• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kajian terhadap Putusan No.61/PDT.G/2012/PN Kediri dalam Perspektif Kepastian Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kajian terhadap Putusan No.61/PDT.G/2012/PN Kediri dalam Perspektif Kepastian Hukum"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam

kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran

karena dapat diketahui bahwa hampir semua masyarakat telah menjadikan

kegiatan pinjam-meminjam uang sebagai sesuatu yang sangat diperlukan

untuk mendukung perkembangan kegiatan perekonomian, meningkatkan taraf

kehidupan dan pembangunan di bidang ekonomi yang merupakan bagian dari

pembangunan nasional.1 Salah satu upaya dalam pembangunan ekonomi

adalah program kredit yang diberikan oleh bank.

Kredit yang diberikan oleh bank sangat erat hubungannya dengan

jaminan. Jaminan sangatlah penting karena berkaitan dengan risiko yang

mungkin saja terjadi seperti kegagalan dan kemacetan pelunasan.2 Salah satu

yang dapat dijadikan jaminan kredit adalah hak tanggungan. Hak tanggungan

atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya

disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas

tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomo 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA),

berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan

1

M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hal. 1.

2

(2)

dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan

kedudukan yang diutamakan kepada kreditor-kreditor lain.3

Sehingga kredit yang diberikan dengan jaminan berupa hak atas tanah

harus dijaminkan dengan hak tanggungan yang dituangkan dalam Akta

Pemberian Hak Tanggungan (APHT), sebagaimana telah diatur dalam Pasal

10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.4 Hak

Tanggungan dalam UUHT tidaklah dibangun dari suatu yang belum ada. Hak

Tanggungan dibangun dengan mengambil alih atau mengacu asas-asas dan

ketentuan-ketentuan pokok dari Hipotek yang diatur oleh KUHPerdata.5

Kreditur adalah pihak yang memberikan kredit atau pinjaman kepada

pihak lainnya. Terminologi kreditur sering digunakan pada dunia keuangan

khususnya merujuk pada pinjaman jangka pendek, obligasi jangka panjang,

dan hak tanggungan. Dalam perjanjian hutang piutang, diperlukan adanya

suatu agunan untuk menjamin hutang tersebut akan terbayar dan untuk

menghindari kerugian bagi kreditur apabila debitur mengalami gagal bayar.

Tanah merupakan barang jaminan untuk pembayaran hutang yang paling

disukai oleh lembaga keuangan yang memberikan fasilitas kredit. Sebab

tanah, pada umunya mudah dijual, harganya terus meningkat, mempunyai

3

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996.

4 Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 menyatakan bahwa “Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

5

(3)

tanda bukti hak, sulit digelapkan dan dapat dibebani Hak Tanggungan yang

memberikan hak istimewa kepada kreditor.6

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, tanggungan diartikan sebagai barang

yang dijadikan jaminan. Sedangkan jaminan itu sendiri artinya tanggungan

atas pinjaman yang diterima (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989:889).

Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.4 Tahun 1996 disebutkan

pengertian hak tanggungan. Yang dimaksud dengan hak tanggungan adalah

Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang

dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang

merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu,

yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu

terhadap kreditur-kreditur lainnya.7

Proses pemberian kredit bank dengan jaminan hak tanggungan, akan

menimbulkan kemungkinan dimana nasabah debitur tidak dapat melaksanakan

kewajibannya seperti yang telah disepakati dalam perjanjian kredit. Salah satu

kelebihan dari sertifikat hak tanggungan adalah adanya hak yang diberikan

oleh undang-undang kepada pemegang hak tanggungan berupa hak

eksekutorial yang memiliki kekuatan hukum tetap sama halnya seperti putusan

pengadilan.

Sehingga apabila debitur cidera janji, obyek hak tanggungan dapat

dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam

6

Effendi Perangin-angin, Praktik Penggunaan Tanah Sebagai Jaminan Kredit, (Jakarta : Rajawali Pers, 1981), hal. 9.

