DAN HIPOTESIS
1.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Konsep Kompetensi siswa administrasi perkantoran
2.1.1.1 Kompetensi Siswa
Kompetensi menurut E. Mulyasa (2005:37) merupakan perpaduan dari
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir
dan bertindak.
Mengacu pada paparan di atas kompetensi siswa dapat diartikan sebagai
kemampauan hasil belajar dalam bentuk penguasaan pegetahuan, sikap dan
keterampilan dari siswa. Kompetensi yang dimaksud adalah kompetensi lulusan
yang dulunya berstatus sebagai siswa.
McAshan (1981) yang dikutip E.Mulyasa mengemukakan bahwa
kompetensi:
“...is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person
achieves, which become part of his or her being to the exent he or she can
satisfactorily perform particular cognitive, afective, and psychomotor
behaviors.”
Kompetensi dapat diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya,
sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik
dengan sebaik-baiknya.
Finch & Crunkilton dalam E. Mulyasa (2005) mengartikan kompetensi
sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang
diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Pendapat tersebut menunjukan bahwa
kompetensi mencakup tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus
dimiliki oleh setiap orang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas sesuai dengan
jenis pekerjaan tertentu, sehingga terdapat hubungan antara tugas yang dipelajari
Gordon dalam E. Mulyasa (2005) menjelaskan beberapa aspek yang
terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut: (1) Pengetahuan
(knowlegde); yaitu kesadaran dalam bidang kognitif. (2) Pemahaman
(understanding); yaitu kesadaran dalam bidang kognitif dan afektif yang dimiliki
individu. (3) Kemampuan (skill); adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk
melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. (4) Nilai (value);
adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah
menyatu dalam diri seseorang. (5) Sikap (attitude); yaitu perasaan atau reaksi
terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. (6) Minat (interest); adalah
kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan.
Berdasarkan pengertian di atas, maka kompetensi dapat di artikan bahwa
kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
harus dimiliki oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya.
1. Pengetahuan siswa
Pengetahuan menurut Bloom yang dikutip Winkel (1996), didefinisikan
sebagai kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengingat dan
mengungkap kembali pengetahuan, rumus, konsep, prinsip, materi dan kejadian
baik pada hal-hal yang umum maupun hal-hal yang khusus. Pengetahuan juga
merupakan tingkah laku dan situasi yang menekankan tentang pengingatan
(remembering), apakah itu mengenal atau mengungkap ide-ide, bahan-bahan atau
gejala. Pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat mengembangkan potensi dan
kemampuan secara maksimum untuk mengambil keputusan dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya untuk menyesuaikan diri.
Berdasar pendapat diatas dapat diambil pengertian bahwa pengetahuan
merupakan kemampuan, tingkah laku dan situasi yang menekankan tentang
pengingatan. Pengetahuan dapat mengembangkan potensi dan kemampuan secara
maksimum untuk mengambil keputusan dan memecahkan masalah yang dihadapi
oleh seseorang.
Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan
dunia kerja yang mencakup pemahaman, penerapan, analisis dan evaluasi yang
dilihat dari penguasaan teori yang pernah diajarkan di sekolah.
2. Ketrampilan Siswa
Menurut Nana Sudjana (2010:68), keterampilan adalah pola kegiatan yang
bertujuan, yang memerlukan manipulasi dan koordinasi informasi yang dipelajari.
Keterampilan ini dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni keterampilan fisik
dan keterampilan intelektual. Menurut Muhibin Syah (2006:121), keterampilan
adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat syaraf dan otot-otot yang lazimnya
tampak dalam kegiatan jasmaniah.
Keterampilan siswa menurut Rusyadi yang dikutip Yanto (2005), diartikan
sebagai kemampuan seseorang terhadap suatu hal yang meliputi semua
tugas-tugas kecakapan, sikap, nilai dan kemengertian yang semuanya dipertimbangkan
sebagai sesuatu yang penting untuk menunjang keberhasilannya didalam
penyelesaian tugas.
3. Sikap Siswa
Sikap siswa adalah reaksi yang ditunjukkan siswa atau peserta didik
selama proses pembelajaran berlangsung maupun setelahnya. Menurut Muhibin
Syah (2006: 149) sikap siswa adalah gejala internal yang berdimensi afektif
berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon (response tendency) dengan
cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara
positif maupun negatif. Menurut Yamin, M., (2005:32) sikap dan perilaku siswa
merupakan tujuan yang berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan
sikap hati (attitude) yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap
sesuatu.
