• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perpustakaan Digital dan Digital Natives

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perpustakaan Digital dan Digital Natives"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Disampaikan pada seminar dan workshop nasional Pemberdayaan Repository... di U.H. Nommensen Medan, 1-12- 2011 Page 1

Perpustakaan Digital dan Digital Natives

Oleh Jonner Hasugian

1. Pendahuluan

Pada pertengahan tahun enampuluhan mulai terjadi perubahan dalam hal pengelolaan informasi di perpustakaan. Kemapanan kertas sebagai media informasi yang sudah berlangsung ratusan tahun ditantang oleh media elektronik yang menawarkan cara yang berbeda dalam menyimpan dan menemubalikkan informasi. Format elekronik atau digital mulai mendampingi format cetak, ketika database online tersedia pada sejumlah perpustakaan di Amerika Utara pada masa tersebut.

Di Indonesia, semula perubahan itu berlangsung agak terlambat. Digitalisasi informasi pada sejumlah perpustakaan dan pusat pengelola informasi lainnya dimulai pada akhir tahun delapan puluhan ketika kegiatan otomasi mulai dilakukan di sejumlah perpustakaan tertentu. Untuk Perpustakaan Perguruan Tinggi khususnya Perpustakaan Perguruan Tinggi Negeri, kegiatan ini dimotori Unit Koordinasi Kegiatan Perpustakaan (UKKP) yang dibentuk DIKTI dan dibiayai melalui Bank Dunia pada akhir tahun 1988-an sampai dengan awal tahun 1990-an. Pada saat itu beberapa perpustakaan perguruan tinggi tertentu mulai menggunakan komputer sebagai sarana penyimpanan dan pengolahan informasi. Singkatnya, otomasi mulai diperkenalkan pada sistem kerumahtanggaan perpustakaan (library house-keeping).

Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, perubahan yang terjadi sangat fantastis. Beranekaragam sumberdaya informasi elektronik banyak dikembangkan oleh para pustakawan dan penerbit terutama di negara maju. Berbagai informasi yang berbasis cetak (paper-based) yang selama ini merupakan primadona perpustakaan tradisional, sekarang telah banyak yang tersedia dalam format elektronik. Bahkan sebagian dari produk informasi yang dihasilkan ada yang hanya tersedia dalam bentuk elektronik. Terminologi baru untuk menyebut sumbedaya informasi atau bahan perpustakaan itu pun muncul seperti, electronic journal (e-journal), electronic book (e-book) dan sebagainya.

Pertumbuhan informasi yang sangat dahsyat baik dalam format cetak terutama eletronik menyebabkan sejumlah perpustakaan, terutama pada perpustakaan perguruan tinggi harus menyediakan layanan digital yaitu dengan cara memberi akses terhadap berbagai sumberdaya informasi elektronik baik yang tersedia di dalam perpustakaan (dimiliki) maupun yang berada di luar perpustakaan. Akses informasi elektronik menjadi suatu paradigma baru pelayanan perpustakaan.

Kemajuan pesat dalam teknologi telekomunikasi dan informasi menimbulkan peluang sekaligus tantangan bagi berbagai pihak untuk menciptakan institusi penghimpun, pengelola, dan penyedia informasi yang semakin lama semakin luas cakupannya, dan semakin beragam jenis jasanya. Saat ini perpustakaan digital sebagai konsep dan aplikasi sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Internet (Web), bersama-sama dengan berbagai aplikasi terbaru lainnya seperti e-learning, e-research, e-commerce, blog dan sebagainya.

(2)

Disampaikan pada seminar dan workshop nasional Pemberdayaan Repository... di U.H. Nommensen Medan, 1-12- 2011 Page 2 melanjutkan keberaksaraan dalam kehidupan manusia. Namun di lain pihak, konsep dan aplikasi perpustakaan digital juga mengandung upaya perubahan, baik yang mendasar maupun yang sederhana. Perpustakaan digital bukan hanya merujuk ke perubahan teknologi, atau perubahan teknis belaka, melainkan juga perubahan cara berpikir, pergeseran paradigma, perubahan tingkah laku, penataan kembali tata nilai, sampai ke pergantian sistem pengupahan dan ruang kerja.

Dalam istilah perpustakaan digital terdapat dua kata yang mewakili dua masa yang sangat jauh dipisahkan oleh waktu. Kata perpustakaan datang dari masa yang sudah terjadi berabad-abad lamanya yaitu pada era ditemukannya tulisan dan era perbukuan. Era tersebut adalah sebuah era yang berakar dan bermula jauh sekali di saat-saat awal peradaban umat manusia yang sudah berusia ribuan tahun setelah adanya upaya mengumpulkan berbagai media yang merekam tulisan, baik tulisan pada kulit kayu, kulit binatang, pada daun-daunan dan pada media lainnya. Oleh karena itu, istilah perpustakaan sudah dikenal dalam perabadan manusia dari berbagai generasi. Sedangkan kata digital baru populer sejak teknologi komputasi menghadirkan personal computer dan teknologi telematika yang memungkinkan terciptanya jaringan global yang diberi nama Internet. Oleh karena itu, penggabungan dua kata perpustakaan dan digital dapat diartikan sebagai kesinambungan sekaligus perubahan dalam kehendak umat manusia untuk membangun sebuah peradaban berbasis pengetahuan dan informasi yang turun-temurun. Kesinambungan bahan perpustakaan non digital (buku dan sebagainya) dengan bahan digital merupakan aspek kepustakawanan yang terus mengalami perkembangan. Perkembangan itu sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan informasi yang sangat pesat.

Selain pertumbuhan informasi yang sangat pesat, generasi pengguna perpustakaan juga sangat mempengaruhi kehadirian perpustakaan digital. Generasi pengguna perpustakaan yang lahir di era digital (digital natives) tentu sangat respek dan familier dengan bahan-bahan elektronik atau digital.

2. Perpustakaan Digital

Ada dua terminologi yang sering disebut untuk menyatakan perpustakaan digital. Penyebutan terminologi itu sebenarnya bermula dari munculnya bahan-bahan perpustakaan yang berbeda dengan bahan yang tersedia di perpustakaan sebelumnya. Pertumbuhan pesat di bidang produksi bahan-bahan berbasis elektronik (electronic-based) telah melahirkan ungkapan electronic library atau digital library. Penggunaan terminologi electronic library atau digital library sebenarnya tidak mempengaruhi perbedaan arti. Perpustakaan elektronik atau digital adalah suatu lingkungan perpustakaan dimana berbagai objek informasi (dokumen, images, suara dan video-clips) disimpan dan diakses dalam bentuk elektronik. Objek tersebut terekam dalam berbagai jenis media komputer termasuk CD. Bahan-bahan jenis ini sebahagian besar tersedia untuk diakses melalui internet, intranet atau dimuat pada komputer stand-alone atau jaringan lokal.

