• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reaktivasi R175h-P53 Oleh Adduct Mq-Sistein : Studi Simulasi Dinamika Molekuler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Reaktivasi R175h-P53 Oleh Adduct Mq-Sistein : Studi Simulasi Dinamika Molekuler"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

i

REAKTIVASI R175H-p53 OLEH ADDUCT MQ-SISTEIN : STUDI

SIMULASI DINAMIKA MOLEKULER

Disusun Oleh :

AGUSTINA MUKHAROMAH

M0307026

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian

persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul REAKTIVASI R175H-p53 OLEH ADDUCT MQ-SISTEIN : STUDI SIMULASI DINAMIKA MOLEKULER

kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 8 Januari 2013

AGUSTINA MUKHAROMAH

(4)

REAKTIVASI R175H-p53 OLEH ADDUCT MQ-SISTEIN :

STUDI SIMULASI DINAMIKA MOLEKULER

AGUSTINA MUKHAROMAH

Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret.

ABSTRAK

Mutasi R175H pada p53 (R175H-p53) berkontribusi dalam perubahan konformasi protein p53. Perubahan tersebut mengakibatkan hilangnya fungsi p53 sebagai penekan tumor. Adduct Methylene Quinuclidinone-Cysteine (MQ-Sistein) diyakini dapat mereaktivasi R175H-p53. Restorasi konformasi R175H-p53 menyerupai wild type-p53 diperlukan untuk reaktivasi. Terdapat tujuh residu sistein pada domain inti p53 yang dapat dipilih untuk membentuk adduct tersebut. Laju pembentukan adduct bergantung pada lingkungannya. Sistein pada lokasi yang berbeda pada domain inti memberikan pengaruh interaksi yang berbeda, sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan perubahan konformasi. Perubahan-perubahan tersebut dapat ditandai oleh perubahan pada konformasi backbone protein. Simulasi dinamika molekuler dari R175H-p53 yang mengandung satu adduct MQ-Sistein pada dua lokasi yang berbeda telah dilakukan untuk membedakan mekanisme restorasi konformasi mutan p53. Trajectory-trajectory hasil simulasi selama 100 ns menunjukkan peningkatan kestabilan dengan pembentukan adduct. Daerah DNA-binding distabilkan dengan terbentuknya helix pada loop 2. Adduct MQ-Sistein pada residu nomor 124 memberikan perubahan konformasi pada loop 2 dan 3 (L2 dan L3). Disisi lain, residu nomor 275 mengubah daerah L1, L2 dan L3. Oleh sebab itu, kami dapat menduga bahwa adduct MQ-Sistein menginduksi modifikasi lokal sehingga konformasi parsial R175H-p53 menyerupai wild type.

Kata kunci : reaktivasi, R175H-p53, adduct MQ-Sistein, dinamika molekuler

(5)

R175H-p53 REACTIVATION BY MQ-CYSTEINE ADDUCT : A STUDY OF MOLECULAR DYNAMICS SIMULATION

AGUSTINA MUKHAROMAH

Department of Chemistry. Faculty of Mathematics and Natural Sciences.

Sebelas Maret University.

ABSTRACT

R175H mutation of p53 (R175H-p53) contributes to conformational alterations in the p53 protein. The alterations result in the loss of p53 function as a tumor suppressor. Methylene quinuclidine-cysteine (MQ-cysteine) adduct is believed to able to reactivate the R175H-p53. Restoration of R175H-p53 conformational behavior resemble wild type p53 is needed for reactivation. There are seven cysteine residues in p53 core domain, which are eligible to form this adduct. The rate of the adduct formation were depending on its environment. Cysteine on different site of core domain provides different interaction effect, it allows different conformational alterations. The alterations may indicated by the alterations of protein backbone conformations. Molecular dynamics simulations of R175H-p53 containing MQ-Cysteine adduct in two different sites have been performed in order to determine the restoration mechanism of mutant p53. The simulations results of 100 ns trajectories show an increasing stability due to adduct formation. DNA binding region was stabilized as a helix formed on loop 2. MQ-Cysteine adduct on residue no. 124 introduced conformational alterations on loop 2 and 3 (L2 and L3). On the other hand residue no. 275 altered L1, L2 and L3. Thus we can surmise that MQ-Cysteine adduct induced local modification that resemble R175H-p53 partial conformational behavior of wild type.

Keywords : reactivation, R175H-p53, MQ-Cysteine adduct, molecular dynamics

(6)

MOTTO

Dan Allah mengeluarkanmu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui

sesuatupun, dan Dia memberimu Pendengaran, Penglihatan dan Hati agar kamu

bersyukur

(Q.S. An Nahl : 78)

Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi manusia

lainnya

(HR. Tirmidzi)

(7)

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan teruntuk:

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya bagi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana sains Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta. Keberkahan dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis menyadari bahwa segala sesuatu memiliki hikmah dan menjadi indah pada waktunya.

Dalam menyusun skripsi ini penulis menemui berbagai hambatan dan permasalahan yang beragam. Namun, atas bimbingan, kritikan, saran, dan dorongan semangat yang bermanfaat dari berbagai pihak, semua hambatan dan permasalahan tersebut dapat penulis atasi dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin

menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis, yaitu sebagai berikut.

1. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc., Ph.D., selaku dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Eddy Heraldy, M.Si., selaku ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dr. rer. nat. Fajar R. Wibowo, M.Si., selaku dosen pembimbing I, yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini, memberikan banyak kesempatan, pengalaman dan inspirasi bagi penulis.

4. Prof. Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D., selaku pembimbing akademis yang memberikan bimbingannya selama perkuliahan.

5. Edi Pramono, M.Si., selaku ketua laboratorium Kimia Dasar yang telah memberikan akses bagi penulis melakukan penelitian di laboratorium Kimia Dasar bagian Komputasi Kimia.

6. Bapak Ibu dosen dan seluruh staff jurusan Kimia yang telah memberikan fasilitas dan pelayanan yang baik bagi penulis.

(9)

7. Ucapan terimakasih yang tak terhingga sepanjang masa teruntuk Bunda dan ulis, kasih sayang, dukungan moral, spiritual dan dalam segala hal.

8. Kakak-kakakku tersayang yang memberikan semangat untuk melangkah.

9. Teman- dan sahabat-sahabat HIMAMIA, terimakasih atas kebersamaan dan kerja samanya.

10. Computational Chemistry Community, terimakasih atas persaudaraan yang tak tergantikan dan semua pihak yang telah membantu penulis.

Semoga keikhlasannya diberikan tempat tersendiri oleh Allah SWT sebagai amal baik. Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi yang penulis lakukan masih jauh dari sempurna sehingga membutuhkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca. Namun, lepas dari semua itu, semoga para pembaca mendapatkan manfaat setelah membaca skripsi ini.

Surakarta , Januari 2013

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

(11)

b) Parmchk 16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 21

A. Metode Penelitian ... 21

4. Minimisasi dan Penyeimbangan (Equilibrasi) Sistem ... 22

5. Simulasi Sistem ... 23

E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

A. Parameterisasi Adduct MQ-Sistein ... 24

B. Pemilihan Posisi Sistein Target pada Makromolekul ... 26

C. Reaktivasi R175H-p53 oleh Adduct MQ-Sistein ... 27

1. Stabilisasi R175H-p53 oleh Adduct MQ-Sistein ... 28

2. Perubahan Konformasi Parsial R175H-p53 oleh Adduct MQ- Sistein ... 37

(12)

a)Perbedaan Konformasi Wild type-p53 dengan R175H-p53... 38

b)Perubahan Konformasi R175H-p53 oleh Adduct pada Residu Sistein-124 ... 45

c)Perubahan Konformasi R175H-p53 oleh Adduct pada Residu Sistein-275 ... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

LAMPIRAN ... 66

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Siklus perkembangan sel ... 7

Gambar 2. Empat tingkatan struktur protein ... 9

Gambar 3. Struktur domain inti p53 ... 11

Gambar 4. Struktur adduct MQ-NAC dan adduct MQ-Sistein ... 12

Gambar 5. Tahapan pembentukan struktur adduct Sistein dari adduct MQ-NAC ... 24

Gambar 6. Struktur adduct MQ-Sistein teroptimasi dengan keterangan kode atom, tipe atom, dan muatan adduct MQ-Sistein yang diperoleh dengan RESP ... 25

Gambar 7. Hasil pemilihan lokasi sistein target pada mutan R175H ... 26

Gambar 8. Grafik perbedaan RMSD sebagai fungsi waktu ... 28

Gambar 9. Grafik perbedaan B-factor semua atom sebagai fungsi nomor residu dan grafik perbedaan B-factor atom backbone sebagai fungsi nomor residu ... 30

Gambar 10. Grafik fluktuasi residu 113-123, 173-188, dan 237-250 ... 32

Gambar 11. Resonansi elektronik ikatan peptida ... 33

Gambar 12. Grafik perbedaan order parameter vektor NH sebagai fungsi nomor residu ... 34

Gambar 13. Grafik order parameter sebagai fungsi residu pada range residu 113-124, 172-190, dan 234-250 . ... 35

Gambar 14. Konformasi p53 antara wild type-p53 (pada dua populasi dominan yang berdekatan) dengan R175H-p53 ... 39

Gambar 15. Perbedaan jarak antar residu-residu daerah L1 wild type-p53 dengan R175H-p53 ... 41

Gambar 16. Perbedaan jarak antar residu-residu daerah L2 wild type-p53 dengan R175H-p53 ... 42

