• Tidak ada hasil yang ditemukan

s pgsd kelas 1101364 chapter2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "s pgsd kelas 1101364 chapter2"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

14

A. Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia

1. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar merupakan suatu usaha dalam mewujudkan tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia yang ada dalam kurikulum pendidikan. Hal ini dikemukakan oleh Resmini dkk. (2009, hlm. 28) bahwa “Hakikat pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SD merupakan a. bentuk penerapan kurikulum,

b. bentuk pencapaian tujuan mata pelajaran bahasa Indonesia,

c. upaya peningkatan kemampuan siswa SD mulai dari kelas I sampai kelas VI SD dalam mencapai tujuan mata pelajaran tersebut.”

Pembelajaran bahasa Indonesia tidak hanya dipelajari dalam lingkup teori semata.Siswa diharapkan mampu menggunakan kemampuannya secara fungsional, otentik dan utuh dalam berkomunikasi. Menurut Diknas (dalam Resmini dkk., 2009, hlm. 29) „Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SD diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesusastraan.‟ Hal ini mengakibatkan pembelajaran yang dilakukan harus bisa disesuaikan dengan situasi yang akan dihadapi siswa saat ia berkomunikasi menggunakan kemampuaan berbahasanya. Djuanda (2014, hlm.4) mengemukakan bahwa “Pada waktu belajar bahasa berlangsung, siswa harus dihadapkan pada kondisi pembelajaran bahasa yang mirip dengan kondisi pada waktu siswa menggunakan bahasa itu di dalam kehidupan sehari-hari.”

Kemampuan berkomunikasi ditingkatkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan memperhatikan beberapa aspek. Aminuddin (dalam Resmini dkk. 2009, hlm. 32) menjelaskan bahwa „Peningkatan kemampuan berkomunikasi itu meliputi aspek skemata (pengetahuan dan pengalaman), kebahasaan, strategi produktif, mekanisme psikofisik, dan konteks.‟ Aspek-aspek tersebut

(2)

Bagan 2.1

Aspek-aspek Peningkatan Komunikasi (Aminuddin, dalam Resmini dkk. 2009, hlm. 33)

Peningkatan kemampuan komunikasi siswa didukung oleh isi pembelajaran bahasa Indonesia itu sendiri. Isi pembelajaran tersebut meliputi bahan ajar yang berisikan kemampuan-kemampuan berbahasa. Menurut Kurikulum (dalam Resmini, 2009, hlm. 31) “Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup komponen berbahasa dan kemampuan bersastra yang

meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) mendengarkan (menyimak), (2) berbicara, (3) membaca, dan (4) menulis.

2. Prinsip Pembelajaran Bahasa Indonesia

Pembelajaran bahasa Indonesia berlandaskan pada beberapa teori belajar. Teori ini memiliki beberapa kegunaan dalam pembelajaran bahasa. Djuanda (2014, hlm.8) mengemukakan bahwa

Kegunaan teori, termasuk di dalamnya teori belajar bahasa, berguna untuk : (a) menyempurnakan suatu praktik, (b) memperjelas sesuatu, membuat orang mengerti sesuatu atau memberi tahu bagaimana mengerjakan sesuatu, (c) dapat merangsang pengetahuan baru dengan jalan memberikan bimbingan ke arah penyelidikan selanjutnya, misalnya dengan membuat deduksi tentang apa yang akan terjadi pada situasi dalam konteks tertentu.

Menurut Resmini dkk.(2009, hlm. 4) “Pembelajaran bahasa Indonesia dilaksanakan mengacu pada wawasan pembelajaran yang dilandasi prinsip (1) humanisme, (2) progresivisme, dan (3) rekonstruksionisme.” Selain prinsip belajar yang telah dikemukakan, ada beberapa prinsip atau teori belajar yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Teori tersebut terdiri

Skemata Kebahasaan

Strategi Produktif

Mekanisme Psikofisik

(3)

dari behaviorisme, mentalisme, kognitivisme, kontruktivisme, dan fungsionalisme. Dalam penelitian ini, teori belajar yang berkaitan dengan penggunaan metode 6P pada materi meringkas buku meliputi teori humanisme, behaviorisme, kognitivisme, konstruksionisme, dan fungsionalisme.

a. Humanisme

Menurut Resmini dkk. (2009) pada prinsip ini terdapat wawasan bahwa manusia secara fitrah memiliki bekal yang sama dalam upaya memahami sesuatu. Perilaku manusia juga dilandasi oleh motif dan minat tertentu.Manusia selain memiliki kesamaan juga memiliki kekhasan. Implikasi prinsip ini pada pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar yaitu guru hanya menjadi fasilitator dan model, siswa diyakini dapat menemukan pemahamannya sendiri, pembelajaran harus dirasa bermakna dan berguna, isi pembelajaran harus disesuaikan dengan perkembangan siswa, serta guru juga harus melihat siswa secara individual dengan keunikannya sehingga pembelajaran tidak hanya dilakukan secara klasikal saja. Djuanda (2014, hlm 24) mengemukakan bahwa “Menurut pandangan ini, bahasa haruslah dilihat sebagai suatu totalitas yang melibatkan siswa secara utuh bukan sekedar sesuatu yang intelektual semata-mata.”

Kaitan teori humanisme dengan penelitian ini bahwa siswa akan menemukan pemahamannya sendiri tentang bagaimana suatu kalimat dapat dibuat secara ringkas. Pembelajaran di kelas juga menjadikan guru hanya sebagai fasilitator agar siswa terlibat dalam pembelajaran dengan baik.

b. Behaviorisme

(4)

yang diberikan akan maksimal, begitu sebaliknya. Kaidah latihan beranggapan bahwa semakin sering diadakan latihan maka semakin bagus respon yang diberikan. Kaidah kesiapan beranggapan bahwa belajar itu akan lebih baik berada dalam keadaan tegang dan disiplin agar tercipta suatu keseriusan.

Implikasi prinsip behaviorisme dalam pembelajaran bahasa menurut Djuanda (2014) pada tahun 1970-an terdapat wawasan bahwa belajar bahasa merupakan pemberian stimulus kebahasaan yang bisa berbentuk latihan, peniruan, dan pembiasaan yang diikuti penguatan dari guru. Belajar bahasa juga harus difokuskan pada keterampilan tertentu. Selain itu belajar bahasa tidak melibatkan aktivitas mental, melainkan kenyataan yang muncul pada respon.

