• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Forecasting Penawaran dan Permintaan Ekspor Biji Kakao (Theobroma cacao L.) Sumatera Utara ke Malaysia Tahun 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Forecasting Penawaran dan Permintaan Ekspor Biji Kakao (Theobroma cacao L.) Sumatera Utara ke Malaysia Tahun 2020"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Tanaman kakao (Theobroma cacao L) merupakan tumbuhan berwujud pohon

yang berasal dari lembah Amazon di Amerika Selatan. Kakao merupakan

tanaman yang digunakan sebagai penyedap makanan juga sebagai sumber lemak

nabati. Kakao ini juga digunakan sebagai bahan dalam pembuatan minuman,

campuran gula-gula atau jenis makanan lainnya (Siregar, et. al, 1994).

Buah kakao terdiri atas 3 komponen utama, yaitu kulit buah, plasenta dan biji.

Kulit buah merupakan komponen terbesar dari buah kakao, yaitu lebih dari 70 %

berat buah masak. Persentase biji kakao di dalam buah hanya sekitar 27-29 %,

sedang sisanya adalah plasenta yang merupakan pengikat dari 30 sampai 40 biji

(Wood dan Lass, 1985).

Biji kakao merupakan salah satu komoditas pertanian yang berperan penting bagi

perekonomian negara dan sumber pendapatan petani. Kelemahan pokok yang

dihadapi mutu kakao Indonesia adalah tingginya tingkat keasaman biji yang

diikuti oleh cita rasa (flavor) yang lemah, belum mantapnya konsistensi mutu, dan

khususnya masih ditemukan biji-biji yang tidak terfermentasi. Kelemahan tersebut

adalah permasalahan pasca panen yang harus segera ditangani guna memperbaiki

citra perkebunan Indonesia dan meningkatkan daya saing di pasaran dunia

(Wahyudi, et.al., 2008).

Perkebunan kakao di Indonesia sebagian besar dikembangkan oleh perkebunan

(2)

jual biji kakao hasil fermentasi yang relatif rendah serta waktu fermentasi yang

lama (5-7 hari) menajadikan petani kakao enggan mengolah biji kakao dengan

fermentasi dan lebih memilih menjual biji kakao kering. Biji kakao kering hasil

pengolahan tanpa fermentasi tidak menghasilkan senyawa pembentuk flavor khas

kakao, hanya membentuk rasa sepat dan pahit pada produk coklat yang dihasilkan

(Rohan, 1964).

Setiap biji kakao yang akan dieskpor harus memenuhi persyaratan dan diawasi

oleh lembaga yang ditunjuk. Persyaratan atau ketentuan yang digunakan untuk

menentukan mutu biji kakao tertuang dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).

Standar nasional Indonesia mengatur penggolongan mutu biji kakao kering

maupun persyaratan umum dan khusus untuk menjaga konsistensi mutu biji kakao

yang dihasilkan. Standar mutu biji kakao kering menurut SNI 01 – 2323 – 1991

meliputi definisi, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji,

syarat penandaan (labeling), cara pengemasan dan rekomendasi.

Syarat umum biji kakao yang akan diekspor dibedakan berdasarkan ukuran biji

kakao, tingkat kekeringan atau kandungan air dan tingkat kontaminasi benda

asing. Ukuran biji kakao ini dinyatakan dalam jumlah biji per 100 gram biji kakao

kering (kadar air 6-7 %). Klasifikasi mutu berdasarkan ukuran biji ini

diklasifikasikan dalam 5 tingkatan, sedangkan tingkat kekeringan dan kontaminasi

ditentukan secara laboratoris atas dasar pengujian kadar air pada sample uji yang

(3)

