ancaman yang sangat menakutkan.

F. Peran Ilmu Sosial Profetik dalam Menyikapi Perang Pemikiran

Dalam perkembangan Teori Sosial Keindonesiaan muncullah gagasan baru mengenai Ilmu Sosial Profetik yang dikenalkan oleh Kuntowijoyo. Ilmu Sosial Profetik yaitu ilmu yang tidak hanya menjelaskan dan mengubah

(22)

Kuntowijoyo tentang perkembangan agama Islam Indonesia telah melahirkan gagasan baru dalam bidang Ilmu Sosial. Masyarakat Indonesia sebagian besar menganut agama Islam, tetapi pada kenyataannya pola pikir masyarakat yang terbelenggu oleh mitos-mitos yang berkembang dimasyarakat (Nasiwan & Wahyuni, 2016:112). Pola pikir masyarakat yang masih berorientasi pada mitos-mitos tersebut mempunyai pengaruh pada tidak berkembangnya agama Islam di Indonesia.

Selain itu, adanya tantangan masa depan yang cenderung mereduksi

agama dan menekankan sekulerisasi sebagai keharusan sejarah (Nasiwan & Wahyuni, 2016:113). Bukannya hanya kedua hal tersebut tantangan agama Islam di masa depan ialah adanya perang pemikiran atau ghazwul fikri yang dilakukan oleh golongan-golongan pembenci umat muslim. Perang pemikiran atau ghazwul fikri memiliki pengaruh yang dapat menyesatkan umat muslim sehingga diperlukan gagasan baru yang dapat memberikan nilai-nilai Islam.

Nilai-nilai yang terkandung dalam Ilmu Sosial Profetik dapat dijadikan sebagai solusi alternatif dalam menghadapi era perang pemikiran atau

ghazwul fikri. Humanisasi (ta‟muruna bil ma‟ruf), liberasi (tanhauna anil munkar) dan transendensi (tu‟minuna billah) adalah tujuan manusia hidup dimuka bumi sesuai dengan garis etika profetik (Nasiwan & Wahyuni, 2016:105). Nilai-nilai yang terkandung dalam Ilmu Sosial Profetik untuk menciptakan masyarakat yang mewujudkan cita-cita sosio-etiknya di masa depan sudah terkadung didalam Al-Qur’an bahwa “Kamu (umat Islam)

adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan

beriman kepada Allah…” (QS. Ali-Imran:110).

Sementara itu, kepentingan besar umat Islam adalah bagaimana cara

(23)

Humanisasi sebagai bagian dalam gagasan Ilmu Sosial Profetik yang bertujuan untuk memanusiakan manusia sehingga manusia memiliki kebebasan dalam berpikir. Manusia sekarang mengalami proses dehumanisasi yang disebabkan oleh masyarakat industrial menjadikan manusia sebagai masyarakat yang abstrak tanpa wajah kemanusiaan (Nasiwan & Wahyuni, 2016:105). Dehumanisasi dapat terjadi karena perkembangan teknologi dan penggunaan teknologi. Humanisasi dalam mengatasi perang pemikiran atau

ghazwul fikri memiliki peran dalam mengolah logika umat muslim. Dalam menghadapi perang pemikiran atau ghazwul fikri sebagai umat muslim diperlukan kekritisan dalam menanggapi fenomena atau peristiwa yang terjadi sehingga tidak terhasut oleh golongan-golongan yang ingin menghancurkan Islam. “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan

(kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat:6).

Adanya humanisasi memberikan jalan keluar untuk menghadapi perang pemikiran salah satunya dapat dengan membentuk media massa alternatif yang memiliki visi misi dalam dakwah Islam yang kental sehingga dapat memberikan informasi dan opini yang jelas kepada masyarakat.

Selain itu, dalam menghadapi perang pemikiran diperlukan strategi-strategi dalam menghambar perkembangan perang pemikiran. Untuk itu, umat Islam dapat mendirikan sebuah instansi atau lembaga-lembaga yang dapat menghadapi perang pemikiran sehingga ada unit-unit yang mengamati perkembangan dari ghazwul fikri dan ada unit-unit yang dapat mencari jalan keluar dalam menghadapi serangan-serangan.

