• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Produktivitas Hijauan Tahan Naungan Pada Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Produktivitas Hijauan Tahan Naungan Pada Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Chapter III V"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN DAN METODE

Tahap I. Kajian Produksi Hijauan pada Beberapa Tingkat Umur Tanaman Kelapa Sawit

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian pada tahap pertama telah dilaksanakan di perkebunan PT. Buana Estate Kecamatan Sicanggang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera utara. Penelitian ini berlangsung selama 1 minggu pada tanggal 3-8 Oktober 2011.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan antara lain broti untuk membuat kuadran 1x1 meter

sebanyak 5 buah, plastik sampel sebagai tempat sampel hijauan, amplop sebagai tempat sampel pada saat dioven.

Alat yang digunakan antara lain cangkul untuk mengolah tanah, sabit untuk memotong hijauan, gunting rumput, oven untuk mengeringkan hijauan.

Metode Penelitian

Pengkajian Hijauan Pakan Ternak pada Lahan Perkebunan Kelapa Sawit, meliputi pengkajian umur tanaman, pengambilan sampel hijauan, identifikasi

tanaman, menghitung produktifitas dan penentuan ranking hijauan.

P1 = Naungan pada kelapa sawit umur 5 tahun

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap

(RAL) dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan. Jenis perlakuan yang diberikan yaitu :

(2)

Metode linear yang digunakan menurut Hanafiah (2003) adalah : Yij = µ + Ti + €ij

Dimana :

Yi = nilai pengamatan yang diperoleh dari satuan percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

i = 1,2,3...(perlakuan) j = 1,2,3...(ulangan) μ = rataan / nilai tengah

σi = efek dari perlakuan ke–i

€ij = efek error dari percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Prosedur Pelaksanaan Penelitian :

1. Penentuan Tingkat Umur Tanaman Kelapa Sawit

Umur tanaman dibedakan atas naungan rendah, sedang dan tinggi.

Penentuan perlakuan umur tanaman kelapa sawit didapat dari tingkat umur yang terdapat pada perkebuanan Buana Estate yaitu 5 tahun, 8 tahun dan 10 tahun.

2. Pengambilan Sampel Hijauan

a. Pengambilan sampel hijauan dilakukan pada umur kelapa sawit yang berbeda. Pengambilan sambil tersebut menggunakan kuadran

masing-masing berukuran 1x1 meter sebanyak 5 buah per umur tanaman.

b. Sampel hijauan segar yang sudah diambil kemudian ditimbang sebagai hasil produksi berat segar.

c. Sampel hijauan segar dioven dengan suhu 700

3. Identifikasi Tanaman

C salama 48 jam, kemudian ditimbang dan dicatatkan sebagai hasil produksi berat kering.

Dari identifikasi tanaman kita dapat melakukan perhitungan komposisi botani. Komposisi botani dihitung berdasarkan produksi bahan segar yang

(3)

ditimbang. Setelah ditimbang berdasarkan spesies lalu sampel tersebut di oven.

Sampel yang telah dioven ditimbang kembali dan dicatat sebagai data komposisi botani.

Peubah Penelitian : 1. Produksi Berat segar

Dipotong tiap kuadran, kemudian ditimbang langsung dalam keadaan

segar dan hasilnya dicatat sebagai data berat segar. 2. Produksi berat kering

Hijauan hasil pemotongan tiap kuadran dioven dengan suhu 70o

3. Komposisi Botani

C selama

48 jam, kemudian ditimbang dan dicatatkan sebagai hasil produksi berat kering.

Dipotong tiap kuadran, diseparasi berdasarkan spesies, ditimbang berat segar masing-masing spesies kemudian di oven untuk mendapatkan bahan kering masing-masing spesies, dan diranking berdasarkan bahan kering.

Tahap II. Pengujian Spesies Unggul pada Berberapa Tingkat Naungan

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian pada tahap kedua telah dilaksanakan di lahan Penelitian Fakultas pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Tahapan ini berlangsung

selama 2 bulan yaitu mulai dari 10 Oktober sampai 17 Desember 2011.