Tabel 5. Mutu Biji Kakao Berdasarkan Ukuran Biji Kakao

Ukuran Jumlah Biji /100 gram

AA Maks. 85

Tabel 6. Syarat Umum Standar Mutu Biji Kakao

Karakteristik Persyaratan

Kadar air Maks. 7,5 %

Biji berbau asap / abnormal / berbau asing Tidak ada

Serangga hidup Tidak ada

Kadar biji pecah / pecahan biji / pecahan kulit Maks. 3 %

Kadar benda-benda asing Maks. 0 %

Sumber : SNI 01 – 2323 – 1991

Syarat khusus biji kakao lebih terkait dengan masalah cita-rasa dan aroma serta

masalah kebersihan yang terkait dengan kesehatan manusia. Setelah dilakukan

klasifikasi mutu umum, setiap biji kakao perlu digolongkan lagi menjadi dua

tingkat mutu, yaitu mutu I dan mutu II.

Tabel 7. Syarat Khusus Standar Mutu Biji Kakao

Karakteristik Persyaratan

Mutu I Mutu II

Kadar biji berkapang Maks. 3 % Maks. 4 % Kadar biji tidak terfermentasi Maks. 3 % Maks. 8 % Kadar biji berserangga, pipih, dan berkecambah Maks. 3 % Maks. 6 %

Sumber : SNI 01 – 2323 – 1991

Secara umum persyaratan yang tercantum dalam standar mutu kakao Indonesia

sudah sesuai dengan yang ditentukan dalam standar mutu kakao Internasional

(4)

Internasional sudah banyak diadopsi oleh hampir semua negara penghasil kakao

di dunia terutama yang mengekspor biji kakao ke Amerika. Beberapa batasan

umum yang menggolongkan bii kakao yang layak untuk diperdagangkan di

pasaran Internasional adalah sebagai berikut :

1. Biji kakao harus difermentasi, kering (kadar air 7 %), bebas dari biji smoky,

bebas dari bau yang tidak normal dan bau asing dan bebas dari bukti-bukti

pemalsuan.

2. Biji kakao harus bebas dari serangga hidup

3. Biji kakao dalam satu partai (kemasan) harus mempunyai ukuran seragam,

bebas dari biji pecah, pecahan biji, pecahan kulit, dan bebas dari

benda-benda asing.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Perdagangan Internasional

Perdagangan Internasional merupakan perdagangan antara dua negara atau lebih

yang didasarkan kesepakatan bersama. Menurut Amir M.S (2003), dibandingkan

dengan perdagangan dalam negeri, perdagangan Internasional sangat rumit dan

kompleks karena terdapat beberapa batasan yang memicu hambatan bagi kedua

negara. Negara-negara yang memiliki potensi untuk memproduksi suatu barang

(5)

Negara A (Eksportir) Perdagangan Internasional Negara B (Importir)

Gambar 1. Kurva Perdagangan Internasional

Perdagangan Internasional terjadi akibat kelebihan penawaran pada negara A dan

kelebihan permintaan pada negara B. Pada negara A harga suatu komoditas

sebesar Pa, dan di negara B harga komoditas tersebut sebesar Pb, cateris paribus.

Pada pasar Internasional harga yang dimiliki oleh negara A akan lebih kecil yaitu

berada pada harga P* sehingga negara A akan mengalami kelebihan penawaran

(excess supply) di pasar Internasional.

Pada negara B, terjadi harga yang lebih besar dibandingkan harga pada pasar

Internasional, sehingga akan terjadi kelebihan permintaan (excess demand) di

pasar Internasional. Pada keseimbangan di pasar Internasional kelebihan

penawaran negara A menjadi penawaran pada pasar Internasional yaitu pada

kurva ES.Sedangkan kelebihan permintaan negara B menjadi permintaan pada

pasar Internasional yaitu sebesar ED.

Kelebihan penawaran dan permintaan tersebut akan terjadi keseimbangan harga

sebesar P*. Peristiwa tersebut akan mengakibatkan negara A mengekspor, dan

negara B mengimpor komoditas tertentu dengan harga sebesar P* di pasar

(6)

(ekspor-impor) terjadi karena terdapat perbedaan antara harga domestik (Pa dan

Pb), dan harga Internasional (P*), permintaan (ED), dan penawaran (ES) pada

komoditas tertentu.