Gambar 17. Perbedaan jarak antar residu-residu daerah L3 wild type-p53 dengan R175H-p53 ... 44

(14)

Gambar 18. Perbedaan konformasi p53 antara wild type-p53 (sistem 3) pada populasi dominan pertama dan populasi dominan ke-2 dengan sistem 1 dan sistem 4 ... 46 Gambar 19. Perubahan konformasi parsial R175H-p53 oleh adduct MQ-Sistein

sistem 1 pada daerah L1 ... 47 Gambar 20. Perubahan konformasi parsial R175H-p53 oleh adduct MQ-Sistein

sistem 1 pada daerah L2 ... 48 Gambar 21. Interaksi ikatan hidrogen antara Ser-183 dengan Glu-180 pada

sistem 1 ... 49 Gambar 22. Perubahan konformasi parsial R175H-p53 oleh adduct MQ-Sistein

sistem 1 pada daerah L3 ... 50 Gambar 23. Perbedaan konformasi p53 antara wild type-p53 (sistem 3) pada

populasi dominan pertama dan populasi dominan ke-2 dengan sistem 2 dan sistem 4 ... 52 Gambar 24. Perubahan konformasi parsial R175H-p53 oleh adduct MQ-Sistein

sistem 2 pada daerah L1 ... 53 Gambar 25. Perubahan konformasi parsial R175H-p53 oleh adduct MQ-Sistein

sistem 2 pada daerah L2 ... 54 Gambar 26. Interaksi ikatan hidrogen antara residu Hie-178 dengan Arg-181 dan

Hin-179 dengan Ser-183 pada sistem 2 ... 55 Gambar 27. Perubahan konformasi parsial R175H-p53 oleh adduct MQ-Sistein

sistem 2 pada daerah L3 ... 56

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram alir parameterisasi adduct MQ-Sistein ... 66

Lampiran 2. Diagram alir pemilihan makromolekul ... 67

Lampiran 3. Diagram alir proses simulasi ... 68

Lampiran 4. Diagram alir analisis visualisasi konformasi ... 69

Lampiran 5. File prep adduct MQ-Sistein ... 70

Lampiran 6. Populasi 10 klaster dari empat sistem protein ... 71

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh rusaknya mekanisme pengaturan dasar prilaku sel, khususnya mekanisme pertumbuhan dan diferensiasi sel yang diatur oleh gen, sehingga faktor genetik diduga kuat sebagai pencetus utama terjadinya kanker (Maliya, 2004). Proses pengendalian untuk menekan pertumbuhan kanker secara umum dilakukan dengan beberapa cara antara lain: pencegahan terhadap agen penyebab kanker, peningkatan pertahanan terhadap kanker, modifikasi gaya hidup dan pencegahan dengan bahan kimia (Murray, 1998).

(17)

2

Mutan p53 yang terletak pada domain inti dengan mutasi R175H (mutasi arginin menjadi histidin) mengakibatkan ketidakstabilan struktur p53 dalam berinteraksi dengan DNA (Joerger dan Fersht, 2007; Cho et al., 1994). Stabilisasi pada daerah domain inti menggunakan desain obat yang spesifik merupakan salah satu cara terapi kanker yang dapat merestorasi fungsi p53 (Fahraeus et al., 1999; Wiman, 1998; Harris, 1996). Fungsi p53 dapat dikembalikan dengan mengatur konformasi mutan p53 sehingga menyerupai wild type-p53 (Bykov et al., 2005). Modifikasi yang terdapat pada residu sistein mutan p53 diperkiran mampu mengembalikan konformasi dan fungsi mutan p53 mendekati wild type-p53 sehingga dapat menginduksi apoptosis dalam sel yang mengekspresikan mutan p53 (Wiman, 2010; Lambert, 2009). Modifikasi pada p53 melalui pembentukan adduct dari satu atau beberapa residu sistein diperkirakan mampu mengembalikan konformasi p53 mendekati wild type-p53 (Shen et al., 2001; Zache et al., 2008; Shen, J., 2010). Terdapat 10 residu sistein yang terletak pada domain inti p53 (Lambert et al., 2009). Beberapa diantaranya diketahui memiliki reaktivitas tertinggi dalam pembentukan adduct, yaitu pada nomor 124, 141, 135, 182, dan 277, sedangkan yang memiliki reaktivitas terendah terletak pada nomor 176 dan 275 (Joerger et al., 2010).

Lambert (2009) menyatakan bahwa salah satu produk dekomposisi PRIMA-1 (p53 reactivation and induction of massive apoptosis-1) yaitu MQ (Methylene Quinuclidinone) memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan sel tumor manusia yang membawa mutan p53. MQ memiliki gugus aktif berupa ikatan rangkap yang mempunyai kecenderungan untuk membentuk adduct dengan gugus tiol sistein melalui reaksi addisi. Lambert (2009) telah menggunakan N-Asetil sistein (NAC) sebagai model untuk menunjukkan pembentukan adduct melalui terbentuknya ikatan kovalen dengan gugus tiol sistein dalam NAC lebih mungkin terjadi melalui MQ. Selain itu, pembentukan ikatan kovalen pada adduct MQ-NAC lebih mudah terbentuk melalui addisi nukleofilik pada ikatan rangkap MQ dibandingkan dengan adduct PRIMA-NAC (Nurmalitasari, 2012).

Identifikasi perubahan tiol sistein sebagai mekanisme untuk reaktivasi mutan p53 akan memfasilitasi desain senyawa mutan p53 selektif yang lebih

(18)

potensial dan akhirnya pengembangan obat yang benar untuk penanganan kanker (Lambert et al., 2009). Penggunaan adduct MQ-Sistein diperkirakan mampu mengembalikan konformasi mutan p53 mendekati wild type-p53, sehingga identifikasi terhadap molekul kecil yang mampu mereaktivasi mutan p53 seperti adduct MQ-Sistein membuka peluang untuk mengembangkan obat antikanker yang lebih efisien.

B. Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Mutan R175H-p53 kehilangan fungsi penekan tumor akibat perubahan konformasi. Modifikasi pada p53 melalui pembentukan adduct dari satu atau beberapa residu sistein diperkirakan dapat mereaktivasi fungsi p53 dengan cara mengembalikan konformasi p53 mendekati wild type-p53.

Modifkasi sistein dapat dilakukan dengan pembentukan adduct melalui terbentuknya ikatan kovalen antara gugus tiol sistein dalam N-Asetil Sistein (NAC) dengan MQ. Pembentukan adduct MQ-NAC dapat dijadikan sebagai analogi pembentukan adduct antara MQ dengan residu sistein pada p53 sehingga membentuk adduct MQ-Sistein. Lokasi residu sitein pada p53 dapat terletak pada suatu lekukan (cavity) yang dalam ataupun landai, ditengah-tengah makromolekul yang jauh dari permukaan (surface area), maupun dipermukaan makromolekul. Beberapa residu sistein diketahui memiliki reaktivitas tercepat dalam pembentukan adduct yaitu terletak pada residu nomor 124, 141, 135, 182 dan 277, sedangkan residu sistein yang memiliki reaktivitas paling lambat dalam pembentukan adduct terletak pada residu nomor 176 dan 275. Banyak sistein p53 yang diketahui berpotensi dapat membentuk adduct, namun adduct mana yang memiliki probabilitas terbesar dalam mereaktivasi p53 belum terungkap. Lokasi sitein dan kecepatan pembentukan adduct yang berbeda diduga memberikan perbedaan pengaruh interaksi yang memungkinkan terjadinya perbedaan perubahan konformasi p53, sehingga pemilihan residu sistein menjadi penting untuk dilakukan.

(19)

4

pengujian secara in vitro, in vivo, maupun in silico. Pemodelan in silico melalui eksperimen dengan menggunakan komputer memungkinkan untuk menghitung sifat molekul yang kompleks dan hasil perhitungan tersebut berkorelasi dengan eksperimen. Untuk dapat menghasilkan dinamika konformasi seperti real sistem, maka perlu dilakukan pengaturan terhadap jumlah partikel (N), temperatur (T), tekanan (P), volume (V), dan energi (E) pada sistem tersebut. Hasil pengaturan tersebut berupa suatu ensambel yang merupakan koleksi dari keadaan sistem yang mungkin memiliki keadaan mikroskopis berbeda namun memiliki keadaan makroskopis sama. Beberapa ensambel yang sering digunakan dalam dinamika molekuler adalah ensambel mikrokanonikal, ensambel kanonikal, ensambel isobarik-isotermal, dan ensambel grand kanonikal. Penggunaan ensambel yang tepat diperlukan untuk efektivitas hasil simulasi agar lebih sesuai dengan metode eksperimen.

2. Batasan Masalah

1. Pemilihan residu sistein target berdasarkan pada lokasi sistein yang memiliki probabilitas terbentuknya adduct dan kecepatan pembentukan adduct.

2. Ensambel untuk mengkondisikan molekul sistem yang dipakai adalah ensambel isobarik-isotermal.

3. Rumusan Masalah

1. Apakah modifikasi adduct dari satu residu sistein dapat mereaktivasi R175H-p53?

2. Bagaimanakah adduct MQ-Sistein dapat mereaktivasi R175H-p53?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui apakah modifikasi adduct dari satu residu sistein dapat mereaktivasi R175H-p53.