7

(4)

peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang hak

tanggungan. Selain titel eksekutorial, eksekusi hak tanggungan dapat

dilakukan dengan parate executie yang berdasarkan pada ketentuan Pasal 6

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, apabila

debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak

untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui

pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan

tersebut.

Konsep ini dalam KUHPerdata dikenal sebagai parate executie

sebagaimana dimaksud dalam pasal 1178 ayat (2) KUHPerdata. Dengan

konsep parate executie, pemegang Hak Tanggungan tidak perlu meminta

persetujuan terlebih dahulu kepada pemberi Hak Tanggungan, dan tidak perlu

juga meminta penetapan pengadilan setempat apabila akan melakukan

eksekusi atas Hak Tanggungan yang menjadi jaminan utang debitur dalam hal

debitur cidera janji.8 Pemenang Hak Tanggungan dapat langsung datang dan

meminta kepada Kepala Kantor Lelang untuk melakukan pelelangan atas

obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan.9

Lelang di Indonesia diatur dalam Vendu Reglement Stbl. Tahun 1908

Nomor 189, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Proses lelang

akan menimbulkan suatu akibat hukum yaitu peralihan hak obyek lelang dari

8

Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan, (Bandung : Alumni, 1999), hal. 46.

9Ibid

(5)

penjual kepada pemenang lelang. Peralihan hak atas tanah melalui lelang

merupakan perbuatan hukum yang sah sepanjang memenuhi syarat yang telah

ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan

Pasal 41 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang

Pendaftaran Tanah, bahwa peralihan hak melalui pemindahan hak dengan

lelang hanya dapat didaftar jika dibuktikan dengan kutipan risalah lelang yang

dibuat oleh Pejabat Lelang baik dalam lelang eksekusi dan lelang sukarela.10

Namun dalam peralihan hak tersebut ternyata menimbulkan permasalahan

baru, seperti obyek lelang yang tidak dapat dikuasai oleh pemenang

lelang/pembeli, serta pembatalan lelang berdasarkan putusan Pengadilan

Negeri.

Lelang dapat dilakukan melalui Badan Lelang Swasta, putusan

pengadilan, maupun lembaga khusus yang telah dibentuk oleh pemerintah

yakni Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Permohonan

lelang diajukan secara tertulis oleh penjual/kreditur yang bermaksud

melakukan penjualan barang secara lelang kepada KPKNL guna memperoleh

penyelesaian.11 Namun, pada kenyataannya banyak kendala-kendala serta

masalah yang timbul di dalam pelaksanaannya diantaranya yaitu pemenang

lelang yang beritikad baik tidak dapat memperoleh dan menikmati atas barang

yang telah dimenangkannya.

Sebenarnya tidak ada peraturan perundangan-undangan yang mengatur

tentang asas lelang secara keseluruhan, namun apabila dicermati dari rumusan

10

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukaan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1, Cet.XII, (Jakarta : Djambatan, 2008), hal. 516.

11

(6)

undang-undang dan pendapat para doktriner di bidang lelang, dapat ditemukan

adanya asas-asas lelang yaitu:12

1. Asas Keterbukaan

Menghendaki agar seluruh lapisan masyarakat mengetahui adanya rencana lelang dan mempunyai kesempatan untuk mengikuti lelang sepanjang tidak dilarang oleh Undang-Undang. Dalam hal ini lelang dilakukan dimuka umum;

2. Asas Keadilan

Mengandung pengertian bahwa dalam proses pelaksanaan lelang harus dapat memenuhi rasa keadilan secara proporsional bagi setiap pihak yang berkepentingan dan hanya dapat dibatalkan dengan permintaan penjual atau putusan dari lembaga peradilan umum;

3. Asas Kepastian Hukum

Menghendaki agar lelang yang telah dilaksanakan menjamin adanya perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan lelang;

4. Asas Efisiensi

Menjamin pelaksanaan lelang dilakukan dengan cepat dan dengan biaya relatif murah karena lelang dilakukan dalam tempat dan waktu yang telah ditentukan dan pembeli disahkan saat itu juga;

5. Asas Akuntabilitas

Menghendaki agar lelang yang dilaksanakan oleh Pejabat Lelang dapat dipertanggung-jawabkan kepada semua pihak yang berkepentingan.