Bloom dalam Suparno, S (2001) berpendapat bahwa sikap siswa memiliki
tiga komponen yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif merupakan
pengetahuan individu tentang objek sikap, komponen afektif merupakan
keyakinan individu dan penghayatan orang tersebut tentang objek sikap, apakah ia
merupakan kecenderungan kuat untuk berbuat, melakukan sesuatu sesuai dengan
perasaan dan pengetahuaannya terhadap objek.
2.1.1.2 Kompetensi Siswa Administrasi Perkantoran
Administrasi perkantoran merupakan suatu bagian dari manajemen yang
berhubungan dengan pelayanan (service) dalam perolehan, pencatatan dan
penganalisisan informasi, perencanaan, serta pengkomunikasian agar organisasi
dapat merawat aktivanya, menegembangkan fungsi fungsi dan kegiatanya, serta
mencapai sasaranya mengembangkan fungsi fungsi dan kegiatanya, serta
mencapai sasaranya dengan optimal. Menurut Kurikulum SMK 2004 (2004: 8) menyebutkan bahwa “kompetensi Siswa Administrasi Perkantoran adalah kompetensi kejuruan yang dapat membekali peserta didik dengan kompetensi
yang spesifik sesuai dengan kebutuhan dunia kerja pada bidang keahlian yang dipilihya”.
Seiring dengan tuntutan dunia bisnis yang semakin berkembang, fungsi
administrasi perkantoran mengalami pergeseran dari fungsi statis ke fungsi
dinamis. Administrasi Perkantoran dewasa ini tidak hanya berkaitan dengan
pekerjaan-pekerjaan kertas (paper works) dan ketatausahaan (clerical works) saja,
melainkan mencakup pengelolaan informasi yang harus dikelola secara sistemais
agar berguna dalam pembuatan keputusan. Dengan perkataa lain, Administrasi
perkantoran telah mengalami perubahan paradigm structural (Sastradipoera,
2001:109). Pergeseran paradigma tersebut dapat dilihat dari sejumlah indikator
seperti disajikan dalam Tabel berikut :
Tabel 2.1
Perubahan Paradigma Manajemen Perkantoran
Paradigma Konvensional Paradigma Struktural
1. Bersifat tayloristik,
manajemen perkantoran
1.Bersifat Druckeristik, manajemen perkantoran sebaga kajian menegenai system informasi untuk pembuatan keputusan.
Paradigma Konvensional Paradigma Struktural keputusan, dan (d) merawat aktiva. 3. Bersifat manajerial, manajemen
perkantoran menyajikan informasi untuk proses pembuatan keputusan bagi semua hirarki manajemen, baik keputusan teknis, keputusan eksekutif, maupun keptusan manajerial.
4. Bersifat partisipatif, manajemen perkantoran mempunyai fungsi yang sama dengan fungsi manajemen lainya.
Sumber : Sastradipoera (2001: 109-110)
Sastradipoera (2011: 109-110) menyebutkan bahwa :
Pergeseran paradigma tentunya berimplikasi pada tuntutan kompetensi
yang harus dikuasai oleh para calon tenaga kerja pada bidang keahlian
administrasi perkantoran. Sehngga, SMK Program Keahlian Admninistrasi
Perkantoran harus membekali siswanya tidak hanya dengan keterampilan teknis
klerikal dan ketatausahaan, melainkan lebih menekankan pada penguasaan
teknologi informasi.
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang keahlian
sekretaris/Administrasi perkantoran meliputi kompetensi umum, kompetensi
utama/inti, dan kompetensi khusus. Selanjutnya, dalam SKKNI bidang sekretaris
juga dideskripsikan pemaketan unit-unit kompetensi berdasarkan jenjang
pekerjaan dan kualifikasi pendidikan secara garis besar, pemaketan unit-unit
kompetensi tersebut dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 2.2
Sertifikat I Sekretaris junior,Operator,
Sertifikat II SMK Junior Administrative Assistant
Sertifikat III D1 Administrative Assistant
Sertifikat IV D2 SeniorAdministrative Assistant
D3 ExecutiveAdministrative Assistant
D4 Senior ExecutiveAdministrative
Assistant
S1 Office Manager
S2 Senior Office Manager
Sumber : SKKNI Sekretaris, Direktorat Dikmenjur (2013:13)
Dari Tabel di atas, terlihat bahwa lulusan SMK Program Keahlian
Administrasi Perkantoran diproyeksikan untuk bekerja pada level Junior
Administrative Assistant dengan lingkup tugas administrasi seperti membuat
dokumen, Spread sheet, dan bahan presentasi melalui pemakaian software yang
sesuai; menggunakan internet untuk mencari data; menerima dan meneruskan
telepon masuk kepada yang dituju; dan membantu pekerjaan yang dilimpahkan
baik oleh Administrative Assistant maupun executive Administrative Assistant
(SKKNI Sekretaris 2003).
