• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Terhadap Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Antara PT.PLN (PERSERO) Dengan Pelanggan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Hukum Terhadap Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Antara PT.PLN (PERSERO) Dengan Pelanggan."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PELAKSANAAN PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA

LISTRIK ANTARA PT. PLN (PERSERO) DENGAN PELANGGAN

A. Sejarah Perusahaan PT. PLN (PERSERO)

Sejarah keberadaan PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara berawal dari dimulainya usaha kelistrikan di Sumatera Utara pada Tahun 1923, yakni ketika perusahaan swasta belanda bernama NV NIGEM / OGEM membangun sentral listrik di tanah pertapakan yang saat ini menjadi lokasi kantor PLN Cabang Medan di Jl. Listrik No. 12 Medan. Kemudian menyusul pembangunan kelistrikan di Tanjung Pura dan Pangkalan Brandan pada Tahun 1924, di Tebing Tinggi Tahun 1927, di Sibolga (oleh NV ANIWM) Berastagi dan Tarutung Tahun 1929, di Tanjung Balai Tahun 1931, di Labuhan Bilik Tahun 1936 dan Tanjung Tiram pada Tahun 1937.

Setelah proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, bergeraklah aksi karyawan perusahaan listrik di seluruh penjuru tanah air untuk mengambil alih perusahaan listrik bekas milik swasta Belanda dari tangan Jepang. Perusahaan listrik yang diambil alih itu kemudian diserahkan kepada Pemerintah RI yakni kepada Departemen Pekerjaan Umum. Untuk mengenang peristiwa ambil alih itu maka dengan Penetapan Pemerintah No.1 SD/45 ditetapkanlah tanggal 27 Oktober sebagai Hari Listrik.48

48 PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara,http://www.pln.co.id/sumut/, diakses tanggal

(2)

Dalam suasana hubungan antara Indonesia dan Belanda yang makin memburuk, maka pada tanggal 3 Oktober 1953 terbitlah Surat Keputusan Presiden No. 163 yang memuat ketentuan Nasionalisasi Perusahaan Listrik milik swasta Belanda sebagai bagian dari perwujudan Pasal 33 ayat (2) UUD 1945. Setelah aksi ambil alih itu maka sejak Tahun 1955 berdiri Perusahaan Listrik Negara Distribusi Cabang Sumatera Utara (yang meliputi daerah Sumatera Timur dan Tapanuli) yang berpusat di Medan.

(3)

Kesatuan daerah Eksploitasi, dimana PLN Sumatera Utara ditetapkan menjadi PLN Eksploitasi I.49

Sebagai tindak lanjut dari pembentukan PLN Eksploitasi I Sumatera Utara tersebut, maka dengan Surat Keputusan Direksi PLN No. KPTS 009/DIRPLN/1966 tanggal 14 April 1966, PLN Eksploitasi I dibagi menjadi empat cabang dan satu sektor, yaitu Cabang Medan, Binjai, Sibolga, dan Pematang Siantar (yang berkedudukan di Tebing Tinggi). Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1972 mengubah bentuk perusahaan menjadi Perusahaan Umum (PERUM) yang isinya mempertegas kedudukan PLN sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara dengan hak, wewenang dan tanggung jawab yuntuk membangkitkan, menyalurkan dan mendistribusikan tenaga listrik ke seluruh Wilayah RI. Dalam Surat Keputusan Menteri PUTL No. 01/PRT/73 menetapkan PLN Eksploitasi I Sumatera Utara diubah menjadi PLN Eksploitasi II Sumatera Utara. Menyusul kemudian terbit Peraturan Menteri PUTL No. 013/PRT/75 yang mengubah PLN Eksploitasi menjadi PLN Wilayah, dimana PLN Eksploitasi II berubah namanya menjadi PLN Wilayah II Sumatera Utara.

Dengan berlakunya Undang-undang No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan yang diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009, Perusahaan Umum (PERUM) Listrik Negara ditetapkan sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK). Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas usaha penyediaan tenaga listrik, maka pada tanggal 16 Juni 1994 terbitlah

(4)

Peraturan Pemerintah No.23/1994 yang isinya menetapkan status PLN yang berubah dari Perusahaan Umum (PERUM) Listrik Negara dialihkan bentuknya menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO).

Sejak status perusahaan berubah, perkembangan kelistrikan di Sumatera Utara terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang begitu pesat. Hal ini ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah pelanggan, perkembangan fasilitas kelistrikan, kemampuan pasokan listrik dan indikasi-indikasi pertumbuhan lainnya. Untuk mengantisipasi pertumbuhan dan perkembangan kelistrikan Sumatera Utara dimasa mendatang serta sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan jasa kelistrikan, maka berdasarkan Surat Keputusan Direksi Nomor 078.K/023/DIR/1996 tanggal 8 Agustus 1996, dibentuklah organisasi baru bidang jasa pelayanan kelistrikan yaitu PT PLN (Persero) Pembangkitan dan Penyaluran Sumatera Bagian Utara.

(5)

B. Kedududukan Para Pihak Dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik

1. Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik

Perjanjian yang dibuat oleh para pihak ini dapat dijadikan dasar perikatan bagi kedua belah pihak. Hal ini seperti yang disebutkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dari Perjanjian yang dibuat ini, maka akan timbul suatu hubungan antara 2 (dua) orang tersebut. Hubungan inilah yang dinamakan perikatan. Pada dasarnya perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua orang (pihak) yang membuatnya.

Berdasarkan peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dengan demikian perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Pengertian perjanjian adalah suatu perbuatan yang terjadi antara satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih. 50 Defenisi perjanjian yang terdapat dalam ketentuan tersebut adalah tidak lengkap, dan terlalu luas. Tidak lengkap oleh karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja.

Menurut R. Subekti Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana orang lain saling berjanji untuk melaksanakan

(6)

sesuatu hal.51 Selanjutnya menurut KRMT Tirtadiningrat perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang diperkenankan oleh undang-undang.52

Didalam Pasal 1338 kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan Undang-undang yang berlaku sebagai Undang-undang bagi yang membuatnya, bahwa pada prinsipnya perjanjian yang telah disepakati merupakan hukum bagi yang membuatnya dan kepada hukum itulah mereka tunduk dan mematuhinya. Setiap perjanjian yang dibuat dan disepakati terdapat diantaranya yaitu hak-hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak, dengan dipenuhinya hak-hak dan kewajiban tersebut maka terciptalah suatu keadilan bagi kedua belah pihak.

Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menunutut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Maka hubungan hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum disebabkan karena timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban.

Perjanjian-perjanjian yang dibuat tersebut pada dasarnya bersifat bebas, sehingga tidak terikat pada suatu bentuk tertentu. Perjanjian ini dapat dibuat secara

51 Subekti,Hukum Perjanjian, (Jakarta: Penerbit PT. Pembimbung Masa, 1997), hal. 1 52 Mulyadi Nur, 2008, (Online,

(7)

lisan maupun secara tertulis.53 Perjanjian yang dibuat secara tertulis, maka perjanjian ini dapat dijadikan alat bukti jika ternyata di kemudian hari terjadi perselisihan. Perjanjian menimbulkan dan berisi ketentuan-ketentuan hak dan kewajiban antara dua pihak, atau dengan kata lain perjanjian berisi perikatan-perikatan. Untuk mengatur tentang perikatan ini maka diperlukan hukum. Hukum diperlukan untuk mengatur tingkah laku manusia.54

Permasalahan hukum akan timbul jika sebelum perjanjian tersebut sah dan mengikat para pihak, yaitu dalam proses perundingan atau preliminary negotiation, salah satu pihak telah melakukan perbuatan hukum seperti meinjam uang, membeli tanah, padahal belum tercapai kesepakatan final antara mereka mengenai kontrak bisnis yang dirundingkan. Hal ini dapat terjadi karena salah satu pihak begitu percaya dan menaruh pengharapan terjadap janji-janji yang diberikan oleh rekan bisnisnya.55

Apabila seseorang berjanji melaksanakan sesuatu hal, janji ini dalam hukum pada hakekatnya ditujukan pada orang lain. Karena itu dapat dikatakan bahwa sifat pokok dari hukum perjanjian adalah semula mengatur hubungan hukum antara orang-orang, jadi bukan antara orang dan suatu benda.

Tentang hubungan dengan hukum benda, Wirjono Prodjodikoro menyatakan: Dalam hal suatu perhubungan hukum mengenai suatu benda, hukum perdata membedakan hak terhadap benda (zakelijk recht) dengan hak terhadap orang

53 Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta: PascaSarjana

Fakultas Hukum UI, 2003), hal. 190

54

Wirjono Prodjodikoro. R.Azas-azas Hukum Perjanjian.(Bandung: Sumur, 1981), hal. 34.

55Suharnoko. 2009. Hukum Perjanjian. Teori dan Analisa Kasus. (Jakarta: Prenada Media

(8)

(persoonlijk recht), sedemikian rupa bahwa meskipun suatu perjanjian (verbintenis) adalah mengenai suatu benda, perjanjian itu tetap merupakan perhubungan hukum antara orang dan orang, lebih tegas lagi antara seorang tertentu dan orang lain tertentu.56

Ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata bahwa terdapat empat syarat untuk menentukan sahnya perjanjian tersebut, yaitu:

a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya; b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; c. Suatu hal tertentu ; dan

d. Suatu sebab yang halal.

Syarat pertama dan kedua mengenai subjeknya atau pihak-pihak yang menentukan dalam perjanjian sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif karena mengenai objek dari suatu perjanjian.

Harus dibedakan antara syarat subjektif dengan syarat objektif. Jika syarat objektif tidak terpenuhi maka dengan sendirinya perjanjian tersebut batal demi hukum, sehingga dianggap dari awal tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Namun dalam hal syarat subjektif tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut bukan batal demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas.

(9)

Mengenai syarat-syarat untuk sahnya perjanjian seperti yang disebutkan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Sepakat mereka mengikat dirinya.

Dalam sebuah perjanjian paling sedikit harus melibatkan dua orang, sebab tidak dikenal perjanjian dengan diri sendiri. Orang dikatakan telah memberikan persetujuannya/kesepakatannya kalau orang memang menghendaki apa yang disepakati. Untuk pengertian sepakat ini disebutkan: “Sepakat sebenarnya merupakan pertemuan antara kedua kehendak, di mana kehendak orang yang satu saling mengisi dengan apa yang dikehendaki pihak lain”.57

Persesuaian kehendak saja belum cukup dinamakan dengan kesepakatan. Kesepakatan merupakan suatu penawaran yang diakseptir (diterima) oleh lawan janjinya.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Pasal 1330 KUHPerdata menyebutkan tentang yang dikatakan belum dewasa adalah jika belum genap berumur 21 tahun atau tidak telah menikah. Kedewasaan yang ditentukan oleh undang-undang ini diartikan sebagai syarat bagi seseorang untuk dikatakan cakap bertindak.

Tentang kecakapan bertindak ini diungkapkan J. Satrio yaitu :

Kecakapan bertindak merupakan suatu istilah teknik hukum, bukan sifat pembawaan, karenanya tidak tertutup kemungkinan bahwa ia tidak sesuai dengan kenyataannya; orang yang secara yuridis tidak cakap, ada

57J. Satrio,Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian,Cita Aditya Bakti, 2001,

(10)

kemungkinan dalam kenyatannya adalah orang yang tahu/sadar akan akibat/konskuensi atas tindakannya.58

Dari pernyataan di atas dibedakan antara tidak cakap dengan tidak wenang, karena tidak wenang dapat berarti cakap secara umum, namun tidak “cakap” dalam hal tertentu.

c. suatu hal tertentu

Persyaratan suatu hal tertentu artinya adalah untuk membuat perjanjian harus ada objek dari perjanjian tersebut. Objek perjanjian merupakan isi dari prestasi yang menjadi pokok perjanjian yang bersangkutan. Benda yang dimaksud sebagai objek perjanjian bukan harus sejak semula telah ditentukan jenis dan jumlahnya, namun dapat juga berupa barang-barang yang akan ada.

d. suatu sebab yang halal

Pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan sebab (kausa) yang halal sama sekali tidak ada disebutkan oleh undang-undang. Namun untuk mengartikan kausa ini disepakati oleh para sarjana bahwa: “Kausa disini bukan merupakan sebab dalam arti sebagai lawan dari akibat. Kausa dalam arti yuridis berbeda dengan ajaran kausa dalam ilmu alam.