2. Mengetahui bagaimana adduct MQ-Sistein dapat mereaktivasi R175H-p53.

(20)

D. Manfaat Penelitian

Dengan membandingkan dinamika reaktivasi p53 termutasi di residu sistein R175H oleh adduct MQ-Sistein pada posisi dan kecepatan pembentukan adduct yang berbeda, maka secara umum dapat diketahui selektivitas adduct MQ-Sistein dalam mereaktivasi p53 termutasi R175H. Hal ini juga diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam pengambangan ilmu kesehatan, terutama dibidang pengobatan kanker.

(21)

6

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kanker

Kanker merupakan penyakit sel yang berasal dari sel normal dalam tubuh yang mengalami transformasi menjadi ganas. Proses keganasan ini di karenakan terjadinya mutasi spontan atau induksi karsinogen (Franks dan Teich, 1998; Maliya, 2004). Transformasi tersebut mengakibatkan rusaknya mekanisme pengaturan dasar prilaku sel, khususnya mekanisme pertumbuhan dan diferensiasi sel yang diatur oleh gen, sehingga faktor genetik diduga kuat sebagai pencetus utama terjadinya kanker (Maliya, 2004). Akumulasi perubahan genetik pada sel kanker berakibat terhadap regulasi siklus sel (Dharmayanti, 2003). Pembelahan, proliferasi dan diferensiasi sel dikontrol secara ketat dalam kondisi normal, serta terdapat keseimbangan antara proliferasi sel dengan kematian sel yang diregulasi melalui siklus sel dengan cellular checkpoint (Hartwell dan Kastan, 1994).

Siklus sel merupakan proses replikasi sel yang melalui beberapa fase yaitu fase G1 (gap 1), S (sintesa), G2 (gap 2), M (mitosis), dan diselingi fase istirahat yaitu G0 (gap 0) (Rang et al., 2003; Enten dan Monson, 2005; MacDonald dan Ford, 1997; De Vita, Helman dan Rosenberg, 1997). Checkpoint terjadi di antara fase G1 dan fase S pada siklus sel, berlangsung kira-kira dua hingga tiga jam sebelum DNA disintesa dalam fase S. Lintasan yang teraktifkan sebagai respon kerusakan DNA merupakan sinyal bagi inaktivasi checkpoint, sehingga siklus sel berhenti di fase G1. Apabila terjadi kerusakan DNA, siklus sel berhenti di fase G1 dan di fase G2. Pemberhentian di fase G1 berfungsi untuk mencegah DNA yang rusak direplikasi dan pemberhentian di G2 memungkinkan sel untuk menghindari pemisahan kromosom yang rusak. Setelah perbaikan DNA selesai, pembelahan sel akan memasuki fase berikutnya. Ketidakmampuan kontrol checkpoint menyebabkan inisiasi fase S atau M tetap berlangsung meskipun ada kerusakan seluler dan ketidakstabilan genetik (De Vita, Helman dan Rosenberg, 1997).

(22)

Proses checkpoint yang berlangsung dalam siklus perkembangan sel ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1. Siklus perkembangan sel. Proses checkpoint berlangsung selama fase G1 dan G2 (Ismono dan anggono, 2009).

2. Protein p53

Protein p53 berperan sebagai tumor-suppressor yang disandi oleh gen p53. p53 merupakan faktor transkripsi dengan fungsi utama sebagai pengatur siklus sel dan sering mengalami mutasi pada berbagai kasus tumor pada manusia (Leffel, 2000). Protein p53 selain berpengaruh terhadap kontrol siklus sel, juga berperan pada perbaikan kerusakan DNA dan sintesis DNA, diferensiasi sel, serta apoptosis (Benjamin dan Ananthaswamy, 2007). Protein p53 mengikat DNA dalam bentuk yang spesifik untuk menjalankan fungsinya, sehingga memungkinkan p53 mengaktifkan transkripsi gen sasaran.

Kadar protein p53 wild type pada sel normal relatif sangat sedikit, bersifat labil dan mempunyai waktu paruh pendek. Protein p53 wild type berperan menghambat proliferasi sel, transkripsi sel, reparasi DNA, dan apoptosis. Sebaliknya protein p53 mutant type (tipe mutan) berperan menghambat protein p53 wild type sehingga proliferasi sel kehilangan hambatannya (Brock, 1993).

Protein p53 terdiri dari 3 mayor domain yaitu: N-terminal transaktivation, DNA binding domain yang terletak dalam bagian tengah molekul, dan C-oligomerization domain (Hollstein et al., 1991). Protein p53 secara spesifik terikat

(23)

8

pada daerah DNA binding sequence (Kern et al.,1997) dan kebanyakan mutasi terletak pada daerah DNA-binding tersebut (Joerger dan Fersht, 2007; Olivier et al., 2002; Hamroun et al., 2006), sehingga secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi interaksi p53 dengan DNA.

Pusat DNA binding domain merupakan domain inti yang berinteraksi dengan DNA dan berawal dari residu 102 sampai residu 292. Domain inti p53 adalah bagian yang sangat dipertahankan. Substitusi pada domain inti akan meningkatkan 98% mutasi perubahan (transforming mutation) pada p53, dan 40% dari jumlah tersebut melibatkan hanya enam titik atau hot spot di dekat permukaan ikatan DNA (Wong et al., 1999). Enam hot-spots mutasi yang sering terkait dengan kanker manusia tersebut yaitu R175H, G245S, R248Q, R249S, R273H, dan R282W (Joerger dan Fersht, 2007; Friedler et al., 2002; Olivier et al., 2002; Hainaut dan Hollstein, 2000). Mutasi ini dapat dibedakan menjadi 2 kelas, yaitu kontak dan struktural mutan. Kontak mutan terjadi pada residu yang kontak langsung dengan DNA yaitu Arg-248 dan Arg-273. Mutasi pada dua residu tersebut mengakibatkan lepaskan p53 dari ikatan DNA. Struktural mutan terjadi pada residu yang menjaga stabilitas struktur dari domain inti yaitu Arg-175, Gly-245, Arg-249, dan Arg-282 yang dapat merusak struktur permukaan p53 yang binding dengan DNA (Joerger dan Fersht, 2007; Peng et al., 2003; Cho et al., 1994).

1. Struktur Protein

Protein merupakan makromolekul yang paling melimpah di dalam sel dan sangat bervariasi fungsinya. Dari sudut pandang kimia, protein adalah polimer yang tersusun oleh 20 jenis residu asam amino (Pudjaatmaka, 1999) dan semuanya memiliki struktur yang sama kecuali pada rantai sampingnya. Rantai samping memberikan karakteristik tertentu pada suatu asam amino sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam penggolongan asam amino (Nelson dan Cox, 2004; Berg, Tymoczko dan Stryer, 2002). Asam amino dapat bergabung dengan asam amino lainnya melalui pembentukan ikatan amida atau ikatan peptida. Ikatan tersebut terbentuk melalui ikatan kovalen antara gugus karboksil suatu asam amino dengan gugus amino dari asam amino lainnya, yang diikuti oleh

(24)

pelepasan atau eliminasi molekul air (H2O). Ikatan peptida ini menghubungkan

beberapa asam amino membentuk rangkaian polipeptida penyusun protein. Linus Pauling dan Robert Corey (1930) dengan menggunakan difraksi sinar-X dari kristalografi peptida menyatakan bahwa ikatan peptida bersifat rigid (kaku) dan planar. Sifat rigid dan planar tersebut merupakan konsekuensi dari interaksi resonansi amina atau kemampuan amida nitrogen untuk delokalisasi pasangan elektron bebas (lone pair electron) ke karbonil (C=O) (Nelson dan Cox, 2004).

Struktur protein terdiri dari 4 tingkatan yaitu struktur primer, sekunder, tersier dan kuaterner (Nelson dan Cox, 2004; Berg, Tymoczko dan Stryer, 2002). Empat tingkatan struktur protein disajikan pada gambar 2. Struktur primer merupakan struktur yang terbentuk dengan adanya ikatan peptida antara atom C karbonil dengan atom N amino dari residu asam amino yang tersususn berurutan membentuk rantai polipeptida (Berg, Tymoczko dan Stryer, 2002).

Gambar 2. Empat tingkatan struktur protein (Mandle, Jain dan Shirvastava, 2012). Struktur sekunder merupakan struktur yang terbentuk dengan adanya perubahan pada backbone polipeptida membentuk pola lipatan berulang (Nelson dan Cox, 2004). Struktur sekunder protein terjadi karena ikatan hidrogen yang

(25)

10

terbentuk antara C karbonil dengan NH amino pada backbone polipeptidanya. Ikatan hidrogen dalam satu rantai polipeptida memungkinkan terbentuknya konformasi spiral yang disebut dengan srtuktur -helix. Namun bila ikatan hidrogen tersebut terjadi antara dua rantai polipeptida maka akan membentuk rantai paralel dengan bentuk berkelok-kelok yang disebut -sheet

(Berg, Tymoczko dan Stryer, 2002).

Struktur tersier protein terbentuk karena terjadi pelipatan (folding) rantai -helix maupun -sheet. Kemantapan struktur tersier disebabkan oleh ikatan disulfida serta ikatan non kovalen yang menunjang terjadinya pelipatan. Pelipatan struktur sekunder terjadi akibat interaksi antar gugus alkil (rantai samping) polipeptida yaitu interaksi hidrofobik, interaksi ionik, ikatan hidrogen antar peptida, ikatan hidrogen rantai samping, ikatan elektrostatik serta ikatan van der walls sehingga membentuk struktur tiga dimensi (Nelson dan Cox, 2004; Pudjaatmaka, 1999). Sedangkan struktur kuaterner merupakan polipeptida yang sudah mempunyai struktur tersier yang saling berinteraksi dan bergabung menjadi satu multimer (Pudjaatmaka, 1999).

