• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kedudukan Perempuan dalam Keluarga di Masyarakat Nias T2 752016014 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kedudukan Perempuan dalam Keluarga di Masyarakat Nias T2 752016014 BAB I"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam salah satu versi cerita rakyat tentang asal usul Nias1, dituturkan bahwa nenek moyang orang Nias bernama Inada Samihara Luo (Dewi Matahari). Pada generasi kedua lahirlah Najaria Mbanua yang sering disebut Silewe Nazarata, sebagai penghubung antara penghuni dunia bagian atas (kaum dewa) dengan penghuni dunia bagian bawah (manusia). Salah satu syair menuturkan bahwa Silewe Hai Nazarata ini sangat berperan aktif dalam merencanakan dan menata kehidupan manusia;

Inada Silewe Hai Zazarata, yaia mege johayaigö danömö dawuo, Ya’ia mege janötöigö nösi mbola marafule, tobali tawuo sini—(sisokhi)tobali tawuo lara,nano labidi langanga ami gulo nidano taya wa’owokhi dodo, tobali tawuo ösi mbolamarafule, tawuo osi mbola numönö, solemba ba baluze nora jowatö-sonuza”2

(Inada Silewe Hai Nazarata dulunya telah menyamai bibit sirih, Dia memberi wasiat tentang isi bola3 pegantin laki-laki, menjadi daun sirih yang baik, menjadi daun sirih yang membahagiakan, jika sudah digulung

1 Peter Suzuki, The Religius system and culture of Nias, Indonesia, (washington,1959) 10-20

2 A. Efir Zendrato, I. Mesra harefa, A. Tinus Harefa,

3

(2)

dan dikunyah, maka segala rasa haus akan sirna, menjadi isi bola pengantin laki-laki”)

Cerita ini mau mengatakan bahwa, dalam mitos orang Nias perempuan adalah pribadi pertama yang sangat berperan besar dalam sejarah dan mitos orang Nias. Sebagai penghargaan bagi Silewe hai Naarata, masyarakat Nias menganggap bahwa perempuan adalah manifestasi Silewe hai Nazarata, karena itu dalam keseharian perempuan harus dimuliakan, dihargai, didengar. Namun dalam realita budaya Nias memperlakukan perempuan sebagai kelas yang subordinat.

Ada ungkapan dalam bahasa Nias mengatakan “ Do hörö gana’a ba do

dödö Nono (leterlek “darah mata adalah emas dan darah hati adalah anak) artinya emas dan harta adalah suatu yang indah dan menyenangkan sekaligus dengan memiliki harta dan emas yang banyak akan mengangkat strata sebuah keluarga di mata masyarakat. Meraih harta dan emas perlu perjuangan dan kerja keras. Sementara anak adalah buah hati yang didambakan kehadiranya dalam sebuah keluarga.

Namun setelah seorang anak lahir dalam sebuah keluarga, maka ekspresi suka cita sebuah keluarga sangat ditentutkan oleh jenis kelamin seorang anak yang lahir. Bila seorang anak laki-laki, maka baginya diberi julukan sebagai “fangali mbȍrȍjisi fangali mbu’u kawongo (seorang pewaris dan penerus keluarga), sementara bila seorang anak perempuan yang lahir, maka baginya diberi julukan

ana’a zatua atau famakhai zitenga bȍ’ȍ (harta keluarga dan penghubung

(3)

seseorang sangat menentukan perlakuan orang lain terhadap dirinya sekaligus kedudukanya dalam sebuah keluarga.

Seorang bayi yang baru lahir dalam sebuah keluarga akan diperlakukan sesuai dengan jenis kelamin. Bila yang lahir seorang perempuan, maka dua atau tiga Minggu berikutnya, anak tersebut akan dibawa di rumah kakek-neneknya (orang tua dari ibu anak yang baru lahir), kemudian kakek-neneknya akan memberikan periuk atau kelengkapan dapur serta sebuah telur yang menandakan bahwa anak itu kelak menjadi seorang yang bertanggung jawab di wilayah dapur (tukang masak). Bila yang lahir adalah seorang laki-laki, kepadanya akan diberikan parang dan tombak yang menandakan bahwa anak tersebut kelak akan menjadi pribadi yang bertanggung jawab dalam mencari kebutuhan keluarga dan melindungi perempuan.