Perjanjian jual beli tenaga listrik antara PLN dan pelanggan dilakukan dengan kontrak standar atau perjanjian baku. Setelah pelanggan memenuhi syarat yang ditetapkan PLN, maka para pihak harus melaksanakan kewajiban-kewajibannya.

(11)

Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dinyatakan bahwa klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.

Tahap perjanjian jual beli tenaga listrik dilakukan oleh Calon Pelanggan dengan mengajukan permintaan Pelanggan Baru kepada PT PLN (PERSERO) dan untuk memenuhi persyaratan Penandatanganan Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik dilakukan evaluasi teknis, yaitu adanya jaringan dan beban trafo serta persediaan material bila tidak mencukupi akan dilakukan penangguhan untuk sementara waktu dan bila mencukupi akan dibuatkan Surat Persetujuan, kemudian dilakukan pembayaran Biaya Penyambungan dan Uang Jaminan Langganan yang kemudian dilakukan Penandatanganan Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik.

Setelah instalasi terpasang, maka pelanggan sudah bisa menerima haknya yaitu memakai tenaga listrik. Setelah pelanggan menerima haknya,ia harus melaksanakan kewajibannya membayar jumlah tagihan yang digunakannya dengan tarif dasar listrik yang dimuat dalam Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2011 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disesuaikan dengan Perusahaan Perseroan (Persero). Pasal 2 Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2011 menyebutkan:

Tarif Dasar Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, terdiri atas: a. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Pelayanan Sosial, terdiri atas:

(12)

2. Golongan tarif untuk keperluan pelayanan sosial kecil sampai dengan sedang pada tegangan rendah, dengan daya 450 VA s.d. 200 kVA (S-2/TR);

3. Golongan tarif untuk keperluan pelayanan sosial besar pada tegangan menengah, dengan daya di atas 200 kVA(S-3/TM).

b. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Rumah Tangga, terdiri atas

1. Golongan tarif untuk keperluan rumah tangga kecil pada tegangan rendah, dengan daya 450 VA s.d. 2.200 VA(R-1/TR);

2. Golongan tarif untuk keperluan rumah tangga menengah pada tegangan rendah, dengan daya 3.500 VA s.d. 5.500 VA(R-2/TR);

3. Golongan tarif untuk keperluan rumah tangga besar pada tegangan rendah, dengan daya 6.600 VA ke atas(R-3/TR).

c. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Bisnis, terdiri atas:

1. Golongan tarif untuk keperluan bisnis keeil pada tegangan rendah, dengan daya 450 VA s.d. 5. 500 VA (B-1ITR);

2. Golongan tarif untuk keperluan bisnis menengah pada tegangan rendah, dengan daya 6.600 VA s.d. 200 kVA(B-2/TR);

3. Golongan tarif untuk keperluan bisnis besar pada tegangan menengah, dengan daya di atas 200 kVA (B-3/TM).

d. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Industri, terdiri atas:

1. Golongan tarif untuk keperluan industri keeill industri rumah tangga pada tegangan rendah, dengan daya 4 50 VA s.d. 14 kV A(I-1/TR);

2. Golongan tarif untuk keperluan industri sedang pada tegangan rendah, dengan daya di atas14 kVA s.d. 200 kVA(I-2/TR);

3. Golongan tarif untuk keperluan industri menengah pada tegangan menengah, dengan daya di atas 200 kVA(I-3/TM);

4. Golongan tarif untuk keperluan industri besar pada tegangan tinggi, dengan daya 30.000 kVA ke atas(I-4/TT).

e. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Kantor Pemerintah dan Penerangan Jalan Umum, terdiri atas:

1. Golongan tarif untuk keperluan kantor pemerintah kedl dan sedang pada tegangan rendah, dengan daya 450 VA s.d. 200 kVA(P-1/TR);

2. Golongan tarif untuk keperluan kantor pemerintah besar pada tegangan menengah, dengan daya di atas 200 kVA(P-2/TM);

3. Golongan tarif untuk keperluan penerangan jalan umum pada tegangan rendah(P-3/TR).

f. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Traksi pada tegangan menengah, dengan daya di atas 200 kV A (T /TM) diperuntukkan bagi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Kereta Api Indonesia, sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI;

(13)

h. Tarif Dasar Listrik untuk keperluan Layanan Khusus pada tegangan rendah, tegangan menengah, dan tegangan tinggi (L/TR,TM,'IT), diperuntukkan hanya bagi pengguna listrik yang memerlukan pelayanan dengan kualitas khusus dan yang karena berbagai hal tidak termasuk dalam ketentuan golongan tarif Sosial, Rumah Tangga, Bisnis, Industri, dan Pemerintah.

2. Perjanjian Baku Pada Kontrak Jual Beli Tenaga Listrik

Tumbuhnya perjanjian baku disebabkan karena keadaan sosial ekonomi. Perusahaan besar, dan perusahaan pemerintah mengadakan kerja sama dalam suatu organisasi dan untuk kepentingan mereka, ditentukan syarat-syarat secara sepihak. Pihak lawannya (wederpartij) pada umumnya mempunyai kedudukan lemah baik karena posisinya maupun karena ketidaktahuannya, dan hanya menerima apa yang disodorkan. Pemakaian perjanjian baku tersebut sedikit banyaknya telah menunjukkan perkembangan yang sangat membahayakan kepentingan masyarakat, terlebih dengan mengingat bahwa awamnya masyarakat terhadap aspek hukum secara umum, dan khususnya pada aspek hukum perjanjian.

Secara sepintas, terkesan bahwa perjanjian baku bertentangan atau tidak sejalan dengan asas-asas umum perjanjian seperti asas sepakat dan konsensual, mengingatterms and conditionnyatelah ditetapkan (pre determined) secara sepihak. Namun demikian, bahwa dengan diterimanya syarat syarat tersebut oleh pihak lainnya dapat diartikan bahwa secara sukarela yang bersangkutan telah mengikatkan diri untuk menerima persyaratan persyaratan dimaksud.