Kompetensi Merupakan suatu hal yang harus dimiliki oleh siswa. Pada
dasarnya kompetensi adalah suatu pemilikan pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan. Kurikulum SMK 2004 (2004:8) Menyebutkan bahwa “kompetensi
siswa Administrasi Perkantoran adalah kompetensi kejuruan yang membekali
peserta didik dengan kompetensi-kompetensi spesifik yang sesuai dengan
kebutuhan dunia kerja.
Lebih spesipik lagi, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMK
Program Keahlian Admninistrasi Perkantoran mendeskripskan indikator khusus
kompetensi Administrasi Perkantoran yang harus dimiliki bagi tiap-tiap lulusan
adalah sebagai berikut:
Tabel 2 3
Indikator Kompetensi Administrasi Perkantoran
Kapabilitas Indikator
1) Konseptual Daya tangkap yang baik
Berpikir analitis
2) Sosial
Komunikatif
Hangat
Kapabilitas Indikator
3) Sikap kerja
Sistematis
Perfeksionis
Terencana
4) Teknis
Bekerja dengan manajemen tools
Pelaporan kerja baik
Filling sistem baik
Traffic manajemen baik
2.1.1.3 Kompetensi Siswa SMK
Menurut Ekasari (2005:16) menjelaskan bahwa kompetensi yang harus
dikuasai siswa terdiri dari atas kompetensi dasar, kompetensi umum, kompetensi
teknis atau operasional, dan kompetensi professional selanjutnya, kencana
(2006:39-41) merinci kompetensi-kompetensi tersebut sebagai berikut:
1. Kompetensi dasar
Kompetensi dasar merupakan kompetensi atau kecakapan awal yang
perlu dikuasai untuk menguasai kompetensi lain yang lebih tinggi.
Berbicara, membaca, dan berhitung termasuk kedalam kompetensi ini.
2. Kompetensi Umum
Kompetensi umum merupakan penguasaan kecakapan dan
keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan, baik dalam kehidupan
kelaurga, di sekolah, di masyarakat ataupun di lingkungan kerja.
3. Kompetensi Teknis atau Operasional dan pengetahuan dalam
kenyataan, kehidupan atau pekerjaan.
4. Kompetensi Professional
Kompetensi Professional sudah merupakan kompetensi tingkat tinggi
yang mencakup kemampuan dalam proses analisis, sinstesis,
evaluative, pemecahan masalah serta kemampuan melakukan inovasi.
Menurut Suherman (2008) “Kompetensi” (competency) adalah kata yang setara dengan kemampuan. Siswa yang telah memiliki kompetensi mengandung
arti bahwa siswa telah memahami, memaknai dan memanfaatkan materi pelajaran
(psikomotorik) sesuatu berdasarkan ilmu yang telah dimilikinya, yang pada tahap
selanjutnya menjadi kecakapan hidup (life skill).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi
operasional atau teknis pada dasarnya memiliki aspek-aspek yang sama dengan
kompetensi professional, yaitu perilaku atau performansi, pengetahuan ,
keterampilan, proses, penyesuain diri, sikap dan nilai. Perbedaanya terletak pada
kompleksitas dan tingkat kesukaranya. Komptensi operasional-teknis terkait
dengan operasi, tugas, atau pekerjaan yang lebih sederhana, bersifat mekanistis
dan reatif lebih mudah. Sedangkan kompetensi profesional berhubungan dengan
tugas yang lebih kompeleks, problematik, dan melibatkan kemampuan tahap
tinggi dalam proses menganalisis, menilai, menarik keputusan, memecahkan
masalah, dan menciptakan hal baru.
Sesuai dengan tuntutan KBK, Nurjaman (2007:14) merinci empat
kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa, yakni sebagai berikut:
1. Kompetensi akademik, artinya peserta didik harus memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam mengatasi tantangan dan
persoalan hidup secara independen dengan mengaplikasikan atau
menerapkan teori, konsep, kaidah, prinsip, dan model dalam
kehidupan.