Adapun beberapa kebaikan lelang berdasarkan asas-asas lelang diatas.

Menurut Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 106/PMK.06/2013

Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan 93/PMK.06/2010 tentang

Petunjuk Pelaksanaan, kebaikan lelang antara lain adalah cepat, aman, harga

yang wajar, dan dapat memberikan kepastian hukum bagi pelaksanaan lelang.

Namun, kebaikan lelang seakan terabaikan pada putusan Perkara

Pengadilan Negeri Kediri dengan Nomor: 61/Pdt.G/2012/PN Kdr Tanggal 12

Juni 2013 yang kemudian dikuatkan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor

1908/K/Pdt/2014 karena merugikan pembeli lelang dan kreditur dengan

terjadinya pembatalan obyek lelang oleh pengadilan, serta menimbulkan tidak

adanya kepastian hukum.

12

(7)

Kasus tersebut berawal dari adanya gugatan yang diajukan oleh

Chandra Soegianto dan Juwita Chandra selaku debitur kepada PT. Bank BRI

Persero Tbk. Kantor cabang Kediri, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan

Lelang (KPKNL) Malang, Effendi Hidayat (Pimpinan Bank BRI) selaku

pemenang lelang, dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kediri. Gugatan

tersebut dilakukan para penggugat karena merasa tidak adil dalam pelaksanaan

lelang eksekusi hak tanggungan yang telah dilaksanakan oleh PT. Bank BRI

karena obyek jaminan milik Penggugat telah dijual dibawah harga pasar (tidak

sesuai nilai limit) dan dimenangkan oleh Effendi Hidayat selaku pimpinan PT

Bank BRI dengan Risalah Lelang Nomor: 1042/2011, tanggal 20 Oktober

2011.

Kemudian dalam putusannya, Pengadilan Negeri Kediri membatalkan

lelang eksekusi atas obyek hak tanggungan tersebut dan menyatakan bahwa

Risalah Lelang Nomor: 1042/2011, tanggal 20 Oktober 2011 tidak memiliki

kekuatan hukum. Hakim juga menyatakan bahwa pemohon lelang selaku

kreditur dan KPKNL Malang telah melakukan suatu perbuatan melawan

hukum.

Berdasarkan isu hukum tersebut, penulis berpendapat bahwa Hakim

tidak mempertimbangkan kepentingan pembeli lelang yang beritikad baik

yang sama sekali tidak mengetahui cacat yuridis obyek lelang tersebut.

Kemudian Bank BRI selaku kreditur juga tidak memperoleh pelunasan dari

pelaksanaan lelang eksekusi tersebut, serta pembeli lelang tidak berhak atas

(8)

Dengan adanya pembatalan lelang, mengakibatkan kreditur pemegang

hak tanggungan merasa dirugikan karena tidak mendapatkan pelunasan

hutangnya. Salah satu asas lelang yakni kepastian hukum yang memiliki arti

menghendaki agar lelang yang telah dilaksanakan menjamin adanya kepastian

hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan lelang,

namun pengertian tersebut pada kenyataannya tidak sesuai dengan proses

pelaksanaan lelang yang ada. Sehingga menimbulkan adanya asas yang tidak

tercapai.

Adanya asas yang tidak tercapai mengakibatkan pelaksanaan lelang

tidak memberikan kepastian bagi pembeli lelang, sehingga pembeli lelang

seringkali mengalami kerugian baik waktu, tenaga, dan biaya. Dalam

mempertegas argumen penulis yang tidak sependapat dengan pertimbangan

hukum putusan tersebut, penulis akan menjelaskan mengenai apakah Putusan

Hakim dalam perkara No. 61/Pdt.G/2012 PN Kediri didasarkan pada

pertimbangan Hakim yang tepat dan bagaimanakah kepastian hukum bagi

pemegang Hak Tanggungan dan pemenang lelang dalam perspektif kepastian

hukum.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah putusan hakim dalam perkara No. 61/Pdt.G/2012 PN Kediri

didasarkan pada pertimbangan hakim yang tepat?

