• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik gas vulkanik dan implikasi (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Karakteristik gas vulkanik dan implikasi (1)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Naskah diterima 24 Oktober 2014, selesai direvisi 22 November 2014 Korespondensi, email: pargeologi@yahoo.com

159

Karakteristik gas vulkanik dan implikasinya terhadap daerah wisata di

Dataran Tinggi Dieng

he characteristics of volcanic gases and its implications to tourism area

in Dieng Plateau

Priatna

Badan Geologi

Jl. Diponegoro No. 57, Bandung

ABSTRAK

Semburan gas beracun menjadi penanda khas Dataran Tinggi Dieng. Meskipun demikian, Dataran Tinggi Dieng tetap menjadi sumber penghidupan bagi petani dan menjadi aset wisata yang ramai dikunjungi orang. Kawah Sikidang, Sikendang, dan Sileri termasuk kawasan wisata yang berisiko menyemburkan gas beracun. Hasil analisis atas percontoh gas pada tahun 2014, diketahui bahwa kandungan gas karbon dioksida di Kawah Sikidang 5,65% volume, Kawah Sikendang mencapai 73,801% volume, dan Kawah Sileri 56,013% volume. Oleh karena itu, Kawah Sikidang layak terus dikembangkan sebagai kawasan wisata Dataran Tinggi Dieng, se-mentara dua kawah lainnya harus mendapat perhatian serius bila hendak dikembangkan menjadi objek wisata. Karakteristik gas vulkanik di kawah tersebut berimplikasi terhadap cara penataan kawasan wisata di Dataran Tinggi Dieng. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu dilakukan pengukuran gas secara periodik, pembuat-an peta zonasi sebarpembuat-an gas vulkpembuat-anik untuk penatapembuat-an kawaspembuat-an wisata, dpembuat-an sosialisasi kepada masyarakat.

Kata Kunci: Gas vulkanik, Kawasan Wisata, Dataran Tinggi Dieng

ABSTRACT

he outbursts of toxic gases are the distinctive characteristics of Dieng Plateau. Nonetheless, the Plateau remains as the source of livelihood for farmers and the potential assets for tourism. Sikidang fumarolic ield, Sikendang fuma-rolic ield, and Sileri Crater are tourist areas which at risk of outburst toxic gases. Based on the result of analysis of the sample gas for 5 months during 2014, it is known that the concentration of carbon dioxide gas in the Sikidang Crater reached 5.65% volume, and Sikendang Crater reached 73,801%, and Sileri Crater reached 56.013%. herefore, Sikidang Crater deserves to be developed as a tourist attraction in Dieng Plateau, while two other craters should receive serious attention if it is to be developed into the tourist attraction. he characteristic of volcanic gases in the three of craters imply the zonation of Dieng tourism. To overcome these problems, gas measurements must be taken periodically, zoning map of volcanic gases distribution in order to arrange the tourist area should be made, and socialization to the public.

(2)

PENDAHULUAN

Gempa bumi mengguncang Dataran Tinggi Dieng pada 20 Februari 1979. Dari Kawah Sinila terdengar ledakan keras disertai sem-buran lumpur. Menjelang pagi, 149 orang yang berlari untuk menyelamatkan diri, mati lemas karena menghisap gas CO2 yang konsentrasinya mencapai 40 kali batas aman. Dampak lainnya, adalah matinya tanaman dan gugurnya daun-daun tanaman yang tingginya mencapai 1,7 m. Ini karena tingginya konsentrasi gas racun, terutama CO2 (Priatna, 2011).

Lindsay (1989) mencatat bahwa dalam kurun waktu 200 tahun terakhir, di Dataran Tinggi Dieng telah terjadil paling tidak 15 kali letusan. Letusannya merupakan letusan hidrotermal (Zen, 1980) yang menghasilkan lumpur yang tersebar hanya di sekitar kawah dan mengalir melalui sungai-sungai yang berada di lereng kawah. Bahaya yang dapat timbul diduga hanya di tempat-tempat yang berdekatan dengan titik letusan dan di sepanjang daerah aliran sungai. Namun, letusan Dieng sering kali diikuti de-ngan semburan racun yang justru lebih ber-bahaya, karena sifatnya yang tidak berbau dan tidak berwarna sehingga dapat menimbulkan korban jiwa.