2. Komepetensi Okupasional, artinya peserta didik harus memiliki
kesiapan dan mampu beradaptasi terhadap dunia kerja.
3. Kompetensi kultural, artinya peserta didik harus mampu menempatkan
diri sebaik-baiknya dalam system budaya dan tata nilai masyarakat
yang pluralistik.
4. Kompetensi temporal, artinya peserta didik tetap eksis dalam
menajalani kehidupan, serta mampu memanfaatkan ketiga kemampuan
dasar yang telah dimiliki sesuai dengan perkembangan zaman.
Berdasarkan uraian diatas dapat dijelaskan bahwa kompetensi yang harus
dimiliki siswa selama proses dan sesudah pembelajaran adalah kemampuan
kognitif, (pemahaman, penalaran, aplikasi, analisis observasi identifikasi,
investigasi, eksplorasi, koneksi, komunikasi, ikuiri, hipotesis, generalisasi,
mencakup kesadaran diri, pengelolaan suasana hati, pengendalian implusi,
motivasi aktifitas positif, empati), dan kemampuan psikomotorik (sosiaisasi dan kepribadian yang mencakup kemampuan argumentasi, presentasi, perilaku)”.
2.1.1.4 Dimensi Kompetensi Lulusan
Menurut Fattah dalam Santoso (2004:28), ada empat kategori yang
dijadikan indikator dalam menentukan tingkat keberhasilan pendidikan dalam
mengembangkan kompetensi lulusan, yaitu: (1) dapat tidaknya seorang lulusan
melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi, (2) dapat tidaknya memperoleh
pekerjaan, (3) besarnya penghasilan (gaji) yang diterima, dan (4) sikap perilaku
dalam konteks sosial budaya dan politik.
Standar kompetensi lulusan yang diharapkan mencakup pengetahuan,
keterampilan dan sikap, digolongkan menjadi tiga aspek, yaitu: (1) kemampuan
kognitif meliputi: pengamatan, hafalan, pemahaman, penggunaan (aplikasi),
analisis, sintesis dan evaluasi, (2) kemampuan afektif meliputi: penerimaan,
sambutan, penghargaan (apresiasi), pendalaman (internalisasi), dan penghayatan,
(3) kemampuan psikomotor meliputi: keterampilan bergerak (atau bertindak),
keterampilan ekspresi verbal dan non verbal (Abin S.Makmun, dalam Santoso
2004:167).
Sesuai dengan Pasal 2 Undang Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3,
menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut diperlukan profil
kompetensi lulusan yang bemutu, dituangkan dalam standar kompetensi lulusan.
Dalam penjelasan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, disebutkan
yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik yang harus
dipenuhinya atau dicapainya dari suatu satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah (Santoso, 2015:65-66).
2.1.2 Daya Saing
2.1.2.1 Pengertian Daya saing
Porter (1994: ix-xvii) dalam Tumar Sumihardjo (2008:8) menyebutkan
bahwa: istilah daya saing sama dengan competitiveness atau competitive,
sedangkan istilah keunggulan bersaing sama dengan competitive advantage.
Secara bebas, Tumar Sumihardjo (2008:8), memberikan penjelasan tentang istilah
daya saing ini. Daya saing bermakna kekuatan, dan kata saing berarti mencapai
lebih dari yang lain, atau beda dengan yang lain dari segi mutu, atau memiliki
keunggulan tertentu. Artinya daya saing dapat bermakna kekuatan untuk berusaha
menjadi unggul dalam hal tertentu yang dilakukan seseorang, kelompok atau
institusi tertentu.
Hal senada diungkapkan oleh Rangkuti (2003) dalam Kuncoro (2008:73), bahwa: “Keunggulan bersaing merupakan kegiatan spesifik yang dikembangkan oleh perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya”. Kata unggul, berdasarkan pendapat Tumar Sumihardjo (2008) dan Rangkuti (2003) di
atas, merupakan posisi relatif organisasi terhadap organisasi lainnya. Hal ini
seperti diungkapkan oleh Agus Rahayu (2008:66) bahwa keunggulan merupakan
posisi relatif dari suatu organisasi terhadap organisasi lainnya, baik terhadap satu
organisasi, sebagian organisasi atau keseluruhan organisasi dalam suatu industri.