Bahan dan Alat Penelitian

(4)

Axonopus compressus (Lapangan), Ottochloa nodosa (Kawatan). Naungan

buatan yaitu naungan 50% dan 75%. Polibag 8 kg sebanyak 36 buah sebagai tempat tumbuh hijauan, pupuk NPK 100 kg/hektar sebagai pupuk dasar hijauan.

Alat yang digunakan yaitu gunting rumput untuk memotong hijauan,

timbangan untuk menimbang produksi hijauan dan oven untuk mengeringkan hijauan.

Metode Penelitian

Pengujian Spesies Unggul Pada Berbagai Tingkat Naungan meliput i persiapan bahan tanam rumput dan leguminosa, pembuatan naungan, penanaman

dan pemupukan. Rancangan yang digunakan pada penelitian tahap kedua ini adalah Rancangan Petak Terbagi dalam RAL (Split Plot Design) dengan

menggunakan dua faktor yaitu ; faktor pertama yang dijadikan sebagai petak utama (main plot) adalah taraf naungan.

N0 : Naungan 0% (kontrol) N1 : Naungan 50%

N2 : Naungan 75%

Faktor kedua yang dijadikan sebagai anak petak (sub plot) adalah spesies

tanaman hijauan yaitu:

S1 : Asystasia sp (Asistasia) S2 : Setaria sp ( Bambuan)

(5)

Data-data yang didapat kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus: Yi j k = μ + α i +β j + (αβ) i j + δ i k + ε

Keterangan:

i j k

Yi j k

dan ulangan ke k.

= nilai pengamatan pada taraf ke i faktor A, taraf ke j faktor B,

μ = nilai tengah umum

α i

β j = pengaruh taraf ke i dari faktor A (αβ)

= pengaruh taraf ke j dari faktor B i j

δi k = pengaruh interaksi taraf ke i faktor A dengan taraf ke j faktor B

ε i j k = pengaruh acak untuk petak utama = pengaruh acak untuk anak petak

Prosedur Pelaksanan Penelitian :

1. Persiapan Bahan Tanam Rumput dan Leguminosa

Pada persiapan hijauan yang akan ditanam dilakukan di Fakultas Pertanian

USU. Pada tanaman hijauan diambil berupa sobekan rumpun kemudian ditanam pada polybag.

2. Pembuatan Naungan

Naungan dipasang setelah persiapan bahan tanam dengan tinggi naungan 1.5 meter dan tingkatan naungan yang dikehendaki yaitu 50% dan75% dengan

menggunakan paranet. 3. Penanaman

Penanaman hijauan menggunakan polibag. Setelah hijauan tanaman,

diletakkan di dalam paranet. Pada umur hijauan 2 minggu dilakuakan trimming

(pemangkasan) agar tinggi hijauan dapat merata. Dari penanaman ini dilihat

(6)

4. Pemupukan

Dilakukan pemupukan dasar dengan pupuk NPK sebanyak 100 kg/hektar. 5. Pengambilan data pengamatan

Pengambilan data pengamatan dilakukan dua (2) kali yaitu pada saat

pemotongan pertama dan pemotongan kedua. Pemotongan pertama dilakukan pada umur 4 minggu dan pemotongan kedua dilakukan pada umur 8 minggu.

Peubah Penelitian 1. Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman didapat dengan alat ukur meteran yaitu dengan mengukur tanaman dari atas permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi tanaman.

2. Produksi berat segar per tanaman(gram/polybag)

Produksi segar hijauan didapat dengan memotong hijauan 20 cm di atas permukaan tanah, kemudian ditimbang.

3. Produksi bahan keringper tanaman (gram/polybag)

Produksi berat kering hijauan didapat dengan mengambil bahan segar

(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahap I. Kajian Produksi Hijauan pada Beberapa Tingkat Umur Tanaman Kelapa Sawit

Produktivitas Pastura

Pengamatan terhadap hijauan yang tumbuh pada lahan perkebunan kelapa sawit dilakukan pada perkebunan PT Buana Estate, Kecamatan Sicanggang,

Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Pengkajian dilakukan terhadap produksi hijauan baik dalam kondisi segar maupun kering. Pengkajian dilakukan

pada berbagai tingkat umur tanaman kelapa sawit yang ada pada lokasi tersebut, yaitu pada umur 5; 8; 10 tahun. Hasil pengamatan terhadap produktivitas hijauan segar disajikan pada Tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1. Rataan produksi berat segar pada perkebunan kelapa Sawit (g/m2 Umur Kelapa

Sawit (tahun)

) Ulangan

Rataan

1 2 3 4 5

5 216,60 383,10 315,80 250,60 344,90 302,20±68,09b 8 349,90 239,70 576,16 249,80 322,20 347,55±136,10 10

b

535,10 578,90 440,00 824,40 355,00 546,68±177,77a Keterangan : Notasi yang sama pada perlakuan yang berbeda menunjukkan

pengaruh yang tidak berbeda nyata.

Tabel di atas menunjukkan bahwa produktivitas pastura berkisar antara

216,6 – 824,4 g/m². Angka tersebut menunjukkan angka produksi untuk satu kali

pemotongan. Hasil analisis ragam menunjukkan produktivitas pastura antar tiga

tingkatan umur tanaman kelapa sawit tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0.05).

Pengukuran lanjutan dilakukan untuk melihat produktivitas bahan kering

(8)

Tabel 2. Rataan produksi berat kering pada perkebunan kelapa Sawit (g/m2 Umur Kelapa

Sawit (tahun)

) Ulangan

Rataan

1 2 3 4 5

5 43,85 58,24 28,18 30,79 46,51 41,514±12,28B 8 55,86 40,02 52,32 25,55 52,74 45,298±12,59 10

B

75,05 110,00 87,12 133,46 65,14 94,154±27,62A Keterangan : Notasi yang sama pada perlakuan yang berbeda menunjukkan

pengaruh yang tidak berbeda nyata.

Produksi bahan kering pastura pada lahan kelapa sawit untuk satu kali

pemotongan berkisar antara 25,55 – 133,46 g/m³. Hasil analisi ragam

menunjukkan bahwa produksi bahan kering pastura pada berbagai tingkatan umur tanaman kelapa sawit menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata

(P<0,01).

Secara statistik produksi segar dari bahan kering meningkat secara signifikan dengan semakin meningkatnya umur tanaman, padahal diketahui

bahwa tanaman kelapa sawit permulaan musim tanam naungannya berkisar 10% dengan semakin meningkatnya umur tanaman (6 – 7 tahun) akan terjasi

peningkatan naungan 80%-90% dan hijauan makanan ternak akan semakin tidak tumbuh dengan semakin meningkatnya bagi naungan (>12 tahun) (Diwyanto et al,

2004). Peningkatan ini disebabkan pada umur 10 tahun tanaman cenderung

dominan pada spesies pakis, Asystasia dan suplir. Kita ketahui secara fisik tanaman tersebut cenderung lebih besar bentuknya, dibandingkan tanaman hijauan

pada umur 5 dan 8 tahun. Hal ini akan berdampak terhadap produksi, baik produksi bahan segar maupun kering.

Walaupun produksi pada umur tanaman kelapa sawit 10 tahun tinggi

(9)

Komposisi Botasis Pastura

Produktivitas pastura seperti yang dijelaskan pada bagian terdahulu menunjukkan bahwa antar umur tanaman kelapa sawit 5 tahun, 6 tanun dan 10 tahun menunjukkan adanya perbedaan yang nyata baik terhadap produksi segar

maupun bahan kering. Pengamatan lanjutan dilakukan dengan melihat komposisi botanis pastura pada berbagai tingkat umur tanaman kelapa sawit. Hasil penelitian

untuk tingkat kehadiran yang dominan dari setiap spesies disajikan pada tabel berikut 3.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada umur 5 tahun terdapat 14

spesies secara komposisi botani. Jelas terlihat tanaman Asystasia, kawatan (Ottochloa nadusa), pakis kawat, kangkungan (Commelina), Rayutan

(Mikania Mikrantha), dan paitan (Axonopus compressus) cenderung mendomonasi. Dari 5 tanaman tersebut, Asystasia, kawatan (Ottochloa nadusa), dan paitan (Paspalum conjugatum) merupakan tanaman yang palatabel buat

ternak dan produksinya juga cukup baik.