Meski demikian, dari waktu ke waktu, Dataran Tinggi Dieng kian menjadi salah satu andalan wisata di Provinsi Jawa Tengah. Kawasan Dieng telah ditetapkan sebagai salah satu kawasan an-dalan yang pengembangannya perlu terus dipa-cu dan terpadu dengan dukungan secara lintas wilayah dan sektoral, melalui penyediaan fasili-tas prasarana dan sarana wisata yang memadai sesuai dengan kebutuhan wisatawan dan se-bagai kawasan strategis dengan fungsi lindung.

Karena Kawasan Dataran Tinggi Dieng beralih fungsi menjadi tujuan wisata gunung api yang cukup potensial di Jawa Tengah, maka peman-tauan emisi gas vulkanik terutama pada objek-objek wisata perlu, bahkan harus terus dilaku-kan. Konsentrasi gas sewaktu-waktu dapat meningkat tanpa dapat dideteksi sebelumnya. Oleh karena itu, kajian ini terpusat pada upa-ya mengkaji karakteristik gas vulkanik upa-yang berkembang di Dataran Tinggi Dieng. Setelah diketahui, maka peneliti mengkorelasikan im-plikasinya terhadap pengembangan kawasan wisata di Dataran Tinggi Dieng.

Tataan Geologi Gunung Dieng

Kawasan Dieng termasuk ke dalam enam kabu-paten di Jawa Tengah, yaitu Kabukabu-paten Wono-sobo, Batang, Temanggung, Kendal, Banjarne-gara, dan Pekalongan. Namun, sebagian besar, secara administratif, masuk ke wilayah Kabu-paten Banjarnegara dan Wonosobo. Berdasar-kan pembagian zona, daerah Dataran Tinggi Dieng termasuk Zona Serayu Utara yang di arah utara berbatasan dengan Dataran Aluvial Jawa Utara. Di bagian selatan dibatasi oleh depresi Jawa Tengah. Di bagian barat dan timur dibatasi oleh Zona Gunung Api Kuarter.

(3)

utara disebut Depresi Sidongkal dengan batas-nya pusat-pusat erupsi yang membentang timur barat seperti Butak-Petarangan dan Dringo.

Sesar dan kelurusan gunung api di Dataran Tinggi Dieng umumnya berarah barat laut- tenggara dan barat - timur. Sesar vulkanik ber ada di sekitar pusat letusan. Adapun zona sesar berarah hampir barat - timur terdapat di sebelah selatan, yang membatasi depresi Batur. Bagian selatan yang relatif naik disebut sebagai Blok Tilting (Gunawan, 1986). Sesar-sesar ber-susun merupakan sesar-sesar tangga memotong lava Rogojembengan. Indikasinya didasarkan atas adanya gawir yang terlihat dari Dieng ber-arah barat laut - tenggara dan juga dicerminkan oleh punggungan pada Puncak Prau yang linier.

Dari sisi kegunungapian, menurut van Bem-melen (1949) Dataran Tinggi Dieng merupa-kan kelompok gunung api kuarter yang secara isiograis merupakan bagian dari pegunungan Serayu Utara yang terletak pada zona lemah serta merupakan sayap bagian utara dari jalur geantiklin Jawa dengan arah timur - barat, me-manjang ke Barat, dari Dataran Tinggi Dieng ke Gunung Slamet. Sedangkan rekahan kedua terdiri dari serentetan kerucut-kerucut muda Sundoro-Sumbing yang meluas ke arah teng-gara Dataran Tinggi Dieng. Dataran tinggi ini terdiri dari beberapa puncak dan kawah.

Gas Vulkanik Gunung Dieng

Gas yang keluar dari gunung api secara umum terdiri dari H2O (80-95%) dan gas lain seperti CO2, CO, H2S, SO2, HCl, HF, N2, O2, CH2, dan H2. Adanya perubahan konsentrasi dari masing-masing gas sangat dipengaruhi oleh suhu dan tekanan atau tingkat aktivitas vul-kanik yang sedang terjadi (Tazief dan Sabroux,

1983).