Dalam perspektif pasar, posisi relatif tersebut pada umumnya berkaitan dengan
nilai pelanggan (customer value). Sedangkan dalam perspektif organisasi, posisi
relatif tersebut pada umumnya berkaitan dengan kinerja organisasi yang lebih baik
atau lebih tinggi.
Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil satu kesimpulan bahwa suatu
organisasi, termasuk sekolah, akan memiliki keunggulan bersaing atau memiliki
potensi untuk bersaing apabila dapat menciptakan siswa lulusan yang unggul dan
menawarkan nilai pelanggan yang lebih atau kinerjanya lebih baik dibandingkan
Sementara dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses, dalam dinyatakan bahwa:” daya saing adalah kemampuan untuk menunjuk kan hasil lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna”. Kemampuan yang dimaksud dalam Permendiknas No. 41 tahun 2007 tersebut, diperjelas oleh Tumar Sumihardjo (2008:11), meliputi:
1. kemampuan memperkokoh posisi pasarnya.
2. kemampuan menghubungkan dengan lingkungannya. 3. kemampuan meningkatkan kinerja tanpa henti
4. kemampuan menegakkan posisi yang menguntungkan.
Merujuk pada paparan berbagai ahli di atas maka dapat diambil satu
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan daya saing dalam penelitian adalah
kekuatan, kemampuan dari lulusan dalam menguasai dan melaksanakan pekerjaan
ditempat kerja. Jadi, dengan demikian daya saing lulusan ukuranya dapat dilihat
dari proses pelaksanaan perkejaan atau kinerja pegawai dalam melakukan
pekerjaan.
2.1.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Saing
Menurut (Kuncoro, 2008:95), tinggi rendahnya daya saing seseorang
organisasi/ instansi tergantung kepada faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Dalam konteks daya saing pendidikan, secara eksplisit mengungkapkan beberapa
faktor yang mempengaruhi daya saing pendidikan, yaitu: (1) kualitas sumber
daya, (2) dukungan pemerintah, serta (3) partisipasi masyarakat dan dunia
usaha/dunia industri.
Lebih jauh, Kuncoro (2008:102) menyebutkan bahwa berangkat dari
konsep persaingan industri dari Porter (1993), terdapat lima kekuatan yang
mempengaruhi persaingan dalam dunia pendidikan: (1) munculnya satuan
pendidikan baru, termasuk lembaga asing yang membuka cabangnya di Indonesia,
(2) dibukanya jurusan atau program studi baru oleh sekolah lain yang lebih
menarik, (3) terjadinya perubahan dan peningkatan kebutuhan dari masyarakat
pengguna lulusan sekolah; (4) terjadinya perubahan dan peningkatan kebutuhan
dari para calon peserta didik/orang tua peserta didik atas jenis dan layanan
pendidikan yang sudah ada. Kelima kekuatan daya dalam persaingan tersebut
diragakan dalam Gambar 2.1.
Selanjutnya pendapat lainnya, dikemukan oleh Agus Rahayu (2008:65)
yang menyebutkan ada beberapa aspek yang dapat menjadi daya tarik suatu organisasi hingga organisasi tersebut akan memiliki daya saing, antara lain: “(1) aspek pertumbuhan pasar, yang mencakup: ukuran pasar, tingkat pertumbuhan
dan potensi pasar; (2) aspek intensitas persaingan, mencakup: jumlah organisasi, kemudahan untuk masuk dan produk substitusi; serta (3) aspek akses pasar.”
Crevans (1996) mengutip pendapat Day & Wensley menyebutkan bahwa
keunggulan bersaing dipandang sebagai suatu proses dinamis. Prosesnya meliputi
sumber keunggulan, keunggulan posisi, dan prestasi akhir suatu investasi laba
untuk mempertahankan keunggulan bersaing (Gambar 2.2).
Berdasarkan pendapat Tumar Sumihardjo (2008), Porter (1993), Kuncoro
(2008) dan Agus Rahayu (2008) dalam Uep Tatang Sontani (2015), maka dapat
dikemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing sekolah antara lain:
(1) pimpinan sekolah, (2) sistem keuangan, (3) infrastruktur dan sumber daya, (4)
tata kelola sekolah, (5) tanggung jawab sosial sekolah, (6) kualitas sumber daya
manusia, (7) kebijakan pemerintah; (6) partisipasi masyarakat dan dunia
Sumber: Diadaptasi dari Porter (1993:7); Kuncoro (2008:102)
Gambar 2.1. Kekuatan yang mendorong antar sekolah
Sumber: Crevans (1996) Gambar 2.2
Proses keunggulan bersaing
2.1.2.3 Strategi meraih keunggulan bersaing
Menurut agus Rahayu (2008: 66-67) Setiap organisasi mengharapkan
memiliki keunggulan bersaing terhadap organisasi lainnya. Dalam hal ini dua strategi dasar yang bisa dilakukan oleh organisasi, yaitu: “strategi bersaing
(competitive strategy) dan strategi kerja sama (cooperative strategy)”. Strategi
bersaing akan efektif apabila suatu organisasi memiliki sumber daya yang lebih
baik (superior resources). Sebaliknya apabila sumberdaya yang dimiliki imperior
(imperior resources), maka cooperativestrategy. tepat untuk dipilih.