Peningkatan produktivitas hijauan pada umur tanaman kelapa sawit 10

tahun didominasi oleh hijauan yang tidak palatabel dengan ternak yaitu pakis. Komposisi botaninya mencapai 56,15%. Diketahui bahwa sebagian besar spesies rumput tropis mengalami penurunan produksi sejalan dengan menurunnya

intensitas sinar (Fisher, 1999) namun spesies yang tahan terhadap naungan sering menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau masih meningkat pada

naungan sedang (Salisbury dan Ross, 2005).

(10)

untuk spesies yang dapat dikonsumsi oleh ternak. Hal ini ditunjukkan Komposisi

Botanis Pastura pada Umur Tanaman Kelapa Sawit 8 tahun.

Tabel 3. komposisi botanis pastura pada berbagai umur tanaman kelapa sawit Umur Kelapa

Sawit

(11)

Terong duri 3.798033 1

Meniran 0.169934 1

Bandotan 0.023366 1

Level naungan adalah faktor yang sangat menentukan produksi pastura yang tumbuh pada areal tanaman tahunan. Penurunan intensitas cahaya

mengurangi pertumbuhan spesies pastura pada berbagai tingkatan dan mempengaruhi kompetisi. Proses-proses di dalam tanaman yang dapat dipengaruhi oleh naungan adalah fotosintesis, transpirasi, respirasi, reduksi nitrat,

sintesis protein, produksi horman, translokasi, penuaan, pertumbuhan akar dan penyerapan nitra (Cruz, 1997).

Tabel 3 juga menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat naungan (10 tahun) tanaman yang mendominan adalah tanaman pakis, dimana jumlahnya dua kali lipat dibandingkan tanaman lainnya. Hijaian makanan ternak yang dapat

tumbuh Asystasia, kawatan (Ottochloa nodusa) dan paitan (Axonopus compressus). Umumnya tanaman yang dapat tumbuh tersebut merupakan tanaman

yang palatabel untuk ternak. Berdasarkan hal inilah untuk ppenelitian tahap 2 digunakan Asystasia (Asystasia sp), bambuan (Setaria sp), kawatan (Ottochloa nodusa) dan paitan (Axonopus compressus) untuk ditanam dan dikembangkan

pada paranert. Hal ini bertujuan untuk melihat secara spesifik adaptasi dari tanaman tersebut terhadap naungan, sehingga nantinya dapat dikembangkan pada

lahan perkebunan kelapa sawit.

Hasil pengamatan terhadap hijauan yang tumbuh pada lahan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan pada perkebunan PT Buana Estate, Kecamatan

(12)

compressus) dan kawatan (Otochloa nodusa) merupakan tanaman yang palatabel

dan cenderung dapat tumbuh pada tanaman kelapa sawit umur 5, 8 dan 10 tahun, sehingga dipilih untuk diteliti pada tahapan berikutnya.

Tahap II. Pengujian Spesies Unggul pada Berberapa Tingkat Naungan

Rataan Produksi Berat Segar

Hasil penelitian diperoleh rataan produksi berat segar hijauan pada berbagai tingkat naungan dan spesies hijauan masing-masing dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini. Hasil perhitungan analisis ragam dan uji jarak berganda

Duncan terlampir.

Tabel 4. Rataan produksi berat segar (gram/polybag) Ulangan Keterangan : Notasi yang sama pada perlakuan yang berbeda menunjukkan

pengaruh yang tidak berbeda nyata.

: Axonopus compressus (Lapangan) 4

: Ottochloa nodosa (Kawatan)

(13)

sangat nyata terhadap rataan produksi berat segar. Perlakuan interaksi N0S2 (tanpa

naungan+spesies bambuan) menunjukkan hasil produksi paling tinggi yaitu sebesar 59,50 gram. Selanjutnya dari hasil uji Duncan diketahui bahwa N0S2, N0S3, N0S4 berbeda nyata dengan N1S1, N2S2, N1S4 berbeda nyata dengan N1S2,

N0S1, N1S3 dan berbeda nyata dengan N2S4, N2S1, N2S3. Sedangkan angka produksi berat segar terendah terdapat pada perlakuan interaksi N2S3

Tabel 5. Dwikasta produksi berat segar (gram/polybag)

(naungan

75%+spesies Axonopus compressus) yaitu 5,63 gram.