(24)

menyesatkan. Berjihad dijalan Allah tidak harus mengorbankan nyawanya karena bisa dilakukan dengan hal kecil seperti menularkan ilmu yang sudah didapatkan.

Dalam membentengi dari perang pemikiran atau ghazwul fikri dapat dengan setiap ajaran-ajaran dalam Islam, menjauhi larangan-Nya dan tetap beristiqomah. Sebetulnya tidak ada lagi alasan kesulitan mencari makna-makna yang terkandung didalam Al-Qur’an sebab teknologi saat ini sudah sangat canggih dalam mengakses terjemahan-terjemahan ayat-ayat Al-Qur’an

sehingga sebagai umat muslim dapat memahami dengan betul bagaimana cara mengamalkan ajaran-ajaran Islam.

Perang pemikiran dapat dipadamkan dengan menjauhkan pemikiran-pemikiran budaya Barat seperti sekularisme yang dapat memisahkan umat muslim dari agamanya. Maka dalam menjauhi paham-paham seperti sekularisme sebagai umat muslim perlu mengkaji kembali paham-paham tersebut sehingga akan mendapatkan suatu informasi yang dapat menyadarkan umat muslim tentang strategi perang pemikiran yang menyebarkan kultur dan pola pikir yang sesat.

Liberasi ialah untuk membebaskan bangsa dari kekejaman kemiskinan, keangkuhan teknologi dan perampasan kelimpahan (Kuntowijoyo, 1991:289). Liberasi dapat dikatakan sebagai nahi mungkari yang dapat memberikan pembebasan dari kemiskinan, kebodohan dan penindasan. Liberasi dalam Ilmu Sosial Profetik dalam konteks keilmuan didasarkan pada transedensi. Liberasi memiliki tanggungjawab profetik untuk membebaskan manusia dari kekejaman, kemiskinan, pemerasan kelimpahan, dominasi struktur yang menindas dan hegemoni kesadaran palsu (Nasiwan & Wahyuni, 2016:106).

Dalam membebaskan umat manusia dari kekejaman, kemiskinan,

(25)

variasi dalam proses belajar mengajar dengan cara mengaikat seluruh aspek mata pelajaran baik agama maupun yang berbasis teknologi sehingga nantinya akan melahirkan cendekiawan muslim yang memiliki keahlian dalam berbagai bidang.

Untuk memerangi ghazwul fikri dalam tujuan pendidikan perlu berdasarkan asas pembentukan manusia yang sholeh sehingga akan menjadikan umat muslim lebih unggul dari mush-musuhnya. Tujuan tersebut meliputi:

1. Membentuk pribadi muslim yang utuh dan khas. 2. Menjadi da’i yang handal dan murobi teladan.

3. Menjadi politisi yang bermoral sehingga siap menjadi pelopor perubahan. Penggunaan model pendidikan politik Islam atau tarbiyah Siyasiyah Islamiyah. Model pendidikan politik Islam ini dapat dilakukan agar setiap warga mampu, senang dan aktif berpartisipasi dalam siasah terhadap berbagai macam persoalan masyarakat (Nasiwan & Wahyuni, 2016:129). Partisipasi dari masyarakat sendiri terutama umat muslim dapat merealisasikan prinsip-prinsip Islam dalam berbagai aspek kehidupan. Adanya tarbiyah Siyasiyah Islamiyah dapat memberikan pencerahan bagi umat muslim terhadap berbagai persoalan termasuk perang pemikiran atau ghazwul fikri.

Selain itu, dalam menanggulangi masuknya perang pemikiran dalam bidang politik dapat diantisipasi dengan pendidikan politik yang dapat dilaksanakan dalam tiga tahap meliputi:

1. Tahap pertama: Penguasaan Ilmu Politik (al-„ilm as siyasi).

Penguasaan ilmu politik dibutuhkan untuk menentukan keshalihan langkah-langkah yang diambil saat ada dorongan dan respon politik dari dalam dan luar yang terdiri dari:

(26)

b) Munawaroh siyasih (dialog politik) dengan berbagai macam aliran politik yang ada, baik untuk lapangan konsepsional maupun operasional (Nasiwan & Wahyuni, 2016:132).

c) Mutaba‟ah siyasih (pelakasanaan evalusai) yang dilakukan pada seluruh langkah yang telah diambil, sehingga akan terlihat seluruh ruang politik yang dipahami dengan baik (Nasiwan & Wahyuni, 2016:132).