(14)

posisi yang tidak seimbang. Kondisi objektif faktual tersebut antara lain dapat berupa tidak adanya alternatif untuk mendapatkan pilihan-pilihan yang terbuka, atau tidak adanya waktu yang cukup bagi satu pihak untuk merundingkan terms and conditions atau posisi tawar yang relatif lebih lemah baik karena kedudukan monopolistis atau karena sifat barang dan/atau jasa yang menjadi objek perjanjiannya.

Kontrak baku adalah kebutuhan nyata dalam sebuah bisnis. Kebutuhan tersebut timbul mengingat sifat-sifat dari transaksi seperti berulang-ulang dan relatif homogen, berlaku umum dan massal serta telah merupakan kebiasaan dalam dunia perdagangan. Namun demikian, Undang-undang membatasi kebebasan dari satu pihak untuk mendiktekan ketentuan dan syarat-syaratnya untuk tidak bertentangan dengan asas-asas umum pada perikatan.

Undang-undang No. 8 Tahun 1999 dalam konsideransnya menyatakan bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab. Selain itu juga dalam Pasal 3 dinyatakan bahwa penting untuk menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha;

(15)

Selengkapnya bunyi Pasal 18 Undang-undang nomor 8 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:

(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;

c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen

d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;

e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;

f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan

baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.

(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.

(16)

atau mengurangi kewajiban yang ditetapkan oleh undang-undang ini dan bahkan mereka boleh mengadakan persetujuan bahwa penjual tidak wajib menanggung sesuatu apa pun.

Pasal 1707 KUHPerdata, ketentuan dalam pasal di atas ini wajib diterapkan secara lebih teliti:

1. Jika penerima titipan itu yang mula-mula menawarkan diri untuk menyimpan barang itu;

2. Jika ia meminta dijanjikan suatu upah untuk penitipan itu;

3. Jika penitipan itu terjadi terutama untuk kepentingan penerima titipan;

4. jika diperjanjikan dengan tegas, bahwa penerima titipan bertanggung jawab atau semua kelalaian dalam menyimpan barang titipan itu. Dari pemaparan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya perjanjian penitipan barang adalah hal hal yang lumrah dan telah mendapat pengaturan dasar dalam KUHPerdata.

Pengaturan lanjut seperti dalam Peraturan Pemerintah atau Peraturan Daerah mengenai hal ikhwal perparkiran pada umumnya atau parkir pada khususnya harus memperhatikan ketentuan hukum-hukum dasar dan hukum lainnya yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan konsumen.

(17)

contoh pada kontrak standar atau dalam hukum konsumen disebut dengan klausula baku, sebab perjanjian standar ini yang paling sering merugikan konsumen dengan tidak menempatkan konsumen pada posisi yang seimbang dengan pelaku usaha.

Dalam kontrak bisnis yang pada umumnya berbentuk standar, senantiasa dikesankan sebagai kontrak yang berat sebelah dan tidak seimbang. Banyak fakta yang menunjukkan dalam berbagai kontrak yang berat sebelah dan tak seimbang, karena didominasi dengan ”optie” yang menguntungkan salah satu pihak.59.

Dari kacamata hukum pun ternyata model kontrak standar masih sering diperdebatkan (bahkan menjadi polemik) bagi pihak yang mendukungnya. Keberadaan kontrak standar dipandang sebagai bagian dari dinamika perkembangan masyarakat modern. pada sisi lain, pihak yang mempermasalahkan keberadaan kontrak standar ini dilatarbelakangi oleh fenomena masih banyaknya kontrak standar yang berat sebelah, pincang dan tak seimbang.60

Pihak PLN sendiri juga memberlakukan kontrak standar dalam melakukan perjanjian jual beli tenaga listrik. Mendapatkan tenaga listrik di rumah, tentu saja harus mengikuti tahapan-tahapan yang dilalui.

Pertama, calon pelanggan dapat mengajukan permohonan ke kantor PLN terdekat dan isilah formulir pendaftaran dengan menyertakan foto kopi KTP dan denah lokasi atau foto kopi rekening listrik tetangga. Di kantor PLN, calon pelanggan akan memperoleh informasi proses pengajuan pasang baru secara transparan. Yang

59Shidarta,Op. Cit. hal. 97

60Mariam Darus Badrulzaman,Kompilasi Hukum Perikatan,(Bandung: Citra Aditya Bakti,

(18)

perlu dipahami, dalam melayani pasang baru, PLN melayani berdasarkan urutan pendaftar. Juga jangan mengira, jika lewat pihak ketiga (calo) proses penyambungan baru dapat lebih cepat.61

Setelah calon pelanggan mendaftar, PLN akan melakukan beberapa tahap. Yang pertama adalah melaksanakan evaluasi teknis, yang meliputi evaluasi terhadap jaringan maupun beban trafo. Hal ini dilakukan guna mencari tahu apakah trafo yang ada masih mampu menyuplai tenaga bila diadakan pemasangan baru. Selain itu, PLN perlu mengecek ketersediaan material untuk pasang baru. Berikutnya, hasil evaluasi akan disampaikan kepada calon pelanggan dalam bentuk surat jawaban. Jika hasil evaluasi teknis dan ketersediaan material memenuhi,maka PLN akan membuat Surat Izin Penyambungan. Sebaliknya jika belum memenuhi,maka akan ditangguhkan dan calon pelanggan dimasukkan ke dalam daftar tunggu.62

Jika permohonan calon pelanggan sudah disetujui, maka calon pelanggan harus menandatangani Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL), membayar biaya pemasangan, Uang Jaminan Langganan (UJL) serta biaya Konsuil, dan memilih Biro Teknik Listrik (BTL). BTL yang dipilih akan memasang instalasi rumah, membuat gambar instalasi rumah, dan membuat surat jaminan instalasi rumah untuk diserahkan ke PLN.63

61Hasil wawancara dengan Bapak Khairuddin, Kepala Pelaksanaan Harian P2TL PT. PLN

(Persero) Medan, tanggal 4 Januari 2013, di Medan

62Ibid

63Lukman Ismail. “Mudahnya Pasang Baru Listrik”,

(19)

Perikatan yang timbul dari perjanjian merupakan keadaan yang dikehendaki oleh para pihak yang bersangkutan karena mereka terikat satu sama lain atas dasar kehendak mereka, sehingga konsumen dan PLN terikat oleh hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dituangkan dalam perjanjian. Perjanjian jual beli tenaga listrik adalah berbentuk perjanjian baku/kontrak baku. Karakter kontrak baku menempatkan konsumen pada posisi menerima atau menolak kontrak (take it or leave it) karena konsumen tidak dapat menentukan isi, bentuk, dan prosedur pembuatan perjanjian.