Aktivitas fungsional protein terjadi setelah rantai polipeptida yang baru disintesis mengalami proses pelipatan (Gething dan Sambrook, 1992). Urutan asam amino suatu polipeptida akan menentukan pelipatan konformasi tiga dimensi apa yang akan diambil oleh protein tersebut (Mandle, Jain dan Shirvastava, 2012). Substitusi residu pada protein seperti terjadinya mutasi menimbulkan konsekuensi fungsional yang sangat kompleks (Blagosklonny, 2000; Sigal dan Rotter, 2000) tergantung pada jenis mutasi yang terjadi.

2. Mutan R175H-p53

Mutasi R175H terjadi dari residu arginin menjadi histidin dan merupakan salah satu hot spots mutasi yang sering terkait dengan kanker manusia (Joerger dan Fersht, 2007; Friedler et al., 2002; Olivier et al., 2002; Hainaut dan Hollstein, 2000). Mutasi yang berlokasi pada daerah -sandwich seperti R175H mengakibatkan ketidakstabilan struktur sekunder p53 dalam berinteraksi dengan DNA (Joerger et al., 2005a, 2005b; Cho et al., 1994). Ketidakstabilan struktur p53

(26)

tersebut disebabkan karena rusaknya ikatan hidrogen antara residu-residu loop 2 dan loop 3 dengan DNA (Joerger et al., 2006) yang menyebabkan perubahan konformasi p53, sehingga mengakibatkan hilangnya fungsi p53 (Bullock, Henckel dan Fersht, 2000; Kato et al., 2003). Gambar 3 menunjukkan posisi mutan R175H-p53 pada struktur domain inti p53.

Gambar 3. Struktur domain inti p53. Posisi mutan R175H-p53 ditunjukkan dengan garis oval untuk kejelasan gambar (Joerger dan Fersht, 2010).

Kanker yang mengandung p53 termutasi cenderung resisten terhadap kemoterapi yang telah umum dilakukan dibandingkan dengan yang mengandung wild type-p53 (Bykov et al., 2002a). Stabilisasi pada daerah domain inti menggunakan desain obat yang spesifik merupakan salah satu cara terapi kanker yang dapat merestorasi fungsi p53 (Fahraeus et al., 1999; Wiman, 1998; Harris, 1996). Fungsi p53 dapat dikembalikan dengan mengatur konformasi mutan p53 sehingga menyerupai wild type-p53 (Bykov et al., 2005).

3. Reaktivasi p53 Termutasi

Proses pengembalian fungsi p53 melalui pengembalian konformer domain inti p53 termutasi dengan molekul kecil telah dilakukan (Bykov et al., 2002a, 2002b). Adanya modifikasi kovalen pada satu atau beberapa residu sistein mutan p53 diperkirakan mampu mengembalikan konformasi dan fungsi p53 mendekati wild type sehingga dapat menginduksi apoptosis dalam sel yang mengekspresikan mutan p53 (Lambert et al., 2009; Wiman, 2010). Terdapat 10 residu sistein yang

(27)

12

terletak pada domain inti p53, namun belum diperoleh kesimpulan residu sistein mana pada domain inti p53 yang dapat dimodifikasi oleh MQ dan produk dekomposisi PRIMA-1 lainnya (Lambert et al., 2009). Analisis reaktivitas relatif menggunakan spektrometri massa menemukan bahwa sistein yang memiliki reaktivitas tertinggi dalam pembentukan adduct terletak pada nomor 124, 141, 135, 182, dan 277, sedangkan yang memiliki reaktivitas terendah terletak pada nomor 176 dan 275 (Joerger et al., 2010). Modifikasi kovalen dari domain inti p53 secara in vitro oleh MQ dan produk dekomposisi lain telah ditentukan menggunakan MS. Percobaan presipitasi imun menggunakan radioaktif mengindikasikan bahwa modifikasi kovalen mutan p53 oleh MQ dan atau produk degradasi lain dari PRIMA-1 terjadi pada sel hidup (Bykov et al., 2002a).

Modifikasi pada p53 melalui pembentukan adduct dari satu atau beberapa residu sistein diperkirakan mampu mengembalikan konformasi p53 mendekati wild type (Shen et al., 2001; Zache et al., 2008; Shen, J., 2010). Lambert (2009) telah menggunakan N-Acetyl Cysteine (NAC) sebagai model dalam pembentukan

adduct dengan MQ sehingga membentuk adduct MQ-NAC. MQ mempunyai

gugus aktif berupa ikatan rangkap yang cenderung berpartisipasi dalam reaksi adisi nukleofilik (Lambert et al., 2009). Pembentukan adduct MQ-NAC dapat dijadikan sebagai analogi pembentukan adduct antara MQ dengan residu sistein pada p53 membentuk adduct MQ-Sistein. Struktur adduct MQ-NAC dan adduct MQ-Sistein disajikan pada gambar 4.

Gambar 4. Struktur adduct MQ-NAC (kiri) dan adduct MQ-Sistein (kanan).

4. Pemodelan Molekuler

Pemodelan molekuler merupakan suatu teknik untuk merancang dan menampilkan struktur dan sifat-sifat molekul tertentu yang dilakukan dengan persamaan matematis menggunakan teknik kimia komputasional dan visualisasi

(28)

grafis. Pemodelan molekuler berfungsi untuk memodelkan perilaku molekul sehingga dapat digunakan untuk mempelajari sistem molekular suatu molekul tertentu (Leach, 2001).

Tujuan dari pemodelan molekuler adalah menyediakan struktur geometri tiga dimensi yang sesuai dengan parameter kondisi yang telah ditentukan (Pranowo, 2004). Struktur tiga dimensi ligan dapat dimodelkan dengan teknik pemodelan molekuler, sedangkan struktur tiga dimensi protein target dapat ditentukan secara empiris dengan menggunakan teknik spektroskopi NMR dan kristalografi sinar-X yang terdapat pada database protein data bank (PDB) dan secara in silico dengan pemodelan homologi (Elmar et al., 2003).

Pemodelan in silico melalui eksperimen dengan menggunakan komputer memungkinkan untuk menghitung sifat molekul yang kompleks dan hasil perhitungan tersebut berkorelasi dengan eksperimen laboratorium (Pranowo, 2004). Teknik in silico memiliki beberapa keunggulan diantaranya kualitas data eksperimen lebih baik, produktivitas kerja lebih tinggi, efisiensi biaya dan dapat dilakukan tanpa menggunakan langsung senyawa sebenarnya (Helma, 2004).

Pembuatan model molekul harus memperhatikan adanya model interaksi antar molekul yang menunjukkan adanya ikatan antar atom. Interaksi tersebut dipengaruhi oleh suatu potensial yang dibentuk oleh medan gaya (force field) dari partikel-partikel lain disekitarnya (Leach, 2001). Force fields diperoleh dengan mengembangkan model melalui kombinasi antara bentuk ikatan (jarak ikatan, sudut ikatan, sudut torsi, dll) dan tanpa ikatan (vander walls dan elektrostatik) (Teodoro et al., 2001). Pada akhirnya force fields merupakan penjumlahan energi total dari protein yang meliputi energi bonding-streching, bending, torsi, vander walls dan elektrostatis menurut persamaan:

Etotal = Estreching + Ebending + Evdw + Eelektrostatis (2.6)

(Leach, 2001; Sanchez, 2004). 5. Simulasi Dinamika Molekuler

Metode simulasi komputer memudahkan kita untuk mempelajari beberapa sistem dan memprediksikan sifat-sifatnya dengan penggunaan teknik

(29)

14

yang mempertimbangkan replikasi yang kecil dari sistem makroskopik dengan sejumlah atom atau molekul yang dapat diatur (Leach, 2001). Simulasi dinamika molekuler (DM) memungkinkan kita untuk menyelidiki energi dan gaya yang berkaitan dengan sejumlah ikatan, konfigurasi sterik mengenai protein, informasi stabilitas dan perilaku protein serta mengamati sejumlah sifat-sifat fisik sistem (Turner, 2004). Metode simulasi DM dikembangkan untuk mempelajari stabilitas protein, perubahan konformasi, pelipatan protein, evaluasi struktur hasil kristalografi sinar-X maupun NMR sampai perancangan obat (drug design),

se sperimen dengan teori

(Nurbaiti, 2009).

Terdapat beberapa parameter dalam simulasi DM yang berkaitan dengan proses simulasi tersebut antara lain jari-jari cutoff, minimisasi energi, dan ensambel. Jari-jari cutoff (Rc) merupakan nilai batas partikel agar masuk ke dalam perhitungan gaya total atom (Nurbaiti, 2009). Minimisasi energi merupakan proses perhitungan algoritma yang dikembangkan untuk mencari posisi geometri atom yang paling sesuai dengan tingkat energi terendah. Secara umum terdapat dua jenis metode minimisasi energi yang umum digunakan dalam simulasi DM, yaitu: metode Steepest Descent dan metode Conjugate Gradient (Leach, 2001). Metode Conjugate Gradient dapat mengatasi kekurangan metode Steepest Descent dalam mengenali informasi bentuk kurva energi potensial permukaan (Becker et al., 2001).