Kedudukan perempuan sangat identik dengan pribadi yang bertugas mengelolah rumah tangga4 dan terkait dengan harta. Bila seorang ibu mengandung dan melahirkan anak perempuan, maka julukan untuk bayi adalah ana’a jatua (emas keluarga), itulah sebabnya sejak kecil sampai besar, perempuan sangat di jaga5 dengan tujuan agar harta itu jangan sampai tercemar dan hilang “dicuri orang”. Karena perempuan identik dengan harta, maka seorang perempuan dalam

keluarga tidak memiliki hak (hak harta warisan),6 tidak memiliki hak bersuara, baik saat masih muda maupun setelah menikah (dirumah orang tuanya dan dirumah suaminya).

4

F.A. Yana Zebua, Sumber-sumber Kebudayaan Tradisional Ono Niha, (Gunungsitoli:1985), 265

5 Mendrofa Sw, Tingkatan Dan Proses HUkum Tradisional Ononiha, Sejak Manusia Itu Lahir

Sampai MenikahBerumah Tangga, (Gunungsitoli, 1992), 2-3

6

(4)

Dalam syair tarian maena zowatö7 ada ungkapan “habörö wa`atabö

mbawimi ba börö wa’ebua gana’ami mihalö niha ba dalu ndröfi lö mibaloi

ginötö wamasi (Karena babi yang besar dan tambun, karena emas yang berlimpah, kalian membeli seorang gadis di musim paceklik, tanpa menunggu musim panen tiba). Syair bermakna bahwa babi besar dan tambun, emas yang melimpah (keluarga laki-laki) bisa membeli seorang perempuan sebagai isteri bagi seorang laki-laki. Pernikahan ini terjadi bukan karena cinta tetapi karena babi dan uang8.

Itulah sebabnya setelah acara pernikahan, keluarga laki-laki memberi 3 julukan bagi seorang pengantin perempuan9;

1. Böli gana’ö (pribadi/manusia yang ditukarkan dengan emas), sehingga isteri dalam sebuah keluarga dianggap sebagai harta, karena itu suami bisa memperlakukan isterinya dengan sesuka hatinya, karena dia hanyalah harta. 2. Niowalu (isteri seorang laki-laki), seorang isteri betugas melayani suaminya

dalam segala hal. Seorang isteri dituntut menjadi pendamping hidup bagi suaminya dalam mencari kebutuhan setiap hari—bahkan sebagian keluarga menjadikan isteri menjadi tonggak utama dalam mencari nafkah, beternak dan berkebun/berladang, sebagai tukang cuci dan tukang masak bagi suaminya. Jika isteri tidak bisa memasak dengan baik maka dia bukanlah isteri yang baik dan sempurna, karena itu selayaknya dia diusir dari rumah dengan memanggil semua orang desa dan memberitahukan kejelekan atau

7

Maena zowatö adalah sebuah tarian yang dilaksanakan saat pesta penikahan yang dilakukan oleh semua orang yang merasa bahwa dia bagian dari keluarga besar dari keluarga pengantin perempuan

8 Bdk. Nurulantropologi.blogspot.co.iddiaksespada 20 September 2016.

9 Sirait Laoli Rostina R., dkk, Adat dan Upacara Pernikahan Daerah Nias, Depdikbud Prov

(5)

kelemahan isterinya dan memotong seekor babi yang besar, kemudian perempuan itu diusir dari rumah suaminya

3. Bene’ö. perempuan diidentikan sebagai sebatang pohon yang harus berbunga dan berbuah, artinya seorang istri dituntut untuk melahirkan anak (laki-laki sebagai pewaris dan perempuan sebagai harta) bagi seorang suami, jikalau seorang isteri tidak memiliki seorang anak, maka perempuan itu dianggap tidak sempurna dan tidak layak dipanggil sebagai ibu, karena itu perempuan yang tidak sempurna itu layak dimadu dan atau diusir dari rumah suaminya. Anak laki-laki menjadi penerus tradisi keluarga, marga, dan pewaris harta warisan, jika sebuah keluarga tidak memilkiki anak laki-laki, maka bila suatu waktu, orang tua (ayah) meninggal dunia, maka semua harta warisan akan dikelola dan menjadi milik saudara laki-laki ayah atau keponakan ayah (anak saudara laki-laki dari ayah).