Kaitan teori ini denga penelitian yang dilakukan terletak pada keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Agar siswa tertib dalam mengerjakan tugas, diberikan stimulus berupa sanksi dan pujian. Ketika siswa tidak mengerjakan tugasnya maka ia akan diberi bintang merah sebagai peringatan.

Dalam kaitan kebahasaannya, siswa diberikan latihan berupa menulis huruf kapital dengan benar dan melihat guru membuat pemetaan pikiran.

c. Kognitivisme

Teori kognitivisme dipelopori oleh Jean Piaget. Menurut teori ini, pengalaman yang sudah ada (skemata) dimanfaatkan untuk memperoleh pengetahun baru. Teori ini memandang pembelajaran sebagaimana dikemukakan Djuanda (2014, hlm. 17) “...belajar juga dapat disikapi sebagai asimilasi dan akomodasi yang bermakna sehingga dapat menghasilkan pemahaman, penghayatan, dan keterampilan.” Asimilasi di sini berarti bahwa siswa tidak harus mengubah skematanya ketika menerima pengetahhuan baru. Sedangkan akomodasi menuntut siswa mengubah terlebih dahulu skematanya untuk menerima pengetahuan baru.

(5)

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, siswa diharapkan dapat mengembangkan skematanya setelah membaca buku, mengaitkan setiap gagasan yang ia temukan dengan gagasan lain sehingga membentuk pengetahuan isi buku yang ia baca.

d. Konstruktivisme

Teori konstruktivisme didasari oleh pandangan Jean Piaget, Vigotsky, dan Bruner. Teori ini menekankan bahwa siswa dengan sendirinya mengkonstruksi pengetahuannya berdasarkan pengalaman dan konsep rasional. Menurut Djuanda (2014, hlm. 118) “Pemahaman kenyataan dan pemecahan masalah menghasilkan pengetahuan baru dalam proses yang aktif dan dinamis. Siswa merekonstruksi pengetahuannya oleh dirinya sendiri.”

Beberapa hal perlu diperhatikan dalam perencanaan pembelajaran berdasarkan teori konstruktivisme. Hal ini dikemukakan oleh Djuanda (2014) bahwa dalam merencanakan isi dan proses pembelajaran bahasa Indonesia, guru harus mempersiapkan materi konkret yang bisa diamati siswa, karakteristik materi, hubungan materi dengan lingkungan siswa, serta keterhubungan

pembelajaran dengan kehidupan sosial siswa.

Hubungan antara teori konstruktivisme dengan penelitian ini yaitu ketika siswa membaca sebuah buku, maka kemudian ia akan membangun sebuah pemikiran tentang isi buku tersebut. Pengetahuan yang telah ia dapatkan dari membaca buku akan dituangkan dalam sebuah pemetaan pikiran.

e. Fungsionalisme

Teori fungsionalisme merupakan landasan dari pendekatan komunikatif. Perbedaan teori ini dengan teori lain dikemukkan oleh Djuanda (2014) bahwa bahasa merupakan fakta soisal, bahasa memiliki tiga tataran fungsi (ideasional, interpersonal, tekstual), belajar bahasa harus sesuai dengan fungsinya dalam kehidupan, memahami bahasa berawal dari memahami penggunaannya, serta hakikat belajar bahasa adalah belajar menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi dan kaidah sosial.

(6)

berbahasa baik secara individu maupun kelompok, serta berorientasi pada pengembangan kemampuan untuk meningkatkan nilai kebangsaan dari bahasa Indonesia.

Kaitan teori pembelajaran fungsionalisme dengan penelitian ini adalah kegunaan dari menulis ringkasan sangat dibutuhkan oleh siswa. Pada saat tertentu dijenjang pendidikan selanjutnya, siswa akan mengahadapi materi pembelajaran yang lebih rumit. Oleh karena itu, kemampuan menulis ringkasan ini diajarkan agar mempermudah siswa mempelajari pelajaran dijenjang selanjutnya.

3. Sumber dan Media Pembelajaran Bahasa Indonesia

Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat mempermudah siswa melakukan proses pembelajaran, bukan hanya sekedar buku paket atau lembar kerja siswa yang dibeli di sekolah saja.Sudjana (dalam Djuanda, 2014, 53) mengemukakan bahwa “Sumber belajar adalah segala daya yang dapat dimanfaatkan guna memberi kemudahan kepada seseorang dalam belajar.”

Banyak ragam dan jenis dari sumber belajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Menurut Djuanda (2014) sumber belajar terdiri

dari dua kategori yaitu learning resources by design dan learning resources by utilization. Learning resources by designadalah sumber belajar yang sengaja

dibuat untuk kegiatan belajar. Pembuatan sumber belajar ini disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Contoh dari sumber belajar ini yaitu buku, brosur, video, tape, dan sebagainya. Sedangkan learning resources by utilizationadalah sumber belajar yang tidak sengaja dibuat tetapi dapat

dimanfaatkan dan mempermudah kegiatan pembelajaran. Contohnya lingkungan di sekitar seperti pasar, museum, dan sebagainya.

Pada penelitian ini, sumber yang digunakan adalah buku pengetahuan dan buku sederhana pintar meringkas. Sumber ini termasuk pada kategori learning resources by design.

(7)

terjadi. Salah satu media yang mudah dipakai dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah media gambar. Media gambar termasuk dalam kategori media visual yng tidak diproyeksikan karena tidak menggunakan alat proyektor. Hal ini sesuai dengan pendapat Hastuti (dalam Djuanda, 2014) bahwa media dikelompokan menjadi dua kategori yaitu media visual yang tidak dapat diproyeksikan dan media yang dapat diproyeksikan.