Gas karbon dioksida (CO2) adalah gas tidak berwarna, tak berbau, tak terbakar, tidak reaktif dan mempunyai berat jenis 1,53. Di udara nor-mal konsentrasinya 0,03%. Konsentrasi antara 3-5 % mengaktifkan saluran pernapasan, dan sakit kepala. Konsentrasi yang lebih tinggi se-cara cepat menyebabkan koma dan kematian. Gas hidrogen sulida (H2S) beracun, berbau telur busuk, tidak berwarna, berat jenisnya 1,19 dapat terbakar dan dengan udara dapat mem-bentuk campuran yang eksplosif. Sementara gas belerang dioksida (SO2) tidak berwarna, bersi-fat asam, sangat mengiritasi alat penciuman, berat jenis 2,26 tidak mudah terbakar, tidak eksplosif, dan relatif stabil. Ambang batas pen-ciuman 3 ppm. Sangat mengiritasi mata, teng-gorokan dan saluran pernapasan, dapat menim-bulkan pembengkakan celah suara, dan menye-babkan penyakit paru-paru kritis. Konsentrasi 20 ppm menyebabkan batuk dan iritasi pada mata. Konsentrasi maksimum yang diizinkan oleh ahli kesehatan 5 ppm. Terhadap tanaman sangat beracun, konsentrasi 0,3 ppm selama 8 jam menyebabkan kematian daun (Tazief dan Sabroux, 1983).

Komposisi gas vulkanik dari Dataran Tinggi Dieng didominasi oleh gas CO2 dan besarnya kandungan uap air, H2O. Secara umum gas vulkanik dari Dataran Tinggi Dieng didominasi uap air, kemudian CO2 yang diikuti gas sulfur dan HCl. Gas-gas lain seperti NH3, H2, dan Ar selalu dalam jumlah kecil. Namun, menu-rut Humaida et al. (2003a), wilayah barat dan timur Dataran Tinggi Dieng mempunyai kom-posisi gas yang berbeda.

(4)

komposi-si gas utama di fumarola bagian barat. Gas CO2 fumarola yang berkonsentrasi tinggi banyak dijumpai di wilayah Depresi Batur dan mem-bentuk pola tertentu yang mengikuti pola sesar di wilayah ini. Tembusan solfataranya berkan-dungan uap air lebih kecil dibandingkan yang ada di wilayah Dieng Timur seperti Sikidang dan Sileri. Tembusan solfatara yang masih aktif dan didominasi oleh uap air yang terdapat di wilayah Dieng Barat hanya terdapat di kawah Candradimuka. Sedangkan di bagian timur uap air mendominasi gas tersebut kecuali dari Si-kendang dan Sileri. Dominasi uap air pada gas di Dieng Timur yang diikuti tingginya klorida (Cl) mengindikasikan bahwa gas tersebut ber-asal dari magmatik dalam (Giggenbach, 1992).

Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng

Menurut Adisasmita (2007) kawasan adalah bentangan permukaan (alam) dengan batas-ba-tas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional. Kawasan memiliki fungsi tertentu (misalnya kawasan lindung, kawasan budi daya, kawasan pesisir pantai, kawasan pariwisata, dan lain-lain). Wisata berarti perjalanan atau be-pergian. Jadi kawasan wisata adalah bentang-an permukabentang-an ybentang-ang dikunjungi atau didatbentang-angi oleh orang banyak (wisatawan) karena kawasan tersebut memiliki objek wisata yang menarik.

Dataran Tinggi Dieng yang masuk wilayah Ka-bupaten Banjarnegara dan KaKa-bupaten Wono-sobo ini kian menjadi salah satu andalan wisata di Provinsi Jawa Tengah. Kawasan Dieng telah ditetapkan dalam Rencana Induk Pengem-bangan Pariwisata (RIPP) Jawa Tengah Tahun 2004 sebagai salah satu Kawasan Andalan yang pengembangannya perlu terus dipacu dan ter-padu dengan dukungan secara lintas wilayah

dan sektoral, melalui penyediaan fasilitas prasa-rana dan saprasa-rana wisata yang memadai sesuai dengan kebutuhan wisatawan dan sebagai ka-wasan strategis dengan fungsi lindung.

Selain itu, kawasan Dataran Tinggi Dieng di-petakan menjadi kawasan poros dan kawasan jeruji. Kawasan poros adalah kawasan wisata Dieng yang memiliki objek-objek wisata yang menjadi ikon atau penggerak aktivitas pariwisa-ta di Kawasan Wisapariwisa-ta Dieng. Kawasan Jeruji adalah kawasan wisata Dieng yang memiliki objek wisata yang mendukung objek-objek wisata yang berada dalam kawasan poros.