Jika dilihat dari asal istilahnya bahwa perpustakaan digital sebenarnya adalah terjemahan langsung dari digital libraries. Istilah ini pertama sekali muncul berkembang di Amerika Serikat dan selanjutnya menyebar secara cepat ke seluruh dunia. Ketika istilah ini mulai populer di Indonesia, muncul pendapat-pendapat yang jika dilihat secara umum memiliki dua titik pandangan yang ekstrim. Pertama, ada pandangan yang menganggap bahwa perpustakaan digital semata-mata adalah penggunaan komputer di perpustakaan. Kedua, ada pandangan yang menganggap bahwa perpustakaan digital adalah sesuatu yang baru sama sekali dan tidak punya hubungan apa-apa dengan perpustakaan biasa atau perpustakaan tradisional atau perpustakaan konvensional.

(3)

Disampaikan pada seminar dan workshop nasional Pemberdayaan Repository... di U.H. Nommensen Medan, 1-12- 2011 Page 3 tidak memiliki dan menyediakan akses ke dokumen elektronik (content), perpustakaan tersebut belum dapat disebut perpustakaan digital. Jika sebuah perpustakaan hanya pada tahap aplikasi komputer, itu disebut otomasi perpustakaan.

Pandangan kedua menganggap teknologi bisa hadir di kehidupan manusia tanpa preseden (tanpa pendahulu), sehingga perpustakaan digital pun dianggap tak ada hubungannya dengan perpustakaan non-digital yang telah hadir sebelumnya. Pandangan ini juga tidaklah benar. Perlu diketahui bahwa dokumen elektronik yang dilayankan pada perpustakaan digital adalah merupakan kesinambungan dari bahan-bahan non elektronik yang sudah ada sebelumnya. Oleh karena itu, bahwa perpustakaan digital adalah merupakan bahagian dari dan/atau pengembangan lanjutan dari perpustakaan kovensional. Pandangan inilah yang menyebabkan pada umumnya perpustakaan memadukan layanan perpustakaan konvensional dengan perpustakaan digital (hybrid library).

Sebelum istilah perpustakaan digital menjadi populer, kalangan pustakawan sudah berbicara tentang perpustakaan elektronik (electronic library). Salah satu pendukung ide tentang perpustakaan jenis ini adalah Kenneth Dowlin, yang menulis sebuah buku berjudul The Electronic Library tahun 1984 dan menggambarkan ciri perpustakaan elektronik sebagai berikut:

• Memakai komputer untuk mengelola sumberdaya perpustakaan,

• Menggunakan saluran elektronik untuk menghubungkan penyedia informasi dengan

pengguna informasi,

• Memanfaatkan transaksi elektronik yang dapat dilakukan dengan bantuan staf jika diminta

oleh pengguna,

• Memakai sarana elektronik untuk menyimpan, mengelola, dan menyampaikan informasi

kepada pengguna.

Jika diperhatikan bahwa konsep Dowlin di atas, maka dapat dikatakan bahwa tidak ubahnya dengan penerjemahan prinsip-prinsip lama dari kepustakawanan ke dalam lingkungan elektronik. Usaha untuk mewujudkan perpustakaan elektronik atau digital yang ideal itu bukanlah pekerjaan mudah, karena pemanfaatan teknologi baru di perpustakaan bukanlah sekadar mengganti buku dengan komputer. Selain itu, biaya yang diperlukannya pun sangat besar. Maka muncul semacam kehati-hatian dalam program-program pengembangan perpustakaan elektronik atau digital, mengingat dana dan sumberdaya yang sudah diinvestasikan untuk sumberdaya non-digital juga sudah sangat besar. Kalau proyek perpustakaan non-digital sampai melebihi dana yang selama ini dihabiskan untuk perpustakaan konvensional, maka manfaat perpustakaan digital seharusnya jauh lebih tinggi dibandingkan perpustakaan konvensional. Pada kenyataannya, manfaat perpustakaan konvensional tidak dapat terhapus sama sekali, seberapa maju pun teknologi informasi yang diterapkan di sebuah masyarakat.

Perpustakaan digital tidaklah harus berdiri sendiri secara fisik atau terpisah dari perpustakaan yang koleksinya berbasis cetak. Perpustakaan digital dapat merupakan bahagian integral dari sistem pelayanan perpustakaan secara keseluruhan. Layanan digital dapat berjalan secara paralel bersama layanan perpustakaan lainnya yang bersifat konvensional. Konsep perpustakaan digital menekankan pada lingkungan suatu perpustakaan dimana berbagai dokumen tersimpan dalam format elektronik atau digital dan dapat diakses atau ditemu-balikkan juga dalam format digital. Terjadinya layanan digital di perpustakaan melalui suatu proses panjang. Sejarah mencatat, bahwa layanan digital pada berbagai perpustakaan besar didunia ini adalah melewati berbagai tahapan atau fase. Pengembangan dan penyediaan fasilitas akses informasi digital menyangkut berbagai aspek yang perlu mendapat perhatian kita, khususnya bagi pustakawan.

(4)

Disampaikan pada seminar dan workshop nasional Pemberdayaan Repository... di U.H. Nommensen Medan, 1-12- 2011 Page 4 pada umumnya, dan kepustakawanan pada khususnya. Disisi lain, fenomena perpustakaan digital memperlihatkan perluasan upaya manusia di bidang informasi dan kepustakawanan dengan

melibatkan berbagai disiplin, seperti manajemen data, information retrieval, manajemen

dokumen, sistem informasi, teknologi Web, pengolahan citra (image processing), kecerdasan buatan, interaksi manusia-komputer, dan preservasi digital (digitalisasi dokumen). Akibat dari sifatnya yang multi-disipliner ini, konsep tentang perpustakaan digital juga disajikan dan dipahami secara beragam pula. Ada yang melihatnya dari segi teknologi Web saja, dan ada juga yang melihatnya dari segi preservasi digital saja. Sudut pandang spesifik seperti ini memang diperlukan untuk menemukan solusi-solusi teknis yang juga spesifik. Tetapi untuk keperluan pemahaman dasar, diperlukan sebuah payung pemahaman yang cukup mendasar.