Parameter lainnya yang berkaitan erat dengan simulasi DM yaitu pengaturan suatu ensambel yang dapat mewakili keadaan dari sistem yang sebenarnya. Pengaturan dilakukan terhadap jumlah partikel (N), temperatur (T), tekanan (P), volume (V), dan energi (E) pada sistem tersebut. Hasil pengaturan tersebut berupa suatu ensambel yang merupakan koleksi dari keadaan sistem yang mungkin memiliki keadaan mikroskopis berbeda namun memiliki keadaan makroskopis sama (Leach, 2001). Beberapa ensambel yang sering digunakan dalam dinamika molekul yaitu:

1) Ensambel mikrokanonikal

(30)

volume dan energi yang tetap (Leach, 2001). Ensambel ini diperoleh dari sistem terisolasi, sehingga tidak terdapat interaksi antara sistem dengan lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa energi tidak dapat keluar-masuk sistem sehingga energi totalnya tetap (Sofyan, 2007).

2) Ensambel kanonikal

Ensambel mikrokanonikal memiliki karakteristik jumlah molekul, volume dan temperatur yang tetap. Konsekuensi dari ensambel ini yaitu dihasilkannya nilai minimum dari energi bebas Helmholtz (A) ketika kesetimbangan (Leach, 2001).

3) Ensambel isobarik-isotermal

Sistem diisolasi dari perubahan jumlah molekul, tekanan dan temperatur. Tekanan dan temperatur adalah sifat makroskopis yang mudah dikendalikan dalam eksperimen. Kondisi ini lebih menyerupai kondisi yang sering digunakan di dalam eksperimen laboratorium. Konsekuensi dari ensambel ini yaitu dihasilkannya nilai minimum dari fungsi Gibbs (G) ketika kesetimbangan (Leach, 2001).

4) Ensambel Grand kanonikal

Ensambel Grand kanonik memiliki karakteristik potensial kimia (µ), volume dan temperatur tetap. Konsekuensi kondisi ini akan memberikan harga tekanan maksimum dan harga volume yang minimum pada kondisi setimbangnya (Leach, 2001; Witoelar, 2002).

Salah satu program yang umum digunakan dalam simulasi DM adalah program AMBER10 (Assisted Model Building with Energy Refinement). Program AMBER10 terdiri dari 60 program yang beberapa di antaranya dideskripsikan sebagai berikut:

a) Antechamber

Antechamber merupakan program yang mengotomatisasi proses pengembanngan deskriptor-deskriptor force field khususnya untuk molekul-molekul organik. Antechamber dihidupkan dari masing-masing arsip PDB (format PDB ) baru dengan format yang dapat dibaca dalam LEaP untuk digunakan dalam pemodelan molekuler. Deskripsi force field

(31)

16

yang dibuat dirancang untuk sesuai dengan force field Amber yang biasa.

b) Parmchk

Parmchk

sebagaimana suatu arsip force field untuk parameter-parameter yang hilang.

c) LEaP

LEaP adalah suatu program berbasis X-windows yang disediakan untuk pembuatan model dasar dan koordinat AMBER dan pembuatan arsip input parameter atau topologi. Program tersebut meliputi editor molekuler yang memungkinkan pembuatan residu dan memanipulasi molekul.

d) Sander (Simulated Annealing with NMR-derived Energy Restraints)

Sander adalah program utama yang digunakan untuk simulasi DM. Program ini merelaksasi struktur dengan memindahkan atom-atom secara iteratif menurunkan gradien energi sampai gradien rata-rata yang cukup diperoleh. Simulasi DM akan membentuk konfigurasi sistem dengan menggabungkan persamaan newtonian tentang gerak. DM akan melakukan sampling ruang konfigurasional yang lebih banyak daripada minimisasi dan memungkinkan struktur untuk melewati halangan energi potensial yang kecil. Konfigurasi dapat disimpan pada interval tetap selama simulasi untuk analisis lebih lanjut, dan perhitungan energi bebas dasar menggunakan integrasi termodinamik dapat dilaksanakan.

e) Ptraj

Ptraj merupakan program yang digunakan untuk menganalisa trajectory -trajectory DM, diantaranya untuk analisis:

(1) RMSD (Root Mean Square Deviation)

Pengukuran kesamaan struktur antara dua konformasi yang digunakan untuk perbandingan kuantitatif suatu struktur dengan lainnya (Becker, 2001). RMSD menyediakan informasi apakah konformasi telah mencapai suatu keadaan yang stasioner. Deviasi masing-masing frame terhadap frame pertama dalam trajectory dihitung. Harga ini sangat berguna dalam mendekati sejauh mana struktur bergeser selama

(32)

simulasi DM berjalan (Molinelli, 2004).

Dalam koordinat kartesian, jarak RMS antara konformasi i dan konformasi j dari suatu molekul didefinisikan dengan persamaan sebagai berikut :

B-factor merupakan ukuran termal dari ketidaktentuan (luasan densitas elektron) untuk struktur dan ditetapkan terhadap tiap-tiap atom dan dapat dihitung untuk tiap-tiap residu asam amino. Pergerakan termal paling besar biasanya ditemukan pada rantai samping dan loop (Esposito, Tobi dan Madura, 2006). Kristalografik B-factor dapat digunakan sebagai indikator mobilitas konformasional atau fleksibilitas protein. Analisis distribusi B-factor telah digunakan lebih awal untuk menganalisa karakteristik struktural dan fungsional protein (Kumar dan Krishnaswamy, 2009). Tinggi rendahnya fluktuasi atomik suatu molekul diwakili oleh tinggi rendahnya harga B-factor yang dihitung

sebagai rata- 2 untuk

menghasilkan perhitungan B-factor (Karjiban et al., 2009). (3) Entropi

Entropi suatu sistem makroskopis yang berada dalam suatu keadaan termodinamika tertentu merupakan hasil ukur dari berbagai macam gerakan yang mungkin. Simulasi DM dapat menunjukkan mekanisme gerak pada skala atom (Carl, Samuel dan Kristofer, 2009). Pergerakan internal yang cepat dalam skala waktu fs sampai ns meliputi gerak rotasi, vibrasi dan librasi dari ikatan kimia yang dapat berhubungan dengan konformasi entropi backbone (Dhulesia, Bodenhausen dan Abergel, 2008). Gerakan sudut masing-masing vektor

(33)

18

ikatan dapat dipantau dari trajectory simulasi DM menggunakan order parameter (S2) (MacRaild et al., 2007). Hubungan entropi backbone dengan S2 merupakan estimasi entropi tiap residu dengan order parameter. Hubungan tersebut dapat dilihat melal

-backbone hasil pengukuran S2 yang paling umum digunakan adalah pada vektor NH. Vektor NH digunakan untuk estimasi entropi atom backbone dengan persamaan sebagai berikut:

Sconf = kB )] (2.7.3)

untuk kB adalah konstanta Boltzmann (Stone et al., 2001). Skala order

parameter antara 0-1, dimana harga S2yang mendekati 1 menunjukkan vektor ikatan yang rigid, sedangkan ketika mendekati 0 berarti vektor ikatan lebih fleksibel (Paul dan Andrew, 2010).

(4) Clustering Trajectory

Clustering merupakan teknik analisa data yang beragam untuk mengidentifikasi subgrup yang homogen berdasarkan kemiripan model atau pengukurannya ( Lipkowitz., 2002). Algoritma yang digunakan untuk memisahkan data secara alami akan membagi data yang ada menjadi bagian bagian tertentu (klaster) yang representatif, dimana setiap klaster mempunyai konformasi, variasi dan ukuran yang berbeda (Shao et al., 2007). Algoritma dalam clustering trajectory terbagi menjadi dua kelas besar yaitu, kelompok Hierarchical dan kelompok

Nonhierarchical. Kelompok Hierarchical mampu menghasilkan

klaster- klaster yang berukuran berbeda tetapi tidak dapat menghasilkan klaster yang mempunyai perbedaan diameter yang jauh seperti energi lokal minimal yang berbeda sangat signifikan. Keuntungan dari algoritma ini yaitu dapat mengklaster dalam waktu yang paling cepat (Shao et al., 2007). Salah satu algoritma yang termasuk dalam kelompok ini adalah Complate lingkage. Sedangkan kelompok

Nonhierarchical mengklaster data dengan cara menghasilkan suatu klaster yang single yang merupakan hasil dari pengukuran seluruh data (Lipkowitz et al., 2002).

(34)

B. Kerangka Pemikiran

Mutan p53 yang terletak pada domain inti dengan mutasi hot spot R175H (mutasi arginin menjadi histidin) mengakibatkan ketidakstabilan struktur p53 dalam berinteraksi dengan DNA. Hal ini menyebabkan hilangnya fungsi p53 sebagai penekan tumor. Fungsi p53 dapat dikembalikan dengan mengatur konformasi dari mutan p53 sehingga menyerupai wild type-p53. Pengembalian konformasi mutan p53 salah satunya dapat dilakukan dengan pembentukan adduct terhadap residu sistein pada p53.

Modifikasi residu sistein yang dimodelkan dengan N-Acetyl Cysteine (NAC) dapat membentuk adduct dengan Methylene Quinuclidinone (MQ) melalui addisi nukleofilik. Adduct MQ-NAC dapat dijadiakan analogi pembentukan adduct antara MQ dengan residu sistein pada p53. Pemilihan posisi residu sistein yang tepat diperlukan untuk mengetahui selektivitas dan efektifitas adduct dalam mengembalikan konformasi mutan p53. Beberapa residu sistein diketahui memiliki aktivitas pembentukan adduct dengan kecepatan yang berbeda. Pembentukan adduct paling cepat terjadi pada Cys-124, sedangkan yang paling lambat terjadi pada Cys-275. Selain berdasarkan aktivitas pembentukan adduct, pertimbangan lain yang dilakukan dalam pemilihan sistein target yaitu berdasarkan posisi (lokasi) residu sistein. Posisi residu sistein yang memiliki cavity cukup lebar lebih memungkinkan adduct MQ-Sistein untuk masuk dan bertahan dibanding dengan residu sistein yang berada dipermukaan makromolekul. Perbandingan pengaruh adduct MQ-Sistein pada posisi yang berbeda terhadap konformasi total mutan p53 diharapkan mampu menunjukkan probabilitas yang lebih tinggi dalam pengembalian konformasi mutan p53 agar mendekati konformasi wild type-p53.