Dieng merupakan kawasan wisata yang me-madukan berbagai aspek, baik keindahan alam, sejarah, hingga budaya. Ketiga aspek inilah yang menjadi daya tarik bagi wisatawan un-tuk berkunjung ke daerah wisata di Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara ini. Objek wisata di Dieng meliputi Gardu Pandang Tieng, Tuk Bima Lukar, Dieng Plateau heatre, Museum Kailasa Dieng, Telaga Warna, OASE Dieng (Objek Wisata Air Telaga Sewiwi), Telaga Mer-dada, Pemandian Air Panas Bitingan, Air Terjun Sirawe, Sumur Jalatunda, Sikunir, Goa Jimat/ Gua Upas, Pertapan Mandalasari, Darmasala, Sendang Sedayu, Gangsiran Aswotomo, PLTP Geodipa, Watu Kelir, Ondo Budo, Pendopo Soeharto-Whitlem, Pos Pengamatan Gunung Api Dieng, Komplek Candi Arjuna, Kawah Sikidang, Kawah Candradimuka, Kawah Sileri, Kawah Sibanteng, Kawah Sinila.

(5)

teknologi informasi yang membuat nama objek wisata ini semakin cepat menyebar ke dunia. Bukit Sikunir disusul lokasi-lokasi pandang matahari terbit lainnya seperti Gunung Prau, Gunung Pakuwaja, dan Gunung Bisma.

Karena kawasan Dataran Tinggi Dieng beralih fungsi menjadi tujuan wisata gunung api yang cukup potensial di Jawa Tengah, maka peman-tauan emisi gas vulkanik terutama pada objek-objek wisata perlu, bahkan harus terus dilaku-kan. Konsentrasi gas sewaktu-waktu dapat me-ningkat tanpa dapat dideteksi sebelumnya.

Pengambilan Percontoh Gas Vulkanik

Pengambilan percontoh di lapangan dilakukan dengan cara mengamati tempat-tempat ke-luarnya gas; melakukan pengukuran suhu gas di tempat-tempat keluarnya gas; dan memilih titik pengambilan percontoh pada suhu yang tertinggi, kecepatan hembusan gas yang cukup tinggi dan lubang keluarnya kecil, untuk meng-hindari kontaminasi udara dan kondensasi per-contoh.

Pengambilan percontoh dilakukan pada titik terpilih keluarnya gas gunung api, di lubang gas atau di cekungan berair. Tahap awal pengambil

-an percontoh adalah pengukur-an suhu udara, pengukuran koordinat titik pengambilan contoh, dan deskripsi lokasi pengambilan per-contoh.

Pengambilan Percontoh di Lubang Gas

Pengambilan percontoh di lubang gas dilakukan dengan cara memasukkan pipa silika ke dalam lubang gas yang sudah ditentukan. Hubung-kan pipa silika dengan selang silikon dan gas mengalir dari sumber kurang lebih 30 menit. Hubungkan selang silikon dengan tabung

Giggenbach yang sudah divakumkan. Bukalah katup perlahan-lahan agar gas masuk ke dalam tabung, lakukan pengocokan pelan-pelan. Apa-bila tabung menjadi panas, dinginkan tabung dengan kain basah. Hentikan aliran gas apabila gelembung gas yang masuk ke dalam larutan NaOH sudah melemah. Tutuplah katup de-ngan rapat dan mengencangkan sekali lagi tu-tup tabung pada saat tabung sudah dingin.

Pengambilan Percontoh di Cekungan Berair (Pool)

Prosedur pengambilan percontoh gas di cekungan berair secara garis besar sama dengan di lubang gas. Sebelum pengambilan percon-toh, bila memungkinkan, kurangi volume air untuk menghindari hilangnya gas-gas yang mu-dah larut dalam air. Gas yang keluar melewati cekungan berair ditangkap dengan corong ke-mudian dialirkan melalui pipa silika ke tabung Giggenbach.

Metode Analisis

Dalam penelitian ini metode analisis data yang akan diambil adalah metode analisis kimia kuantitatif, yakni rangkaian pekerjaan analisis yang bertujuan untuk mengetahui konsentrasi gas dan uap air dari percontoh yang dianali-sis. Data tersebut disajikan dalam bentuk tabel yang berisi keterangan waktu dan tempat peng

-ambilan percontoh.

(6)

No Gas dan Uap Air

Konsentrasi Dalam % Vol

Sikidang Sibanteng Sikendang Sileri Sinila

1 H2 0,003 0,030 0,000 0,174 0,000

2 O2+Ar 0,002 0,000 0,004 0,015 0,080

3 N2 0,042 0,030 0,542 0,709 0,550

4 CH4 0,003 0,002 1,090 1,030 0,520

5 CO 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000

6 CO2 5,654 2,610 73,801 56,013 64,580

7 SO2 0,000 0,000 1,148 0,000 0,000

8 H2S 2,031 1,050 5,196 0,000 0,000

9 HCl 0,015 0,090 0,257 0,124 0,140

10 NH3 0,531 0,690 0,776 0,003 0,010

11 H2O 91,291 95,500 17,185 41,933 34,120

12 Suhu (0C) 91 90 23 73 78

Tabel 1. Data Analisis Gas dan Uap Air di Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng, April 2014 N2, CH4, CO, dinalisis dengan kromatograi