Salah satu definisi perpustakaan digital yang dapat dikutip datang dari Digital Library Federation menyatakan bahwa, perpustakaan digital adalah berbagai organisasi yang menyediakan sumberdaya, termasuk pegawai yang terlatih khusus, untuk memilih, mengatur, menawarkan akses, memahami, menyebarkan, menjaga integritas, dan memastikan keutuhan karya digital, sedemikian rupa sehingga koleksi tersedia dan terjangkau secara ekonomis oleh sebuah atau sekumpulan komunitas yang membutuhkannya. Definisi ini menegaskan bahwa perpustakaan digital sesungguhnya merupakan upaya yang terorganisir dalam memanfaatkan teknologi yang ada bagi keperluan masyarakat penggunanya. Jika diperiksa lebih dalam, dapat dilihat bahwa perpustakaan digital masih mengandung konsep awal dari kepustakawanan sebagaimana yang terkandung di dalam kata memilih, mengatur, menawarkan akses, memahami, menyebarkan, menjaga integritas, dan memastikan keutuhan karya.

Kelahiran dan perkembangan teknologi informasi, terutama yang dimotori oleh teknologi komputer, memang mempercepat dan mengubah berbagai praktik penting di dalam bidang perpustakaan, informasi, dan dokumentasi. Secara sistemik telah terjadi perubahan dalam cara kita memandang teknologi informasi, dari yang semata-mata hanya memusatkan perhatian pada kemampuan mesin dalam mengolah informasi, menjadi perhatian pada peran teknologi dalam hubungan antar manusia sebagai anggota masyarakat yang semakin lama semakin intensif menggunakan informasi dalam berbagai aspek kehidupannya. Dari sudut pandang ini, perpustakaan digital dapat dilihat sebagai sebuah sistem sosio-teknik yang memperlihatkan betapa perkembangan dan pemanfaatan teknologi informasi umumnya, dan teknologi digital khususnya, bersinggungan dengan aspek organisasional dan aspek sosial masyarakat yang menggunakannya.

3. Konsep Perpustakaan Digital

Terdapat berbagai konsep perpustakaan digital. Salah satu diantaranya adalah konsep yang diusung oleh DELOS. DELOS adalah sebuah nama yang terkenal sebagai network of excellence on digital libraries yaitu sebuah lembaga internasional yang didukung oleh komisi Eropa dan sebagai bagian dari upaya Negara-negara di benua Eropa dalam pengembangan teknologi dan masyarakat informasi (lihat http://www.delos.info). Konsep DELOS dapat dipakai untuk melihat perpustakaan digital sebagai sistem sosio-teknis. Dalam sebuah manifestonya, lembaga ini menggambarkan perpustakaan digital sebagai three-tier framework atau sebuah kerangka dengan tiga pilar, yaitu:

Digital Library (DL) sebagai sebuah organisasi (dapat berbentuk virtual, dapat juga tidak) yang secara serius mengumpulkan, mengelola, dan melestarikan koleksi digital untuk ditawarkan kepada masyarakat dalam bentuk yang fungsional, dengan kualitas yang terukur, dan berdasarkan kebijakan yang jelas.

Digital Library System (DLS) sebagai sebuah sistem perangkat lunak yang didasarkan pada arsitektur informasi tertentu (diharapkan berbentuk arsitektur tersebar) untuk mendukung semua fungsi DL di atas. Para pengguna akan berinteraksi dengan DL melalui DLS ini. • Digital Library Management System (DLMS) sebagai sebuah sistem perangkat lunak generik

(5)

Disampaikan pada seminar dan workshop nasional Pemberdayaan Repository... di U.H. Nommensen Medan, 1-12- 2011 Page 5 System yang fungsional untuk menjalankan fungsi Digital Libraries, maupun untuk (b) mengintegrasikan berbagai perangkat tambahan agar dapat menawarkan fungsi lain yang lebih spesifik bagi keperluan tertentu (Pendit,2008). Hubungan dari ketiga pilar tersebut dapat digambarkan seperti pada diagram berikut.

DLMS tergolong sebagai “perangkat lunak system” ("system software"). Seperti halnya sistem operasi, sistem pangkalan data dan sistem antarmuka, DLMS merupakan sarana dasar atau platform untuk mengembangkan DLS.

Perpustakaan digital dikaitkan dengan isi, kegunaan, dan kualitas dan juga mengandung hubungan sosial yang melibatkan empat pelaku utama, yaitu:

1) DL end-users atau pengguna perpustakaan digital sebagai pihak yang memanfaatkan fungsi-fungsi perpustakaan digital. Para pengguna akan melihat perpustakaan digital sebagai entitas dalam keadaan siap yang menjalankan fungsi-fungsi sesuai kebutuhan mereka. Gerak dan hasil kerja fungsi-fungsi ini diaktifkan oleh para pengguna serta sangat bergantung kepada keadaan perpustakaan digital sewaktu dikontak oleh penggunanya. Termasuk dalam keadaan perpustakaan digital ini adalah keadaan koleksinya dan kondisi aksesnya.

2) DL Designers adalah para perancang yang menggunakan pengetahuan mereka, merancang, menyesuaikan, dan memelihara sistem perpustakaan digital berdasarkan kebutuhan fungsional maupun kebutuhan informasi para pengguna. Agar dapat melakukan tugasnya, para perancang ini berinteraksi dengan Digital Library Management System.

3) DL System Administrators atau administrator sistem perpustakaan digital merupakan pihak yang memilih dan menetapkan komponen-komponen perangkat lunak yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi-fungsi perpustakaan digital. Para administrator juga berinteraksi dengan DLMS dengan jalan merancang parameter dan konfigurasi sistem. Tugasnya adalah mengenali konfigurasi apa yang paling tepat untuk sistem perpustakaan digital yang dikelolanya agar dapat menghasilkan luaran (output) yang berkualitas.

4. DL Application Developers adalah pihak yang secara teknis mengembangkan komponen-komponen pembentuk DLMS. Mereka menggunakan berbagai perangkat lunak dan aplikasi yang sesuai untuk mengembangkan fungsi sebagaimana dikehendaki pengguna dan dirancang oleh administrator dan perancang di atas.

Kerjasama antara keempat pihak sangat menentukan keberhasilan pengembangan perpustakaan digital. Perlu diketahui bahwa dalam konteks yang lebih luas, perpustakaan digital sebenarnya adalah wujud dari kerjasama yang melibatkan berbagai pihak, dan itulah sebabnya di dalam definisi dari Digital Library Federation yang dikutip di awal bagian ini terdapat kata-kata digital libraries (bentuk jamak). Banyak pihak yang terlibat baik dari kalangan pustakawan, analis dan desain sistem, programer, ahli jaringan, ahli web desain atau web portal dan sebagainya. Sejarah perkembangan perpustakaan digital juga membuktikan bahwa sejak awal pengembangan perpustakaan digital cenderung berlandaskan kerjasama yang meluas dan terus menerus. Kerjasama itu pada umumnya melibatkan ahli perpustakaan, pustakawan dan ahli dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi.