Petak Utama Anak Petak Rataan

S1 S2 S3 S4

Keterangan : Notasi yang sama pada perlakuan yang berbeda menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata.

Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan beberapa tingkat naungan (tanpa naungan, naungan 50% dan naungan 75%) menunjukkan adanya perbedaan yang

sangat nyata terhadap produksi berat segar. Perlakuan N0 menunjukkan hasil produksi yang paling tinggi yaitu 46,97 gram. Selanjutnya dari hasil uji Duncan

diketahui bahwa perlakuan N0 berbeda nyata dengan N1 dan N2. Sedangkan rataan produksi berat segar paling rendah terdapat pada N2

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian perlakuan spesies

terhadap rataan produksi berat segar berpengaruh sangat nyata. Perlakuan S yaitu 13,09 gram.

2

(spesies bambuan) menunjukkan hasil produksi paling tinggi yaitu 36,84 gram.

(14)

0 10 20 30 40 50 60 70

Naungan 0 % Naungan 50 % Naungan 75 %

Asystasia gangetica

Setaria plicata

Axonopus compressus

Ottochloa nodosa

Sedangkan rataan produksi berat segar yang paling rendah terdapat pada spesies

S1 (spesis Asistasia/Asystasia sp) yaitu 20,60 gram.

Gambar 2. Grafik rataan produksi berat segar (gram/polybag)

Hasil rataan produksi berat segar yang diperoleh menunjukkan bahwa faktor naungan berpengaruh sangat nyata terhadap berat segar. Hal ini disebabkan

naungan sangat mempengaruhi sinar matahari yang dapat sampai ke daun, yang mengakibatkan tanaman yang ditanam dibawah naungan tersebut mengalami

hambatan pertumbuhan karena kurangnya sinar matahari sehingga proses fotosintesis terhalang sehingga menurunkan rataan priduksi berat segar.

Hal ini sesuai dengan Sirait (2005 ) yang menyatakan pertumbuhan dan

perkembangan tanaman dipengaruhi oleh tingkat intensitas cahaya matahari dan juga tersedianya unsur hara untuk sistem keseimbangan di dalam tanah. Hal ini

juga didukung oleh Wong dan Wilson (1990) yang menyatakan intensitas cahaya merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan yang relatif lambat dari hampir semua jenis tanaman disebabkan

berkurangnya cahaya. Hal ini didukung juga oleh Soepandie et al. (2003) yang menyatakan intensitas cahaya merupakan faktor yang sangat penting dalam

(15)

Spesies juga sangat mempengaruhi terhadap produksi hijauan.

Alvarenga (2004) menyatakan intensitas cahaya yang optimum juga berbeda menurut jenis tanaman. Ada tanaman yang tumbuh dengan baik sekali di tempat yang teduh, ada juga tanaman yang memerlukan cahaya dengan intensitas cahaya

yang tinggi sekitar cahaya matahari penuh. Tanaman jenis terakhir ini dinamakan

“sunplants”, sedangkan yang suka naungan disebut “shade plants”.

Rataan Produksi Berat Kering

Hasil penelitian rataan produksi berat kering hijauan pada berbagai tingkat naungan dan spesies hijauan masing-masing dapat dilihat pada Tabel 6. berikut.

Hasil perhitungan analisis ragam dan uji jarak berganda Duncan terlampir. Tabel 6. Produksi berat kering selama penelitian (gram/polybag)

Ulangan

Keterangan : Notasi yang sama pada perlakuan yang berbeda menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata.

: Axonopus compressus (Lapangan) 4 : Ottochloa nodosa (Kawatan)

(16)

yang sangat nyata terhadap rataan produksi berat segar. Perlakuan interaksi N0S2

(tanpa naungan+spesies bambuan) menunjukkan hasil produksi paling tinggi yaitu sebesar 12,94 gram. Selanjutnya dari hasil uji Duncan diketahui bahwa N0S2, N0S3 berbeda nyata dengan N0S4 berbeda nyata dengan N1S4, N1S2 berbeda

nyata dengan N1S4, N2S2, N0S1, N1S3 berbeda nyata dengan N2S4 dan berbeda nyata dengan N2S1, N2S3. Sedangkan angka produksi berat segar terendah

terdapat pada perlakuan interaksi N2S3

Tabel 7. Dwikasta produksi berat kering selama penelitian (gram/polybag)

(naungan 75% + spesies Axonopus compressus) yaitu 0,71 gram.