Dalam segala bidang kehidupan laki-laki harus bisa diandalkan. Dalam lingkungan adat, laki-laki yang telah berkeluarga dituntut terlibat aktif10. Seorang laki-laki dewasa harus dapat menjadi ujung tombak mediator dalam setiap permasalahan desa, menjadi ujung tombak dalam pembicaraan adat baik dalam acara pernikahan, kematian atau acara lain yang berhubungan kehidupan bermasyarakat.

Bagi masyarakat Nias, seorang laki-laki yang kemudian disebut ayah (Ama)11memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam keluarga. Ama berperan

10 Yohanes M Hammerle, He’iwisa Ba Danö Khöda, (Gunungsitoli, Pusaka Nias, 1998), 49-55 11

Sebutan Ama mempunyai tiga arti. Arti pertama Ama/bapak adalah sebutan penghargaan bagi orang yang kelihatan tua (berumur tiga puluhan ke-atas), kedua, panggilan anak-anak terhadap saudara bapak kandungnya, misanya panggilan untuk saudara bapaknya yang sulung

(6)

untuk melindungi, merencanakan masa depan anak keluarga, memberi keputusan, melindungi istri dan anak anaknya, melakukan pekerjaan yang berat serta berperan aktif mencari dan memenuhi kebutuhan keluarga. Kekuasaan dan peran ayah tetapi signifikan dalam keluarga bahkan ketika ia sudah meninggal12.

Rumusan Masalah

Kedudukan perempuan dalam keluarga dimasyarakat Nias menjadi hal menarik bagi peneliti. Hal ini menjadi menarik mengingat dalam cerita rakyat Nias, perempuan adalah pribadi yang pertama dan memiliki peranan penting dalam merancang dan menata kehidupan manusia; dalam konteks itu perempuan menjadi pribadi yang dimuliakan; dihargai, didengar, di sisi lain Nias menganut system budaya patriakhi, hal ini menarik mengingat perkembangan pemahaman social budaya kontemporer mengenani isu gender atau kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, Bagaimana Kedudukan Perempuan Dalam Keluarga Di Masyarakat Nias dan mengapa hal itu terjadi?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan;

Menganalisis dan mendeskripsikan kedudukan perempuan dalam keluarga di masyarakat Nias serta mendeskripsikan alasan mengapa masyarakat

saudaranya, atau anak angkatnya) misalnya Ama Titin (bapak dari Titin), sangat tidak baik jika seseorang yang telah menikah dipanggil dengan nama kecilnya.

12Saat seorang “ayah” meninggal maka anak

(7)

Nias menempatkan perempuan pada kedudukan sebagaimana tujuan pertama.

Batasan Masalah

Cerita Rakyat asal usul Nenek moyang Nias, perempuan digambarkan sebagai sumber kehidupan dan ibu dari segala yang hidup (tuhan dan manusia) sehingga, dalam mitos tersebut perempuan selalu mendapat penghargaan dan posisi yang istimewa dalam kehidupan bermasyarakat. Namun disisi lain, perempuan tersebut juga diperlakukan tidak adil. Perempuan dianggap sebagai pribadi kelas kedua dengan nilai kemanusiaanya lebih rendah daripada laki-laki, sehingga selayaknya menjadi pelayan bagi laki-laki.