gas setelah dipisahkan dengan penyaring mole-kuler dengan menggunakan Helium sebagai gas pembawa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengukuran konsentrasi gas dan uap air di Da-taran Tinggi Dieng telah dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melalui Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geolo-gi (BPPTKG). Berkaitan dengan penelitian ini data yang ditampilkan merupakan hasil kompi-lasi beberapa kali pengukuran, sedangkan data baru merupakan hasil penelitian di lima lokasi kawasan wisata Dataran Tinggi Dieng dilaku-kan peneliti pada bulan April 2014 (Tabel 1).

Kandungan gas CO2

Untuk mengetahui tingkat bahaya gas CO2 di beberapa lokasi Dataran Tinggi Dieng, berikut

ini ditampilkan dalam bentuk graik (Gambar 1). Pengambilan percontoh gas dilakukan di Sikidang, Sibanteng, Sikendang, Sileri, dan Sinila. Pembahasan difokuskan pada gas CO2, karena gas tersebut dianggap paling berbahaya dan dapat dijadikan sebagai penanda aktivitas di Dataran Tinggi Dieng.

Kandungan CO2 (Gambar 1) di Kawah Siki-dang 5,654% volume dan Sibanteng 2,610% volume merupakan konsentrasi terendah dibandingkan dengan tiga lokasi lainnya. Kon-sentrasi paling tinggi di Sikendang mencapai 73,801% volume. Sementara Sileri mencapai 56,013% volume dan Sinila 64,580% volume.

Kandungan gas H2S

(7)

mofet Sikendang mencapai angka 5,196% vo-lume, Sikidang 2,031% vovo-lume, dan Sibanteng 1,050% volume. Sedangkan di Sileri dan Sinila tak terdeteksi adanya H2S. Hal ini memberi petunjuk bahwa kandungan H2S di Sikendang bisa lebih membahayakan dibanding dengan empat lokasi lainnya (Gambar 2). Pembahasan selanjutnya akan difokuskan kepada tiga lokasi utama sebagai kawasan wisata, yakni Sikidang, Sikendang dan Sileri.

Gas Vulkanik di Kawah Sikidang

Kawah Sikidang sebagai ikon wisata di Dataran Tinggi Dieng, karena paling ramai dikunjungi oleh para wisatawan. Kawah ini memiliki la-pangan fumarola terluas. Pemandangan Kawah Sikidang diambil dari bukit yang letaknya be-rada di antara Kawah Sikidang dan Sibanteng (Gambar 3).

Konsentrasi gas di lapangan fumarola Sikidang pada April 2014 didominasi uap air yang men-capai 91,291%, sementara konsentrasi CO2

Gambar 1. Konsentrasi CO2 di kawasan wisata Dataran Tinggi Dieng.

hanya 5,654%. Dari hasil pengukuran selama sembilan kali (Tabel 2) diperoleh angka rata-ra-ta sebesar 5,076% volume. Dengan demikian, Kawah Sikidang yang konsentrasi gasnya di-dominasi oleh uap air dan di sekitarnya muncul lubang lubang uap yang merupakan manifestasi panas bumi, relatif aman untuk dijadikan se-bagai kawasan wisata.

Konsentrasi CO2 di Kawah Sikidang bervariasi dari 1,23% - 13,66% volume. Sementara va-riasi H2O antara 68% - 97,23% volume.

(8)

Gambar 3. Kawah Sikidang Dataran Tinggi Dieng. Gambar 2. Graik kandungan gas H2S di kawasan wisata Dieng.

dan tidak berbau, sedangkan H2S berbau telur busuk.