Menurut Djuanda (2014) gambar dapat digunakan untuk mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, mudah di dapat, dan dapat menerjemahkan ide abstrak. Pemilihan gambar harus berdasarkan kriteria tertentu dengan ciri-ciri yng baik. Menurut Sudirman (dalam Djuanda, 2014, hlm. 152) „Gambar atau foto yang baik dan dapat digunakan sebagai media belajar ialah foto atau gambar yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

a. Dapat menyampaikan pesandan ide tertentu.

b. Memberi kesan yang kuat dan menarik perhatian kesederhanaan, yaitu sederhana dalam warna, tetapi memiliki kesan tertentu.

c. Merangsang orang melihat untuk ingin mengungkapkan tentang objek-objek dalam gambar.

d. Berani, dinamis, pembuatan gambar hendaknya menunjukkan gerak atau perbuatan.

e. Bentuk gambar bagus, menarik, dan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

B. Hakikat Pembelajaran Menulis di Sekolah Dasar

1. Pembelajaran Menulis di Sekolah Dasar

Keterampilan menulis adalah bentuk dari sebuah komunikasi yang merupakan suatu kegiatan mengorganisasikan pengetahuan dan pengalaman.Menurut Resmini dkk.(2009) pembelajaran menulis hendaknya

berorientasi pada kemampuan berkomunikasi untuk menyampaikan pesan setelah siswa mengalami prosedur berkomunikasi dengan memadukan aspek pengetahuan, pengalaman (skemata), kebahasaan, strategi produktif, mekanisme psikofisik dan konteks. Pengetahuan yang telah dimiliki siswa dipadukan dengan aspek kebahasaaan lalu diolah melalui mekanisme psikofisik dan strategi produktif untuk menghasilkan tulisan yang sesuai dengan konteks.

(8)

banyak latihan menggunakan berbagai metode dan strategi.Metode yang digunakan haruslah sesuai dengan karakteristik siswanya.Selain itu, pembelajaran menulis juga harus dilakukan secara berkelanjutan.

Pembelajaran menulis dapat ditingkatkan dengan menggunakan pendekatan proses menulis dan pendekatan produk tulisan. Menurut Tompkins (dalam Resmini, 2009, hlm. 218) „Fokus orientasi pembelajaran menulis adalah bagaimana siswa dapat menulis (learning about written language) dan belajar melalui tulisan (learning trough writing).‟ Guru dalam proses pembelajarannya mengarahkan siswa untuk belajar menulis, belajar bahasa tulis, dan belajar melalui tulisan.

Inti dari pembelajaran menulis adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan sehingga siswa dapat memiliki keterampilan menulis yang baik.Menurut Resmini dkk.(2009, hlm. 214) “Guru hendaknya selalu memberdayakan potensi siswa untuk menulis, mulai dari menulis huruf, kata-kata, dan kalimat sampai tulisan yang berbentuk teks.” Dengan demikian, pembelajaran menulis pun harus mempertimbangkan karakteristik yang dimiliki

oleh siswa. Siswa harus dipandang sebagai seorang individu yang memiliki kemampuan dan potensi yang dapat dikembangkan. Mereka dapat membangun pengetahuannya tentang menulis yang diperoleh dari interaksi sosialnya dengan cara dan tujuan yang berbeda. Hal ini dikemukakan oleh Pappas (dalam Resmini, 2009, hlm. 215) bahwa ada beberapa asumsi yang harus dipertimbangkan dalam pembelajaran menulis yaitu

Children (all human) are active and constructive learners, language is organizedin different ways and different patterns or registers because it is used for different purpous in different contexs, knowledge is organized and conctructed by individual learners trough social interaction.

(9)

hasil belajar siswa. Menurut Gage dan Berliner (Suyono & Hariyanto, 2011, hlm. 187) „Ada tiga fungsi utama guru dalam pembelajaran, yaitu sebagai perencana (planner), pelaksana dan pengelola (organizer), dan penilai (evaluator).‟Dalam penelitian ini unsur–unsur tersebut diteliti dalam pembelajaran menulis ringkasan isi buku di kelas V SDN Sirahcipelang dengan menggunakan metode 6P.

2. Tujuan Pembelajaran Menulis di Sekolah Dasar

Menulis merupakan keterampilan untuk mengkomunikasikan pesan baik berupa ide, informasi atau perasaan ke dalam bentuk tulisan.Keterampilan menulis ini perlu dimiliki oleh siswa sekolah dasar guna bekal awal untuk peningkatan kemampuan berkomunikasinya.Oleh karena itu, menurt Resmini dkk. (2009, hlm.215) “Tujuan utama dari pembelajaran menulis adalah untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam mengkomunikasikan pesan melalui bahasa tulisan.”Secara rinci tujuan menulis di sekolah dasar dikemukakan oleh Resmini dkk.(2006) bahwa siswa dapat memupuk dan mengembangkan kemampuan siswa untuk memahami dan melaksanakan cara menulis dengan baik, melatih dan mengembangkan kemampuan siswa untuk mengenal dan menuliskan

huruf-huruf sebagai tanda bunyi, melatih mengembangkan kemampuan siswa agar terampil menuliskan bunyi atau suara yang didengarnya, melatih keterampilan siswa untuk dapat menetapkan arti tertentu dari sebuah kata dalam konteks kalimat, mengungkapkan ide dan pesan sederhana secara tertulis.

Menurut Depdiknas (dalam Djuanda, 2008, hlm. 178) ada beberapa kompetensi menulis yang harus dimiliki siswa.

Kompetensi menulis yang diharapkan dari siswa sekolah dasar ialah dapat menulis naratif dan non naratif dengan tulisn rapi dan jelas dengan memperhatikan tujuan dan ragam pembaca, memakai ejaan dan tanda baca, dan kosakata yang tepat dengan menggunakan kalimat tunggal dan kalimat majemuk.

Menurut Djuanda (2008, hlm 178) “Tujuan di atas pada hakikatnya mengacu pada pengembangan aspek logika dan aspek linguistik.” Aspek logika berkaitan dengan isi dan penyusunannya sehingga hal ini mengacu pada tujuan bahwa siswa harus mampu mendisiplinkan penorganisasian gagasnnya. Aspek

(10)

mendisiplinkan tulisannya dalam berbahasa menggunakan tata bahasa dan ejaan yang baik dan benar.

3. Perkembangan Tulisan Siswa Sekolah Dasar

Kemampuan menulis siswa mengalami perkembangan. Perkembangan ini terjadi melalui beberapa cara, ada siswa berkembang secara berkesinambungan, ada siswa yang perkembangannya lambat, ada juga siswa yang mengalami perkembangan secara pesat. Menurut Resmini dkk.(2006, hlm. 220) “Perkembangan tulisan anak itu beranjak dari spiral sejalan dengan perkembangan mentalnya. Dari nonrepresentasional sampai pada representasional, dari pramelek aksara hingga fasih beraksara, dari menggambar aksara hingga melahirkan tulisan.”Berdasarakan hal tersebut, perkembangan tulisan siswa sekolah dasar dibagi dalam dua kategori yaitu kelas rendah untuk kelas satu sampai kelas tiga dan kelas tinggi untuk kelas empat sampai kelas enam.