Peneliti membatasi penelitian tentang perilaku sosial; laki-laki terhadap perempuan perempuan terhadap perempuan yang mengkristal dalam budaya sehingga mempengaruhi kedudukan perempuan dalam keluarga. Meneliti pemahaman masyarakat tentang perempuan yang seakan-akan dualisme perilaku; di satu sisi perempuan dianggap sebagai ibu dan sumber kehidupan, di sisi lain dianggap sebagai pribadi kelas subordinat— disaat di rumah orang tuanya, perempuan dianggap hanya sebagai tamu atau titipan (baca: perempuan sebagai anak dalam keluarga) setelah menikah dia hanyalah pelengkap bagi laki-laki dengan tuntutan kerja yang berlipat ganda.

Keutamaan (Urgensi) Penelitian

(8)

diperlakukan adil dan sama seperti laki-laki. Dalam suratnya kepada Mahatma Gandhi, S. Muthulakshmi Reddi menulis “negara yang tidak menghargai perempuan tidak akan menjadi besar, baik disaat ini, maupun di masa yang akan datang”13

. Bila dibahasakan ulang dengan bebas dalam konteks penelitian ini, keluarga, masyarakat, suku yang tidak memahami dan menempatkan perempuan pada posisinya tidak akan menjadi keluarga, masyarakat suku yang maju dan besar, baik sekarang ini maupun pada masa yang akan datang. Penelitian ini dilakukan untuk menjadi kontribusi ilmiah yang mengingatkan kembali tentang pilosiphi-philosophi yang menempatkan perempuan pada posisi yang dimuliakan dimana philosophi tersebut mengalami pergeseran magna. Kedua adalah menjadi kontribusi Ilmiah yang memperhadapkan masyarakat Nias terhadap realita perilaku terhadap pribadi yang disebut sebagai ibu dan sumber kehidupan.

Signifikansi Penelitian

Ada banyak penelitian bahkan teori tentang perempuan; teori feminis berkembang diberbagai belahan dunia guna menganalisa kondisi perempuan dan memperjuangkan hak-hak dan kedudukan perempuan. Masing-masing teori lahir dari keprihatinan dari konteks, misalnya feminis Poskolonial (khususnya Spivak) lahir atas keprihatinan kepada perempuan dunia ketiga, secara khusus perempuan India, sehingga Spivak memilki Thesis bahwa perempuan India sebagai

subaltern. Feminism sosialis dan Marxismen lahir dunia pertama dalam konteks budaya patrikhi dan kapitalisme, sehingga lahirlah tesis yang mengemukanan bahwa perempuan dunia pertama mengalami ketertindasan karena budaya

13 Mahatma Gandhi, Kaum Perempuan dan Ketidak adilan Sosial, (Yokyakarta, pustaka

(9)

patriakhi dan kapitalisme. Karena itu untuk membebaskan perepuan dari keterindasan perlu adanya penghapusan kapitalisme dan keluarga sebagai lembaga kecil dari masyarakat sebagai cikal bakal penerapan budaya patriakhi.

Penelitian tentang kedudukan perempuan Nias masih terhitung sangat sedikit, pada tahun 2005, Fanotona Laia pernah melakukan sebuah penelitian Tesis sebagai syarat kelulusan pada sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatra Utara, dengan judul “Kedudukan Anak Perempuan Dalam Hukum Waris Adat

Pada Masyarakat Nias (Studi Di Kabupaten Nias)”. Penelitian yang dilakukan hanya sebatas kedudukan perempuan dalam hukum waris, karena itu pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan hukum waris menurut agama hukum Islam dan hukum Negara. Penelitian lain yang mirip dengan Fanotona Laia dilakukan oleh Mariati Zendrato dengan judul “perkembangan Kedudukan Wanita dalam system

Partineal terhadap hak-hak pewarisan tanah di daerah Kabupaten Nias. Juga dengan pendekatan hukum.