2. Tahap Kedua: Melakukan Aksi Penyadaran (Tan‟iyah Assiyasiyah)

Langkah tersebut ditempuh dengan menumbuhkan solidaritas internal antara kader-kader, baik yang terjun pada lapangan politik atau mereka yang mendukung dari luar serta diikuti dengan upaya penumbuhan lembaga-lembaga politik internal sebagai sarana untuk

tadribat (latihan) amal aktivis yang disiapkan terjun dalam kancah politik. Dalam tahap ini diikuti pula dengan upaya melakukan beberapa aksi politik, seperti: penyebaran teori politik Islam, aksiaksi politik ( al-munawaroh as-siyasi) dalam skala lokal, propaganda politik (ad-di‟yan as-siyasi), pembentukan organisasi politik (attandzim as-siyasi), dan penetrasi politik (al-ikhtiroq as-siyasi) (Nasiwan & Wahyuni, 2016:132). 3. Tahap Ketiga: Partisipasi Politik (al musyarokah as-siyasi)

Di awali dengan partisipasi sosial (musyarokah ijtima‟iyah) dalam bentuk keterlibatan aktif dalam upaya pengokohan dan penyehatan kondisi masyarakat dalam segala aspeknya, ruhiyah, fikriyah, jasadiyah, dan maliyah. Hal tersebut diharapkan akan muncul pribadi-pribadi yang dikenal dan mengakar pada masyarakat, selanjutnya akan terbentuk dukungan masyarakat dan program-program yang dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat serta bermanfaat bagi masyarakatnya sendiri

(Nasiwan & Wahyuni, 2016:132).

(27)

penerus Islam akan mendapatkan transmisi nilai-nilai, ideologi ataupun sistem poltik yang dicita-citakan (Nasiwan & Wahyuni, 2016:135).

Menanamkan rasa bangga pada dengan ajaran-ajaran Islam yang berupa akidah, syariat dan peraturan hidup. Ajaran-ajaran Islam yang biasanya terkandung didalam komponen dasar ajaran agama Islam yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam bertingkah laku. Komponen tersebut meliputi:

1. Al-Qur’an dan sunnah sebagai dasar berpikir dan beramal umat muslim.

2. Bahasa Arab sebagai bahasa dalam agama dan ilmu.

3. Sejarah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya sebagai teladan bagi umat muslim.

4. Syariat Islam sebagai peraturan dan undang-undang yang adil bagi umatnya.

5. Kebudayaan Islam.

Ajaran-ajaran Islam jelas tidak mengajarkan hal yang negatif kepada umatnya sehingga sebagai umat muslim seharusnya bangga dengan ajaran-ajaran Islam. Bahkan ajaran-ajaran-ajaran-ajaran Islam akan menjadikan umatnya menjadi manusia yang religius. Kebanggaan terhadap ajaran Islam harus benar-benar dipupuk dalam diri umat Islam sehingga tidak ada rasa minder dengan kaum-kaum pembenci Islam. Dengan demikian, kebanggaan terhadap ajaran-ajaran Islam yang dapat ditanamkan dalam diri umat Islam akan membantunya agar tidak ditindas oleh kaum-kaum pembenci Islam.

(28)

salahnya jika manusia merasa kesulitan mengatasinya. Maka sebagai umat Islam perlulah untuk senantiasa berserah diri dan berdo’a pada Allah SWT agar mendapat pertolongan. Selain itu, berserah diri dan berdo’a dapat mendekatkan diri pada Allah SWT sehingga dalam menghadapi ataupun mengatasi serangan-serangan menjadi lebih kuat dan tegar.

Meningkatkan semangat ibadah dan berlomba-lomba dalam kebaikan sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an “Dan setiap umat mempunyai

kiblat yang menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam

kebaikan…” (QS. Al-Baqarah:148). Ibadah memiliki pengaruh yang sanat besar bagi kehidupan umat muslim. Dengan meningkatkan semangat beribadah mampu menstabilkan jiwa dan kehidupannya. Selain itu, dengan semangat yang ada dalam diri umat Islam dapat mendorong umat muslim untuk membuat karya-karya dan membangun kepribadian. Maka dari itu sebagai umat muslim hendaknya selalu meningkatkan semangat beribadah dan berlomba-lomba dalam mencari kebaikan sehingga Allah SWT melindungi umatnya dari rencana keji musuh-musuh Islam.