Pada siswa kelas satu, mereka jarang mengkhawatirkan tulisnnya.Mereka hanya menikmati kegiatan menulisnya bukan untuk mencari perhatian dari pembacanya.Setelah memasuki kelas dua dan tiga, siswa merasa bahwa tulisannya

perlu mendapat perhatian pembacanya, mereka ingin mendapat pengakuan dari guru atau temannya. Siswa akan menuliskan cerita yang bersifat naratif. Menurut Calkins (dalam Resmini dkk., 2006, hlm. 216) „Anak-anak pada usia ini sering membuat cerita bed to bed yang naratif dalam kejadian-kejadian yang terjadi dari waktu mereka bangun tidur di pagi hari sampai tidur di malam hari.‟

Pada pembelajarannya, siswa kelas rendah masih bergantung pada apa yang guru perintahkan. Sehingga saat siswa belajar, guru harus mengembangkan pembelajarannya agar dapat merangsang kemampuan siswa.Hal ini dikemukan oleh Resmini dkk.(2006, hlm.215) “Guru diharapkan membekali dirinya dengan kemampuan menulis. Guru pun dituntut memiliki kemampuan memilih metode yang sesuai sehingga dapat merangsang kreativitas siswa.”

(11)

Resmini, dkk. 2006) mengemukakan bahwa siswa kelas tinggi pada tahap pramenulis sudah mampu memfokuskan pada suatu topik dan berpikir abstrak. Pada tahap membuat draf siswa mampu menuangkan gagasannya dalam sebuah draf sesuai minatnya, menyadari adanya pembaca, dapat mengawali cerita dari bagian mana saja, dan menunjukan perhatian.Pada tahap perbaikan, siswa mampu menyunting tulisannya dan menerapkan aspek mekanikal seperti tanda baca dan ejaan pada tulisnnya.

Pada penelitian ini, siswa yang diteliti merupakan kelas V SD. Kelas V ini berada dalam tingkatan kelas tinggi di mana siswa telah dapat memfokuskan sebuah topik dan mampu memperbaiki tulisannya.

4. Penyekoran dan Penilaian Pembelajaran Menulis di Sekolah Dasar

Menulis yang merupakan kegiatan multidimensi tidak hanya dapat diukur dengan menghitung nilai semata.Menurut Resmini dkk.(2006, hlm. 261) “Ada tiga prosedur untuk memonitor secara harian kemajuan siswa dalam menulis adalah mengobservasi, mendiskusikan, dan mengumpulkan karangan dalam map.”Prosedur tersebut dapat diaplikasikan dalam penilaian otentik berupa penggunaan portofolio, cuplikan kerja, rubrik, diskusi, jurnal, dan catatan anekdot.

(12)

dilakukan secara individual.Penilaian dengan menggunakan jurnal dilakukan dengan mencatat kegiatan yang dilakukan siswa saat kegiatan penulisan dan keterlibatan siswa saat menulis. Penilaian melalui catatan anekdot dilakukan dengan cara menuliskan komentar singkat mengenai apa yang dikerjakan dan yang harus siswa kerjakan, gaya belajar dan strategi yang digunakan siswa. Penilaian ini didokumentasikan secara berkelanjutan sehingga guru mendapatkan gambaran secara umum mengenai perkembangan menulis siswa.

Dalam melakukan penilaian menulis, guru juga melakukan penyekoran. Menurut Omaggio dan Cooper (dalam Resmini dkk., 2009, hlm. 296) „Penyekoran karangan dapat dilakukan dengan menggunakan tiga macam teknik, yaitu teknik penyekoran holistik, teknik penyekoran analitik, dan teknik penyekoran unsur-unsur yang diutamakan.‟

Teknik penyekoran holistik adalah teknik yang menilai suatu tulisan secara keseluruhan.Kriteria penyekoran holistik dikemukakan oleh Resmini dkk.(2009, hlm 296) yaitu “Kejelasan karangan, topik serta kecukupan pengembangan ide, efektifitas permasalahan yang dimunculkan, kesesuaian atau

ketepatannya dengan kebutuhan pembaca, tingkat kekohesifan gramatika dan leksikal serta kekoherensiannya secara keseluruhan, dan keefektifan penggunaan piranti rektorikanya.”

Teknik penyekoran analitik menurut Resmini dkk.(2009) dilakukan dengan menghitung kesalahan-kesalahan dalam karangan pada komponen pembentuk tulisan.Kelebihan teknik ini yaitu dapat menilai semua komponen tulisan secara rinci, namun memiliki kekurangan saat mengkuantifikasikan hasil penyekoran.Berikut ini contoh pedoman penyekoran analitik.

Tabel 2.1

Contoh Penyekoran Analitik

Aspek yang dinilai Skala Penilaian

1. Judul A B C D E

2. Gagasan

3. Organisasi

a. Kesatuan

b. Kepaduan

c. Kelogisan

4. Penggunaan struktur

5. Pemilihan diksi

(13)

Teknik penyekoran unsur-unsur yang diutamakan menurut Resmini dkk.(2009) yaitu dengan menyekor secara keseluruhan dengan menekankan pada komponen tertentu seperti struktur, kosakata isi, atau organisasi tulisan.Kelebihan penilaian ini yaitu dapat memusatkan komponen yang ingin diukur tetapi memiliki kelemahan karena dapat terjadi kemungkinan terlewatnya suatu komponen untuk diukur.

Dalam penelitian ini, penilaian yang digunakan adalah penilaian rubrik yakni menilai aspek-spek yang akan dievaluasi berkaitan dengan ringkasan seperti kelengkapan gagasan, panjang ringkasan, dan penggunaan huruf kapital serta tanda titik. Sedangkan penyekoran yang digunakan adalah penyekoran analitik, yaitu mengukur berapa jumlah kesalahan yang ada dalam ringkasan.

5. Materi Pembelajaran Menulis di Sekolah Dasar

Materi pembelajaran menulis di sekolah dasar banyak ragamnya. Diawali dengan mengajarkan bagaimana posisi menulis, hingga menulis karangan bebas. Menurut Djuanda (2008) materi menulis yang diajarkan di sekolah dasar terbagi tiga kelompok. Menurut tingkatan kelas, menulis terdiri menulis permulaan (kelas

1 dan 2) dan menulis lanjut (kelas 3-6). Menurut isi atau bentuknya terdiri dari karangan verslag (laporan), karangan fantasi, dan karangan reproduksi, dan karangan argumentasi. Sedangkan menurut susunannya terdiri dari karangan terikat, bebas, dan karangan setengah bebas setengah terikat. Menurut Resmini, dkk. (2009, hlm. 209)

Untuk tingkat permulaan, kegiatan menulis lebih didominasi oleh hal-hal yang bersifat mekanis. Kegiatan mekanis yang dimaksud dapat berupa: sikap duduk yang baik dalam menulis, cara memegang pensil/alat tulis, cara memegang buku, melemaskan tangan dengan cara menulis di udara, dan melemaskan jari-jari melalui kegiatan menggambar, menjiplak/ngeblat, melatih dasar-dasar menulis.