(10)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yakni data yang disajikan dalam bentuk penjelasan berupa deskripsi, bukan dalam bentuk angka14. Lexy J Mooeng mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat di amati15. Alasan penulis menggunakan metode kualitati adalah karena keinginan untuk mengekploitasi, mengkaji nuansa sikap yang samar-samar, dan memahami makna16 lebih mendalam tentang perilaku Masyarakat Nias terhadap perempuan. Sementara pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif analitis, yakni menerangkan perilaku suatu masyarakat atau sesuatu yang terjadi di masyarakat. Adapun tujuannya adalah untuk mengemukakan penafsiran yang benar secara ilmiah mengenai perilaku masyarakat Nias yang menempatkan perempuan pada kedudukan tertentu

1.1.Teknik pengumpulan data

a. Melakukan pengamatan partisipasi (participant observation) guna

menangkap makna dibalik perilakuorang (pribadi) dan sisial

(budaya) Nias terhadap perempuan

14 Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), 29.

Sementara itu Handawi Mimi Martin mengatakan bahwapenelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat atau memiliki karateristik, yang mana datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya sebagaimana aslinya, dengan tidak dirubah dalam bentuk simbol atau bilangan. Penelitian Kualitatif ini tidak bekerja menggunakan data dalam bentuk atau diolah dengan rumusan dan tidak ditafsir atau diinterpretasikan sesuai dengan ketentuan statistic/mathematic. Handawi Mimi Martin, Penelitian Terapan, (Yogyakarta: Gadjahmada University Press, 1996), 174

15 Lexy J Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2006), 90

16 John W. Creswell, Research Design: Pendekatan metode kualitatif, Kuantitatif, dan

(11)

b. Melakukan wawancara yang bersifat terbuka dan mendalam kepada beberapa sumber informasi utama dan informan kunci untuk memperoleh wawasan, pendapat, dan pandangan atau keterangan yang berguna demi mencapai tujuan penelitian ini.

c. FGD (Focus Group Discussion) terutama terhadap anggota LBN untuk memperoleh informasi yang lebih banyak dan akurat terhadap pemahaman masyarakat tentang kedudukan perempuan dalam keluarga di Mayarakat Nias dan perilaku masyarakat Nias teradap perempuan

d. Studi dokumen (Document Studies);

e. Studi tentang kasus perilaku masyarakat Nias terhadap perempuan— laki-laki terhadap perempuan, perempuan terhadap perempuan, pranata sosial atau tradisi terhadap perempuan

1.2.Analisis data.

Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk menganalisis data adalah; a. Mereduksi Data

(12)

b. Menyajikan Data

Bagian-bagian informasi yang terbentuk yang memberi kemungkinan untuk mengambil kesimpulan dalam merekonstruksi pemahaman dalam sebuah tindakan. Bentuk sajian mungkin berupa naratif, grafik, dan bagan dengan tujuan memudahkan pembaca memahami dalam pengambilan keputusan

c. Pengambilan kesimpulan

Pengambilan kesimpulan dan verivikasi data adalah salah satu kegiatan yang dilakukan secara menyeluruh dan utuh.

1.3.Lokasi Penelitian

Kepulauan Nias bisa dibagi dua wilayah besar berdasakan budaya, bahasa dan karakteristiknya. Pertama adalah Nias Selatan dan kedua adalah Nias bagian Utara (yang meliputi Kabupatenn Nias Induk, Nias Utara, Nias Barat, dan kota Gunungsitoli). Karena Nias memiliki dua karakteristik yang berbeda, maka penelitian ini akan dilakukan di Wilayah Nias bagian Utara, khusunya Gunungsitoli yang memiliki bahasa, budaya dan karakter yang sama dengan Nias bagian utara lainya. Penelitian ini dilakukan Kota Gunungsitoli karena bisa mewakili Nias bagian utara secara umum dan lembaga budaya Nias (LBN)17.

17 LBN adalah lembaga budaya Nias, lembaga ini didanai dan difasilitasi oleh pemerintah Kota

(13)

Kerangka Berpikir

Untuk memahi alur pemikiran penulis dengan mudah, maka penulis membuat sebuah kerangka berpikir secara sederhana.