Untuk mengetahui hubungan H2S dengan H2 di Kawah Sikidang dari data pada Tabel 2 dapat ditampilkan dalam graik (Gambar 5) dengan

(9)

No Gas dan uap air

Konsentrasi uap air dan gas dalam % volume

11-1999 07-2000

08-2000

11-2000

06-2001

07-2001

06-2003

04-2012

04-2014

Rata-rata

1 CO

2 1,230 2,000 10,600 2,290 4,720 4,090 13,660 1,436 5,654 5,076 2 H2S 0,100 1,850 5,580 0,640 1,230 0,880 6,540 0,260 2,031 2,123

3 SO

2 0,440 0,000 0,000 0,000 0,620 0,000 0,000 0,139 0,000 0,133 4 HCL 0,960 0,340 9,160 1,980 0,350 0,200 5,070 0,035 0,015 2,012 5 H2 0,010 0,010 0,070 0,020 0,050 0,020 0,170 0,000 0,003 0,039 6 N2 0,030 1,090 6,150 0,240 1,480 0,440 0,390 0,016 0,042 1,098 7 CH4 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,003 0,001 0,003 0,001 8 O2+Ar 0,000 0,280 0,330 0,010 0,090 0,080 0,000 0,000 0,002 0,088 9 H2O 97,230 94,430 68,110 94,820 91,460 94,290 74,160 97,776 91,291 89,285 Tabel 2. Hasil Analisis Gas dan Uap Air di Kawah Sikidang 1999-2014

menandakan adanya hubungan yang signii-kan ketika terjadi peningkatan konsentrasi H2S juga terjadinya peningkatan konsentrasi H2. Hubungan ini didukung oleh terjadinya reaksi kimia pada sistem magma gunung api, yaitu:

SO2 + 3H2 H2S + 2H2O

Terbentuknya H2S dipengaruhi oleh mening-katnya konsentrasi H2 dalam magma tersebut.

(10)

Gambar 5. Graik korelasi H2S terhadap H2 di Kawah Sikidang.

SO2 + 3H2 H2S + 2H2O

dari data pada Tabel 2 ditarik persamaan garis hasilnya seperti terlihat pada Gambar 6 persa-maan y = -4,3498 x + 98,522 dengan y = H2O dan x = H2S. Nilai korelasi dari H2O vs H2S ini sebesar 0,95 dan berdasarkan nilai korelasi menurut Sugiyono (1999) adanya hubungan sangat kuat antara konsentrasi H2O dan H2S. Ini menandakan adanya hubungan yang signii-kan ketika terjadi penurunan konsentrasi H2S juga terjadinya penurunan konsentrasi H2O. Hubung an ini didukung oleh terjadinya reaksi kimia pada sistem magma gunung api.

Gas Vulkanik di Kawah Sikendang

Kawah ini merupakan hasil dari depresi Igir Binem dari Gunung Prau yang membelah ka-wasan telaga tersebut menjadi dua bagian, yaitu Telaga Warna dan Telaga Pengilon. Letaknya persis berada di pinggir Telaga Warna. Di kawah ini masih ada aktivitas vulkanik berupa lubang kecil yang mengeluarkan suara-suara seperti

kendang sehinggga masyarakat lokal menyebut-nya Kawah Sikendang.

Pengambilan percontoh dilakukan sekitar 30 m dari tepi Telaga Warna. Di sana tidak terlihat adanya aktivitas gas. Secara visual tidak terlihat ada hembusan gas. Suhu yang terukur di Kawah Sikendang sangat rendah, yaitu 230C.

Hasil pengukuran tahun 2014, konsentrasi gas CO2 di Kawah Sikendang diketahui mencapai 73,801% volume. Konsentrasi gas yang tinggi dan baunya cukup menyengat, sehingga orang yang melewati areal itu harus mengenakan masker gas. Konsentrasi gas CO2 yang tinggi tidak berwarna dan berbau dapat membahaya-kan, sementara keberadaan gas H2S ditunjuk-kan oleh bau telur busuk yang sangat menye-ngat.

Gas Vulkanik di Kawah Sileri

(11)

Gambar 6. Graik korelasi H2O terhadap H2S di Kawah Sikidang.

yang terus-menerus mengepulkan asap putih menunjukkan adanya gejala vulkanisme. Rupa kawah ini berwarna kelabu kental seperti leri, sehingga dinamakan Kawah Sileri.

Lingkungan di sekitar Kawah Sileri masih sangat alami dengan latar belakang pegunungan yang hijau. Kawah ini tercatat pernah mengeluarkan gas beracun pada tahun 1944, 1964, 1984, Juli 2003, dan September 2009. Terakhir kalinya kawah ini mengeluarkan aktivitas freatik pada tanggal 26 September 2009 sehingga muncul tiga celah kawah baru.

Pengukuran gas di Kawah Sileri dilakukan di pinggir kawah dari gelembung gas yang ter-perangkap dalam air kawah. Hasil penguku-ran konsentrasi CO2 tahun 2014 mencapai 56,013% volume. Saat ini Kawah Sileri sepi dari pengunjung selain tempatnya yang tidak terawat juga konsentrasi CO2 cukup tinggi yang sewaktu-waktu bisa berbahaya. Suhu air Kawah Sileri 730C.