Tahun 1990-an dianggap sebagai era ketika orang (terutama di negara-negara Barat dan negara maju lainnya) mulai secara serius mengembangkan impian-impian lama manusia tentang sebuah himpunan pengetahuan raksasa dalam bentuk digital. Artinya, pada era ini berbagai pengetahuan tersedia dalam format digital. Boleh dikatakan, era 1990-an lah yang melahirkan perpustakaan digital, walaupun konsep dan pemikirannya sudah ada sejak lama. Perkembangan yang terjadi pada tahun 1990-an ini menjadi penentu ciri awal dari perpustakaan digital yang sekarang berkembang.

(6)

Disampaikan pada seminar dan workshop nasional Pemberdayaan Repository... di U.H. Nommensen Medan, 1-12- 2011 Page 6 4. Evolusi Perpustakaan Digital

Perpustakaan digital mengalami perkembangan yang dinamis, baik dari sisi teknologi yang digunakan maupun dari format muatan informasi yang disediakan. Perkembangan teknologi yang digunakan terus berubah baik dari sudut perangkat keras maupun perangkat lunak yang digunakan. Aspek teknologi komunikasi juga mengalami perkembangan yang pesat, misalnya peningkatan kapasitas bandwidth, penggunaan teknologi gelombang radio atau wireless LAN (WLAN), dan wireless (WiFi) sebagai koneksi alternatif maupun sebagai jaringan back-up. Format muatan informasi juga mengalami perkembangan yang dinamis, misalnya format HTML, PDF, image. Sistem temu balik pun mengalami perkembangan yang sangat pesat dari waktu ke waktu. Perubahan-perubahan ini merupakan evolusi dari perpustakaan digital yang diperkirankan akan terus berkembangan untuk tujuan kemudahan mendapatkan informasi bagi masyarakat.

Pada masa-masa awal perkembangannya ada perbedaan konsep dan penyebutan atau istilah berkaitan dengan perpustakaan digital. Di Inggris misalnya lebih menyukai konsep dan istilah perpustakaan elektronik, Amerika Serikat yang langsung dengan istilah perpustakaan digital. Sebagaimana diuraikan oleh Rusbridge (1998), terdapat perbedaan antara Electronic Libraries Programme (e-Lib) di Inggris dengan Digital Library Initiatives (DLI) di Amerika Serikat. Terlepas dari perbedaan antara E-Lib dan D-Lib, namun yang paling penting adalah persamaan yang juga menyolok dari keduanya, yakni bermula di lingkungan perguruan tinggi dan keduanya langsung memikirkan persoalan pemanfaatan sumberdaya secara bersama-sama dalam skala besar. Persoalan-persoalan pertama yang dihadapi oleh proyek E-Lib maupun D-Lib adalah persoalan menyediakan sumberdaya digital kepada sebanyak mungkin pemakai sehingga perpustakaan tetap dapat memenuhi prasyarat skala ekonomi (economic scale), alias "hemat tapi efektif atau mungkin juga bisa dikatakan “murah dan meriah”.

Sebelum ada digital libraries initiative (DLI) di Amerika Serikat, ada tiga proyek yang boleh dikatakan mengawali upaya digitalisasi perpustakaan. Pertama, proyek Mercury Electronic Library di Carnegie Mellon, University of Pittsburgh antara tahun 1989 sampai 1992. Pada saat itu istilah yang digunakan adalah electronic library. Proyek ini mengupayakan digitalisasi semua

jurnal tentang ilmu komputer. Kedua, proyek Chemistry Online Retrieval Experience yang

merupakan kerjasama antara Cornell University, OCLC, dan The American Chemical Association.

Ketiga, proyek Elsevier Science yang mengupayakan digitalisasi semua jurnal di 9 universitas ternama Amerika Serikat, dari tahun 1991 sampai 1995. Proyek-proyek inilah yang kemudian mendorong kelahiran DLI tahun 1994 yang langsung melibatkan tiga departemen pemerintah (National Science Foundation, NASA, dan Defense Advance Research Project Agency).

Proyek E-Lib di Inggris juga memiliki ciri khas serupa pada masa-masa awalnya. Ada tiga proyek handalan mereka. Pertama, proyek riset tentang bagaimana cara paling efektif melakukan digitalisasi bahan non digital untuk keperluan preservasi. Kedua, proyek digitalisasi bahan-bahan yang diperlukan bagi pendidikan di perguruan tinggi dengan orientasi ke layanan berdasarkan permintaaan (on demand publishing). Ketiga, proyek Electronic Journals yang berkonsentrasi pada upaya peningkatan penggunaan jurnal elektronik di kalangan perguruan tinggi.

(7)

Disampaikan pada seminar dan workshop nasional Pemberdayaan Repository... di U.H. Nommensen Medan, 1-12- 2011 Page 7 kenegaraan (Library of Congress), ilmu budaya (National Endowment for the Humanities), dan ilmu museum dan perpustakaan (Institute of Museum and Library Studies)

Selain di Amerika Serikat dan Inggris, di Eropa juga berkembang pola serupa. Di antara tahun 1990 sampai 1994, Parlemen Eropa yang merupakan parlemen gabungan negara-negara di benua itu, membentuk program penerapan telematika untuk perpustakaan yang melibatkan pemerintahan berbagai negara. Ada empat proyek besar mereka, yaitu komputerisasi data bibliografi seluruh Eropa, pengembangan sistem interkoneksi dan jaringan antar perpustakaan Eropa, inovasi pelayanan perpustakaan, dan pengembangan alat kerja perpustakaan berbasis telematika. Pada tahun 1994 sampai 1998, program perpustakaan ini memasuki masa konsolidasi untuk menyiapkan infrastruktur jaringan antar berbagai perpustakaan di berbagai negara.

Uraian di atas menggambarkan bahwa perkembangan di dua benua di atas yaitu Amerika dan Eropa menunjukkan persamaan menyolok dalam dua hal, yaitu:

(a) Pembangunan perpustakaan digital merupakan upaya besar yang melibatkan sekaligus banyak pihak, dengan dukungan formal dari negara.

(b) Sejak awal, perpustakaan digital dikembangkan sebagai sebuah jaringan raksasa yang berupaya menghimpun keragaman sumberdaya informasi, dengan mengandalkan interkoneksi telekomunikasi dan Internet.