Perubahan konformasi protein akibat pengaruh adduct pada posisi yang berbeda akan menunjukkan sejauh mana adduct tersebut dapat mengembalikan konformasi mutan p53 mendekati wild type-p53. Hal tersebut akan menunjukkan bahwa pengembalian konformasi mutan p53 cukup dengan satu adduct ataukah diperlukan kombinasi lebih dari satu adduct untuk dapat mereaktivasi mutan p53.

(35)

20

Simulasi dinamika molekuler dapat menghasilkan trajectory molekul-molekul dalam jangka waktu terhingga. Trajectory tersebut berupa suatu konfigurasi yang dapat diartikan sebagai koordinat dalam phase space. Menurut Boltzman, suatu sistem akan pernah memiliki semua konfigurasi yang mungkin terjadi dalam jangka waktu mendekati tak hingga sesuai dengan hipotesis ergodic. Hal ini berarti, sistem tersebut akan pernah berada pada setiap koordinat dalam phase space. Phase space yang berbeda dapat menghasilkan keadaan makroskopis sama, sehingga konfigurasi-konfogurasi yang dihasilkan selama simulasi dapat menunjukkan karakteristik sistem.

Analisis trajectory hasil simulasi dapat menunjukkan konformasi yang mungkin terjadi selama simulasi berjalan. Konformasi dominan yang diperoleh dengan teknik clustering pada mutan p53 yang mengandung adduct pada posisi yang berbeda dapat digunakan untuk mengamati perbedaan karakteristik masing-masing sistem. Konformasi yang dapat menunjukkan karakteristik mendekati wild type-p53 dimungkinkan dapat merestorasi mutan p53.

C. Hipotesis

1. Adduct MQ-Sistein pada posisi yang berbeda berpengaruh terhadap perubahan konformasi mutan p53, sehingga memungkinkan terjadinya reaktivasi R175H-p53 dengan satu adduct.

2. Adduct MQ-Sistein mampu mereaktivasi R175H-p53 melalui pengembalian konformasi menyerupai konformasi wild type-p53.

(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental laboratoris.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2012 sampai Oktober 2012, bertempat di Laboratorium Kimia Dasar bagian Komputasi Kimia jurusan Kimia FMIPA UNS.

C. Alat dan Bahan yang Dibutuhkan

1. Alat

Seperangkat klaster komputer dengan spesifikasi : Master node dan 4 x compute node @ 2 intel six-core Xeon X5650 CPU (12 core 2,7 GHz), 12 GB DDR3 ECC RAM (1GB per core). Software yang digunakan, yaitu: AMBER10 (Case et al., 2008), Molden (Schaftenaa dan Noordik, 2000), GAUSSIAN03 (Frishch et al., 2003), Chimera (Pettersen et al., 2004), XMGRACE.

2. Bahan

Struktur p53 termutasi R175H (.pdb) yang diperoleh dari mutasi struktur wild type-p53 (.pdb), struktur adduct MQ-NAC hasil optimasi program molden.

D. Prosedur Penelitian

1. Parameterisasi Adduct MQ-Sistein

Struktur adduct MQ-Sistein diperoleh dari modifikasi struktur adduct MQ-NAC teroptimasi (Nurmalitasari, 2012), kemudian dilakukan penggantian gugus asetil pada NAC dengan atom H. Selanjutnya dilakukan eliminasi atau pelepasan H2O yaitu atom H pada gugus amina dan hidroksi (OH) pada gugus karboksilat

membentuk adduct MQ-Sistein. Eliminasi H2O dilakukan karena sistein yang

digunakan dikondisikan seperti residu sistein target yang berada diantara residu lain dalam makromolekul. Populasi elektron dihitung dengan metode Mulliken. Arsip log data ESP (Electrostatic Potensial) dikonversi menjadi format RESP

(37)

22

(Restrain Electrostatic Potensial) menggunakan program Antechamber melalui 2 tahap. Tahap yang pertama yaitu membuat input file (resp.in, resp.qin) dan input script (esp.sh) untuk penyesuaian muatan pada sistein target menghasilkan file chg. Tahap kedua yaitu pengolahan arsip log data ESP menjadi file prep dengan penyesuaian nama atom, tipe atom, dan muatan pada sistein berdasarkan file chg yang telah diperoleh. Hasilnya berupa arsip prep dan arsip frcmod sebagai template dan parameter adduct MQ-Sistein yang akan digunakan dalam proses selanjutnya.

2. Pemilihan Makromolekul

Makromolekul diperoleh dari struktur wild type-p53 (.pdb) yang dimutasi pada residu arginin menjadi histidin yang membentuk mutan R175H-p53. Mutan tersebut kemudian disimulasi selama 100 ns dan dilakukan clustering. Struktur representatif yang diambil dalam penelitian ini berdasarkan ascessibilitas solvent analysis. Pemilihan makromolekul juga dilakukan berdasarkan keberadaan sistein yang memiliki cavity yang cukup dalam dan lebar sehingga dimungkinkan adduct dapat masuk pada posisi tersebut menggunakan surface analysis dengan program Chimera.

3. Penentuan Koordinat Awal Sistem

Simulasi dilakukan terhadap R175H-p53 yang telah dilakukan penggantian residu sistein target oleh adduct MQ-Sistein. Ion Cl- sebagai counterion ditambahkan menggunakan modul XLEAP dalam AMBER10. Sistem kemudian disolvasi dengan penambahan eksplisit solvent berupa model air TIP3PBOX yang berupa sekumpulan molekul air yang berbentuk kotak yang melingkupi sistem dengan jarak minimum antara sistem dan model istem tersebut disimpan dalam format arsip pdb (urutan atom dan posisinya), arsip prmtop (topologi sistem), dan arsip inpcrd (parameter sistem) yang nantinya akan digunakan dalam proses minimisasi, penyeimbangan, dan simulasi.

4. Minimisasi dan Penyeimbangan (Equilibrasi) Sistem

Minimisasi dilakukan agar proses solvasi sempurna yaitu jarak model air dekat dengan sistem. Tahap penyeimbangan (equilibrasi) diperlukan agar keadaan awal simulasi tidak dominan mempengaruhi analisa dari simulasi. Minimisasi dan

(38)

penyeimbangan sistem dilakukan dengan prosedur yang terbagi dalam 20 langkah. Makromolekul dan posisi-posisi ion dijaga konstan dengan penahanan harmonik (harmonic restraint) sebesar 1000 kcal mol-1 -2 pada langkah pertama sampai

langkah ke-5. Langkah pertama dilakukan minimisasi sistem tanpa melibatkan atom hidrogen (H). Langkah ke-2 dilakukan minimisasi dengan melibatkan air sebagai eksplisit solvent tanpa melibatkan atom H. Langkah ke-3 dilakukan penyeimbangan dalam kondisi N,V,T tetap dengan pemanasan bertahap 100-300

oK selama 1 fs tanpa melibatkan atom H. Langkah ke-4 dilakukan penyeimbangan

dalam kondisi N,P,T tetap tanpa melibatkan atom H selama 2 fs. Langkah ke-5 kembali dilakukan penyeimbangan sistem dalam kondisi N,V,T tetap dengan penurunan temperatur secara bertahap 300-100 oK selama 1 fs. Langkah ke-6 sampai dengan langkah ke-19 dilakukan minimisasi dengan penurunan penahanan harmonik secara bertahap dari 1000 kcal mol-1 -2 sampai 0,5 kcal mol-1 -2. Selanjutnya langkah ke-19 kembali dilakukan penyeimbangan dalam kondisi N,V,T tetap tanpa adanya penahanan harmonik selama 2 fs. Langkah terakhir dilakukan penyeimbangan dalam kondisi N,P,T tetap selama 2 fs. Langkah terakhir tersebut menghasilkan ensambel isobarik-isotermal. Kondisi pada ensambel tersebut lebih menyerupai kondisi yang sering digunakan di dalam eksperimen laboratorium. Hal ini dilakukan karena tekanan dan temperatur merupakan sifat makroskopis yang mudah dikendalikan dalam eksperimen.

5. Simulasi Sistem

Simulasi dijalankan pada temperatur konstan 300 oK, tekanan 1 atm, SHAKE constraints

hidrogen), nonbonded cutoff 8 time step dan prosedur particle mesh Ewald yang digunakan untuk menangani interaksi elektrostatik yang jangkauannya jauh (long range electrostatic interactions) menggunakan protokol pmemd. Simulasi dilakukan selama 100 ns, dimana informasi struktural dikumpulkan setiap 500 ps.

E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Data yang berupa trajektori hasil simulasi DM diolah dengan perangkat analisis yang terdapat dalam program AMBER10 (ptraj) dan XMGRACE. Sedangkan program CHIMERA digunakan untuk menampilkan data secara visual.