Implikasi terhadap Daerah Wisata di Dataran Tinggi Dieng

Dalam kaitannya dengan wisata alam yang menjadi kajian penelitian ini, yaitu Kawah Sikidang, Kawah Sikendang, dan Kawah Sileri, maka upaya untuk mengetahui dan memahami karakteristik gas vulkanik di kawasan wisata tersebut sangat penting. Hal tersebut sangat terkait dengan penyusunan berbagai kebijakan dan pengaturan dalam upaya mitigasi bencana gunung api.

(12)

Untuk Kawah Sikidang yang memiliki konsen-trasi CO2 sebesar 5,654%, masih layak terus dikembangkan sebagai kawasan wisata Dataran Tinggi Dieng, dengan catatan diberi pembatas berupa pagar dan papan peringatan mengenai bahaya gas beracun yang mungkin akan terjadi.

Sementara Kawah Sikendang dengan konsen-trasi CO2 sebesar 73,801% volume, memer-lukan penataan dengan cara membuat pagar dan papan peringatan agar masyarakat tidak mendekati ke lubang fumarola yang berada di tepi Telaga Warna. Sedangkan Kawah Sileri dengan konsentrasi CO2 56,013% volume sebaiknya bila terpaksa terus dikembangkan menjadi kawasan wisata, maka harus dibuatkan pagar pembatas dan papan peringatan agar ma-syarakat tidak mendekati kawah.

Dengan jalan menginformasikan data seluas-luasnya secara terbuka kepada masyarakat yang merupakan bagian dari era keterbukaan in-formasi publik, ditunjang dengan aturan dan pembatasan kawasan wisata yang berisiko ter-jadi bencana gunung api berupa gas beracun, diharapkan dapat membangkitkan kesadaran akan pentingnya mengetahui dan memahami gas vulkanik di kawasan wisata Dataran Tinggi Dieng.

KESIMPULAN

Penelitian karakteristik gas vulkanik tiga kawah di kawasan wisata Dataran Tinggi Dieng meng-hasilkan dua kesimpulan.

Pertama karakteristik gas vulkanik dalam kai-tannya untuk mitigasi bencana gunung api di Kawah Sikidang, Kawah Sikendang, dan Kawah Sileri menunjukkan konsentrasi gas CO2 yang berbeda-beda. Berdasarkan data gas vulkanik

Kawah Sikidang layak terus dikembangkan se-bagai kawasan wisata, sementara Kawah Siken-dang dan Kawah Sileri, jika ingin terus dikem-bangkan sebagai daerah wisata, memerlukan penataan secara terintegrasi.

Kedua, implikasi dari diketahuinya karakteristik gas vulkanik di tiga kawasan wisata di Dataran Tinggi Dieng itu berperan penting dalam upaya mitigasi bencana gunung api. Apalagi Dataran Tinggi Dieng kini menjadi tujuan wisata yang potensial di Jawa Tengah, maka pemantauan emisi gas vulkanik terutama pada objek-objek wisata mutlak harus dilakukan, karena konsen-trasi gas di kawasan wisata setiap saat dapat me-ningkat.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih yang setinggi-tingginya penulis sampai-kan kepada Dr. Ir. H. Nana Sulaksana., MSP, Prof. Dr. Ir. Adjat Sudradjat, M.Sc; Dr. Winantris, Dr. Ir. Emi Sukiyah, M.T.; Dr. Ir. Ildrem Syafri, DEA; dan Dr. Ir. Johanes Hutabarat, M.Si. atas bimbingan dan diskusinya selama melakukan penelitian dan penu-lisan makalah ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Hanik Humaida, M.Sc., Ir. Euis Sutan-ingsih, M.Sc., Yustinus Sulistyo, dan Sukarnen, atas masukan dan bantuannya, baik saat pengambilan percontoh di lapangan maupun saat pengujiannya di laboratorium BPPTKG, PVMBG, Badan Ge-ologi. Yang terakhir terima kasih saya kepada Atep Kurnia, T. Bachtiar, M. Nizar Firmansyah, dan Bun-yamin atas diskusinya selama penulisan makalah ini.

ACUAN

Adisasmita, R., 2010, Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang, Graha Ilmu: Yogyakarta.

(13)

he Hague, Martinus Nijnhof, Vol. IA.

Dinas Kebudayaan dan Provinsi Jawa Tengah, 2004, Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Te-ngah.

Giggenbach, W.F., 1975, A Simple method for the collection and analysis of volcanic gas samples. Bull. Volcanol.39: 15-27.