Kedua ciri ini terus melekat selama masa perkembangan konsep maupun teknologi perpustakaan digital. Negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara Eropa Barat mendukung berbagai program penelitian dan pengembangan perpustakaan digital. Akumulasi penelitian, pengembangan, dan pengalaman menjalankan perpustakaan digital akhirnya ’mendewasakan’ konsep perpustakaan digital. Sebagaimana diulas Tedd dan Large

(2005), National Science Foundation akhirnya mendaftar tiga karakteristik utama perpustakaan

digital, yaitu:

(a)Memakai teknologi yang mengintegrasikan kemampuan menciptakan, mencari, dan

menggunakan informasi dalam berbagai bentuk di dalam sebuah jaringan digital yang tersebar luas.

(b)Memiliki koleksi yang mencakup data dan metadata yang saling mengaitkan berbagai data,

baik di lingkungan internal maupun eksternal.

(c) Merupakan kegiatan mengoleksi dan mengatur sumberdaya digital yang dikembangkan

bersama-sama komunitas pemakai jasa untuk memenuhi kebutuhan informasi komunitas tersebut. Oleh sebab itu, perpustakaan digital merupakan integrasi berbagai institusi, seperti perpustakaan, museum, arsip, dan sekolah yang memilih, mengoleksi, mengelola, merawat, dan menyediakan informasi secara meluas ke berbagai komunitas.

Ketiga karakteristik di atas akhirnya melengkapi pengertian dasar tentang perpustakaan digital sebagai sebuah sistem yang melibatkan infrastruktur dalam pengertian lebih luas daripada sekedar penggunaan teknologi informasi.

5. Layanan Digital

Untuk dapat menyediakan layanan digital diperlukan beberapa persyaratan. Persyaratan yang dibutuhkan tergantung kepada bentuk dan jenis layanan digital yang disediakan. Adapun persyaratan utama yang diperlukan adalah menyangkut dokumen elektronik dan infrastruktur layanan.

(a) Dokumen Elektronik (e-document)

(8)

Disampaikan pada seminar dan workshop nasional Pemberdayaan Repository... di U.H. Nommensen Medan, 1-12- 2011 Page 8 elektronik (e-journal), atau dokumen lain dalam format eletronik. Buku elekronik adalah buku yang diterbitkan dalam format elektronik. Pada prinsipnya muatan isi (content) buku elektronik sama dengan versi cetaknya. Hanya karena formatnya berbeda maka cara penggunaannya pun berbeda. Buku elektronik dapat dibeli secara utuh seperti halnya dengan buku biasa, terutama yang tersedia terekam dalam CD atau media rekam elektronik lainya, tetapi ada yang dilanggan secara online.

Journal elektronik (e-Journal) pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan buku elektronik, muatan isi dalam jurnal elektronik sama dengan versi cetaknya. Akan tetapi pada umumnya jurnal elektronik dilanggan secara online apakah per judul atau dalam bentuk paket. Biasanya bila perpustakaan melanggan jurnal elektronik selalu disertai back issue. Dokumen lain yang tersedia dalam format elektronik adalah seperti kamus elektronik, ensiklopedia elektronik dan sebagainya. Beberapa perbedaan diantara dokumen cetak dengan elektronik dapat dilihat pada perbandingan berikut:

Tabel: Perbedaan Dokumen Tercetak dengan Elektronik

Dokumen tercetak Dokumen elektronik

Dapat dibaca di sembarang tempat Hanya dapat dibaca bila tersedia

fasilitas pendukung, khususnya komputer

Hanya dapat dibaca dengan fisik dokumen Dapat diakses dan dibaca dari jarak jauh

Harus dimiliki secara fisik Dapat dilanggan sesuai kebutuhan

Memerlukan tempat penyimpanan yang permanen

Penyimpanan tidak perlu permanen

Pemeliharaannya lebih sulit Mudah memeliharanya

Harganya lebih mahal, dsb. Biasanya harganya lebih murah

dari versi cetak Informasi yang diperoleh tidak dapat

dimanipulasi sesuai keperluan

Informasi yang diperoleh tidak

dapat dimanipulasi sesuai

keperluan Pemesanan membutuhkan waktu dan

proses yang lama

Waktu pemesanan cepat

Khusus jurnal tercetak, sering terjadi keterlambatan perolehan informasi

Melanggan jurnal online, perolehan informasi sangat cepat

(b) Infrastruktur Layanan Digital

Untuk melakukan layanan elektronik di Perpustakaan dibutuhkan ketersediaan infrastruktur layanan. Adapun infrastruktur yang dibutuhkan untuk layanan elektronik pada dasarnya mencakup komputer server, komputer personal (PC), software (program aplikasi) dan jaringan. Ketersediaan infrastruktur ini juga ditentukan oleh bentuk/sifat dan jenis layanan elektronik yang disediakan. Ada dua bentuk layanan digital yaitu:

(1) Layanan digital yang off-line

Layanan elektronik yang sifatnya off-line (tidak terhubung dengan komputer lain) memerlukan infrastruktur yang tidak terlalu rumit. Layanan elektronik ini dapat dilakukan apabila tersedia komputer personal dan dokumen elektronik.

(2) Layanan digital yang Online

Layanan elektronik yang sifatnya online (terhubung dengan komputer lain) dapat

(9)

Disampaikan pada seminar dan workshop nasional Pemberdayaan Repository... di U.H. Nommensen Medan, 1-12- 2011 Page 9 layanan elektronik yang bersifat online-intranet diperlukan infrastruktur berupa komputer

server, komputer personal, jaringan lokal, software dan dokumen elektronik. Sedangkan

untuk layanan elektronik secara online-internet diperlukan infrastruktur berupa komputer server, komputer personal, jaringan internet yang terhubung dengan jasa salah satu provider (Telkom, Indosat, dsb) dan dokumen elektronik.

Ketersediaan infrastruktur layanan elektronik tersebut masih ditentukan oleh jenis layanan elektronik yang disediakan. Jenis layanan elektronik pada dasarnya terdiri atas: layanan dengan menyediakan dokumen elektronik, layanan dengan berlangganan, layanan dengan hanya menyediakan fasilitas akses dan kobinasi.

(a) Layanan dengan menyediakan dokumen elektronik

Layanan elektronik dalam bentuk ini dilakukan dimana perpustakaan menyediakan infratruktur berupa komputer personal dan dokumen elektronik. Dokumen elektronik yang disediakan dapat berupa dokumen yang dibeli misalnya berupa CR-ROM atau berupa dokumen elektronik yang dibuat sendiri oleh perpustakaan (digitalisasi). Saat ini banyak perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia mendigitalisasi (alih media) dokumen cetak menjadi dokumen elektronik, khususnya dokumen berupa karya ilmiah (skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian, tulisan ilmiah dsb) yang belum dipublikasi (un-published) dengan cara men-scan (menggunakan scanner). Ada juga yang melakukankannya dengan mengeluarkan kebijakan melalui SK Rektor agar setiap penyerahan dokumen berupa karya ilmiah ke Perpustakaan harus menyertakan file elektroniknya. Dengan kebijakan ini, penyediaan dokumen elektronik dipermudah.