Petak Utama Anak Petak Rataan

S1 S2 S3 S4

Keterangan : Notasi yang sama pada perlakuan yang berbeda menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata.

Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan beberapa tingkat naungan (tanpa

naungan, naungan 50% dan naungan 75%) menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata terhadap rataan produksi berat kering. Perlakuan N0 menunjukkan

hasil produksi yang paling tinggi yaitu 9,62 gram. Selanjutnya dari hasil uji Duncan diketahui bahwa perlakuan N0 berbeda nyata dengan N1 dan berbeda nyata dengan N2. Sedangkan Rataan produksi yang paling rendah terdapat pada

N2

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian perlakuan spesies

terhadap rataan produksi berat kering berpengaruh sangat nyata. Perlakuan S yaitu 2,05 gram.

2

(17)

0 2 4 6 8 10 12 14

Naungan 0 % Naungan 50 % Naungan 75 %

Asystasia gangetica

Setaria plicata

Axonopus compressus

Ottochloa nodosa

S4, S3 namun berbeda sangat nyata dengan S1. Sedangkan rataan produksi berat

kering yang paling rendah terdapat pada spesies S1 (spesis Asistasia/Asystasia sp) yaitu 2,89 gram.

Gambar 3. Grafik produksi berat kering (gram/polybag)

Penurunan produksi berat kering pada berbagai tingkat naungan yang semakin besar disebabkan semakin berkurangnya intensitas cahaya yang masuk

ke petak penelitian. Hal ini sesuai dengan Sirait (2005) yang menyatakan produksi berat kering menurun dengan adanya intensitas cahaya yang redah pada beberapa spesies hijauan.

Hal ini juga didukung oleh Salisbury dan Ross (2005) yang menyatakan bahwa pertumbuhan spesies-spsies hijauan sangat nyata bergantung pada cahaya

lingkungan dan kualitas energi cahaya yang tersedia sangat erat dan berhubungan positif.

Spesies juga sangat mempengaruhi produksi bahan kering hijauan,

termasuk kemampuan spesies tersebut bertahan pada lingkungan yang mempunyai intensitas cahaya yang rendah. Dapat kita lihat bahwa spesies paitan lebih mampu

(18)

tergantung pada persistensis (daya tahan) yaitu kemampuan bertahan untuk hidup

dan berkembang biak secara vegetatif.

Tinggi tanaman

Hasil penelitian rataan produksi berat kering hijauan pada berbagai tingkat

naungan dan spesies hijauan masing-masing dapat dilihat pada Tabel 8 berikut. Hasil perhitungan analisis ragam dan uji jarak berganda Duncan terlampir.

Tabel 8. Rataan tinggi tanaman selama penelitian (cm) Ulangan Keterangan : Notasi yang sama pada perlakuan yang berbeda menunjukkan

pengaruh yang tidak berbeda nyata.

: Axonopus compressus (Lapangan) 4 : Ottochloa nodosa (Kawatan)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi naungan dengan spesies terhadap rataan tinggi tanaman menunjukkan adanya perbedaan yang

nyata terhadap rataan produksi berat segar. Perlakuan interaksi N1S4 (naungan 50% + spesies kawatan/Othtochloa nodosa) menunjukkan hasil yang paling tinggi

(19)

50

segar terendah terdapat pada perlakuan interaksi N2S1 (naungan 75% + spesies Asistasia/Asistasya gangetica) yaitu sebesar 30,33 cm.