2.2.2 Penawaran dan Permintaan Ekspor

Menurut Lipsey et al. (1995), jumlah komoditi yang akan dijual oleh perusahaan disebut kuantitas yang ditawarkan untuk komoditi itu. Kuantitas yang ditawarkan merupakan jumlah yang akan ditawarkan perusahaan untuk dijual, ini tidak harus merupakan jumlah yang berhasil dijual oleh perusahaan. Akan tetapi jumlah yang dibeli harus sama dengan jumlah yang dijual. Hal ini terjadi, karena tidak seorang pun mungkin dapat membeli barang yang tidak dijual seseorang.

Kurva penawaran adalah suatu kurva atau garis yang menggambarkan hubungan antara harga dengan jumlah penawaran suatu barang. Ciri kurva penawaran antara lain, turun dari kanan atas ke kiri bawah, dan berslope positif artinya perubahan harga searah dengan perubahan jumlah penawaran suatu barang. Sumbu tegak menggambarkan tingkat harga (P) suatu barang, sedangkan sumbu datar adalah jumlah barang yang diminta atau Q (Bangun, 2007).

P S

P2 B

P1 A

Q1 Q2 Q

(7)

Dimana: P : Harga

Q : Jumlah barang yang ditawarkan S : Penawaran

A : Penawaran yang terbentuk dari pertemuan P1 dan Q1

B : Penawaran yang terbentuk dari pertemuan P2 dan Q2

Menurut Pracoyo dan Pracoyo (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penawaran ialah harga komoditi itu sendiri (P), harga barang lain yang berkaitan (Ps), harga input (Pi), teknologi (T). Maka, fungsi penawaran dapat dirumuskan sebagai berkut :

QS = f (P, Ps, Pi, T)

Teori permintaan diturunkan dari Teori Konsumsi.Konsumen mau “meminta” (dalam pengertian ekonomi) suatu barang pada harga tertentu karena barang tersebut dianggap berguna baginya. Makin rendah harga suatu barang maka konsumen cenderung untuk membelinya dalam jumlah yang lebih besar. Permintaan (demand) adalah jumlah dari suatu barang yang mau dan dapat dibeli oleh konsumen pada berbagai kemungkinan harga, dalam jangka waktu tertentu, dengan anggapan hal-hal lain tetap sama (cateris paribus) (Hanafie, 2010).

(8)

berkurang dengan demikian pembeli akan lebih banyak membeli komoditi tersebut jika harga satuannya menjadi lebih rendah (Sugiarto, 2000).

Kurva permintaan adalah suatu grafik yang menunjukkan hubungan antara harga suatu barang atau jasa dan jumlah atas barang atau jasa yang diminta, cateris paribus.Bentuk umum kurva permintaan turun dari kiri-atas ke kanan-bawah sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3 sesuai dengan hukum permintaan. Hukum permintaan pada hakekatnya merupakan suatu hipotesis yang menyatakan, semakin rendah harga suatu barang maka semakin banyak permintaan terhadap barang tersebut (Sukirno, 2003).

Gambar 3. Kurva Permintaan

Dimana: P : Harga

Q : Jumlah barang yang diminta D : Permintaan

A : Permintaan yang terbentuk dari pertemuan P1 dan Q1

B : Permintaan yang terbentuk dari pertemuan P2 dan Q2

(9)

yang berkaitan (Ps), Selera (S), jumlah penduduk (N), ekspektasi (E). Maka, fungsi permintaan dapat dirumuskan sebagai berikut:

X = f (P, I, Ps, S, N, E)

Ekspor merupakan bagian penting dari perdagangan Internasional. Ekspor dapat

diartikan sebagai total penjualan barang yang dapat dihasilkan oleh suatu negara,

kemudian diperdagangkan kepada negara lain dengan tujuan mendapatkan devisa.