(b) Layanan dengan hanya menyediakan akses

Apabila Perpustakaan belum atau tidak memiliki dokumen elektronik, atau belum melanggan salah satu dokumen elektronik, bukan berarti tidak boleh menyediakan layanan elektronik. Perpustakaan yang tidak memiliki atau tidak melanggan dokumen elektronik dapat menyediakan layanan elektronik. Sebab dokumen elektronik yang terdiri dari berbagai tipe, apakah informasi ilmiah atau non ilmiah banyak yang tersedia secara gratis pada berbagai situs web. Untuk hal ini, perpustakaan cukup menjadi penyedia layanan elektronik berupa akses atau menyediakan fasilitas akses terhadap informasi elektronik.

Untuk layanan ini, internet menjadi fokus utama untuk melakuan pencarian informasi. Akses ke internet menjadi sangat penting. Secara umum terdapat tiga jenis akses ke internet yaitu

hubungan dial-up, dan leased-line. Hubungan dial-up merupakan pilihan pertama untuk

organisasi kecil yang tertarik untuk mengenal internet. Organisasi yang lebih besar seperti universitas biasanya dapat memperoleh akses melalui jaringan kampus yang telah terhubung melalui leased-line. Untuk menjadi perpustakaan penyedia akses ke informasi elektronik diperlukan infrastruktur berupa computer personal (PC) + Modem, Wifi, langganan ke salah satu provider seperti Indosatnet, Telkomnet, Nusanet dsb., atau tidak berlangganan melainkan menggunakan sambungan yang sudah tersedia seperti menggunakan Telkomnet instant, Smart dsb.

(c) Layanan dengan melanggan dokumen elektronik

Layanan elektronik dengan cara ini dilakukan dengan melanggan salah satu atau beberapa atau

paket dokumen elektronik yang dimiliki oleh vendor tertentu. Perpustakaan mengikat

perjanjian (kontrak) berlangganan dengan salah satu vendor dokumen elektronik apakah e-book atau e-journal. Langganan biasanya per tahun. Misalnya, Kluwer Academik Publisher

menawarkan langganan e-book secara online. Perpustakaan dapat memilih judul-judul buku

(10)

Disampaikan pada seminar dan workshop nasional Pemberdayaan Repository... di U.H. Nommensen Medan, 1-12- 2011 Page 10 Dokumen elektronik yang paling umum dilanggan oleh perpustakaan adalah e-journal, seperti ProQest, Ebsco dan sebagainya yang menawarkan langganan dalam bentuk paket yang terdiri dari ratusan bahkan ribuan judul jurnal per paket. Misalnya, paket ProQuest Medical Library (PML) memuat sekitar 400 judul jurnal bidang kedokteran dalam bentuk full text (image), atau Academic Researh Library (ARL) memuat 1.900 judul jurnal fulltext (image).

Infrastruktur yang diperlukan untuk layanan elektronik ini adalah berupa komputer server, komputer personal (PC), jaringan internet yang terhubung ke salah satu provider (Telkom, Indosat, dsb) dan kontrak dengan vendor penyedia dokumen elektronik tertentu. Bentuk layanan ini merupakan bentuk layanan elektronik yang paling variatif karena dengan bentuk ini telah mencakup layanan elektronik seperti pada butir 1 dan 2.

6. Generasi dan Informasi

Salah satu pertanyaan mendasar yang harus dijawab adalah mengapa perpustakaan digital harus tersedia?. Selain uraian pendahuluan di atas, salah satu faktor penting yang mendorong bahkan mungkin mengharuskan ketersediaan perpustakaan digital adalah generasi pengguna perpustakaan.

Marc Prensky (2001) seorang pakar pendidikan terkemuka dewasa ini, mengelompokkan siswa/mahasiswa ke dalam dua golongan yaitu digital natives dan digital immigrants. Kelompok digital natives adalah kelompok siswa/mahasiwa yang lahir di era digital, sedangkan kelompok digital immigrants adalah kelompok yang bukan lahir di era digital tetapi mereka migrasi atau masuk ke era digital. Lebih jelas Prensky (2001a) menefinisikan, has defined “digital natives” as: the first generations to grow up with . . . new technology. They have spent their entire lives surrounded by and using computers, videogames, digital music players, video cams, cell phones, and all the other tools and toys of the digital age . . . Computer games, email, the Internet, cell phones and instant messaging are integral parts of their lives. They have been conditioned by the digital technological environment to expect immediate responses to information inquiries. Sedangkan digital immigrant dinyatakan sebagai... Those not born into the digital world but later became fascinated by the technology.

Untuk perpustakaan, pendapat Prensky di atas dapat diadopsi untuk menyatakan bahwa pengguna perpustakaan sekarang ini adalah digital natives dan digital immigrants dan pada masa mendatang dipastikan bahwa pengguna perpustakaan akan didominasi oleh generasi digital natives. Seperti disebut di atas bahwa generasi digital native ini adalah generasi pengguna yang lahir di era digital, dimana semenjak mereka lahir telah berada dalam lingkungan yang disertai oleh teknologi digital.

Terkait dengan hubungan dan interaksi manusia dengan teknologi informasi, beberapa ahli pendidikan diantaranya Jim Marteney (2010) membagi generasi manusia atas 6 (enam) generasi yaitu:

a. GI’s (WW II)

Generasi ini adalah manusia yang lahir diantara tahun 1901 – 1924. Generai ini di Amerika disebut sebagai generasi pejuang (The greatest generation) karena pada saat perang dunia kedua (world war II) kebanyakan dari mereka menjadi pejuang. Singkatan GI adakalanya disebut

“galvanized iron” merujuk kepada peralatan metal militer pasukan Amerika yang digunakan pada

saat perang dunia pertama. GI juga disingkat sebagai “general infantry” yang merujuk kepada artian bahwa generasi ini kebanyakan menjadi pejuang militer dan ada yang menyebutnya “government issue” karena isu yang diperjuangkan pada masa itu adalah menyangkut isu kenegaraan. Generasi yang lahir di era ini, boleh dikatakan belum bersentuhan dengan teknologi informasi.