(14)

Di kelas V, materi pembelajaran bahasa Indonesia keterampilan menulis meliputi menulis karangan, menulis undangan, menulis dialog, meringkas isi buku, menulis laporan pengamatan, dan menulis puisi bebas. Berikut ini standar kompetensi dan kompetensi dasar menulis SD kelas V sesuai dengan KTSP.

Tabel 2.2

Kompetensi Dasar Menulis Di SD Kelas V

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Menulis

4. Mengungkapkan pikiran, perasaan,

informasi, dan pengalaman secara tertulis

dalam bentuk karangan, surat undangan,

dan dialog tertulis.

4.1Menulis karangan berdasarkan pengalaman

dengan memperhatikan pilihan kata dan

penggunaan ejaan.

4.2 Menulis surat undangan (ulang tahun,

acara agama, kegiatan sekolah, kenaikan

kelas, dll.) dengan kalimat efektif dan

memperhatikan penggunaan ejaan.

4.3 Menulis dialog sederhana antara dua atau

tiga tokoh dengan memperhatikan isi

serta perannya.

8. Mengungkapkan pikiran, perasaan,

informasi, dan fakta secara tertulis dalam

bentuk ringkasan, laporan, dan puisi

bebas.

8.1 Meringkas isi buku yang dipilih sendiri

dengan memperhatikan penggunaan

ejaan.

8.2 Menulis laporan pengamatan atau

kunjungan berdasarkan tahapan (catatan,

konsep awal, perbaikan, final) dengan

memperhatikan penggunaan ejaan.

8.3 Menulis puisi bebas dengan pilihan kata

yang tepat.

Penelitan ini meneliti tentang materi yang berada di kelas V yaitu

meringkas isi buku yang dipilih sendiri dengan memperhatikan penggunaan ejaan, standar kompetensi nomor 8, kompetensi dasar nomor 8.1.

C. Hakikat Menulis

1. Pengertian Menulis

(15)

saat mendapatkan informasi. Hal ini didukung oleh pendapat Tarigan (2013, hlm.3) bahwa “Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain.” Suriamiharja (dalam Djuanda, 2008, hlm. 180) mengemukakan bahwa “Menulis adalah berkomunikasi mengungkapkan pikiran, perasaan dan kehendak kepada orang lain.” Sedangkan menurut Tarigan (dalam Djuanda, 2008, hlm. 180) mengemukakan bahwa

Menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik tersebut.

Takala (dalam Cahyani dan Rosmana, 2006, hlm. 97) mengemukakan bahwa „Menulis adalah sebagai suatu proses menyususn, mencatat, dan mengkomunikasikan makna dalam tataran ganda, bersifat interaktif dan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan sistem tanda-tanda konvensional yang dapat dibaca.‟

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa menulis adalah suatu keterampilan untuk berkomunikasi dalam bentuk lambang-lambang yang dapat dimengerti yang dilakukan secara tidak langsung sehingga tidak membutuhkan intonasi melainkan memerlukan tanda baca dan ejaan yang baik dan benar.

2. Proses Menulis

Menulis bukanlah keterampilan yang diperoleh secara alamiah.Belajar

menulis perlu dilakukan secara berkelanjutan dalam prosesnya.Mengacu pada hal tersebut Resmini, dkk. (2006, hlm. 229) berpendapat bahwa “Mengacu pada proses pelaksanaanya, menulis merupakan kegiatan yang dapat dipandang dapat sebagai suatu keterampilan, proses berpikir (kegiatan bernalar), kegiatan transformasi, kegiatan komunikasi, dan sebuah proses.”

(16)

bagaimana mengorganisasikan ide dan perasaan yang harus dituangkan dalam bentuk tulisan yang sistematis dengan bahasa tulisan, baik pemilihan kalimat, aturan penulisan dan sebagainya. Sebagai kegiatan berkomunikasi, isi dan bentuk tulisan harus diperhatikan karena akan disajikansecara komunikatif kepada orang lain. Sebagai suatu proses, menulis dilakukan melalui kegiatan dalam beberapa tahapan. Resmini, dkk. (2006) mengemukakan proses menulis terdiri dari menyusun rencana (perencanaan dan pramenulis), menulis draft, perbaikan, penyuntingan, dan pemublikasian.

Proses menulis (writing proces) menurut Resmini dkk. (2006, hlm. 230) “Merupakan suatu pendekatan untuk mengamati pembelajaran menulis yang penekanannya bergeser dari produk pada proses penuangan apa yang dipikir dan ditulis siswa.” Proses ini dilakukan secara berulang, fleksibel dan tidak kaku. Ketika beberapa tahap telah terlewati, penulis dapat kembali pada tahap sebelumnya guna menjadikan tulisannya lebih baik.Setiap tahapan memiliki penekanan tersendiri.

a. Menyusun rencana

Pada tahap ini penulis memilih topik, tujuan dan bentuk tulisan serta mengorganisasikan gagasan-gagasan dari topik yang telah dipilih dengan membuat kerangka karangan.

b. Menulis draft

Tahap kedua ini menekankan pada penyususnan konsep kasar mengenai isi dari tulisan. Penulis dapat menuliskan semua gagasan yang akan dikembangkan tanpa harus memperhatikan ejaan dan tanda baca terlebih dahulu. c. Perbaikan

Pada tahap ini penulis mulai menyaring ide yang telah dituangkannya.Penulis dapat menambah atau mengurangi hal yang ditulisnya.Yang menjadi fokus pada tahap ini adalah memperbaiki isi dari tulisan. d. Penyuntingan

(17)

e. Pemublikasian

Pada tahap ini penulis menyempurnakan tulisannya dengan membagikan apa yang ia tulis kepada orang lain, baik dengan membacakan ataumemperlihatkan kepada orang lain agar dibaca. Tahapan ini bertujuan agar penulis mendapat penguatan dari komentar yang diberikan oleh pembaca.