Tabel 9. Dwi kasta rataan tinggi tanaman selama penelitian (gram/polybag)

Petak Utama Anak Petak Rataan

S1 S2 S3 S4

Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan beberapa tingkat naungan (tanpa naungan, naungan 50% dan naungan 75%) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata terhadap rataan tinggi tanaman. Perlakuan N1 menunjukkan hasil yang

paling tinggi yaitu 59,83 cm. Selanjutnya dari hasil uji Duncan diketahui bahwa perlakuan N1 tidak berbeda nyata dengan N0 tapi berbeda nyata dengan N2.

Sedangkan tinggi tanaman yang paling rendah terdapat pada N2

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian perlakuan spesies terhadap rataan tinggi tanaman berpengaruh sangat nyata. Perlakuan S

yaitu 45,54 cm.

4 (spesies kawatan/Ottochloa nodosa) menunjukkan hasil yang paling tinggi yaitu 62,94 cm. Selanjutnya dari hasil uji Duncan diketahui bahwa S4 tidak berbeda nyata

dengan S2, S3 namun berbeda sangat nyata dengan S1. Sedangan rataan tinggi tanaman yang paling rendah terdapat pada spesies S1 (spesis Asistasia/Asystasia sp) yaitu 2,89 gram.

(20)

Gambar 4. Grafik rataan tinggi tanaman (cm)

Dapat juga dilihat bahwa hijauan yang ditanam di bawah naungan akan

berusaha mencari sinar matahari, sehingga tanaman tersebut menjadi semakin tinggi namun pada naungan yang semakin besar (75%) tinggi tanaman cenderung menurun.

Dapat dilihat pula faktor spesis berpengaruh sangat nyata disebabkan faktor spesies sangat mempengaruhi tanaman tersebut untuk mendapatkan tinggi

tanaman sesuai dengan genetik spesies tersebut dan untuk bertahan di bawah naungan.

Wong dan Wilson (1990) menyatakan intensitas cahaya yang optimum

juga berbeda menurut jenis tanaman. Ada tanaman yang tumbuh dengan baik sekali di tempat yang teduh, ada juga tanaman yang memerlukan cahaya dengan

intensitas cahaya yang tinggi sekitar cahaya matahari penuh. Tanaman jenis terakhir ini dinamakan “sunplants”, sedangkan yang suka naungan disebut “shade plants”.

Hal ini disebabkan naungan sangat mempengaruhi sinar matahari yang dapat sampai ke daun, yang mengakibatkan tanaman yang ditanam dibawah

(21)

Hal ini sesuai dengan Salisbury dan Ross (2005) yang menyatakan

pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh tingkat intensitas cahaya matahari dan juga tersedianya unsur hara untuk sistem keseimbangan di dalam tanah. Hal ini juga didukung oleh Alvarenga (2004) yang menyatakan

intensitas cahaya merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan yang relatif lambat dari hampir semua jenis

tanaman disebabkan berkurangnya cahaya.

Dapat dilihat pada spsies yang diujikan, spesies kawatan (Ottochloa nodosa) lebih tahan pada naungan yang diujikan pada tinggi tanaman, karena

tanaman ini adalah jenis tanaman yang menjalar.

Rekapitulasi Penelitian

Rekapitulasi hasil penelitian baik pada tahap pengkajian hijauan pakan ternak pada lahan perkebunan kelapa sawit maupun pada tahap pengujian spesies unggul pada berbagai tingkat naungan dapat dilihat pada tabel-tabel berikut :

Tabel 10. Produksi hijauan pada lahan perkebunan kelapa sawit Umur Kelapa

Sawit (tahun)

Parameter yang diamati Berat segar Berat kering

5 302,20±68,09b 41,514±12,28B

8 347,55±136,10b 45,298±12,59

10

B

546,68±177,77a 94,154±27,62A

Tabel 11. Rekapitulasi pengaruh perlakuan naungan terhadap peubah

Perlakuan Parameter yang diamati

Berat segar Berat kering Tinggi tanaman N0 46,96±17,10A 9,62±4,23A 57,71±15,64A

N1 25,27±3,33B 4,05±0,56B 59,83±12,05

N2

A

(22)