(11)

Disampaikan pada seminar dan workshop nasional Pemberdayaan Repository... di U.H. Nommensen Medan, 1-12- 2011 Page 11 Generasi ini adalah generasi dari manusia yang lahir dari tahun 1925 sampai dengan tahun 1942. Di Indonesia, adalah mereka yang lahir di masa penjajahan Belanda dan Jepang. Rata-rata mereka menikah di usia sangat muda. Generasi ini suka bekerja keras, penuh dedikasi, sabar, selalu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, menghargai, hormat kepada orang tua dan patuh pada aturan serta norma masyarakat yang berlaku. Masa muda mereka kurang bahagia karena harus berjuang dan juga karena cepat menikah. Sarana komunikasi saat itu adalah radio. Di hari tua generasi ini, teknologi informasi mulai muncul, pada umumnya mereka menyaksikan, merasakan manfaatnya akan tetapi hanya sebahagian kecil dari mereka yang dapat menggunakannya. Sekarang ini generasi ini masih ada (69 – 86 tahun) dan mungkin perlu dipertanyakan apakah mereka masih pengguna potensial perpustakaan? termasuk perpustakaan digital?

c. Baby Boomers

Generasi manusia yang disebut The Baby Boomers adalah mereka yang lahir diantara tahun 1943 sampai dengan tahun 1960. Istilah Baby Boomers diambil dari peristiwa yang terjasi setelah perang dunia kedua dimana dibeberapa negara seperti Australia, Kanada, Inggris, Amerika dsb., muncul fenomena dalam keluarga untuk berlomba memiliki anak (sebagai akibat perang dunia II yang menyebabkan kekurangan manusia) sehingga angka kelahiran meningkat. Kelahiran bayi meningkat sampai 3,5 juta dari sebelumnya 2,5 juta pertahun. Angka tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun hingga mencapai 4,5 juta setahun pada tahun 1960 (the baby boomers) dan kemudian perlahan menurun.

Baby boomers yang saat ini berusia 51- 68 tahun menduduki posisi-posisi penting dalam organisasi dan perusahaan. Sebagian mereka menduduki posisi puncak, bahkan banyak pula yang sudah pensiun. Generasi ini telah mengalami pertumbuhan teknologi digital. Mereka melihat dan merasakan dampak dari kecanggihan dari teknologi digital dalam lingkungannya. Sebahagian dari generasi ini adalah orang yang menjadi pelaku dari teknologi itu (sekalipun mereka lahir bukan di era itu), akan tetapi sebahagian ada yang masih penonton dari teknologi itu. Akan tetapi dalam kenyataan sekarang ini, sebahagian besar generasi ini dipaksa masuk ke era teknologi digital (digital immigrations).

d. Generasi X

Penggunaan X dalam penyebutan generasi ini adalah karena identitas yang tidak begitu jelas perbedaannya dengan generasi sebelumnya (baby boomers) (hanya karena penggolongan kurun waktu 20 tahunan untuk suatu generasi). Generasi X adalah manusia yang lahir tahun 1961 sampai dengan tahun 1981. Sekarang ini mereka berusia sekitar 31 sampai dengan 50 tahun.

Hampir sama dengan generasi sebelumnya bahwa generasi ini telah melihat petumbuhan teknologi informasi dan mengalami dampaknya. Bedanya, sebahagian besar dari generasi ini mulai mengenal teknologi informasi dari masa anak-anak. Akan tetapi belum mengenal permainan game digital. Padda masa kecilnya, mereka masih menggunakan mainan tradisional dan mulai mengenal mainan dari plastik. Sebagian besar orang pada generasi ini sudah mengenal generasi awal komputer. Generasi ini mengenal tiga macam layar yaitu layar bisokop, layar TV dan layar komputer. Sebahagian dari generasi ini menjadi pelaku dari teknologi itu (sekalipun mereka lahir bukan di era itu), akan tetapi sebahagian ada yang masih penonton dari teknologi itu. Akan tetapi dalam kenyataan sekarang ini, sebahagian besar generasi ini dipaksakan masuk ke era teknologi digital (digital immigrations).

e. Generasi Milenial

(12)

Disampaikan pada seminar dan workshop nasional Pemberdayaan Repository... di U.H. Nommensen Medan, 1-12- 2011 Page 12 ada diantara mereka yang mulai masuk ke perguruan tinggi.

Generasi ini dipastikan akan menjadi pengguna potensial perpustakaan. Mereka tumbuh di tengah perkembangan komunikasi internet, telepon seluler, dan industri media teknologi informasi, salah satunya industri games online dan mereka merupakan generasi teknologi. Pemunculan generasi milenial ini juga ditandai dengan peningkatan penggunaan alat komunikasi, media dan teknologi informasi. Pada masa ini juga muncul teknologi komunikasi instan seperti email, SMS, IM dan media baru yang mereka gunakan adalah melalui website. Generasi milenial ini sangat akrab dengan situs jejaring sosial antara lain: Facebook, Myspace, Twitter. Mereka ingin selalu terhubung dengan barang elektronik sepanjang waktu.

Generasi milenial ini memiliki istilah yang lebih populer dengan jargon “double-click” untuk upaya menyelesaikan berbagai problema. Mereka yang telah kuliah di universitas memiliki kemampuan dalam teknologi, mampu kerja paruh waktu, ambisius dan memahami aturan kampus dan kebenaran politik, tetapi melihatnya sebagai tantangan. Generasi milenial merupakan

negosiator ulung dan memiliki keterampilan decision-making di usia muda. Mereka bisa

melakukan negosiasi dengan siapapun termasuk orang tua, dosen, bagian administrasi, jika diam dianggap salah atau tidak setuju.

f. Digital Native (Generasi Z)

Digital native adalah generasi manusia yang lahir pada tahun 1994 sampai dengan akhir sekarang. Ada juga yang menggolongkan bahwa mereka yang lahir tahun 1993 (generasi Y) termasuk digital native. Digital native disebut juga sebagai the Internet generation yaitu suatu istilah yang digunakan untuk merepresentasikan generasi yang lahir di tengah pertumbuhan komputer dan internet yang sangat pesat. Mereka tumbuh dalam dunia World Wide Web.

Ada yang menyebut generasi Z dengan generasi platinum atau the native gadget. Mereka ini sangat paham berinteraksi dengan gadget (peralatan) komunikasi informasi. Generasi platinum memiliki karakter unik yang lebih eksploratif selaras arah perkembangan teknologi. Mereka memiliki gaya yang mewakili bagian langkah global berbasis jejaring sosial dan pertumbuhan teknologi baru.