Dalam penelitian ini, siswa tetap menggunakan tahapan menulis mulai dari menulis draf hingga mempublikasikan ringkasannya. Pada tahap padukan di metode 6P, siswa membuat draf dengan membuat peta pemikiran dan menuangkannya dalam ringkasan. Pada tahap panggil siswa memperbaiki isi dari tulisan. Pada tahap periksa, siswa menyunting penggunaan huruf kaptal dan tanda titiknya. Stelah itu, siswa membacakan ringkasannya di depan kelsa sebagai tahap pemublikasian.

3. Hubungan Menulis dengan Keterampilan Berbahasa Lainnya

Keterampilan berbahasa yang terdiri dari menyimak, berbicara, membaca, dan menulis saling berkaitan satu sama lainnya dan tidak dapat terpisahkan. Tarigan (2013, hlm. 1) berpendapat bahwa “Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan satu kesatuan, merupakan catur-tunggal.” Menurut Alexander (dalam Resmini dkk.2009, hlm. 215) menyatakan aksioma bahwa “ Nothing should be spoken before it has been heard, nothing should be read before

it has been spoken, nothing should be written before it has been read.‟Oleh karena itu, ada keterhubungan antara keterampilan menulis dengan keterampilan lainnya.

(18)

Keterampilan menulis juga berkaitan dengan ketermapilan berbicara.Menurut Humboldt (dalam Tarigan, 2013 hlm. 16) „Bahasa tulis tidak akan pernah menjelma dan tidak akan ada hari ini tanpa adanya ujaran atau bahasa lisan.‟Secara ideal, seorang pembicara yang baik adalah seorang penulis yang baik pula.Namun, terkadang sulit dalam pengamalannya. Menurut Suparno dan Yunus (2011) menulis dan berbicra merupakan keterampilan yang bersifat aktif produktif di mana dalam proses menulis dan berbicara bertujuan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Banyak ahli berpendapat bahwa kedua keterampilan ini saling berdiri sendiri di mana menulis merupakan bentuk tulisan sedangkan berbicara berbentuk ujaran.Namun, pada akhirnya lama-kelamaan kedua keterampilan ini bertemu dalam sebuah hubungan retorik dan makna.

Keterampilan menulis berhubungan pula dengan keterampilan membaca.Ketika akan menulis, seorang penulis akan menyampaikan gagasan, perasaan, atau informasi dalam bentuk tulisan. Terkadang ia mendapatkan gagasan-gagasan tersebut dari proses membaca karya orang lain, karena menurut Frank Smith (dalam Suparno dan Yunus, 2011, hlm. 1.7) „Ketika membaca, secara tidak sadar pembaca membaca seperti penulis.‟ Penulis juga harus bisa memperhatikan kebutuhan dari pembacanya. Seorang pembaca akan membaca hasil tulisan dan mencoba memahami gagasan dan informasi yang disajikan dalam bentuk tulisan tersebut. Hal ini dikemukakan oleh Goodman (dalam Suparno dan Yunus, 2011, hlm. 1.8) „Baca tulis merupakan suatu kegiatan yang menjadikan penulis sebagai pembaca dan pembaca sebagai penulis.‟

Dalam penelitian ini, menulis ringkasan berkaitan erat dengan kemampuan membaca. Siswa tidak akan bisa menulis ringkasan jika ia tidak membaca buku terlebih dahulu. Jika ia telah membaca buku, maka ia pasti akan mengetahui isi buku dan bisa meringkas isi bukunya.

4. Menulis dengan Ejaan yang Benar

(19)

dan penggabungannya dalam suatu bahasa.” Penggunaan ejaan mencakup penulisan huruf, kata, unsur serapan, angka dan pemakaian tanda baca.

Penggunaan huruf terdiri dari huruf kapital dan huruf miring.Berikut ini ini disajikan contoh dari penggunaan huruf kapital yang benar menurut Wijayanti dkk. (2013).

Tabel 2.3

Penggunaan Huruf Kapital

No. Penggunaan Huruf Kapital Contoh

1 Huruf pertama dalam penulisan nama

4 Huruf pertama nama bangsa, suku, dan

bahasa.

bahasa Indonesia

suku Jawa

5 Huruf pertama nama tahun, bulan, hari,

hari raya, dan peristiwa sejarah.

8 Huruf pertama kata petunjuk hubungan

kekerabatan yang dipakai sebagai kata

ganti atau sapaan.

Hadiah Bapak sudah saya terima.

Ini apa, Bu?

9 Huruf pertama kata ganti anda. Terima kasih atas perhatian Anda.

Ada beberapa hal mengenai penggunaan huruf kapital yang dikemukakan pada pedoman penulisan karya ilmiah UPI tahun akademik 2014/2015. Huruf kapital digunakan pada awal kalimat, huruf pertama petikan langsung, huruf pertama unsur nama orang.

(20)

dipahami oleh masyarakat pengguna.”Jika dalam berbicara ada intonasi dan gerak tubuh yang dapat membantu lawan bicara memahami maksud dari pembicaraan, maka dalam menulis dibutuhkan tanda baca untuk membantu pembaca memahami maksud tulisan. Ada 15 tanda baca yang lazimnya digunakan dalam menulis yaitu tanda titik, koma, titik koma, titik dua, tanda hubung, tanda pisah, tanda tanya,

1. Akhir kalimat pernyataan. Ayah tinggal di Solo.

2. Di belakang angka atau huruf

pustaka seteah nama penulis,

tahun penerbitan, judul tulisan

tanpa tanda tanya, dan penerbit.

Sanjaya, W. (2013). Penelitian

tindakan kelas. Jakarta:

Prenadamedia Group.

5. Memisahkan bilangan ribuan

yang menerangkan jumlah.

99.000

(21)

5. Menulis Ringkasan

Menulis ringkasan buku erat kaitannya dengan membaca. Ketika membaca terkadang kita lebih memperhatikan detil tertentu sehingga berhenti membaca untuk lebih memahami detil tersebut. Sebaiknya dalam membaca, keseluruhan lebih utama agar dapat lebih mudah dalam membuat ringkasannya.Oleh karena itu, menurut Olivia (2009, hlm. 45) “Langkah utama untuk mencoba mendapatkan ringkasan secara menyeluruh merupakan usaha mendapatkan ide keseluruhan teks dan terutama bukan detilnya.”