Tabel 12. Rekapitulasi pengaruh perlakuan spesies terhadap peubah

Perlakuan Parameter yang diamati

Berat segar Berat kering Tinggi tanaman S1 20,60±10,56B 2,88±1,68B 37,00±8,23B

S2 36,84±19,70A 7,06±5,09A 60,89±6,90

S3

A

28,78±27,03AB 5,26±5,84A 56,61±17,82 S4

A

27,54±18,52B 5,75±3,95A 62,94±9,89A

Tabel 13. Rekapitulasi pengaruh perlakuan interaksi naungan dengan spesies terhadap peubah

Perlakuan Parameter yang diamati

Berat segar Berat kering Tinggi tanaman N0S1 22,73±6,53C 3,50±1,37D 34,33±2,56a N0S2 59,50±7,42A 12,94±1,43A 65,83±4,50 N0S3

a

58,50±5,79A 11,86±2,37A 63,67±4,93 N0S4

a

47,13±11,70A 10,20±1,87B 67,00±5,76 N1S1

a

29,93±15,60B 4,18±2,65D 46,33±11,42 N1S2

a

23,73±9,38C 4,37±1,76C 53,00±4,33 N1S3

a

22,23±11,05C 3,22±1,71D 69,83±15,49 N1S4

a

25,20±1,00B 4,43±0,23C 70,17±9,35 N2S1

a

9,13±6,98D 0,99±0,74F 30,33±15,82 N2S2

b

27,30±13,21B 3,87±1,52D 63,83±12,09 N2S3

a

5,63±2,48D 0,71±0,32F 36,33±4,48 N2S4

a

(23)

ESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Produktivitas hijauan meningkat seiring dengan meningkatnya umur

tanaman kelapa sawit, namun pada umur tanaman kelapa sawit 10 tahun didominasi oleh hijauan yang tidak palatabel dengan ternak yaitu tumbuhan pakis.

Asystasia sp (Asistasia), Setaria sp (Bambuan), Axonopus compressus

(Paitan/Lapangan) dan Ottochloa nodosa (Kawatan) adalah hijauan palatabel yang dapat tumbuh pada umur kelapa sawit 5 dan 8 tahun.

Produktivitas hijauan yang diujikan pada naungan buatan cenderung menurun seiring dengan meningkatnya naungan. Spesies Asystasia sp lebih tahan

terhadap naungan sedang jika dibandingkan dengan spesies yang lainnya.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian disarankan untuk mengembangkan spesies

Asystasia sp (Asistasia) pada naungan sedang yaitu naugan 50% atau pada umur

Gambar

Tabel 3. komposisi botanis pastura pada berbagai umur tanaman kelapa sawit
Tabel 4. Rataan produksi berat segar (gram/polybag)
Gambar 2. Grafik rataan produksi berat segar (gram/20polybagOttochloa nodosa)
Tabel 6. Produksi berat kering selama penelitian (gram/polybag)
+7

Referensi

Dokumen terkait

kerja JFP di dalam organisasi pemerintah. 1 ) Penjelasan umum Peraturan Pemerintah nomor 40 Tahun 2010 menyatakan bahwa Penetapan Instansi Pembina Jabatan Fungsional

U svrhu dobivanja što boljih rezultata i utvrđivanja što točnijeg morfološkog sastava, miješani komunalni otpad iz kontejnera odnosno „crnih“ kanti se posebno sakupljao

Penentuan Konsentrasi Ekstrak Daun Sirih Ekstrak daun sirih yang diperoleh dari perlakuan perajangan memberikan hasil terbaik pada pengujian metode ekstraksi sehingga penyiapan

Perlakuan ekstrak daun sirih 60% dengan lama perendaman 1 jam dan 2 jam memberikan hasil indeks vigor, Koefisien berkecambah dan kecepatan berkecambah yang lebih baik bila

Fikokoloid yang terdapat pada aga-agar memiliki sifat yang dapat membentuk gel,. sehingga sering dimanfaatkan dalam industri

Dalam zaman yang terus bergerak ke arah global yang superpraktis dan superpragmatis Nayla menjadi sangat bermakna karena di dalamnya sarat dengan pembayangan akan

Pengurus HIMAPRO TI Universitas Muria

Dengan demikian, sastra Jawa Kuna merupakan aset bangsa sebagai salah satu sumber inspirasi, tempat bercermin karena karya sastra Jawa Kuna merupakan cermin masyarakat Indonesia