Suatu negara dapat mengekspor barang-barang yang dihasilkan ke negara lain

yang tidak menghasilkan barang-barang yang dihasilkan negara pengekspor

(Lipsey, 1995).

Ekspor suatu barang dipengaruhi oleh suatu penawaran (supply) dan permintaan

(demand). Menurut Nopirin (2000), dua faktor yang menjadi penyebab timbulnya

perdagangan Internasional, yakni faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan

dan penawaran, adapun aktivitas tersebut terjadi di dalam negeri dan di luar

negeri. Dari sisi permintaan, ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, nilai tukar,

pendapatan dunia, dan kebijakan devaluasi. Sedangkan dari sisi penawaran,

ekspor dipengaruhi oleh harga ekspor, harga domestik, nilai tukar, kapasitas

produksi yang bisa diproduksi melalui investasi, impor bahan baku, dan kebijakan

deregulasi.

Kelebihan produksi dalam negeri mendorong terjadinya ekspor. Ekspor terjadi

apabila terdapat kelebihan penawaran domestik terhadap permintaan domestik.

Menurut Salvatore (1997), ekspor suatu negara adalah selisih antara produksi /

penawaran domestik dengan konsumsi / permintaan domestik ditambah dengan

(10)

Xt = Qt – Ct + St-1

Keterangan :

Xt : Jumlah ekspor komoditas tahun t

Qt : Jumlah produksi domestik tahun t

Ct : Jumlah konsumsi domestik tahun t

St-1 : Stok tahun sebelumnya (t-1)

Jika jumlah stok tahun sebelumnya diasumsikan nol, dikarenakan produksi pada

tiap tahun semuanya diekspor, maka dengan demikian fungsi ekspor dapat

dirumuskan sebagai berikut:

Xt = Qt – Ct

2.2.3 Harga

Harga dari barang yang akan diperdagangkan merupakan faktor yang harus

diperhatikan dalam melakukan perdagangan dengan negara lain (ekspor dan

impor), karena harga akan menentukan besar kecilnya jumlah barang yang akan

diperdagangkan. Harga merupakan komponen penting dalam permintaan dan

penawaran, baik itu permintaan dan penawaran domestik maupun permintaan dan

penawaran ekspor dan impor.

Menurut Lipsey (1995), terdapat hubungan negatif antara tingkat harga dengan

jumlah barang yang diminta. Artinya semakin tinggi harga suatu komoditi maka

jumlah permintaan terhadap komoditi tersebut akan semakin berkurang.

Sebaliknya, harga berhubungan secara positif dengan penawaran. Artinya semakin

(11)

Dalam perdagangan Internasional terdapat dua tingkat harga yaitu harga yang

berlaku di dalam negeri dan harga yang berlaku di luar negeri. Secara umum

harga di pasar dalam negeri meningkat lebih cepat daripada harga di luar negeri,

sehingga pembeli dalam negeri akan cenderung untuk membeli dari pasar luar

negeri, sedangkan para penjual dalam negeri akan cenderung untuk menjual

barangnya di pasar dalam negeri yang menyebabkan penawaran ekspor berkurang

(Boediono, 2001).

2.2.4 Produk Domestik Bruto (PDB)

Salah satu faktor yang mempengaruhi ekspor adalah pendapatan nasional.

Pendapatan nasional digunakan sebagai tolak ukur kinerja perekonomian suatu

negara, apakah mengalami kemajuan atau kemunduran. Menurt Lipsey (1995),

gross domestic product (GDP) adalah pendapatan nasional yang diukur dari sisi

pengeluaran yaitu pengeluaran konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan

ekspor-impor .