2. Bagaimanakah kepastian hukum bagi pemegang hak tanggungan dan

(9)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui putusan hakim dalam perkara No. 61/Pdt.G/2012 PN

Kediri telah didasarkan pada pertimbangan hakim yang tepat.

2. Untuk mengetahui kepastian hukum bagi kreditur pemegang hak

tanggungan dan pemenang lelang terhadap pembatalan lelang eksekusi hak

tanggungan.

3. Menambah dan memperluas pengetahuan dan wawasan penulis mengenai

pertimbangan hakim dalam perkara No. 61/Pdt.G/2012 PN Kediri serta

kepastian hukum bagi kreditur pemegang hak tanggungan dan pemenang

lelang terhadap pembatalan lelang eksekusi hak tanggungan

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan. Khususnya mengenai

kepastian hukum terhadap kreditur pemegang hak tanggungan dan

pemenang lelang dan juga penelitian ini diharapkan mampu menjadi

rujukan ataupun bahan bantu dalam dunia perkuliahan maupun untuk

kepentingan pribadi.

2. Praktis

Dengan adanya penelitian ini, hasil penelitian secara praktis diharapkan

Hakim Mahkamah Agung dapat memberikan pertimbangan hakim yang

tepat yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada

(10)

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah

penelitian Yuridis Normatif tentang kepastian hukum terhadap kreditur

pemegang hak tanggungan dan pemenang lelang. Penelitian Yuridis

Normatif adalah suatu prosedur ilmiah untuk menemukan kebenaran

berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatifnya yang obyeknya adalah

hukum itu sendiri.13 Ronny Hanitijo Soemitro menyatakan bahwa

“Penelitian yuridis normatif merupakan penelitian kepustakaan, yaitu

penelitian terhadap data sekunder.”14

Pertimbangan yang digunakan dalam

menentukan jenis penelitian ini adalah analisis terhadap ketentuan dalam

hukum positif Indonesia yang mengatur tentang lelang apakah telah

memberikan kepastian hukum kepada pemenang lelang eksekusi hak

tanggungan atas penguasaan obyek lelang dan kepastian hukum terhadap

kreditur pemegang hak tanggungan.

2. Pendekatan Masalah

a. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach)

Dalam metode pendekatan perundang-undangan peneliti perlu

memahami hierarki, dan asas-asas dari dalam peraturan

perundang-undangan.15 Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.12 Tahun

2011, peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang

memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau

(11)

ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui

prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan

perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan

hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.16

Dari paparan tersebut dapat dilihat bahwa analisis hukum yang

dihasilkan oleh suatu penelitian hukum normatif yang menggunakan

pendekatan perundang-undangan (statute approach), akan lebih akurat

bila dibantu oleh satu atau lebih pendekatan lain yang cocok, guna

memperkaya pertimbangan-pertimbangan hukum yang tepat untuk

menghadapi problem hukum yang dihadapi.17 Pendekatan

perundang-undangan (statute approach) itu sendiri digunakan untuk meneliti

bagaimana kepastian hukum bagi kreditur pemegang hak tanggungan

dan pemenang lelang dalam perspektif kepastian hukum dan

sebagaimana yang diatur dalam hukum positif Indonesia.

b. Pendekatan Kasus (Case Approach)

Pendekatan kasus (case approach) dalam penelitian normatif

bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah

hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. Dalam tradisi common

law, sebagaimana yang telah dibahas terdahulu, Edward J. Levy

memperkenalkan penalaran dari kasus ke kasus : “reasoning from the

example from case to case”, yaitu jenis penalaran dari yang khusus ke

16

Johnny Ibrahim, Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang : Bayumedia, 2011), hal. 302.