Giggenbach, W.F., 1992, Isotopic shifts in waters from geothermal and volcanic systems along convergent plate boundaries and their origin, Earth Planet. Sci. Lett., 113: 49S-S 10.

Gunawan, R., 1968, Geological investigations in the Dieng Area, Central Java: Unpublish, thesis, Insti-tute Technologi Bandung.

Humaida, H., Sulistiyo, Y., dan Hartiyatun, S., 2003a, Fenomena Pegunungan Dieng Ditinjau dari Geokimia Gas, Yogyakarta: Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi.

Humaida, H., E. Sartini, Sulistiyo, Y., Hartiyatun, S., 2003b, Geokimia Air dalam Penyelidikan di Pe-gunungan Dieng, Yogyakarta: Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi.

Jogiyanto, H.M., 2001, Analisis dan Desain Sistem Informasi: Pendekatan Terstruktur Teori dan Praktek Aplikasi Bisnis, Yogyakarta: Andi.

Lindsay, M., Simkin T., Summers M., Nielsen E., 1989, Global Volcanism, 1975-1985, Dieng,

Wash-ington DC.

Priatna, 2011, Hidup di antara Semburan Gas. Dalam Hidup di Atas Tiga Lempeng: Gunung Api dan Bencana Geologi, Bandung: Badan Geologi, Kemen-terian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Republik Indonesia, 2011, Peraturan Menteri E nergi dan Sumber Daya Mineral No. 15 Tahun 2011, ten-tang Pedoman Mitigasi Bencana Gunung api, Gerakan Tanah, Gempa Bumi, dan Tsunami, Jakarta: Kemen-terian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Sugiyono, 1999, Statistik untuk Penelitian, Cetakan ke-2. Bandung: CV Alfabeta.

Sukhyar, R., Sumartadipura N.S., dan Efendi W., 1986, Peta Geologi Komplek Gunung api Dieng, Jawa Tengah, Bandung: Direktorat Vulkanologi.

Sulistyo, Y., Humaida, H., Sartini E., Suryono. 2002, Sebaran Gas CO2 di Pegunungan Dieng, Yo-gyakarta: Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi.

Tazief, H. dan Sabroux, J.C., 1983, Forcasting Vol-canic Events, Tokyo: Elseivier.

Terry, G.R., 1986, Asas-asas Manajemen, Bandung: Alumni.

(14)

Gambar

Tabel 1. Data Analisis Gas dan Uap Air di Kawasan Wisata Dataran Tinggi Dieng, April 2014
Gambar 1. Konsentrasi CO2 di kawasan wisata Dataran Tinggi Dieng.
Gambar 3.  Kawah Sikidang Dataran Tinggi Dieng.
Tabel 2. Hasil Analisis Gas dan Uap Air di Kawah Sikidang 1999-2014
+3

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendapatkan bantuan pelatihan maupun pinjaman PT Telkom sudah mempunyai peraturan yang jelas, Seperti sayarat dan kriteria Kriteria usaha kecil yang dapat menjadi mitra

Ditambah lagi dengan adanya pendapat dari sebuah artikel mengenai warna dari pencahayaan yang berhubungan dengan emosi dan perilaku pengguna ruang oleh Haryanto (2012:

Gesang kawula, Gusti, lumados mring Paduka Saben kula makarti, Paduka kang makarya... Ibadah Anak dan Remaja (semua jenjang & Baper), dilayani Pamong dari GKJW Jemaat

Keterbatasan nutrien (nitrat dan fosfat) dalam media pemeliharaan kultur mikroalga akan meningkatkan aktivitas kerja dari enzim ACCase yang merupakan prekusor bagi

Pada kasus geometri bola gambar 3.4 yaitu dengan kenaikan temperatur 1000C antara dua lapisan dengan perbedaan koefisien terkopel, C1 dan C2, batas kedalaman d yang memisahkan

Tujuan dari penelitian adalah mengetahui jarak tanam yang tepat untuk pertumbuhan tanaman bawang merah dan pengaruh pemberian pupuk silika dalam produksi umbi mini

Diameter zona hambatan terbesar terdapat pada ekstrak kasar (48 jam = 16,30 mm) dan untuk fraksi protein terdapat pada tingkat fraksi 40-60% (48 jam = 14,40 mm) yang

Lempung adalah bahan berbutir halus (<0,002mm), terdapat secara alami dan bersifat tanah, tersusun oleh mineral-mineral lempung (senyawa alumina silikat hidrat) dan