Ketika pendapatan seseorang meningkat, dengan asumsi harga-harga tidak

berubah, dampaknya terhadap kuantitas barang yang bisa dikonsumsinya

tergantung pada sifat barang yang dikonsumsinya tersebut. Jika barang tersebut

masuk kategori barang normal, maka perubahan pada kuantitas barang yang

dikonsumsi akan searah dengan perubahan pendapatannya. Artinya jika terjadi

peningkatan pendapatan, maka konsumsi barang tersebut juga akan meningkat,

dan sebaliknya. Sedangkan jika barang tersebut adalah barang inferior, maka

perubahan pada kuantitas barang yang dikonsumsi akan berlawanan arah dengan

(12)

2.2.5 Nilai Tukar

Dalam kegiatan perdagangan Internasional tidak terlepas dari peran nilai tukar

mata uang. Menurut Triyono (2008), nilai tukar mata uang (exchange rate / kurs)

merupakan pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, yaitu merupakan

perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. Nilai tukar mata

uang memegang peranan penting dalam perdagangan antar negara, perubahan

nilai tukar mata uang dapat menentukan banyaknya penawaran dan permintaan

ekspor.

Nilai tukar mata uang suatu negara dibedakan atas nilai tukar nominal dan nilai

tukar riil. Menurut Mankiw (2007), nilai tukar nominal adalah harga relatif dari

mata uang dua negara, dan nilai tukar riil adalah harga relatif barang-barang antar

kedua negara. Nilai tukar riil disebut juga term of trade. Jika nilai tukar riil

terdepresiasi, maka harga barang di dalam negeri akan menjadi lebih murah

daripada barang lain yang diperdagangkan di luar negeri sehingga akan membuat

konsumen dunia meningkatkan permintaannya atau konsumsinya terhadap barang

domestik. Menurut Batiz (1994), hubungan nilai tukar riil dan nominal dapat

digambarkan oleh persamaan berikut:

REER = ER x ��

��

Keterangan :

REER : Real effective exchange rate (Nilai tukar riil)

ER : Exchange rate (Nilai tukar nominal)

FP : Foreign price (Indeks harga luar negeri)

(13)

Dari rumus di atas, ketika nilai tukar riil tinggi, barang-barang luar negeri relatif

lebih mahal dan barang-barang domestik relatif lebih murah. Begitu pula

sebaliknya, jika nilai tukar riil rendah, barang-barang luar negeri relatif lebih

murah dan barang-barang domestik relatif lebih mahal.

Kurs riil jika dikaitkan dengan ekspor bersih maka ketika terjadi kurs rendah,

barang-barang domestik relatif lebih mahal dibandingkan harga luar negeri,

sehingga masyarakat domestik lebih memilih untuk membeli barang produk

impor daripada barang domestik. Peningkatan permintaan produk domestik ini

menyebabkan ekspor bersih meningkat. Hubungan antara kurs riil (∈) dan ekspor

bersih (NX) dapat ditulis sebagai berikut:

NX = NX (∈)

Persamaan tersebut menunjukkan hubungan negatif antara neraca perdagangan

dalam kurs riil.

Kurs Riil, ∈

NX (∈)

Ekspor Bersih

Gambar 4. Ekspor Bersih dan Kurs Riil

Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa nilai tukar riil berpengaruh negatif terhadap

ekspor bersih. Semakin rendah nilai tukar mata uang semakin murah harga

barang-barang domestik relatif terhadap barang-barang luar negeri dan semakin

besar pula ekpor bersih. Permintaan ekspor barang domestik juga akan semakin

(14)

barang-barang domestik yang memiliki harga lebih murah dibandingkan dengan

barang-barang luar negeri.

2.2.6 Forecasting

Peramalan (forecasting) adalah seni dan ilmu memprediksi peristiwa-peristiwa

masa depan. Peramalan harus mengambil data historis dan memproyeksikannya

ke masa depan dengan beberapa model matematis. Menurut Nasution (2006),

peramalan adalah proses untuk memperkirakan beberapa kebutuhan di masa

datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu, dan

lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang dan jasa.