Selain itu, sebagai umat muslim hendaknya mengingatkan keluarga, saudara, kerabat dekat dan umat muslim lainnya yang masih kurang paham tentang agama Islam. Sebab, dalam strategi perang pemikiran atau ghazwul fikri yaitu menciptakan keraguan-keraguan tentang agama Islam sehingga bagi umat muslim yang kurang paham dengan agamanya akan mudah terpengaruh terhadap pernyataan-penyataan yang dibuat kaum-kaum pembenci Islam.

Selain bersabar terhadap segala cobaan sebagai umat muslim diharuskan untuk ikhlas dalam menerima segala ketentuan Allah SWT dan menyadari bahwa apapun yang terjadi sudah ketetapan Allah SWT. Tidak ada

(29)

Membatasi pergerakan perang pemikiran atau ghazwul fikri dapat dilakukan dengan menghidupkan kembali forum-forum dalam bidang keagamaan. Pada era modern ini banyak sekali generasi muda menyepelekkan forum-forum keagamaan seperti pengajian. Pengajian ataupun forum-forum yang lain sesungguhnya dapat memperkaya wawasan tentang agama Islam sehingga umat muslim memiliki fondasi agama yang kuat. Perang pemikiran atau ghazwul fikri dapat dihambat oleh forum-forum keagamaan yang akan memberikan pencerahan tentang agama Islam sehingga

umat muslim tidak akan terkecoh dengan tipu daya yang dilakukan umat Islam.

Salah satu cara dalam mengurangi pengaruh perang pemikira ialah dengan berdakwah. Berdakwah merupakan salah satu cara dalam upaya menyadarkan umat muslim tentang bahaya perang pemikiran. Setiap umat Islam harus memiliki kesadaran dalam penegakan ajaran-ajaran Islam. Sehingga pemupukan fondasi tentang agama Islam sangat kuat dan akan membentengi paham-paham yang disebarkan dari perang pemikiran.

Selain itu, isi dari dakwah tersebut ditekankan pada pedoman hidup umat muslim, tabiat agama Islam dan aktivitas yang Islami. Pokok materi

ma‟rifatul Islam perlu disisipkan materi yang mengandung unsur amar ma‟ruf nahi mungkar. Dalam menjadikan Islam sebagai pedoman hidup merupakan salah satu unsur terpenting dalam hidup umat muslim, sehingga metode dakwah dapat dijadikan sebagai manifestasi dari jihad dan amalan Islami (Nasiwan & Wahyuni, 2016:133).

Pokok materi qdhaya ad-da‟wah (problematika dakwah) perlu juga ditambahkan dalam materi dakwah adalah tentang kondisi umat muslim pada saat ini, penyakit-penyakit umat Islam dan masalah-masalah yang dapat

terjadi didalam umat Islam (Nasiwan & Wahyuni, 2016:133). Penyakit yang terjadi dalam umat Islam berpangkal pada faktor individual yang perlu untuk diatasi.

(30)

pembentukan umat, perubahan islami, sebab-sebab perpecahan dan solusinya serta persaudaraan antar-umat Islam.

(31)

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Perang pemikiran sebernarnya sudah terjadi sejak zaman dahulu. Perang pemikiran atau ghazwul fikri dipelopori oleh bangsa Barat agar kejayaan Islam tidak dapat menyebar ke daerah-daerah lain. Dan bangsa Barat melakukan strategi peperangan untuk menghambat ajaran Islam.

Namun, dalam masa modern seperti saat ini strategi perang fisik mungkin sudah ditinggalkan karena dirasa menguras banyak tenaga dan biaya sehingga strategi baru dalam melumpuhkan umat muslim dengan perang pemikiran atau ghazwul fikri.

Dalam melumpuhkan umat Islam dengan perang pemikiran ada beberpa metode yang digunakan untuk melancarkannya yaitu tasykik, tasywih, tadzwib dan taghrib. Dengan menggunakan metode tersebut banyak dari umat muslim terkecoh dan menjadi ikut-ikutan dalam ajaran tersebut. Tujuan adanya perang pemikiran atau ghazwul fikri ialah untuk menjerumuskan umat muslim kedalam kesesatan. Penyebaran paham-paham untuk perang pemikiran dilakukan dengan berbagai macam media atau sarana sehingga perang pemikiran tidak disadari oleh umat muslim.