Secara faktual yang tampak justru bukan nuansa kontrak win-win solution yang merugikan salah satu bahkan para pihak, tapi justru kontrak win-lose solution yang merugikan salah satu bahkan para pihak. Tentunya bagi kepentingan dunia bisnis dan pelaku bisnis situasi ini jelas tidak mendukung terciptanya iklim usaha yang tidak kondusif.

Kondisi seperti ini telah cukup dicermati oleh pembuat hukum di negeri ini. Undan-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) sendiri telah memberikan perlindungan kepada konsumen mengenai hal ini dengan dibuatnya hak-hak bagi konsumen dan larangan-larangan bagi pelaku usaha.

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik

1. Hak dan Kewajiban Pelanggan Pengguna Tenaga Listrik

(20)

b. Mendapat tenaga listrik secara terus-menerus dengan mutu dan keandalan yang baik;

c. Memperoleh tenaga listrik yang menjadi haknya dengan harga yang wajar; d. Mendapat pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga listrik; dan e. Mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan

dan/atau kelalaian pengoperasian oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik sesuai syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli tenaga listrik.64

Tenaga listrik dibangkitkan di pusat–pusat listrik (power station) seperti PLTA, PLTU, PLTD, PLTP dan PLTG kemudian disalurkan melalui saluran transmisi setelah terlebih dahulu dinaikkan tegagannya oleh transformator penaik tegangan yang berada di pusat listrik. Saluran transmisi tegangan tinggi kebanyakan mempunyai tegangan 30 kV, 66 kV, 150 kV dan 500 kV.

Khusus untuk tegangan 500 kV dalam prakteknya sering disebut tegangan ekstra tinggi. Setelah melalui saluran transmisi maka tenaga listrik sampai ke gardu induk (sub station) untuk diturunkan menjadi tegangan menengah atau tegangan distribusi primer yang bertegangan 6 kV, 12 kV atau 20 kV. Yang terakhir di sebutkan adalah yang cenderung di gunakan di indonesia. Jaringan setelah keluar dari gardu induk biasa di sebut jaringan distribusi, sedangkan jaringan antara pusat listrik dan gardu induk biasa disebut jaringan transmisi, baik saluran transmisi atau pun saluran distribusi ada yang berupa saluran udara dan ada yang berupa kabel tanah.

(21)

Setelah melalui jaringan distribusi primer maka kemudian tenaga listrik diturunkan tegangannya dalam gardu-gardu distribusi menjadi tegangan rendah atau jaringan distribusi sekuder dengan tegangan 380 V atau 220 V. Melalui jaringan tegangan rendah untuk selanjutnya disalurkan ke rumah–rumah pelanggan (konsumen) melalui sambungan rumah hingga ke alat pengukur dan pembatas di rumah-rumah pelanggan atau biasa di sebut KWh Meter.

Sebagai penikmat, konsumen pengguna tenaga listrik juga memiliki kewajiban. kewajiban pelanggan pengguna tenaga listrik antara lain:

a. Melaksanakan pengamanan terhadap bahaya yang mungkin timbul akibat pemanfaatan tenaga listrik.

b. Menjaga dan memelihara keamanan instalasi pelanggan.

c. Menjaga keamanan alat pembatas dan atau pengukur (APP) Pengusaha yang terpasang pada bangunan atau persil pelanggan.

d. Menjaga keamanan sambungan listrik (SL) yang terpasang pada bangungan atau persil pelanggan.

e. Menggunakan tenaga listrik sesuai peruntukannya. f. Mengizinkan PLN untuk melaksanakan haknya.65

Sejalan juga dengan isi Pasal 29 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan:

65Hasil wawancara dengan Bapak Khairuddin, Kepala Pelaksanaan Harian P2TL PT. PLN

(22)

a. Melaksanakan pengamanan terhadap bahaya yang mungkin timbul akibat pemanfaatan tenaga listrik;

b. Menjaga keamanan instalasi tenaga listrik milik konsumen; c. Memanfaatkan tenaga listrik sesuai dengan peruntukannya; d. Membayar tagihan pemakaian tenaga listrik; dan

e. Menaati persyaratan teknis di bidang ketenagalistrikan.66

Mengingat arti penting tenaga listrik bagi negara dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam segala bidang dan sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang ini menyatakan bahwa usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang penyelenggaraannya dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menetapkan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik.

2. Hak dan Kewajiban PT. PLN (PERSERO)

Mengingat begitu pentingnya manfaat dari tenaga listrik, maka Pemerintah mengeluarkan suatu peraturan perundang- undangan untuk mengatur masalah ketenagalistrikan, baik dari segi teknis, pengaturan, pelaksanaan, pengelolaan serta sanksi pidana bagi yang melanggarnya. Dengan dikeluarkannya Undang- Undang No.15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan, diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang timbul terkait dengan tenaga listrik.

(23)

Sebenarnya Pemerintah telah mengeluarkan peraturan perundang- undangan yang baru, yaitu Undang- Undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, namun Undang- Undang tersebut dicabut kembali oleh oleh Mahkamah Konstitusi karena Pasal 16, 17 dan 68, bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 sehingga Undang- Undang No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan berlaku kembali. Selain itu Pemerintah juga mengeluarkan suatu Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.

Adanya peraturan di atas belum dapat memberikan solusi terhadap krisis energi listrik di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan, Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 yang diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan belum mampu memberikan payung hukum yang kuat dalam menyelesaikan masalah ketenagalistrikan.

(24)

Sesuai dengan ketentuan undang-undang, maka yang menjadi hak PLN sebagai pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik dalam melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik berhak untuk:

a. Melintasi sungai atau danau baik di atas maupun di bawah permukaan; b. Melintasi laut baik di atas maupun di bawah permukaan;

c. Melintasi jalan umum dan jalan kereta api;

d. Masuk ke tempat umum atau perorangan dan menggunakannya untuk sementara waktu;

e. Menggunakan tanah dan melintas di atas atau di bawah tanah;

f. Melintas di atas atau di bawah bangunan yang dibangun di atas atau di bawah tanah; dan

g. Memotong dan/atau menebang tanaman yang menghalanginya.67

Kewajiban awal PLN setelah adanya perjanjian awal adalah melakukan penyambungan tenaga listrik sehingga aliran tenaga listrik dapat dimanfaatkan oleh pelanggan. Hal ini dikarenakan PLN harus menyediakan material penyambungan. Bila PLN belum bisa menyediakan material untuk penyambungan, maka penyambungan belum bisa dilakukan.