Bab satu berisi Pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah penulisan, rumusan Masalah Tujuan Penulisan, Batasan Masalah, keutamaan Penelitian, Metode Penetian dan terakhir adalah kerangka berpikir penulisan yang berusaha memberi gmbaran secara umum tentang penelitian ini

Bab dua berisi tentang berbagai teori perempuan dan keluarga. Bab dua dimulai dengan teori operasional keduduka perempuan—apa yang dimaksud dengan kedudukan perempuan, kemudia dilanjutkan dengan teori-teori keluarga dari pendekatan Antropologi, Fungsional Struktural dan konflik sosial. Penulis menganggap perlu menguraikan teori keluarga tersebut dari berbagai pendekatan, mengingat “kedudukan perempuan” adalah suatu konstruksi yang diaplikasikan

dalam sebuah keluarga. Itulah sebabnya penulis memberi judul bab dua gender dalam Keluarga; kerangka Teoritis. Setelah menguraikan teori keluarga dari berbagai pendekatan, penulis menguraikan gender dan sejarah kesadaran gender, di mana dalam sejarah tersebut lahirlah teori-teori feminis. Teori feminis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Sosialis dan Marxisme yang melihat bahwa kedudukan perempuan dalam keluarga sangat erat hubunganya dengan budaya patriakhi dan ekonomi/kapitalisme, teori lain adalah Feminis Poskolonial yang melihat perempuan dunia ketiga, terutama Perempuan India berada dalam “keterjajahan” di mana kedudukan perempuan di India sangat kental dengan

(14)

Bab tiga berisi hasil penelitian yang dimulai dengan gambaran umum daerah penelitian, kemunian dilanjutkan dengan konsep, tujuan fungsi keluarga di masyarakat Nias, kemudian bentuk-bentuk keluarga dan strata sosial dalam masyarakat. Tema proses pembentukan sebuah keluarga serta filosophi bȍwȍ perlu diuraikan karena di dalam proses pembentukan keluarga dan filosophi bȍwȍ akan Nampak bagaimana kedudukan berdasarkan gender baik dalam keluarga maupun di masyarakat. Kemudian secara singkat diuraikan kedudukan laki-laki dalam keluarga sebagai pembanding bagaimana kedudukan perempuan dalam keluarga dan masyarakat. Di uraian selanjutnya adalah kedudukan perempuan yang diuraikan secara historis—mulai dari anak-anak, setelah menikah (menjadi ibu) dan menjanda. Uraian penelitian tentang kedudukan ini dibuat menarik karena perempuan yang diletakkan pada kedudukan yang ganda namun saling bertolak belakang.

Bab empat berisi tentang analisa penelitian artinya apa yang dikatakan oleh ahli-ahli tentang perempuan (bab dua), lalu kenyataan perempuan Nias (hail penelitian di bab 3), lalu dalam penelitian ini akan nyata pemikiran original penulis tentang kedudukan perempuan yang didasarkan pada hasil penelitian yang dibantu dengan pisau analisa dari beberapa teori.

Referensi

Dokumen terkait

Biaya untuk melaksanakan semua pengujian yang diperlukan untuk penyelesaian Pekerjaan yang sebagaimana mestinya, sesuai dengan berbagai ketentuan pengujian yang disyaratkan

Sebaga; tindak lanjut dari Surat Penunjukan Penyediarasa (SPPBJ) ini Saudara diharuskan untuk menyerahkan Jaminan Pelakanaan dan menandatangani Surat Perjanjian paling

[r]

Teknik penjamin keabsahan data didasarkan pada empat kategori yaitu: uji kredibilitas (kepercayaan), transferabilitas (keteralihan), dependebilitas (kebergantungan)

[r]

Menurut Dewa Ketut Sukarti bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah peserta didiik (konseli) secara bersama-sama melalui

Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir Menguasai bahasa Madura lisan dan tulis, reseptif Menilai penggunaan bahasa Madura pada Tingkat keilmuan yang mendukung mata

Beluai memiliki latar pendidikan Sarjana Teologi (S.Th). Beliau yang mengajar anak-anak dalam pembelajaran melalui bermain. Mengenai surat perjanjian sewa tanah, pihak