Sumber: Agus Rahayu (2008:67) Gambar 2.3 Strategi meraih bersaing
Berkaitan dengan strategi bersaing (competitive strategy), Agus Rahayu
(2008:67) menerangkan lebih lanjut, bahwa:
Dalam skenario perancangan dan implementasinya strategi bersaing terdapat dua skenario yang dapat dipilih, yaitu skenario biaya (cost
strategy) dan skenario manfaat unik (differentiation strategy). Substansi
cost strategy berkaitan dengan penciptaan dan penawaran produk, untuk
satu satuan manfaat yang relatif sama, dengan harga yang lebih rendah. Dalam hal ini, suatu satuan pendidikan menawarkan program dan atau manfaat tertentu (relatif sama dengan yang ditawarkan satuan pendidikan sejenis) dengan harga yang lebih rendah. Sedangkan substansi
differentiation strategy berkaitan dengan penciptaan dan penawaran
produk, untuk satu satuan manfaat yang lebih unik, dengan harga yang relatif sama. Untuk meraih keunggulan, suatu satuan pendidikan dapat menawarkan program dan atau manfaat yang lebih unik daripada yang ditawarkan satuan pendidikan sejenis dengan harga yang relatif sama.
Sementara cooperative strategy, dijelaskan oleh Agus Rahayu (2008:69) bahwa: “Cooperative strategy digunakan untuk meraih keunggulan melalui kerja sama dengan yang lain. Pada umumnya bentuk kerja sama yang dipilih adalah
aliansi strategi (strategic alliance)”.
Senada dengan Agus Rahayu (2008:69), strategi aliansi diungkapkan oleh
Pietras & Stormer (2001) dalam Kuncoro (2008:111) bahwa: Superior
Resources
Imperior Resources Resources
Competitive Strategy
Cooperative Strategy
Superior Customer Value
Advantage
Strategic alliances are a way for companies with complementary strengths to enter a given market more effectively an efficiently than either alliance partner could manage alone. Strategic alliances allow companies to minimize risks relating to their technological, market, or competitive environment.
Berdasarkan definisi strategi aliansi dari Pietras & Stormer (2001) tersebut
dapat diketahui bahwa startegi aliansi dilakukan oleh perusahaan untuk
memperoleh kekuatan dalam memasuki sebuah pasar, karena dengan strategi
aliansi perusahaan dapat meminimalkan resiko yang berkaitan dengan teknologi,
kekuatan pasar dan persaingan lingkungan sekitarnya.
Definisi lain disampaikan oleh Michael A. Hitt (1997) dalam Kuncoro
(2008:112), yang menyebutkan aliansi strategi sebagai: “kemitraan perusahaan
-perusahaan sehingga sumber daya, kemampuan dan kompetensi inti digabungkan untuk meraih kepentingan dan tujuan bersama”.
Dari pendapat Agus Rahayu (2008), Pietras & Stormer (2001), Kuncoro
(2008), dan Michael A. Hitt (1997) dalam Kuncoro (2008:112) di atas terungkap
tentang pentingnya sinergi antara kelembagaan sekolah dengan masyarakat dalam
rangka meningkatkan daya saing sekolah. Hal ini didukung oleh pendapat
Kuncoro (2008:97) yang menyebutkan bahwa:
Faktor yang cukup penting untuk dilakukan oleh lembaga pendidikan dalam rangka meningkatkan daya saingnya adalah dengan melakukan aliansi strategis. Aliansi strategis kepada dunia usaha sebagai link and
match pendidikan dengan dunia usaha/industri merupakan salah satu upaya
dalam meningkatkan daya saing lembaga pendidikan.