Menurut Heizer dan Render (2006), peramalan pada umumnya dapat dibedakan

dari berbagai segi tergantung dalam cara melihatnya. Jangka waktu peramalan

dapat dikelompokkan menjadi tiga ketegori, yaitu:

a. Peramalan jangka pendek, peramalan untuk jangka waktu kurang dari tiga

bulan

b. Peramalan jangka menengah, peramalan untuk jangka waktu antara tiga

bulan sampai tiga tahun

c. Peramalan jangka panjang, peramalan untuk jangka waktu lebih dari tiga

tahun

Berdasarkan metodenya, peramalan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :

a. Metode peramalan kuantitatif, dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu :

1. Model seri waktu / metode deret berkala (time series) metode yang

dipergunakan untuk menganalisis serangkaian data yang merupakan

(15)

2. Model / metode kausal (causal / explanatory model), mengasumsikan

variabel yang diramalkan menunjukkan adanya hubungan sebab akibat

dengan satu atau beberapa variabel bebas (independent variable)

b. Metode peramalam kualitatif, umumnya bersifat subjektif, dipengaruhi oleh

intuisi, emosi, pendidikan, dan pengalaman seseorang. Oleh karena itu hasil

peramalan dari satu orang dengan orang lain dapat berbeda. Meskipun

demikian, peramalan kualitatif dapat menggunakan teknik / metode

peramalan, yaitu:

1. Juri dan Opini Eksekutif

2. Gabungan Tenaga Penjualan

3. Metode Delphi

4. Survai Pasar (market survey)

2.3 Penelitian Terdahulu

Hayati (2010), menganalisis tentang penawaran dan permintaan ekspor kayumanis

Sumatera Barat ke Amerika Serikat dan Belanda. Penelitian ini membahas tentang

faktor yang mempengaruhi penawaran kayumanis di Jawa Barat,

faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor kayumanis Sumatera Barat ke

Amerika Serikat dan Belanda, trend penawaran kayumanis Sumatera Barat, dan

trend permintaan ekspor kayumanis Sumatera Barat ke Amerika Serikat dan

Belanda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penawaran kayumanis di Sumatera

Barat dipengaruhi secara positif oleh luar areal panen, produktivitas, dan harga

kayumanis di tingkat produsen, permintaan ekspor kayumanis Sumatera Barat ke

Amerika Serikat dipengaruhi secara positif oleh harga kayumanis Cina, populasi

(16)

negatif oleh harga kayumanis Sumatera Barat, harga kayumanis Internasional,

sedangkan permintaan ekspor kayumanis Sumatera Barat ke Belanda dipengaruhi

secara positif oleh populasi Belanda, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar dan

dummy pembebasan kuota ekspor dan dipengaruhi secara negarif oleh harga

kayumanis Sumatera Barat, trend penawaran kayumanis Sumatera Barat

cenderung meningkat, dan trend permintaan ekspor kayumanis Sumatera Barat ke

Amerika Serikat cenderung meningkat sedangkan trend permintaan kayumanis

Sumatera Barat ke Belanda cenderung menurun.

Junaidi (2005), menganalisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

penawaran ekspor teh Indonesia. Penelitian ini membahas tentang pengaruh harga

ekspor komoditi riil teh, harga domestik riil, nilai tukar riil, volume ekspor tahun

sebelumnya, dan variabel dummy terhadap penawaran ekspor teh Indonesia. Hasil

analisis menunjukkan bahwa variabel penawaran ekspor tahun sebelumnya,

produksi, nilai tukar dan dummy berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan

penawaran ekspor teh Indonesia dalam jangka pendek. Sedangkan dalam jangka

panjang yaitu pertumbuhan produksi, pertumbuhan nilai tukar, dan dummy.

Tilova (2012), menganalisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan

batubara Indonesia di empat negara tujuan ekspor terbesar. Penelitian ini

membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan batubara

Indonesia di empat negara tujuan ekspor terbesar yaitu Jepang, India, Korea

Selatan, dan Cina. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel harga ekspor

batubara dan GDP per kapita negara Jepang, India, Korea Selatan, dan Cina

(17)

batubara Indonesia, sedangkan jumlah penduduk negara pengimpor dan nilai tukar

rill memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif.