Perbedaan yang sangat kelihatan dari generasi ini dengan generasi sebelumnya dapat dilihat dari kemampuan memanfaatkan peralatan teknologi informasi. Kelihatannya kehidupan mereka seperti dikendalikan oleh industri teknologi informasi bahkan banyak diantara mereka yang dengan sangat mudah menerima dan menggunakan produk teknologi informasi tanpa sensor. Mereka tidak mengetahui bagaimana kehidupan tanpa internet. Sekarang ini dapat kita lihat dari penggunaan handphone misalnya, dimana mereka lebih memilih fasilitas WiFi, kamera 5 megapixel, 3G dan fasilitas lain yang memudahkan akses ke informasi. Di kota-kota besar terlihat bahwa mereka ini akrab dengan suasana kafe, sambil menikati makanan dan minuman jari-jari mereka lincah memainkan peralatan IT (laptop, handphon, Ipad, Tablet dsb.) untuk membuka berbagai situs web. Chatting dan menulis di jejaring sosial facebook dan BB menjadi kegiatan yang sering dilakukan. Generasi yang lahir di era ini juga terbiasa dengan memainkan game online. Generasi inilah yang disebut dengan digital native. Ada juga yang menyebut generasi ini dengan The World’s first 21st Century generation-the digital natives, the dot com kids, Generation Media.

Seperti telah dipaparkan sebelumnya, generasi ini sangat paham dengan internet, multitasking, dan technologically literate. Mereka ingin cepat dalam menelusur informasi dan selalu tersambung dengan internet. Mereka sangat menyukai sumber-sumber informasi dalam bentuk digital. Mereka ini suka secara sembarangan mengakses informasi (random acces to information) dan menyukai fun learning. Secara umum, sebahagian dari karakteristik dari digital native adalah:

• Mereka berada dalam dunia media dan peralatan (gadgets) terkait teknologi informasi

• Teknologi yang mereka gunakan mobile

(13)

Disampaikan pada seminar dan workshop nasional Pemberdayaan Repository... di U.H. Nommensen Medan, 1-12- 2011 Page 13

• Mereka adalah multitaskers

• Mereka siap dengan perubahan besar teknologi bahkan untuk 10 tahun mendatang.

• Cara belajar dan meneliti terbentuk oleh techno-world mereka

• Selalu on, selalu connected

7. Digital Natives dan Perlunya Perpustakaan Digital

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa generasi Z atau digital native adalah mereka yang lahir pada tahun 1994 sampai dengan tahun sekarang. Sebahagian dari mereka ini berusia sekitar 17 tahun. Oleh karena itu, diperkirakan pada tahun 2012, sebahagian dari mereka akan datang menjadi mahasiswa di perguruan tinggi. Mereka akan menjadi mahasiswa di perguruan tinggi yang secara otomatis akan menjadi pemakai perpustakaan perguruan tinggi. Dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, Generasi Z ini akan mendominasi pemakai perpustakaan perguruan tinggi.

Apa yang harus dilakukan? Perpustakaan perguruan tinggi harus mengubah paradigma layanannya untuk memenuhi kebutuhan akan informasi generasi digital native ini; salah satu diantarnya adalah membangun perpustakaan digital.

Berhadapan dengan fenomena perubahan yang terjadi, pustakawan harus memiliki kemampuan untuk melihat dengan jelas apa sesungguhnya yang berubah dan apa yang tetap sama. Nilai-nilai yang menjadi dasar profesi pustakawan kelihatannya akan tetap sama, tetapi cara nilai-nilai tersebut diterjemahkan kedalam kegiatan dan operasi akan mengalami perubahan secara mendasar. Misi perpustakaan untuk mengumpulkan, mengorganisasikan dan menyediakan akses terhadap sumberdaya informasi tetap relevan, tetapi teknologi dan cara untuk melakukannya mengalami perubahan. Penyediaan sumberdaya informasi berbasis cetak tidak lagi cukup memadai, tetapi harus dilengkapi dengan sumberdaya berbasis elektronik/digital yang yang jumlah dan kecepatan penyebarannya terus meningkat.

Pustakawan harus melibatkan diri dalam pengembangan bahan-bahan elektronik, jika perlu bekerjasama dengan pihak lain. Organisasi perpustakaan dapat direstrukturisasi untuk guna mencapai visi dan peran baru sesuai dengan tantangan dan peluang yang timbul dari lingkungan jaringan informasi elektronik.

Daftar Bacaan:

Andrews, Judith; Derek G. Law. Digital libraries: policy, planning, and practice. Aldershot, England: Ashgate Publishing.

Alvarez, Bryan Anthony. 2009. Digital natives in the information age: How Student Study Habits Reflect the Need for Change at a University Library.

http://aberdeen.academia.edu/BryanAnthonyAlvarez/Papers/326890/

Chowdhury, Gobinda G.; Sudatta Chowdhury. 2003. Introduction to digital libraries: Part 12.

New York:Library Assn Pub Ltd

Marteney, Jim. 2010. Generations and Their Learning. Los Angeles: Valley College

(14)

Disampaikan pada seminar dan workshop nasional Pemberdayaan Repository... di U.H. Nommensen Medan, 1-12- 2011 Page 14

Prensky, Marc. 2001.Digital Natives, Digital Immigrants. On the Horizon.(MCB University

Press, Vol. 9 No. 5, October.

Robinson, Michael. 2007. Digital nature and digital nurture: libraries, learning and the digital

native. www.emeraldinsight.com/0143-5124.htm

Referensi

Dokumen terkait

Jadi perencanaan adalah fungsi utama dalam manajemen , tahapan pertama yang harus dilakukan kepala sekolah yaitu Perencanaan. Adapun perencanaan yang dilakukan oleh

Laporan pada aplikasi ini terdiri dari laporan master yaitu laporan barang, laporan supplier, master transaksi yaitu laporan barang masuk dan laporan barang

Role play which are used in junior high school of MTsN Babakan will be described in the following research, to get an orientation the English teaching and innovation in

Pengadaan barang/jasa dilaksanakan secara elektronik dengan mengakses aplikasi Sistem  Pengadaan   Secara    Elektronik    (aplikasi    SPSE)    pada    alamat   

Selanjutnya, penggunaan gaya pembelajaran kinestetik pada tahap sederhana seperti yang ditunjukkan dalam jadual 10 menunjukkan pelajar PPIA ‘selalu ucapkan, “saya

4.2 Menyampaikan informasi secara lisan dengan lafal yang tepat dalam kalimat sederhana meliputi kata sapaan (تايحتلا ءاقلإ), kata ganti tunggal مسا درفملل

Dalam tasawuf, cara yang ditempuh untuk menemukan hakikat, menurut al-Ghazali, terdiri atas dua tahap, yaitu tahap ilmu dan tahap amal. Ilmu yang dimaksud dalam hal ini

Adapun variable dalam penelitian ini terdiri dari dua variable saja yaitu penerapan metode pictorial riddle (variable bebas/ independen ) dan motivasi belajar siswa