(39)

24

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Parameterisasi Adduct MQ-Sistein

Parameterisasi adduct MQ-Sistein dilakukan untuk memperoleh template adduct yang akan digunakan dalam penghitungan minimisasi, penyeimbangan (equilibrasi), dan simulasi. Struktur adduct MQ-Sistein diperoleh dari modifikasi struktur adduct MQ-NAC teroptimasi (Nurmalitasari, 2012) yang telah dilakukan penggantian gugus asetil pada NAC dengan atom hidrogen, kemudian dilakukan eliminasi H2O yaitu satu atom H pada gugus amino dan hidroksi (OH) pada gugus

karboksilat. Eliminasi H2O dilakukan karena sistein yang digunakan dikondisikan

seperti residu sistein target yang berada diantara residu-residu lain dalam makromolekul. Modifikasi sistein tidak dilakukan pada N-terminal maupun C-terminal protein untuk mempertahankan kondisi sistein target sehingga penggantian hanya dilakukan pada atom H gugus tiol sistein dengan MQ (Methylene Quinuclidinone). Tahapan pembentukan adduct MQ-Sistein dari adduct MQ-NAC dengan program molden disajikan pada gambar 5.

Gambar 5. Tahapan pembentukan struktur adduct MQ-Sistein dari adduct MQ-NAC.

Populasi dan distribusi elektron MQ yang menggantikan atom H pada sistein diperoleh dengan metode Mulliken. Arsip log data ESP (Electrostatic Potensial) yang dihasilkan kemudian dikonversi menjadi format RESP (Restrain Electrostatic Potensial) menggunakan program Antechamber melalui 2 step. Step yang pertama yaitu membuat file input dengan penyesuaian muatan pada sistein target yang menghasilkan file chg. Step kedua yaitu pengolahan arsip log data ESP menjadi file prep dengan penyesuaian nama atom, tipe atom, dan muatan

(40)

pada sistein. Tipe atom yang digunakan untuk parameter asam amino maupun protein adalah AMBER atom type sehingga penyesuaian tipe atom tersebut penting dilakukan untuk perhitungan parameter lainnya seperti ikatan dan torsi dengan program parmchk dalam AMBER10. Hasil parameterisasi struktur adduct MQ-Sistein disajikan pada gambar 6.

Gambar 6. Struktur adduct MQ-Sistein teroptimasi dengan keterangan kode atom, tipe atom, dan muatan adduct MQ-Sistein yang diperoleh dengan RESP.

(41)

26

B.Pemilihan Posisi Sistein Target pada Makromolekul

Makromolekul diperoleh dari struktur wild type-p53 yang dimutasi pada arginin-175 menjadi histidin menghasilkan mutan R175H-p53. Mutan R175H-p53 disimulasi selama 100 ns dan dilakukan clustering. Dalam penelitian ini struktur representatif makromolekul yang diambil berdasarkan accessibilitas solvent analysis. Analisis reaktivitas relatif residu sistein pada p53 dengan spektrometri massa menemukan bahwa residu sistein (Cys) yang memiliki reaktivitas tertinggi dalam pembentukan adduct secara berurutan diantaranya terletak pada posisi Cys-124, Cys-141, Cys-135, Cys-182, dan Cys-277, sedangkan sistein yang memiliki reaktivitas rendah terletak pada posisi Cys-176 dan Cys-275 (Joerger et al., 2010). Pemilihan sistein target juga dilakukan berdasarkan lokasi residu sistein pada makromolekul menggunakan surface analysis dengan program Chimera. Residu sistein yang berada pada cavity (lekukan) yang cukup dalam dan lebar memungkinkan adduct dapat masuk dan stabil pada posisi tersebut. Hasil pemilihan lokasi sistein target pada mutan R175H-p53 disajikan pada gambar 7.

Gambar 7. Hasil pemilihan lokasi sistein target pada mutan R175H-p53 digambarkan dengan surface berwarna kuning. Posisi sistein target yang digambarkan dalam bentuk pita pada Cys-124 (A) dan Cys-275 (B). Lokasi Cys-124 yang berada pada cavity (C) dan lokasi Cys-275 yang berada pada permukaan mutan R175H (D).

(42)

Hasil pemilihan residu sistein yaitu Cys-124 yang memiliki reaktifitas tercepat dengan posisi residu sistein berada pada cavity yang cukup dalam dan Cys-275 yang memiliki reaktifitas paling lambat dengan posisi residu sistein berada pada permukaan mutan R175H-p53. Masing-masing posisi Cys-124 dan Cys-275 digantikan dengan adduct MQ-Sistein sebagai template yang akan digunakan untuk proses simulasi.

Sistein pada nomor residu 124, 141, 135, dan 275 terletak pada -sheet yang cenderung lebih rigid dibandingkan sistein pada nomor residu 182 dan 277 yang terletak pada loop makromolekul. Berdasarkan surface analysis menggunakan Chimera, sistein pada nomor residu 141 dan 135 berada jauh dari permukaan makromolekul, sehingga sulit dilakukan modifikasi pada posisi tersebut dan menimbulkan banyaknya benturan dengan residu-residu lain disekitarnya. Modifikasi pada Cys-124 yang berada pada cavity memungkinkan mengubah struktur lokal yang dapat memberikan perubahan konformasi mutan, sedangkan modifikasi pada Cys-275 yang berada pada daerah DNA-binding juga dimungkinkan memberikan perubahan konformasi makromolekul mutan R175H-p53.

Dua protein mutan R175H-p53 dengan masing-masing lokasi sistein target (Cys-124 dan Cys-275) yang telah dimodifikasi oleh adduct MQ-Sistein terparameterisasi, selanjutnya dilakukan proses minimisasi, penyeimbangan (equilibrasi) dan simulasi.

C.Reaktivasi R175H-p53 oleh Adduct MQ-Sistein

Hasil minimisasi dan penyeimbangan dari dua protein mutan R175H-p53 yang telah dimodifikasi pada masing-masing sistein target dengan adduct MQ-Sistein kemudian disimulasikan selama 100 ns. Dua sistem tersebut adalah sistem

1 yaitu mutan R175H-p53 dengan penggantian residu sistein (Cys-124) oleh adduct MQ-Sistein dan sistem 2 yaitu mutan R175H-p53 dengan penggantian residu sistein (Cys-275) oleh adduct MQ-Sistein. Dua sistem pembanding adalah sistem 3 yaitu wild type-p53 dan sistem 4 yaitu mutan p53 (R175H) yang telah disimulasikan selama 100 ns. Hasil simulasi berupa suatu trajectory yang

(43)

28

menspesifikkan bagaimana posisi dan kecepatan partikel di dalam sistem bervariasi sesuai waktu. Hasil simulasi kemudian diolah dengan program analisis yaitu ptraj.

1. Stabilisasi R175H-p53 oleh Adduct MQ-Sistein

Analisis yang dapat menunjukkan karakter umum dari sistem yang disimulasikan yaitu analisis RMSD (root mean square deviation). Posisi sistem tiap waktu dibandingkan posisi awal sistem dalam rentang waktu tertentu menunjukkan kestabilan sistem secara umum dengan perubahan jarak yang terjadi pada masing-masing sistem selama simulasi. Grafik RMSD keempat sistem ditampilkan pada gambar 8.

Gambar 8. Grafik perbedaan RMSD sebagai fungsi waktu. Sistem 1, 2, 3 dan 4 berturut-turut ditunjukkan dengan warna hijau, biru, hitam dan merah.

Grafik RMSD diatas memperlihatkan bahwa keempat sistem bergeser dari posisi awal dan mengalami penyeimbangan sistem setelah simulasi berjalan 12,5 ns. Keempat sistem sama-sama bergeser sejauh ± 1 Å dari posisi awalnya dan terus bergeser naik menjauhi posisi awal dan stabil pada jarak ± 3 Å saat simulasi berjalan 12,5 ns. Sistem 3 terlihat mengalami perubahan posisi dari awal simulasi

(44)

hingga simulasi berakhir. Perubahan tersebut mengindikasikan bahwa sistem 3 berada pada konformasi yang berbeda selama simulasi 100 ns. Sistem 4 yang merupakan mutan R175H-p53 meskipun terlihat lebih stabil dibandingkan dengan sistem 3, namun sistem 4 diketahui kehilangan fungsi supresi tumor akibat perubahan konformasi yang dapat berpengaruh pada keseluruhan sistem protein. Hasil cukup mengejutkan terlihat pada grafik RMSD yang menunjukkan selama simulasi berlangsung sistem 1 dan 2 relatif stabil dibandingkan sistem 3. Sistem 1 yang merupakan mutan R175H-p53 dengan penggantian residu sistein (Cys-124) oleh adduct MQ-Sistein relatif stabil sampai simulasi berakhir. Sistem 2 yang merupakan mutan R175H-p53 dengan penggantian residu sistein (Cys-275) oleh

adduct MQ-Sistein memiliki kestabilan yang paling tinggi dibandingkan tiga sistem lainnya. Adanya penggantian residu sistein pada mutan oleh adduct ternyata memberikan perubahan dinamika selama simulasi berlangsung.

Pergeseran posisi yang telah ditunjukkan pada grafik RMSD berkaitan dengan fluktuasi atomik rata-rata sistem. Analisis B-factor dapat menggambarkan fluktuasi atomik rata-rata sistem yang disimulasikan. Harga B-factor sebagai fungsi nomor residu dapat menunjukkan residu-residu mana saja yang mengalami fluktuasi, sehingga terhadap residu-residu tersebut akan dapat dilihat perubahan posisi konformasinya selama simulasi berlangsung. Harga B-factor untuk semua atom dari keempat sistem ditampilkan pada gambar 9A dan harga B-factor untuk atom backbone keempat sistem ditampilkan pada gambar 9B.