Karabain (2001), menganalisis tentang kajian perdagangan kakao Indonesia ke

Malaysia. Penelitian ini membahas tentang perdagangan kakao Indonesia ke

Malaysia dari segi ekspor dan impor. Hasil analisis menunjukkan bahwa ekspor

kakao Indonesia ke Malaysia secara nyata dipengaruhi oleh harga ekspor kakao

Indonesia ke Malaysia dan konsumsi kakao Indonesia, dan impor kakao Malaysia

dari Indonesia secara nyata dipengaruhi oleh produksi kakao Malaysia sendiri.

Komalasari (2009), menganalisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

penawaran ekspor biji kakao Indonesia. Penelitian ini membahas tentang

perkembangan ekspor kakao Indonesia di pasar Internasional, faktor-faktor yang

mempengaruhi penawaran ekspor kakao Indonesia di pasar Internasional, dan

elastisitas produksi biji kakao terhadap penawaran ekspor biji kakao dalam jangka

pendek dan jangka panjang.. Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan

ekspor biji kakao Indonesia cenderung mengalami peningkatan, dan penawaran

ekspor biji kakao Indonesia sangat dipengaruhi oleh jumlah produksi dan ekspor

yang dilakukan pada tahun sebelumnya, serta elastisitas produksi dalam jangka

panjang lebih besar dibandingkan dalam jangka pendek yang menunjukkan bahwa

produksi dalam jangka panjang lebih memiliki pengaruh cukup besar dalam

meningkatkan ekspor biji kakao Indonesia dibandingkan dalam jangka pendek.

Sitanggang (2009), menganalisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand

(18)

kapita riil importir, populasi importir, nilai tukar riil importir, harga dunia, harga

biji kakao di negara tujuan, ekspor olahan importir, dan CEPT-AFTA terhadap

permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia, Singapura, dan Thailand.

Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel GDP per kapita riil importir memiliki

pengaruh yang positif dan tidak signifikan, variabel populasi importir memiliki

pengaruh yang positif dan tidak signifikan, variabel harga ekspor memiliki

pengaruh yang negatif dan signifikan, variabel harga dunia biji kakao memiliki

pengaruh yang positif dan signifikan, variabel nilai tukar berpengaruh positif dan

tidak signifikan, variabel ekspor olahan importir memiliki pengaruh yang positif

dan signifikan, serta variabel CEPT-AFTA yang memiliki pengaruh negative dan

signifikan terhadap permintaan ekspor biji kakao Indonesia di Malaysia,

Singapura, dan Thailand.

Tuty (2009), menganalisis tentang permintaan ekspor biji kakao Sulawesi Tengah

oleh Malaysia. Penelitian ini membahas tentang pengaruh harga biji kakao (PCR),

volatilitas harga biji kakao Internasional (VPITR), inflasi Malaysia (IFLM), dan

kurs (ER), dan pertumbuhan ekonomi Malaysia (EGRWT) terhadap permintaan

ekspor biji kakao Sulawesi Tengah oleh Malaysia. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa variabel PCR berpengaruh positif dan signifikan baik bagi pengukuran

jangka panjang maupun jangka pendek, variabel VPITR berpengaruh negatif dan

signifikan, variabel IFLM berpengaruh negatif dan tidak signifikan, variabel ER

dan EGRWT berpengaruh positif dan tidak signifikan baik bagi pengukuruan

(19)

2.4 Kerangka Pemikiran

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan

yang terus mendapat perhatian untuk dikembangkan, dikarenakan kakao

memberikan kontribusi untuk peningkatan devisa Indonesia. Kakao adalah bahan

yang sangat penting dalam industri berbagai makanan seperti roti, biskuit,

permen, dan lain sebagainya. Demikian juga dengan industri berbagai minuman

seperti susu, kopi, dan sebagainya, kakao juga dibutuhkan untuk meningkatkan

cita rasa.