Pengaturan tentang kewajiban dari PT. PLN selaku Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dapat ditemui dalam Pasal 28 Undang-undang Tentang Tenaga Listrik yang menyatakan :

67Yuliati, “Perlindungan Hak-hak Konsumen Listrik di Indonesia Menurut Undang-undang

(25)

a) Menyediakan tenaga listrik yang memenuhi standar mutu dan keandalan yang berlaku;

b) Memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada konsumen masyarakat ; c) Memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan dan;

d) Mengutamakan produk dan potensi dalam negeri.

e) Sebagaimana yang kita lihat bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Ketenagalistrikan telah memuat pengaturan kewajiban yang berjalan sesuai paralel dan diharapkan pelaksanaan terhadap masyarakat terutama pelanggan/ konsumen sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh Perundang-undangan di bidang Ketenagalistrikan.

Seperti diketahui bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen menetapkan tujuan perlindungan konsumen antara lain adalah untuk mengangkat harkat kehidupan konsumen, maka untuk maksud tersebut berbagai hal yang membawa akibat negatif dari pemakaian barang dan/atau jasa harus dihindarkan dari aktivitas perdagangan pelaku usaha. Sebagai upaya untuk menghindarkan akibat negatif pemakaian barang dan/atau jasa tersebut, Selain itu sebagai pelaku usaha, maka undang-undang menentukan berbagai larangan PT. PLN (Persero), seperti yang tercantum pada Pasal 8 UUPK sebagai berikut :

(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:

a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

(26)

c. Tidak sesuai dengan ukuran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses, pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatkan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjulan barang dan/atau jasa tersebut;

g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;

i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang,, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;

j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahas Indonesia sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku;

(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.

Dalam penyediaan tenaga kelistrikan, maka kewajiban PT.PLN (Persero) adalah sebagai berikut:

a. menyediakan tenaga listrik yang memenuhi standar mutu dan keandalan yang berlaku;

b. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada konsumen dan masyarakat;

(27)

d. mengutamakan produk dan potensi dalam negeri.68

Larangan-larangan yang tertuju pada “produk” sebagaimana dimaksudkan di atas adalah memberikan perlindungan terhadap kesehatan/harta konsumen dari pengguna barang denga kualitas yang dibawah standar atau kualitas yang lebih rendah dari pada nilai harga yang dibayar. Dengan adanya perlindungan yang demikian, maka konsumen tidak akan diberikan barang dengan kulitas yang lebih rendah dari pada harga yang dibayarnya, atau yang tidak sesuai dengan informasi yang diperolehnya.

Untuk melindungi konsumen agar tidak dirugikan dari segi mutu barang, maka dapat ditempuh dengan berbagai cara antara lain dengan standar mutu. Berkenaan dengan pengawasan kualitas/mutu barang, dalam WTO telah dicapai persetujuan tentang Hambatan Teknis Dalam Perdagangan.69

Persetujuan ini mengikat negara yang menandatangninya, untuk menjamin bahwa agar bila suatu pemerintah atau instansi lain menentukan aturan teknis atau standar teknis untuk keperlua keselamatan umum, kesehatan, perlindungan terhadao konsumen dan lingkungan hidup, atau untuk keperluan lain, maka peraturan standar dan pengujian serta sertifikat yang dikeluarkan tidak menimbulkan rintangan yang tidak diperlukan terhadap perdagangan internasional. Sedangkan untuk mengkaji kemungkinan risiko, elemen terkait yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah

68ibid

(28)

tersedianya informasi ilmiah dan teknis, teknologi pemrosesan atau kegunaan akhir yang dituju oleh produk.

Berdasarkan ketentuan di atas, maka produk yang masuk dalam suatu negara akan memenuhi ketentuan tentang standar kualitas yang diinginkan dalam suatu negara. Hal ini berarti produk impor yang dikomsumsi oleh konsumen dan memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh masing-masing negara, sehingga konsumen akan terlindungi baik dari segi kesehatan, maupun tentang jaminan diperolehnya produk yang baik sesuai dengan harga yang dibayarkan. Oleh karena itu untuk mengawasi kualitas/mutu barang, diperlukan adanya standardisasi mutu barang.

Menyadari peranan standardisasi yang penting dan strategus tersebut, pemerintah dengan keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 1984 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1989 membentuk Dewan Standardisasi Nasional. Disamping itu telah dikeluarkan pula Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar Nasional Indoneia (SNI) dan Keppres Nomor 12 Tahun 1991 tentang Penyusunan dan Pengawasan SNI dalam Rangka Pembinaan dan Pengembangan Standardisasi Secara Nasional.

(29)

Perdagangan Nomor 22/KP/II/95, maka mulai 1 Februari 1996 hanya ada satu satandar mutu saja di Indonesia, yaitu Satandar Nasional Indoneia (SNI).70

Pengawsan mutu produk yang dilakukan oleh pemerintah (khususnya Deperindag) tersebut jangkaunnya meliputi produk ekspor, produk dalam negeri da produk impor yang beredar di pasar dalam negeri. Namun, peraturan teknis yang diberlakukan terhadap produk yang diimpor dari negara lain (negara angota WTO) harus diberikan perlakuan yang tidak kurang menguntungkan dibandingkan dengan perlakukan yang diberikan kepada produk nasional dan prosuk serupa yang berasal dari negara lain.

Untuk lebih menjamin produk tersebut, yang diperlukan bukan hanya sampai pada dipenuhinya spesifikasi dan pembubuhan tanda SNI, tapi masih perlu dilakukan pengawasan oleh Departemen Perdagangan (sekarang Departemen Perindustrian dan Perdagangan) terhadap produk yang telah memenuhi spesifikasi SNI yang beredar di pasaran dalam negeri, maupun yang akan diekspor. Berkaitan dengan itu, maka terhadap komoditi ekspor dan impor berlaku ketentuan:

a. standar komoditi ekspor tidak boleh lebih rendah daripada SNI, yang berarti standar komoditi ekspor mempergunakan SNI atau dengan spesifikasi tambahan non mandatorybila diperlukan,

b. standar komoditi impor minimal harus memenuhi SNI dan standar nasional negara yang bersangkutan.