Menurut Wijayanti dkk. (2013, hlm. 172) “Ringkasan (precis) merupakan cara yang efektif untuk menyajikan suatu tulisan yang panjang dalam bentuk singkat dan padat.”Sedangkan Olivia (2009, hlm.29) mengemukakan pendapatnya mengenai ringkasan.

Yang disebut membuat ringkasan dari sebuah buku (baik fiksi dan non fiksi) diartikan sebagai penyajian singkat dari suatu karangan asli, tetapi tetap mempertahankan urutan isi dan sudut pandang pengarang asli, sedangkan perabandingan bagain atau bab dari karangan asli secara proporsional tetap dipertahankan dalam bentuknya yang singkat itu.

Menurut Sudiati dan Widyamartaya (2005, hlm. 11) “Untuk membuat ringkasan yang baik, sisiwa harus dapat mengerjakan dua hal pokok ini: (1) mampu memahami dengan baik isi bacaan yang hendak diringkasnya; (2) mampu menyusun kembali ide-idenya.”

Menurut Olivia (2009) ada beberapa bentuk ringkasan yaitu abstrak, sinopsis, dan simpulan.Abstrak merupakan ringkasan pada karya ilmiah yang meliputi masalah, asumsi dasar, hipotesis, metodologi, dan sebagainya mengenai karya ilmiah.Sinopsis merupakan ringkasan yang mempengaruhi pembacanya untuk membaca hal yang diringkas secara utuh.Simpulan merupakan bentuk ringkasan yang mengungkapkan gagasan utama dari sebuah uraian dengan memberikan tekanan pada ide sentral.Pada penelitian ini bentuk ringkasan yang digunakan adalah simpulan.

Tahapan meringkas menurut Olivia (2009) adalah membaca naskah asli beberapa kali untuk mengetahui kesan umum, mencatat atau menandai gagasan

(22)

Menulis ringkasan memiliki ketentuan tersendiri baik dalam penentuan panjang ringkasan maupun isi dari ringkasan.Panjang ringkasan ditentukan berdasarkan kebutuhan. Misalnya, ketentuan panjang ringkasan diminta menjadi seperseratus, maka harus dilakukan penghitungan kata dalam buku yang akan diringkas kemudian dibagi seratus. Jumlah pembagian itulah patokan banyaknya kata yang harus ditulis.

Penghitungan jumlah kata dalam buku bisa secara manual jika buku tidak terlalu tebal. Namun, jika bukunya tebal maka cara penghitungannya bisa dilakukan dengan mendekati kenyataan. Adapun cara menghitungnya menurut Olivia (2009) yaitu

Panjang karangan asli (berupa kata) =

Untuk menentukan panjang ringksan yang akan dibuat dapat dihitung dengan

cara sebagai berikut: panjang ringkasan (berupa kata) =

Setelah menghitung jumlah kata yang dapat ditulis dalam ringkasan, kemudian harus dihitung panjang halamannya.

Jumlah kata pada satu halaman =

Maka jumlah halaman ringkasan=

Berikut ini penghitungan panjang ringkasan pada buku yang digunakan dalam penelitian ini.Panjang karangan asli (berupa kata) dihitung secara manual karena buku hanya 21 halaman.Maka, jumlah kata dalam buku yang digunakan

adalah 285. Perbandingan ringkasan yaitu seperlima sehingga panjang ringkasan

(berupa kata) = . Jumlah kata yang sering siswa tuliskan dalam satu

baris adalah 10 kata.Jumlah baris dalam satu halaman adalah 24 sehingga jumlah

halaman yang diperlukan halaman. Jika dijadikan baris maka

(23)

Ketentuan tambahan saat menulis ringkasan dapat dilihat dari isi ringkasan.Menurut Wijayanti dkk. (2013) ketentuan tambahan itu meliputi penggunaan kalimat yang harus berupa kalimat tunggal, kalimat ringkasan merupakan frasa bahkan kata, gagasan yang diambil berupa gagasan sentral saja, semua keterangan atau kata sifat bila perlu dibuang saja, urutan gagasan pada ringkasan harus sesuai dengan naskah asli, tidak mengandung pemikiran peringkas, tidak mengandung pemberian contoh dan penjelasan rinci.

D. Hakikat Metode 6P

Metode 6P merupakan kependekan dari dari pasangan, pantau, pangkas, padukan, panggil, periksa. Metode ini pengembangan dari metode 4P yang dikembangkan oleh Femi Olivia pada bukunya yang berjudul Teknik Meringkas. Metode 6P merupakan metode yang digunakan untuk membantu siswa dalam membuat ringkasan isi buku.Metode ini di bawah lingkup model pembelajaran Cooperative Script.

Dalam tahap pasangan, digunakan untuk mengelompokan siswa. Pengelompokan siswa ini berdasarkan pada teori bahwa belajar secara

berkelompok akan lebih efektif. Menurut Suprijono (2012, hlm. 58) “Model pembelajaran kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif yaitu pembelajaran yang bercirikan memudahkan siswa belajar sesuatu yang bermanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama…”

Pada tahap pantau bertujuan untuk memperoleh informasi secara keseluruhan mengenai tujuan teks, pengetahuan yang sudah atau belum diketahui. Setelah mengetahui secara keseluruhan akan lebih mudah mencari detil yang penting. Kegiatan pantau ini menurut Olivia (2009) dilakukan dengan cara : 1. melihat daftar isi,

2. membaca teks pada sampul buku,

3. membaca kata pengantar dan ringkasan jika ada,

(24)

Tahap pantau juga didukung oleh pendapat menurut Iswara (2014) yang mengemukakan bahwa setiap orang membuka-buka buku,ia akan melihat paragraf, judul gambar, dan lain sebagainya. Saat seseorang membuka-buka buku ia pasti membaca satu atau dua kata pada halaman tersebut. Dengan demikian orang tersebut dapat menduga gambaran secara ringkas buku tersebut. Ketika ia merasa halaman yang ia baca itu memuat informasi penting, maka ia baru akan membacanya secara mendalam.