B. Saran

Seharusnya sebagai umat muslim lebih berhati-hati dengan fenomena atau peristiwa yang sedang terjadi agar tidak mudah terpengaruh oleh pernyataan-pernyataan yang dapat menyesatkan umat Islam. Untuk itu sebagai umat muslim perlu memahami strategi-strategi yang digunakan dalam

perang pemikiran sehingga dapat memberikan arahan dalam menyikapi terjadinya ghazwul fikri.

Selain itu, sebagi umat Islam hendaknya selalu mendekatkan diri pada Allah SWT dengan cara sebagai berikut:

(32)

2. Senantiasa menjauhi larangan-Nya dan mengamalkan amalan ibadah yang dianjurkan dalam ajaran Islam.

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Gharisah, A. 1989. Wajah Dunia Islam Kontemporer. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Harahap, Ahmad Husein. 2016. Ghazwul Fikri dalam Sosial Politik dalam pemikiran Abdul Shabur Marzuq. Tesisi Magister. Tidak diterbitkan. program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Kalsum, Nyimas Umi. 2014. Perkembangan Pemikiran dan Perdaban Islam pada Abad Modern. diakses dari http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/tamaddun/article/download/130/11 5&ved=2ahUKEwiy58DniczYAhVLkpQKHc4dBo0QFjAAegQIChAB&u sg=AOvVaw0K_KR2x_W6uU5X8KyffJfM, pada tanggal 31 Desember 2017 pukul14.05 WIB.

Kuntowijoyo. 1991. Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi. Bandung : PT. Mizan Pustaka.

Muas, Abu Tardjono. 2014. Ghazwul Fikri. Majalah: Forum Ulama Ummat Indonesia, Edisi 30 Tahun 11 (15 Maret 2014).

Nasiwan, & Wahyuni, Y. S. 2016. Seri Teori-teori Sosial Indonesia. Yogyakarta: UNY Press.

Ridha, A. 1993. Pengantar Memahami al-Ghawul-Fikri. Jakarta: Al-Ishlahy Press.

Romli, A. S. 2000. Upaya Barat Membasmi Kekuatan Islam. Jakarta: Gema Insani Press.

Zarkasyi, H. F. 2009. Liberasi Pemikiran Islam: Gerakan Bersama Missionaris, Orientalis dan Kolonialis. Ponorogo: Jurnal Tsaqafah. Vol. 5, No 1:1-28.

Referensi

Dokumen terkait

Jika terdapat informasi yang berkaitan tentang bahaya lain yang tidak memiliki klasifikasi tetapi dapat memberikan kontribusi pada bahaya keseluruhan dari bahan atau campuran,

Jika terdapat informasi yang berkaitan tentang bahaya lain yang tidak memiliki klasifikasi tetapi dapat memberikan kontribusi pada bahaya keseluruhan dari bahan atau campuran,

Jika terdapat informasi yang berkaitan tentang bahaya lain yang tidak memiliki klasifikasi tetapi dapat memberikan kontribusi pada bahaya keseluruhan dari bahan atau campuran,

Jika terdapat informasi yang berkaitan tentang bahaya lain yang tidak memiliki klasifikasi tetapi dapat memberikan kontribusi pada bahaya keseluruhan dari bahan atau campuran,

Jika terdapat informasi yang berkaitan tentang bahaya lain yang tidak memiliki klasifikasi tetapi dapat memberikan kontribusi pada bahaya keseluruhan dari bahan atau campuran,

Jika terdapat informasi yang berkaitan tentang bahaya lain yang tidak memiliki klasifikasi tetapi dapat memberikan kontribusi pada bahaya keseluruhan dari bahan atau campuran,

Jika terdapat informasi yang berkaitan tentang bahaya lain yang tidak memiliki klasifikasi tetapi dapat memberikan kontribusi pada bahaya keseluruhan dari bahan atau campuran,

Jika terdapat informasi yang berkaitan tentang bahaya lain yang tidak memiliki klasifikasi tetapi dapat memberikan kontribusi pada bahaya keseluruhan dari bahan atau campuran,