70Zumrotin, K. Susilo, Penyambung Lidah Konsumen, (Jakarta: Kerjasama YLKI dengan

(30)

Pemberlakuan SNI, ini merupakan suatu usaha peningkatan mutu, yang disamping menguntungkan produsen, juga menguntungkan konsumen, tidak hanya konsumen dalam negeri tapi juga konsumen di luar neger, karena standar yang berlaku di Indonesia telah disesuaikan dengan standar mutu intenasional, yaitu dengan telah diadopsinya ISO 9000 oleh Dewan Standardisasi Nasional dengan Nomor Seri SNI 19-9000:1992. Di mana ISO 9000 sendiri pada umumnya:

a. mengatur semua kegiatan dari perusahaan dalam hal teknis, administrasi dan sumber daya manusia yang mempengaruhi mutu produk dan jasa yang dihasilkan; b. memberikan kepuasan kepada para pelanggan dan pemakai akhir;

c. penerapan konsep penghematan biaya dengan cara pelaksanaan pekerjaan yang benar pada setiap saat;

d. memberikan petunjuk tentang koordinasi antara manusia, mesin dan informasi untuk mencapai tujuan standar;

e. mengembangkan dan melaksanakan sistem manajemen mutu untuk mencapai tujuan mutu dari perusahaan.

Dengan demikian sasaran dari ISO 9000 mencakup kebutuhan dan kepentingan perusahaan, yaitu untuk mencapai dan memelihara mutu yang diinginkan dengan biaya yang optimum, yaitu dengan menggunakan sumber daya (teknologi, bahan dan manusia) yang tersedia secara terencana dan efesien.

(31)

program perbaikan mutu untuk mencapai mutu yang memenuhi keinginan konsumen di seluruh dunia. Dengan diadopsinya ISO 9000 ini diharapkan dapat mengubah pola fikir pengusaha di negara berkembang yang pada umunya berpendapat bahwa barang yang baik dan seragam tidak menguntungkan perusahannya, karena berbagai alasan seperti:

a. penerapan standar mutu yang tinggi akan menaikan ongkos produksi;’ b. penekana atas mutu suatu produk akan mengurangi produktivitas; c. konsumen di dalam negeri tidak kriotis dengan standar mutu.

Padahal jika dicermati, pemenuhan standar sangat diperlukan dalam transaksi perdagangan internasional karena menjamin keseragaman tingkat kualitas barang yang diperdagangkan. Demikian pula pemenuhan standar juga dapat mengurangi sengketa tentang kualifikasi dan kualitas barang yang diekspor atau diimpor.

D. Perlindungan Hukum Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Menurut

Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan

(32)

pemakaian tenaga listrik oleh pelanggan, PT. PLN (PERSERO) secara reguler melaksanakan penertiban pemakaian tenaga listrik.71

Pelaksanaan penertiban ini juga telah diketahui serta disepakati oleh pelanggan, sebagaimana pencantuman klausula tentang penertiban pemakaian tenaga listrik dalam perjanjian jual beli tenaga listrik antara PT. PLN (PERSERO) dengan pelanggan, yaitu pencantuman pada Pasal 14 UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.

Pelaksanaan pemeriksaan pemakaian tenaga listrik pada dasarnya adalah pelaksanaan untuk menegakkan perjanjian jual beli tenaga listrik antara PT. PLN (PERSERO) dan pelanggan. Pelaksanaan pemeriksaan pemakaian tenaga listrik secara sempit dapat berfungsi sebagai penegakan hak dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam perjanjian. Dan secara luas dapat berfungsi untuk menjaga kualitas produk dan pelayanan PT. PLN (PERSERO), karena dengan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pelanggan, secara tidak langsung akan mempengaruhi kemampuan pengadaan tenaga listrik yang pada gilirannya akan merugikan masyarakat pengguna jasa ketenagalistrikan.

PLN sebagai pengelola tenaga listrik harus mampu menyediakan tenaga listrik bagi masyarakat dengan mutu dan kualitas yang baik. Masyarakat yang ingin memanfaatkan tenaga listrik harus mengadakan kerjasama dengan PLN yaitu dalam bentuk perjanjian jual beli. Selain itu masyarakat pelanggan juga harus memenuhi

71Abdul Kadir,Energi Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik Dan Potensi Ekonomi, (Edisi

(33)

syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh PLN, dan harus melalui tahapan kegiatan, yaitu pendaftaran, survai atau penelitian oleh pihak PLN, pemberian izin, serta pembayaran biaya penyambungan dan uang jaminan langganan.72

Kebijaksanaan bidang tenaga listrik disusun berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, terutama Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Di dalamnya disebut bahwa tujuan pembangunan ketenagalistrikan adalah meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mendorong peningkatan kegitan ekonomi. Di samping itu, sebagai cabang produksi yang penting bagi negara, tenaga listrik merupakan hasil pemanfaatan kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak sehingga perlu dimanfaatkan untuk sebesar-besar kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Dalam rangka peningkatan penyediaan tenaga listrik kepada masyarakat diperlukan pula upaya penegakan hukum di bidang ketenagalistrikan. Pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan usaha ketenagalistrikan, termasuk pelaksanaan pengawasan di bidang keteknikan.

Dasar hukum yang digunakan PT. PLN (PERSERO) Tentang Tenaga Listrik adalah:

1. Undang Undang No 30 Tahun 2009 sebagai pengganti Undang-Undang No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan.

72Hirman, “Tinjauan Yuridis Perjanjian Jual Beli Tenaga Litrik Antara PT. PLN (Persero)

(34)

2. Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.

3. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1989.

4. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1989.

Untuk memenuhi kebutuhan listrik tersebut, usaha penyediaannya pada dasarnya dilakukan oleh Negara, karena tenaga listrik mempunyai kedudukan yang penting dalam kehidupan masyarakat yaitu menguasai hajat hidup orang banyak. Meskipun demikian, usaha penyediaan tenaga listrik dapat juga dilakukan oleh swasta dan koperasi. Namun, seluruh kegiatannya berada dalam pengaturan dan pengawasan negara.