Berkaitan dengan strategi aliansi ini, Kuncoro (2008:112) menyebutkan
beberapa alasan organisasi melakukan sinergi atau kemitraan antara lain:
(a) memperoleh akses ke dalam pasar baru, (b) memasuki bisnis baru, (c)
memperkenalkan produk baru, (d) mengatasi halangan perdagangan, (e)
menghindari persaingan tidak sehat, (f) memperoleh akses ke dalam
sumberdaya komplementer, (g) menggabungkan sumber daya,
keahlian, dam modal resiko, (h) berbagi resiko, dan (i) berbagi biaya
2.2 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.4 Penelitian terdahulu
No Nama
Penulis Jurusan Judul Kesimpulan
No Nama
Penulis Jurusan Judul Kesimpulan
Kompetensi Siswa di SMK Negeri 11 Bandung
SMK 11 Bandung
2.3 Kerangka Pemikiran
Grand teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori MSDM.
Manajemen Sumber Daya manusia mempunyai peran penting dalam organisasi
atau perusahaan. Hal tersebut mempunyai arti yang sama pentingnya dengan
pekerjaan itu sendiri, mengingat pentingnya peran Sumber Daya Manusia dalam
organisasi atau perusahaan, SDM sebagai faktor penentu organisasi atau
perusahaan maka kompetensi menjadi aspek yang menentukan keberhasilan
organisasi atau perusahaan. Dengan kompetensi yang tinggi yang dimiliki oleh
SDM dalam suatu organisasi atau perusahaan tentu hal ini akan menentukan
kualitas SDM yang dimiliki yang pada akhirnya akan menentukan kualitas
kompetitif perusahaan atau organisasi itu sendiri (Mitrani, Palziel and Fitt, 1992 :
14).
Berdasarkan teori di atas dapat diambil satu kesimpulan bahwa suatu
organisasi, termasuk sekolah, akan memiliki keunggulan bersaing atau memiliki
potensi untuk bersaing apabila dapat menciptakan kualitas SDM yang memiliki
nilai kompetitif yang baik. Hal ini berarti sekolah sebagai suatu wadah yang
menjadi tempat pengembangan aspek kompetensi harus mampu pula menciptakan
lulusan yang unggul dan menawarkan nilai yang lebih atau kinerjanya lebih baik
dibandingkan dengan sekolah lainnya.
Menurut Tumar Sumihardjo (2008:8) memberikan penjelasan tentang
istilah daya saing ini, yaitu kata daya dalam kalimat daya saing bermakna
kekuatan, dan kata saing berarti mencapai lebih dari yang lain, atau beda dengan
yang lain dari segi mutu, atau memiliki keunggulan tertentu. Daya saing dapat
bermakna kekuatan untuk berusaha menjadi unggul dalam hal tertentu yang
dilakukan seseorang atau kelompok atau institusi tertentu. Keunggulan yang
dimaksud berkaitan dengan kinerja organisasi yang lebih baik atau lebih tinggi.
Indikator yang digunakan dalam penelitian ini didasari oleh pendapat Tumar
Mengacu pada pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa pentingnya
kinerja lulusan tidak lepas dari pengembangan kompetensi. Pengembangan
kompetensi tersebut tentunya tidak lain adalah untuk menciptakan lulusan dengan daya saing yang tinggi. Kompetensi lulusan SMK tercermin dari “kualifikasi lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.” (Ketentuan umum
pemerintah RI. No 19 2005 tentang standar nasional pendidikan pasal 1, ayat 4),
yang secara terstandar relevan dengan perubahan kebutuhan terhadap tenaga kerja
maupun untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Kompetensi menurut E. Mulyasa (2005:37) merupakan perpaduan dari
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir
dan bertindak.
1 Pengetahuan siswa
Pengetahuan menurut Bloom yang dikutip Winkel (1996), didefinisikan
sebagai kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengingat dan
mengungkap kembali pengetahuan, rumus, konsep, prinsip, materi dan kejadian
baik pada hal-hal yang umum maupun hal-hal yang khusus. Pengetahuan juga
merupakan tingkah laku dan situasi yang menekan kan tentang pengingatan
(remembering), apakah itu mengenal atau mengungkap ide-ide, bahan-bahan atau
gejala. Pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat mengembangkan potensi dan
kemampuan secara maksimum untuk mengambil keputusan dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya untuk menyesuaikan diri.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat diambil pengertian bahwa
pengetahuan merupakan kemampuan, tingkah laku dan situasi yang menekankan
tentang pengingatan. Pengetahuan dapat mengembangkan potensi dan
kemampuan secara maksimum untuk mengambil keputusan dan memecahkan
masalah yang dihadapi oleh seseorang.
Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan
dalam obyek tertentu, yaitu pengetahuan dalam penyiapan diri untuk memasuki
dunia kerja yang mencakup pemahaman, penerapan, analisis dan evaluasi yang
2 Ketrampilan Siswa
Menurut Nana Sudjana (1987:68), keterampilan adalah pola kegiatan yang
bertujuan, yang memerlukan manipulasi dan koordinasi informasi yang dipelajari.
Keterampilan ini dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni keterampilan fisik
dan keterampilan intelektual. Menurut Muhibin Syah (2006:121), keterampilan
adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat syaraf dan otot-otot yang lazimnya
tampak dalam kegiatan jasmaniah.
Keterampilan siswa menurut Mulyasa E., (2005), diartikan sebagai
kemampuan seseorang terhadap suatu hal yang meliputi semua tugas-tugas
kecakapan, sikap, nilai dan kemengertian yang semuanya dipertimbangkan
sebagai sesuatu yang penting untuk menunjang keberhasilannya didalam
penyelesaian tugas.
3 Sikap Siswa
Sikap siswa adalah reaksi yang ditunjukkan siswa atau peserta didik
selama proses pembelajaran berlangsung maupun setelahnya. Menurut Muhibin
Syah (2006: 149) sikap siswa adalah gejala internal yang berdimensi afektif
berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon (response tendency) dengan
cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara
positif maupun negatif. Menurut Martinis, M (2005:32) sikap dan perilaku siswa
merupakan tujuan yang berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan
sikap hati (attitude) yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap
sesuatu.
Berpijak pada uaraian di atas maka kompetensi siswa administrasi
perkantoran mencakup Pengetahuan, keterampilan dan sikap. Hal ini yang harus
dimiliki oleh siswa agar dapat melaksanakan tugas-tugas yang dipelajarinya di
sekolah sesuai dengan kemampuan yang diperlukan oleh dunia kerja. Standar
kompetensi lulusan akan dapat menentukan daya saing lulusan setiap lembaga
pendidikan, sehingga kualitas sumber daya manusia dapat terus ditingkatkan
sesuai dengan perubahan dan tuntutan zaman. Hal tersebut dapat ditingkatkan
melalui strategi peningkatan keunggulan yang diungkapkan oleh Agus Rahayu
Tingkat keunggulan dapat terlihat dengan adanya ciri-ciri keunggulan
yang disampaikan oleh Fattah dalam Santoso (2015:65), yaitu (1) Dapat tidaknya
seorang lulusan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi; (2) Dapat tidaknya
memperoleh pekerjaan; (3) Besarnya penghasilan (gaji) yang diterima; dan (4)
Sikap perilaku dalam konteks sosial, budaya dan politik.
Dengan adanya tingkat keunggulan yang terukur, maka pada akhirnya
kompetensi siswa administrasi perkantoran di SMKN 11 Bandung akan memiliki
daya saing yang tinggi.
Berdasarkan rangkaian uraian teori di atas, dapat digambarkan secara
konseptual pengaruh variabel X terhadap variabel Y adalah sebagai berikut:
Gambar 2.4
Pengaruh variabel X terhadap variabel Y secara konseptual
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dapat
mempengaruhi kompetensi siswa adalah daya saing lulusan, maka dapat
digambarkan melalui model kerangka pemikiran sebagai berikut :
Gambar 2.5 1. Dapat tidaknya seorang lulusan
melanjutkan ke pendidikan yang
4. Sikap perilaku dalam konteks sosial, budaya dan politik.
Fattah dalam Santoso (2015:65) Daya
Saing Tinggi Strategi meraih keunggulan:
a. Strategi bersaing b. Strategi Kerjasama
Kerangkan pemikiran pengaruh variabel X terhadap variabel Y
2.4 Hipotesis
“Hipotesis merupakan proposisi yang akan diuji keberlakuannya, atau merupakan suatu jawaban sementara atas pertanyaan penelitian” (Bambang
Prasetyo dan Miftahul Janah, 2012:76).
Sedangkan menurut Sugiyono (2008:96), “Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah
penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan”. Dikatakan
sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang
relevan, belum didasarkan pada fakta empris yang diperoleh melalui pengumpulan
data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap
rumusan masalah penelitian, belum berupa jawaban yang empirik dengan data.