Sebagian besar biji kakao diekspor ke luar negeri. Biji kakao Indonesia memiliki

keunggulan melting point cocoa butter yang tinggi, serta tidak mengandung

pestisida dibandingkan biji kakao dari Ghana maupun Pantai Gading. Sehingga

Indonesia berpotensi untuk menjadi menjadi produsen utama kakao dunia, apabila

berbagai permasalahan utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi dan

agribisnis kakao dikembangkan dan dikelola secara baik.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor biji kakao Sumatera

Utara. Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang dikemukakan oleh penulis adalah

produksi kakao Sumatera Utara, harga domestik biji kakao Sumatera Utara, dan

harga Internasional biji kakao.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor biji kakao Sumatera

Utara ke Malaysia. Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang dikemukakan oleh

penulis adalah konsumsi biji kakao Malaysia, harga Internasional biji kakao, GDP

(20)

Untuk mengetahui berapa penawaran dan permintaan ekspor biji kakao Sumatera

Utara ke Malaysia pada tahun 2020, maka dapat dianalisis melalui data

permintaan dan penawaran ekspor biji kakao Sumatera Utara ke Malaysia.

Dengan data dan perhitungan forecasting pada tahun 2000-2014 tersebut, maka

akan diketahui penawaran dan permintaan ekspor biji kakao Sumatera Utara ke

(21)

Keterangan:

: Menyatakan hubungan

: Menyatakan pengaruh

(22)

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian identifikasi masalah dan landasan teori yang telah diuraikan,

adapun hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Penawaran ekspor biji kakao Sumatera Utara dipengaruhi oleh produksi

kakao Sumatera Utara, harga domestik biji kakao Sumatera Utara, dan harga

Internasional biji kakao.

2) Permintaan ekspor biji kakao Sumatera Utara ke Malaysia dipengaruhi oleh

konsumsi biji kakao Malaysia, harga Internasional biji kakao, GDP per

kapita Malaysia, dan nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar.

3) Penawaran dan permintaan ekspor biji kakao Sumatera Utara ke Malaysia

Gambar

Tabel 5. Mutu Biji Kakao Berdasarkan Ukuran Biji Kakao
Gambar 1. Kurva Perdagangan Internasional
Gambar 2. Kurva Penawaran
Gambar 3. Kurva Permintaan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan Ilmiah ini bertujuan untuk membuat aplikasi chat yang bergerak, yang dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan komunikasi data lewat telepon selular. Pembuatan

LAPORAN REALISASI SEMESTER PERTAMA APBD DAN PROGNOSIS 6 (ENAM) BULAN BERIKUTNYA PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR SELATAN. Semester Pertama Semester Pertama Prognosis

LAPORAN REALISASI SEMESTER PERTAMA APBD DAN PROGNOSIS 6 (ENAM) BULAN BERIKUTNYA PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR SELATAN. Semester Pertama Semester Pertama Prognosis

Aplikasi G2M ini, dibuat dengan bahasa pemrograman JAVA Micro, yaitu J2ME yang nantinya akan digunakan ponsel sebagai medianya, dimana ponsel kini merupakan barang yang telah

Berdasarkan data wawancara dan survei awal bulan Februari 2019 para petambak ikan kerapu khususnya tambak “Kompak bersama” di Kabupaten Batu Bara dimana ketua

Evaluasi analisis multi-unsur yang disertai perhitungan ketidakpastian unsur pada mineral zirkon yang berasal dari Sampit, Kalimantan Tengah dan Pulau Bangka

Manajemen implementasi kurikulum 2013 di Kota Padang secara umum dapat dilihat dari dua hal yakni mengenai penyusunan dokumen pada tingkat satuan pendidikan,

peserta didik agar dapat diperoleh suatu pemahaman yang baik dalam