Kebijakan pengembangan ketenagalastrikan merupakan bagian terpadu dari pembangunan nasional, sehingga selalu serasi, selaras dan serempak (sinkron) dengan tahapan pembangunan nasional. Hal ini berarti bahwa sasaran untuk tihap tahap pembangunan ketenagalistrikan harus menunjang sasaran pembangunan nasional pada tahap tersebut, baik dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat maupun dalam mendorong peningkatan kegiatan ekonomi. Dalam rangka pemerataan, dilakukan usaha peningkatan penyediaan tenaga listrik untuk seluruh masyarakat terutama masyarakat pedesaan.

(35)

mengutamakan pemanfaatan sumber daya energi yang terbarukan dan yang lebih bersih, terutama menggunakan sebanyak mungkin barang dan jasa dalam negeri serta memberikan kesempatan kepada pihak koperasi dan swasta.

Sasaran yang hendak dicapai dengan pelaksanaan pembangunan bidang ketenagalistrikan yang akan datang adalah sebagai berikut:

1. Pembangunan pembangkit baru terus dilaksanakan oleh negara yang diikuti oleh swasta pada tahap awal, interkoneksi Jawa-Sumatera mulai dipersiapkan. Sumber energi yang digunakan mengutamakan non-minyak, rasio elektrifikasi semakin ditingkatkan. Tarif listrik mulai disesuaikan dengan prinsip ekonomi. Pembangunan sarana ketenagalistrikan di Indonesia Bagian Timur ditingkatkan terutama memanfaatkan energi terbarukan.

2. Pembangunan pembangkit baru terus dilaksanakan oleh perusahaan negara bersama dengan swasta yang perannya semakin besar. Interkoneksi Jawa-Sumatera mulai dibagun. Sumber energi terbarukan semakin besar pangsanya. Rasio elektrifikasi terus meningkat, tarip listrik tetap mencerminkan nilai ekonomisnya. Pembangunan sarana ketenagalistrikan di bagian Timur Indonesia semakin meningkat.

(36)

beberapa syarat dan pernyataan serta kesanggupan untuk mematuhi semua ketentuan dan peraturan yang sudah ditetapkan oleh PT. PLN. yang semuanya dituangkan dalam surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL), sedangkan SPJBTL tersebut telah dibuat secara sepihak oleh PT. PLN. dengan kesepakatan bersama antara PT. PLN dengan konsumen sebagai perjanjian jual beli

Apabila perikatan tersebut di implementasikan terhadap pelaksanaan jual beli aliran listrik antara PT. PLN dengan konsumen, maka apabila konsumen lalai melakukan pembayaran, pihak PT. PLN akan memberikan sanksi berupa biaya denda yang disertai pemutusan aliran listrik. Namun apabila pihak PT. PLN sendiri sering mengabaikan tanggung jawab pemenuhan kewajibannya, sehingga terkesan tidak menanggung beban apapun.73

Saat pihak PT. PLN mengalami gangguan teknis maupun non teknis yang berakibat terhambatnya pelaksanaan kewajibannya seolah tidak mempunyai beban tanggung jawab. Banyak contoh-contoh yang sering dialami konsumen selama ini, Bahkan ketika listrik padam, masyarakat sering menelpon pelayanan konsumen, namun justru tidak ada yang menjawab, kalupun ada seolah-olah juga merasa tidak berkepentingan, bahkan ucapan maaf pun tidak pernah terlontar kepada konsumen yang mencoba komplain.

Walaupun dalam hal ini PT. PLN sedang berusaha memperbaiki atas akibat padamnya listrik, akan tetapi hal-hal yang demikian tidak dapat dibenarkan, karena seolah menunjukan kekuasaanya sebagai hak pemegang monopoli sebagai penyalur

(37)

atau penjual aliran listrik satu-satunya di Indonesia, oleh karenanya mau tidak mau konsumen tetap membutuhkan aliran listrik yang hanya bisa didapat dari PT. PLN, sehingga mau tidak mau pula konsumen harus tetap menerima, menunggu, bahkan bersabar dengan perlakuan-perlakuan tersebut.

Mendesak adanya standar mutu pelayanan PLN. Beberapa kasus, sepeeti melonjaknya voltase listrik dari 220 volt menjadi 390 volt, berakibat rusaknya ratusan alat-alat listrik milik warga telah menimbulkan rekasi. Reaksi yang paling keras tentu aja dari warga yang menjadi korban kejadian tersebut.

Dari berbagai reaksi tersebut sebenarnya inti pokok persoalannya pada hak dan kewajiban kedua belah pihak. Dalam hal ini PLN selaku produsen jasa kelistrikan dan warga selaku konsumen. Reaksi konsumen untuk menuntut rugi misalnya merupakan pencerminan dari adanya keadaran bahwa sebagai konsumen mereka punya hak. Sebaliknya sikap tegas PLN akan memberi ganti rugi kepada konsumen lebih jauh lagi apabila peristiwa yang serupa terulang kembali, memotong gaji pejabat PLN adalah cerminan sikap tanggung jawab PLN sebagai penyelenggara jasa kelistrikan.

(38)

mereka bersikap seperti apa yang mereka lakukan dalam merespon kejadian-kejadian tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Model Balck Box Tyler dibagun atas dua dasar, yaitu evaluasi yang ditujukan pada tingkah laku peserta didik dan evaluasi yang harus dilakukan pada.. tingkah laku awal

Sedangkan sampel diambil adalah total sampling (sampel jenuh) sehingga sampel dalam penelitian ini adalah seluruh jumlah populasi, yaitu 41 orang responden menjadi

Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani) di Panampuang, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatra Barat.. Balai Pengkajian

Penelitian ini mengatakan bahwa semakin tinggi presentase kepemilikan oleh dewan direksi, maka tingkat dividen tunai juga semakin tinggi Hal ini menunjukkan bahwa

[r]

Selain untuk sarana transaksi jual-beli persenjataan airsoft, website ini juga memberikan informasi-informasi yang berguna bagi para penggemar olahraga airsoft seperti sejarah

[r]

[r]