17Ibid

(12)

khusus.18 Dalam menggunakan pendekatan kasus, yang perlu dipahami

oleh peneliti adalah ratio decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang

digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusan-putusannya.19

Pendekatan kasus (case approach) itu sendiri digunakan untuk

menganalisis apakah putusan hakim dalam perkara Nomor

61/PDT.G/2012/PN.KEDIRI sudah didasarkan pada pertimbangan

hakim yang tepat.

3. Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer:

Penelitian hukum berbeda dengan penelitian sosial. Untuk

menyelesaikan isu mengenai masalah hukum dan sekaligus

memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya, peneliti

memerlukan sumber-sumber penelitian yang disebut bahan hukum,

baik bahan hukum primer maupun sekunder.20

Badan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai

otoritas (autoritatif).21

1. Pengadilan Negeri Kediri, Putusan Nomor 61/Pdt.G/2012/Kdr

tentang Pembatalan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan oleh

Pengadilan Negeri.

2. Vendu Reglement (Peraturan Lelang Stb. 1908 Nomor 189).

3. Herzien Inlandsch Reglement (HIR).

4. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

18

Ibid, hal. 321.

19

Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Edisi Revisi,(Jakarta : Kencana, 2005), hal. 158.

20

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum ,(Jakarta : Kencana, 2007), hal. 141.

21

(13)

5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.

6. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor

93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

b. Bahan Hukum Sekunder:

Bahan-bahan yang berkaitan dengan bahan hukum primer,

misalnya buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan, tulisan para

ahli, makalah, jurnal, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah

lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier:

Bahan-bahan yang bersifat menunjang bahan hukum primer dan

sekunder untuk memberikan suatu informasi tentang bahan-bahan

sekunder misalnya majalah, surat kabar, kamus Bahasa Indonesia,

kamus hukum, website.

4. Unit Amatan dan Unit Analisis

Unit amatan pada penelitian ini ialah pada putusan Nomor

61/PDT.G/2012/PN.KEDIRI tentang Pembatalan Lelang Eksekusi Hak

Tanggungan oleh Pengadilan Negeri, Vendu Reglement (Peraturan Lelang

Stb. 1908 Nomor 189), Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang

(14)

Tanah, dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PMK

No.93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dan PMK

No.106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Dimana unit amatan ini akan menjadi bahan acuan terhadap unit analisis

yang dalam hal ini ialah kepastian hukum terhadap kreditur pemegang hak

Referensi

Dokumen terkait

Praktik pengalaman lapangan adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh dalam

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan differensial, antara lain: metode Euler, metode pendekatan dengan deret Taylor, metode runge-kutta

provinsi, negara dan internasional; melakukan komitmen kerjasama dengan berbagai pihak(https://w.. Tentunya, bagi Indonesia, REDD+ memiliki arti penting mengingat

Gonosom disebut juga kromosom seks atau kromosom kelamin suatu organisme. Jumlah kromosom seks pada sel tubuh manusia ada dua buah atau sepasang. Berdasarkan jumlah sentromer komosom

Hasil uji ini menunjukkan bahwa semakin besar kemudahan yang dirasakan oleh nasabah pengguna e- banking maka akan semakin besar penerimaan penggunaannya, pihak

Kebenaran penelitian kuantitatif lebih menekankan pada teori yang digunakan (etik),. sehingga kebenaran penelitian mengacu pada ketepatan teori yang

Menurut Kamus Dewan Edisi Keempat 2013, perkataan “pertubuhan” telah ditakrifkan sebagai sesuatu organisasi yang ditubuhkan demi sesuatu kehendak dan bukannya

Tahanan lentur terkoreksi balok yang tersusun dari tiga elemen atau lebih secara vertikal dengan tinggi seragam dan dengan besar beban kerja yang terdistribusi pada semua