Pada tahap pangkas bertujuan untuk menghilangkan kata yang tidak penting dan memilih kata kunci.Jangan takut untuk memangkas kata agar mendapatkan kata kunci.Kata kunci adalah kata yang dirasa penting dan dapat memberikan gambaran keseluruhan bacaan.Menurut Olivia (2009, hlm. 66) “Cara mudah membuat ringksan adalah menguasai prinsip dasar kata kunci.” Mencari kata kunci dapat menggunakancaradengan menentukan tempat yang paling berpotensi menyimpan informasi seperti kalimat awal paragraf lalu menggarisbawahinya.Olivia (2009, hlm. 64) mengemukakan tips menggarisbawahi kata kunci yaitu “Garis bawah yang dibuat harus merupakan prinsip dasar dan transisi dari analisismu sendiri dari buku pelajaran dan bentuknya juga harus diorganisasikan.” Dalam mengorganisasikan pemberian garis bawah dianjurkan tidak terlalu banyak agar informasi tidak menjadi bias.Iswara (2014) mengemukakan bahwa sebaiknya menggarisbawahi dilakukan dengan memilih satu bagian saja seperti di sebelah kiri atau kanan saja.Memberikan garis bawah juga dianjurkan menggunakan pensil warna.Pemilihan pensil warna karena pensil mudah dihapus dan lebih menarik karena menggunakan warna.

(25)

cabang pemetaan, baca bagian lainnya, tambahkan lagi kata kunci pada cabang pemetaan, dan seterusnya sampai semua bagian bacaan dibaca. Peletakan kata kunci harus sesuai dengan bacaan.Hal ini dikemukakan Olivia (2009, hlm.76) “Perhatikan caramu meletakan kata kunci tersebut dalam mind maping.Karena saat kamu membacanya lagi, maka pengertiannya harus sama dengan kalimat dari soal.”Dalam membuat pemetan pikiran hendaknya menggunakan gambar pada kata kunci sentral dan warna-warna.Hal ini dikemukakan oleh Buzan (2004) bahwa gambar dapat memusatkan pikiran dan mengandung seribu kata, sedangkan warna dapat meningkatkan kreatifitas, membuat lebih hidup, dan lebih menyenangkan.

Tahap selanjutnya yaitu panggil. Pada tahap ini dilakukan proses mengingat kembali apa yang telah didapat dari memadukan kata kunci. Cara yang digunakan dapat melalui lisan atau tulisan. Dalam pembelajaran metode 6P, digunakan kedua cara tersebut. Secara lisan hanya membantu mengingatkan kembali apa yang telah didapat, sedangkan dengan menuliskan kembali dapat dilihat kata yang berhasil ditulis, sehingga apabila tulisan masih melebihi kriteria

panjang ringkasan bisa dilakukan pemangkasan kembali.

Pada tahap periksa dilakukan pemeriksaan terhadap aspek mekanikal berupa penggunaan huruf kapital dan tanda titik. Tahap periksa merupakan tahap mengedit dari proses menulis. Dalam menulis ringkasan tetap menggunakan proses menulis. Pengeditan ini dilakukan dengan memeriksa bersama hasil pekerjaan secara bergiliran. Dalam proses pembelajaran, metode 6P dijbarkan dalam enam tahap berikut.

1. Pasangan

Di tahap awal ini, siswa diminta untuk berkelompok dengan jumlah anggota empat orang.

2. Pantau

(26)

3. Pangkas

Pada tahap pangkas, siswa diminta untuk mencari dan memilih kata kunci sesuai dengan kata utamalalu menandainya, seperti menggarisbawahi atau memberikan tanda yang dimengerti.

4. Padukan

Pada tahap ini, siswa diminta untuk memadukan kata kunci yang telah dipilih dengan membuat pemetaan pikiran secara bersama-sama.Pemetaan ini menggunakan pensil warna-warni atau menggunakan gambar yang dapat dibuat dan dimengerti siswa.

5. Panggil

Pada tahap panggil, siswa diminta untuk mengingat kembali isi buku dengan saling bergantian menceritakan pemetaan yang telah dibuat secara bersama-sama.Teman yang mendengarkan dapat membantu mengingatkan kembali atau menambahkan hal yang kurang.Hal ini dilakukan secara bergantian dalam kelompok. Kemudian siswa diminta untuk menuliskan apa yang telah ia

ceritakan sesuai pemetaan ke dalam sebuah ringkasan dengan kertas yang telah dibatasi oleh guru. Misalnya siswa hanya bisa menuliskan ringkasan dalam 6 baris pada kertas.

6. Periksa

Setiap siswa memeriksa hasil pekerjaannya.Kemudian seorang siswa menjelaskan isi ringkasan pada temanya, pasangannya diminta untuk memeriksa apakah sesuai dengan buku atau tidak.Siswa juga diminta untuk memeriksa ejaan yang digunakan dengan menandainya.Hal ini dilakukan secara bergantian dalam kelompok.

Penggunaan metode 6P disertai juga dengan melakukan mini lesson.Mini lessonadalah pembimbingan yang diberikan guru pada siswa dalam kelompok.

(27)

kesempatan belajar bagi siswa, pendiagnosa dan pemberi bantuan kepada siswa sesuai kebutuhannya.”

E. Hipotesis tindakan

Gambar

Tabel 2.1 Contoh Penyekoran Analitik
Tabel 2.2 Kompetensi Dasar Menulis Di SD Kelas V
Tabel 2.3 Penggunaan Huruf Kapital
Tabel 2.4 Penggunaan Tanda Titik

Referensi

Dokumen terkait

Belajar sesuai perkembangan yang ada sekarang ini lebih mengutamakan keaktifan peserta didik dalam mencari apa yang dia belum mengerti, sementara guru adalah

Beberapa penelitian yang relevan dengan meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi dengan pendekatan whole language antara lain:. Tiara Kurnia (2013) dalam penelitiannya

Organisasi materi pendidikan IPS pada tingkat sekolah dasar mengguvakan pendekatan secara terpadu/fusi. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik tingkat perkembangan usia

Kemudian Suyatno (dalam Dewi, dkk. 4) menyatakan bahwa: Model Pembelajaran Take and Give adalah model pembelajaran yang memiliki sintaks pembelajaran dengan menggunakan

jembatan yang harus dapat menghubungkan kemampuan kognitif siswa yang konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak. Dalam kegiatan pembelajaran konsep dasar ini,

Dilihat dari manfaat metode problem solving itu sendiri bahwa suatu proses pemecahan masalah dan mengubah keadaann sesuai dengan keadaan yang diinginkan, masalah yang

Ilmu PengetahuanSosial(IPS) merupakansalahsatumatapelajaran yang diberikanmulaidari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB.IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep,

Seorang guru pendidikan jasmani merupakan cermin bagi siswa untuk melangkah dan membantu siswa agar tumbuh dan berkembang, ia akan menjadi panutan dari berbagai