Grafik B-factor untuk semua atom keempat sistem memperlihatkan pada awal dan akhir residu yang merupakan ujung-ujung protein memiliki harga

B-factor yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan residu pada ujung-ujung protein sangat fleksibel sehingga sangat fluktuatif. Perbedaan fluktuasi keempat sistem terlihat cukup jelas pada beberapa bagian residu, diantaranya pada range residu 113-123, 173-193, dan 233-253.

Adduct MQ-Sistein yang ada pada sistem 1 dan 2 menunjukkan sebagian fluktuasi atomik rata-rata berkurang terhadap sistem 3 dan 4. Untuk memperjelas perubahan yang terjadi pada B-factor total keempat sistem maka dilakukan analisis B-factor untuk atom backbone. Analisis B-factor atom backnone

(45)

30

menunjukkan lebih jelas residu mana saja yang mengalami perubahan kestabilan konformasi protein selama simulasi berlangsung. Pada gambar 9B, fluktuasi untuk atom backbone tiap residu menunjukkan perubahan cukup signifikan pada beberapa residu sama seperti fluktuasi yang terjadi pada grafik B-factor atom total.

Gambar 9. Grafik perbedaan B-factor semua atom sebagai fungsi nomor residu (A) dan grafik perbedaan B-factor atom backbone sebagai fungsi nomor residu (B). Sistem 1, 2, 3 dan 4 berturut-turut ditunjukkan dengan warna hijau, biru, hitam dan merah.

(46)

Fluktuasi B-factor semua atom terlihat overlapping dan lebih tinggi dibandingkan dengan fluktuasi yang terjadi pada B-factor atom backbone. Hal ini dimungkinkan karena fluktuasi yang terjadi pada B-factor semua atom dipengaruhi oleh fluktuasi sudut dihedral (yaitu sudut yang terbentuk oleh 4 atom) yang melibatkan keseluruhan atom, sehingga menyulitkan untuk melihat perbedaan kestabilan pada masing-masing sistem. Fluktuasi B-factor atom backbone dapat menunjukkan perbedaan kestabilan lebih jelas yang ditunjukkan dengan besarnya delta fluktuasi antara keempat sistem. Secara kualitatif, fluktuasi B-factor atom backbone menunjukkan bahwa konformasi keempat sistem mengalami perbedaan konformasi parsial karena perbedaan dinamika backbone masing-masing sistem.

Gambar 10 menunjukkan fluktuasi ketiga range residu pada B-factor atom backbone. Gambar 10A menunjukkan perbedaan fluktuasi keempat sistem yang terjadi pada residu 113 sampai 123. Residu 113-123 merupakan residu-residu yang berperan penting dalam DNA-binding. Fluktuasi sistem 3 (wild type-p53) terlihat paling tinggi dibandingkan tiga sistem lainnya, hal ini dimungkinkan pada range residu tersebut sistem 3 berada pada konformasi dominan yang berbeda. Fluktuasi sistem 1 terlihat paling rendah sedangkan sistem 2 menunjukkan fluktuasi yang mendekati sistem 3. Hal ini menunjukkan bahwa sistem 2 yang merupakan kompleks mutan R175H-p53 dengan penggantian residu sistein (Cys-275) oleh adduct MQ-Sistein mampu memberikan perubahan konformasi parsial mendekati konformasi wild type-p53 pada daerah tersebut.

Gambar 10B menunjukkan perbedaan fluktuasi keempat sistem yang terjadi pada residu 173-188. Residu yang berada pada range 173-188 merupakan residu-residu yang berperan penting dalam stabilitas permukaan p53 DNA-binding namun tidak secara langsung kontak dengan DNA. Fluktuasi tertinggi terjadi pada sistem 3 mencapai harga ± 600 Å, sementara sistem 4 fluktuasi tertinggi ± 300 Å. Tingginya fluktuasi sistem 3 menunjukkan bahwa pada range tersebut sistem 3 lebih fleksibel, hal ini dimungkinkan terdapat lebih dari satu konformasi dominan yang terjadi selama simulasi berlangsung. Sistem 1 dan 2 terlihat memiliki harga B-factor yang lebih rendah dibandingkan sistem 4, hal ini menunjukkan bahwa

(47)

32

dengan adanya penggantian residu sistein oleh adduct MQ-Sistein pada sistem 1 dan 2 mampu menstabilkan residu-residu pada kisaran nomor residu 173-188.

Gambar 10. Grafik fluktuasi residu 113-123 (A), 173-188 (B), dan 237-250 (C).

Gambar 10C menunjukkan perbedaan fluktuasi keempat sistem yang terjadi pada residu 237-250. Residu yang berada pada range tersebut merupakan residu-residu yang berperan penting dalam DNA-binding. Sistem 2 pada residu 237-250 dan sistem 1 pada residu 243-250 terlihat lebih stabil dibandingkan sistem 3 dan 4 karena memiliki harga B-factor paling rendah. Sistem 1 mengalami sedikit fluktuasi yang terjadi pada residu 237-242, namun fluktuasi ini tidak menunjukkan perubahan konformasi parsial yang mendekati konformasi wild type-p53.

Adduct MQ-Sistein yang ada pada sistem 1 mempengaruhi sebagian fluktuasi R175H-p53 yang terlihat berkurang cukup signifikan. Keberadaan adduct MQ-Sistein pada sistem 2 juga menunjukkan perubahan fluktuasi terhadap R175H-p53 pada residu nomor 173-188 dan 237-250. Menariknya, residu-residu yang mengalami perubahan fluktuasi pada B-factor merupakan residu-residu yang

A B

C

(48)

berperan dalam DNA-binding maupun stabilisasi permukaan p53 DNA-binding meskipun tidak secara langsung kontak dengan DNA.

Perubahan signifikan yang ditunjukkan pada analisis B-factor ternyata bukan hanya karena pengaruh rantai samping akan tetapi lebih pada pengaruh backbone yang dapat menunjukkan perubahan konformasi makromolekul seperti dalam bentuk loop, helix, maupun -sheet. Perbandingan harga B-factor untuk atom backbone keempat sistem cukup menunjukkan adanya perubahan pada kestabilan protein terutama pada ketiga range residu tersebut. Adduct MQ-Sistein yang ada pada sistem 1 dan 2 mempengaruhi terjadinya perubahan konformasi dan kestabilan pada residu-residu lain protein p53 termasuk residu-residu yang berperan dalam DNA-binding.

Pendekatan lain yang dilakukan untuk mengetahui perubahan konformasi dan kestabilan mutan R175H-p53 oleh adanya adduct MQ-Sistein yaitu dengan

- backbone vektor NH. Atom N

pada vektor NH yang berikatan dengan atom C karbonil asam amino yang lain merupakan ikatan peptida yang memiliki ciri unik yakni bersifat rigid dan planar. Sifat rigid dan planar ikatan peptida merupakan konsekuensi dari interaksi resonansi dari amina atau kemampuan amida nitrogen untuk delokalisasi pasangan elektron bebas (lone pair electron) ke karbonil (C=O). Hal ini mengindikasikan bahwa atom backbone vektor NH lebih stabil karena adanya resonansi elektronik dibandingkan atom backbone. Resonansi elektronik yang terjadi pada ikatan peptida ditunjukkan pada gambar 11.

Gambar 11. Resonansi elektronik ikatan peptida.

Vektor NH digunakan untuk menunjukkan order parameter yang dapat digunakan untuk estimasi entropi atom backbone. Entropi backbone vektor NH yang ditunjukkan melalui harga order parameter (S2) dapat memberikan kontribusi

Gambar

Gambar 1. Siklus perkembangan  sel. Proses checkpoint  berlangsung selama fase
Gambar 2. Empat tingkatan struktur protein (Mandle, Jain dan Shirvastava, 2012).
Gambar 3. Struktur domain inti p53. Posisi mutan R175H-p53 ditunjukkan
Gambar 4. Struktur adduct MQ-NAC (kiri) dan adduct MQ-Sistein (kanan).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Konsentrasi optimum dekok daun kenikir ( Cosmos caudatus ) untuk mereduksi jumlah Staphylococcus aureus pada tangan adalah 80

Penilaian sikap dilakukan dengan menggunakan teknik observasi oleh guru mata pelajaran (selama proses pembelajaran pada jam pelajaran), guru bimbingan konseling

Secara keseluruhan, terdapat 63 bentuk bahasa isyarat baharu yang dibangunkan untuk (PdP) solat untuk orang pekak telah mendapat kesepakatan pakar daripada kedua-dua bidang

Dapat memilih salah satu atau gabungan dari beberapa media, bergantung pada tujuan yang akan dicapai, pesan yang disampaikan dan teknik yang dipergunakan, karena

Kosakata dan konsep tentang lingkungan sehat Menganalisis lingkungan tidak sehat C4 Pilihan ganda Pilihan ganda no 4,5 4.4 Menyajikan penggunaan kosakata bahasa

Crossword Puzzle.. 10 Menurut anda, permainan crossword puzzle sudah sesuai dengan materi ajar yang diberikan oleh guru. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya siswa yang

Hiryanto, Kursin, As’ari, Sukatmo, Firmansyah, Eryanto, Doharman T, Abdul Kohar, Widi Pramudio, Ikbal Muqorobin, Yendhi Yusriadi. Pencetak: PT Metro Pos. Isi di luar tanggung

a) Peran bank dalam perdagangan internasional dapat dikatakan sebagai pemain kunci. Tanpa bank, perdagangan internasional mungkin tidak dapat berjalan.. b) Bank menjembatani